Anda di halaman 1dari 4

2.4.

TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERKULOSIS

Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat secara teratur sampai tuntas merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengobatan tuberkulosis paru. Diagnosis yang
tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup
untuk menjamin keberhasilan suatu pengobatan jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obatnya. Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan jangka panjang terhadap
penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% sedangkan di negara berkembang, jumlah
tersebut bahkan lebih rendah. Ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan merupakan masalah
kesehatan yang serius dan sering kali terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, seperti pada
penyakit tuberkulosis paru.
Secara umum, istilah kepatuhan (compliance atau adherence) dideskripsikan dengan sejauh
mana pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran medis. Terkait dengan obat, kepatuhan pasien
didefinisikan sebagai derajat kesesuaian antara riwayat dosis yang sebenarnya dengan rejimen
dosis obat yang diresepkan. Oleh karena itu, pengukuran kepatuhan pada dasarnya
merepresentasikan perbandingan antara dua rangkaian kejadian, yaitu bagaimana nyatanya obat
diminum dengan bagaimana obat seharusnya diminum sesuai resep. Dalam konteks pengendalian
tuberkulosis paru atau TB paru, kepatuhan terhadap pengobatan dapat didefinisikan sebagai
tingkat ketaatan pasien-pasien yang memiliki riwayat pengambilan obat terapeutik terhadap resep
pengobatan.
Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh lima dimensi yang
saling terkait, yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan dan
faktor sosial ekonomi. Semua faktor adalah faktor penting dalam mempengaruhi kepatuhan
sehingga tidak ada pengaruh yang lebih kuat dari faktor lainnya. Untuk mencapai keberhasilan
pengobatan, bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pasien, namun harus dilihat bagaimana
faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam melengkapi pengobatannya dan
mematuhi pengobatan mereka.
Secara umum, hal-hal yang perlu dipahami dalam meningkatkan tingkat kepatuhan adalah
bahwa :
 Pasien memerlukan dukungan, bukan disalahkan.
 Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap terapi jangka panjang adalah tidak
tercapainya tujuan terapi dan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan.
 Peningkatan kepatuhan pasien dapat meningkatkan keamanan penggunaan obat.
 Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam mencapai efektifitas
suatu sistem kesehatan.
 Memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam penanganan secara
efektif suatu penyakit kronis.
 Sistem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapi berbagai
tantangan baru.
 Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan masalah
ketidakpatuhan.
Tingkat kepatuhan pemakaian obat TB paru sangatlah penting, karena bila pengobatan
tidak dilakukan secara teratur dan tidak sesuai dengan waktu yang telah di tentukan maka akan
dapat timbul kekebalan (resistence) kuman tuberkulosis terhadap Obat Anti tuberkulosis (OAT)
secara meluas atau disebut dengan Multi Drugs Resistence (MDR). Ketidakpatuhan terhadap
pengobatan akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru,
sehingga akan meningkatkan resiko kesakitan, kematian, dan menyebabkan semakin banyak
ditemukan penderita TB paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang resisten dengan pengobatan
standar. Pasien yang resisten tersebut akan menjadi sumber penularan kuman yang resisten di
masyarakat. Hal ini tentunya akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta
memperberat beban pemerintah.
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara
ekonomis sangat efektif (cost-efective). Integrasi ke Fokus utama DOTS adalah penemuan dan
penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan
penularan TB. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh Fasyankes
terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Dengan semakin
berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara, kemudian strategi DOTS
diperluas menjadi sebagai berikut :
1) Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3) Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4) Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5) Memberdayakan pasien dan masyarakat
6) Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
2.4.1 Pengaruh Diri Sendiri Terhadap Tingkat Kepatuhan
Motivasi atau keinginan yang kuat dari dalam diri sendiri, menjadi faktor utama pada
tingginya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat TB paru. Motivasi untuk tetap
mempertahankan kesehatannya sangat mempengaruhi terhadap faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku pasien dalam mengontrol penyakitnya. Serta kenyakinan dalam diri sendiri,
merupakan dimensi spiritual yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien. Pasien yang
berpegang teguh terhadap kenyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus
asa dalam menerima keadaaanya.

2.4.2 Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kepatuhan


Salah satu faktor yang berpengaruh bagi seseorang ketika menghadapi masalah kesehatan
adalah dukungan keluarga, juga sebagai suatu strategi dalam mencegah stres. Begitu pula dalam
hal patuh terhadap minum obat khususnya Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh bagi seseorang dalam hal patuh terhadap minum obat adalah dari
dukungan keluarga sendiri. Peran Keluarga sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) sangat
diperlukan untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat. PMO sangat dibutuhkan pada tahap
intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan (resistensi) terhadap semua OAT (Obat Anti Tuberkulosis terutama Rifampisin). Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan (pada akhir pengobatan intensif). Pada tahap lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten sehinga mencegah terjadinya kekambuhan.
Peran seorang pengawas menelan obat atau tindakan yang dinilai meningkatkan pasien
untuk minum obat secara teratur dan tidak terputus, meningkatkan pasien untuk datang berobat/
kontrol dan memeriksakan ulang dahak sesuai waktu yang telah ditentukan, memberikan semangat
untuk sembuh, membantu biaya/ ongkos berobat, menganjurkan agar pasien banyak beristirahat,
memberikan pasien makanan yang bergizi serta membersihkan rumah dan lingkungan dengan
baik. Motivasi dan dukungan keluarga dalam meningkatkan kepatuhan pemakaian obat pada
pasien akan sangat di butuhkan dan akan sangat membantu dalam meningkatkan kepatuhan
pemakaian obat.

2.4.3 Pengaruh Petugas Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan


Faktor pelayanan kesehatan mempengaruhi terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru.
Faktor pelayanan kesehatan ini meliputi penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, ketersediaan
obat TB (OAT), mutu obat TB (OAT), ketersediaan sarana transportasi dan jarak. Petugas
kesehatan membantu dalam memberikan informasi tentang pentingnya mengkonsumsi obat TB
secara teratur guna mencapai keberhasilan terapi. Tindakan atau peran petugas kesehatan di rumah
sakit maupun puskesmas selama memberikan pelayanan kesehatan ke pada penderita tuberkulosis
paru sangatlah penting dalam memberikan informasi tentang pentingnya meminum obat secara
teratur dan tuntas, menjelaskan mengenai aturan minum obat yang benar dan gejala efek samping
yang mungkin dialami pasien, kesediaan petugas mendengarkan keluhan pasien dan memberikan
solusinya, dan peran petugas dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga pasien
guna memberikan informasi dan menjadi salah satu upaya memutus rantai penularan TB.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen P2 dan PL. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. 2014.
2. World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report. Geneva: WHO. 2018
3. Sabate E.WHO Adherence Meeting Report. Geneva.World Health Organization. 2001.
4. Dusing, Rainer, Katja Lottermoser & Thomas Mengden. Compliance To Drug Therapy – New Answer
To Old Question. Nephrol dial transpl,16:1317-1321. 2001.
5. Pemswari Puspa. Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Mayjen H.A
Thalib Kabupaten Kerinci. Jurnal Sains Farmasi&Klinis:116-121. 2016.
6. Hayati Armelia. Evaluasi Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Tahun 2010-2011 di Puskesmas
Kecamatan Pancoran Mas Depok. Departemen Farmasi. Universitas Indonesia. 2011.
7. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2014
8. Rojali, Noviatuzzahrah. Faktor Risiko Kepatuhan Pengobatan Pada penderita TB Paru BTA Positif.
Jurnal Kesehatan Vol 9 No 1. Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta :2018.

Anda mungkin juga menyukai