PENDAHULUAN
Dokter keluarga adalah dokter yang memiliki keahlian dalam menangani masalah
kesehatan secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap individu serta keluarganya
berdasarkan budaya dan tingkatan sosial-ekonomi. Dokter keluarga memiliki peran dan
tanggung jawab dalam melayani individu,keluarga serta komunitas tanpa memandang
usia, jenis kelamin, ras, dan penyakit dalam mempromosikan pentingnya
kesehatan,memberikan edukasi dan pengobatan yang berguna bagi masyarakat terkait
penyakit serta memperhatikan keberhasilan dan penuntasan penyakit terhadap pasien
[World Organization of Family Doctors,2016].
Pada tahun 2016,terdapat 490 ribu orang di dunia dengan Tb-Mdr ditambah dengan
110 ribu dengan resistansi OAT jenis rifampisin.Dengan 4,1% kasus Tb baru dan 19%
kasus tb lama disertai angka mortalitas sebanyak 240 ribu [WHO global TB
report,2016].Secara global,Indonesia berada di peringkat 8 dari 27 negara dengan
prevalensi tb-Mdr terbanyak di dunia dengan perkiraan di Indonesia sebanyak 5900 kasus
baru dan 1000 kasus pengobatan tb lama [WHO global report,2013]. Di
Bandung,berdasarkan hasil penelitian didapatkan 28,2% resisten rifampisin dan isoniazid
dan di Medan terdapat prevalensi terbesar 17,2% resisten terhadap rifampisin dan
etambutol dan 10,2% resisten terhadap rifampisin [Syahrini H et al,2008].
Salah satu pasien yang kami lakukan kunjungan keluarga adalah Ny.L.Penulis
memilih Ny.L karena pasien memiliki riwayat putus obat disertai Tb relaps yang
menyebabkan Tb-Mdr.Ny.L juga memiliki efek samping obat anti tuberkulosis berupa
mual dan muntah hebat yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari pasien
serta pola hidup yang masih kurang baik untuk menghindari penularan kepada keluarga
pasien.Apabila tidak dilakukan kunjungan terhadap pasien ini penularan dapat terjadi dan
kualitas hidup serta fungsi keluarganya terganggu.
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan suatau penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang berasal dari kelompok Mycobacterium. Terdapat
beberapa spesies dari kelompok mycobacterium, yaitu M. tuberculosis, M. africanum, M.
bovis, M. leprae dsb. yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Terdapat
juga kelompok Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang dapat
menimbulkan gangguan saluran pernapasan yang dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Othet Than Tuberculosis) [Kemenkes, 2013].
Terdapat beberapa keadaan M. Tuberculosis sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan obat
anti TB (OAT) dimana keadaan ini disebut dengan Multi Drug Resistant Tuberculosis
(MDR-TB).
2.2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2016,terdapat 490 ribu orang dengan Tb-Mdr ditambah dengan 110 ribu
dengan resistansi OAT jenis rifampisin.Dengan 4,1% kasus Tb baru dan 19% kasus tb
lama disertai angka mortalitas sebanyak 240 ribu [WHO global TB report,2016].Secara
global,Indonesia berada di peringkat 8 dari 27 negara dengan prevalensi tb-Mdr terbanyak
di dunia dengan perkiraan di Indonesia sebanyak 5900 kasus baru dan 1000 kasus
pengobatan tb lama [WHO global report,2013].Di Bandung,berdasarkan hasil penelitian
didapatkan 28,2% resisten rifampisin dan isoniazid dan di Medan terdapat prevalensi
terbesar 17,2% resisten terhadap rifampisin dan etambutol dan 10,2% resisten terhadap
rifampisin [WMA,2008].
Multi Drug Resistant Tuberculosis dapat diperoleh dari dua cara, yaitu resistensi primer
dan sekunder. Resistensi primer terjadi pada orang yang terinfeksi dengan kuman yang
sudah resisten terhadap OAT, sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi yang didapat
dan berkembang pada saat menjalani pengobatan OAT seperti dosis yang tidak adekuat,
ketidak patuhan meminum obat ataupun terdapat gangguan penyerapan obat [Novizar et
al, 2011]
2.2.4. Patofisiologi
Multi Drug Resistant TB (MDR-TB) terjadi karena kuman telah resisten terhadap
OAT paling sensistif yaitu isoniazid dan rifampisin dimana obat tersebut menjadi pilihan
pertama untuk pengobatan TB. Keadaan tersebut dapat terjadi secara primer dan
sekunder. Penyebab secara primer didapatkan dari penyebaran secara langsung kuman
yang resisten terhadap OAT melalui udara, sedangkan penyebab sekunder berupa
perkembangan kuman TB menjadi resisten pada saat menjalani pengobatan yang
dipengaruhi oleh dosis OAT yang tidak adekuat, ketidak patuhan minum obat, dan
gangguan penyerapan obat. [Zhang Y, 2009]
Isoniazid merupakan hidrasilasi dari asam isonikotinik, molekul larut air yang mudah
masuk ke dalam sel. Mekanisme kerja obat ini yaitu menghambat sintesis dinding sel
asam mikolik (struktur bahan yang sangat penting pada dinding sel mycobacterium)
melalui jalur yang tergantung dengan oksigen seperti reaksi katalase peroksdase.
Mekanisme resistensi isoniazid diperkirakan oleh adanya asam amino yang mengubah
gen katalase peroksidase (katG) atau promotor pada lokus-lokus gen yang dikenal sebagai
inhA. Mutasi missense atau delesi katG berkaitan dengan berkurangnya aktivitas katalase
dan peroksidase.
Pyrazinamid merupakan turunan asam nikotinik yang berperan penting sebagai bakterisid
jangka pendek terhadap TB. Obat ini bekerja efektif terhadap bakteri TB secara invitro
pada pH asam (pH 5,0-5,5). Pada keadaan pH netral pyrazinamide tidak berefek atau
hanya sedikit. Obat ini akan diubah oleh basil tuberkel menjadi bentuk yang aktif yaitu
asam pyrazinoat. Mekanisme resistensi pyrazinamide berkaitan dengan hilangnya
pyrazinamidase sehingga tidak banyak yang diubah menjadi pyrazinoat. Kebanyakan
Ethambutol merupakan turunan ethylenediamine yang larut air dan hanya aktif terhadap
mycobacterium. Obat ini bekerja sebagai bakteriostatik pada dosis standar. Mekanisme
utamanya dengan menghambat enzim arabinosyltransferase yang memperantai
polimerisasi arabinose menjadi arabinogalactan yang berada di dalam dinding sel.
Resistensi obat ini paling sering berkaitan dengan mutase missense pada gen embB yang
menjadi sandi arabinosyltransferase [Zhang Y, 2009]
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)3E3
Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta
OAT lini-1, yaitu pirazinamid dan etambutol.
Terduga TB resistan obat adalah semua orang yang mempunyai gejala TB yang
memenuhi salah satu atau lebih kriteria terduga/suspek di bawah ini :
Dengan adanya tes cepat untuk mendiagnosa TB resistan, maka alur diagnosis TB resistan
obat yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut :
Strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu pada strategi DOTS [Kemenkes, 2013]
Panduan OAT MDR untuk pasien TB MDR adaalah panduan standar yang
mengandung OAT lini pertama dan lini kedua.
Panduan OAT MDR dpat disesuaikan dengan perubahan hasil uji kepekaan
M.tuberculosis dengan panduan baru yang ditetapkan oleh Tim Ahli Klinis (TAK)
Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB MDR serta perubahan dosis
dan frekuensi pemberian OAT MDR diputuskan oleh TAK dengan masukan dari
tim terapeutik
Semua pasien TB MDR harus mendapatkan pengobatan dengan
mempertimbangkan kondisi klinis awal
Ada beberapa kondisi khusus yang harus diperhatikan oleh Tim ahli klinis sebelum
memulai pengobatan TB MDR misalnya pasien dengan penyakit penyerta yang berat
seperti kelainan fungsi ginjal, kelainan fungsi hati, epilepsy, psikosis, dan ibu hamil.
Panduan pengobatan TB MDR saat ini adalah panduan standar yang diberikan pada
permulaan pengobatan untuk pasien TB MDR [Kemnkes, 2013]
1. Jika sejak awal terbukti resisten terhadap kanamisin, maka paduan standar
3. Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB
XDR) maka paduan standar adalah sebagai berikut:
Cm-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
Paduan standar ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi MDR secara
laboratoris;
Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian obat oral dan suntikan dengan lama
paling sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan
adalah pemberian paduan OAT oral tanpa suntikan;
Lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi
biakan. Lama pengobatan berkisar 19-24 bulan [Kemenkes, 2013].
Dalam pengobatan seorang pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respon
pengobatan dan efek samping sejak dini. Geajala TB seperti batuk, berdahak, demam
dan penurunan berat badan pada umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama
pengobatan.
1. Sembuh
2. Pengobatan Lengkap
3. Meninggal
5. Lost to follow-up
6. Tidak di evaluasi
2.3 Underweight
2.3.1 Definisi
Status gizi menurut IMT dinilai dengan rumus perhitungan IMT adalah sebagai
berikut: IMT = Berat Badan (kg) ÷ Tinggi Badan (cm2)
Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi penduduk dewasa adalah
sebagai berikut: Kategori kurus IMT < 18,5 Kategori normal IMT ≥18,5 - <24,9
Kategori BB lebih IMT ≥25,0 - <27,0 Kategori obesitas IMT ≥27,0. [Departemen
Kesehatan RI, 218]
Resistensi
bakteri
Pengobatan
tidak adekuat Multi Drug
Tuberculosis Resistant
Tuberculosis
(TB)
(MDR TB)
Ketersediaan
obat
Terapi
Kontak dengan
MDR TB
DATA KLINIS
3.1 Identitas
Nama : Ny. L
Umur : 40 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
3.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis kepada keluarga pasien saat
kunjungan keluarga pada hari Sabtu tanggal 13 Oktober 2018 pada pukul 11.00 WIB.
Kemudian dilakukan anamnesis lebih lanjut di puskesmas Cikupa pada hari Senin tanggal
15 Oktober 2018 pukul 09.00 WIB
Pasien mengeluhkan batuk berdahak sejak tahun 2001. Batuk disertai dahak
kental berwarna putih kekuningan hingga lama kelamaan timbul dahak berwarna merah
seperti darah. Keluhan batuk dirasakan terus-menerus sepanjang hari, memberat saat
aktivitas dan membaik saat istirahat.Awalnya pasien hanya mengeluhkan batuk berdahak
yang terkadang disertai sesak nafas bila batuknya sedang kambuh.Pasien kemudian
berobat ke klinik citra sehat dan disarankan untuk dilakukan pemeriksaan rontgen
paru.Kemudian hasil yang didapatkan dari rontgen tersebut bahwa Ny.L memiliki Tb
paru dan diberikan pengobatan obat anti tuberkulosis selama 1 tahun (2001-2002).
Selama pengobatan obat anti tuberkulosis dari tahun 2001 hingga tahun 2002
dengan obat yang diakui pasien memiliki efek samping kencing berwarna merah tidak
tampak perubahan. Pasien masih merasakan batuk berdahak yang terus menerus dan
sesak nafas yang muncul terkadang pada malam hari.Setelah satu tahun pengobatan
dengan pengetahuan pasien tentang tuberkulosis paru yang sangat kurang dan pasien
merasa tidak ada kemajuan pada pengobatan,Ny L menghentikan sendiri pengunaan obat
anti tuberkulosis tanpa instruksi dari dokter dan tanpa dinyatakan sembuh dari Tb paru.
Ny.L beranggapan batuknya adalah batuk biasa yang bisa disembuhkan dengan
menghindari makanan seperti gorengan dan es. Ny.L melakukan pengobatan alternatif
terkait dengan keluhan yang tidak membaik.Diakui pasien melakukan pengurutan pada
leher untuk mengurangi batuk selama 5 bulan. Pasien tidak mengkonsumsi jamu atau
minuman herbal terkait keluhan.Setelah dilakukan pengurutan selama 5 bulan,pasien
merasakan perbaikan pada keluhan.
Di tahun 2002,pasien tidak melanjutkan pengobatan tuberkulosis paru.Pada
jangka waktu 15 tahun (2002 – 2017) gejala pasien berupa batuk dan sesak nafas
dirasakan hilang timbul.Batuk muncul ketika pasien mengkonsumsi makanan berlemak
dan digoreng serta batuk menghilang bila pasien tidak mengkonsumsi makanan
tersebut.Pasien hanya mengobati keluhan yang hilang timbul dengan obat yang
didapatkan dari warung.
Dalam sehari, pasien makan sebanyak 3 kali sehari dan diselingi oleh makanan
cemilan berupa bakso tanpa kuah atau makanan instan . Makanan sehari-hari berupa nasi
putih,sayur dan lauk pauk yang terdiri dari ayam, ikan, tempe, tahu ,sayur katuk dan
labu.Diakui pasien tidak menyukai banyak jenis makanan sehingga jenis makanan tidak
bervariasi.Pasien jarang mengonsumsi buah. Pasien terbiasa mengonsumsi air minum
sebanyak 2 botol sedang atau 2 liter sehari yang dalam jumlah sangat sedikit. Air minum
yang digunakan berasal dari air galon yang diisi ulang. Kesan riwayat makan dan minum
pasien kurang baik karena tidak bervariasi dan tidak mencukupi dengan prinsip terapi gizi
untuk penyakit pasien.Anggota keluarga pasien yang tinggal serumah saat ini juga
memiliki pola makan yang sama dengan pasien.Pasien juga tidak pernah berolahraga.
Tanda-Tanda Vital :
5. Kepala: Bentuk dan ukuran normal, rambut berwarna hitam dan terdistribusi
merata, kulit kepala tidak tampak kelainan, tidak teraba benjolan.
6. Mata: Palpebra superior et inferior, dextra et sinistra tidak tampak edem dan tidak
cekung, tidak terdapat enopthalmus dan eksoftalmus; konjungiva tidak pucat,
Pada tanggal 13 April 2018 dilakukan pemeriksaan tes cepat molekular dengan hasil
resistensi medium terhadap obat anti tuberculosis jenis rifampicin.
3.5 Diagnosis
Farmakologis
Ny. N telah mengkonsumsi obat untuk Tb-Mdr sejak bulan Mei 2018 dengan
pirazinamid 1000 mg (dua tablet) , Etambutol 800 mg (dua tablet),Isoniazid 600
mg(dua tablet),Clofazimin 100mg (satu tablet),Moxifloxacin 600mg (satu setengah
tablet),suntik Kanamisin 3cc yang dilakukan tiga kali dalam seminggu.Pasien sudah
mengkonsumsi obat tersebut dengan rutin selama 6 bulan saat pemeriksaan.
Non Farmakologis
Dokter di Puskesmas Cikupa memberikan edukasi terkait penyakit yang diderita
pasien dan mengenai tata cara pengunaan obat-obatan serta efek samping yang dapat
timbul dari pengobatan tersebut.Serta para tenaga kesehatan di Puskesmas Cikupa
juga mengajarkan untuk memperbaiki anjuran pola makan yang bergizi dan aktivitas
fisik yang baik.
BAB 4
DATA KELUARGA DAN LINGKUNGAN
4. Struktur Keluarga
Umur Pendidikan
No. Nama L/P Pekerjaan Pokok Keterangan
(tahun) Terakhir
1. Ny. L P 40 Karyawan pabrik SD Pasien
4.2 Genogram
4. Nn.R P 13 + + + + +
5. Tn. S P 28 Lupa Lupa Lupa Lupa Lupa
6. An.S P 4 bln - + + + +
Keterangan
L : Laki-laki
P : Perempuan
BCG : Bacille Calmette Guerin
DPT : Diphteria Pertussis Tetanus
Hep B : Hepatitis B
Minyak
1 sdt 5 45 0 5 0
goreng
Menu makan siang: nasi putih, tempe , sop sayur katuk dan labu
Minyak 1 sdt 5 45 0 5 0
SUBTOTAL 418 8 17 59
BMR dari tabel: 40 x 29,5 = 1180 kkal / 24 jam = 49,16 kkal / jam
Energy Expenditure
TOTAL 2084,35
Kebutuhan Nutrien :
Evaluasi: Asupan pasien dan keluarga dalam sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan yang
diperlukan.Dalam asupan sehari-hari jumlah protein dan lemak lebih tinggi daripada
kebutuhan.
4.7.1. Perdesaan
Kesimpulan: Kondisi rumah Ny. L tergolong cukup baik dengan jumlah ruangan yang
tersedia cukup menampung seluruh keluarga.
Rumah berjarak ± 2 kilo meter meter dari puskesmas, terletak sedikit jauh dari jalan raya
(±400 meter) yaitu di Desa , Kecamatan Kronjo RT 05/RW 02. Jalan di depanrumah dapat
dilalui 1 kendaraan roda 4. Letak rumah menyatu dengan rumah lain (rumah nenek) dan
saling berdekatan dengan rumah tetangga.
4.7.4 Ventilasi
- Ventilasi Insidentil :
- Ventilasi Permanen :
Lubang angin diatas pintu depan ruang tamu = 0,4 m x 0,8 m = 0,32 m 2 .
Kesimpulan :
Total ventilasi insidentil 5% dan ventilasi permanen 5-10 % sudah cukup ideal
karena sudah memenuhi jumlah minimal yang dianjurkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/MENKES/SK/VI/1999
tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Ventilasi secara fisik tidak ideal dan juga dari segi fungsional ventilasi belum
berfungsi secara maksimal dikarenakan beberapa jendela jarang dibuka
4.7.5 Pencahayaan
Pencahayaan di rumah sudah menggunakan listrik dan pada siang hari sinar matahari
masuk ke dalam rumah. Pencahayaan listrik hanya digunakan pada sore dan malam hari.
Lampu yang digunakan berwarna putih berdaya 18 watt. Terdapat 1 lampu di setiap
ruangan.
4.7.7 Limbah
4.7.8 Sampah
Sampah rumah tangga dikumpulkan disebuah tong sampah di depan rumah, kemudian
dibuang ke sungai di belakang rumah atau di tanah kosong di depan rumah yang jaraknya
kira-kira 300 meter dari rumah pasien. Sampah-sampah tersebut dibakar setiap hari di
belakang rumah Ny.L.
Kesimpulan: Rumah Ny. L masuk ke dalam kategori rumah kurang sehat
dikarenakan jarak tempat pembakaran sampah yang sangat dekat dengan rumah Ny. L.
4.7.11 Lingkungan
Lokasi
PKM Cikupa
3m 2,5 m
Dapur
4m
3m Kamar 3
Ruang ibadahang 2m
tamu
Kamar 2 RuangKamar 2
keluargaRuang 5m
3m tamu
luarga
Ruang tamu Kamar 1
2m 4m
Ruang Kam
keluarga ar 1
2
Teras rumah
mKa
mar 1 Rua
2 ng
ibad
ah
4m 4m
Gambar 5 : Denah rumah
Sumber : analisis penulis
DIAGNOSIS HOLISTIK
5.1 Resume
Telah diperiksa seorang perempuan yang berusia 40 tahun dengan keluhan batuk
berdahak lama,sesak nafas,penurunan berat badan secara drastis, dan mual muntah.Pada
tahun 2001 hingga 2002,pasien memiliki Tb paru putus obat dikarenakan pasien merasa
tidak ada kemajuan dalam pengobatan dan ketidaknyamanan efek samping obat.Selama
15 tahun pasien hanya mengkonsumsi obat warung untuk mengurangi keluhan batuk dan
sesak nafas.Pada tahun 2017,pasien mengalami batuk berdahak selama 1 bulan yang
semakin memberat dan menganggu aktivitas sehari-hari disertai dengan sesak nafas yang
terjadi hilang timbul.Pasien mengalami penurunan berat badan secara drastis. Keluhan
menggigil dan keringat dingin juga dirasakan pada seluruh tubuh pasien.Pasien
melakukan pemeriksaan terkait dengan keluhan dan didapatkan hasil pemeriksaan Tb
paru resisten obat sehingga menjalani pengobatan rutin di puskesmas.Pasien rutin ke
puskesmas dan mendapatkan pengobatan berupa pirazinamid,
Etambutol,Isoniazid,Clofazimin,Moxifloxacin,suntik Kanamisin 3cc yang dilakukan tiga
kali dalam seminggu.Pasien sudah mengkonsumsi obat tersebut dengan rutin selama 6
bulan saat dilakukan pemeriksaan. Efek samping dari pengobatan berupa mual disertai
dengan muntah terutama sesaat setelah mengkonsumsi obat-obatan sehingga pasien
merasakan tubuhnya menjadi lemas dan hanya ingin tidur setelah minum obat.Pasien
hanya mengkonsumsi makanan tertentu, jarang minum air putih,dan jarang melakukan
aktivitas fisik.Pemeriksaan fisik umum ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal
dan antropometri didapatkan Ny.L memiliki status gizi underweight.
Pada pemeriksaan auskultasi thorax ditemukan ronki pada kedua lapang paru
Pemeriksaan penunjang :
Farmakologis
Pengobatan rutin dengan pirazinamid 1000 mg (dua tablet) , Etambutol
800 mg (dua tablet),Isoniazid 600 mg(dua tablet),Clofazimin 100mg (satu
tablet),Moxifloxacin 600mg (satu setengah tablet),suntik Kanamisin 3cc yang
dilakukan tiga kali dalam seminggu.
Non Farmakologis
Edukasi mengenai jadwal dan jenis pengobatan,efek samping obat-obatan
yang dikonsumsi, pola hidup sehat meliputi makanan bergizi dan aktivitas fisik
secara rutin,dan pentingnya dukungan dari keluarga dan rang sekitar pasien terkait
dengan penyakit yang diderita
Keluhan batuk berdahak lama disertai sesak nafas yang muncul bersamaan dengan
batuk,penurunan berat badan secara drastis, mual dan muntah yang dirasakan
setelah mengkonsumsi obat-obatan rutin.
5.4.1 Holistik
Keluarga Ny.N masuk dalam tahap 2,5 dan 6, yaitu tahap keluarga dengan bayi,tahap
keluarga dengan anak-anak usia remaja serta tahap keluarga dengan anak anak
meninggalkan keluarganya
Coping score untuk keluarga Ny. L adalah 4 (mengetahui masalah, solusi, sebagian
sudah dilakukan namun masih perlu pendampingan) karena keluarga tahu masalah
yang ada, sudah melakukan pengobatan untuk solusinya namun masih perlu
edukasi untuk mengubah pola hidup dan pola makan sehari-hariberkaitan dengan
efek samping obat.
Keluhan batuk berdahak lama disertai sesak nafas yang muncul bersamaan dengan
batuk,penurunan berat badan secara drastis, mual dan muntah yang dirasakan
setelah mengkonsumsi obat-obatan rutin.
Rencana penatalaksanaan:
Farmakologis : Memberikan obat sekreolitik berupa ambroxol tablet 30 mg 2 x
sehari 1 tablet untuk mengencerkan dahak dan meringankan sesak nafas yang
disebabkan karena batuk. Tablet vitamin B kompleks dan vitamin C 2 x sehari 1
tablet untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan nafsu makan,
sirup domperidone 60 ml diberikan jika mual dan muntah berat untuk mengurangi
rasa mual dan muntah.
Non-farmakologis : Memberikan edukasi mengenai bahaya penularan, edukasi
untuk memakai masker, menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan dahak dan
rontgen paru untuk menegakkan diagnosis.
Ny.L memilik efek samping obat berupa mual dan muntah yang hebat sehingga
menganggu aktivitas
Rencana penatalaksanaan :
Farmakologis : Tidak ada perencanaan farmakologis
Non-farmakologis : Memberikan edukasi terkait makanan yang dikonsumsi
dengan porsi sedikit tapi sering dan jenis makanan yang dapat mengurangi mual
dan muntah
Status fungsional Ny.L adalah 5 ,yaitu mampu melakukan tugas sehari-hari tanpa
hambatan.
Rencana penatalaksanaan: Memberikan motivasi kepada pasien dalam menjalani
pengobatan secara rutin sesuai diagnosis dan menerapkan pola hidup sehat terkait
dengan efek samping obat yang dikonsumsi dan mencegah munculnya komplikasi
yang menurunkan kualitas hidup pasien
Kegiatan kunjungan ke rumah Ny. L dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2018, 20 Oktober
2018, 27 Oktober 2018, 3 November 2018. Setiap kunjungan dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pengamatan keadaaan rumah, perkembangan pengobatan. Intervensi
mulai dilakukan sejak tanggal 20 Oktober 2018.
Keluhan batuk berdahak lama disertai sesak nafas yang muncul bersamaan dengan
batuk,penurunan berat badan secara drastis, mual dan muntah yang dirasakan
setelah mengkonsumsi obat-obatan rutin.
Rencana penatalaksanaan:
Farmakologis : Memberikan obat sekreolitik berupa ambroxol tablet 30 mg 2 x
sehari 1 tablet untuk mengencerkan dahak dan meringankan sesak nafas yang
disebabkan karena batuk. Tablet vitamin B kompleks dan vitamin C 2 x sehari 1
tablet untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan nafsu makan,
sirup domperidone 60 ml diberikan jika mual dan muntah berat untuk mengurangi
rasa mual dan muntah.
Non-farmakologis : Memberikan edukasi mengenai kemungkinan penyebab
penyakitnya, edukasi untuk memakai masker untuk mencegah
penularan,menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan dahak dan rontgen paru
untuk menegakkan diagnosis.
Hasil intervensi:
Keluhan batuk berdahak belum berkurang,namun sesak nafas yang muncul
bersamaan dengan batuk berkurang.
Keluhan penurunan berat badan secara drastis terjadi perbaikan dan peningkatan
berat badan 2 kilogram dalam 3 minggu pemantauan.
Keluhan mual dan muntah yang didapatkan dari efek samping obat mengalami
perbaikan.
Ny.L memilik efek samping obat berupa mual dan muntah yang hebat sehingga
menganggu aktivitas
Rencana penatalaksanaan :
Farmakologis : Tidak ada perencanaan farmakologis
Ny.L memiliki pola makan yang baik namun kurang dalam jumlah asupan dan
variasi makanan
Rencana penatalaksanaan :
Farmakologis : Tidak ada rencana farmakologis
Non-farmakologis : Memberikan edukasi berupa poster tentang jenis dan jumlah
makanan bergizi yang dibutuhkan pasien untuk mencapai berat badan ideal serta
mencegah perkembangan penyakit.
Hasil Intervensi :
Pemahaman pasien mengenai jumlah dan variasi makanan sehari-hari bertambah
Pasien sudah mulai menerapkan menu anjuran makanan yang diberikan
Status fungsional Ny.L adalah 5 ,yaitu mampu melakukan tugas sehari-hari tanpa
hambatan.
Rencana penatalaksanaan:
Memberikan motivasi kepada pasien dalam menjalani pengobatan secara rutin
sesuai diagnosis dan menerapkan pola hidup sehat terkait dengan efek samping
obat yang dikonsumsi dan mencegah munculnya komplikasi yang menurunkan
kualitas hidup pasien.
Hasil intervensi:
Pasien menjalani pengobatan dengan rutin dan sudah melakukan pola hidup sehat
dengan makanan yg sudah dianjurkan dan aktivitas fisik yang baik
7.2 Prognosis
8.1 Kesimpulan
Mengunjungi Ny.L secara berkala untuk mengevaluasi hasil intervensi yang telah
dilakukan.
Memastikan kepatuhan pengobatan Ny.L dan tetap memotivasi pasien dalam
menyelesaikan pengobatan sampai dinyatakan sembuh.
Memantau berat badan pasien.
Tetap memotivasi pasien mengenai pola hidup sehat.
Melakukan evaluasi dan pemantauan rutin mengenai pengobatan rutin Ny.L dan
pasien Tb Mdr lainnya.
Melakukan edukasi bukan hanya tentang Tb namun ditingkatkan edukasi tentang
Tb Mdr juga.
Melakukan kunjungan keluarga rutin kepada pasien Tb Mdr.
Novizar, D., Nawas, A., & Burhan, E., 2010, Identifikasi Faktor Risiko
Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB-MDR), Majalah Kedokteran
Indonesia, 60 (12), 539-540.