Anda di halaman 1dari 9

SOP PENATALAKSANAAN TB PARU

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD
KABUPATEN BUTON

Tanggal Terbit Ditetapkan Direktur RSUD


Kabupaten Buton
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL

Dr. RAMLI CODE, M.MKes


NIP. 19720116 200212 1 004
PEMBINA , IV/a
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
PENGERTIAN di sebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium
Tuberculosis.
Untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan,memutuskan rantai
TUJUAN penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT)

KEBIJAKAN

1. Bahan
 Obat TB
 Buku status pasien
 Lembar Resep
2. Langkah-langkah
1. Pasien dipersilahkan masuk keruangan BP
2. Pasien diberi penjelasan sesuai dengan hasil
pemeriksaan dahak.
PROSEDUR 3. Pemberian OAT sesuai panduan OAT yang
digunakan di Indonesia pengobatan TB yang
actual harus memenuhi:
- Penggobatan diberikan dalam bentuk
paduan OAT yang tepat mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi.
- Diberikan dalam dosis yang tepat
- Ditelan secara teratur dan diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Minum
Obat) sampai selesai penggobatan.
- Penggobatan diberikan dalam jangka waktu
yang cukup terbagi dalam tahap awal dan
tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah

- Kategori 1: 2(RHZE)/4(RH)3
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 pasienTB paru terdiagnosis klinis
 paien TB ekstra paru
- kategori 2 :2(RHZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
panduan AOT ini di berikan untuk paien TB
positif yang perna diobati sebelumnya(
penggobatan ulang):
 pasien kambuh
 pasien gagal pada penggobatan dengan
panduan OAT kategor 1 sebelumnya
 pasien yang diobati kembali setelan putus
berobat (lost to follow-up)
- kategori anak : 2(HRZ)/4(HR)

UGD, Poliklinik rawat jalan, ruang perawatan


UNIT TERKAIT
Program DOTS Di Rumah Sakit

Pada setia tanggal 24 maret, semua dunia memperingati World TB Day


atau Hari TB Sedunia sebagai penghormatan kepada ilmuawan jerman, Robert
Koch yang pada 24Marer 1882, mempresentasikan penemuan Mycobacterium
Tuberculosis (M.tb), Penyebab penyakiyt tuberculosis (TB). Tahun ini tema
peringatan hari TB seduniaoleh WHO adalah TB Anuwhere is TB Everywhere.
Mengingat penyakit TB merupakan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh
jajaran kesehatan sendiri, tetapi bersama seluruh komponen masyarakat maka
Indonesia menetapkan tema “Siapa Dan Dimana Saja Peduli TB”. Maksud
dipilihnya tema tersebut adalah sebagai momentum untuk mengingatkan
sekaligus mengajak kita bersama-sama melakukan aksi atau tindakan nyata
dalam penangulangan TB di Indonesia.

Penyakit TB adalah peenyakit menular langsung yang di sebabkan oleh


kuman M.tb Sebagian besar kuman M.tb menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia
diserang TB dengan angka kematian mencapai 3 juta orang per tahun. Di
Negara berkembang, kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95%bpenderita TB berada di negara-
negara berkembang. Dengan munculnya epidemic HIV/AIDS,jumlah penderita
TB akan meningkat. Kematian perempuan karena TB lebih banyak daripada
kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas. WHO merencanakan
keadaan darurat global (globalemergency) untuk penyakit TB pada tahun 1993
karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman TB.

Di Indonesia,TB merupakan penyebab kematian utama setelah penyakit


jantung dan salurannapas. Penyakit TB paru masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat . hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun
1995 menunjukan bahwa tuberculosis merupakan penyebab kematian nomor 3
setelah penyakit kordiovaskuler dan penyakit seluruh napas pada semua
golongan usia dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. Antara tahun 1979-
1982 telah dilakukan servey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400
penderita setiap 100.000 penduduk. Diperkirakan setiap tahun ada 450.000
kasus baru TB, sekitar 1/3 penduduk berobat di puskesmas, 1/3 di pelayanan
rumah sakit/klinikpemerintah atau swasta, praktek swasta dan sisanya belum
terjangkau unit pelayanan kesehatan.
Resiko Penularan

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk Of Tuberculosis Infection =


ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi bervariasiantara1-2%. Pada daerah
dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10
orang terinfeksi. Sebagian besar dari orang terinfeksi yang akan
menjadipenderita TB ( TB klinis). Dari keterangan tersebut diatas, dapat
diperkirakan bahwa di daerah dengan ARTI 1%, maka diantara
100.000mpenduduk rata-rata terjadi 100 penderita tuberculosis setiap tahu,
dan 50% penderita adalah BTA positif.

Factor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita


TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena keadaan yang
gizi buruk,diabetes mellitus atau menderita infeksi virusHIV/AIDS. Infeksi HIV
mengakibatkankerusakan luas system daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunty), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberculosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka angka
jumlah penderita dan penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Tantangan TB Di Indonesia

 TB ditularkan melalui percikan dahak penderita ketika batuk,


bersin,berbicara atau meludah. Seorang penderita TB dengan status BTA
positif dapat menularkan kepada 10-15 orang setiap tahunnya. Beban
TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai angka angka
penemuan kasus dan kesembuhan.
 Total pasien baru (kasus TB BTA positif maupun negative) di Indonesia
lebih dari 600.000 orang pertahun.terdapat perbedaan besar angka
penyakit TB di wilayah sumatera, jawa-bali, dankawasan timur
Indonesia
 Insiden kasus BTA positif(menular)tahun 2005 diperkirakan 107 kasus
baru/100.000 penduduk (246.000 kasus baru setiaptahun)
 TB adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan
merupakan peringkat ketiga dalam daftar sepuluh penyakit tertinggi di
Indonesia yang menyebabkan sekitar 100.000kematian setiap tahunnya
atau dalam sehari terjadi 300 kematia karena TB
 Sebagian besar penderita TB usia produktif (15-55 tahun)
 Kolaburasi intervensi TB-HIV : HIV meningkatkan kejadian TB dan
angka kematian di wilayah dengan prevelensi HIV tinggi (11-50% pasien
HIV/AIDS meninggal karena TB).
 Indonesia mempunyai epidemic HIV terkosentras. Prevalensi pada orang
dewasa (15-49tahun) diperkirakan 0,2% dengan kejadian terbesar di
prov. Bali, Jawa Timur, Papua, Riau, Jakarta dan Jawa Barat. Wilayah
dengan resiko tinggi HIV perlu mendapat prioritas pelaksanaan program
TB.
 Surveilans kekebalan obat TB belum di laksanakan di Indonesia. Survey-
survei terbatas yang di lakukan di Jakarta menemukan ada kasus
kekebalan obat TB pada lebih dari 4% kasus-kasus yang tidak di obati
sebelumnya. Suatu survey yang representative di perlukan untuk
mengetahui situasi di Indonesia (perkiraan nasional dari WHO adalah
1,6%).
 Terdapat kelompok populasi khusus yang rentan terhadap TB yaitu
perempuan, anak,manula danorang-orang dengan resiko penularan
tinggi seperti para narapidana dan kaum pengungsi.

Pemberantasan TB Dengan Strategi DOTS

Pemberantasan TB sebenarnya telah dimulai sejak lama tetapi hasilnya


belum mengembirakan. Sebelum ada strategi DOTS (Directlu Observe
Treatment Shortcourse) cakupan program sebesar 56% dengan angka
kesembuhan yang dapat mencapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang
tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu, kemungkinan
telah timbul kekebalan kuman TB atau Multi Drug Resistance (MDR) terhadap
obat anti Tuberkulosis (OAT) secara meluas.

TB merupakan penyakit yang dapatdisembuhkan. Penderita TB dapat


sembuh bila melakukan pengobatan denga OAT secara lengkap dan teratur
selama 6-8 bulan. Di Indonesia, program pengendalian TB di sesuaikan dengan
strategi Stop TB Global, di arakan dalam upaya mencapai target blonal 2005
dan tujuan pembangunan millennium 2015. Strategi pengendalian TB
mencakup penerapan strategi DOTS, pengelolaan kasus TB yangkebal terhadap
obat anti TN (MDR/multi drug resistensi), koinfeksi TB – HIV, memperkuat
system pelayanan kesehatan serta meningkatkan kegiatan penelitian.

Selamalebih dari satu decade strategi DOTS merupakan elemen yang


sangat penting untuk mengendalikan TB. Strategi ini terdiri dari 5 komponen

1. Peningkatan komitmen politis dengan ada renvana jangka


penanggulangan TB yang di dukung oleh penganggaran yang tepat
dan memadai sesuai dengan target World health Assembly 2005 dan
Millenium Development Goals 2015.
2. Penegakan diagnosis dengan mikroskopik dahak dan serta
pengguatan jejaring laboratorium mikroskopis TB
3. Penggobatan TB standar dengan PMO (Pengawas Menelan Obat)
dalam upaya menggurangi resiko terjadinya MDRdan peningkatan
kesembuhan penderita
4. Jaminan ketersediaan dan system pengelolaan OAT yang efektif
5. System pencatatan dan pelaoran buku untuk TB.

Menurut Bank Dunia strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang


paling cost effective. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan hal tersebut.
Di Bangladesh dengan strategi DOTS, angka kesembuhan pasien TB mampu
mencapai sekitar 80%, di Maldives sekitar 85 % , di Nepal mencapai 85 %
sedangkan di RRC mencapai 90 %.

Di indonesia, strategi DOTS pertama kali di lakukan ujicoba pada tahun


1995 dan kemudian diimplementasikan secara luas dalam sistimpelayanan
kesehatan dasar. Fokus saat iniadalah meningkatkan cakupan DOTS ke
seluruh penyedia pelayanan kesehatan di indonesia di sertai peningkatan mutu
pelayanan. Langkah awal dengan memperkuat jejaring puskesmas, lalu strategi
inovasi lainya seperti perencanaan spesifik daerah dalam upaya menjangkau
populasi yang sulit mendapatkan akses pelayanan ( akibat sosial ekonomi
maupun geografis), keterlibatan RS (Hospital DOTS Lingkage), TB pada anak,
TB dirumah tahanan/lembaga pemasyarakatan, penanganan kasus resisten
serta penaganan ko infeksi TB-HIV.

Penemuan kasus TB di Indonesia (CDR=Case Detection Rate) pada tahun


2005 adalah 68%, telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada
tahun 2005 sebesar 70% dan target 2007 menjadi 74%. Sedangkan angka
keberhasilan pengobatan (Success Rate = SR) mencapai 89,7% melebihi target
WHO sebesar 85%. Hasil tersebut merupakan kerja keras dari berbagai pihak
di Indonesia dengan dukungan donor internasional yang meningkat seperti GF
ATM, USAID (TBCTA), CIDA, DFID dan lain-lain serta bantuan teknis dari para
mitra Stop TB khususnya WHO dan KNCV.

Pada kenyataannya masih dijumpai berbagai masalah di lapangan.


Program DOTS yang dulu dititik-beratkan di puskesmas harus diperluas ke
rumah sakit dan dokter praktik swasta. Hal ini disebabkan karena pasien TB
bukan hanya datang ke puskesmas, melainkan banyak juga ke rumah sakit,
dokter praktik swasta serta klinik swasta.
Secara umum memang perlu dilakukan akselerasi DOTS di Indonesia agar
program lebih cepat mencapai target.

DOTS di Rumah Sakit (Hospital DOTS)

Berdasarkan hasil penelitian oleh Departemen Kesehatan, 49 % pasien


TB di Jawa, 44% pasien TB di Sumatra dan 31% pasien TB di Kawasan Timur
Indonesia datang berobat pertama kali ke rumah sakit. Hal tersebut
menunjukkan bahwa peluang rumah sakit sangat penting dalam
pemberantasan TB, antara lain dalam meningkatkan CDR (Case Detection Rate)
dan CR (Cure Rate). Rumah sakit mempunyai beberapa kelebihan antara lain
mempunyai cukup tenaga ahli, peralatan diagnostik dan terapeutik yang cukup
lengkap, jumlah pasien banyak, dan lain-lain, tetapi juga mempunyai
kelemahan antara lain rumah sakit tidak mempunyai tenaga cukup, sehingga
bila ada pasien yang tidak kontrol pada waktunya tidak dapat dilakukan
kunjungan rumah.

Penyakit TB dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia sehingga


pasien TB di rumah sakit dapat datang ke berbagai spesialis di rumah sakit,
oleh karena itu untuk mengkoordinasikan pelayanan TB di rumah sakit perlu
dibentuk Tim DOTS Rumah Sakit. Tim tersebut bertugas untuk
mengkoordinasikan kegiatan di rumah sakit melalui jejaring internal (internal
linkage) rumah sakit maupun koordinasi kegiatan di luar rumah sakit melalui
jejaring eksternal (external loinkage). Jejaring eksternal perlu dilakukan untuk
koordinasi kegiatan dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, Dokter Praktek
Swasta, dan lain-lain.

Langkah-langkah untuk mulai mengimplementasikan DOTS di rumah


sakit antara lain yaitu :

1. Melakukan penilaian dan analisis situasi, apakah rumah sakit telah


bersedia untuk melaksanakan program DOTS
2. Mendapatkan komitmen yang kuat terutama dari manajemen dan dokter
spesialis yang akan melaksanakan DOTS
3. Penyusunan nota kesepahaman ( Memorandum of Understanding ) antara
Dinas Kesehatan setempat dengan manajemen rumah sakit
4. Menyiapkan tenaga pelaksana DOTS antara lain dokter, perawat,
petugas laboratoium, petugas farmasi, petugas pencatatan dan
pelaporan, dan lain-lain
5. Membentuk tim DOTS di rumah sakit. Tim tersebut akan melakukan
koordinasi kegiatan internal linkage atau external linkage
6. Menyediakan tempat untuk unit DOTS di dalam rumah sakit. Tempat ini
menjadi pusat kegiatan pelayanan pasien TB di rumah sakit
7. Menyediakan tempat / rak penyimpanan paket-paket OAT di ruang
DOTS.
8. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak
sesuai standar.
9. Menggunakan format pencatatan sesuai dengan
program tuberkulosis nasional

Contoh kegiatan jejaring eksternal antara rumah sakit dengan puskemas :

 Pasien tidak datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada


tanggal yang telah ditentukan.
 Bila keadaan ini masih berlanjut hingga lewat 2 hari dari tanggal
yang ditentukan, maka petugas di unit DOTS RS harus segera
melakukan tindakan di bawah ini :
1. Menghubungi pasien langsung/PMO agar segera kembali berobat
2. Petugas di Tim DOTS RS menginformasikan ke Wasor
Kabupaten/Kota atau
langsung ke puskesmas tentang ada pasien yang tidak
kontrol, dengan memberitahukan identitas dan alamat lengkap
untuk segera dilakukan pelacakan.
Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas
segera iinformasikan kepada rumah sakit . Bila proses ini menemui hambatan,
harus diberitahukan ke Ketua Tim DOTS rumah sakit.

Kesimpulan

1. Sampai saat ini DOTS adalah strategi yang paling baik untuk
memberantas TB.
2. DOTS harus diimplementasikan di semua sektor layanan kesehatan
antara lain puskesmas, klinik paru, dokter praktek swasta dan rumah
sakit
3. Tim DOTS Rumah Sakit harus dibentuk untuk mengkoordinasikan
kegiatan jejaring internal (internal linkage) dan jejaring eksternal
(external linkage)
4. Dengan ada program DOTS di rumah sakit, angka CDRdan CR
diharapkan meningkat.
Daftar Pustaka

1. Iseman MD. Tempus Fugit: TB and the 20th century. Int J Tuberc Lung
Dis 2000;4 (1) : 1
2. Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2004. Jakarta : 2005 , 45
3. Dye C. Tuberculosis 2000-2010: control, but not
elimination. Int J Tuberc Lung Dis 2000;4(12): S146-52
4. Pilheu JA. Tuberculosis 2000 : problems and solutions. Int J Tuberc
Lung Dis 1998;2(9): 696 – 703
5. WHO. WHO Report 2006 – Global Tuberculosis Control.
Geneve:WHO, 2006 : 8-11
6. WHO. WHO Report 2004 – Global Tuberculosis Control.
Geneve:WHO, 2004 : 2-4
7. Http//www.pdpersi.co.id/?show_detailnews&kode=897&tbl=kesling
8. Http//www.minergynews.com/activity/dots.shtml
9. Http//www.update.tbcindonesia.or.id/module/articlephp?articleid=115

Mukhtar Ikhsan
Dep. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI
SMF Paru RSUD KABUPATEN BUTON

Anda mungkin juga menyukai