Anda di halaman 1dari 19

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kepatuhan

2.1.1.1 Definisi

Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu

(misalnya: minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan

gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan

dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga

mematuhi rencana. Tingkat kepatuhan (adherence) untuk pasien

biasanya dilaporkan sebagai persentase dari dosis resep obat yang

benar-benar diambil oleh pasien selama periode yang ditentukan

(Osterberg & Blaschke dalam Nurina, 2012).

Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang

timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien

sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya

dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes

RI, 2011).

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau

mahhluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Faktor-

faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku

7
8

(behaviorcauses) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes).

Perilaku sendiri ditentukan atau terbentuk oleh 3 faktor utama yaitu :

a. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor

sebelum terjadinya suatu perilaku, yang menjelaskan alasan dan

motivasi untuk berperilaku termasuk dalam faktor predisposisi

adalah pengetahuan, keyakinan, nilai sikap dan demografi

(umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan) (Notoatmodjo,

2010).

b. Faktor-faktor Pendukung (enabling factors), agar terjadi

perilaku tertentu, diperlukan perilaku pemungkin, suatu motivasi

yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak

tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan misalnya puskesmas,

obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

c. Faktor-faktor Pendorong (reinforcing factors), merupakan faktor

perilaku yang memberikan peran dominan bagi menetapnya

suatu perilaku yaitu keluarga, petugas kesehatan dan petugas

lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat (Notoatmodjo, 2010).

Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu

kepada situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan

tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang

praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber


9

informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur

promosi kesehatan melalui suatu kampanye media massa (Ian &

Marcus, 2011). Para Psikolog tertarik pada pembentukan jenis-jenis

faktor-faktor kognitif dan afektif apa yang penting untuk

memprediksi kepatuhan dan juga penting perilaku yang tidak patuh.

Pada waktu-waktu belakangan ini istilah kepatuhan telah digunakan

sebagai pengganti bagi pemenuhan karena ia mencerminkan suatu

pengelolaan pengaturan diri yang lebih aktif mengenai nasehat

pengobatan (Ian & Marcus, 2011).

2.1.1.2 Pengukuran Tingkat Kepatuhan

Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dapat diukur

menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat

digunakan adalah metode MMAS-8 (Modifed Morisky Adherence

Scale)(Evadewi, 2013). Morisky secara khusus membuat skala untuk

mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan delapan

item yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi

kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa

sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya

untuk tetap minum obat (Morisky & Munter, P, 2009).


10

2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penggunaan

Obat

a. Tingkat Pendidikan Terakhir

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, diselenggarakan dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan

mengisi kehidupanya yang dapat digunakan untuk

mendapatkaninformasi sehingga meningkatkan kualitas hidup.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan memudahkan

seseorang menerima informasisehingga meningkatkan kualitas

hidupdan menambah luas pengetahuan. Pengetahuan yang baik

akan berdampak pada penggunaan komunikasi secara

efektif.(Puspita, 2016)

Menurut penelitian yang dilakukan Ekarini (2011) dan

Mubin dkk (2010) menunjukan tingkat pendidikan berhubungan

dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani

pengobatan. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan


11

yang tinggi sebagian besar memiliki kepatuhan dalam menjalani

pengobatan.

b. Keikutsertaan Asuransi Kesehatan

Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan

sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan asuransi

kesehatan dibeberapa negara tetangga di ASEAN. Asuransi

kesehatan merupakan hal yang relatif baru bagi kebanyakan

penduduk Indonesia karena istilah asuransi atau jaminan

kesehatan belum menjadi perbendaharaan umum. Sangat sedikit

orang Indonesia yang mempunyai asuransi kesehatan. Salah satu

penyebabnya adalah, karena asuransi masih dianggap sebagai

barang mewah. Selain itu penduduk Indonesia pada umumnya

merupakan risk taker untuk kesehatan dan kematian, sakit dan

mati dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang religius

merupakan takdir Tuhan dan karena banyak anggapan yang

tumbuh dikalangan masyarakat Indonesia bahwa membeli

asuransi sama dengan menentang takdir (Thabrany, 2014)

Berdasarkan Global Medical Trends Survey Report

2011 dari Towers Watson, biaya pengobatan di Indonesia telah

meningkat 10 hingga 14 persen dalam tiga tahun terakhir. Saat

ini dikalangan masyarakat ada berbagai macam cara yang

digunakan untuk melakukan pembayaran pengobatan, ada yang


12

dibayar langsung oleh pasien ataupun dibayar secara tidak

langsung oleh penyelenggara jaminan pembiayaan kesehatan.

Ketersediaan atau keikutsertaan asuransi kesehatan

berperan sebagai faktor kepatuhan berobat pasien, dengan

adanya asuransi kesehatan didapatkan kemudahan dari segi

pembiayaan sehingga lebih patuh dibandingkan dengan yang

tidak memiliki asuransi kesehatan (Budiman, 2013)

c. Peran Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap oarang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Keppres,

2014).

Kualifikasi dan Pengelompokan Tenaga Keshatan

yaitu :

a. Tenaga medis

b. Tenaga psikologi klinis

c. Tenaga keperawatan

d. Tenaga kebidanan

e. Tenaga kefarmasian

f. Tenaga kesehatan masyarakat

g. Tenaga kesehatan lingkungan


13

h. Tenaga gizi

i. Tenaga keterapian fisik

j. Tenaga keteknisian medis

k. Tenaga teknik biomedika

l. Tenaga kesehatan tradisinal

m. Tenaga kesehatan lain

2.1.1.4 Cara Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Widyasari (2010), beberapa cara yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menaati

semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan untuk tercapainya

keberhasilan pengobatan yang dilakukan yaitu :

1. Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat dan

pentingnya kepatuhan untuk mencapai keberhasilan

pengobatan.

2. Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang

harus dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon

atau alat komunikasi lain.

3. Menunjukkan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya

atau dengan cara menunjukkan obat aslinya.

4. Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektifitas obat

dalam penyembuhan.

5. Memberikan informasi resiko ketidakpatuhan.


14

6. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,

mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi

kesehatan.

7. Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen

atau sejenisnnya.

8. Adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan orang-orang

disekitarnnya untuk selalu meningkatkan pasien, agar teratu

minum obat demi keberhasilan pengobatan

9. Apabila obat yang digunakan hanya dikonsumsi sehari satu

kali, kemudian untuk pemberian obat yang digunakan lebih

dari satu kali dalam sehari mengakibatkan pasien lupa,

akibatnya menyebabkan tidak teratur minum obat.

2.1.2 Antibiotik
2.1.2.1 Definisi
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi

infeksi bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh

bakteri) atau bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya

bakteri). Pada kondisi immunocompromised (misalnya pada pasien

neutropenia) atau infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya pada

cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid harus

digunakan.(Kemenkes RI, 2011).


15

2.1.2.2 Penggolongan Antibiotik

1. Berdasarkan aktifitasnya

a. Broad Spectrum (Kerja Luas)

Menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri gram

positif dan negatif.

Contoh : golongan tetrasiklin, golongan kloramfenikol,

golongan sefalosporin.

b. Narrow Spectrum (Kerja Sempit)

Hanya aktif terhadap beberapa bakteri saja.

Contohnya : Streptomycin, Neomycin, Basitrasin, Penicillin.

2. Berdasarkan Mekanisme Kerja (Kemenkes RI, 2011)

Berdasarkan mekanisme kerja antibiotic dibedakan menjadi 4,

antara lain (Kemenkes RI, 2011) :

a. Menghambat atau merusak sintesis dinding sel bakteri.

1. Antibiotik Beta-Laktam

Contoh : - golongan penisilin (ampicillin),

- golongan sefalosporin (cefixim).

2. Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari

antibiotik polipeptida, yang utama adalah basitrasin A.

3. Vankomisin

Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang

terutama aktifterhadap bakteri Gram-positif.


16

b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein bakteri.

Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah

aminoglikosid, tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida

(eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin,

mupirosin, dan spektinomisin.

c. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-Enzim Esensial

dalam Metabolisme Folat

Contoh : Sulfonamid dan Trimetoprim

d. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam

Nukleat

1. Kuinolon

Contoh : Asam nalidiksat, norfloksasin, siprofloksasin,

ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan

lain-lain.

2. Nitrofuran

Contoh : nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon

2.1.3 Amoxicillin

2.1.3.1 Pengertian Amoxicillin

Secara kimiawi, amoksisilin adalah asam (2S,5R,6R)-6-

[[(2R)-2-Amino-2-(4-hidroksifenil) asetil] amino]- 3,3 - dimetil- 7-

okso - 4- tia - 1 - aza - bisiklo [3.2.0]heptan-2- karboksilat (Kaur et

al., 2011). Obat ini awalnya dikembangkan memiliki keuntungan

lebih dibandingkan ampisilin yaitu dapat diabsorpsi lebih baik di


17

traktus gastrointestinal. Obat ini tersedia dalam bentuk amoksisilin

trihidrat untuk administrasi oral dan amoksisilin sodium untuk

penggunaan parenteral. Amoksisilin telah menggantikan ampisilin

sebagai antibiotik yang sering digunakan di berbagai tempat

(Grayson, 2010). Hasil penelitian AMRIN-Study ( Antimicrobial

Resistant in Indonesia ) terbukti dari 2494 individu di masyarakat,

43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik

antara lain : ampisilin ( 34% ), Kotrimoksazol ( 29% ) dan

Kloramfenikol ( 25% ) ( Kementrian RI, 2011 ).

21.3.2 Farmakologi Amoxicillin

Amoksisilin merupakan obat semisintetis yang termasuk

dalam antibiotik kelas penisilin (antibiotik beta-laktam). Obat ini

diketahui memiliki spektrum antibiotik yang luas terhadap bakteri

gram positif dan gram negatif pada manusia maupun hewan (Kaur

et al., 2011). Amoksisilin tersedia dalam sediaan kapsul (125, 250,

dan 500 mg), tablet dispersible (3 g), suspensi oral (5 ml

mengandung 125 atau 250 mg), dan vial sodium amoksisilin (250

mg, 500 mg, dan 1 g) untuk administrasi parenteral. Dosis umum

amoksisilin adalah 50-100 mg/kg berat badan per hari, dibagi

dalam 3 atau 4 dosis. Dosis dewasa adalah 250-500 mg, diberikan

tiap 6 sampai 8 jam (Grayson, 2010).

Amoksisilin memiliki sifat farmakokinetik dan

farmakodinamik yang mirip dengan ampisilin (Grayson, 2010).


18

Obat ini banyak digunakan karena memiliki spektrum antibakteri

yang luas dan memiliki bioavailabilitas oral yang tinggi, dengan

puncak konsentrasi plasma dalam waktu 1-2 jam (Kaur et al.,

2011). Kadar serum akan turun dan mencapai nol setelah 6-8 jam

(Grayson, 2010). Setelah administrasi secara parenteral, absorpsi

sebagian besar obat golongan penisilin berlangsung cepat.

Administrasi intravena lebih sering dipilih dibandingkan

intramuskular karena dapat menyebabkan iritasi dan nyeri lokal

pada dosis yang besar.

Volume distribusi amoksisilin kurang lebih 0.26 – 0.31

L/kg dan secara luas terdistribusi ke banyak jaringan, termasuk

hati, paru-paru, prostat, otot, empedu, cairan peritoneum, cairan

pleura, cairan pleura, cairan mata, dapat berakumulasi di cairan

amnion dan melewati plasenta, namun memiliki penetrasi yang

buruk ke sistem saraf pusat kecuali ada inflamasi (Kaur et al.,

2011). Ekskresi amoksisilin sebagian besar melalui ginjal dan juga

amoksisilin disekresikan melalui air susu ibu. Sekitar 58-68%

amoksisilin yang diberikan secara oral akan diekskresikan melalui

urin dalam bentuk aktif setelah 6 jam. Obat ini diekskresikan oleh

ginjal melalui 2 cara yaitu filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus.

Sekresi tubulus amoksisilin dapat dikurangi dengan administrasi

probenesid (Grayson, 2010). Sekitar 10-25% dari obat yang beredar


19

akan dimetabolisme menjadi asam penisiloat. Amoksisilin

memiliki waktu paruh (t ½) selama 1-1,5 jam (Kaur et al., 2011).

2.1.3.3 Mekanisme Kerja Amoxicillin

Amoxicillin termasuk antibiotik beta-laktam golongan

Aminopenisilin. Meknisme kerjanya yaitu menghambat Sintesis

atau Merusak Dinding Sel Bakteri. Antibiotik betalaktam

mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat

langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer

yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.

Selain mempunyai aktivitas terhadap bakteri Gram-positif, juga

mencakup mikroorganisme Gram-negatif, seperti Haemophilus

influenzae, Escherichia coli, dan Proteus mirabilis. Obat-obat ini

sering diberikan bersama inhibitor betalaktamase (asam klavulanat,

sulbaktam, tazobaktam) untuk mencegah hidrolisis oleh beta-

laktamase yang semakin banyak ditemukan pada bakteri gram

negatif ini (Kemenkes RI, 2011).

2.1.4 Puskesmas

2.1.4.1 Definisi

Puskesmas yang merupakan kependekan dari Pusat

Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakanupaya kesehatan masyarakat dan upaya

kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih


20

mengutamakan upaya promotif, preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sumber daya

manusia di puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non

kesehatan.

Tenaga kesehatan meliputi dokter, dokter gigi, perawat,

bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,

ahli teknologi laboratorium biomedis, tenaga gizi, dan tenaga

kefarmasian yang bekerja sesuai dengan standar profesi, pelayanan,

prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, dan

mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.Tenaga non

kesehatan dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi

keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di

puskesmas (Permenkes RI, 2014).

2.1.4.2 Kategori Puskesmas

Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, puskesmas

dikategorikan menjadi (Permenkes RI, 2014) :

a. Puskesmas non rawat inap, yaitu puskesmas yang tidak

menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan

persalinan normal.

b. Puskesmas rawat inap, yaitu puskesmas yang

menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan

kebutuhan pelayanan kesehatan.


21

2.1.4.3 Tujuan Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan

kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di

wilayah kerjanya. Tujuan pembangunan kesehatan oleh puskesmas

yaitu (Permenkes RI, 2014) :

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat.

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu.

c. Hidup dalam lingkungan sehat.

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.1.4.4 Puskesmas Bawang

a. Keadaan Geografis

Puskesmas Bawang berada di atas sebidang tanah

seluas ± 4000m² milik Pemerintah Daerah di jalan Walisongo

N. 27 Bawang terletak di 07.006.320’ Lintang Utara,

109.054.949’ Bujur Timur, ketinggian 827 m DPL. Wilayah

Puskesmas Bawang sebelah barat berbatasan dengan Wilayah

Kerja Puskesmas Reban, sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebalah utara

berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Tersono.


22

Luas wilayah Puskesmas Bawang sebesar 73,845 Km²,

terbagi menjadi 20 desa, daerah terluas adalah Desa Kalirejo

dengan luas 9,320 Km², atau sekitar 12,62% dari luas total

Puskesmas bawang, sedangkan Desa Pasusukan merupakan

daerah yang luasnya paling kecil di Puskesmas Bawang, yaitu

seluas 0,750 Km² atau sekitar 1,02% (Dinkes Kab. Batang,

2016).

b. Visi dan Misi Puskesmas Bawang

Puskesmas Bawang mempunyai visi dan misi sebagai berikut :

1) Visi

Puskesmas Bawang mempunyai visi “Menjadi Puskesmas

yang handal dalam mewujudkan masyarakat Bawang

sehat”

2) Misi

Selain mempunyai visi Puskesmas Bawang mempunyai

misi sebagai berikut :

a. Meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan

Kesehatan.

b. Memberdayakan masyarakat dalam upaya

pembangunan kesehatan.
23

c. Struktur Organisasi
Puskesmas Bawang mempunyai struktur organisasi sebagai berikut
(Dinkes Kab. Batang, 2016) :

Kepala Puskesmas

Ka. Sub. Bag Tata


Usaha

Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana


Unit Unit Unit Unit Unit

Pencegahan Kesehatan Pemulihan Kesehatan Rawat Inap


Pemberantasa kesehatan Lingkungan
n Keluarga

Pustu Getas Pustu Wonosari Pustu Deles

Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas Bawang


24

2.2 Kerangka Teori

Faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors)

1.Jenis Kelamin

2. Tingkat Pendidikan

Terakhir

3. Status Pekerjaan

4. Lama menderita penyakit

5. Tingkat Pengetahuan

Faktor Pendukung (Enabling


Factors)

1. Keterjangkauan Akses Ke
Kepatuhan Penggunaan
Pelayanan Kesehatan Amoxicillin
2. Keikutsertaan Asuransi

Kesehatan

Faktor Pendorong (Reinforcing


Factors)

1. Dukungan Keluarga

2. Peran Tenaga Kesehatan

Gambar 2. Kerangka Teori


25

2.3. Kerangka Konsep

Konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep serta variable-


variabel yang akan diukur (diteliti) (Notoadmodjo, 2012). Kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Bebas :

1.Tingkat Pendidikan Variabel Terikat


2. Keikutsertaan Asuransi Kepatuhan
Penggunaan
Kesehatan Amoxicillin
3. Peran Tenaga Kesehatan

Gambar 3. Kerangka Konsep

2.4. Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan, keikutsertaan asuransi

kesehatan, dan perantenaga kesehatan dengan kepatuhan penggunaan

amoxicillin pada pasien rawat jalan di Puskesmas Bawang.

Anda mungkin juga menyukai