Anda di halaman 1dari 7

1.

umur
2. jenis kelamin
3. tingkat pendidikan
4. status pekerjaan
5. lama pengobatan
6. dukungan tenaga kesehatan
7. dukungan keluarga

Saleh (2017), dukungan keluarga dapat berupa dukungan emosional, instrumental, informasional dan
aprasial, dengan adanya dukungan tersebut pasien akan merasa bebannya berkurang dan tidak merasa
sendirian lagi.

Berdasarkan teori Lawrence Green, kepatuhan dipengaruhi oleh factor penguat ( reinforcing) dimana
adanya dukungan anggota keluarga, penyedia layanan kesehatan, dukungan teman, pemimpin dan
pegambilan keputusan memperkuat atas terjadinya perilaku tersebut (Pakpahan et al., 2021).

a. Mengetahui pengaruh umur dengan tingkat kepatuhan pasien meminum obat antihipertensi di
Puskesmas Rejosari.
b. Mengetahui pengaruh jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan pasien meminum obat
antihipertensi di Puskesmas Rejosari.
c. Mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan pasien meminum obat
antihipertensi di Puskesmas Rejosari.
d. Mengetahui pengaruh status pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pasien meminum obat
antihipertensi di Puskesmas Rejosari.
e. Mengetahui pengaruh lama pengobatan dengan tingkat kepatuhan pasien meminum obat
antihipertensi di Puskesmas Rejosari.
f. Mengetahui pengaruh dukungan tenaga kesehatan dengan tingkat kepatuhan pasien
meminum obat antihipertensi di Puskesmas Rejosari.
g. Mengetahui pengaruh dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan pasien meminum obat
antihipertensi di Puskesmas Rejosari.

Menurut Evadewi & Suarya (2013) beberapa dua faktor yang mempengaruhi tingkat
kepatuhan minum obat yaitu faktor internal dan eskternal. Faktor internal seperti usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan. Faktor eksternal seperti dukungan keluarga, dukungan tenaga
kesehatan, keterjangkauan ke pelayanan kesehatan.

a) Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam
meminum obat. Pada anak-anak tingkat kepatuhannya jauh lebih tinggi dibanding remaja
sampai lansia (Wahyudi et al., 2017). Dengan bertambahnya usia, maka semakin banyak
masalah yang dihadapi terutama masalah kesehatan dikarenakan terjadinya penurunan
kesehatan secara bertahap. Oleh karena itu setiap individu yang mengalami pertambahan
usia akan merasa frustasi terhadap penyakit yang mereka derita sehingga menolak untuk
melakukan pengobatan dan mengakibatkan tidak patuhnya dalam menjalani terapi
(Megawatie et al., 2021).
b) Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi penderita untuk patuh minum obat. Biasanya
wanita lebih sering memperhatikan kesehatannya dibandingkan dengan laki-laki.
Perbedaan pola perilaku dalam pengobatan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dimana
perempuan lebih banyak memiliki ketersediaan waktu untuk berobat dibandingkan dengan
laki-laki (Wahyudi et al., 2017).
c) Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam minum obat.
Pasien dengan pendidikan rendah dan kecerdasan yang terbatas perlu penanganan yang
lebih teliti dalam intruksi tata cara penggunaan obat yang benar. Faktor perbedaan
pengetahuan mengenai penyakit hipertensi juga bisa mempengaruhi kepatuhan dalam
pengobatan hipertensi (Megawatie et al., 2021).
d) Pekerjaan
Dalam faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi kepatuhan dikarenakan orang
yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu mengunjungi fasilitas kesehatan. Orang
yang bekerja lebih memiliki kesibukan sehingga menyebabkan minum obat tidak sesuai
dengan anjuran dokter dengan alasan padatnya aktivitas yang dilakukan setiap harinya
(Wahyudi et al., 2017).

1) Faktor eksternal
a) Dukungan keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan sikap yang empengaruhi tingkat kepatuhan
untuk berobat rutin. Dukungan yang dapat diberi oleh keluarga dapat berupa dukungan
emosional, dukungan infomasi, dukungan untuk mengambil keputusan, dukungan finansial
dan dukungan fisik yang dimana keluarga dapat mengingatkan penderita untuk meminum
obat antihipertensi, memberikan informasi tentang lasan minum obat antihipertensi,
memberikan layanan transportasi untuk mendukung akses ke pelayanan kesehatan secara
rutin, dan biaya untuk membeli obat. Keluarga dapat memberikan apresiasi kepada
penderita untuk tetao semangat dalam menjalani pengobatannya. Namun kelurga yang
tidak selalu memberikan dukungan seperti terlali sibuk sehingga lupa atau tidak
memberitahu pasien untuk meminum obatnya, jarang memberikan apresiasi kepada pasien
yang sudah berusaha untuk minum obat. Jika hal itu terjadi maka akan mengakibatkan
pasien enggan untuk meminum obatnya (Evadewi & Suarya, 2013).

Ada beberapa dukungan keluarga yaitu sebagai berikut :


(1) Dukungan instrumental
Dukungan instumental merupakan suatu bantuan lansung dari keluarga kepada
pasien dalam bentuk seperti materi, tenaga, dan sarana dari keluarga pasien. Dengan
dukungan instrumental ini, dapat mendukung semangat yang menurun dan pulihnya
kesehatan pasien sehingga pasien merasa terdorong untuk rutin minum obat (Zahra &
Sutejo, 2019).
(2) Dukungan informasional
Dukungan informasional merupakan suatu tindakan untuk memberitahu sebuah
informasi kepada pasien dari keluarga untuk membantu pasien dalam menyembuhkan
penyakitnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan koping pasien dalam
menangani penyakit yang diderita dapat berkurang (Priyasti et al., 2021).
(3) Dukungan emosional
Dukungan emosional termasuk salah satu dari dukungan keluarga berupa rasa
empati, rasa kepedulian dan perhatian dari keluarga untuk pasien agar pasien merasa
sangat nyaman, dicintai dan diperhatikan oleh keluarganya sehingga pasien merasa
semangat untuk mempercepat kesembuhannya dikarenakan dukungan emosional
keluarga (Sangian et al, 2017).
(4) Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan merupakan jenis dukungan sosial terhadap pasien dari
keluarganya untuk membantu pasien dalam menilai atau mengevaluasi diri dalam
menilai suatu masalah untuk diselesaikan (Rekawati et al, 2020).
b) Dukungan tenaga kesehatan
Dukungan tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan,
contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya
kepercayaan. Dengan hubungan antara pasien dan para tenaga kesehatan yang baik akan
meningkatkan kepatuhan minum obat tersebut sehingga pasien memiliki kepercayaan
untuk melakukan terapi dan membuat kominikasi antara pasien dan tenaga kesehatan
menjadi kooperatif (Evadewi & Suarya, 2013).
Dibawah ini ada beberapa peran tenaga kesehatan dalam mempengaruhi tingkat
kepatuhan kepada pasien yaitu sebagai berikut :
(1) Peran sebagai komunikator
Peran tenaga kesehatan sebagai komunikator sangat penting dalam melaksanakan
keterampilan komunikasi kepada pasien yang bertujuan untuk menyampaikan
informasi mengenai kesehatan kepada pasien agar pasien dapat memahami informasi
yang disampaikan oleh tenaga kesehatan dan juga tenaga kesehatan dapat memahami
pertanyaan pasien mengenai kesehatannya (Rachmawati, 2020).
(2) Peran sebagai motivator
Tenaga kesehatan berperan dalam memberikan promosi kesehatan. Setelah
melakukan promosi kesehatan namun program tersebut belum pernah dilaksanakan,
tenaga kesehatan memiliki peran dalam menerapkan program tersebut (Asturi & Sari,
2020).
(3) Peran sebagai konselor
Konselor membantu daam memecahkan masalah dan membantu dalam membuat
keputusan. Konselor harus menjunjung tinggi kerahasiaan pasien saat melakukan
konseling (Nurjannah et al, 2016).
(4) Peran sebagai fasilitator
Fasilitator berperan sebagai mendorong dalam meningkatkan status kesehatan
pasien dengan memberikan penjelasan dan memberikan solusi, mendampingi disetiap
proses dalam peningkatan status kesehatan pasien dan membantu dalam memenuhi
kebutuhan pasien (Sulaeman et al, 2015).
c) Keterjangkauan ke pelayanan kesehatan
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah satunya yaitu keterjangkauan pasien ke
pelayanan kesehatan. Tersedia dan terjangkaunya pelayanan kesehatan terbukti dari hasil
penelitian yang mneyatakan bahwa akses ke pelayanan kesehatan yang lebih baik memilki
tingkat pasien berobat yang lebih tinggi daripada akses pelayanan yang kurang baik. Hal
ini dikarenakan akses yang baik menjadikan pasien lebih patuh berobat ke pelayanan
kesehatan karena lebih mudah digapai (Makatindu et al., 2021).
Menurut Annisa et al (2013) keterjangkauan ke pelayanan kesehatan dibagi atas 3
bagian yaitu:
(1) Jarak
Jarak disini merupakan jarak yang ditempuh oleh individu saat menuju ke pelayanan
kesehatan. Terbagi atas jarak dekat (<1 km) dan jarak jauh (≥1 km).
(2) Waktu
Waktu disini merupakan waktu yang ditempuh oleh individu saat menuju ke pelayanan
kesehatan. Waktu perjalanan yang ditempuh terbagi atas lama (>10 menit) dan cepat
(≤10 menit).
(3) Kendala dalam menjakau pelayanan kesehatan
Kendala disini adalah masalah yang mungkin dapat timbul saat individu menjangkau
pelayanan kesehatan.

LAMA PENGOBATAN

dukungan keluarga
Seiring bertambahnya usia seseorang, semakin banyak masalah yang dihadapinya terutama yang
berkaitan dengan kesehatan mereka hal tersebut terjadi karena adanya penurunan fungsi seluruh
tubuh secara bertahap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia merupakan faktor yang
memengaruhi kepatuhan minum obat. Menurut penelitian Lo, et al. (2016), usia yang lebih tua
cenderung untuk patuh dalam kepatuhan pengobatan. Hal tersebut didukung dengan hasil
penelitian Rikmasari, et al. (2020), bahwa usia yang lebih tua merupakan faktor yang
mendukung kepatuhan minum obat antihipertensi dimana nilai odd ratio (OR) dari hasil
penelitian 5,43 yang berarti usia lebih tua 5,43 kali lebih tinggi untuk patuh.

Lo, S. H. S., Chau, J. P. C., Woo, J., Thompson, D. R., & Choi, K. C. (2016). Adherence to
Antihypertensive Medication in Older Adults with Hypertension. Journal of Cardiovascular
Nursing, 31(4), 296–303. https://doi.org/10.1097/JCN.000000 0000000251
Rikmasari, Y., Rendowati, A., & Putri, A. (2020). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menggunakan Obat Antihipertensi: Cross Sectional Study di Puskesmas Sosial Palembang.
Jurnal Penelitian Sains, 22(2), 87– 94. Retrieved from http://www.ejurnal.mipa.unsri.ac.id/i
ndex.php/jps/article/view/561

Setiap individu akan mengalami pertambahan usia dimana terjadinya pertambahan usia membuat
individu tersebut merasa frustasi atau menolak terhadap penyakit, sehingga hal tersebut dapat
membuat individu tersebut untuk tidak patuh baik dalam pengobatan, anjuran dokter dan terapi
yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Wahyudi et al., 2017). Menurut penelitian Budianto &
Inggri (2015), usia yang lebih tua bukanlah faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan karena
adanya faktor penghubung seperti sikap dan kesibukan individu tersebut
Budianto, A., & Inggri, R. H. (2015). Usia Dan Pendidikan Berhubungan Dengan Perilaku
Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB Paru. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Wahyuni, A. S., Mukhtar, Z., Pakpahan, D. J. R., Guhtama, M. A., Diansyah, R., Situmorang, N.
Z., & Wahyuniar, L. (2019). Adherence to Consuming Medication for Hypertension Patients at
Primary Health Care in Medan City. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences,
7(20), 1–5. https://doi.org/10.3889/oamjms.201 9.683
Teori Lawrence Green
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia berasal dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavioral
causes) dan diluar perilaku (non behavioral causes). Faktor penentu atau determinan perilaku
manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal (lingkungan). Selanjutnya perilaku individu di pengaruhi oleh 3 faktor
utama, yang terdiri dari PRECEDE dan PROCEED. Precede (Predisposing, Enabling, dan
Reinforcing Cause in Educational Diagnosis and Evaluation) merupakan arahan dalam
menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk suatu intervensi. Sedangkan PROCEED
(Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Enviromental Develompment)
adalah arahan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan. Model teori ini dapat
diuraikan bahwa perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari factor-faktor yang disebutkan
diatas. Tiga faktor perilaku menurut Notoatmodjo (2012) ditentukan atau dibentuk
1. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor ini berasal dari internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan masyarakat, yang
mempermudah individu berperilaku. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, serta tingkat sosial ekonomi.
Faktor tersebut dapat mempengaruhi terwujudnya perilaku terutama yang positif.
2. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor ini merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti yang terwujud
dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan. Faktor ini berupa sarana prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan,
misalnya ketersediaan dari puskesmas, rumah sakit, tempat olahraga, makanan bergizi, uang, dan
sebagainya. Dalam berperilaku sehat, masyarakat perlu sarana prasarana yang memungkinkan
untuk terwujudnya perilaku kesehatan.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Seseorang yang mempunyai
pengetahuan yang baik dan mampu untuk berperilaku sehat terkadang tidak melakukannya.
Dalam hal ini untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat. Sikap dan
perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dan dukungan keluarga juga merupakan faktor
pendorong dalam perilaku kesehatan. Termasuk juga undang-undang, peraturan-peraturan baik
dari pemerintah pusat maupun daerah yang terkait dengan kesehatan. Dalam mewujudkan
perilaku kesehatan seseorang tidak cukup hanya dengan mengetahui dampak positif dari perilaku
kesehatan dan kemampuan fisik dan material yang cukup, tetapi juga dibutuhkan dukungan dari
petugas kesehatan, keluarga dan contoh yang baik dari tokoh masyarakat, serta pemerintah.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Tipe pertanyaan dalam angket
terbagi menjadi terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan
responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Pertanyaan tertutup
adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih
salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang
mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan ratio, adalah bentuk pertanyaan
tertutup (Sugiyono, 2017:143).
Kuesioner atau angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner atau angket
tertutup, karena responden hanya tinggal memberikan tanda pada salah satu jawaban yang dianggap
benar. Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan seseorang yang melakukan suatu penelitian
guna mengukur suatu fenomena yang telah terjadi. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner yaitu daftar pernyataan yang disusun secara tertulis yang bertujuan untuk
memperoleh data berupa jawaban-jawaban para responden. Skala Likert digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Skala likert yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu minimum skor 1 dan maksimum skor 4, dikarenakan akan diketahui
secara pasti jawaban responden, apakah cenderung kepada jawaban yang setuju maupun yang tidak
setuju. Sehingga hasil jawaban responden diharapkan lebih relevan, Sugiyono (2014:58)

Setelah ditentukan jumlah sampel pada masing-masing kelas, selanjutnya pemilihan unit sampel
secara simple random sampling. Pengambilan sample secara simple random dibedakan menjadi dua
cara yaitu, dengan mengundi anggota populasi (lotery technique) atau teknik undian, dengan
menggunakan tabel bilangan atau angka acak (random number) (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan cara teknik undian (lotery technique).

Anda mungkin juga menyukai