Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia (lansia) adalah orang yang sistem-sistem biologisnya

mengalami perubahan struktur dan fungsi dikarenakan usianya yang sudah lanjut.

Perubahan ini dapat berlangsung mulus sehingga tidak menimbulkan ketidak

mampuan atau dapat terjadi sangat nyata dan berakibat ketidak mampuan total.

Menua dalam proses menua biologis adalah proses terkait waktu yang

berkesinambungan dan pada umumnya mencerminkan umur kronologis namun

sangat bervariasi dan bersifat individual, dengan perubahan yang dapat

berlangsung mulus sehingga tidak menimbulkan ke tidak mampuan atau dapat

terjadi sangat nyata dan berakibat ke tidak mampuan total (Santoso, 2009).

Terdapat banyak perubahan yang terjadi pada lanjut usia mencakup

perubahan-perubahan fisik, mental, psikososial dan perkembangan spiritual.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ini memiliki beberapa dampak yang

mencakup semakin tingginya tingkat ketergantungan, masalah kesehatan, masalah

psikologi, mental-spiritual dan lain-lain. Salah satu masalah penting yang

dihadapi para lansia salah satunya terletak pada aspek penyakit kronis. Penyakit

kronis yang sering terjadi misal, penyakit jantung, stroke, diabetes, kanker,

parkinson, multiple sclerosis dan penyakit arteri (Maryam, 2008).

Penyakit kronis dapat berdampak besar pada aktivitas atau gaya hidup

seseorang seperti sulitnya berjalan dan perlunya bantuan seseorang dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebanyak 25% orang yang menderita penyakit

1
kronis mempunyai keterbatasan aktivitas (Anderson, 2006). Fenomena di atas

menunjukkan bahwa sesungguhnya penyakit kronis merupakan stressor bagi

lansia.

Menurut Wold Health Organozatin (WHO), menyatakan bahwa penduduk

lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai angka 28,8

juta orang atau tercatat 11,34%, dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.

Peningkatan jumlah lansia di dunia akan bertambah dengan cepat, lebih besar di

negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun, 2015 terjadi ledakan

jumlah penduduk lanjut usia. Di Indonesia proporsi penduduk berusia lanjut terus

membesar. Indonesia termasuk lima besar Negara dengan jumlah penduduk lanjut

usia terbanyak didunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6

dari jumlah penduduk, sedangkan ditahun 2011 sekitar 24 juta jiwa (sensus

penduduk, 2010). Persentase lansia ditahun 2015 tertinggi di provinsi di Yogya

berjumlah 13,4% kemudian diikuti dengan provinsi Bali berjumlah 10,5%.

Berdasarkan data dari Propinsi Riau jumlah lansia di Provinsi Riau dengan

usia 60-64 sebanyak 118.400 dan usia 65-70 sebanyak 167.400 lansia (BPS

Provinsi Riau, 2015). Menurut (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2018), lansia di

Pekanbaru mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2015 jumlah

lansia kota pekanbaru 85.928 orang, tahun 2016 berjumlah 92.619 orang, tahun

2017 52.469 orang dan kembali meningkat pada tahun 2018 57.865 orang.

Menurut (Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani, 2019), jumlah kunjungan lansia dari

bulan Mei – Desember 2018 berjumlah 552 orang, sedangkan dari Januari – Juli

2019 mengalami peningkatan jumlah pasien lansia sebanyak 1.245 orang.

2
Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan sosial. Individu yang

termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi pasangan (suami/istri),

orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.

Beberapa pendapat mengatakan kedekatan dalam hubungan merupakan sumber

dukungan sosial yang paling penting (Nursalam, 2007).

Keperawatan tidak hanya ditujukan kepada individu perseorangan

melainkan juga kepada kelompok, keluarga dan masyarakat seperti yang

dikemukakan dalam model konsep Orem yang mengutamakan keperawatan

mandiri klien, mengajak klien dan keluarga untuk secara mandiri dalam

mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah kesehatan.Menurut model konsep

sistem dari Neuman menyatakan bahwa keluarga merupakan salah satu target

pelayanan perawatan di masyarakat baik dalam melakukan pengkajian,

pencegahan primer, sekunder dan tertier. Menurut model konsep terbuka oleh

King, keperawatan keluarga ialah membantu anggota keluarga dalam menyusun

tujuan untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan (Friedman, 1998

dalam Jesica, 2011).

Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

gangguan kesehatan/ dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu

indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit Peran atau tugas

keluarga dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu keperawatan dalam hal

ini ialah ilmu kesehatan masyarakat (Komunitas) sangatlah mempunyai arti dalam

peningkatan dalam peran atau tugas keluarga itu sendiri. Perawat diharapkan

mampu meningkatkan peran keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan

keluarga (Efendi, 1998 dalam skripsi Jesica, 2011).

3
Keluarga memiliki peranan penting dalam proses pengawasan,

pemeliharaan dan pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di rumah. Selain

itu, keluarga juga dapat memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai

perawatan yang dilakukan oleh penderita hipertensi (Tumenggung, 2013).

Friedman, dkk (2010) menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara keluarga

dan status kesehatan anggotanya. Oleh karena itu, peran keluarga sangat penting

dalam setiap aspek pelayanan kesehatan anggota keluarganya, dimulai dari tahap

memberikan promosi kesehatan hingga tahap rehabilitasi. Pengkajian dan

pemberian layanan kesehatan keluarga adalah hal yang penting dalam membantu

setiap anggota keluarga dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang optimal.

Menurut (Campbell, 2000; Doherty, 1992) dalam (Friedman, Bowden, & Jones,

2010) menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah unsur penting dalam

keberhasilan untuk mempertahankan dan menjaga kesehatan setiap individu

anggota keluarga.

Kepatuhan seorang dapat dipengaruhi dengan adanya dukungan keluarga.

Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan pengambilan

data primer dengan cara deep interview di Puskesmas Ciputat Timur didapatkan

bahwa dari 4 orang yang sedang menjalani pengobatan kategori 1, 1 diantaranya

sadar akan pentingnya patuh, dan 3 lainnya cenderung untuk tidak patuh.

Kemudian 2 dari 3 yang memiliki kecendrungan tidak patuh, memiliki dukungan

keluarga yang kurang baik, 1 lainnya memiliki dukungan keluarga yang baik.

Salah satu alasan penderita untuk tidak patuh ialah bahwa penderita yang meski

tinggal dengan suami sebagai keluarga terdekatnya, kurang memberikan

dukungan dalam hal pengobatan sehingga kekonsistenan penderita dalam

4
mengkonsumsi obat dan juga kembali kotrol ke rs dalam sehari tidak terkontrol.

Ini menandakan bahwa masih banyak penderita yang tidak patuh terhadap

pengobatan , meskipun sudah diberiakan jadwal control dari dr spesialis untuk

memonitoring kesehatan lansia.

Pada penelitian Glick, dkk (2011), dari 10 penderita yang tidak memiliki

keluarga tidak ada yang berhasil dalam pengobatannya dibandingkan dengan

penderita yang memiliki keluarga, artinya secara tidak langsung keberadaan

keluarga menjadi sangat diperlukan bagi penderita yang dengan pengobatan

jangka lama. Namun yang menjadi konsen peneliti ialah apakah keluarga benar-

benar mendukung proses pengobatan penderita baik yang sedang dalam fase

intensif maupun fase lanjutan, kategori 1 maupun kategori 2 sehingga tidak hanya

keberadaan keluarga yang dilihat, namun dukungan serta kepedulian keluarga

akan menjadi salah satu pertimbangan saat penderita akan memulai rencana

pengobatan.

Melihat dari kunjungan pasien lansia di poli geriatric rs tabrani ada yang

datang bersama keluarga ada juga yang hanya sendirian,hal ini menjadikan

motivasi peneliti untuk megetahui apakah ada hubungan antara dukungan

keluarga dengan kepatuhan berobat lansia.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis ingin meneliti

pengaruh dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat lansia di poli geriatric RS

Prof Dr Tabrani dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap

Kepatuhan Berobat Lansia di Poli Geriatri RS Prof. Dr. Tabrani”.

5
B. Rumusan Masalah

Dari kunjungan lansia yang berobat di poli Geriatri RS Tabrani terlihat

ada yang hanya sendiri dan ada juga yang di dampingi anggota keluarganya ,hal

ini menjadikan motivasi buat peneliti untuk mengetahui apakah ada

hubungannnya antara dukungan keluarga dengan motivasi berobat lansia tersebut.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah dikemukakan di atas

dengan melihat permasalahannya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “ Bagaimana Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Berobat

Lansia di Poli Geriatri RS Prof. Dr. Tabrani”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat

lansia di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi distribusi frekuensi karakteristik responden lansia di

Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani.

b. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan keluarga terhadap

kepatuhan berobat lansia di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani.

c. Mengetahui distribusi frekuensi kepatuhan berobat lansia di Rumah

Sakit Prof. Dr. Tabrani

d. Menganalisa hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan

berobat lansia di poli Geriatri di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani.

6
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perawat

Memberikan informasi pentingnya dukungan keluarga terhadap

kepatuhan berobat. Meningkatkan peran perawat dalam meningkatkan

kepatuhan lansia yang dapat digunakan untuk panduan dalam upaya

pencegahan dengan memberikan konseling kepada keluarga.

2. Bagi Pendidikan

Sebagai referensi atau tambahan wawasan dan pengetahuan tentang

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat lansia di Rumah

Sakit Prof. Dr. Tabrani.

3. Bagi Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani

Sebagai informasi yang bermanfaat khususnya tenaga kesehtan untuk

mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat lansia,

sehingga dapat memberikan perlakuan atau pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan usia lanjut.

4. Bagi Lansia dan Keluarga

Sebagai saran dan gambaran kepada lansia tentang pentingnya

kepatuhan berobat. Serta memberitahukan keluarga bahwa dukungan yang

positif dapat meningkatkan kepatuhan berobat lansia.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk

kepentingan pengembangan ilmu berkaitan dengan kepatuhan berobat lansia.

7
E. Ruang Lingkup

Mengingat luasnya permasalah yang telah dibahas di latar belakang, maka

peneliti membatasi ruang lingkup penelitian mengenai hubungan dukungan

keluarga dengan kepatuhan berobat lansia di Poligeriatri di Rumah Sakit Prof. Dr.

Tabrani. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2019 dengan sasaran

penelitian, pasien lansia yang berobat di Poligeriatri Rumah Sakit Prof. Dr.

Tabrani.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang : Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan

Berobat Lansia di Poli Geriatri RS Prof. Dr. Tabrani, sepengetahuan penulis

belum pernah diteliti sebelumnya, tetapi ada beberapa penelitian yang hampir

sama dan mendukung penelitian ini:

1. Penelitian Ali Imran (2017), tentang hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan pengendalian hipertensi pada lansia di Puskesmas Pandak 1

Bantul Yogyakarta, yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga yang

diberikan kepada responden hipertensi di Puskesmas Pandak 1 Bantul

Yogyakarta terbanyak dalam kategori sedang yaitu sebesar 60,0%. Dan

kepatuhan dalam pengendalian hipertensi pada lansia di Puskesmas

Pandak 1 Bantul Yogyakarta terbanyak dalam kategori sedang yaitu

sebesar 77,1 %.

2. Penelitian Agustika Rokhma Dewi, Joko Wiyono dan Erlisa Candrawati

(2018), tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat

pada pasien penderita hipertensi di Puskesmas Dau Kabupaten Malang,

8
yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga, sebagian besar

dikategorikan baik yaitu sebanyak 22 orang pasien (73,33%) dan

kepatuhan berobat, sebagian besar dikategorikan patuh yaitu sebanyak 23

pasien (76,67%).

3. Penelitian Raya Fahreza Saleh (2017), tentang hubungan dukungan

keluarga terhadap kepatuhan minum obat dan status hipertensi pada

penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sungai Raya dalam

Kabupaten Kubu Raya, yang menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita

hipertensi dan tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap

status hipertensi pada penderita hipertensi.

4. Penelitian Sandra Puspita Ningrum (2018), tentang hubungan dukungan


keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien hipertensi di Puskesmas

Seyegan Sleman Yogyakarta, yang menyimpulkan bahwa dukungan

keluarga pada pasien hipertensi menunjukkan pasien hipertensi yang

dengan kategori dukungan keluarga baik sebanyak 33 responden (55,9 %),

dukungan keluarga cukup sebanyak 21 responden (25,6 %), dan dukungan

keluarga kurang sebanyak 5 responden (8,5 %). Kepatuhan minum obat

pada pasien hipertensi dengan kategori kepatuhan minum obat tinggi

sebanyak 18 responden (30,5 %), kepatuhan minum obat sedang sebanyak

27 responden (45,8 %), dan kepatuhan minum obat rendah sebanyak 14

responden (23,7 %).

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Lansia

a. Definisi lansia

Menurut Suardirman (2011), lansia adalah suatu proses yang

dialami pada semua makhluk hidup menyatakan bahwa menjadi tua

merupakan proses biologis secara terus-menerus yang dialami manusia pada

semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut adalah istilah untuk

terhadap akhir dari proses penuaan tersebut. Semua makhluk hidup

memiliki siklus kehidupan menuju menjadi tua yang diawali dengan proses

kelahiran, kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berkembang baik,

selanjutnya menjadi semakin tua dan akhirnya akan meninggal.

Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Menurut

Azizah (2012), Semua individu akan mengalami proses menua dimana

seorang akan mengalami kemunduran fisik, dan sosial secara bertahap dan

perubahan sistem biologis pada struktur dan fungsi menua dalam Proses

menua biologis adalah proses terkait waktu yang berkesinambungan dan

pada umumnya mencerminkan umur kronologis namun bervariasi dan

bersifat individual, yang dapat berlangsung mulus sehingga tidak

menimbulkan ke mampuan atau dapat terjadi sangat nyata dan berakibat ke

tidak mampuan total.

10
b. Tipe – Tipe Lansia

Menurut Azizah (2012), beberapa tipe pada lansia bergantung pada

karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan

ekonominya yaitu :

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.

2) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan, yang menyebabkan

kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jesmani, kehilangan

kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah

tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengeritik.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap

datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan

apa saja dilakukan.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, mental, sosial dan ekonominya.

11
c. Batasan-batasan lansia

Menurut undang-undang no 13 tahun 1998 usia lanjut adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita

(Kushariyadi, 2010).

Menurut Dapertemen Kesehatan Repvblik Indonesia (2014), Batasan

umur lanjut usia.

1) Pra lansia (45-59 tahun)

2) Lansia (60-69) tahun

3) Lansia resiko tinggi (70-100 tahun)

MenurutWold Health Organozation (WHO)

1) Usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun

2) Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun

3) Usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

d. Teori–Teori Proses Penuaan

Menurut Maryam (2012) dan Bandiyah (2009), ada beberapa teori

teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori

psikologi, teori sosial dan teori spiritual.

1) Teori Biologi

Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow

theory, teori stres, teori radikal bebas dan teori rantai silang.

a) Teori genetik dan mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi, menua terprogram secara

genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat

12
dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul

DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai

contoh yang khas adalah mutasi sel-sel kelamin (terjadi penurunan

kemampuan fungsi sel).

b) Immunology slow theory

Sistem imun terjadi efektif dengan bertambahnya usia dan

masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan

organ tubuh.

c) Teori stres

Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel

yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha

dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai.

d) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya

radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen

bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan degenerasi.

e) Teori rantai silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel

yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan

dan hilangnya fungsi sel.

2) Teori psikologi

13
Pada usia lanjut, proses menua terjadi secara alamiah seiring

dengan pertambahan usia. Perubahan psikologi yang terjadi dapat

dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional

yang efektif.

a) Kepribadian individu

Kepribadian individu terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat

menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia.

b) Kemampuan kognitif

Kemampuan kognitif dapat dikaitkan dengan penurunan fisikologis

organ otak. Fungsi-fungsi positif yang dapat dikaji ternyata

mempunyai fungsi lebih tinggi, seperti simpanan informasi pada usia

lanjut.

c) Memori

Memori adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu

kejadian atau peristiwa baik jangka pendek maupun jangka panjang.

3) Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan teori menua antara

lain:

a) Teori interaksi sosial

Teori ini menjelaskan kenapa lansia bertindak pada suatu situasi

tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.

b) Teori penarikan diri

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal.

c) Teori aktivitas

14
Menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari mana

seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta

mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan

kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.

d) Teori kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan sehari – hari.

e) Teori perkembangan

Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah

dialami lansia pada saat muda hingga dewasa, adapun perubahan

yang akan dialami lansia seperti, lansia harus menerima apa adanya,

lansia yang takut mati, lansia yang merasakan hidup penuh arti dan

lain sebagainya.

f) Teori sertifikasi lansia

Menyusun sertifikasi lansia berdasarkan usia kronologi yang

menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas,

peran, kewajiban dan hak mereka berdasarkan usia.

4) Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian

hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu dalam

arti kehidupan.

15
e. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan

fisik, sosial dan psikologis. Menurut Maryam(2012) dan Bandiyah (2009),

perubahan-perubahan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Perubahan fisik

Perubahan yang diakibatkan oleh proses penuaan normal yang

telah diprogram secara genetik. Penuaan ekstrinsik terjadi akibat

pengaruh dari luar seperti penyakit, polusi udara dan sinar matahari dan

merupakan penuaan yang abnormal yang dapat dihilangkan atau

dikurangi dengan intervensi perawatan kesehatan yang efektif.

a) Sel

Jumlah sel berkurang, ukuran sel membesar, cairan tubuh menurun

dan cairan intraseluler menurun.

b) Sistem kardiovaskular

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah

menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh

darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

sehingga tekanan darah meningkat.

c) Sistem respirasi

Kekuatan otot-otot pernafasan menurun dan kaku, elastisitas paru

menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih

berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk

menurun serta terjadi penyempitan pada bronkus.

16
d) Sistem persarafan

Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta

lambat dalam merespon dan waktu bereaksi, khususnya yang

berhubungan dengan stres. Berkurangnya atau hilangnya lapisan

mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik

dan refleks.

e) Sistem Muskuloskeletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),

bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi

otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

f) Sistem gastrointestinal

Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan

peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga menurun. Ukuran

lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga

menyebabkan berkurangnya produksi hormon danenzim pencernaan.

g) Sistem genitourinaria

Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di

glomerulus menurun dan fungsi tubulus menurun sehingga

kemampuan mengonsentrasi urine juga menurun.

h) Sistim vesika urinaria

Otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya menurun, dan

retensi urine. Hipertrofi prostat pada 75% lansia.

17
i) Sistem reproduksi

Saat menopause produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium

menurun. Pada wanita terjadi penipisan dinding vagina dengan

pengecilan ukuran dan hilangnya elastisitas, penurun sekresi vagina

mengakibatkan kekeringan, gatal dan menurunnya keasaman vagina.

uterus dan ovarium mengalami atropi. Tonus otot pubokoksigeus

menurun sehingga vagina dapat mengalami perdarahan dan nyeri

saat senggama. Pada laki-laki usia lanjut, ukuran penis dan testis

mengecil dan kadar androgen menurun.

j) Sistem pendengaran

Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.

k) Sistem penglihatan

Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,

akomodasi menurun, lapang pandang menurun, akomodasi menurun,

lapang pandang menurun, dan katarak.

l) Kulit

Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung

dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun,

rambut memutih (uban), kelenjar keeringat menurun, kuku keras dan

rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.

g) Belajar dan memori

Kemampuan belajar masih ada tetapi relativ menurun.

18
2. Perubahan Psikososial Lanjut usia

Menurut Aspiani (2014), perubahan psikologi penuaan yang

berhasil dicerminkan pada kemampuan individu lansia beradaptasi

terhadap kehilangan fisik, social, dan emosional serta mencapai

kebahagiaan, kedamaian, dan kepuasan hidup. Perubahan Psikososial

pada lansia meliputi:

a) Pensiun

Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas

dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaannya. Bila seseorang

pensiun, ia akan mengalami beberapa kehilangan diantaranya:

kehilangan finansial,kehilangan status (jabatan/kedudukan),

kehilangan teman (relasi), dan kehilangan pekerjaan (kegiatan).

b) Merasakan atau sadar akan Kematian.

c) Perubahan dalam cara hidup, memasuki rumah perawatan, bergerak

lebih sempit.

d) Ekonomi, terjadi akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya

biaya hidup, bertambahnya biaya pengobatan.

e) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.

f) Kesepian, akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

g) Gangguan saraf panca indera, Timbul kebutaan dan ketulian.

h) Rangkaian dari kehilangan, Kehilangan hubungan dengan teman-

teman dan keluarga.

19
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri, Perubahan konsep diri.

3. Perubahan Mental Lanjut usia

Perubahan mental panda lanjut usia juga di pengarahuh dengan

bertambahnya umur. faktor-fakor yang mempengaruhi perubahan

mental:

a) Perubahan fisik terutama organ-organ perasa

b) Kesehatan umum

c) Tingkat pendidikan

d) Keturunan (herediter)

e) Lingkungan

Perubahan kepribadian yang drastis, jarang terjadi. Lebih sering

berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan

mungkin karena faktor-faktor lain seperti penyakit .

f. Masalah yang sering di hadapi usia lanjut

Menurut Suardirman (2011), masalah yang umumnya di hadapi

oleh usia lanjut dapat di kelompokan:

1) Masalah ekonomi

Usia lanjut di tandai dengan menurunya produktivitas kerja,

memasuki masa pensiun atau berhentinya perkerjaan utama. Hal ini

berakibat pada penurunannya pendapatan yang kemudian terkait dengan

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Pada sebagian usia lanjut karena

kondisi yang tidak memungkinkan, berakti masa tua tidak produktif lagi

dan berkurang atau bahkan tidak ada penghasilan pada sisi lain. Usia lanjut

20
di harapkan berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti

kebutuhan makanan yang bergizi dan seimbang dan harus di lakukan

pemeriksan kesehatan secara rutin untuk mengetahui yang mengalami

penyakit ketuaan, kebutuhan sosial dan rekreasi.

2) Masalah sosial

Memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial,

baik dengan angota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja

sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Disamping itu

perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan

masyarakat individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang

mendapat perhatian, sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat

dan terlantar kurangnya kontak sosial ini menimbulkan perasaan kesepian,

murung. Hal ini tidak sejalan dengan hakikat manusia sebagai makhluk

sosial yang dalam hidupnya selalu membutuhkan kehadiran orang lain.

3. Masalah kesehatan

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di

indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup manusia di indonesia.

Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut akan di ikuti dengan

peningkatanya permasalahan kesehatan, seperti masalah kesehatan indera

pendengaran dan penglihatan Pada usia lanjut kemunduran sel-sel karena

proses penuaan yang berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik,

timbulnya berbagai macam penyakit trutama penyakit degeneratif. Masa

tua di tandai oleh penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap berbagai

penyakit diharapkan bagi para usia lanjut adalah bagai mana agar masa tua

21
dijalani dengan kondisi sehat, bukan dijalani dengan sakitan untuk itu

rencana hidup seharusnya sudah dirancang sejauh mungkin sebelum

memasuki masa usia lanjut, sudah punya rencana apa yang akan di lakukan

kelak sesuai dengan kemampuanya.

4. Masalah psikologis

Masalah psikologis yang dihadapi usia lanjut pada umumnya

meliputi kesepian terasing dari lingkungan, ketidak berdayaan, perasaan

tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama

bagi usia lanjut yang miskin dan kehilangan perhatian dan dukungan dari

lingkungan sosial biasanya berkaitan dengan hilangnya jabatan atau

kedudukan, dapat menimbulkan konflik atau ketergantungan, berbagai

persoalan tersebut bersumber dari menurunya fungsi-fungsi fisik dan

fisikis sebagai akibat proses penuaan. Aspek psikologi merupakan faktor

penting dalam kehidupan usia lanjut, bahkan sering lebih menonjol dari

pada aspek lainya dalam kehidupan seorang usia lanjut.

g. Kemampuan kemandirian sehari-hari pada lansia

Kemandirian lansia mungkin karateristik yang paling utama adalah

makin kehilangan kemandirian atau meningkatkanya ketergantungan ini

bersifat structural (sosiologi), fungsional atau fisik dan ketergantungan prilaku

(Psikologis). Bahwa kemandirian lanjut usia sangat terkait dengan tugas

perkembangan. Kemampuan seorang untuk melaksanakan keperibadian,

sebagai hasil interaksi dirinya dengan lingkungan, maka apapun yang terjadi

pada lanjut usia harus mampu menyesuaikan diri terhadap penurunan kekuatan

fisik dan kesehatan, menyusuaikan diri terhadap pensiun dan penghasilan yang

22
berkurang dan menyusuaikan diri terhadap pasangan hidup yang meninggal

(Aspiani, 2014).

2. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang saling bergantung

satu sama lain baik dukungan secara emosional, fisik, finansial dan

anggota keluarga mengakui dirinya (Stanhope dan Lancaster, 2004).

Menurut KBBI, keluarga adalah: (a) Ibu dan bapak beserta anak-

anaknya, seisi rumah. (b) Orang seisi rumah yang menjadi tanggungan;

dan (c) Sanak saudara beserta kerabat. Dalam Suprajitno (2004),

beberapa pengertian keluarga yang dikemukakan oleh para ahli sebagai

berikut:

a. Friedman (1998)

Menurut Friedman (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang

atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional

dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian

dari keluarga.

b. Sayekti (1994)

Pakar konseling keluarga di Yogyakarta, Sayekti (1994)

mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar

perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama

atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian

dengan atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal

dalam sebuah rumah tangga.

23
c. UU No. 10 tahun 1992

UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera menyatakan pengertian keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-

isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Di Indonesia sendiri menekankan bahwa keluarga harus dibentuk

atas dasar perkawinan sebagaimana dalam PP No. 21 tahun 1994 bahwa

keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah. Sedangkan

dalam Ali (2009) beberapa pengertian keluarga sebagai berikut:

a. Duvall (1972): Sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan

dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan

perkembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial individu

yang ada didalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan

ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk

mencapai tujuan umum.

b. Departemen Kesehatan RI (1988): Unit terkecil dari masyarakat

yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang

berkumpul serta tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam

keadaan saling bergantung.

c. Bailon dan Maglaya (1989): Dua atau lebih individu yang

bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam

satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam

peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

24
d. Burgess dan kawan-kawan (1963): 1) Keluarga terdiri dari orang-

orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan

adopsi. 2) Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama

dalam satu rumah tangga atau jika hidup secara terpisah, mereka

tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.

3) Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan

yang lainnya dalam peran sosial. 4) Keluarga sama-sama

menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari

masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga

merupakan satu kesatuan akibat adanya ikatan baik perkawinan, darah,

ataupun adopsi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi baik dari

segi emosional, fisik, dan finansial. Ciri-ciri keluarga menurut Robert

Maclver dan Charles Morton Page (Ali, 2009):

a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomenclatur),

termasuk penghitungan garis keturunan.

d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai

keturunan dan membesarkan anak.

e) Keluarga mempunyai tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah

tangga.

25
2. Fungsi Keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya

mengembang-kan kesehatan anggota keluarganya. Fungsi keluarga antara

lain fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi,

dan fungsi pendidikan. Secara sosiopsikologis, keluarga berfungsi sebagai

berikut: (Maryam Siti, 2009)

a. Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya

b. Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis

c. Sumber kasih sayang dan penerimaan

d. Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi

anggota masyarakat yang baik

e. Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial

di anggap tepat

f. Pembantu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam

rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan

g. Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan, motor, verbal, dan

sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri

h. Stimulator bagi pengembangan kemampuan untuk mencapai

prestasi dilingkungan masyarakat

i. Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi

Hubungan keluarga merupakan suatu ikatan dalam keluarga yang

terbentuk melalui masyarakat. Ada tiga jenis hubungan keluarga yang

dikemukakan oleh Robert R. Bell (Ihromi, 2014), yaitu:

26
a. Individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah,

adopsi dan atau perkawinan, seperti suami istri, orang tua-anak, dan

antar-saudara (siblings).

b. Kerabat dekat Kerabat jauh (Orang yang b) discretionary kin) yaitu

terdiri dari individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan

darah, adopsi dan atau perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lebih

lemah daripada keluarga dekat. Anggota kerabat jauh kadang-kadang

tidak menyadari adanya hubungan keluarga tersebut. Hubungan yang

terjadi di antara mereka biasanya karena kepentingan pribadi dan

bukan karena adanya kewajiban sebagai anggota keluarga. Biasanya

mereka terdiri atas paman dan bibi, keponakan dan sepupu.

c. Orang yang dianggap kerabat (fictive kin) yaitu seseorang dianggap

anggota kerabat karena ada hubungan yang khusus, misalnya

hubungan antar teman akrab.

Erat-tidaknya hubungan dengan anggota kerabat tergantung dari

jenis kerabatnya dan lebih lanjut dikatakan Adams, bahwa hubungan

dengan anggota kerabat juga dapat dibedakan menurut kelas sosial

(Ihromi, 2014). Hubungan dalam keluarga bisa dilihat dari Pertama,

hubungan suami-istri. Hubungan antar suami-istri pada keluarga yang

institusional ditentukan oleh faktor-faktor di luar keluarga seperti: adat,

pendapat umum, dan hukum. Kedua, Hubungan orangtua-anak. Secara

umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang

menguntungkan orangtua dari segi psikologis, ekonomis dan sosial.

Ketiga, Hubungan antar-saudara (siblings). Hubungan antar-saudara bisa

27
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, jumlah anggota keluarga, jarak

kelahiran, rasio saudara laki-laki terhadap saudara perempuan, umur orang

tua pada saat mempunyai anak pertama, dan umur anak pada saat mereka

ke luar dari rumah.

3. Pengertian Dukungan Keluarga

Murniasih (2007) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga

dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan

keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan.

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal

yang melindungi seseorang dari efek stress yang buruk (Kaplan dan

Sadock, 2012). Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah

sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya,

berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan

instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah

suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan

penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa

ada yang memperhatikan.

4. Bentuk Dukungan Keluarga

Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2010) yaitu:

28
a. Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk

memahami kejadian hipertensi dengan baik dan juga sumber

hipertensi dan strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi

hipertensi. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila

ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu

mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah

mereka, terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu

kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau

perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang

lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat

membantu meningkatkan strategi individu dengan strategi-strategi

alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek

yang positif.

b. Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah

seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan

nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana

benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,

termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang

memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,

menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan

merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu

memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai

29
oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan

nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan

tujuan nyata.

c. Dukungan Informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan

tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi

dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan

balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat

menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi

yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk

melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari

masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari

keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi

ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

d. Dukungan Emosional

Selama mengidap hipertensi berlangsung, individu sering

menderita secara emosional, sedih, cemas dan kehilangan harga diri.

Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki

dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan

nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam

bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu

yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini

keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

30
Menurut House dan Kahn dalam Friedman (2010), terdapat empat

tipe dukungan keluarga yaitu:

a. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

bersistirahat dan juga menenangkan pikiran. Setiap orang pasti

membutuhkan bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi

persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau ada keluarga

yang mau mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang

dihadapi.

b. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai penengah dalam pemecahan

masalah dan juga sebagai fasilitator dalam pemecahan masalah yang

sedang dihadapi. Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan

bentuk penghargaan positif yang diberikan kepada individu.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal

pengawasan, kebutuhan individu. Keluarga mencarikan solusi yang

dapat membantu individu dalam melakukan kegiatan.

d. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai penyebar dan pemberi

informasi. Disini diharapkan bantuan informasi yang disediakan

keluarga dapat digunakan oleh individu dalam mengatasi

persoalanpersoalan yang sedang dihadapi.

31
3. Kepatuhan Berobat

1. Pengertian kepatuhan

Sackett dikutip Niven (2012), mendefinisikan kepatuhan pasien

yaitu sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan

profesional kesehatan. Kepatuhan berobat adalah tingkah perilaku

penderita dalam mengambil suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur

mejalani pengobatan (Muzaham, 2012). Ketidak patuhan merupakan suatu

sikap dimana pasien tidak disiplin atau tidak maksimal dalam

melaksanakan pengobatan yang telah diinstruksikan oleh dokter

kepadanya. Berdasarkan hasil dari suatu survey yang telah dilakukan

menyebutkan bahwa lima puluh juta orang amerika mempunyai tekanan

darah tinggi, 68% dari ini mengetahui diagnosisnya, 53% mendapat terapi

dan hanya 27% terkontrol. Penyebab kontrol yang tidak baik ini antara lain

karena banyak pasien yang tidak meminum obat yang diresepkan. Pada

kebanyakan survei, kira-kira 25-50% pasien-pasien yang mulai meminum

obat antihipertensi kemudian menghentikannya dalam 1 tahun.Oleh karena

itu, sangat penting memberikan edukasi akan manfaat pengontrolan

penyakit dalam jangka panjang yang pada akhirnya akan sangat berguna

untuk mencapai terapi yang diinginkan (Kaplan, 2012).

Snider dikutip Aditama (2010), menyatakan bahwa salah satu

indicator kepatuhan penderita adalah datang atau tidaknya penderita

setelah mendapat anjuran kembali untuk kontrol. Seseorang penderita

dikatakan patuh menjalani pengobatan apabila minum obat sesuai aturan

32
paket obat dan ketepatan waktu mengambil obat sampai selesai masa

pengobatan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Laurenc Green (dalam Nukman,2012), perilaku kepatuhan

berobat dipengaruhi oleh: Faktor yang mendasar atau faktor yang dalam

diri individu yang mempengaruhi perilaku kepatuhan (predisposing

factors) antara lain:

a. Pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad untuk sembuh

dari penderita.

b. Tingkat pendidikan penderita.

Makin rendahnya pengetahuan dan pendidikan penderita

tentang bahaya penyakitnya, dan pentingnya berobat secara tuntas

untuk dirinya, makin besar pula bahaya penderita menjadi sumber

penularan baik dirumah maupun di lingkungan sekitar (Entjang,

2011).

Faktor yang memperkuat atau faktor yang mendorong

(reinforcingfactors) antara lain adanya dukungan atau motivasi dari

masyarakat dan lingkungan sekitar. Dukungan keluarga dan masyarakat

menpunyai andil yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan

penderita. Program pengendalian penderita (case holding) berupa usaha

pengobatan secara teratur sampai mencapai kesembuhan, salah satu

upayanya adalah menentukan seorang pengawas bagi tiap penderita,

dipilih dari anggota keluarganya yang berwibawa atau seseorang yang

33
tinggal dekat rumah yang bertugas untuk memantau dan memotivasi

penderita (Niven 2012). Faktor yang mendukung (enbling factors):

1) Tersedianya fasilitas kesehatan

2) Kemudahan untuk menjangkau sarana kesehatan.

3) Keadaan ekonomi atau budaya.

Penelitian Aditama (2010), menyebutkan bahwa lingkungan atau

jarak yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan memberikan kontribusi

rendahnya kepatuhan, sebagian responden memilih fasilitas kesehatan

yang relatif dekat dengan rumahnya. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

dapat menghambat keteraturan berobat, hal ini dapat diperberat dengan

jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan sehingga memerlukan biaya

transportasi. Sementara itu menurut Niven (2012), bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi ketidakpatuhan digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu:

a. Pemahaman klien terhadap instruksi

Jika klien paham terhadap instruksi yang diberikan padanya

maka klien tidak dapat mematuhi instruksi tersebut dengan

baik.Terkadang hal ini di sebabkan oleh kegagalan profesional

kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, bayak

menggunakan istilah medis dan banyak memberikan instruksi yang

harus di ingat oleh klien.

b. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien

merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan,

dari hasil penelitiannya dikemukakan adanya kaitan yang erat antara

34
kepuasan Konsultasi dengan kepatuhan. Keluarga. Keluarga dapat

menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan

dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang

program pengobatan yang dapat mereka terima. Keluarga juga

memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan

dari anggota yang sakit, serta menentukan keputusan untuk mencari dan

mematuhi anjuran pengobatan.

d. Keyakinan, Sikap dan Kepribadian

Ahli psikologis telah menyelediki tentang hubungan antara

pengukuran–pengukurankepribadian dan kepatuhan.Mereka

menemukan bahwa data kepribadian secara benar dibedahkan antara

orang yang patuh dengan orang yang gagal.Orang–orang yang tidak

patuh adalah orang–orang yang lebih mengalami depresi, ansietas,

sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih

lemah dan kehidupan sosilanya lebih memusatkan perhatian pada

dirinya sendiri. Blumenthal Etal (Ester, 2011), mengatakan ciri–ciri

kepribadian yang di sebutkan di atas itu yang menyebabkan seseorang

cederung tidak patuh (drop out) dari pengobatan.

3. Mengurangi Ketidak Patuhan

Menurut Dinicola dan Dimatteo dalam safrudin (2009),

mengemukakan 4 untuk mengurangi ketidakpatuhan pasien:

a. Menumbuhkan kepatuhan dengan mengembangkan kepatuhan.

Klien akan dengan senang hati mengungkapkan tujuan

kepatuhannya, jika pasien memiliki keyakinan dan sikap positif

35
terhadap tujuan tersebut serta adanya dukungan dari keluarga dan teman

terhadap keyakinannya tersebut.

b. Mengembangkan strategi untuk merubah perilaku dan

mempertahankannya.

Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap

dirinya, evaluasi diri dan penghargaan terhadap perilaku yang baru

tersebut.

c. Mengembangkan kognetif.

Pengembangan kognetif tentang masalah kesehatan yang

dialami, dapat membuat pasien menyadari masalahnya dan dapat

menolong mereka berperilaku positif terhadap kepatuhan.

d. Dukungan sosial.

Dukungan sosial dalam bentuk emosional dari anggota

keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan

terhadap program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas

yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan

terhadap ketidaktaatan.

B.

C. Kerangka Konsep

Kerangka penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti. Kerangka

konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang

36
lebar tentang suatu topik yang akan dibahas dari konsep ilmu/teori yang di

pakai sebagai landasan penelitian (Sumantri, 1986 dalam Sujarweni, 2012).

Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

(Variabel Bebas) (Variabel Terikat)

Dukungan Keluarga Kepatuhan Berobat Lansia

 Dukungan Emosional  Patuh


 Dukungan  Tidak patuh
Penghargaan
 Dukungan Penilaian
 Dukungan
Instrumental
 Dukungan
Informasional

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, patokan duga,

atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian

tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini

dapat benar atau salah, dapat di terima atau di tolak (Sujarweni, 2012).

• Hipotesis nol (Ho)

• Tidak ada hubugan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan

berobat lansia

• Hipotesis alternatif (Ha)

• Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat

lansia

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yaitu

metode penelitian yang berlandaskan terhadap filsafat positivisme, digunakan

dalam meneliti terhadap sample dan populasi penelitian, tehnik pengambilan

sample umumnya dilakukan dengan acak atau random sampling, sedangkan

pengumpulan data dilakukan dengan cara memanfaatkan instrumen penelitian

yang dipakai, analisis data yang digunakan bersifat kuantitatif/bisa diukur

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan sebelumnya

(Sugiono, 2015).

Metode penelitian yang di pakai adalah cross sectional yaitu jenis

penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel

independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam,2013).

Jenisdan metode penelitian tersebut diambil untuk melihat apakah ada

hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat lansia di poli

geriatri rumah sakit Prof. Dr. Tabrani Pekanbaru Riau Tahun 2019.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di poli geriatri RS. Prof. Dr.

Tabrani Pekanbaru. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah

jumlah kunjungan lansia dari bulan Mei – Desember 2018

38
berjumlah 552 orang, Januari – Juli 2019 mengalami peningkatan

jumlah pasien lansia sebanyak 1.245 orang. Dan juga Penenliti

Melihat dari kunjungan pasien lansia di poli geriatric rs tabrani ada

yang datang bersama keluarga ada juga yang hanya sendirian,hal

ini menjadikan motivasi peneliti untuk megetahui apakah ada

hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat

lansiaitu juga lokasi penelitian tersebut merupakan tempat kerja

peneliti sendiri.

2. Waku penelitian

Kegiatan penelitian ini dimulai dari persiapan hingga

seminar hasil penelitian yaitu di bulan November 2019. Rincian

kegiatan ini dapat di lihat di tabel berikut :

Tabel 1
Perancangan kegiatan penelitian
Waktu pelaksanaan
Kegiatan Juli Agustus Sept Okt Nov Des

Penyusunan proposal
Penyusunan Instrument
Seminar proposal
Persiapan Lapangan
Uji coba Instrumen
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisa Data
Seminar hasil

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan subyek penelitian atau

wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek maupun obyek yang

39
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Hasdianah, dkk, 2015).

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien lansia bulan Oktober 2019

dalam berbagai kasus / penyakit di Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani.

Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani periode

januari sampai bulan juli tahun 2019 diperoleh data rata-rata per bulan

sekitar 176 pasien lansia yang berobat di poli geriatric Rumah Sakit

Prof.Dr.Tabrani.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Hasdianah, dkk, 2015). Sampel pada

penelitian ini adalah pasien lansia yang berobar Nopember 2019.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik

accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara

subjektif oleh peneliti ditinjau dari sudut kemudahan, tempat

pengambilan sampel, dan jumlah ampel yang akan diambil (Hasdianah,

dkk, 2015). Hidayat (2007) jumlah sample penelitian di hitung sebagai

berikut :

Hidayat (2007) jumlah sample penelitian di hitung sebagai berikut :

N
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑 2 )

Keterangan :

n = Jumlah sample

N = Jumlah populasi

d = Standar deviasi (0.10)

40
1.245
=
1 + 1.245 (0,102 )

𝑛 = .... Anak

Supaya penelitian ini sesuai dengan tujuan, penentuan sampel

yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi yang

telah ditetapkan yaitu :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Pasien yang berumur 60 tahun ke atas

2) Pasien dapat membaca, menulis dan mengerti pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti

3) Bersedia menjadi responden

D. Definisi Operasional

Menurut Hasdianah, dkk (2015), definisi operasional yaitu

bagaimana suatu variable akan diukur serta alat ukur apa yang akan

digunakan untuk mengukurnya. Definisi operasional mendiskripsikan

variable sehingga bersifat spesifik (tidak berintegrasi ganda), terukur,

menunjukkan sifat atau macam variable sesuai dengan tingkat

pengukurannya dan menunjukkan kedudukan variable dalam kerangka

teoritis.

41
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter Instrumen Skala Kriteria
Operasional
Independen Dukungan Kuesioner Nominal Skor pertanyaan Positif :
yang berupa 1. Dukungan Y:1
Dukungan perhatian, Emosional T:0
keluarga di emosi, infor- 2. Dukungan
Poligeriatri RS masi, nasehat, penilaian Skor pertanyaan Negatif :
Prof. Dr. Tabrani materi maupun 3. Dukungan T:0
penilaian yang instrumental Y:1
diberikan oleh 4. Dukungan
anggota informasional Kategori :
keluarga  Positif jika T hitung ≥
(anak/menantu MT = peran positif
cucu, saudara)  Negatif jika T hitung ≤
MT = peran positif
Dependen Prilaku atau Kuesioner Nominal Skor pertanyaan Positif :
perbuatan yang 1. Patuh Y:1
Kepatuhan dilakukan oleh 2. Tidak patuh Y:0
berobat lansia di lansia dalam
Poligeriatri RS mentaati jadwal Skor pertanyaan Negatif :
Prof. Dr. Tabrani berobat sesuai T:0
jadwal control Y:1
ukang.
Kategori :
 Positif jika T hitung ≥
MT = peran positif
 Negatif jika T hitung ≤
MT = peran negatif

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metode pengisian

kuesioner yang meliputi pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi, serta data tambahan yang diambil bukan dari

kuesioner.

1. Data primer

42
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari

hasil pengukuran, pengamatan, survey dan lain-lain (Setiadi, 2007).

Data primer yang digunakan penulis adalah data yang langsung

diambil dari responden dengan menggunakan kuesioner kecemasan

DASS (Depression Anxiety Stress Scale).

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, badan

atau instansi yang secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007).

Data sekunder yang digunakan penulis adalah data dari rekam

medis atau data yang diperoleh dari dokumen RS. Prof. Dr. Tabrani

seperti usia dan diagnose.

3. Data tertier

Data yang diperoleh dari orang atau badan atau instansi lain yang

telah dipublikasikan atau dikomplikasikan dari pihak lain dalam bentuk

tabel, grafik, laporan penelitian (Setiadi, 2007).

F. Pengolahan Data

Dengan teknik accidentalsampling yaitu saat pasien selesai konsultasi

dengan dokter spesialis penyakit dalam, peneliti memberikan kuesioner

tentang dukingan keluarga dengan kepatuhan berobat lansia yang telah

disediakan kepada responden dan untuk diisi sesuai dengan keadaan yang

responden rasakan berobat ke rs . Setelah semua data kuesioner diperoleh,

43
kemudian diberi skor. Dan selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui

sejauh mana terdapat pengaruh antara variabel yang diteliti.

Setelah semua data skor diperoleh maka dilakukan pengujian untuk

mengetahui sejauh mana terdapat pengaruh antara variabel yang diteliti,

seluruh data yang diperoleh dilakukan:

1. Editing / memeriksa: adalah memeriksa kelengkapan data yang

telahterkumpul: pengetahuan responden, pengalaman responden tentang

operasi dan kecemasan pasien preoperative.

2. Coding : adalah memberi tanda kode, untuk memudahkan

klasifikasi,klasifikasi dilakukan dengan jalan menandai masing-masing

jawaban dengan kode berupa angka kemudian dimasukkan ke dalam

lembaran table kerja guna mempermudah membacanya.

3. Entry

Memasukkan data sesuai dengan kodenya dan melanjutkan dengan

memproses data agar dapat dianalisis. Proses data dikerjakan dengan

bantuan komputer.

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Merupakan kegiatan mengecek kembali data yang sudah dientri, dimana

data diperiksa kembali kebenarannya dengan melihat missing, variasi dan

konsistensi data agar seluruh data yang dientri bebas dari kesalahan.

5. Tabulating

Merupakan kegiatan memasukkan data menurut variabel yang akan

dianalisis yaitu hasil yang diperoleh dari pengskalaan tingkat keberhasilan.

44
Dari data mentah tersebut selanjutnya dilakukan penataan data kemudian

menyusun dalam bentuk tabel distribusi.

G. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu :

1. Analisa univariat

Analisis univariat atau analisis deskriptif adalah analisis yang

menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun

kelompok dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya untuk

mengetahui karakteristik responden (Notoatmodjo, 2012)

2. Analisa bivariat

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan uji statistic non parametric.

Untuk menguji hubungan dua variabel yang diteliti yaitu variabel

independen dan dependen dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

teknis korelasi tata jenjang atau rank correlationatau sering disebut uji

korelasi Spearman rank, alasan peneliti menggunakan teknik ini karena

data dari instrument penelitian menggunakan skala ordinal. Pengujian

menggunakan tingkat signifikan 0,05 dengan menggunakan program SPSS

21. Dengan bantuan komputerisasi untuk mengidentipikasi tinggi

rendahnya koefisien korelasi atau memberikan interpretasi koefisien

korelasi digunakan tabel kriteria pedoman untuk koefisien korelasi

menurut Sugiyono(2011).

45
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2010. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi Kedua. UI


Press. Jakarta.

Agustika, R.D., Joko, W dan Erlisa, C. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga


dengan Kepatuhan Berobat pada Pasien Penderita Hipertensi Di
Puskesmas Dau Kabupaten Malang. Nursing News. 3: 1.

Ali, Z. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.

Anderson, Elizabeth T. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas Edisi III. Dialih
bahasakan oleh Agus Sutarna, Suharyati Samba. EGC. Jakarta.

Aspiani, R.Y. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Trans Info Media.
Jakarta.

Azizah, L.M. 2012. Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta.


Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.

Bandiyah. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Genoritik. Nuha Medika.


Yogyakarta.

Duvall, E.M. 1972. Faith in Family. Evelyn Mullis Duvall. Nashvile.

Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.

Friedman, MM., Bowden, O., and Jones, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan
Keluarga. Editor Edisi Bahasa Indonesia oleh Estu Tiar. EGC. Jakarta.

Glick, I.D, Anya H. Stekoll, dan Spencer Hays. (2011). The Role of the Family
and Improvement in Treatment Maintenance, Adherence, and Outcome
for Schizophrenia. Journal of Clinical Psychopharmacology. 31: 1.

Imran, Ali. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan


Pengendalian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Pandak 1 Bantul
Yogyakarta. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Ahmad
Yani. Yogyakarta.

Jesica. 2011. Hubungan peran keluarga terhadap pemberian imunisasi pada


balita. Skripsi. Unika De La Salle Manado. Manado.

46
Kao, H.F., dan Travis, S.S. 2005. Effects of Accultiration and Social Exchange on
the Expectation of Filial Piety Among Hispanic/Latino Parents of Adult
Children. Nursing & Health Sciences. 7: 4, 226-234.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba


Medika. Jakarta.

Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba


Medika. Jakarta.

Niven, N. 2012. Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat dan Tenaga


Kesehatan Profesional Lain. EGC. Jakarta.

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya. Salemba Medika.


Jakarta.

Raya Fahreza Saleh. 2017. Hubungan dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan


Minum Obat Dan Status Hipertensi pada Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Raya dalam Kabupaten Kubu Raya.
Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura.
Pontianak.

Sandra Puspita Ningrum. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kepatuhan Minum Obat Pasien Hipertensi Di Puskesmas Seyegan
Sleman Yogyakarta. Naskah Publikasi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah. Yogyakarta.

Santoso, S. 2009. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta. Jakarta.

Sayekti, Pujo Suwarno. 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Menara Mas
Ofset. Yogyakarta.

Stanhope, M and Lancaster, J. 2004. Praktik Keperawatan Kesehatan Komunitas.


EGC. Jakarta.

Suardiman, S. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Sujarweni, V., Wiratna & Endrayanto, P. (2012). Statistika untuk


penelitian.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dan Praktik. EGC.


Jakarta.

Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dan Praktik. EGC.


Jakarta.

Tumenggung, I. (2013). Hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan

47
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta.

48

Anda mungkin juga menyukai