Anda di halaman 1dari 77

0

HUBUNGAN ANTARA PERAN DAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN


TINGKAT KEPATUHAN PADA LANSIA UNTUK KONTROL
HIPERTENSI DI RW 4 DAN 5 KELURAHAN DUPAK SURABAYA
Mini Riset
Disusun untuk memenuhi persyaratan tugas praktik profesi keperawatan
komunitas dan keluarga

Oleh :
Mahasiswa Profesi Ners
Keperawatan Komunitas dan Keluarga
Periode 24 Oktober 09 Desember 2016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia
lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia. Menjadi tua adalah
suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak permulaan kehidupan.
Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
yang berakhir dalam kematian (Maryam, 2008). Namun proses penuaan
seringkali disertai dengan hadirnya penyakit degeneratif, seperti hipertensi.
Sebagaimana data Puskesmas Surabaya pada bulan Oktober 2016 yang
menunjukkan bahwa hipertensi menjadi penyakit tersering yang dialami oleh
lansia yang tinggal di wilayah kerja puskesmas tersebut.
Hipertensi merupakan masalah serius yang sudah mendunia, karena
tingkat keganasan akibat komplikasi yang tinggi diantaranya kecacatan
permanen dan kematian mendadak akibat krisis hipertensi dan stroke
(Chobanian et al., 2003). Hipertensi sering disebut sebagai salah satu silent
killer karena datang secara bertahap dan sering tidak ada gejala awitan,
penderita akan merasakan gejala ketika penyakit ini sudah disertai komplikasi
(Tymbi et al., 1998).

Angka kejadian kasus hipertensi pada lansia di Jawa Timur termasuk pada
kategori tinggi. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa angka kejadian
Hipertensi di Jawa Timur mencapai 16,6 % dari total penduduk Jawa Timur.
Secara sesifik di wilayah kerja Puskesmas Dupak Surabaya tahun 2016,
hipertensi merupakan penyakit tertinggi yang dialami oleh lansia 31% lansia
yang menderita hipertensi, sebanyak 42,6%-51,45% di antaranya tidak patuh
untuk menjalani pemeriksaan kesehatan rutin sebagaimana terjadwal di
puskesmas.
Kepatuhan (adherence) adalah tingkat pasien dalam melaksanakan
cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh petugas kesehatan. Secara
umum perilaku kepatuhan akan memeriksakan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu: pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan,
sikap, anjuran, biaya berobat, jarak pelayanan dan sikap petugas, yang pada
akhirnya akan berakibat fatal (Green, 1980; Notoatmodjo, Wuryaningsih,
2000 dalam Hudan 2013).
Salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan karena ketidakpatuhan
tersebut adalah cerebrobascular accident atau stroke. Stroke dapat timbul
akibat tekanan darah yang tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas
dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah
yang diperdarahinya berkurang. (Corwin, 2005).
Oleh karena itu, peran dan motivasi keluarga dalam memotivasi lansia
dalam memeriksakan lansia dengan hipertensi sangat diperlukan agar status
kesehatan lansia yang ditunjukkan dengan tekanan darah dalam rentang

normal dari kepatuhan saat kontrol ke petugas kesehatan terdekat. Namun,


hubungan anara peran dan motivasi keluarga dengan hipertensi membutuhkan
penjelasan ilmiah.
Berdasarkan fenomena diatas menarik peneliti untuk melakukan
penelitian yang berjudul hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan
tingkat kepatuhan pada lansia untuk kontrol hipertensi.
1.2 Identifikasi Masalah
Angka kejadian Hipertensi di Jawa Timur mencapai 16,6 % dari
total penduduk Jawa Timur. Data Puskesmas Dupak Surabaya
tahun 2016, menunjukkan bahwa hipertensi merupakan penyakit
tersering yang dialami oleh lansia (42,6%)
Terdapat 51,45% penderita tidak patuh untuk kontrol hipertensi
setiap bulan

Kepatuhan adalah tingkat pasien dalam melaksanakan cara


pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh tenaga kesehatan.
Keluarga memiliki peran dan motivasi terhadap tingkat kepatuhan
pada lansia untuk kontrol hipertensi

Ketidakpatuhan lansia untuk kontrol hipertensi di wilayah kerja


Puskesmas Dupak belum dapat dijelaskan

Oleh karena itu kontrol hipertensi sangat penting untuk dilakukan.


Fenomena diatas menarik peneliti untuk melakukan penelitian yang
berjudul hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan tingkat
kepatuhan pada lansia untuk kontrol hipertensi

1.3 Rumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan tingkat
kepatuhan pada lansia untuk kontrol hipertensi?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Menjelaskan hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan tingkat
kepatuhan lansia untuk kontrol hipertensi?
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi peran dan motivasi keluarga pada lansia untuk
kontrol hipertensi
2. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan lansia untuk kontrol hipertensi
3. Menjelaskan hubungan antara peran dan motivasi keluarga pada lansia
untuk kontrol hipertensi
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Teoritis
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dalam
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas
dalam hal hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan tingkat
kepatuhan lansia untuk control hipertensi.
1.5.2 Praktis
1. Bagi Puskesmas Dupak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
bagi instansi mengenai pentingnya peran dan motivasi keluarga pada
tingkat kepatuhan lansia untuk kontrol hipertensi.
2. Bagi Keluarga sebagai responden

Responden dalam penelitian ini akan mendapatkan kesempatan


pendidikan kesehatan tentang pentingnya peran dan motivasi keluarga
terhadap kepatuhan kontrol hipertensi
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
khususnya yang terkait peran dan motivasi keluarga serta tingkat
kepatuhan lansia untuk kontrol hipertensi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah suatu ikatan atas dasar perkawinan antara orang dewasa
yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendiri dengan atau tanpa anak, dan tinggal disuatu rumah
tangga. Menurut UU No. 10 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera (Suprajitno, 2004). Keluarga merupakan
subsistem komunikasi sebagai sistem sosial yang bersifat unik dan dinamis. Oleh
Karena itu perawat komunitas perlu memberikan intervensi pada keluarga untuk
membantu keluarga dalam peningkatan pemberdayaan peran keluarga. Allender &
Spradley, (1997, dalam achjar, 2010) memberikan alasan mengapa keluarga
menjadi penting, karena keluarga sebagai sistem, membutuhkan pelayanan
kesehatan seperti halnya individu agar dapat meilakukan tugas sesuai
perkembangannya. Tingkat kesehatan individu berkaitan dengan tingkat kesehatan
keluarga, begitu juga sebaliknya dan tingkat fungsional keluarga sebagai unit
terkecil dari komunitas dapat mempengaruhi derajat kesehatan sistem diatasnya.
Keluarga sebagai suatu sistem, dimana sistem keluarga merupakan bagian dari
suprasistem yang lebih besar dan disusun dari beberapa subsistem, perubahan
pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi semua anggota keluarga.
Mempelajari keluarga secara utuh lebih mudah dari pada mempelajari masingmasing anggotanya (Achjar, 2010).

49

2.1.2 Fungsi Keluarga


Adapun fungsi keluarga secara spesifik menurut siswanto (2006), adalah
sebagai berikut : 1. Reproduksi Fungsi keluarga bukan hanya mempertahankan
dan mengembangkan keturunan atau generasi, tetapi juga merupakan tempat
mengembangkan fungsi reproduksi secara universal (menyeluruh), diantaranya :
seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks bagi anak, dan yang lain. 2.
Sosialisasi Anak akan menyesuaikan diri dengan kebudayaan, kebiasaan, dan
situasi sosial dalam perkembangan perilakunya, akan ada proses pembentukan
identitas diri dalam proses hubungan anak dengan anggota keluarga yang lain.
Akhirnya anak akan belajar peran model sesuai dengan jenis kelaminnya dan akan
berusaha menjalankan apa yang menjadi tanggung jawabnya. 3. Pertumbuhan
Individu Di dalam keluarga individu (anak) akan tumbuh dan berkembang
menjadi

individu

yang

matang

(mature)

dan

mandiri

(independence).

Kemantangan individu meliputi fisik dan psikisnya. Fungsi keluarga dalam


memenuhi kebutuhan fisik dan psikis berupa kebutuhan makan dan pembinaaan
kepribadian. 4. Pendidikan Pada dasarnya, ketika seseorang telah terlahir ke dunia
ia telah dilengkapi berbagai perangkat seperti panca indera dan akal untuk
menyerap berbagai ilmu. Keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab yang
besar terhadap pendidikan anak-anaknya dalam menambah dan mengasah ilmu
untuk menghadapi kehidupan dewasanya. 5. Religius (Agama dan Keyakinan)
Fungsi keluarga dalam hal ini yakni membina norma/ajaran agama sebagai dasar
dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga, memberikan contoh konkret dalam
hidup sehari-hari dalam pengalaman dari ajaran agama, melengkapi dan
menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang tidak atau

kurang diperolehnya di sekolah dan masyarakat, dan membina rasa, sikap, dan
praktik kehidupan berkeluarga beragama sebagai fondasi menuju Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera. 6. Rekreasi Keluarga merupakan tempat untuk melakukan
kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di rumah maupun di
luar rumah. 7. Perawatan Kesehatan Keluarga masih merupakan unit utama
dimana pencegahan dan pengobatan penyakit dilakukan. Masih sangat ditemukan
keterlibatan dan dukungan dalam keluarga dimana tanpa hal ini proses rehabilitas
akan susah dilakukan di dalam keluarga.
2.1.3 Tipe Keluarga
Menurut Suprajitno (2004), pembagian tipe keluarga bergantung pada
konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga
dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu : 1. Keluarga Inti (Nuclear Family) Adalah
keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya
atau adopsi atau keduanya. 2. Keluarga Besar (Extended Family) Adalah keluarga
inti ditambahkan anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman-bibi). Namun, dengan berkembangnya peran individu dan
meningkatnya rasa individualisme, pengelompokan tipe keluarga selain kedua di
atas berkembang menjadi : 1. Keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) Adalah
keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan
pasanganya. 2. Orang tua tunggal (single parent family) Adalah keluarga yang
terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal
pasangannya. 3. Ibu dengan anak tanpa perkawinan ( The unmarried teenage
mother) 4. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa
pernah menikah 5. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya ( The

nonmarital heterosexual cohabiting family). 6. Keluarga yang dibentuk oleh


pasangan yang berjenis kelamin sama (Gay and lesbian family). Terdiri dari
kelompok orang-orang yang benar-benar dihubungkan dengan ikatan darah dan
hidup bersama dengan ideology yang sama atau kepentingan ekonomi yang sama.
2.1.4 Tugas keluarga
Di Bidang Kesehatan sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan,
keluarga mempunyai peran di bidang kesehatan meliputi :
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, termasuk
bagaimana persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit,
pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga
terhadap masalah yang dialami keluarga.
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana
keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana
masalah dirasakan oleh keluarga, keluarga menyerah atau tidak terhadap
masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah
sikap negatif dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana system
pengambilan keputusan yang dilakukan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit.
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti
bagaimana

keluarga

mengetahui

keadaan

sakitnya,

sifat

dan

perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada


dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap yang sakit.
4. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan, seperti pentingnya
hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan

10

keluarga, upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,


kekompakkan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan luar
rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan
kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik
yang dipersepsikan keluarga (Achajar, 2010).
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Definisi lansia
Usia lanjut (lansia) adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada
umumya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis,
psikologis, soaial, ekonomi (BKKBN, 1995 dalam Mubarok, 2006). Menurut
WHO lanjut usia meliputi usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45
tahun sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia 60 sampai 74 tahun, lanjut
usia tua (old) yaitu antara 75 tahun sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old)
yaitu diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamia, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologi maupun psikologi. Memasuki usia tua berarti

11

mengalami kemunduran, contohnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit


yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semangkin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak
proposional. WHO dan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60
tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dalam kematian (Maryam,
2008).
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof.Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (1994) mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara
perlahan memgalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat
memengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan
seksualnya.
Proses menua merupakan proses terus - menurus atau berkelanjutan secara alami
dan umumnya dialami oleh semua mahluk hidup. Misalnya, terjadinya kehilangan
pada otak, susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati sedikit demi
sedikti. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan
sama. Ada kalanya seseorang tergolong lanjut usia atau masih muda, tetapi telah

12

menunjukan kekurangan yang mencolok (deskripansi). Ada pula orang telah


tergolong lanjut usia, penampilan masih sehat, segar bugar, dan badan tegak.
Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya
tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semangkin banyak penyakit
degenerative (misalnya: hipertensi, arteriosklerosis, diabetes melitus, dan kanker)
yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode terminal yang
dramatis, misanya: stroke, inframiokard, koma asidotik, kanker metastasis, dan
sebagainya.
Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling
berkaitan. Sampai saat ini, banyak teori yang menjelaskan tentang proses menua
yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan
yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progesif, dan detrimental.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi
terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan di kemukakan
bermacam-macam teori proses menua yang penting.
2.2.2 Klasifikasi lansia
1. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut:
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas
2) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
3) Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) senium
2. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut ini:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

13

2) Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun


3) Usia tua (old) antara 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
3. Menurut pasal 1 Undang-Undang no. 4 tahun 1965:
Seseorang dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang
bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima
nafkah dari orang lain (Santoso, 2009).
2.2.3 Karakteristik lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan)
2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya:
1) Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain
2) Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan
3) Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan
4) Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan
5) Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
6) Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik

14

Hasil penelitian profil penyakit lansia di empat kota (Padang, Bandung,


Denpasar, dan Makasar) adalah sebagai berikut (Santoso, 2009):
a. Fungsi tubuh yang dirasakan menurun; penglihatan (76,24%); daya ingat
(69,3%); seksual (58,04%); kelenturan (53,23% ); gigi dan mulut
(51,12%)
b. Masalah kesehatan yang sering muncul: sakit tulang atau sendi (69,39%);
sakit kepala (51,5%); daya ingat menurun (38,51%); selera makan
menurun (30,08%); mual atau perut perih (26,66%); sulit tidur (24,88%);
dan sesak napas (21,28%)
c. Penyakit kronis: reumatik (33,14%); hipertensi (20,66%); gastritis
(11,34%); dan penyakit jantung (6,45%).
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan dan penyakit yang sering
terjadi pada lansia di antaranya hereditas, atau keturunan genetik, nutrisi atau
makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress (Santoso,
2009).
2.2.5 Perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Santoso, 2009):
1. Perubahan kondisi fisik
Perubahan pada kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat
sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan,
pendengaran,

penglihatan,

kardiovaskuler,

sistem

pengaturan

tubuh,

muskolosketal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integumen. Masalah


fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya lansia mudah

15

jatuh, mudah lelah, kekacuan mental akut, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak
nafas, pada saat melakukan aktifitas/kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah,
nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing,
berat badan menurun, gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sulit
menahan kencing.
2. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunann fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan perubahan
fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi
lingkungan. Dari segi mental dan emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas. Adanya kekacauan mental akut,
merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena
tidak berguna lagi. Hal ini bisa meyebabkan lansia mengalami depresi.
3. Perubahan psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan
ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkuatan.
4. Perubahan kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif di antaranya adalah kemunduran pada
tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori
jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran, dan
kemampuan verbal akan menetap bila tidak ada penyakit yang menyertai.
5. Perubahan spiritual
Menurut Maslow (1970), agama dan kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya.

16

2.3 Konsep Peran


2.3.1 Defenisi Peran
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran merujuk
kepada beberapa perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefenisikan
dan diharapkan secara normative dari seseorang peran dalam situasi social tertentu
(Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan
oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari
oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat ( Setiadi,
2008).
2.3.2 Peran Ayah
1. Ayah sebagai sex partner
Ayah merupakan sex partner yang setia bagi istrinya. Sebagai sex partner,
seorang ayah harus dapat melaksanakan peran ini dengan diliputi oleh rasa cinta
kasih yang mendalam. Seorang ayah harus mampu mencintai istrinya dan jangan
minta dicintai oleh istrinya.
2. Ayah sebagai pencari nafkah
Tugas ayah sebagai pencari nafkah merupakan tugas yang sangat penting
dalam keluarga. Penghasilan yang cukup dalam keluarga mempunyai damapak
yang baik sekali dalam keluarga. Penghasilan yang kurang cukup menyebabkan
kehidupan keluarga yang kurang lancar. Lemah kuatnya ekonomi tergantung pada
penghasilan ayah. Sebab segala segi kehidupan dalam keluarga perlu biaya untuk

17

sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan pengobatan. Untuk seorang ayah


harus mempunyai pekerjaan yang hasilnya dapat dipergunakan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga.
1. Ayah sebagai pendidik
Peran ayah sebagai pendidik merupakan peran yang penting. Sebab peran
ini menyangkut perkembangan peran dan pertumbuhan pribadi anak. Ayah sebagai
pendidik terutama menyangkut pendidikan yang bersifat rasional. Pendidikan
mulai diperlukan sejak anak umur tiga tahun ke atas, yaitu saat anak mulai
mengembangkan ego dan super egonya. Kekuatan ego (aku) ini sangat diperlukan
untuk mengembangkan kemampuan realitas hidup yang terdiri dari segala jenis
persoalan yang harus dipecahkan. Jika peran ini difokuskan pada keinginan
orangtua ataupun ayahnya maka tumbuh kembang anak terganggu baik fisik
maupun psikologinya. Dan akan merasa tertekan, jika hal ini berkelanjutan akan
menimbulkan dampak pada psikologi yang abnormal seperti depresi, sifat yang
agresif dan gangguan psikologi yang lain (Hurerah, 2007).
2. Ayah sebagai tokoh dan identifikasi anak
Ayah sebgai modal sangat diperlukan bagi anak-anak untuk identifikasi
diri dalam rangka membentuk super ego (aku ideal) yang kuat. Super ego
merupakan fungsi kepribadian yang memberikan pegangan hidup yang benar,
susila dan baik. Oleh karena itu seorang ayah harus memiliki pribadi yang kuat.
Pribadi ayah yang kuat akan memberikan makna bagi pembentukan pribadi anak.
Pribadi anak mulai terbentuk sejak anak itu mencari aku dirinya. Aku ini akan
terbentuk dengan baik jika ayah sebagai model dapat memberikan kepuasaan bagi
anak untuk identifikasi diri. Jika ayah menunjukkan sifat yang keras dalam

18

memberikan pengasuhan kepada anak maka ketika dewasa anak akan membawa
sifat yang sering dirasakan sewaktu masa kecil (Shochib, 1998).
3. Ayah sebagai pembantu pengurus rumah tangga
Pengurusan rumah tangga merupakan tanggung jawab ibu sebagai istri.
Dalam perkembangan lebih lanjut maka ayah diperlukan sebagai pengelola
kerumahtanggaan. Sebab keluarga merupakan lembaga social yang mengelola
segala keperluan yang menyangkut banyak segi. Oleh karena itu ayah sebagai
kepala keluarga juga ikut bertanggung jawab dalam jalannya keluarga sebagai
lembaga social yang memerankan berbagai fungsi kehidupan menusia. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa ayah mempunyai banyak peran (berperan
ganda). Agar dapat melaksanakan peran ganda ini maka seorang ayah dituntut
untuk bekerja keras,dan berpengetahuan yang memadai. Pengetahuan sangat
diperlukan karena persoalan-persoalan kehidupan makin lama makin sulit dan
kompleks.
2.3.3 Peran ibu
1. Sebagai ibu dan pendidik
Peran ini dapat dipenuhi dengan baik, bila ibu mampu menciptakan iklim
psikis yang gembira, bahagia dan bebas sehingga suasana rumah tangga menjadi
semarak dan bisa memberikan rasa aman, bebas, hangat, menyenangkan serta
penuh kasih sayang. Dengan begitu anak-anak dan suami akan betah tinggal di
rumah. Iklim psikologis penuh kasih sayang, kesabaran, ketenangan, dan
kehangatan itu memberikan semacam vitamin psikologi yang merangsang
pertumbuhan anak-anak menuju pada kedewasaan.
2.Sebagai pengatur rumah tangga

19

Peran ini sangat berat. Dalam hal ini terdapat relasi-relasi formal dan
semacam pembangian kerja (devesion of labour) : dimana suami terutama sekali
bertindak sebagai pencari nafkah, dan istri berfungsi sebagai pengurus rumah
tangga, tetapi sering kali juga berperan sebagai pencari nafkah. Dalam hal ini ibu
harus mampu membagi waktu dan tenaga karena jika tidak ada keseimbangan
antara pekerjaan dengan peran sebagai ibu untuk anak-anak, inilah yang
mengakibatkan anak menjadi terlantar sehingga anak-anak merasa tidak disayang
dalam keluarga.
3. Sebagai partner hidup
Peran ini ditujukan bagi suami yang memerlukan kebijaksanaan, mampu
berpikir luas, dan sanggup mengikuti gerak langkah karir suaminya. Sehingga
akan terdapat kesamaan pandangan, perasaan, dan berinteraksi secara lancar
dengan mereka.
2.3.4 Peran anak
Peran anak dalam keluarga untuk melaksanakan peranan psikososial sesuai
dengan tingakat perkembangannya baik fisik, mental, social, dan spiritual
( Setiadi, 2008). Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang
mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan informal.
1. Peran Formal
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah
perilaku yang berkurang lebih bersifat hpmogen. Keluarga membagi peran secara
merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya
menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran
dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain

20

sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat
maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan keluarga paternal
dan maternal, peran tearupetik (memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan
peran sosial.
2. Peran Informal
Peran-peran informal bersifat implicit, biasanya tidak tampak, hanya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk menjaga
keseimbangan dalam keluarga. Peran adaptif antara lain :
a.

Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan


mendorong, memuji, dan menerima konstribusi dari orang lain.
Sehingga ia dapat memukul orang lain dan membuat mereka merasa
bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di dengarkan.

b.

Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat


diantara para anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan
pendapat.

c.

Inisiator-inisiator yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru


atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok

d.

Pendamai berarti jika terjadi dalam keluarga maka konflik dapat


diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai.

e.

Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam
memnuhi kebutuhan,baik material maupun non material anggota
keluarganya

f.

Perawatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat


anggota keluarga jika ada yang sakit.

21

g.

Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan


memonitori komunikasi dalam keluarga.

h.

Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah ke suatu wilayah


asing mendapat pengalaman baru.

i.

Sahabat, penghibur, dan coordinator yang berarti mengorganisasikan


dan

merencanakan

kegiatan-kegiatan

keluarga

yang

berfungsi

mengangkat keakraban dan memerangi kepedihan.


j.

Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif,
sanksi hanya mengamati dan tidak melibatkan dirinya.

2.3.5 Peran keluarga dibidang kesehatan


Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
keparawatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan
asuhan keperawatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dan tugas kesehatan
keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Setyowati, 2008).
Di Bidang Kesehatan sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan,
keluarga mempunyai peran di bidang kesehatan meliputi : 1. Mengenal masalah
kesehatan keluarga, 2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga,
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, 4. Memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, 5. Memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga (Friedman, 1981 dalam
Achjar, 2010).

22

2.4 Konsep Hipertensi


2.4.1 Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg
(Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Ahmad, 2009). Menurut WHO (World Health
Organization), batas normal adalah 120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg
diastolik. Jadi seseorang disebut mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 95 mmHg, dan tekanan darah
perbatasan bila tekanan darah sistolik antara 140 mmHg-160 mmHg dan tekanan
darah diastolik antara 90 mmHg-95 mmHg (Poerwati, 2008). Sedangkan menurut
lembaga-lembaga kesehatan nasional (The National Institutes of Health)
mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan sistolik yang sama atau di atas 140 dan
tekanan diastolik yang sama atau di atas 90 (Diehl, 2007).
2.4.2 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebab dikenal 2 jenis hipertensi, yaitu :
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer juga disebut hipertensi esensial atau idiopatik dan
merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi. Selama 75 tahun terakhir telah
banyak penelitian untuk mencari etiologinya. Tekanan darah merupakan hasil
curah jantung dan resistensi vascular, sehingga tekanan darah meningkat jika
curah jantung meningkat, resistensi vascular perifer bertambah, atau keduanya.
Beberapa faktor yang pernah dikemukakan relevan terhadap mekanisme penyebab
hipertensi yaitu, genetik, lingkungan, jenis kelamin, dan natrium (gray.dkk, 2005).
2. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder

23

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya, dan dapat


dikelompokkan seperti, penyakit parengkim ginjal (3%) dimana setiap penyebab
gagal ginjal (glomerulonefritis, pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) yang
menyebabkan kerusakan parenkim akan cenderung menimbulkan hipertensi dan
hipertensi

itu

sendiri

akan

mengakibatkan

kerusakan

ginjal.

Penyakit

renovaskular (1%) dimana terdiri atas penyakit yang menyebabkan gangguan


pasokan darah ginjal dan secara umum di bagi atas aterosklerosis dan
fibrodisplasia. Endokrin (1%) jika terdapa hipokalemia bersama hipertensi,
tingginya kadar aldosteron dan rennin yang rendah akan mengakibatkan
kelebihan-kelebihan (overload) natrium dan air (Gray, dkk. 2005).
2.4.3. Kriteria Hipertensi
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, tekanan darah umumnya diukur
dengan manometer air raksa yang dinyatakan sebagai rasio sistolik dan diastolik,
misalnya 120/70, yang berarti tekanan sistolik adalah 120 mmHg dan diastolik 70
mmHg (Soeharto, 2004) Dari berbagai kepustakaan disebutkan kriteria tekanan
darah orang dewasa sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kriteria Hipertensi
Sistolik
130 131 159
160 179 180
209 210

Diastolik
85 86 - 99 100 Normal Hipertensi
109 110 119 ringan Hipertensi
120
sedang Hipertensi
berat
Hipertensi
sangat berat

2.2.4 Tanda dan Gejala


Secara umum, tekanan darah tinggi ringan tidak terasa dan tidak
mempunyai tanda-tanda. Boleh jadi berlangsung selama beberapa tahun tanpa

24

disadari oleh orang tersebut. Sering hal itu ketahuan tiba-tiba, misalnya pada
waktu mengadakan pemeriksaan kesehatan, atau pada saat mengadakan
pemeriksaan untuk asuransi jiwa. Kadang-kadang tanda-tanda tekanan darah
tinggi yang digambarkan itu adalah sakit kepala, pusing, gugup, dan palpitasi
(Knight, 2006). Pada sebagian orang, tanda pertama naiknya tekanan darahnya
ialah apabila terjadi komplikasi. Tanda yang umum ialah sesak nafas pada waktu
kerja keras. Ini menunjukkan bahwa otot jantung itu sudah turut terpengaruh
sehingga tenaganya sudah berkurang yang ditandai dengan sesak nafas. Pada
pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,
eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil(edema pada diskus optikus) dan penglihatan kabur (Knight, 2006).
Hipertensi tidak memberikan tanda-tanda pada tingkat awal. Kebanyakan
orang mengira bahwa sakit kepala terutama pada pagi hari, pusing, berdebardebar, dan berdengung ditelinga merupakan tanda-tanda hipertensi. Tanda-tanda
tersebut sesungguhnya dapat terjadi pada tekanan darah normal, bahkan seringkali
tekanan darah yang relatif tinggi tidak memiliki tanda-tanda tersebut. Cara yang
tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan
mengukur tekanannya. Hipertensi sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah
berlangsung beberapa tahun, akan menyebabkan sakit kepala, pusing, napas
pendek, pandangan mata kabur, dan mengganggu tidur (Soeharto, 2004).
2.4.5 Faktor-Faktor Risiko Hipertensi
1. Genetik

25

Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih
banyak menderita hipertensi, lebih tinggi hipertensinya, dan lebih besar tingkat
morbiditasnya maupun mortilitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan hipertensi
dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada
gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik (Gray.dkk,
2005)
2. Usia
Kebanyakan orang berusia di atas 60 tahun sering mengalami hipertensi,
bagi mereka yang mengalami hipertensi, risiko stroke dan penyakit kardiovaskular
yang lain akan meningkat bila tidak ditangani secara benar (Soeharto, 2004).
3. Jenis kelamin
Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-monopause
dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon (Gray.dkk, 2005).
4. Geografi dan lingkungan
Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok
daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian Amerika
Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan
pertambahan usia disbanding masyarakat barat (Gray.dkk, 2005).
5. Pola hidup
Tingkah laku seseorang mempunyai peranan yang penting terhadap
timbulnya hipertensi. Mereka yang kelebihan berat badan di atas 30% ,
mengkonsumsi banyak garam dapur, dan tidak melakukan latihan mudah terkena
hipertensi (Soeharto, 2004).
6. Garam dapur

26

Sodium adalah mineral yang esensial bagi kesehatan. Ini mengatur


keseimbangan air didalam system pembuluh darah. Sebagian sodium dalam diet
datang dari makanan dalam bentuk garam dapur atau sodium chlorid (NaCl).
Pemasukan sodium mempengaruhi tingkat hipertensi. Mengkonsumsi garam
menyebabkan haus dan mendorong kita minum. Hal ini meningkatkan volume
darah didalam tubuh, yang berarti jantung harus memompa lebih giat sehingga
tekanan darah naik. Kenaikan ini berakibat bagi ginjal yang harus menyaring lebih
banyak garam dapur dan air. Karena masukan (input) harus sama dengan
pengeluaran (output) dalam system pembuluh darah, jantung harus memompa
lebih kuat dengan tekanan darah tinggi (Soeharto, 2004).
7. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam
paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
Efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokokmenggantikan oksigen
dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam organ dan jaringan
tubuh ( Astawan, 2002 dalam wijaya, 2009 ).

27

2.4.6 Komplikasi
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
aneurisma (Corwin, 2005). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tibatiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk,
salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut,
atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan
diri secara mendadak (Santoso, 2006).
Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena
hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Corwin, 2002). Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya

28

membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik
koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada
hipertensi kronik (Corwin, 2005). Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung
dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan
cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan
didalam paru paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai
menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir, 2002)
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat. Neron- neron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta
kematian (Corwin, 2005).
2.4.7 Pengobatan Hipertensi
1. Umum
Setelah diagnosa hipertensi ditegakkan dan diklasifikasikan menurut golongan
atau derajatnya, maka dapat dilakukan dua strategi penatalaknaan dasar yaitu :
a. Non farmakologik, yaitu tindakan untuk mengurangi faktor risiko yang telah
diketahui

akan

menyebabkan

atau

menimbulkan

komplikasi,

misalnya

menghilangkan obesitas, menghentikan kebiasaan merokok, alkohol, dan


mengurangi asupan garam serta rileks.
b. Farmakologik, yaitu memberikan obat anti hipertensi ygang telah terbukti
kegunaannya dan keamanannya bagi penderita
. Obat-obatan yang digunakan pada hipertensi adalah :
1) Diuretik, contohnya furosemide, triamferena, spironolactone

29

2) Beta blockers, contohnya metaprolol, atenolol, timolol


3) ACE-inhibitor, contohnya lisinopril, captopril, quinapril
4) Alpha-blockers, contohnya prazosin, terazosin
5) Antagonis kalsium, contohnya diltiazem, amlodipine, nifedipine
6) Vasodilator-direct, contohnya minixidil, mitralazine
7) Angiotensin reseptor antagonis, contohnya losartan.
8) False-neurotransmiter, contohnya clodine, metildopa, guanabens.
2. Khusus
Upaya terapi khusus ditujukan untuk penderita hipertensi sekunder yang
jumlahnya kurang lebih 10 % dari total penderita hipertensi. Tanda- tanda dan
penyebab hipertensi perlu dikenali sehingga penderita dapat di rujuk lebih dini
dan terapi yang tepat dapat dilakukan dengan cepat. Perlu pemerikasaan dengan
sarana yang canggih.
2.4.8 Pencegahan
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan, demikian juga terhadap
hipertensi. Pada umumnya, orang berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau
keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi. Tidak semua
penderita hipertensi memerlukan obat. Apabila hipertensinya tergolong ringan
maka masih dapat dikontrol melalui sikap hidup sehari-hari. Pengontrolan sikap
hidup ini merupakan langkah pencegahan amat baik agar penderita hipertensi
tidak kambuh gejala penyakitnya. Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi
penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi parah, tentunya harus disertai
pemakaian obat-obatan yang ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari
komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (Stop

30

High Blood Pressure), antara lain dengan cara menghindari faktor risiko
hipertensi.
1. Pola makan
Makanan merupakan faktor penting yang menentukan tekanan darah.
Mengkonsumsi buah dan sayuran segar dan menerapkan pola makan yang rendah
lemak jenuh, kolesterol, lemak total, serta kaya akan buah, sayur, serta produk
susu rendah lemak telah terbukti secara klinis dapat menurunkan tekanan darah.
Untuk menanggulangi keadaan tekanan darah yang tinggi, secara garis besar ada
empat macam diet, yaitu :
a.

Diet rendah garam

b.

Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas

c.

Diet tinggi serat

d.

Diet rendah kalori bagi yang kegemukan

2. Pola istirahat
Pemulihan anggota tubuh yang lelah beraktifitas sehari penuh untuk
menetralisir tekanan darah.
3. Pola aktivitas
Tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah yaitu :
bejalan kaki, bersepeda, berenang, aerobik. Kegiatan atau pekerjaan sehari-hari
yang lebih aktif baik fisik maupun mental memerlukan energi / kalori yang lebih
banyak. Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan rentan terhadap tekanan
darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga bentuk dan
berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah.
4. Pengobatan

31

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi diberikan pengobatan untuk


mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah pola
hidup penderita:
1) Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badannya sampai
batas ideal.
2) Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam serta mengurangi
alkohol.
3) Olahraga
4) Berhenti merokok (Malasari, 2008).
2.5 Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berati to move. Secara umum
mengacu adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku
tertentu (Notoatmodjo P. , 2010). Motivasi adalah perilaku seseorang yang
dilakukan karena adanya dorongan untuk melakukan berbagai macam kebutuhan
Maslow (1943) dalam Hasibuan (2007). Suatu Motivasi atau motif adalah suatu
dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Notoatmodjo S. , 2014).
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan kontribusi
pada tingkat komitmen seseorang. Hal tersebut termasuk faktor-faktor yang
menyebabkan seseorang menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia
dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2013). Motivasi sebagai interaksi antara
perilaku

lingkungan

sehingga

dapat

meningkatkan,

menurunkan

atau

32

mempertahankan perilaku. Definisi ini lebih menekankan pada hal-hal yang bisa
diobservasi dari proses motivasi.
Pembagian motivasi menurut penyebabnya antara lain :
1) Motif ekstrinsik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya rangsangan
dari luar. Misalnya, seorang ibu mau mendatangi penyuluhan gizi karena
menurut kader kesehatan bahwa informasi gizi penting dalam rangka
perkembangan anaknya.
2) Motif intrinsik, yaitu motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar
tetapi sudah dengan sendirinya terdorong untuk berbuat sesuatu
(Notoatmodjo S. , 2014).
Metode peningkatan motivasi :
1) Metode Langsung (Direct Motivasion)
Pemberian materi atau nonmateri secara langsung untuk memenuhi
kebutuhan merupakan cara yang langsung dapat meningkatkan motivasi.
Yang dimaksud dengan pemberian materi misalnya pemberian bonus,
pemberian hadiah pada waktu tertentu. Sedangkan pemberian nonmateri
antara lain memberikan pujian, memberikan penghargaan atau tanda-tanda
penghormatan yang lain dalam bentuk surat atau piagam, misalnya.
2) Metode tidak langsung ( Indirect motivation)
Adalah suatu kewajiban memberikan kepada anggota suatu organisasi
berupa fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya, membangun atau
menyediakan air bersih kepada suatu desa tertentu yang dapat menunjang
perilaku kesehatan mereka. Dengan fasilitas atau sarana dan prasarana
tersebut, masyarakat akan merasa dipermudah dalam memperoleh air
bersih, sehingga dapat mendorong lebih baik kesehatannya.

33

Upaya peningkatan motivasi seperti tersebut, dengan memberikan kepada


masyarakat dipandang sebagai cara atau metode untuk meningkatkan
motivasi berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo S. , 2014).
Motivasi yang ada pada diri klien sangat berpengaruh dalam kebutuhan klien
untuk belajar dan mendapatkan informasi. Perawat dapat meningkatkan
motivasi klien untuk belajar dengan cara :
1) Melakukan pendekatan persuasif kepada klien.
2) Memberikan pemahaman sesuai dengan tingkat pengetahuan klien
(Efendi, 2009).
Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur. Pada
umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi biologis. Ada
beberapa cara untuk mengukur motivasi, yaitu dengan test proyektif,
kuesioner,dan observasi perilaku (Notoatmodjo P. , 2010).
Menurut teori motivasi Herzberg tahun 1950, ada dua faktor yang
mempengaruhi motivasi seseorang dalam kegiatan, tugas dan pekerjaannya,
yakni :
1) Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional.
Faktor penyebab kepuasan ini menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang, yang meliputi serangkaian kondisi intrinsik. Apabila kepuasan
dicapai dalam kegiatannya atau pekerjaan, maka akan menggerakkan
tingkat motivasi yang kuat bagi seseorang untuk bertindak atau bekerja,
dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional
(kepuasan) ini mencakup anatara lain :
(1) Prestasi (achievement), ibu berhasil memberikan ASI

34

(2) Penghargaan (recognation), ibu mendapatkan pujian saat berhasil


memberikan ASI
(3) Tanggung jawab

(responsibility),

ibu

bertanggungjawab

untuk

memberikan ASI
(4) Kesempatan untuk maju ( posibility of growth), ibu terus belajar
bagaimana pemberian ASI yang benar
(5) Pekerjaan itu sendiri (work), ibu mempratekkan cara pemberian ASI.
2) Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisaction) atau faktor higiene.
Faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau
maintenance factor yang merupakan hakekat manusia yang ingin
memperoleh kesehatan badaniah. Hilangnya faktor-faktor ini akan
menimbulkan ketidakpuasan bekerja (dissatisfaction). Faktor higienes
yang menimbulkan ketidakpuasan melakukan kegiatan, tugas atau
pekerjaan ini antara lain :
(1) Kondisi kerja fisik (physical environment),
(2) Hubungan interpesonal(interpesonal relationship),
(3) Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and administration
policy),
(4) Pengawasan (supervisor),
achievement
(5) Gaji (salary),
(6) Keamanan kerjarecognation
(job security) (Notoatmodjo S. , 2014).
motivatio

Secara bagan teori, motivasi


Herzberg (1950) dalamn Notoatmodjo ( 2010 ) dapat
responsibility
ditampilkan sebagai berikut
: of
Posibility
growt

sikap

work

perilaku

Physical
environment

kepuasan

Interpersonal
relationship
Company and
administration
policy
supervision
salary
Job security

higie
neeee

35

Gambar 2.1 Bagan Teori Motivasi Herzberg


2.1 Kepatuhan
Kepatuhan (adherence) adalah tingkat kemampuan pasien dalam
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh petugas
kesehatan atau oleh yang lain. Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana prilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Penderita
yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatanya secra teratur dan
lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan (Smet.
1974 & Notoadmojo 2005 dalam Prayogo, 2013).
Secara teori perilaku kepatuhan atau ketidakpatuhan dalam bidang
kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, pengetahuan, sikap, anjuran, biaya berobat, jarak pelayanan dan sikap
petugas (Green, 1980; Notoatmodjo, Wuryaningsih, 2000 dalam Hudan 2013).
Kemudian menurut Niven (2002) dalam Prayogo (2013) menyatakan bahwa ada 4
faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan yaitu:
1.
2.
3.
4.

Pemahaman tentang instruksi,


Kualitas interaksi; antara professional kesehatan dan pasien;
Isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan,
Sikap dan kepribadian.

36

Jenis ketidakpatuhan pada terapi obat, mencakup kegagalan menebus


resep,

melalaikan

pemberian/konsumsi

dosis,

kesalahan

obat,

dan

dosis,

penghentian

kesalahan
obat

dalam

sebelum

waktu

waktunya.

Ketidakpatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang. Dengan


demikian, pasien kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan mengakibatkan
kondisi secara bertahap memburuk. Ketidakpatuhan juga dapat berakibat dalam
penggunaan suatu obat berlebih. Apabila dosis digunakan berlebihan atau apabila
obat dikonsumsi lebih sering daripada yang dimaksudkan, terjadi resiko reaksi
merugikan yang meningkat. Masalah ini dapat berkembang, misalnya seorang
pasien mengetahui bahwa ia lupa satu dosis obat dan menggandakan dosis
berikutnya untuk mengisinya (Siregar, 2006 dalam Isriani 2008).
2.2 Hal-hal yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat
Menurut Nursalam (2013) Lawrence Green mencoba menganalisis
perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan
faktor luar lingkungan (nonbehavior causes). Untuk mewujudkan suatu perilaku
kesehatan, diperlukan pengolahan manajemen program melalui beberapa tahap.
Proses pelaksanaannya Lawrence Green menggambarkannya dalam bagan
berikut:
Fase 4
Administrasi &
Penilaian kebijakan &
Keselarasan intervensi

Program
Kesehatan

1.
2.
Strategi
Regulasi
Pendidikan
Kebijakan
Organisasi

Fase 3
Pendidikan &
penilaian ekologi

Fase 2

Fase1

Penilaian
epidemiologi

Faktor
Predisposi
si

Genetik

Faktor
Pendukun

Perilaku

Penilaian
sosial

Sehat

Kualita
s hidup

37

3.
4.
Fase 5
Implementasi

Faktor
Pendorong

Fase 6
Proses Evaluasi

Lingkunga
n

Fase 7

Pengaruh Evaluasi

Fase 8
Keluaran Evaluasi

Gambar 2.2 Model PRECEDE-PROCEED (Green & Kreuter, 2005)


PRECEDE PROCEED model mengkaji masalah perilaku manusia dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta cara menindaklanjutinya dengan
berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut ke arah
yang lebih positif. Proses pengkajian atau pada tahap PRECEDE dan proses
penindaklanjutan pada tahap PROCEED. Dengan demikian suatu program untuk
memperbaiki kesehatan adalah penerapan keempat proses pada umumnya ke
dalam model pengkajian dan penindaklanjutan (Nursalam, 2013).
1. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang
pembangunan sehingga kualitas hidup semakin tinggi. Kualitas hidup ini salah
satunya dipengaruhi oleh derajat kesehatan. Semakin tinggi derajat kesehatan
seseorang, maka kualitas hidup juga semakin tinggi.
2. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan,
dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan yang
sedang dihadapi. Pengaruh paling besar terhadap derajat kesehatan seseorang
adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan.
3. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis, dan sosial budaya yang
langsung atau tidak langsung mempengaruhi derajat kesehatan.
4. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya
aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungannya. Faktor
perilaku akan terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan gaya hidup merupakan
pola kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan karena jenis

38

pekerjaannya, mengikuti trend yang berlaku dalam kelompok sebayanya


ataupun hanya untuk meniru dari tokoh idolanya.
Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau
perilaku tertentu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari
tiga faktor:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), meliputi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, umur dan nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan.
3. Faktor-faktor

pendorong

(reinforcing

factor)

merupakan

faktor

yang

menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas


kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat (Nursalam, 2013).
Lawrence Green menemukan teori yang menggambarkan hubungan
pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan seperti gambar dibawah ini (Nursalam, 2013).

Faktor
Predisposisi

5.
6.
1.Pengetahuan
7.

Faktor pendukung :

Faktor
pendorong :

1. Ketersediaan
1. Perilaku
sumberdaya
keluarga
kesehatan
dan
sarana
2.
Perilaku teman
2. Kepercayaan
prasarana kesehatan
sebaya
2. Peraturan pemerintah,
3. Perilaku
3. Nilai
dan prioritas serta
pertugas
komitmen terhadap
kesehatan
Perilaku khusus dari
4.
Perilaku orang
Lingkungan
Gambar 2.3 Faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
kesehatan
(Green
dan
Kreuter,
individu atau
1991
dalam Nursalam 2013)
organisasi
Sehat

39

2.3.1 Faktor predisposisi (predisposing factor)

1. Jenis kelamin
Menurut Notoatmodjo (2005) dalam Lestari (2010) jenis kelamin dapat
mempengaruhi penderita untuk patuh dan teratur minum obat. Erwatyningsih, et
al. (2009) menyatakan bahwa perempuan akan lebih patuh dalam berobat
dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena beban kerja laki-laki yang
berat, istirahat yang kurang, serta gaya hidup yang tidak sehat.
Menurut beberapa teori mengatakan bahwa wanita lebih banyak
melaporkan gejala penyakitnya dan berkonsultasi dengan dokter karena wanita
cenderung memiliki perilaku yang lebih tekun daripada laki-laki (Crofton, et al.,
1999 dalam Erawatyningsih, et al., 2009).
2.

Pengetahuan (knowledge)
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Krathwohl merevisi
taksonomi Bloom mengenai pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
sebagai berikut (Krathwohl, 2002).
1) Mengingat (remembering)

40

Mengingat diartikan sebagai meraih pengetahuan yang relevan dari ingatan


jangka panjang atau materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat
meliputi dua hal yaitu mengenali kembali (recognizing) dan mengingat kembali
(recalling).
2) Memahami (understand)
Memahami meruapakan determinasi arti dari instruksi termasuk oral, tertulis
dan komunikasi grafis. Memahami meliputi beberapa hal yaitu menafsirkan,
mencontohkan, pengklasifikasian, meringkas, menyimpulkan, membandingkan
dan menjelaskan.
3) Mengaplikasikan (apply)
Mengaplikasikan merupakan melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam
situasi tertentu. Mengaplikasikan meliputi beberapa hal yaitu mengeksekusi
dan mengimplementasikan.
4) Menganalisa (analyze)
Menganalisa merupakan membagi materi yang telah tersusun menjadi beberapa
bagian dan mendeteksi bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan satu
sama lain dan secara keseluruhan atau dengan sebuah tujuan. Menganalisa ini
meliputi beberapa hal yaitu membedakan, mengenali, dan menghubungkan.
5) Mengevaluasi (evaluate)
Mengvaluasi merupakan membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar.
Mengevaluasi meliputi beberapa hal yaitu mengecek dan mengkritisi.
6) Menciptakan (create)
Menciptakan merupakan meletakkan elemn-elemen dalam bentuk satu
kesatuan utuh atau membuat produk asli. Menciptakan meliputi beberapa hal
yaitu menghasilkan, merencanakan, dan memproduksi.
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap
terdiri dari 4 tingkatan yaitu: menerima (receiving) yang diartikan bahwa orang
(subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek), merespon

41

(responding) diartikan memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan


menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap, menghargai
(valuing) dalam hal ini adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah, dan bertanggung jawab
(responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden
terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden
(Notoatmodjo, 2012).
4. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari
nafkah. Faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu
penyakit. Penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung tidak teratur berobat
karena didasari oleh pendapat mereka yang mengatakan bahwa berobat ke
puskesmas harus mengeluarkan biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada untuk pengobatan. Tetapi obat yang
diberikan oleh pihak puskesmas gratis. Sehingga tidak ada alasan bagi pasien
untuk tidak teratur berobat walaupun tidak bekerja. Hendaknya pasien maupun
keluarga pasien membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatan guna
memenuhi kebutuhan sehari-hari (Pare, et.al., 2012)
2.3.2 Faktor pendorong (enabling factor)

1. Penyuluhan

42

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan


cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang
ada hubungannya dengan kesehatan (Nandangtisna, 2009).
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan
yang terlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, di mana
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup
sehat, tahu bagaimana caranya melakukan apa yang keseluruhan ingin hidup
sehat, tahu bagaimana caranya melakukan apa bisa dilakukan, secara
perseorangan maupun secara berkelompok dan meminta pertolongan bila perlu.
Pendidikan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara
menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada
hubungannya dengan kesehatan individu, masyarakat dan bangsa (Nandangtisna,
2009).

2. Waktu pengobatan
Laporan oleh WHO menunjukkan secara umum mengenai pentingnya
mengimprovisasi kepatuhan terhadap pengobatan jangka panjang. Laporan
tersebut menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan terhadap pengobatan jangka
panjang, yang sering terjadi ketika pengobatan bersifat kompleks (Bosworth,
2012). Husar (2013) juga menyebutkan bahwa kepatuhan berobat pasien semakin
memburuk pada penyakit kronik dan pengobatan jangka panjang.

43

The World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa kepatuhan


pada pengobatan jangka panjang untuk penyakit kronik di negara berkembang
sekitar 50%. Di negara-negara berkembang rata rata angka kepatuhan bahkan
lebih rendah (CMSA, 2006).
2.3.3 Faktor penguat (reinforcing factor)

1. Sikap perawat
Sikap perawat dalam berkomunikasi meliputi sikap fisik dan sikap psikososial
1) Sikap fisik
Egan 2013 dalam Berman, et al. (2015) mengidentifikasi 5 sikap atau cara
untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
(1) Posisi berhadapan. Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
(2) Kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien
dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
(3) Membungkuk kearah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
(4) Sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi.
(5) Relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.
2) Sikap psiko-sosial
Sikap psiko-sosial dapat dibagi dalam 2 dimensi yaitu dimensi respon dan
dimensi tindakan (Stuart dan Sundeen, 1987; 126 dikutip oleh Septyaniar
2009).
(1)Dimensi respon.
1. Keikhlasan: perawat ikhlas dalam memberikan pelayanan, terbuka, jujur
dan berperan aktif dalam berhubungan dengan klien.
2. Menghargai:
dapat
menerima
klien
apa

adanya.

Tidak

menekan,memarahi dan mengkritik klien, sikap menghargai dapat

44

diekspresikan dengan duduk diam bersama klien yang sedang sedih,


minta maaf atas hal yang tidak disukai klien.
3. Empati: ikut merasakan apa yang dirasakan klien namun tidak terlibat
secara emosi. Empati merupakan ketrampilan yang didapat melalui
kesadaran diri dan mendengarkan dengan presepsi.
4. Kongkrit/nyata: menggunakan istilah yang biasa dimengerti klien agar
tidak menimbulkan keraguan.
(2) Dimensi tindakan.
1. Konfrontasi: ekspresi perasaan perawat terhadap perilaku klien yang
kurang tepat. Penting untuk meningkatkan kesadaran dan sikap klien.
2. Kesegeraan: kesegeraan untuk menolong klien, perawat perlu sensitif
terhadap kebutuhan klien.
3. Keterbukaan perawat: perawat membuka diri tentang pengalaman yang
sama dengan klien.
4. Emosional katarsis: terjadi jika klien diminta tentang hal yang sangat
mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan
menjadi topik diskusi antara perawat dan klien. Bermain peran:
melakukan peran pada situasi tertentu.
5. Sentuhan. Merupakan cara interaksi yang mendasar karena dengan
sentuhan dapat memperhatikan perasaan menerima dan menghargai,
tetapi harus memperhatikan norma sosial.

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Variabel Independen

Peran Keluarga dalam


melaksanakan asuhan
keperawatan:
-

Peran ayah
Peran ibu
Peran anak
(X 1)

Motivasi
- Prestasi
(achievement)
- Penghargaan
(recognation),
- Tanggung jawab
(responsibility),
- Kesempatan untuk
maju ( posibility of
growth)
- Pekerjaan itu sendiri
(work),

Variabel Dependen

X1-X2

Variabel perancu
-

Kemudahan
mencapai
Fasilitas
Kesehatan
Jarak rumah
dengan fasilitas
kesehatan

49

Kepatuhan lansia dalam


melakukan kontrol hipertensi

48

Keterangan:
Diteliti

Dihubungkan

Tidak Diteliti

Tidak Dihubungkan

Gambar 3.1 kerangka konseptual hubungan antara peran dan motivasi keluarga
dengan tingkat kepatuhan pada lansia untuk kontrol hipertensi (Mengadopsi teori
Herzberg 1950)
3.2 Hipotesis Penelitian
H1:
1. Ada hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan tingkat
kepatuhan pada lansia untuk kontrol hipertensi.

BAB 4
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu yang meliputi: 1) desain penelitian, 2) populasi,
sampel, dan teknik sampling, 3) variabel, 4) definisi operasional, 5) instrumen
penelitian, 6) lokasi dan waktu penelitian, 7) prosedur pengambilan dan
pengumpulan data, 8) analisis data, 9) kerangka operasional kerja 10) etika
penelitian.
4.1 Desain Penelitian
Berdasarkan waktu penelitian, desain penelitian yang digunakan adalah
cross

sectional

dimana

jenis

penelitian

ini

ini

menekankan

waktu

pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali


pada satu saat. Variabel independen dan variabel dependen dinilai secara simultan
pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2013). Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi hubungan antara peran dan motivasi keluarga dengan
tingkat kepatuhan pada lansia untuk kontrol hipertensi di RW 4 dan 5 Kelurahan
Dupak Surabaya.
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2010) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi penelitian adalah setiap subjek (misal: manusia : pasien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan untuk diteliti (Nursalam, 2013). Populasi dalam

49

50

penelitian ini adalah seluruh lansia yang mempunyai penyakit hipertensi dan
termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Dupak Surabaya khususnya di RW 4
dan 5 sejumlah 103 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013).
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling. Dengan mempertimbangkan populasi
dianggap homogen, penentuan besar sampel dalam penelitian ini dihitung melalui
rumus sebagai berikut:

~ 16 responden
Keterangan :
n = perkiraan besar sampel
N = perkiraan besar populasi
z = nilai standar normal untuk = 0,05 (1,96)
p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%
q = 1 p (100% - p)
d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d=0,05)
(Nursalam, 2013)

51

Jadi, jumlah lansia yang akan menjadi responden dalam penelitian ini adalah
16 responden.
4.2.3 Sampling
Sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari populasi yang daapat
mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti (Nursalam, 2013). Untuk mencapai sampling ini peneliti menentukan
sampel berdasarkan tujuan tertentu, dengan beberapa syarat yakni:
1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat, atau
karakteristik tertentu, yang merupakan ciri pokok populasi.
2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi
3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan (Arikunto, 2013).
4.3 Variabel penelitian
Variabel merupakan perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain lain) (Soeparto, Putra, & Haryanto,
2000) dalam Nursalam (2013). Dalam penelitian ini, variabel dikarakteristikkan
sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan. Jenis variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel independen dan dependen.
4.3.1 Variabel independen
Variabel independen merupakan variabel yang memengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

52

menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Variabel independen pada


penelitian ini ialah peran dan motivasi keluarga.
4.3.2 Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan
oleh variabel lain. Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan ialah
tingkat kepatuhan lansia dengan hipertensi.
4.4 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013). Definisi
operasional dari variabel yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut ini:

53

Tabel 4.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Peran Dan Motivasi Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Pada Lansia Untuk Kontrol
Hipertensi di RW 4 dan 5 Kelurahan Dupak Surabaya
Variabel

Definisi Operasional

Parameter

Alat
Ukur

Skala

Skor

Peran

Seperangkat tingkah laku a. Mengenal masalah kesehatan


yang diharapkan oleh orang
setiap anggota keluarga
lain terhadap seseorang b. Mengambil keputusan untuk
sesuai kedudukannya dalam
melakukan tindakan yang
suatu sistem dan mampu
tepat bagi keluarga
meningkatkan
status c. Memberikan perawatan pada
kesehatan
anggota keluarga yang sakit
atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri
d. Mempertahankan suasana
rumah yang menguntungkan
bagi kesehatan
e. Memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang ada
(Fredman, 1981)

Kuesioner Ordinal Peran


diukur
dengan
mengajukan
5
pertanyaan
dengan pilihan jawaban ya dan
tidak. Jawaban ya akan diberi
skor 1 dan jawaban tidak diberi
skor 0.

Motivasi

suatu dorongan dari dalam Nilai harapan positif dari lansia


diri
keluarga
yang terhadap keluarga
menyebabkan
keluarga
melakukan
kegiatankegiatan
tertentu
guna
meningkatkan
kepatuhan
kontrol pada lansia dengan

Kuesioner Ordinal

Penilaian dilakukan dengan


menampilkan 10 pernyataan
mengenai motivasi.
Penilaian menggunakan skor 13 (sangat tidak setuju-setuju-

54

hipertensi

sangat setuju)
Pernyataan yang bersifat positif,
apabila sangat setuju mendapat
skor 3, sedangkan untuk
pernyataan negatif apabila
sangat setuju mendapatkan skor
1.

Tingkat
Kepatuhan

Tingkat
kemampuan
lansia dalam melaksanakan
cara
pengobatan
dan
perilaku yang disarankan
oleh petugas kesehatan atau
oleh yang lain

a.
b.
c.
d.

Kualitas hidup
Derajat kesehatan
Perilaku dan gaya hidup
Lingkungan: fisik, biologis,
dan sosial budaya

Kuesioner Ordinal

Tingkat
kepatuhan
diukur
melalui kuisioner yang berisi 10
pertanyaan
dimana
setiap
pertanyaan yang dijawab ya di
beri nilai 1 dan nilai 0 untuk
jawaban tidak. Skor kemudian
dijumlahkan dan dikategorikan
menjadi :
1. Skor >2 : kepatuhan rendah
2. Skor 1-2 : kepatuhan sedang
3. Skor 0 : kepatuhan tinggi

4.5 Instrumen penelitian


Instrumen adalah alat ukur atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
pengumpulan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasil yang diperoleh lebih baik
(Arikunto, 2013). Instrumen dalam penelitian ini meliputi:
1) Variabel independen menggunakan kuisioner untu menilai peran dan
motivasi keluarga.
2) Variabel dependen diukur dengan menggunakan kuisioner melalui 10
butir pertanyaan yaitu penilian terhadap tingkat kepatuhan control
hipertensi.
4.6 Lokasi, Waktu dan Pengambilan Data Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RW 4 dan RW 5 Kelurahan Dupak,
Kecamatan Krembangan pada Jumat, 25 November 2016 .
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pengambilan data
Pengambilan data akan dilakukan pada bulan November 2016 setelah
peneliti mendapatkan ijin dari Kelurahan dan Puskesmas Dupak. Proses
pengumpulan data menggunakan lembar kuisioner yang berisikan data umum dan
data khusus. Peneliti mengumpulkan lembar persetujuan dari subjek penelitian
setelah menyebarkan dan memberikan penjelasan terkait penelitian yang
dilakukan. Data umum mencakup identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, lama tinggal, riwayat penyakit. Data khusus mencakup peran dan
motivasi keluarga serta tingkat kepauhan lansia untuk melaksanakan kontrol
hipertensi.
Penelitian dilakukan dengan penilaian mengenai peran dan motivasi
keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami hipertensi yang berisikan 15
butir pertanyaan. Penilaian hanya dilakukan pada satu kali pertemuan. Penilaian
terhadap peran dilakukan dengan menghitung skor atas jawaban ya dan tidak,

55

sedangkan motivasi diukur dengan menghitung skor atas jawaban sangat setujusetuju- sangat tidak setuju. Tingkat kepatuhan control hipertensi dinilai melalui
kuisiner dengan keseimbangan postural pada subjek 10 butir pertanyaan atas
jawaban ya dan tidak. Jawaban tersebut kemudian dikategorikan sebagai berikut :
1. Skor >2
: kepatuhan rendah
2. Skor 1-2 : kepatuhan sedang
3. Skor 0
: kepatuhan tinggi
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti sejumlah 11 orang mahasiswa
akan melakukan pengumpulan data secara serentak pada satu waktu penelitian
yaitu pada tanggal 25 November 2016.
4.8 Kerangka Kerja
Kerangka kerja dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar 4.1.
Melakukan pengumpulan data umum terkait hipertensi pada lansia di
lingkungan kerja Puskesmas Dupak yaitu pada RW 4 dan RW 5
Melakukan pemilihan terhadap responden berdasarkan kriteria inklusi
dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling
Melakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner yang diisi
responden pada satu kali waktu secara bersamaan
Melakukan uji statistik dengan spearman rho untuk mengetahui hubungan
peran dan motivasi keluarga terhadap tingkat kepatuhan kontrol hipertensi
pada lansia
Menyajikan data dan menyampaikan hasil penelitian tentang mengetahui
hubungan peran dan motivasi keluarga terhadap tingkat kepatuhan kontrol
hipertensi pada lansia di lingkungan RW 4 dan RW 5 Kelurahan Dupak
Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan peran dan motivasi keluarga terhadap
Kecamatan Krembangan Surabaya
tingkat kepatuhan kontrol hipertensi pada lansia di lingkungan RW 4
dan RW 5 Kelurahan Dupak Kecamatan Krembangan Surabaya

4.9 Analisis Data


4.9.1 Penilaian peran, motivasi dan tingkat kepatuhan control hipertensi
Setelah data kuesioner terkumpul, diperiksa kembali untuk mengetahui
kelengkapan isi, kemudian ditabulasi berdasarkan sub variabel yang diteliti
dengan pemberian skor sesuai dengan definisi operasional. Untuk mengetahui

56

tingkat kepatuhan kontrol hipertensi pada lansia, dilakukan penilaian berdasarkan


bobot masing-masing item yaitu 0-1 kemudian menjumlahkan seluruh item.
Setelah itu diinterpretasi dengan kategori :
1. Skor >2
: kepatuhan rendah
2. Skor 1-2 : kepatuhan sedang
3. Skor 0
: kepatuhan tinggi
4.9.2 Pengolahan data
1) Editing
Editing meliputi memeriksa kelengkapan pengisian, kesalahan
pengisian dan konsistensi dari setiap pelaksanaan indikator yang
diteliti.
2) Koding
Koding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori yang kemudian
dimasukkan pada database computer.
3) Tabulasi Data
Tabulasi merupakan kegiatan pembuatan tabel-tabel data sesuai dengan
data yang dikumpulkan peneliti (Hidayat, 2009; Notoatmojo, 2010).
4.9.3 Uji statistik
Dalam penelitian ini, Spearman Rho Test digunakan untuk menilai
hubungan antara peran dan motivasi keluarga terhadap tingkat kepatuhan kontrol
hipertensi pada lansia .Uji statistik ini menggunakan 0,05.
4.10 Etika penelitian
4.10.1 Lembar persetujuan (Informed concent)
Lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitian yang harus
ditandatangani atau cap ibu jari jika bersedia menjadi responden setelah peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika responden tidak bersedia diteliti
maka peneliti menghormati dan tidak memaksa responden.
4.10.2 Tanpa nama (Anonimity)

57

Untuk

menjaga

kerahasiaan

responden,

peneliti

sengaja

tidak

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data penelitian dan cukup


memberikan nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.
4.10.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Peneliti menjamin kerahasiaan dan identitas semua data yang dikumpulkan
dari lansia. Peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data
(lembar pertanyaan) tetapi hanya menuliskan atau memberi kode tertentu pada
masing-masing lembaran tersebut. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
hanya diketahui oleh peneliti dan tidak disebarkan kepada pihak lain. Informasi
yang diberikan dipergunakan dengan sebagaimana mestinya sesuai dengan
manfaat dari penelitian ini.

58

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian hasil dari penelitian ini akan diuraikan tentang karakteristik lokasi
pengambilan sampel, karakteristik responden dan variabel yang diukur meliputi
Hubungan Antara Peran Dan Motivasi Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan
kontrol pada lansia dengan hipertensi Di RW 4 Dan 5 Kelurahan Dupak Surabaya.
Bagian pembahasan akan diuraikan tentang hasil uji

Rank Spearman untuk

mengetahui hubungan variabel X peran dan motivasi keluarga dengan variabel Y


tingkat kepatuhan kontrol hipertensi pada lansia. Tingkat kemaknaan 0,05 jika
hasil analisis didapatkan nilai p<0,05 maka H1 diterima artinya ada hubungan
peran dan motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan kontrol hipertensi pada
lansia.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Data Umum
1. Gambaran lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di RW 4 dan RW 5 Kelurahan Dupak Kecamatan
Krembangan Kota Surabaya. Responden penelitian adalah klien yang
menderita hipertensi di wilayah RW 4 dan RW 5 Dupak. Peneliti
mengambil responden di Dupak karena angka kejadian kasus
hipertensi pada lansia di Jawa Timur termasuk pada kategori tinggi.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa angka kejadian Hipertensi
di Jawa Timur mencapai 16,6% dari total penduduk Jawa Timur.
Secara sesifik di wilayah kerja Puskesmas Dupak Surabaya tahun
2016, hipertensi merupakan penyakit tertinggi yang dialami oleh
lansia 31%

lansia yang menderita hipertensi, sebanyak 42,6%-

51,45% di antaranya tidak patuh untuk menjalani pemeriksaan


kesehatan rutin sebagaimana terjadwal di puskesmas.
2. Karakteristik responden

59

1) Jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Laki-laki
4
25
Perempuan
12
75
Total
16
100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 orang (75%) dan
responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang
(25%).
2) Pekerjaan
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
Status pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
Bekerja
5
31
Tidak bekerja
11
69
Total
16
100
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
tidak bekerja yaitu sebanyak 11 orang (69%) dan yang bekerja
sebanyak 5 orang (31%).
5.1.2
Data Khusus
1. Peran keluarga
Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan peran keluarga
Peran Keluarga
Baik
Cukup
Kurang
Total

Jumlah
9
7
0
16

Persentase (%)
56,25
43,75
0
100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar peran keluarga


responden dalam kategori baik yaitu sebanyak 9 orang (56,25%),
kategori cukup sebanyak 7 orang (43,75%) dan tidak ada (0%) dalam
kategori kurang.
2. Motivasi keluarga
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan motivasi keluarga
Motivasi Keluarga
Baik

Jumlah
8

60

Persentase (%)
57,14

Cukup
Kurang
Total

4
2
16

28,57
14,29
100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi keluarga


responden dalam kategori baik yaitu sebanyak 8 orang (57,14%) 4
orang (28,57%) dalam kategori cukup dan 2 orang (14,29%) dalam
kategori kurang,
3. Waktu kontrol ke pelayanan
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan waktu kontrol ke
pelayanan
Waktu kontrol
Saat pusing saja
Rutin
Tidak pernah
Total

Jumlah
8
4
2
16

Persentase (%)
57,14
28,57
14,29
100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi keluarga


responden dalam kategori baik yaitu sebanyak 8 orang (57,14%) 4
orang (28,57%) dalam kategori cukup dan 2 orang (14,29%) dalam
kategori kurang.
4. Hubungan peran dan motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan
kontrol hipertensi pada lansia.
Tabel 5.7 Hubungan peran dan motivasi keluarga dengan tingkat
kepatuhan kontrol hipertensi pada lansia

Baik
Cukup
Peran
Rendah
Total
Baik
Moti Cukup
vasi
Rendah
Total
Rank Spearman
peran dan
kepatuhan

Baik

%
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Kepatuhan Kontrol
Cukup
Rendah

%
0
0
0
0
1
6,25
6
37,50
0
0
9
56,25
1
6,25
15
93,75
0
0
2
12,50
0
0
5
31,25
1
6,25
8
50,00
1
6,25
15
93,75
p = 0,986 ; r = 0,005

61

Total

0
7
9
16
2
5
9
16

%
0
43,75
56,25
100
12,50
31,25
56,25
100

kontrol
Rank Spearman
motivasi dan
kepatuhan
kontrol

p = 0,526; r = -0,171

Keterangan:

: Jumlah
: Ukuran probabilitas kekuatan

r : Koefisien kolerasi
Berdasarkan tabel 5.7 menunjukan bahwa responden yang mempunyai
kepatuhan kontrol dalam kategori cukup mempunyai peran keluarga
yang cukup yaitu 1 orang (6,25%), responden dengan kategori
kepatuhan kontrol rendah mempunyai peran keluarga yang cukup yaitu
6 orang (37,50%), responden dengan kepatuhan kontrol rendah dengan
peran keluarga yang rendah yaitu 9 orang (56,25%). Selain itu
berdasarkan pada motivasi keluarga, responden tingkat kepatuhan
kontrol cukup dengan motivasi keluarga rendah yaitu 1 orang (6,25%),
responden dengan tingkat kepatuhan kontrol rendah dengan tingkat
motivasi keluarga baik yaitu 2 orang (12,50%), responden dengan
tingkat kepatuhan kontrol rendah dengan motivasi cukup yaitu 5 orang
(31,25%), serta responden dengan tingkat kepatuhan kontrol rendah
dengan motivasi keluarga rendah yaitu 9 orang (50,00%). Setelah
dilakukan uji Spearman Rank di dapatkan nilai p = 0,986 ; r = 0,005
pada peran dan kepatuhan kontrol yang artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara peran dan kepatuhan kontrol pada lansia dengan
hipertensi. Sedangkan hasil uji Spearman Rank pada motivasi keluarga
dengan kepatuhan kontrol di peroleh p = 0,526; r = -0,171 yang artinya
tidak ada hubungan yang signifikan anatar motivasi keluarga dengan
tingkat kepatuhan kontrol lansia dengan hipertensi.
5.2 Pembahasan
62

Berdasarkan hasil penelitian di RW 4 dan 5 Kelurahan Dupak


Surabaya didapatkan bahwa sebagian besar lansia dengan hipertensi
mempunyai peran keluarga yang rendah. Keluarga merupakan orang yang
berperan terhadap status kesehatan individu-individu dalam rumah tangga.
Menurut Setyowati (2008) menyatakan bahwa keluarga juga berperan atau
berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan keparawatan, yaitu untuk
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan
mempengaruhi

status

kesehatan

keluarga.

Kesanggupan

keluarga

melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dan tugas kesehatan


keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan. Sehingga
dengan peran keluarga yang rendah dapat dikatakan keluarga kurang mampu
untuk melaksanakan praktek asuhan keperawatan dalam keluarganya.
Rendahnya peran keluarga dapat dikarenakan lansia hidup sendiri tanpa
keluarga, lansia hidup dengan keluarga dengan keluarga yang kurang
perhatian dengan lansia tersebut, dan lansia yang hidup dengan pasangan
sama-sama lansia yang sama-sama pelupa.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar
lansia dengan hipertensi mempunyai motivasi keluarga yang rendah.
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan
kontribusi pada tingkat komitmen seseorang, hal tersebut termasuk faktorfaktor yang menyebabkan seseorang menyalurkan dan mempertahankan
tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2013). Motivasi
yang rendah dapat mengakibatkan lansia tidak mampu menyalurkan dan

63

mempertahankan

tingkah

lakunya

dalam

mempertahankan

status

kesehatannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh sebagian besar tingkat
kepatuhan kontrol dan berobat pada lansia dengan hipertensi adalah rendah.
Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Penderita yang patuh
berobat adalah yang menyelesaikan pengobatanya secara teratur dan lengkap
tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan (Smet. 1974 &
Notoadmojo 2005 dalam Prayogo, 2013).
Ketidakpatuhan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang
kurang.

Dengan

demikian,

pasien

kehilangan

manfaat

terapi

dan

kemungkinan mengakibatkan kondisi secara bertahap memburuk. Beberapa


lansia jarang melakukan kontrol, mereka memilih untuk membeli obat sendiri
di apotik dengan membawa sisa bungkus obat yang mereka konsumsi, dengan
alasan mereka malas untuk mengantri di puskesmas.
Berdasarkan data yang diperoleh sebagian responden dengan tingkat
kepatuhan rendah mempunyai peran yang rendah. Meskipun dalam uji
Speaman Rank tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel
tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Agnes Stella (2015) yang menyatakan dalam penelitiannya terdapat hubungan
yang signifikan antara peran keluarga dengan kepatuahn berobat pasien
hipertensi di desa bati kecamatan likupang selatan kabupaten minahasa utara.
Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden dengan
tingkat kepatuhan kontrol rendah mempunyai motivasi keluarga yang rendah.
Meskipun dalam pengujian ` Speaman Rank tidak ada hubungan yang
signifikan antara kedua variabel tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan

64

penelitian yang dilakukan oleh Melya Andriani (2014) yang menyatakan


bahwa terdapat hubungan antara motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan
berobat.
Secara teori perilaku kepatuhan atau ketidakpatuhan dalam bidang
kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, pengetahuan, sikap, anjuran, biaya berobat, jarak pelayanan dan
sikap petugas (Green, 1980; Notoatmodjo, Wuryaningsih, 2000 dalam Hudan
2013). Kemudian menurut Niven (2002) dalam Prayogo (2013) menyatakan
bahwa ada 4 faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan yaitu:
5. Pemahaman tentang instruksi,
6. Kualitas interaksi; antara professional kesehatan dan pasien;
7. Isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan,
8. Sikap dan kepribadian.
Sedangkan menurut Qorry Putri (2015) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pengobatan
pada penderita hipertensi antara lain status pekerjaan, jarak rumah terhadapa
pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan tenang tatalaksana hipertensi,
motivasi diri sendiri untuk berobat, serta dukungan keluarga dalam
pengobatan hipertensi.Sehingga peneliti perlu untuk melakukan pengujian
satu-persatu faktor perancu terhadap tingkat kepatuhan lansia hipertensi.

65

BAB 6
KESIMPULAN
6.1
1.

Simpulan
Hubungan antara peran dengan tingkat kepatuhan pada lansia untuk
kontrol adalah tidak ada hubungan yang signifikan. Dilakukan uji
Spearman Rank di dapatkan nilai p = 0,986 ; r = 0,005 pada peran dan
kepatuhan kontrol yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
peran dan kepatuhan kontrol pada lansia dengan hipertensi.
Hubungan antara motivasi dengan tingkat kepatuhan pada lansia untuk

2.

kontrol adalah tidak ada hubungan yang signifikan. Dilakukan uji


Spearman Rank pada motivasi keluarga dengan kepatuhan kontrol di
peroleh p = 0,526; r = -0,171 yang artinya tidak ada hubungan yang
signifikan anatar motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan kontrol
lansia dengan hipertensi
Secara teori perilaku kepatuhan atau ketidakpatuhan dalam bidang

3.

kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: pendidikan, pekerjaan,


pendapatan, pengetahuan, sikap, anjuran, biaya berobat, jarak pelayanan
6.2
6.2.1

dan sikap petugas.


Saran
Bagi Perawat
Perawat hendaknya memberi edukasi dan motivasi kepada keluarga

dengan hipertensi untuk meningkatkan tingkat kepatuhan kontrol keluarganya.


Edukasi dan motivasi yang dimaksudkan adalah dengan menekankan fungsi
keluarga dan motivasi keluarga serta pemahaman keluarga mengenai
hipertensi. Diharapkan dengan keluarga yang mengetahui dan menerapkan

66

tentang fungsi keluarga dan motivasi keluarga dapat meningkatkan tingkat


kepatuhan kontrol klien dengan hipertensi.
6.2.2 Bagi Masyarakat
Dengan diketahuinya tidak ada hubungan yang signifikan antara peran
dan motivasi keluarga dengan tingkat kepatuhan pada lansia untuk kontrol,
diharapkan keluarga juga mengetahui faktor lain yang mempengaruhi
kepatuhan kontrol yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan,
sikap, anjuran, biaya berobat, jarak pelayanan dan sikap petugas.

67

DAFTAR PUSTAKA
Achjar, Komang Ayu Henny. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan
Keluarga Cetakan I. Jakarta : Sagung Seto.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Diehl, M., Berg, K.M. (2007) Personality and involvement in leisure activities
during the Third Age:Findings from the Ohio Longitudinal Study. In: Laura
E. Berk. Development Through The Lifespan, Dari Masa Dewasa Awal
Sampai Menjelang Ajal, diterjemahkan oleh Daryatno, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Pp. 286
Efendi, F. &. (2009). Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Gray, HH, dkk. (2005). Lecture Notes : Kardiologi. (4th . ed). Jakarta: Erlangga.
Huraerah, Abu. (2007). Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta :Penerbit Nuansa
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia - 2014. Jakarta
Malasari, Nur. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Dengan
Pencegahan Kekambuhan Hipertensi di Puskesmas Kelurahan Grogol
Kecematan

Limo

Kodya

Depok

(online).

Diunduh

dari:

http://www.library.upnvj.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2707;.
(diakses 17 November 2016).
Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Mubarak, Wahit Iqbal, Chayatin, Nurul, Santoso, Bambang Adi. (2009). Ilmu
Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Notoatmodjo, P. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
68

Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta


Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi-3. Jakarta: EGC
Puspita, Exa (2016) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Penderita Hipertensi Dalam Menjalani Pengobatan (Studi Kasus Di
Puskesmas Gunungpati Kota Semarang). Skripsi. UNNES
Poerwati, R. (2008). Hubungan Stres Kerja terhadap Hipertensi pada Pegawai
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2008. Medan: Tesis Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Santoso, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Setiadi. (2008). Konsep & Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha ilmu
Siswanto, (2006). Kesehatan Mental: konsep, cakupan dan perkembangan. Jakarta
: ANDY Yogyakarta
Shochib, Moh. (1998). Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: PT Rineka Cipta
Smeltzer, Suzanne C. (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunnert&Suddart, Edisi 8, Vol 2, Jakarta: EGC.
Soeharto, Iman. (2004), Jantung Koroner dan Serangan Jantung, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suprajitno. (2004), Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam praktik,
Jakarta : EGC Arita, Setyowati, 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Wijaya. (2009). Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien
Rawat Jalan di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Raden Said Sukanto
Jakarta

69

Lampiran
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN ANTARA PERAN DAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN
TINGKAT KEPATUHAN PADA LANSIA UNTUK KONTROL
HIPERTENSI DI RW 4 DAN 5 KELURAHAN DUPAK SURABAYA

Tanggal Penelitian

Nomor Responden

I. Data Demografi
Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek () pada kotak jawaban yang anda
pilih.
1. Nama
: ...................................................
2. Jenis Kelamin :
Perempuan :
Laki-laki :
3. Pekerjaan
:
Bekerja :
Buruh
4. Usia

PNS

Tidak Bekerja :
Wiraswasta

Petani

: ...... Tahun

II. Waktu Kontrol ke Pelayanan Kesehatan


Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek () pada kotak jawaban yang anda
pilih.
Waktu Pengobatan:
1. Saat pusing saja
:
2. Rutin seumur hidup :

70

III. Peran Keluarga

No
1

Dilakukan
Ya
Tidak

Pertanyaan
Apakah anggota keluarga mengetahui
penyakit yang anda alami?
Apakah anggota keluarga pernah mengantar
atau mengajak berobat ke pelayanan
kesehatan terdekat bila ada anggota keluarga
yang sakit?
Apakah keluarga anda selalu merawat anda
bila sedang sakit?

Apakah keluarga selalu memperhatikan


kebersihan rumah?
Apakah keluarga rutin mengantar anda
5
berobat atau kontrol ke pelayanan kesehatan
terdekat?
Sumber: (Friedman, 1981)
4

IV. Motivasi Keluarga

Dilakukan
Ya
Tidak

No

Pernyataan

Apakah keluarga anda menyarankan anda


untuk melakukan pengobatan hipertensi?

71

Apakah keluarga anda mengingatkan anda


untuk minum obat?

Apakah keluarga menegur anda, bila anda


tidak atau lupa dalam minum obat?

Apakah keluarga anda membantu segala


pembiayaan pengobatan anda?

Apakah keluarga anda selalu mengantarkan


anda untuk melakukan pengobatan hipertensi?
Sumber : (Puspita, 2016)
5

V. Kepatuhan Berobat
Petunjuk: pilih jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (X)
pada kolom yang ada
Pertanyaan
1. Apakah anda pernah lupa minum obat?
2. Orang terkadang lupa minum obat
dengan alasan lain selain lupa. Selama
2 minggu ini, adakah hari dimana anda
tidak meminum obat?
3. Apakah anda pernah berhenti minum
obattanpa memberitahu petugas atau
dokter karena anda merasa semakin
buruk ketika anda meminum obat itu?
4. Ketika anda sedang dalam perjalanan
atau meninggalkan rumah, apakah
anda terkadang lupa membawa obat?
5. Apakah anda meminum obat sesuai
yang diresepkan kemarin?
6. Ketika anda merasa sudah baik/sehat,
apakah anda terkadang berhenti
meminum obat anda?
7. Meminum obat setiap hari membuat
72

Ya

Tidak

ketidaknyamanan bagi sebagian orang.


Apakah anda pernah merasa terganggu
dengan rencana pengobatan yang
lama?
8. Seberapa sering anda merasa sulit
mengingat untuk meminum semua
obat anda?
___a. Tidak pernah/sangat jarang
___b. Sesekali
___c. Terkadang
___d. Biasanya
___e. Setiap waktu

73

LEMBAR KUISIONER
HUBUNGAN ANTARA PERAN DAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN
TINGKAT KEPATUHAN PADA LANSIA UNTUK KONTROL
HIPERTENSI DI RW 4 DAN 5 KELURAHAN DUPAK SURABAYA

Tanggal Penelitian

Nomor Responden

VI.
Data Demografi
Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek () pada kotak jawaban yang anda
pilih.
5. Nama
: ...................................................
6. Jenis Kelamin :
Perempuan :
Laki-laki :
7. Pekerjaan
:
Bekerja :
Buruh
8. Usia

PNS

Tidak Bekerja :
Wiraswasta

Petani

: ...... Tahun

VII.Waktu Kontrol ke Pelayanan Kesehatan


Petunjuk pengisian : Berilah tanda cek () pada kotak jawaban yang anda
pilih.
Waktu Pengobatan:
3. Saat pusing saja
:
4. Rutin seumur hidup :

VIII. Peran Keluarga


74

No
1

Dilakukan
Ya
Tidak

Pertanyaan
Apakah anggota keluarga mengetahui
penyakit yang anda alami?
Apakah anggota keluarga pernah mengantar
atau mengajak berobat ke pelayanan
kesehatan terdekat bila ada anggota keluarga
yang sakit?
Apakah keluarga anda selalu merawat anda
bila sedang sakit?

Apakah keluarga selalu memperhatikan


kebersihan rumah?
Apakah keluarga rutin mengantar anda
5
berobat atau kontrol ke pelayanan kesehatan
terdekat?
Sumber: (Friedman, 1981)
4

IX. Motivasi Keluarga


Dilakukan
Ya
Tidak

No

Pernyataan

Apakah keluarga anda menyarankan anda


untuk melakukan pengobatan hipertensi?

Apakah keluarga anda mengingatkan anda


untuk minum obat?

Apakah keluarga menegur anda, bila anda


tidak atau lupa dalam minum obat?

Apakah keluarga anda membantu segala


pembiayaan pengobatan anda?

Apakah keluarga anda selalu mengantarkan


anda untuk melakukan pengobatan hipertensi?
Sumber : (Puspita, 2016)
5

75

X. Kepatuhan Berobat
Petunjuk: pilih jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (X)
pada kolom yang ada
Pertanyaan
9. Apakah anda rutin dalam minum obat
hipertensi?
10.Orang terkadang lupa minum obat dengan
alasan lain selain lupa. Selama 2 minggu
ini, apakah anda selalu meminum obat
hipertensi?
11. Apakah anda segera melakukan kontrol
ke pelayanan kesehatan ketika anda
merasa kondisi anda semakin memburuk
ketika anda meminum obat itu?
12.Ketika anda sedang dalam perjalanan atau
meninggalkan rumah, apakah anda selalu
membawa obat hipertensi?
13.Apakah anda meminum obat sesuai yang
diresepkan kemarin?
14.Ketika anda merasa sudah baik/sehat,
apakah anda tetap meminum obat
hipertensi?
15.Meminum obat setiap hari membuat
ketidaknyamanan bagi sebagian orang.
Apakah dalam keadaan tersebut anda
tetap meminum obat hipertensi?
16.Seberapa sering anda merasa sulit
mengingat untuk meminum semua obat
anda?
___a. Tidak pernah/sangat jarang
___b. Sesekali
___c. Terkadang
___d. Biasanya
___e. Setiap waktu

76

Ya

Tidak

Nonparametric Correlations
Correlations
Peran
Correlation Coefficient
Peran

-,163

,005

,547

,986

16

16

16

-,163

1,000

-,171

,547

,526

16

16

16

Correlation Coefficient

,005

-,171

1,000

Sig. (2-tailed)

,986

,526

16

16

16

Sig. (2-tailed)

Correlation Coefficient
Motivasi

Sig. (2-tailed)
N

Kepatuhan

Kepatuhan

1,000

Spearman's rho

Motivasi

77

78

Frequencies
Statistics

Peran Keluarga
N

Valid

Motivasi

Kepatuhan

Keluarga

Berobat

16

16

16

Mean

1.50

1.57

2.79

Median

1.50

1.00

3.00

Std. Deviation

.519

.756

.579

Missing

Peran Keluarga
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Baik

56.2

56.2

100.0

Cukup

43.8

43.8

100.0

16

100.0

100.0

Total

Motivasi Keluarga
Cumulative
Frequency
Valid

Baik

Percent

Valid Percent

Percent

10

62.5

62.5

62.5

Cukup

25.0

25.0

85.7

Kurang

12.5

12.5

100.0

16

100.0

100.0

Total

Kepatuhan Berobat
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Baik

12.5

12.5

12.5

Sedang

12.5

12.5

12.5

Rendah

12

75

75

100.0

Total

16

100.0

100.0

Anda mungkin juga menyukai