Anda di halaman 1dari 79

PROPOSAL KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN)

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN


INTERVENSI CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT
THERAPY (CIMT) DAN ROM CYLINDRICAL GRIP
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN
STROKE DIRUANG ICU RUMAH SAKIT
PUPUK KALTIM BONTANG

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN SAMARINDA
2022

i
i

PROPOSAL KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN)

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN


INTERVENSI CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT
THERAPY (CIMT) DAN ROM CYLINDRICAL GRIP
TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN
STROKE DIRUANG ICU RUMAH SAKIT
PUPUK KALTIM BONTANG

Disusun dan Diajukan Oleh :


KELOMPOK 2

Andi Akhmal Kurniawan P07220421003

Ayu Kartika P07220421008

Diana Aulia P07220421012

Muhammad Oktariq P07220421025

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN SAMARINDA
2022

i
PERNYATAAN KEASLIAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Mahasiswa NIM


1. Andi Akhmal Kurniawan P07220421003
2. Ayu Kartika P07220421008
3. Diana Aulia P07220421012
4. Muhammad Oktariq P07220421025

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Proposal KIAN yang kami tulis ini
benar merupakan hasil karya kami sendiri dan sepanjang pengetahuan kami di dalam naskah
Proposal KIAN ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari ternyata di dalam naskah Proposal KIAN ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur plagiat, kami bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Bontang, 14 Juni 2022

Yang membuat pernyataan,

Kelompok IV

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN)

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI


CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY (CIMT) DAN ROM
CYLINDRICAL GRIPTERHADAP KEKUATAN OTOT
PADA PASIEN STROKE DI RUANG ICU RUMAH
SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG
Disusun dan Diajukan Oleh :
Nama Mahasiswa NIM
Andi Akhmal Kurniawan P07220421003
Ayu Kartika P07220421008
Diana Aulia P07220421012
Muhammad Oktariq P07220421025

Telah di periksa dan di setujui untuk diseminarkan


Bontang, 11 Juni 2022
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Andi Lis AG, M. Kep Ns. Satriani Halking, S.Kep


NIDN : P07220421025 NIDN : P07220421008

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Andi Parellangi., S. Kep., M. Kep., M.H.


NIP. 197512152002121004

iii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN)
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI
CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY (CIMT) DAN ROM
CYLINDRICAL GRIPTERHADAP KEKUATAN OTOT
PADA PASIEN STROKE DI RUANG ICU RUMAH
SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG
Disusun dan Diajukan Oleh :
Nama Mahasiswa NIM
Andi Akhmal Kurniawan P07220421003
Ayu Kartika P07220421008
Diana Aulia P07220421012
Muhammad Oktariq P07220421025

Telah di periksa dan di setujui untuk diseminarkan


Bontang, 11 Juni 2022
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Andi Lis AG, M. Kep Ns. Satriani Halking, S.Kep


NIDN : P07220421025 NIDN : P07220421008

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kalti

Ns. Andi Parellangi., S. Kep., M. Kep., M.H.


NIP. 197512152002121004

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan Proposal Karya Ilmiah Akhir Ners “Analisis Praktik

Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Dengan Constraint Induced

Movement Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip Terhadap

Kekuatan Otot Di Ruang ICU RS PKT Bontang” Dalam melaksanakan

Proposal Karya Ilmiah Akhir ini, penulis banyak mengalami hambatan

dan kesulitan, namun semua itu menjadi ringan berkat dukungan,

bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. H. Supriadi B, S. Kp., M. Kep selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Kaltim

2. Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M. Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

3. Ns. Andi Parellangi, M. Kep., MH. Kes selaku Ketua

Program Studi ProfesiNers

4. dr. Dina Lailani Selaku Direktur Rumah Sakit Pupuk

Kaltim Bontang yang telah memberikan izin penerapan

intervensi di rumah sakit pupuk kaltim bontang.

5. Joko Sapto Pramono, S.Kp., MPHM selaku Penguji Utama

6. Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep selaku Pembimbing I

7. Ns. Satrinani Halking, S.Kep selaku Pembimbing II

8. Keluarga yang selalu memberikan dukungan dalam

v
menyusun tugas Karya Ilmiah Akhir Ners

9. Perawat dan TIM ICU Pupuk Kaltim Bontang

10. Teman-teman Profesi Ners yang sering memberikan masukan.

11. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu

persatu. Terima kasih banyak, semoga segala bantuan yang

telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala

dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners ini

jauh dari kesempurnaan, karena itu dengan hal terbuka penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan dan kesempurnaan Karya IlmiahAkhir Ners ini. Akhir

kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Karya

Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan.

Bontang, 14 Juni 2022


Tim Penulisan

Kelompok IV

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ ix
DAFTAR BAGAN ...................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian ......................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka.............................................................................................. 19
B. Kerangka Teori ............................................................................................. 41
C. Kerangka Konsep ......................................................................................... 42
D. Hipotesis ....................................................................................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pengkajian .................................................................................................... 43
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 48
C. Intervensi Keperawatan ................................................................................ 52
D. Implementasi ................................................................................................ 55
E. Evaluasi......................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 7
Tabel 2.1 Skala Manual Muscle Setting (MMT) 40
Tabel 3.1 Intervensi Keperawatan 51

viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar Mekanisme Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) 30
2.1
Gambar Mekanisme ROM Cylindrical Grip 32
2.2

ix
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori 41
Bagan 2.2 Kerangka Konsep 42
Bagan 3.1 Alur Pengambilan Sampel 54

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Lampiran 1 Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 3 SOP Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)
Lampiran 4 SOP ROM Cylindrical Grip

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive care adalah salah satu layanan keperawatan untuk pasien dengan
penyakit akut atau kronis dalam situasi darurat, kritis yang memerlukan monitoring
fungsi vital, lebih khusus terapi intensif dan tindakan segera yang tidak dapat
diberikan di ruang perawatan umum. Pasien kiritis yang ada di intensive care unit
(ICU) umumnya mengalami bed rest dan memerlukan alat bantu nafas yakni
ventilator mekanik. Pasien dengan ventilasi mekanik memerlukan perhatian khusus
mengingat banyaknya penggunaan ventilasi mekanik di ICU seluruh dunia dan resiko
terjadinya Intensive Care Unit Acquired Weakness (ICU-AW). ICU-AW
menggambarkan pengecilan otot yang berhubungan dengan mortalitas tinggi, kondisi
pasien yang buruk, serta keterlambatan proses penyapihan (Schaller et al., 2016).
ICU-AW berpotensi diperburuk oleh periode bed rest yang lama karena sedasi
dan imobilisasi. Saat ini, intervensi mobilisasi dini yang disampaikan dalam
pengaturan ICU yang bisa diterima sebagai intervensi terapeutik yang berpotensi
dapat mencegah gangguan fungsional dan ICU-AW (L. Zhang et al., 2019). Namun,
kapan waktu dimulainya mobilisasi dini masih menjadi perdebatan.(Ananta
Tanujiarso & Fitri Ayu Lestari, 2020).
Menurut WHO tahun 2018, sekitar 7,75 juta orang meninggal karena stroke di
dunia. Center For Disease Control tahun 2020 melaporkan satu orang meninggal
setiap empat menit karena stroke di Amerika Serikat. Hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan dari World Health Organization (2017), yang menyatakan 17,7 juta orang
meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2015, nilai ini menggambarkan
hampir 31% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular,
yang mana penyakit stroke iskemik masuk dalam kelompok penyakit kardiovaskular,
sementara itu menurut Junaidi (2011) kejadian stroke iskemik lebih tinggi
dibandingkan dengan stroke haemorrhage, yaitu di negara maju seperti Amerika
insiden stroke haemorrhage antara 15%-30%, sedangkan stroke iskemik antara 70% -
85%. Selanjutnya untuk Negara berkembang seperti Asia, kejadian stroke
haemorrhage sekitar 30% dan stroke iskemik 70%. haemorrhage sekitar 30% dan
stroke iskemik 70%. Di Indonesia jumlah penderita stroke pada tahun 2013 yang

1
2

dilihat dari diagnosis tenaga kesehatan diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7%),
sedangkan penderita penyakit stroke yang dilihat dari diagnosis tenaga
kesehatan/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (21,1%) (Hisni et al., 2022).
Data Riskesdas 2018 menunjukan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
Indonesia terdapat di Propinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan terendah di Provinsi
Papua (4,1%). Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring bertambahnya umur
dengan kasus tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (50,2%) dan terendah
pada kelompok umur 15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin, pravelensi
stroke pada laki-laki (11%) hampir sama dengan perempuan (10,95) Kemenkes,
(2019) dalam (Hisni et al., 2022).
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari ruang ICU di Rumah Sakit Pupuk
Kaltim Bontang mulai bulan Januari 2022 – Mei 2022 total pasien terdiagnosis Stroke
terdapat 9 pasien diantaranya 6 pasien Stroke Non Haemoragik dan 3 pasien Stroke
Haemoragik.
Cerebro Vaskuler Accident (CVA) atau disebut juga dengan istilah
stroke. Stroke merupakan suatu keadaan ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
secara tiba-tiba terganggu karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat
gangguan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak(Daulay, Hidayah, and Santoso 2021). Stroke termasuk ke dalam salah satu
penyakit yang meninggalkan dampak berupa kecacatan. Memperkirakan sepertiga
dari jumlah penderita stroke di dunia mengalami kecacatan yang permanen(Haryati et
al., 2021).
Gejala stroke biasanya muncul secara tiba-tiba dengan adanya kehilangan
kekuatan pada salah satu sisi tubuh, perubahan kesadaran , bicara tidak jelas (pelo),
gangguan pada penglihatan, sulit berjalan, sakit kepala, dan hilangnya keseimbangan
(Sholihany Fithriyah et al. 2021). Penderita stroke akan mengalami kehilangan fungsi
motorik dan sensorik yang mengakibatkan hemiparesis, hemiplegia, serta ataksia.
Akibat adanya gangguan motorik pada otak, maka otot akan di istirahatkan sehingga
menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot menyebabkan kekakuan otot, sehingga otot yang
kaku tersebut dapat mengalami keterbatasan gerak pada pasien stroke, Kusuma and
Sara (2020) dalam (Haryati et al., 2021).
Pasien stroke akan mengalami keterbatasan mobilisasi yaitu ketidakmampuan
untuk melakukan rentang gerak dengan sendirinya. Keterbatasan ini dapat di
identifikasi pada klien yang salah satu ekstremitasnya memiliki keterbatasan gerak
3

atau bahkan mengalami imobilisasi seluruhnya. Latihan rentang gerak terdapat dua
bagian yaitu rentang gerak aktif (klien mampu menggerakkan seluruh sendinya
dengan rentang gerak tanpa diberi bantuan), sedangkan rentang gerak pasif (klien
tidak mampu menggerakkan seluruh anggota sendi secara mandiri sehingga perawat
membantu pergerakkannya) (Daulay, Hidayah, and Santoso 2021). Pemberian
terapi secara terpadu dan sedini mungkin maka kemungkinan besar pengembalian
fungsi akibat imobilisasi bisa dicegah dan kecacatan juga dapat dihindari sehingga
tidak bergantung lagi pada orang lain (Maulina Putri Harahap 2019). Salah satu
rehabilitasi tersebut yaitu terapi CIMT dan ROM (Haryati et al., 2021)
Pasien yang menderita penyakit stroke mengalami kelemahan pada otot
anggota gerak tubuh, terutama pada bagian ekstremitas atas pasien yang lama
kelamaan akan mengalami atrofi otot akibat penurunan aktivitas pada ekstremitas
yang dapat menimbulkan kekakuan pada otot. Kelemahan atau hemiparese merupakan
masalah yang dialami oleh pasien stroke yang dapat menyebabkan pasien mengalami
ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari(Solon et al., 2022).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut
diantaranya adalah memberikan penanganan melalui obat-obatan khususnya pada fase
akut (golden time), melakukan fisioterapi setelah kondisi hemodinamik pasien mulai
stabil untuk meningkatkan kekuatan otot pasien stroke serta berbagai macam latihan
dan teknik lain yang terus dikembangkan melalui berbagai bidang keilmuan dalam
mengatasi gangguan fisik serta fungsional termasuk fungsi ekstremitas atas yang
mengalami kelemahan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah Constraint
Induced Movement Therapy(CIMT) dan Range Of Motion (ROM) Cylindrical Grip
(Solon et al., 2022).
Terapi CIMT yang diberikan pada pasien stroke merupakan salah satu teknik
non-farmakologi yang bertujuan untuk pemulihan kekuatan otot. CIMT adalah terapi
yang tujuannya untuk memperbaiki fungsi saraf dengan cara memotivasi pasien agar
pada bagian tubuh yang lemah digerakkan. Dengan melakukan latihan CIMT secara
teratur, dengan konsentrasi baik, durasi yang lama dan banyaknya latihan merupakan
salah satu faktor dalam mendapatkan perubahan fungsi motorik. Salah satu manfaat
dari CIMT yaitu membangkitkan neuroplastisitas pada pasien stroke yang mengalami
kelemahan pada anggota tubuh, serta meningkatkan jumlah neuron yang berada dalam
tubuh untuk pergerakan ekstremitas yang mengalami kelemahan pada pasien stroke
(Solon et al., 2022).
4

Latihan yang dapat dilakukan adalah Range Of Motion atau biasa dikenal
dengan latihan Rentang Gerak, Bentuk dari latihan Range Of Motion tersebut yaitu
latihan fungsional tangan (Power Grip), Power Grip terdiri dari Cylindrical Grip,
Cylindrical Grip merupakan latihan fungsional tangan dengan cara menggenggam
sebuah benda berbentuk silindris. Dalam Cylindrical Grip jari-jari dilipat dengan ibu
jari yang ditekuk diatas telunjuk dari jari tengan. Hal ini melibatkan fungsi, terutama
fungsi dari fleksor digitorium profundus. Sublimis fleksor digitorium dan otot
interoseus membantu ketika kekuatan yang diperlukan lebih besar(Pangaribuan et al.,
2021).
Menurut asumsi kelompok berdasarkan hasil esktrasi jurnal jika kedua terapi
Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip tersebut
digabungkan akan berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Slon dkk (2022) didapatkan hasil penelitian diketahui
rerata kekuatan otot sebelum intervensi adalah 2,53 dan setelah intervensi adalah 3,53,
dengan nilai p = 0,000, dimana bahwa Constraint Induced Movement Therapy efektif
untuk meningkatkan kemampuan motorik ekstremitas atas pada pasien stroke
sedangkan menurut penelitian Mardiana dkk (2021), hasil penelitian didapatkan
kelompok intervensi diperoleh nilai ρ value adalah 0,000 (p<0,05) dan kelompok
kontrol diperoleh nilai ρ value adalah 0,045 (p<0,05). Hasil tersebut dapat diketahui
bahwa ρ value kelompok intervensi lebih kecil dibandingkan ρ value kelompok
kontrol sehingga pemberian ROM cylindrical grip lebih efektif meningkatkan
kekuatan otot tangan pada pasien stroke Non Hemoragik dibandingkan menggunakan
abduksi-adduksi
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengaplikasikan hasil riset mengenai terapi Constraint Induced Movement Therapy
(CIMT) dan ROM Cylindrical Grip yang dituangkan dalam penulisan Karya Ilmiah
Akhir Ners Yang berjudul Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Stroke
dengan Pemberian Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM
Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di Ruang ICU RS PKT.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran analisa pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan intervensi inovasi pada Pasien Stroke dengan Pemberian Constraint Induced
5

Movement Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di
Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) bertujuan menganalisis kasus


kelolaan pada Pasien Stroke dengan Pemberian Constraint Induced Movement
Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di Ruang
Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a) Menganalisis karakteristik responden (umur dan jenis kelamin) pada pasien
stroke yang di rawat di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.
b) Menganalisis pengaruh Pemberian Constraint Induced Movement Therapy
(CIMT) pada pasien stroke terhadap kekuatan otot di Ruang Intensive Care
Unit (ICU) RS PKT Bontang.
c) Menganalisis pengaruh pemberian ROM Cylindrical Grip pada pasien stroke
terhadap kekuatan otot di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.

D. Manfaat Penelitian
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
dua aspek yaitu :
1. Manfaat Aplikatif
a) Bagi Pasien
Dapat membantu meningkatkan kekuatan otot pasien sehingga pasien maupun
keluarga dapat mengaplikasikan secara mandiri baik selama dirawat dirumah
sakit ataupun ketika berada dirumah.
b) Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
terutama dalam memberikan informasi mengenai pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan menggunakan proses keperawatan yang
meliputi: pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
6

2. Manfaat Keilmuan
a) Bagi Peneliti
Sebagai saran untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
selama mengikuti masa perkuliahan dan sebagai tambahan pengalaman untuk
meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien yang
dirawat di ruang ICU.
b) Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evalusi yang diperlukan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan secara komprehensif khususnya pada Pasien Stroke
dengan Pemberian Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM
Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di Ruang Intensive Care Unit (ICU)
RS PKT Bontang.
c) Bagi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan sebagai
bahan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan khususnya
dibidang ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap
pasien yang di rawat di ruang ICU.
7

E. Keaslian Penelitian
NO Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan

1 Mery Solon, Efektivitas Jenis penelitian studi kuantitatif, dengan Hasil penelitian diketahui Lokasi penelitian
Yunita Gabriela Constraint Induced metode penelitian pre eksperimental rerata kekuatan otot sebelum dan waktu, Jumlah
Madu, Sri Arianti Movement Therapy dengan rancangan one group pre test- intervensi adalah 2,53 dan responden, durasi
Nussy, Theresia untuk Meningkatkan post test. Sampel diambil dengan setelah intervensi adalah 3,53, pada intervensi
Paruntung Kemampuan purposive sampling. dengan nilai p = 0,000. yang diberikan.
Motorik Ekstremitas Disimpulkan bahwa
2022 Populasi dalam penelitian ini adalah 15
Atas Pasien Stroke Constraint Induced
pasien stroke yang menjalani perawatan
Movement Therapy efektif
rawat inap. Teknik pengumpulan data
untuk meningkatkan
dimulai dari peneliti melakukan pretest
kemampuan motorik
dengan cara mengukur kemampuan
ekstremitas atas pada pasien
motorik ekstremitas atas pasien stroke
stroke(Solon et al., 2022).
menggunakan metode Manual Muscle
Testing (MMT), setelah itu peneliti
memberikan intervensi CIMT yang
dilakukan selama kurang lebih 60
sampai 90 menit setiap hari selama 1
bulan. Setelah diberikan intervensi
8

selama 1 bulan kemudian peneliti


melakukan posttest dengan cara
mengukur kembali kemampuan motorik
ekstremitas menggunakan MMT.

2 Tonny Roboth, Modifikasi Jenis penelitian studi kuantitatif, dengan Terapi modifikasi CIMT dan Lokasi penelitian
Lidwina Sengkey, Constraint Induced metode penelitian eksperimental dengan terapi cermin dapat dan waktu, Jumlah
Elfrida Marpaung Movement Therapy before and after with two group design. meningkatkan kemampuan responden, durasi
Dibanding Terapi Populasi dalam penelitian ini adalah fungsional anggota gerak atas pada intervensi
2020
Cermin Terhadap pasien pascastroke subakut. sisi paresis pasien pascastroke yang diberikan.
Peningkatan subakut (p < 0,0001). Akan
Teknik pengumpulan data dengan
Kemampuan tetapi bila dibandingkan
dilakukan penilaian awal dengan ARAT.
Fungsional antara keduanya maka terapi
Ekstremitas Atas Pada kelompok modifikasi CIMT akan mCIMT menunjukkan hasil
Pasien Stroke dilanjutkan dengan pemberian latihan yang lebih signifikan setelah
Subakut shaping selama 30 menit 3 kali diberi perlakuan selama 30
seminggu dan pemakaian penahan hari (median = 40) (Roboth et
tangan di rumah selama 5 jam setiap hari al., 2020).
selama sebulan. Pada kelompok cermin
akan dilanjutkan dengan pemberian
terapi cermin selama 30 menit 3 kali
seminggu.
9

Selama penelitian, peneliti akan


memberikan semangat dan dukungan
kepada subyek, dan peneliti akan
menelepon subyek 5 kali seminggu
untuk memberikan motivasi dan
mengingatkan pasien untuk taat dalam
mengikuti prosedur terapi.

Peneliti akan mengevaluasi nilai ARAT


pada akhir penelitian.

3 Cintia Tri ROM And CIMT Penelitian ini menggunakan desain Berdasarkan hasil uji statistik Lokasi penelitian
Wulandari, Treatment Effects To Quasi eksperimental dengan rancangan Paired T-test terdapat dan waktu, Jumlah
Sulastyawati, Stroke Patients’s Non Equivalent Control Group. perbedaan hasil kemampuan responden, durasi
Lingling Marinda Upper Extremity Pengambilan responden menggunakan fungsional ekstremitas atas pada intervensi
Palupi Functional Ability teknik Consecutive Sampling dengan pada kelompok perlakuan yang diberikan.
jumlah 34 responden yang dibagi setelah diberikan intervensi
2020
menjadi dua kelompok 15 responden kombinasi Range Of Motion
sebagai kelompok perlakuan diberi Exercise dan Constraint
terapi kombinasi Range Of Motion Induced Movement Therapy
Exercise dan Constraint Induced dengan Pvalue 0,000 (p <
Movement Therapy, responden sebagai 0,05) dan uji statistik
10

kelompok kontrol diberi terapi Range Of Independent T-test terdapat


Motion Exercise. pengaruh intervensi
kombinasi Range Of Motion
Sampel pada kelompok perlakuan dan
Exercise dan Constraint
kelompok kontrol tidak dikelompokkan
Induced Movement Therapy
secara acak. Metode ini juga dapat
terhadap kemampuan
disebut sebagai pre test post test
fungsional ekstremitas atas
kelompok kontrol non acak. Responden
dengan Pvalue = 0,047 ( p <
dibagi menjadi dua kelompok, kelompok
0,05). Dapat disimpulkan
kontrol dan kelompok perlakuan.
bahwa kombinasi Range Of
Kelompok pertama mendapat perlakuan
Motion Exercise dan
latihan Range of Motion sekali sehari
Constraint Induced
selama 10-15 menit sesuai dengan
Movement Therapy dapat
prosedur rumah sakit. Sedangkan
memberikan perubahan
kelompok perlakuan mendapatkan
bahkan meningkatkan
perlakuan kombinasi Range of Motion
kemampuan fungsional
Exercise dan Constraint Induced
ekstremitas atas sehingga
Movement Therapy dengan
dapat digunakan sebagai
menggunakan alat bantu harian yang
alternative terapi latihan
telah peneliti siapkan selama 20 menit
dalam meningkatkan
sehari. Kedua kelompok diberi
kemampuan fungsional
perlakuan dalam kurun waktu yang sama
11

yaitu lima hari selama perawatan di ekstremitas atas pasien stroke


rumah sakit. Kedua kelompok dengan hemiparesis
melakukan penilaian kemampuan (Wulandari et al., 2020).
fungsional ekstremitas atas dengan
menggunakan formulir Chedoke Arm
and Hand Activity Inventory (CAHAI)
sebelum perawatan.

4 Yumi Ju, Jin The Effects Of Jenis penelitian studi kuantitatif, subyek Hasil kami menunjukkan Lokasi penelitian
Yoon Modified Constraint- direkrut dari rumah sakit universitas bahwa upaya pasien untuk dan waktu, Jumlah
Induced Movement yang berlokasi di Seoul adalah pasien responden, durasi
2018 menggerakkan sisi yang sakit
Therapy And Mirror rawat inap stroke fase akut. Jumlah pada intervensi
menghasilkan peningkatan
Therapy On Upper sampel sebanyak 28 pasien stroke yang diberikan.
kinerja dalam aktivitas
Extremity Function berpartisipasi dalam penelitian ini.
Peningkatan fungsi
And Its Influence On Intervensi diberikan lima kali per
manipulasi tangan yang
Activities Of Daily minggu selama 3 minggu. Aktivitas
ditemukan dalam terapi CIMT
Living kehidupan sehari-hari atau latihan
memiliki pengaruh yang
mandiri dilakukan masing-masing
signifikan secara statistik
setelah terapi CIMT yang dimodifikasi
pada makan dan berpakaian.
atau terapi cermin.
Hasil kami menunjukkan
Semua peserta dialokasikan secara acak bahwa upaya pasien untuk
12

semu dalam kelompok terapi cermin dan menggerakkan sisi yang sakit
kelompok mCIMT. Mereka menjalani
menghasilkan peningkatan
MiniMental Sate Examination (MMSE).
kinerja dalam aktivitas (Ju &
Kelompok terapi cermin menerima Yoon, 2018).
terapi cermin (20 menit) dan kelompok
mCIMT masing-masing menerima
mCIMT (20 menit).

Pelatihan ADL selama 20 menit dan


latihan mandiri dengan peralatan terapi
selama 20 menit diikuti setelah terapi
cermin dan mCIMT.

Terapi cermin dan mCIMT termasuk


pelatihan ADL dan latihan mandiri
untuk kedua kelompok diberikan 5 kali
seminggu, 60 menit setiap sesi, dan
selama 3 minggu.

5 Larissa Salgado Constraint Induced Jenis penelitian studi kuantitatif, dengan Hasil penelitian kedua Lokasi penelitian
Oliveira Rocha Movement Therapy metode penelitian uji klinis acak, buta, terapi yang digunakan dan waktu, Jumlah
dkk Increases prospektif. Responden diacak oleh dalam penelitian ini efektif, responden, durasi
Functionality and peneliti Kelompok Kontrol yang namun protokol CIMT pada intervensi
13

2021 Quality of Life after terdiri dari individu-individu dapat bermanfaat dalam yang diberikan.
Stroke hemiparetik yang tunduk pada memulihkan fungsi
protokol fisioterapi konvensional dan ekstremitas atas yang
Kelompok Terapi Gerakan Terinduksi paresis, dalam rentang
Batasan (CIMTG) dibuat up individu fungsional dan dalam
hemiparetic diserahkan ke protokol mengurangi tonus otot,
CIMT. dengan konsekuensi
peningkatan kualitas
hidup(Salgado et al.,
2021).

6 Sri Siska Efektifitas Rom Jenis penelitian yang digunakan adalah Hasil penelitian di atas Lokasi penelitian
Mardiana, Cylindrical Grip metode penelitian eksperimen semu didapatkan kelompok dan waktu, Jumlah
Yulisetyaningrum, Terhadap dengan pendekatan PrePostTest. Jumlah intervensi diperoleh nilai ρ responden, durasi
Aris Wijayanti Peningkatan sampel 17 pasien kelompok intervensi value adalah 0,000 (p<0,05) pada intervensi
Kekuatan Otot dan 17 pasien kelompok kontrol yang dan kelompok kontrol yang diberikan.
2021
Tangan Pada Pasien dipilih secara Consecutive Sampling. diperoleh nilai ρ value adalah
Stroke Non 0,045 (p<0,05). Hasil
Populasi dalam penelitian ini yaitu
Hemoragik tersebut dapat disimpulkan
pasien stroke di RSUD RAA Soewondo
bahwa ρ value kelompok
Pati.
intervensi lebih kecil
dibandingkan ρ value
14

kelompok kontrol sehingga


pemberian ROM cylindrical
grip lebih efektif
meningkatkan kekuatan otot
tangan pada pasien stroke
Non Hemoragik dibandingkan
menggunakan abduksi-
adduksi (Mardiana et al.,
2021).

7 Retna Eva Efektifitas Latihan Desain yang gunakan dalam penerapan Hasil penelitian bahwa dalam Lokasi penelitian
Agustina, Nury Range Of Motion ini adalah studi kasus. Subyek pelaksanaaan penerapan dan waktu, Jumlah
Luthfiyatil Fitri, Cylindrical Grip penerapan yaitu 2 orang responden latihan range of motion responden, durasi
Janu Purwono Terhadap Kekuatan dengan diagnosa stroke non hemoragik cylindrical grip pada pasien pada intervensi
Otot Ekstermitas yang mengalami kelemahan pada stroke non hemoragik mampu yang diberikan.
2021
Atas Pada Pasien ekstermitas atas. Waktu penerapan ini meningkatkan kekuatan otot
Stroke Non dilakukan 2 kali sehari selama 3 hari. pada pasien stroke yang
Hemoragik Di Instrumen penerapan yaitu lembar mengalami kelemhan
Ruang Syaraf Rsud observasi kekuatan otot, tissue gulung kekuatan otot(Agustina et al.,
Jend. Ahmad Yani dan standar operasional prosedure (SOP) 2021).
Metro tindakan range of motion cylindrical
grip (menggenggam tissue). Penerapan
15

ini dilakukan diruang syaraf RSUD


Jend. Ahmad Yani Metro.

8 Resmi Mobilitas Fisik Pada .Metode penelitian pada studi kasus ini Hasil penelitian dengan Lokasi penelitian
Pangaribuan, Yuri Stroke Non adalah deskriptif. Subjek penelitian dilakukannya Cylindrical dan waktu, Jumlah
sutri Manjani, Haemoragik dilakukan pada dua orang pasien dengan Grip selama 3 hari (2 x responden, durasi
Jemaulana Ekstermitas Atas kasus yang sama yaitu pasien lansia sehari) kelemahan fisik pasien pada intervensi
Tarigan Dengan Rom Aktif yang mengalami stroke non haemoragik stroke teratasi yang diberikan.
(Cylindrical Grip) Di dengan gangguan mobilitas fisik. sebagian.Rekomendasi
2021
Upt Pelayanan Sosial penelitian lain untuk meneliti
Penelitian ini merupakan penelitian
Lanjut Usia Binjai lebih dalam lagi tentang
deskriptif dengan rancangan studi kasus
efektivitas pemberian
menggunakan pendekatan proses
Cylindrical Grip sesuai
keperawatan (pengkajian, diagnosa
dengan Standart Operasional
keperawatan, intervensi, implementasi
Prosedur (SOP)(Pangaribuan
dan evaluasi).
et al., 2021).
Alat atau instrument pengumpulan data
dalam wawancara menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan pada
lansia sedangkan dalam observasi
menggunakan benda berbentuk silindris.
16

9 M. Budi Santoso, Effect Of Active Desain penelitian yang dilakukan adalah Nilai ini menunjukkan adanya Lokasi penelitian
Gini Sari Puspita Cylindrical Exercise preexperiment dengan desain pre-post pengaruh yang signifikan dan waktu, Jumlah
On The Grip Power test. Metode penelitian ini dilakukan antara nilai kekuatan responden, durasi
2021
In Stroke Patient dengan observasi (pretest) sehingga genggaman. Diharapkan pada intervensi
peneliti dapat menguji perubahan yang tenaga kesehatan dapat yang diberikan.
terjadi setelah perlakuan. Dalam desain menerapkan latihan Active
ini, tidak ada kelompok kontrol. Dalam Cylindrical Grip ROM
penelitian ini, populasi dalam penelitian sebagai salah satu alternatif
ini adalah pasien stroke iskemik yang peningkatan daya cengkeram
diperoleh dari data rekam medis di pada pasien stroke iskemik
ruang rawat inap RSUD Cibabat Cimahi yang mengalami kelemahan
tahun 2018. serta dapat meningkatkan
kualitas dan pelayanan
Teknik pengambilan sampel yang
penyembuhan stroke
digunakan adalah purposive sampling.
iskemik(Santoso et al., 2021).
Peneliti mengamati dengan mengukur
kekuatan mencengkeram dengan
handgrip dynamometer sebelum dan
sesudah intervensi di seluruh rumah
sakit. Penelitian ini menggunakan
kelompok intervensi yang mengalami
17

hemiparesis dan memiliki kekuatan otot


3 (tangan).

10 Bernadetta Effect of Desain penelitian ini adalah eksperimen Hasil penelitian pada Lokasi penelitian
Germia Combination Mirror semu (pre-post test with control group kelompok intervensi dan dan waktu, Jumlah
Aridamayanti, Therapy and design). Populasi adalah pasien pasca kontrol terdapat perbedaan responden, durasi
Nursalam, Cylindrical Grip on stroke yang mengalami hemiparesis yang signifikan antara pada intervensi
Self-Care of Post- ekstremitas atas di Poli Rehabilitasi perawatan diri sebelum dan yang diberikan.
Iqlima Dwi
Stroke Ischemic Medik. Sampel sebanyak 66 responden sesudah intervensi dengan
Kurnia
Patients (33/33) dipilih dengan menggunakan nilai 0,000 (p<0,05).
2020 purposive sampling. Variabel bebas
Peningkatan pada kelompok
adalah kombinasi terapi cermin dan
intervensi dapat dilihat dari
pegangan silinder, dan variabel terikat
sub variabel perawatan diri
adalah perawatan diri. Data
toileting yaitu membersihkan
dikumpulkan dengan menggunakan
area genitalia setelah
kuesioner perawatan diri dengan
BAB/BAB. Intervensi ini
validitas dan reliabilitas yang kuat.
merangsang saraf sensorik
Intervensi diberikan tiga kali seminggu dan motorik jari agar dapat
selama sebulan. melakukan perawatan diri
secara maksimal. Kombinasi
terapi cermin dan pegangan
18

silinder telah terbukti


meningkatkan perawatan
diri(Aridamayanti et al.,
2020).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka Stroke

1. Definisi Stroke

Menurut World Health Organization (WHO) definisi stroke merupakan

suatu kondisi ditemukan tanda-tanda klinis yang berkembang cepat berupa

defisit neurologis fokal dan global, yang dapat memberat dan berlangsung lama

selama 24 jam atau lebih bahkan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vascular. Stroke terjadi saat terjadi pecahnya

pembuluh darah otak atau penyumbatan yang mengakibatkan sebagian otak

tidak mendapatkan cukup pasokan darah mengandung oksigen yang diperlukan

oleh otak sehingga mengalami kematian sel/jaringan (Kemenkes RI, 2018).

Menurut Hariyanti (2015) Istilah medis dari stroke yaitu “penyakit

pembuluh darah otak”. Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi

secara mendadak dengan manifestasi klinis fokal atau global yang berlangsung

lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda penyebab non-vaskuler termasuk

didalamnya tanda-tanda perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral,

iskemik atau infark serebri. Selain itu stroke juga disebut Cerebro-Vascular

Accident (CVA) yaitu penyakit/gangguan fungsi saraf yang terjadi secara

mendadak disebabkan oleh terganggunya aliran darah dalam otak (Hariyanti et

al., 2015).

Berdasarkan definisi stroke diatas maka dapat disimpulkan bahwa stroke

merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah otak akibat kurangnya

19
suplai asupan oksigen ke otak yang terjadi secara mendadak menyebabkan

beberapa neuron tidak berfumgsi sehingga menimbulkan terjadinya gangguan

neurologis.

2. Etiologi Stroke

Menurut Muttaqin dalam Mella (2019)berbagai penyebab terjadinya stroke

iskemik diantaranya :

a. Trombosis

Bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak

b. Embolisme Cerebral (Bekuan darah atau material lain)

Emboli merupakan 5-15% dari penyebab stroke. Dari penelitian epidemiologi

didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemik otak diakibatkan oleh

komplikasi trombotik atau embolik dari atheroma yang merupakan kelainan dari arteri

ukuran besar atau sedang. Sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah

kecil di intracranial dan 20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari

gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri

dan benda asing. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah

dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

c. Hemoragik Cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral)

Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak menyebabkan kehilangan

gerak, piker, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen

20
d. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan berkurangnya aliran

darah ke otak. Stroke dapat terjadi akibat tekanan darah rendah yang telah menahun

dan sangat berat. Hal ini terjadi saat individu mengalami cedera,pembedahan,

serangan jantung dan atau irama jantung yang abnormal sehingga kehilangan darah

dalam jumlah cukup banyak.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke diantaranya :

1) Faktor yang tidak dapat diubah (Non Reversible)

a) Jenis kelamin

Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita

b) Usia

Semakin meningkatnya usia maka semakin tinggi pula resiko terkena stroke

2) Faktor yang dapat diubah (Reversible)

a) Hipertensi

b) Penyakit jantung

c) Kolesterol tinggi

d) Obesitas

e) Diabetes Mellitus

3) Kebiasaan Hidup

a) Stress

b) Merokok

21
c) Alkohol

d) Pola hidup

Kurang olahraga, makan-makanan kolesterol tinggi.

3. Tanda dan Gejala Stroke

Berikut ini tanda dan gejala stroke dalam Buku Panduan Penatalaksanaan

antara lain (Handayani et al., 2019) :

a. Kelemahan mendadak satu sisi tubuh, atau 2 sisi, mati rasa, kesemutan pada muka,

kesemutan pada tangan atau kaki

b. Kehilangan penglihatan mendadak sebelah mata atau kedua mata

c. Sakit kepala hebat mendadak

d. Kehilangan kemampuan berbicara secara tiba-tiba atau kesulitan memahami

perkataan

Dalam (Hidayati, 2018) mengatakan bahwa manifestasi dari stroke dapat

berupa deficit lapang pandang seperti kehilangan setengah lapang penglihatan,

kehilangan penglihatan perifer dan diplopia. Defisit motoric seperti Hemiparesis,

Hemiplegia, Ataksia, Disartria dan Disfagia. Defisit sensori seperti paresteria. Defisit

verbal seperti afasia eksprensif yaitu tidak mampu membentuk kata yang dapat

dipahami, afasia reseptif yaitu tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, afasia

global yaitu kombinasi afasia eksprensif dan reseptid. Defisit kognitif yaitu

kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian,

perubahan penilaian, kerusakan untuk berkonsentrasi. Defisit emosional seperti

kehilangan control diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang

menimbulkan stress, depresi, menarik diri dan perasaan isolasi (Hidayati, 2018).

22
4. Faktor Risiko Stroke

Dalam Buku Panduan Penatalaksanaan Stroke terdapat faktor risiko yang bisa

menyebabkan stroke sebagai berikut (Handayani et al., 2019) :

a. Tekanan darah tinggi

b. Diabetes Mellitus

c. Penyakit jantung coroner

d. Alkohol

e. Kolesterol tinggi

f. Kebiasaan merokok

g. Obesitas/kegemukan

h. Kelainan pembekuan darah

i. Stress

j. Kurang aktivitas

k. Faktor risiko pada stroke yang tidak dapat diubah adalah usia lanjut (>60

tahun)

5. Patofisiologi Stroke

Menurut Sari dan Retno (2014) Otak sangat sensitif terhadap situasi

penurunan atau hilangnya suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral

karena tidak seperti jaringan pada bagian tubuh lain, contohnya otot. Otak tidak bisa

menggunakan metabolisme anaerobik jika terjadi kekurangan oksigen dan glukosa.

Jika aliran darah tidak segera ditangani maka akan terjadi kerusakan yang tidak dapat

diperbaiki pada jaringan otak atau infark dalam hitungan menit. Luasnya infark

bergantung pada lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi

kolateral ke area yang disuplai. Iskemik dengan cepat bisa menganggu metabolism

tubuh. Kematian sel dan perubahan yang permanen dapat terjadi dalam kurun waktu

23
3-10 menit. Dalam jeda waktu singkat, klien akan mengalami manifestasi klinis

gangguan neurologis saat kehilangan kompensasi autoregulasi

Penurunan perfusi serebral diakibatkan oleh sumbatan di arteri serebral atau

perdarahan intraserebral. Sumbatan yang terjadi menyebabkan iskemik pada jaringan

otak saat mendapatkan suplai dari arteri yang terganggu dan akibat adanya

pembengkakan di jaringan sekelilingnya. Sel-sel dibagian tengah atau utama pada

lokasi stroke akan rusak dengan segera setelah kejadian stroke. Hal tersebut dikenal

dengan istilah cedera sel-sel saraf primer. Hemiparesis dan menurunnya kekuatan otot

mengakibatkan penurunan kemampuan motorik klien. Penderita stroke mengalami

kesulitan berjalan karena gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi

gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari- hari. Latihan gerak

mempercepat penyembuhan pasien stroke karena dapat mempengaruhi sensasi gerak

diotak.

Pasien stroke akan mengalami hambatan mobilisasi yang disebabkan oleh

adanya gangguan pada neuromuskular. Menurut teori pada pasien stroke manifestasi

klinis yang sering muncul antara lain hemiparesis. Hemiparesis merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan hilangnya mekanisme reflek postural normal, seperti

mengontrol siku untuk bergerak, mengontrol gerak kepala untuk keseimbangan,

rotasi tubuh untuk gerak fungsional pada ektermitas (menurut Irdawati (Sari, 2012).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Angiografi Serebri

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperti

aneurisma atau malformasi vaskuler

b. Lumbal pungsi

24
c. CT-Scan

d. EEG

e. Magnetic Imaging Resnance (MRI)

f. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovenal (masalah system karotis)

7. Penatalaksanaan

a. Terapi Farmakologi

1) Terapi Suportif dan Terapi Komplikasi Akut

- Pernapasan, Ventilatory support dan suplementasi oksigen

- Pemantauan temperature

- Terapi dan pemantauan fungsi jantung

- Pemantauan tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi)

- Pemantauan kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia)

2) Terapi Trombolitik

- Trombolitik Intravena

Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian Recombinant

Tissue Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen trombolitik lain dan

enzim defibrogenating. Pemberian rtPA dapat meningkatkan perbaikan

outcame dalam 3 bulan setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden

period yaitu dalam onset 3 jam. rtPA memiliki mekanisme aksi mengaktifkan

plasmin sehingga melisiskan tromboemboli. Penggunaan rtPA harus dilakukan

dengan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko perdarahan. Agen

trombolitik yang lain seperti streptokinase, tenecteplase, reteplase, urokinase,

anistreplase dan staphylokinase masih prlu dikaji secara luas

- Trombolitik Intraarteri

25
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame terapi stroke dengan

perbaikan kanal middle cerebral artery (MCA). Contoh agen trombolitik

intrarteri adalah prourokinase (

3) Terapi Antiplatelet

Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan

rekanalisasi spontan dan perbaikan mikrovaskuler. Agen antiplatelet ada oral

dan intravena. Contoh agen atiplatelet oral yaitu aspirin, clopidogrel,

dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin. Agen antiplatelet intravena adalah

platelet glikopotein IIb/IIIa, abvicimab intravena

4) Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan bertujuan mencegah kekambuhan stroke secara

dini dan meningkatkan outcame secara neurologis. Contoh agen atikoagulan

adalah heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins

(LMWH), heparinoids warfarin.

b. Terapi Non-farmakologi

1) Pembedahan

Pembedahan yang dilakukan meliputi carotid endarcerectomy. Tujuan

terapi pembedahan adalah mencegah kekambuhan TIA dengan menghilangkan

sumber oklusi. Carotidendarcerectomy diindasikan untuk pasien dengan

stenosis >70%.

2) ROM Aktif dan Pasif

3) Modifikasi Gaya Hidup

8. Komplikasi

a. Bekuan Darah

26
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,

pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan

yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir darah ke paru.

b. Dekubitus

Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi, kaki dan tumit

bila memar ini tidak bisa dirawat bisa menjadi infeksi.

c. Pneumonia

Penderita stroke tidak dapat batuk efektif dan menelan secara sempurna. Hal ini

mengakibatkan cairan berkumpul di paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia.

d. Atrofi dan kekakuan sendir

Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi

e. Peningkatan tekanan intracranial

f. Kontraktur

g. Kematian

B. Telaah Pustaka Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)

1. Definisi Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)

Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) adalah terapi yang memiliki

tujuan untuk memperbaiki fungsi saraf dengan cara melatih klien untuk

menggerakkan bagian tubuh yang lemah agar tidak mengalami parese

(kelemahan) (Andrianur et al., 2019). Pelatihan CIMT termasuk salah satu

latihan dalam penatalaksanaan pasien pasca stroke dimana pasien diharuskan

menggunakan sisi tangan yang lemah atau yang mengalami kelemahan saat

melakukan program terapi dan aktivitas sehari-hari sementara sisi tangan yang

kuat sengaja ditahan atau dipaksa agar tidak digunakan untuk bergerak

27
melakukan aktivitas sehari-hari (Hayner et al., 2010).

Menurut Hidayati (2018) menyatakan latihan CIMT merupakan inovasi

dalam pemulihan fisik yang berasal dari dasar ilmu pengetahuan tentang

neuroplastisitas dan neurorecovsery dengan memasukkan prinsip-prinsip

pembelajaran motorik dan latihan ke dalam intervensi terapeutik (Hidayati,

2018). Terapi CIMT berasal dari konsep belajar penggunaan terus-menerus dari

anggota tubuh yang dihasilkan dari system saraf perifer atau sentral yang

mengalami cedera dan membentuk gerakan yang berulang untuk menyelesaikan

tugas dan memaksa penggunaannya menggunakan ekstremitas yang mengalami

hemiplegi (Hidayati, 2018).

Berdasarkan definisi yang telah dijabarkan maka dapat disimpulkan bahwa

Latihan Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) adalah bentuk inovasi

intervensi pada pasien yang mengalami kelemahan ekstremitas atas contohnya

stroke dengan melatih anggota gerak tubuh yang mengalami kelemahan dalam

melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Tujuan Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)

Tujuan dari CIMT adalah untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan

tugas-tugas secara fungsional, meningkatkan fungsi motoric dan meningkatkan

penggunaan ekstremitas atas hemiparetic dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

(Hayner et al., 2010). Selain itu, Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)

juga bertujuan untuk meningkatkan aktivitas pada hemisfer yang tidak dominan

dan menurunkan aktivitas pada hemisfer yag dominan. Hal ini merupakan bentuk

dari “CIMT yang terpusat” dimana latihan yang dilakukan memaksa kenaikan

rangsangan pada hemisfer yang tidak dominan sehingga terjadi induksi perubahan

rangsangan kortikal melalui modulasi perifer (Hidayati, 2018).

28
Diharapkan klien mampu mengembalikan kemampuan fungsional ekstremitas

atas yang terjadi kelemahan dengan melakukan latihan Constraint Induced

Movement Therapy (CIMT) secara continue sesuai teori apabila terdapat

perbaikan neurologis maka dapat memperbaiki kemampuan fungsional begitu juga

sebaliknya.

3. Mekanisme Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)

Para peneliti rehabitilitas dan dokter menyimpulkan intervensi CIMT adalah

sebuah program terapi dengan penahanan/pengekangan yang dilakukan di lengan

yang kuat dan sisi yang lemah sebagai anggota gerak aktif utama dalam

ekstremitas atas sebagai perbaikan dalam fungsi motoric setelah terjadi stroke.

Intervensi CIMT berfokus pada tangan hemiplegi dimana pada sisi tangan yang

kurang terpengaruh diberi tahanan terkendali sedangkan pada sisi tangan yang

lebih terpengaruh diberikan latihan secara terstruktur. Faktor penting dari

intervensi CIMT dalam perubahan fungsi motoric dan koordinasi otak yaitu

intensitas, konsentrasi, durasi dan frekuensi latihan. Stimulasi berulang akan

mengoptimalkan aktivasi peningkatan rangsangan, fasilitasi transmisi sinapsis

yang relevan, peningkatan kinerja dan pembelajaran ekstremitas yang mengalami

kelemahan. Sehingga transmisi sinaptik dan efektiviitas koneksi sinaptik secara

terus-menerus dan continue akan membuat system saraf pusat dan system saraf

perifer bekerja optimal (Hidayati, 2018).

Pada CIMT dilakukan latihan secara rutin pada bagian tangan yang lemah

disaat yang bersamaan memberi tahanan untuk tidak menggunakan sisi tangan

yang kuat. Sisi tangan yang kuat dibungkus oleh kain berbahan lunak atau

menggunakan gendongan lengan (arm-sling) selama sebagian atau sepanjang

29
hari, guna mendorong agar penderita tersebut menggunakan sisi tangan yang

lemah dalam menyelesaikan aktifitas sehari-hari dan suatu tugas pekerjaan

menyiapkan makan dan minum, aktifitas bermain seperti melempar bola,

menulis, dan berjalan. Umumnya CIMT ini pula perlu dilakukan secara intensif

dan continue pada bagian sisi tangan yang lemah agar mendapatkan hasil yang

optimal. (Hayner et al., 2010).

Gambar 2.1
Mekanisme Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)

4. Pengaruh Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) Terhadap

Kelemahan Ekstremitas Atas

Dalam artikel penelitian Journal of Modern Rehabilitation menunjukkan

bahwa CIMT dapat meningkatkan fungsi motoric ekstremitas atas, peningkatan

spasitisitas bahu dan peningkatan kelenturan pergelangan tangan. Gerakan berulang

dapat menyebabkan neuroplastisitas dan potensiasi jangka panjang. Perubahan plastis

melibatkan peningkatan efisiensi sinaptik dan mengurangi rangsangan koneksi saraf

tanpa penurunan fungsi. Melatih lengan yang mengalami kelemahan dan membatasi

anggota badan yang sehat akan memperkuat penggunaan ekstremitas dan mengurangi

30
konsekuensi komplikasi pada anggota badan yang mengalami kelemahan (Otadi et al.,

2016).

C. Telaah Pustaka ROM Cylindrical Grip

1. Definisi

Cylindrical grip merupakan latihan stimulasi gerak pada tangan berupa latihan

fungsi mengenggam. Fungsi tangan (prehension) merupakan bagian paling aktif

maka apabila terdapat lesi pada bagian otak menyebabkan kelemahan sehingga

sangat menghambat dan mengganggu kemampuan dan kegiatan sehari-hari

individu. Prehension diartikan sebagai semua fungsi yang dilakukan ketika

menggerakkan sebuah objek saat digenggam oleh tangan. Beberapa bentuk dari

fungsional tangan antara lain power grip terdiri dari cylindrical grip, spherical

grip, hook grip lateral prehension grip. Latihan ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu

membuka tangan,menutup jari-jari untuk mengenggam sebuah benda berbentuk

silindris seperti tissu gulung pada telapak tangan (Irfan, 2010).

Dari pemaparan diatas ROM cylindrical grip dapat diartikan sebagai latihan

menggenggam tangan pada sebuah objek berbentuk silindris untuk meningkatkan

kekuatan menggenggam pada tangan yang mengalami kelemahan.

2. Teknik Pemberian Cylindrical Grip

Berikut ini prosedur pemberian teknik cylindrical grip yaitu (Irfan, 2010) :

a) Berikan benda berbentuk silinder (tissu gulung)

b) Lakukan koreksi pada jari-jari tanga klien agar mengenggam sempurna.

c) Posisikan pergelangan tangan (wrist joint) sebesar 45 derajat

d) Berikan instruksi kepada klien untuk mengenggam (mengenggam

dengan kuat) selama 5 detik kemudian klien dipersilahkan untuk rileks

31
e) Pengulangan dilakukan sebanyak 7 kali

3. Mekanisme Cylindrical Grip

Dalam cylindrical grip jari-jari dilipat dengan ibu jari yang tertekuk di atas

telunjuk jari tengah. Hal ini melibatkan beberapa fungsi terutama fungsi fleksor

digitorum profundus sublimis dan otot interroseus membantu ketika kekuatan yang

diperlukan lebih besar. Interoseus itu paling menyediakan fleksi metacarpal seperti

penarikan dan rotasi dari falang untuk menyesuaikan objek. Fleksor polisis longsu dan

thenars akan sama-sama aktif kemudian akan terjadi kontraksi otot-otot sehingga

terjadi peningkatan kekuatan otot. Otot yang berperan dalam melakukan fungsi

cylindrical grip adalah fleksor muscle. Fleksor muscle digitorum profundus dan

fleksor muscle pollicis longus dibantu oleh fleksor muscle digitorum superficialis dan

interossei (Aisyiyah, 2021).

Gambar 2.2
Mekanisme ROM Cylindrical Grip

4. Tujuan Cylindrical Grip

a. Untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi motoric tangan

32
b. Untuk menstimulasi dan melatih agar dapat meningkatkan kekuatan otot

ekstremitas yang mengalami paresis dengan melakukan gerakan sederhana

5. Manfaat Pemberian

Pada latihan cylindrical grip diharapkan terjadi peningkatan mobilitas pada

daerah pergelangan tangan (wrist joint ) serta stabilitas pada daerah punggung

tangan (metacarpophalangeal joint) dan jari-jari tangan (phalags). Banyak

dijumpai pada penderita stroke dimana ketidakmampuan fungsi tangan

(prehension) diakibatkan oleh adanya instabilitas dari pengelangan tangan serta

hiperekstensi dari sendi metacarpophalangeal. Hal ini dapat terjadi akibat

kesalahan penanganan dan atau penguluran yang berlebihan pada jari-jari yang

dilakukan oleh penderita stroke sendiri. Hal yang perlu diketahui yaitu, fungsional

jari-jari dimungkinkan apabila terdapat stabilitas yang baik pada pergelangan

tangan serta mobilitas yang baik pada jari-jari tangan. Optimalisasi fungsi tangan

hanya dapat dilakukan jika tangan berbentuk lumbrikal (Lesmana, 2012).

D. Telaah Pustaka Gangguan Mobilitas Fisik

1. Definisi

Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerak fisik dari atau satu

lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI, 2016). Suatu keadaan dimana terdapat

keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami individu.

Immobilisasi merupakan ketidakmampuan untuk bergerak bebas yang disebabkan

oleh kondisi dimana gerakan ekstremitas terganggu atau dibatasi secara teraupetik

(Potter Patricia A, 2005).

Gangguan mobilitas fisik atau immobilitas adalah kondisi terganggunya

pergerajab seperti trauma tulang belakag, cedera otak disertai fraktur pada

33
ekstremitas, stroke yang mengakibatkan kelemahan ekstremitas, dan sebagainya.

Immobilitas atau gangguan mobilitas juga diartikan sebagai keterbatasn fisik tubuh

baik satu maupun lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Indi et al., 2015).

Dari definisi diatas maka gangguan mobilitas fisik adalah pembatasan untuk

bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi

pergerakan.

2. Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu :

a. Gaya hidup

Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,

nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal

(masyarakat).

b. Ketidakmampuan

Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang

untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari . Secara umum

ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :

1. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau

tramua(misalnya : Paralisis akibat gangguan atau cedera pada

medula spinalis)

2. Ketidakmampuan skunder yaitu terjadi akibat dampak dari

ketidakmampuan primer (misalnya : Kelemahan otot dan tirah

baring). Penyakit-penyakittertentu kondisi cedera akan

berpengaruh terhadap mobilitas.

c. Tingkat energi

34
Energi dubutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi.

Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing- masing indivudu

bervariasi.

d. Usia

Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam

melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk

melakukan aktivitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan .

3. Manifestasi Klinis

DIbawah ini manifestasi klinis terjadinya stroke antara lain :

1. Tidak mampu bergerak atau beraktivitas sesuai kebutuhan.

2. Keterbatasan menggerakkan sendi.

3. Adanya kerusakan aktivitas.

4. Penurunan ADL dibantu orang lain.

5. Malas atau bergerak atau mobilitas.

4. Data Mayor dan Minor

Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia data mayor dan minor

pada gangguan mobilitas fisik antara lain:

a. Tanda dan gejala mayor

Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik yaitu mengeluh sulit

menggerakkan ekstremitas. Sedangkan tanda dan gejala mayor objektif yaitu kekuatan

otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun.

b. Tanda dan gejala minor

Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik antara lain nyeri saat

bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak. Sedangkan

tanda dan gejala minor objektif yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan

35
terbatas dan fisik lemah (SDKI, 2018).

5. Faktor Penyebab

Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik antara lain kerusakan

integritas struktur tulang, perubahan metabolism, ketidakbugaran fisik, penurunan

kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan

perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan musculoskeletal,

gangguan neuromuscular, indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 usia, efek agen

farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang

aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan dan

gangguan sensori persepsi (SDKI, 2018).

E. Telaah Pustaka Kekuatan Otot

1. Definisi

Otot adalah jaringan tubuh yang berfungsi melakukan kontraksi. Otot terbentuk

dari fiber (fibre) yang terdiri dari myofibril yang tersusun atas sel filamen dari molekul

myosin yang saling tumpeng tindih (overlap) dengan filamen dari molekul aktin dengan

ukuran panjang fiber 10 - 400 mm dengan diameter 0.01 – 0.1 mm. Serahutt otot (muscle

fibre) bervariasi antara satu otot dengan otot lainnya. Dari sekian banyak otot terdapat

beberapa otot diantaranya memiliki gerakan lebih cepat dari yang lain, seperti yang

terjadi pada otot untuk mempertahankan kontraksi badan yaitu otot pembentukan postur

tubuh. Otot yang pucat menggambarkan kontraksi otot yang cepat, akan tetapi dengan

latihan rutin dan continue akan menghasilkan kekuatan otot prima (Hidayati, 2018).

Kekuatan merupakan kemampuan kondisi fisik manusia yang diperlukan dalam

peningkatan prestasi belajar gerak. Kekuatan dapat juga diartikan sebagai kemampuan

dari otot atau sekelompok otot untuk mengatasi tahanan atau beban dalam menjalankan

36
aktivitasnya. Kekuatan otot adalah kemampuan kontraksi maksimal yang dihasilkan oleh

otot baik secara kualitas maupun kuantitas untuk mengembangkan ketegangan otot

melakukan kontraksi terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot penting untuk meningkatkan

kondisi fisik secara keseluruhan. Kekuatan otot dipengaruhi oleh: usia, jenis kelamin,

aktivitas fisik dan suhu otot (Indrawati, 2018).

Kekuatan kerja otot sangat bergantung pada :

a) Posisi anggota tubuh saat bekerja

b) Arah dari gerakan kerja

c) Perbedaan kekuatan antar bagian dari tubuh

d) Faktor usia

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot adalah

tenaga yang dikeluarkan oleh sekelompok otot untuk berkontraksi saat menahan beban

maksimal.

2. Karakteristik Fungsional Otot

Menurut Indrawati (2018) menyatakan karakteristik fungsional otot terdiri dari

a. Eksitabilitas atau iritabilitas; kemampuan otot dalam meresponse terhadap

stimulus yang diberikan

b. Kontraktilitas; kemampuan otot untuk memendek secara paksa

c. Ekstensibilitas; serabut otot dapat direnggangkan

d. Elastisitas; kembalinya otot ke panjang normal setelah memendek

3. Faktor Mempengaruhi Kekuatan Otot

37
Tolok ukur kekuatan otot individu dipengaruhi oleh beberapa faktor

penentu sebagai berikut :

a. Besar kecilnya potongan melintang otot (porong morfologis yang

tergantung dari proses hipertrofi otot).

b. Jumlah fibril otot yang ikut bekerja dalam melawan beban. Semakin banyak

fibril otot yang bekerja menandakan kekuatan bertambah besar

c. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, maka semakin besar skelet akan

semakin besar pula kekuatan yang diberikan

d. Inervasi otot baik pusat maupun perifer

e. Kekuatan zat kimia dalam otot (glikogen, ATP)

f. Keadaan tonus otot saat istirahat. Tonus makin rendah (rileks) berarti

kekuatan otot tersebut pada saat bekerja semakin besar

g. Umur. Sampai usia pubertas kecepatan perkembangan kekuatan otot laki-

laki sama dengan perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan mencapai

puncak pada usia <25 tahun kemudian menurun 65%-70% pada usia 65 tahun

h. Perbedaan kekuatan otot pada laki-laki dan perempuan (rata-rata kekuatan

perempuan 2/3 dari laki-laki) disebabkan karena ada perbedaan otot dalam

tubuh

Faktor penting dalam meningkatkan kekuatan otot yaitu rutin

menerapkan latihan. Latihan teratur dapat menimbulkan pembesaran

(hipertrofi) fibril otot. Semakin sering melakukan latihan maka semakin baik

pula pembesaran fibril otot Indrawati (2018).

38
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan dalam mencapai peningkatan

kekuatan otot dengan baik diperlukan perencanaan program latihan yang tepat.

Agar program latihan mencapai hasil optimal maka harus memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot.

4. Rangsangan Saraf Terhadap Otot

Otot skelet perlu dirangsang oleh sel syaraf untuk berkontraksi. Satu unit

motor diinervasi oleh satu neuron. Jika sel otot tidak dirangsang maka sel akan

mengecil (atrofi) dan mati bahkan diganti dengan jaringan konektif yang

irreversible ketika rusak. Gunakanlah otot karena apabila tidak digunakan maka

otot akan kehilangan fungsinya. Masalah akan timbul bagi pasien yang menetap

tanpa aktivitas (bedrest) , dan immobilisasi anggota tubuh (Indrawati, 2018).

5. Skala Kekuatan Otot

Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan

pengujian otot secara manual yaitu Manual Muscle Setting (MMT). Pemeriksaan

ini untuk mengetahui kemampuan kelompok otot berkontraksi secara volunteer.

Klien yang tidak mampu mengontrkasikan ototnya secara aktif dan volunteer

maka tidak tepat diberikan pengukuran MMT standar. Pengukuran kekuatan otot

menggunakan MMT berperan dalam penegakan diagnosis klinis, penentuan jenis

terapi, jenis alat bantu yang diperlukan klien dan prognosis. Penegakan diagnosis

kemungkinan dari beberapa penyakit tertentu yang menyerang otot. Jenis terapi

dan alat bantu yang diperlukan klien juga harus mempertimbangkan hasil

pengukuran kekuatan otot.

Menurut Lucilla dalam Indrawati (2018) skala pengukuran kekuatan otot

berdasarkan Manual Muscle Setting (MMT) terbagi menjadi 5 dengan kriteria

39
sebagai berikut :

No Nilai Kekuatan Skala Keterangan


Otot
5 Kekuatan otot penuh, dapat melawan tahanan yang
1 Normal
(100%) diberikan
4 Gerakan normal penuh, dapat melawan gravitasi
2 Baik
(75%) dengan sedikit tahanan (kekuatan kurang)
Mampu menahan tegak, walaupun sedikit
3
3 Sedang mendorong tetapi tidak mampu melawan dorongan
(50%)
yang diberikan oleh pemeriksa
Mampu menahan tegak yang berarti mampu
2
4 Buruk menahan gaya gravitasi, namun dengan sentuhan
(25%)
maka akan terjatuh.
1 Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan namun
5 Sedikit
(10%) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.
Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tidak
0
6 Tidak Ada tampak berkontraksi , bila lengan/tungkai
(0%)
dilepaskan akan jatuh 100% pasif.
Tabel 2.1
Skala Manual Muscle Setting (MMT)

40
F. Kerangkat Teori

Faktor-faktor Penyebab Stroke : Komplikasi :


1) Faktor yang tidak dapat diubah 1) Bekuan Darah
(Non-Reversible) yaitu jenis
2) Dekubitus
kelamin dan usia.
3) Atrofi dan Kekakuan Sendi
2) Faktor yang dapat diubah
(Reversible) yaitu hipertensi, 4) Peningkatan TIK
penyakit jantung, kolesterol
5) Kontraktur
tinggi, obesitas dan diabetes
mellitus. 6) Kematian

Penatalaksanaan Farmakologi : Kelemahan Ekstremitas

1) Terapi Supportif dan Terapi


Komplikasi Akut Penatalaksanaan Non-Farmakologi :

2) Terapi Trombolitik 1) Pembedahan

3) Terapi Antiplatelet 2) ROM aktif atau pasif

4) Terapi Antikoagulan 3) Modifikasi Gaya Hidup

5) Pemberian Vitamin K
6) Pemberian Protamin Constraint ROM
Induced Cylindrical
7) Pemberian Asam Traneksamat Movement Grip
Therapy
(CIMT)

Peningkatan Kekuatan Otot Peningkatan Neuroplastisitas

Bagan 2.1
Kerangka Teori

41
G. Kerangka Konsep

Pasien Stroke yang dirawat di


Ruang ICU RS Pupuk Kaltim
Bontang

Masalah Keperawatan :
Gangguan Mobilitas Fisik

Penerapan Intervensi Inovasi


Constraint Induced Movement
Therapy (CIMT) dan ROM
Cylindrical Grip

Peningkatan Kekuatan Otot

Bagan 2.12
Kerangka Konsep

H. Hipotesis

Terdapat pengaruh peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke yang dirawat di

Ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang setelah diberikan intervensi pemberian

Contraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip.

42
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses

yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Setiadi, 2012). Menurut

Effendy dalam Dermawan (2012) pengkajian sendiri merupakan pemikiran dasar dari

proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data rentang

pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan

kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.

Mengutip dari Arif Muttaqien (2008) keberhasilan proses keperawatan meliputi

beberapa hal, yaitu antara lain:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, Bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

no.register,tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus stroke kelemahan ekstremitas

adalah ketidakmampuan menggerakkan kekuatan otot dengan leluasa.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang kelemahan

ekstremitas klien digunakan format pengukuran Manual Muscle Test

43
44

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan tanda dan gejala dari

stroke, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab terjadinya stroke

dan berapa lama penyait ini telah dialami.

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit klien merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya stroke, yang sering terjadi pada

beberapa keturunan

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, seperti

terjadinya stroke pada klien. Peran klien dalam keluarga dan masyarakat

dengan penyakit yang diderita serta respon atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus klien dengan stroke biasanya timbul persepsi yang salah

tentang penyakitnya sehinga cenderung menyendiri, menunda

pengobatann atau berobat herbal dibandingkan ke dokter. Hal ini akan

menjadi masalah tersendiri bagi klien dan keluarga. Dan kemungkinan

menjadi masalah besar bila terjadi komplikasi atau menjadi menahun

dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhannya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup


45

klien seperti penggunaan obat non medis yang sekiranya dapat

memperberat hipertensinya.

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien dengan stroke harus mengonsumsi nutrisi sesuai yang

disarankan. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien juga bisa membantu

menentukan penyebab masalah yang menyebabkan terjadinya kelemahan

ekstremitas atas dan mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus klien dengan stroke biasanya terdapat gangguan pada

proses pola eliminasi baik lewat feces atau pola eliminasi urin.

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Tidak semua klien stroke ada keluhan nyeri, yang dapat memungkinkan

mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,

dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

(5) Pola Aktivitas

Pola aktifitas pada klien dengan stroke terdapat beberapa hal yang dapat

berubah seperti pada proses pemenuhan kebutuhan sehari hari.

(6) Pola Hubungan dan Peran Klien

Kemungkinan akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap,

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang mungkin timbul pada klien stroke yaitu timbul rasa cemas

atas kondisinya dan kemungkinan penyakitnya terjadi komplikasi


46

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien dengan stroke terdapat perubahan dalam merespon adanya

sensori dari lingkungan luar.

(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien dengan stroke yang dapat terjadi yaitu, klien tidak

bisa melakukan hubungan seksual secara aktif karena terjadinya

kelemahan.

(10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien dengan stroke dapat menimbulkan rasa cemas tentang

keadaan dirinya, hal ini dapat mempengaruhi proses kesembuhan pasien.

(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien stroke dapat mempengaruhi proses ibadah sehingga klien

seringkali terhambat dalam berproses ibadah.

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status

generalis) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat

(lokalis).

a) Gambaran Umum, perlu disebutkan:

(1) Keadaan umum: merupakan kondisi pasien baik atau buruknya yang

dicatat dengan tanda tanda, sebagai berikut:

a) Kesadaran penderita

- Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna


47

- Apatis: terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan

penglihatan, pendengaran dan perabaan normal

- Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan

menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita tidur lagi.

- Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus

menerus

- Koma:tidak ada respon terhadap rangsangan

b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan

pada kasus hipertensi biasanya tidak ada nyeri

c) Tanda-tanda vital tidak normal khususnya tekanan darah dan mungkin

juga nadi

d) Neurosensori,seperti kesemutan, kelemahan.

e) Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon

nyeri/ansietas).

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting

adalah CTScan. Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi klien.

Dalam keadaan tertentu mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan seperti

echo jantung, tes meningeal, dan lain lain.

b) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Albumin, Urinalisa, Elekrolit,

Creatinine Kinase (CKMB), Tropinin dan lain lain mungkin diperlukan bila

ada gejala yang menunjang.


48

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pencarian literatur didapatkan diagnosa keperawatan yang

muncul pada klien dengan kelemahan ekstremitas atas sebagai berikut:

1. Gangguan mobilitas fisik

2. Intoleransi aktivitas

3. Risiko jatuh

C. Intervensi Keperawatan

Menurut Setiadi (2012) intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase

pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan

tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah

atau untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan masalah keperawatan.

Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI) tahun 2018 dengan intervensi, luaran yang sesuai

dengan masalah keperawatan seperti pada tabel berikut ini:

Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria

Hasil Intervensi

1 Gangguan Mobilitas Tujuan: Dukungan Mobilisasi


Fisik b/d Gangguan (I.05173)
Muskuloskeletal Setelah dilakukan
Observasi:
intervensi keperawatan
▪ Identifikasi adanya nyeri
Dibuktikan dengan: selama ............. atau keluhan fisik lainnya
Gejala dan Tanda diharapkan mobilitas fisik ▪ Identifikasi toleransi fisik
Mayor dapat meningkat dengan melakukan pergerakan
kriteria hasil : ▪ Monitor frekuensi jantung
Subjektif: 1. Pergerakan ekstremitas dan tekanan darah sebelum
1. Mengeluh sulit meningkat memulai mobilisasi
▪ Monitor kondisi umum
menggerakkan 2. Kekuatan otot
selama melakukan mobilisasi
ekstremitas meningkat
49

3. Nyeri menurun
Objektif: 4. Gerakan terbatas Terapeutik:
1. Kekuatan Otot menurun ▪ Fasilitasi aktivitas
mobilisas dengan alat bantu
Menurun
▪ Fasilitasi melakukan
2. ROM Menurun pergerakan, jika perlu
▪ Libatkan keluarga untuk
Gejala dan Tanda membantu pasien dalam
Minor meningkatkan pergerakan

Subjektif: Edukasi:
▪ Jelaskan tujuan dan
1. Nyeri Saat Bergerak
prosedur mobilisasi
2. Enggan Melakukan ▪ Anjurkan melakukan
Pergerakan mobilisasi dini
3. Merasa Cemas saat ▪ Ajarkan mobilisasi
bergerak sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
Objektif: tempat tidur)
1. Sendi Kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
3. Gerakan Terbatas
4. Fisik Lemah

2 Intoleransi Aktivitas b/d Tujuan: Terapi Aktivitas (I.05186)

Kelemahan Setelah dilakukan Observasi:


intervensi keperawatan ▪ Identifikasi defisit tingkat
Dibuktikan dengan: aktivitas
selama .............
Gejala dan Tanda ▪ Identifikasi kemampuan
diharapkan toleransi berpartisipasi dalam aktivitas
Mayor
aktivitas dapat meningkat tertentu
Subjektif: dengan kriteria hasil : ▪ Identifikasi strategi
1. Mengeluh lelaj 1. Keluhan lelah menurun meningkatkan partisipasi
2. Dispnea saat aktivitas dalam aktivitas
Objektif: ▪ Identifikasi makna aktivitas
menurun secara rutin
1, Frekuensi jantung 3. Dispnea setelah ▪ Monitor respon emosional,
meningkat >20% dari
aktivitas menurun fisik, sosial, dan spiritual
kondisi istirahat terhadap aktivitas
4. Kemudahan dalam
Gejala dan Tanda melakukan aktivitas
Terapeutik:
Minor sehari-hari meningkat
▪ Fasilitasi fokus pada
kemampuan, buka defisit
Subjektif yang dialai
1. Dispnea saat/setelah ▪ Koordinasikan pemilihan
aktivitas aktivitas sesuai dengan usia
2. Merasa tidak nyaman
50

setelah beraktivitas ▪ Libatkan keluarga untuk


3. Merasa lemah membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Objektif ▪ Fasilitasi makna aktivitas
1. Tekanan darah berubah yang dipilih
>20% dari kondisi ▪ Fasilitasi transportasi untuk
istirahat menghadiri aktivitas, jika sesuai
2. Gambaran EKG ▪ Fasilitasi aktivitas secara rutin
menunjukkan aritmia ▪ Fasilitasi aktivitas apabila
saat/setelah aktivitas memiliki keterbatas waktu,
3. Gambaran EKG energi, atau gerak
menunjukkan iskemia ▪ Fasilitasi aktivitas motorik
4. Sianosis untuk merelaksasi otot
▪ Libatkan keluarga dalam
melakukan aktivitas, jika
peril
▪ Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
▪ Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari

Edukasi:
▪ Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
▪ Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
▪ Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
▪ Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
▪ Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi:
▪ Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, bila perlu

3 Risiko Jatuh d/d Tujuan: Pencegahan Jatuh (I.14540)


Kekuatan Otot
51

Menurun Setelah dilakukan Observasi:


intervensi keperawatan ▪ Identifikasi faktor risiko jatuh
selama ............. ▪ Identifiikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap shift
diharapkan tingkat jatuh atatu sesuai dengan kebijakan
dapat menurun dengan institusi
kriteria hasil : ▪ Identifikasi faktor
1. Jatuh dari tempat tidur lingkungan
menurun ▪ Hitung risiko jatuh
menggunakan skala
2. Jatuh saat berdiri
▪ Monitor kemampuan
menurun berpindah
3. Jatuh saat berjalan
menurun Terapeutik:
3. Jatuh saat duduk ▪ Orientasikan ruangan pada
menurun pasien dan keluarga
▪ Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda
▪ Pasang handrall tempat
tidur
▪ Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terndah
▪ Tempatkan pasien berisiko
tinggi jatuh dekat dengan
nurse station
▪ Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien

Edukasi:
▪ Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
▪ Anjutkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
▪ Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh
▪ Anjurkkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
▪ Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat
52

Tabel 3.1
Intervensi Keperawatan

D. Intervensi Inovasi

1. Manajemen Intervensi

a. Intervensi Inovasi

Intervensi inovasi yang akan dilakukan adalah dengan memberikan terapi

Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan juga ROM Cylindrical

yang bertujuan untuk melatih kekuatan otot yang mengalami kelemahan

ekstremitas bagian atas di ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang.

Instrumen yang dipergunakan dalam terapi ini ialah dengan menggunakan

terapi CIMT dan ROM Cylindrical, lembar observasi, dan alat ukur Manual

Muscle Test. Pemilihan intervensi ini pada Karya Ilmiah Akhir Ners ini yaitu

karena terapi ini merupakan jenis terapi yang lebih ringkas dan juga mudah

dalam proses pengaplikasiannya, sehingga diharapkan untuk digunakan oleh

perawat dalam proses pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan

stroke.

b. Jalannya Pelaksanaan Intervensi

1) Persiapan

a) Mempersiapkan peralatan untuk pelaksanaan intervensi berupa

Manual Muscle Test, lembar observasi, meja, barang seperti tisu

atau rubik, majalah, dan juga botol minuman.

b) Mempersiapkan alat tulis

c) Mengkondisikan ruangan yang nyaman dengan memperhatikan

kebisingan, pendingin ruangan, cahaya lampu, memperisapkan

pasien.
53

2) Pelaksanaan

a) Memberikan salam teraupetik kepada klien

b) Memperkenalkan diri sebaik mungkin

c) Tanyakan keluhan dan perasaan klien saat ini

d) Jelaskan prosedur, tujuan dan juga lamanya tindakan

e) Memberikan lembar informed consent

f) Jaga privasi klien

g) Lakukan pengukuran kekuatan otot pre-test dengan menggunakan

alat ukur skala kekuatan otot (Manual Muscle Test)

h) Jika memenuhi kriteria kelemahan kekuatan otot, lanjutkan terapi

CIMT dan juga ROM menggunakan media/alat yang sudah

disiapkan.

i) Setelah terapi diberikan dan selesai, bersihkan alat dan juga atur

posisi klien kembali dengan nyaman.

j) Isi lembar intervensi

3) Alur Pengambilan Sampel dan Estimasi Waktu Pelaksanaan Terapi

Pasien datang ke ruangan ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang

Pasien memenuhi kriteria inklusi

Bina hubungan saling percaya, menjelaskan tujuan, kontrak kegiatan

Responden menandatangani Inform Consent

Melakukan penilaian Pre-Test dengan Manual Muscle Test

Memberikan terapi CIMT atau ROM Cylindrical


54

Melakukan
4) Lama penilaian
Pemberian Post-Test dengan Manual Muscle Test
Terapi

Bagan 3.1
Alur Pengambilan Sampel

Lama pemberian intervensi ini selama ± 45 menit yang dilakukan

setiap harinya

5) Mekanisme Pemberian Terapi

Terapi diberikan setelah diketahui klien masuk dalam kriteria inklusi

tanpa memperhatikan klien sudah mendapatkan terapi medis atau

belum, dan juga telah menandatangani informed consent.

6) Kriteria Pasien

a) Kriteria inklusi

a. Bersedia dilakukan intervensi dengan menandatangani

informed consent

b. Semua pasien Stroke di ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim

Bontang yang belum mendapatkan terapi dan mengalami

kelemahan ekstremitas bagian atas

c. Pasien dalam kondisi kooperatif dan sadar penuh.

b) Kriteria Eksklusi

a. Pasien Stroke di ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim

Bontang yang tidak mengalami kelemahan ekstremitas bagian

atas

b. Pasien dalam kondisi tidak kooperatif dan mengalami

penurunan kesadaran
55

c. Pasien dengan tanda tanda vital tidak stabil

d. Pasien menolak diberikan terapi

E. Implementasi

Implementasi keperawatan sendiri adalah salah satu komponen proses

keperawatan yang merupakan salah satu kategori dari perilaku keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan untuk dilakukan dan diselesaikan. Implementasi sudah mencakup

dengan melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-

hari seorang perawat seperti memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan

yang berpusat kepada klien, mengevaluasi kinerja anggota staff serta melakukan

pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari

klien (Hidayat, 2012).

Sementara itu, pada implementasi KIAN akan dilakukan kepada pasien yang

mengalami stroke dengan adanya kelemahan pada ekstremitas atas yang dimana

pemilihan responden dalam penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan juga kriteria

eksklusi yang telah ditetapkan oleh kelompok. Sebelum dilakukan implementasi,

pasien terlebih dahulu dijelaskan manfaat serta tujuan dari adanya penelitian ini yang

dimana bahwa intervensi tersebut telah banyak diterapkan sebelumnya sebagai terapi

komplementer, pasien juga dipersilahkan bertanya mengenai jalannya proses

penelitian, kemudian pasien yang bersedia menjadi responden akan diberikan

informed consent terlebih dahulu untuk dilakukan pengukuran skala kekuatan otot dan

setelah itu diberikan intervensi yang kemudian dilakukan pengukuran skala kekuatan

otot pada pasca intervensi.


56

F. Evaluasi

Evaluasi pada proses keperawatan merupakan catatan mengenai indikasi

kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai

kefektifan selama proses perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari

hasil implementasi keperawatan (Hidayat, 2012).

Menurut Setiadi (2012) terdapat dua tipe evaluasi keperawatan yaitu evaluasi

formatif dan juga evaluasi sumatif. Evaluasi formatif sendiri terjadi secara periodic

selama proses pemberian perawatan sementara itu evaluasi sumatif terjadi pada akhir

aktivitas seperti diakhir penerimaan, pemulangan, atau pemindahan ke tempat lain,

atau diakhir kerangka waktu tertentu seperti diakhir penyuluhan Kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Aisyiyah, A. N. (2021). Literatur Review: Pengaruh Range Of Motion (Cylindrical


Grip) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. 6.

Andrianur, F., Kosasih, & Rahayu. (2019). Artikel Penelitian Pertolongan Cepat Ke
Rumah Sakit < 6 Jam Oada Constraunt Induced Movement Therapy Meningkatkan
Kekuatan Otot. 2(6), 244–253.

Handayani, F., Widyastuti, R. H., & Eridani, D. (2019). Penatalaksanaan Stroke di


Rumah. https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/stroke/penatalaksanaan

Hariyanti, T., Harsono, H., & S Prabandari, Y. (2015). Health Seeking Behaviour pada
Pasien Stroke. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(3), 242–246.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2015.028.03.15

Hayner, K., Gibson, G., & Giles, G. M. (2010). Comparison of Constraint-Induced


Movement Therapy and Bilateral Treatment of Equal Intensity in People with
Chronic Upper-Extremity Dysfunction After Cerebrovascular Accident. American
Journal of Occupational Therapy, 64(4), 528–539.
https://doi.org/10.5014/ajot.2010.08027

Hidayati, S. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Haemoragik Dengan Pemberian Constraint Induced Movement Therapy Dan
ROM Terhadap Kemampuan Motorik Di Ruang Stroke Center RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. April, 2018.

Indi, I., Arso, Septo PawelaAstuti, S., & Wigati, P. A. (2015). Asuhan Keperawatan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Dengan Fraktur Femur Post ORIF. Analisis
Standar Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota
Semarang, 3, 103–111.

Indrawati. (2018). Pengaruh Kombinasi Terapi Latihan Range of Motion, Genggam


Bola Karet Dan Kompres Hangat Terhadap Kekuatan Motorik Ekstremitas Atas
dan kadar kortisol pada Klien Pasca Stroke di RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. Repository Unair.

Irfan, M. (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. In Fisioterapi (Cet. 1). Graha Ilmu.

57
Kemenkes RI. (2018). Stroke Dont Be The One (p. 10). http://infodatin-stroke-dont-be-
the-one.pdf

Lesmana, S. I. (2012). Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan


Dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau Dari Perbedaan Gender: Studi
Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford Pada
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi. Universitas Esa Unggul,
5(1), 1–31. http://www.esaunggul.ac.id/article/perbedaan-pengaruh-metode-
latihan-beban-terhadap-kekuatan-dan-da%0Aya-tahan-otot-biceps-brachialis-
ditinjau-dari-perbedaan-gender-studi-komparasi-pemberian-latihan-beban%0A-
metode-delorme-dan-metode-oxford/

Mella, R. (2019). Karya Ilmiah Akhir Ners : Asuhan Keperawatan Pada Ny. K (74 Th)
Dengan Stroke Iskemik Dalam Pemberian Inovasi Intervensi Range Of Motion
(ROM) Aktif-Asistif Spherical Grip Dengan Masalah Gangguan Mobilitas Fisik Di
Ruang Dahlia RSUD H.Hanafie Muara Bungo. STIKES PERINTIS.

Otadi, K., Hadian, M.-R., Emamdoost, S., & Ghasemi, M. (2016). Constraint-Induced
Movement Therapy in Compared to Traditional Therapy in Chronic Post-Stroke
Patients. Modern Rehabilitation, 10(1), 18–23.

Potter Patricia A, P. A. G. (2005). Buku Ajar : Fundamental Keperawatan Konsep,


Proses, dan Praktik (Ed. 4, Cet). EGC.

Sari, N. (2012). Studi Kasus : Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi


Pada Tn.J Dengan Stroke Di Ruang Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Pelaksanaan Pekerjaan Galian Diversion Tunnel Dengan Metode Blasting Pada
Proyek Pembangunan Bendungan Leuwikeris Paket 3, Kabupaten Ciamis Dan
Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, 1(11150331000034), 1–147.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
(1st ed.). Persatuan Perawat Indonesia.
http://www.esaunggul.ac.id/article/perbedaan-pengaruh-metode-latihan-beban-
terhadap-kekuatan-dan-da%0Aya-tahan-otot-biceps-brachialis-ditinjau-dari-
perbedaan-gender-studi-komparasi-pemberian-latihan-beban%0A-metode-
delorme-dan-metode-oxford/

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Keperawatan. Gosyen


Publishing.
Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan (Sjabana (ed.); 1st Ed). Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Salemba Medika.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Graha Ilmu.
Agustina, R. E., Luthfiyatil Fitri, N., & Purwono, J. (2021). Efektifitas Latihan Range of
Motion Cylindrical Grip Terhadap Kekuatan Otot Ekstermitas Atas Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Di Ruang Syaraf Rsud Jend. Ahmad Yani Metro. Jurnal
Cendikia Muda, 1(ISSN : 2807-3649), 554–563.

Ananta Tanujiarso, B., & Fitri Ayu Lestari, D. (2020). Mobilisasi Dini Pada Pasien
Kritis Di Intensive Care Unit (Icu): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya
Gantari Indonesia, 4(1), 59–66.

Aridamayanti, B. G., Nursalam, N., & Kurnia, I. D. (2020). Effect of Combination


Mirror Therapy and Cylindrical Grip on Self-Care of Post-Stroke Ischemic
Patients. 15(2).

Haryati, D., Fajriyah, N. N., & Faradisi, F. (2021). Literature Review : Pengaruh
Latihan Rom (Range Of Motion) Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada
Pasien Stroke. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan, 1(01), 1407–1413.
https://doi.org/10.48144/prosiding.v1i.856

Hisni, D., Saputri, M. E., & Jakarta, N. (2022). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stroke iskemik di instalasi fisioterapi rumah sakit pluit. 2(1).

Ju, Y., & Yoon, I.-J. (2018). The effects of modified constraint-induced movement
therapy and mirror therapy on upper extremity function and its influence on
activities of daily living. 77–81.

Mardiana, S. S., Yulisetyaningrum, Y., & Wijayanti, A. (2021). Efektifitas Rom


Cylindrical Grip Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Tangan Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 12(1), 81.
https://doi.org/10.26751/jikk.v12i1.915
Pangaribuan, R., Manjani, Y. S., & Tarigan, J. (2021). Mobilitas Fisik Pada Stroke Non
Haemoragik Ekstermitas Atas Dengan Rom Aktif ( Cylindrical Grip ) Di Upt
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 10(2), 163–
174.

Roboth, T., Sengkey, L., & Marpaung, E. (2020). Modifikasi Constraint Induced
Movement Therapy Dibanding Terapi Cermin Terhadap Peningkatan Kemampuan
Fungsional Ekstremitas Atas Pasien Stroke Subakut. 2, 1–10.

Salgado, L., Rocha, O., Crissy, G., Gama, B., Santiago, R., Rocha, B., Rocha, L. D. B.,
Dias, C. P., Lobato, L., Santos, S., Santos, D. S., Imaculada, M., Montebelo, D. L.,
& Teodori, R. M. (2021). Constraint Induced Movement Therapy Increases
Functionality and Quality of Life after Stroke. 30(6), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2021.105774

Santoso, M. B., Sari, G., Stikes, P., & Yani, J. A. (2021). Effect of active cylindrical
exercise on the grip power in stroke patient. Journal.Unpad.Ac.Id, 4(2).
http://journal.unpad.ac.id/jnc/article/view/22904

Solon, M., Madu, Y. G., Nussy, S. A., & Paruntung, T. (2022). Efektivitas Constraint
Induced Movement Therapy untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Ekstremitas
Atas Pasien Stroke. 13(4), 238–243.

Wulandari, C. T., Palupi, L. M., Malang, P. K., Dowo, O., Malang, K., & Timur, J.
(2020). ROM And CIMT Treatment Effects To Stroke Patients’s Upper Extremity
Functional Ability. 8(3), 223–231.
LAMPIRAN
Lampiran 1
PENJELASAN PENELITIAN

Judul KIAN : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Dengan Intervensi


Inovasi Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan
ROM Cylindrical Grip Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien
Stroke di Ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang

Peneliti : Mahasiswa Ners Poltekkes

Peneliti adalah mahasiswa program studi Profesi Ners Politeknik Kesehatan


Kalimantan Timur. Peneliti berkeinginan melakukan penelitian mengenai Analisis
Praktik Klinik Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Constraint Induced Movement
Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien
Stroke di Ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang, oleh sebab itu peneliti
meminta kesediaan ibu/bapak untuk turut berpatisipasi dalam penelitian ini, tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Ibu/bapak dapat ikut berpartisipasi atau keberatan jika
tidak berkenan. Tidak ada pengaruh atau dampak negatif jika ibu/bapak berkeberatan
mengikuti penelitian ini. Sebelum ibu/bapak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini,
maka akan saya bacakan dan jelaskan beberapa hal dalam penelitian ini, adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Dengan Intervensi Inovasi Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan
ROM Cylindrical Grip Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke di Ruang ICU
Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang
2. Penelitian ini akan bermanfaat karena akan meningkatkan kekuatan ekstremitas.
3. Semua data dan informasi ibu/bapak akan dijamin kerahasiaannya. Begitu juga
identitas. Hasil penelitian ini hanya akan dipublikasikan kepada pihak institusi
pendidikan, yaitu Poltekkes Kaltim dan RSPKT Bontang.
4. Jika ibu/bapak sudah memahami dan bersedia ikut berpartisipasi, maka ibu/bapak
dapat menandatangani persetujuan pada lembar belakang.
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :
Umur :
Jenis kelamin :L/P
Alamat :

Setelah mendapat penjelasan dan keterangan mengenai penelitian ini, maka saya
bersedia menjadi responden dan ikut dalam penelitian”.
Saya sadar dan memahami tujuan, proses dan manfaat dari penelitian ini. Saya
percaya bahwa peneliti akan menghargai hak – hak saya sebagai responden dan akan
menjamin kerahasiaan dari identitas saya. Saya menyakini bahwa penelitian ini tidak
akan menimulkan dampak yang merugikan bagi saya dan keluarga saya.

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya paksaan
dari pihak manapun.

Bontang , 2022

Responden

( )
Lampiran 3
POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)
KESEHATAN CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY (CIMT)
KEMENKES Definisi :

KALTIM CIMT adalah sebuah metode rehabilitasi bagi penderita stroke yang
Jl. Wolter memiliki kelemahan pada ekstremitas atas, dengan cara pembatasan
Monginsidi No. gerakan pada lengan yang sehat, dan penggunaan lengan yang lemah untuk
38 Samarinda beraktivitas.
Tujuan :
Constraint Induced Movement Therapy bertujuan Untuk meningkatkan status
fungsional dari ekstremitas atas pada pasien stroke
Persiapan Alat :
- Selimut
- Botol minuman
- Rubik
- Kertas
- Meja
- Majalah
- Telpon genggam
- Handscrub
Persiapan Pasien
1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan.
2. Posisikan pasien duduk dan tangan melipat di abdomen
3. Pastikan pasien dalam keadaan nyaman dan aman untuk dilakukan tindakan
Prosedur :
1. Memperkenalkan diri kepada pasien
2. Menjelaskan pasien mengenai tujuan terapi yang akan diberikan
3. Mengkaji kekuatan otot pada ekstremitas atas menggunakan Muscle Manual Test
4. Meminta pasien duduk dengan nyaman
5. Meletakkan meja di atas kasur pada pasien
6. Meminta pasien untuk melakukan cuci tangan
7. Meminta pasien untuk memasukkan tangannya yang memiliki kekuatan otot penuh ke
dalam selimut
8. Meminta pasien menggerakkan tangannya yang memiliki kelemahan secara perlahan
9. Meminta pasien menggerakkan tangannya dengan kelemahan ekstremitas dengan
gerakan hiperekstensi, ekstensi dan juga gerakan fleksi
10. Meminta pasien melakukan gerakan membuka tutup botol/toples menggunakan tangan
dengan kelemahan ekstremitas
11. Meminta pasien menekan tombol pada telpon genggam secara perlahan
12. Meminta pasien melakukan gerakan memutar kunci dengan kunci menggunakan tangan
dengan kelemahan ekstremitas
13. Meminta pasien memindahkan benda seperti rubik atau botol dari arah kanan ke kiri dan
arah kiri ke kanan
14. Meminta pasien menggenggam kertas dan meremukkannya
15. Meminta pasien membuat gerakan secara memutar menggunakan botol
16. Meminta pasien mengganti halaman majalah secara perlahan
17. Mencatat pada lembar observasi
18. Merapikan alat dan lingkungan pasien
19. Mengkaji kekuatan otot pasien dengan Manual Muscle Test
20. Menutup pertemuan dan mengucapkan salam

Evaluasi:
1. Pasien merasa nyaman
2. Pasien Merasa Sesak Berkurang
DDokumentasi:
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
2. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
3. Mencatat hasil pemeriksaan
Sikap:
1. Tenang
2. Teliti
3. Peka terhadap reaksi pasien

Referensi :
Lampiran 4
POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)
KESEHATAN ROM Cylindrical Grip
KEMENKES
Definisi :
KALTIM
Cynlindrical Grip merupakan bagian Latihan dari ROM. Cylindrical Grip
Jl. Wolter
salah satu dari power grip yang menggunakan benda berbentuk slindris
Monginsidi No.
berfungsi untuk menggerakkan jari- jari tangan menggenggam sempurna.
38 Samarinda
Tujuan :
Cynlindrical Grip betujuan untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas
atas pada pasien stroke non hemoragik.
Persiapan Alat :
- Standar Operasional Prosedur
- Tissue gulung
- Lembar observasi
Persiapan Pasien
1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan.
2. Pastikan pasien dalam keadaan nyaman dan aman untuk dilakukan
tindakan
Prosedur :
1. Posisikan pasien dengan berbaring secara nyaman.
2. Berikan benda berbentuk bulat (tissu gulung)
3. Lakukan koreksi pada jari-jari agar mengenggam sempurna.
4. Posisikan pergelangan tangan (wrist joint) 45 derajat
5. Berikan instruksi untuk mengenggam (mengenggam kuat) selama 5 detik kemudian
rileks
6. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali
Evaluasi:
1. Pasien merasa nyaman
2. Pasien Merasa Sesak Berkurang

DDokumentasi:
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur

2. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur

3. Mencatat hasil pemeriksaan

Sikap:
1. Tenang
2. Teliti
3. Peka terhadap reaksi pasien

Referensi :
Irfan, Muhammad.(2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Graha Ilmu.Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai