DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
i
i
i
PERNYATAAN KEASLIAN
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Proposal KIAN yang kami tulis ini
benar merupakan hasil karya kami sendiri dan sepanjang pengetahuan kami di dalam naskah
Proposal KIAN ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari ternyata di dalam naskah Proposal KIAN ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur plagiat, kami bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kelompok IV
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kaltim
iii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN)
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN INTERVENSI
CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY (CIMT) DAN ROM
CYLINDRICAL GRIPTERHADAP KEKUATAN OTOT
PADA PASIEN STROKE DI RUANG ICU RUMAH
SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG
Disusun dan Diajukan Oleh :
Nama Mahasiswa NIM
Andi Akhmal Kurniawan P07220421003
Ayu Kartika P07220421008
Diana Aulia P07220421012
Muhammad Oktariq P07220421025
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kalti
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
v
menyusun tugas Karya Ilmiah Akhir Ners
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membutuhkan.
Kelompok IV
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 7
Tabel 2.1 Skala Manual Muscle Setting (MMT) 40
Tabel 3.1 Intervensi Keperawatan 51
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar Mekanisme Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) 30
2.1
Gambar Mekanisme ROM Cylindrical Grip 32
2.2
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori 41
Bagan 2.2 Kerangka Konsep 42
Bagan 3.1 Alur Pengambilan Sampel 54
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1 Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 3 SOP Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)
Lampiran 4 SOP ROM Cylindrical Grip
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intensive care adalah salah satu layanan keperawatan untuk pasien dengan
penyakit akut atau kronis dalam situasi darurat, kritis yang memerlukan monitoring
fungsi vital, lebih khusus terapi intensif dan tindakan segera yang tidak dapat
diberikan di ruang perawatan umum. Pasien kiritis yang ada di intensive care unit
(ICU) umumnya mengalami bed rest dan memerlukan alat bantu nafas yakni
ventilator mekanik. Pasien dengan ventilasi mekanik memerlukan perhatian khusus
mengingat banyaknya penggunaan ventilasi mekanik di ICU seluruh dunia dan resiko
terjadinya Intensive Care Unit Acquired Weakness (ICU-AW). ICU-AW
menggambarkan pengecilan otot yang berhubungan dengan mortalitas tinggi, kondisi
pasien yang buruk, serta keterlambatan proses penyapihan (Schaller et al., 2016).
ICU-AW berpotensi diperburuk oleh periode bed rest yang lama karena sedasi
dan imobilisasi. Saat ini, intervensi mobilisasi dini yang disampaikan dalam
pengaturan ICU yang bisa diterima sebagai intervensi terapeutik yang berpotensi
dapat mencegah gangguan fungsional dan ICU-AW (L. Zhang et al., 2019). Namun,
kapan waktu dimulainya mobilisasi dini masih menjadi perdebatan.(Ananta
Tanujiarso & Fitri Ayu Lestari, 2020).
Menurut WHO tahun 2018, sekitar 7,75 juta orang meninggal karena stroke di
dunia. Center For Disease Control tahun 2020 melaporkan satu orang meninggal
setiap empat menit karena stroke di Amerika Serikat. Hal ini juga diperkuat dengan
pernyataan dari World Health Organization (2017), yang menyatakan 17,7 juta orang
meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2015, nilai ini menggambarkan
hampir 31% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular,
yang mana penyakit stroke iskemik masuk dalam kelompok penyakit kardiovaskular,
sementara itu menurut Junaidi (2011) kejadian stroke iskemik lebih tinggi
dibandingkan dengan stroke haemorrhage, yaitu di negara maju seperti Amerika
insiden stroke haemorrhage antara 15%-30%, sedangkan stroke iskemik antara 70% -
85%. Selanjutnya untuk Negara berkembang seperti Asia, kejadian stroke
haemorrhage sekitar 30% dan stroke iskemik 70%. haemorrhage sekitar 30% dan
stroke iskemik 70%. Di Indonesia jumlah penderita stroke pada tahun 2013 yang
1
2
dilihat dari diagnosis tenaga kesehatan diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7%),
sedangkan penderita penyakit stroke yang dilihat dari diagnosis tenaga
kesehatan/gejala diperkirakan sebanyak 2.137.941 orang (21,1%) (Hisni et al., 2022).
Data Riskesdas 2018 menunjukan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia
Indonesia terdapat di Propinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan terendah di Provinsi
Papua (4,1%). Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring bertambahnya umur
dengan kasus tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (50,2%) dan terendah
pada kelompok umur 15 - 24 tahun (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin, pravelensi
stroke pada laki-laki (11%) hampir sama dengan perempuan (10,95) Kemenkes,
(2019) dalam (Hisni et al., 2022).
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari ruang ICU di Rumah Sakit Pupuk
Kaltim Bontang mulai bulan Januari 2022 – Mei 2022 total pasien terdiagnosis Stroke
terdapat 9 pasien diantaranya 6 pasien Stroke Non Haemoragik dan 3 pasien Stroke
Haemoragik.
Cerebro Vaskuler Accident (CVA) atau disebut juga dengan istilah
stroke. Stroke merupakan suatu keadaan ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
secara tiba-tiba terganggu karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat
gangguan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak(Daulay, Hidayah, and Santoso 2021). Stroke termasuk ke dalam salah satu
penyakit yang meninggalkan dampak berupa kecacatan. Memperkirakan sepertiga
dari jumlah penderita stroke di dunia mengalami kecacatan yang permanen(Haryati et
al., 2021).
Gejala stroke biasanya muncul secara tiba-tiba dengan adanya kehilangan
kekuatan pada salah satu sisi tubuh, perubahan kesadaran , bicara tidak jelas (pelo),
gangguan pada penglihatan, sulit berjalan, sakit kepala, dan hilangnya keseimbangan
(Sholihany Fithriyah et al. 2021). Penderita stroke akan mengalami kehilangan fungsi
motorik dan sensorik yang mengakibatkan hemiparesis, hemiplegia, serta ataksia.
Akibat adanya gangguan motorik pada otak, maka otot akan di istirahatkan sehingga
menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot menyebabkan kekakuan otot, sehingga otot yang
kaku tersebut dapat mengalami keterbatasan gerak pada pasien stroke, Kusuma and
Sara (2020) dalam (Haryati et al., 2021).
Pasien stroke akan mengalami keterbatasan mobilisasi yaitu ketidakmampuan
untuk melakukan rentang gerak dengan sendirinya. Keterbatasan ini dapat di
identifikasi pada klien yang salah satu ekstremitasnya memiliki keterbatasan gerak
3
atau bahkan mengalami imobilisasi seluruhnya. Latihan rentang gerak terdapat dua
bagian yaitu rentang gerak aktif (klien mampu menggerakkan seluruh sendinya
dengan rentang gerak tanpa diberi bantuan), sedangkan rentang gerak pasif (klien
tidak mampu menggerakkan seluruh anggota sendi secara mandiri sehingga perawat
membantu pergerakkannya) (Daulay, Hidayah, and Santoso 2021). Pemberian
terapi secara terpadu dan sedini mungkin maka kemungkinan besar pengembalian
fungsi akibat imobilisasi bisa dicegah dan kecacatan juga dapat dihindari sehingga
tidak bergantung lagi pada orang lain (Maulina Putri Harahap 2019). Salah satu
rehabilitasi tersebut yaitu terapi CIMT dan ROM (Haryati et al., 2021)
Pasien yang menderita penyakit stroke mengalami kelemahan pada otot
anggota gerak tubuh, terutama pada bagian ekstremitas atas pasien yang lama
kelamaan akan mengalami atrofi otot akibat penurunan aktivitas pada ekstremitas
yang dapat menimbulkan kekakuan pada otot. Kelemahan atau hemiparese merupakan
masalah yang dialami oleh pasien stroke yang dapat menyebabkan pasien mengalami
ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari(Solon et al., 2022).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut
diantaranya adalah memberikan penanganan melalui obat-obatan khususnya pada fase
akut (golden time), melakukan fisioterapi setelah kondisi hemodinamik pasien mulai
stabil untuk meningkatkan kekuatan otot pasien stroke serta berbagai macam latihan
dan teknik lain yang terus dikembangkan melalui berbagai bidang keilmuan dalam
mengatasi gangguan fisik serta fungsional termasuk fungsi ekstremitas atas yang
mengalami kelemahan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah Constraint
Induced Movement Therapy(CIMT) dan Range Of Motion (ROM) Cylindrical Grip
(Solon et al., 2022).
Terapi CIMT yang diberikan pada pasien stroke merupakan salah satu teknik
non-farmakologi yang bertujuan untuk pemulihan kekuatan otot. CIMT adalah terapi
yang tujuannya untuk memperbaiki fungsi saraf dengan cara memotivasi pasien agar
pada bagian tubuh yang lemah digerakkan. Dengan melakukan latihan CIMT secara
teratur, dengan konsentrasi baik, durasi yang lama dan banyaknya latihan merupakan
salah satu faktor dalam mendapatkan perubahan fungsi motorik. Salah satu manfaat
dari CIMT yaitu membangkitkan neuroplastisitas pada pasien stroke yang mengalami
kelemahan pada anggota tubuh, serta meningkatkan jumlah neuron yang berada dalam
tubuh untuk pergerakan ekstremitas yang mengalami kelemahan pada pasien stroke
(Solon et al., 2022).
4
Latihan yang dapat dilakukan adalah Range Of Motion atau biasa dikenal
dengan latihan Rentang Gerak, Bentuk dari latihan Range Of Motion tersebut yaitu
latihan fungsional tangan (Power Grip), Power Grip terdiri dari Cylindrical Grip,
Cylindrical Grip merupakan latihan fungsional tangan dengan cara menggenggam
sebuah benda berbentuk silindris. Dalam Cylindrical Grip jari-jari dilipat dengan ibu
jari yang ditekuk diatas telunjuk dari jari tengan. Hal ini melibatkan fungsi, terutama
fungsi dari fleksor digitorium profundus. Sublimis fleksor digitorium dan otot
interoseus membantu ketika kekuatan yang diperlukan lebih besar(Pangaribuan et al.,
2021).
Menurut asumsi kelompok berdasarkan hasil esktrasi jurnal jika kedua terapi
Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip tersebut
digabungkan akan berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Slon dkk (2022) didapatkan hasil penelitian diketahui
rerata kekuatan otot sebelum intervensi adalah 2,53 dan setelah intervensi adalah 3,53,
dengan nilai p = 0,000, dimana bahwa Constraint Induced Movement Therapy efektif
untuk meningkatkan kemampuan motorik ekstremitas atas pada pasien stroke
sedangkan menurut penelitian Mardiana dkk (2021), hasil penelitian didapatkan
kelompok intervensi diperoleh nilai ρ value adalah 0,000 (p<0,05) dan kelompok
kontrol diperoleh nilai ρ value adalah 0,045 (p<0,05). Hasil tersebut dapat diketahui
bahwa ρ value kelompok intervensi lebih kecil dibandingkan ρ value kelompok
kontrol sehingga pemberian ROM cylindrical grip lebih efektif meningkatkan
kekuatan otot tangan pada pasien stroke Non Hemoragik dibandingkan menggunakan
abduksi-adduksi
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengaplikasikan hasil riset mengenai terapi Constraint Induced Movement Therapy
(CIMT) dan ROM Cylindrical Grip yang dituangkan dalam penulisan Karya Ilmiah
Akhir Ners Yang berjudul Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Stroke
dengan Pemberian Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM
Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di Ruang ICU RS PKT.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran analisa pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan intervensi inovasi pada Pasien Stroke dengan Pemberian Constraint Induced
5
Movement Therapy (CIMT) dan ROM Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di
Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a) Menganalisis karakteristik responden (umur dan jenis kelamin) pada pasien
stroke yang di rawat di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.
b) Menganalisis pengaruh Pemberian Constraint Induced Movement Therapy
(CIMT) pada pasien stroke terhadap kekuatan otot di Ruang Intensive Care
Unit (ICU) RS PKT Bontang.
c) Menganalisis pengaruh pemberian ROM Cylindrical Grip pada pasien stroke
terhadap kekuatan otot di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS PKT Bontang.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
dua aspek yaitu :
1. Manfaat Aplikatif
a) Bagi Pasien
Dapat membantu meningkatkan kekuatan otot pasien sehingga pasien maupun
keluarga dapat mengaplikasikan secara mandiri baik selama dirawat dirumah
sakit ataupun ketika berada dirumah.
b) Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
terutama dalam memberikan informasi mengenai pemberian asuhan
keperawatan pada pasien dengan menggunakan proses keperawatan yang
meliputi: pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
6
2. Manfaat Keilmuan
a) Bagi Peneliti
Sebagai saran untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh
selama mengikuti masa perkuliahan dan sebagai tambahan pengalaman untuk
meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien yang
dirawat di ruang ICU.
b) Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evalusi yang diperlukan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan secara komprehensif khususnya pada Pasien Stroke
dengan Pemberian Constraint Induced Movement Therapy (CIMT) dan ROM
Cylindrical Grip terhadap Kekuatan Otot di Ruang Intensive Care Unit (ICU)
RS PKT Bontang.
c) Bagi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan sebagai
bahan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan khususnya
dibidang ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap
pasien yang di rawat di ruang ICU.
7
E. Keaslian Penelitian
NO Peneliti Judul Metode Hasil Perbedaan
1 Mery Solon, Efektivitas Jenis penelitian studi kuantitatif, dengan Hasil penelitian diketahui Lokasi penelitian
Yunita Gabriela Constraint Induced metode penelitian pre eksperimental rerata kekuatan otot sebelum dan waktu, Jumlah
Madu, Sri Arianti Movement Therapy dengan rancangan one group pre test- intervensi adalah 2,53 dan responden, durasi
Nussy, Theresia untuk Meningkatkan post test. Sampel diambil dengan setelah intervensi adalah 3,53, pada intervensi
Paruntung Kemampuan purposive sampling. dengan nilai p = 0,000. yang diberikan.
Motorik Ekstremitas Disimpulkan bahwa
2022 Populasi dalam penelitian ini adalah 15
Atas Pasien Stroke Constraint Induced
pasien stroke yang menjalani perawatan
Movement Therapy efektif
rawat inap. Teknik pengumpulan data
untuk meningkatkan
dimulai dari peneliti melakukan pretest
kemampuan motorik
dengan cara mengukur kemampuan
ekstremitas atas pada pasien
motorik ekstremitas atas pasien stroke
stroke(Solon et al., 2022).
menggunakan metode Manual Muscle
Testing (MMT), setelah itu peneliti
memberikan intervensi CIMT yang
dilakukan selama kurang lebih 60
sampai 90 menit setiap hari selama 1
bulan. Setelah diberikan intervensi
8
2 Tonny Roboth, Modifikasi Jenis penelitian studi kuantitatif, dengan Terapi modifikasi CIMT dan Lokasi penelitian
Lidwina Sengkey, Constraint Induced metode penelitian eksperimental dengan terapi cermin dapat dan waktu, Jumlah
Elfrida Marpaung Movement Therapy before and after with two group design. meningkatkan kemampuan responden, durasi
Dibanding Terapi Populasi dalam penelitian ini adalah fungsional anggota gerak atas pada intervensi
2020
Cermin Terhadap pasien pascastroke subakut. sisi paresis pasien pascastroke yang diberikan.
Peningkatan subakut (p < 0,0001). Akan
Teknik pengumpulan data dengan
Kemampuan tetapi bila dibandingkan
dilakukan penilaian awal dengan ARAT.
Fungsional antara keduanya maka terapi
Ekstremitas Atas Pada kelompok modifikasi CIMT akan mCIMT menunjukkan hasil
Pasien Stroke dilanjutkan dengan pemberian latihan yang lebih signifikan setelah
Subakut shaping selama 30 menit 3 kali diberi perlakuan selama 30
seminggu dan pemakaian penahan hari (median = 40) (Roboth et
tangan di rumah selama 5 jam setiap hari al., 2020).
selama sebulan. Pada kelompok cermin
akan dilanjutkan dengan pemberian
terapi cermin selama 30 menit 3 kali
seminggu.
9
3 Cintia Tri ROM And CIMT Penelitian ini menggunakan desain Berdasarkan hasil uji statistik Lokasi penelitian
Wulandari, Treatment Effects To Quasi eksperimental dengan rancangan Paired T-test terdapat dan waktu, Jumlah
Sulastyawati, Stroke Patients’s Non Equivalent Control Group. perbedaan hasil kemampuan responden, durasi
Lingling Marinda Upper Extremity Pengambilan responden menggunakan fungsional ekstremitas atas pada intervensi
Palupi Functional Ability teknik Consecutive Sampling dengan pada kelompok perlakuan yang diberikan.
jumlah 34 responden yang dibagi setelah diberikan intervensi
2020
menjadi dua kelompok 15 responden kombinasi Range Of Motion
sebagai kelompok perlakuan diberi Exercise dan Constraint
terapi kombinasi Range Of Motion Induced Movement Therapy
Exercise dan Constraint Induced dengan Pvalue 0,000 (p <
Movement Therapy, responden sebagai 0,05) dan uji statistik
10
4 Yumi Ju, Jin The Effects Of Jenis penelitian studi kuantitatif, subyek Hasil kami menunjukkan Lokasi penelitian
Yoon Modified Constraint- direkrut dari rumah sakit universitas bahwa upaya pasien untuk dan waktu, Jumlah
Induced Movement yang berlokasi di Seoul adalah pasien responden, durasi
2018 menggerakkan sisi yang sakit
Therapy And Mirror rawat inap stroke fase akut. Jumlah pada intervensi
menghasilkan peningkatan
Therapy On Upper sampel sebanyak 28 pasien stroke yang diberikan.
kinerja dalam aktivitas
Extremity Function berpartisipasi dalam penelitian ini.
Peningkatan fungsi
And Its Influence On Intervensi diberikan lima kali per
manipulasi tangan yang
Activities Of Daily minggu selama 3 minggu. Aktivitas
ditemukan dalam terapi CIMT
Living kehidupan sehari-hari atau latihan
memiliki pengaruh yang
mandiri dilakukan masing-masing
signifikan secara statistik
setelah terapi CIMT yang dimodifikasi
pada makan dan berpakaian.
atau terapi cermin.
Hasil kami menunjukkan
Semua peserta dialokasikan secara acak bahwa upaya pasien untuk
12
semu dalam kelompok terapi cermin dan menggerakkan sisi yang sakit
kelompok mCIMT. Mereka menjalani
menghasilkan peningkatan
MiniMental Sate Examination (MMSE).
kinerja dalam aktivitas (Ju &
Kelompok terapi cermin menerima Yoon, 2018).
terapi cermin (20 menit) dan kelompok
mCIMT masing-masing menerima
mCIMT (20 menit).
5 Larissa Salgado Constraint Induced Jenis penelitian studi kuantitatif, dengan Hasil penelitian kedua Lokasi penelitian
Oliveira Rocha Movement Therapy metode penelitian uji klinis acak, buta, terapi yang digunakan dan waktu, Jumlah
dkk Increases prospektif. Responden diacak oleh dalam penelitian ini efektif, responden, durasi
Functionality and peneliti Kelompok Kontrol yang namun protokol CIMT pada intervensi
13
2021 Quality of Life after terdiri dari individu-individu dapat bermanfaat dalam yang diberikan.
Stroke hemiparetik yang tunduk pada memulihkan fungsi
protokol fisioterapi konvensional dan ekstremitas atas yang
Kelompok Terapi Gerakan Terinduksi paresis, dalam rentang
Batasan (CIMTG) dibuat up individu fungsional dan dalam
hemiparetic diserahkan ke protokol mengurangi tonus otot,
CIMT. dengan konsekuensi
peningkatan kualitas
hidup(Salgado et al.,
2021).
6 Sri Siska Efektifitas Rom Jenis penelitian yang digunakan adalah Hasil penelitian di atas Lokasi penelitian
Mardiana, Cylindrical Grip metode penelitian eksperimen semu didapatkan kelompok dan waktu, Jumlah
Yulisetyaningrum, Terhadap dengan pendekatan PrePostTest. Jumlah intervensi diperoleh nilai ρ responden, durasi
Aris Wijayanti Peningkatan sampel 17 pasien kelompok intervensi value adalah 0,000 (p<0,05) pada intervensi
Kekuatan Otot dan 17 pasien kelompok kontrol yang dan kelompok kontrol yang diberikan.
2021
Tangan Pada Pasien dipilih secara Consecutive Sampling. diperoleh nilai ρ value adalah
Stroke Non 0,045 (p<0,05). Hasil
Populasi dalam penelitian ini yaitu
Hemoragik tersebut dapat disimpulkan
pasien stroke di RSUD RAA Soewondo
bahwa ρ value kelompok
Pati.
intervensi lebih kecil
dibandingkan ρ value
14
7 Retna Eva Efektifitas Latihan Desain yang gunakan dalam penerapan Hasil penelitian bahwa dalam Lokasi penelitian
Agustina, Nury Range Of Motion ini adalah studi kasus. Subyek pelaksanaaan penerapan dan waktu, Jumlah
Luthfiyatil Fitri, Cylindrical Grip penerapan yaitu 2 orang responden latihan range of motion responden, durasi
Janu Purwono Terhadap Kekuatan dengan diagnosa stroke non hemoragik cylindrical grip pada pasien pada intervensi
Otot Ekstermitas yang mengalami kelemahan pada stroke non hemoragik mampu yang diberikan.
2021
Atas Pada Pasien ekstermitas atas. Waktu penerapan ini meningkatkan kekuatan otot
Stroke Non dilakukan 2 kali sehari selama 3 hari. pada pasien stroke yang
Hemoragik Di Instrumen penerapan yaitu lembar mengalami kelemhan
Ruang Syaraf Rsud observasi kekuatan otot, tissue gulung kekuatan otot(Agustina et al.,
Jend. Ahmad Yani dan standar operasional prosedure (SOP) 2021).
Metro tindakan range of motion cylindrical
grip (menggenggam tissue). Penerapan
15
8 Resmi Mobilitas Fisik Pada .Metode penelitian pada studi kasus ini Hasil penelitian dengan Lokasi penelitian
Pangaribuan, Yuri Stroke Non adalah deskriptif. Subjek penelitian dilakukannya Cylindrical dan waktu, Jumlah
sutri Manjani, Haemoragik dilakukan pada dua orang pasien dengan Grip selama 3 hari (2 x responden, durasi
Jemaulana Ekstermitas Atas kasus yang sama yaitu pasien lansia sehari) kelemahan fisik pasien pada intervensi
Tarigan Dengan Rom Aktif yang mengalami stroke non haemoragik stroke teratasi yang diberikan.
(Cylindrical Grip) Di dengan gangguan mobilitas fisik. sebagian.Rekomendasi
2021
Upt Pelayanan Sosial penelitian lain untuk meneliti
Penelitian ini merupakan penelitian
Lanjut Usia Binjai lebih dalam lagi tentang
deskriptif dengan rancangan studi kasus
efektivitas pemberian
menggunakan pendekatan proses
Cylindrical Grip sesuai
keperawatan (pengkajian, diagnosa
dengan Standart Operasional
keperawatan, intervensi, implementasi
Prosedur (SOP)(Pangaribuan
dan evaluasi).
et al., 2021).
Alat atau instrument pengumpulan data
dalam wawancara menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan pada
lansia sedangkan dalam observasi
menggunakan benda berbentuk silindris.
16
9 M. Budi Santoso, Effect Of Active Desain penelitian yang dilakukan adalah Nilai ini menunjukkan adanya Lokasi penelitian
Gini Sari Puspita Cylindrical Exercise preexperiment dengan desain pre-post pengaruh yang signifikan dan waktu, Jumlah
On The Grip Power test. Metode penelitian ini dilakukan antara nilai kekuatan responden, durasi
2021
In Stroke Patient dengan observasi (pretest) sehingga genggaman. Diharapkan pada intervensi
peneliti dapat menguji perubahan yang tenaga kesehatan dapat yang diberikan.
terjadi setelah perlakuan. Dalam desain menerapkan latihan Active
ini, tidak ada kelompok kontrol. Dalam Cylindrical Grip ROM
penelitian ini, populasi dalam penelitian sebagai salah satu alternatif
ini adalah pasien stroke iskemik yang peningkatan daya cengkeram
diperoleh dari data rekam medis di pada pasien stroke iskemik
ruang rawat inap RSUD Cibabat Cimahi yang mengalami kelemahan
tahun 2018. serta dapat meningkatkan
kualitas dan pelayanan
Teknik pengambilan sampel yang
penyembuhan stroke
digunakan adalah purposive sampling.
iskemik(Santoso et al., 2021).
Peneliti mengamati dengan mengukur
kekuatan mencengkeram dengan
handgrip dynamometer sebelum dan
sesudah intervensi di seluruh rumah
sakit. Penelitian ini menggunakan
kelompok intervensi yang mengalami
17
10 Bernadetta Effect of Desain penelitian ini adalah eksperimen Hasil penelitian pada Lokasi penelitian
Germia Combination Mirror semu (pre-post test with control group kelompok intervensi dan dan waktu, Jumlah
Aridamayanti, Therapy and design). Populasi adalah pasien pasca kontrol terdapat perbedaan responden, durasi
Nursalam, Cylindrical Grip on stroke yang mengalami hemiparesis yang signifikan antara pada intervensi
Self-Care of Post- ekstremitas atas di Poli Rehabilitasi perawatan diri sebelum dan yang diberikan.
Iqlima Dwi
Stroke Ischemic Medik. Sampel sebanyak 66 responden sesudah intervensi dengan
Kurnia
Patients (33/33) dipilih dengan menggunakan nilai 0,000 (p<0,05).
2020 purposive sampling. Variabel bebas
Peningkatan pada kelompok
adalah kombinasi terapi cermin dan
intervensi dapat dilihat dari
pegangan silinder, dan variabel terikat
sub variabel perawatan diri
adalah perawatan diri. Data
toileting yaitu membersihkan
dikumpulkan dengan menggunakan
area genitalia setelah
kuesioner perawatan diri dengan
BAB/BAB. Intervensi ini
validitas dan reliabilitas yang kuat.
merangsang saraf sensorik
Intervensi diberikan tiga kali seminggu dan motorik jari agar dapat
selama sebulan. melakukan perawatan diri
secara maksimal. Kombinasi
terapi cermin dan pegangan
18
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Stroke
defisit neurologis fokal dan global, yang dapat memberat dan berlangsung lama
selama 24 jam atau lebih bahkan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vascular. Stroke terjadi saat terjadi pecahnya
pembuluh darah otak”. Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak dengan manifestasi klinis fokal atau global yang berlangsung
iskemik atau infark serebri. Selain itu stroke juga disebut Cerebro-Vascular
al., 2015).
19
suplai asupan oksigen ke otak yang terjadi secara mendadak menyebabkan
neurologis.
2. Etiologi Stroke
iskemik diantaranya :
a. Trombosis
didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemik otak diakibatkan oleh
komplikasi trombotik atau embolik dari atheroma yang merupakan kelainan dari arteri
ukuran besar atau sedang. Sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah
kecil di intracranial dan 20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari
gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri
dan benda asing. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah
dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
gerak, piker, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen
20
d. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
darah ke otak. Stroke dapat terjadi akibat tekanan darah rendah yang telah menahun
dan sangat berat. Hal ini terjadi saat individu mengalami cedera,pembedahan,
serangan jantung dan atau irama jantung yang abnormal sehingga kehilangan darah
a) Jenis kelamin
b) Usia
Semakin meningkatnya usia maka semakin tinggi pula resiko terkena stroke
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Kolesterol tinggi
d) Obesitas
e) Diabetes Mellitus
3) Kebiasaan Hidup
a) Stress
b) Merokok
21
c) Alkohol
d) Pola hidup
Berikut ini tanda dan gejala stroke dalam Buku Panduan Penatalaksanaan
a. Kelemahan mendadak satu sisi tubuh, atau 2 sisi, mati rasa, kesemutan pada muka,
perkataan
Hemiplegia, Ataksia, Disartria dan Disfagia. Defisit sensori seperti paresteria. Defisit
verbal seperti afasia eksprensif yaitu tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami, afasia reseptif yaitu tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, afasia
global yaitu kombinasi afasia eksprensif dan reseptid. Defisit kognitif yaitu
kehilangan control diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, depresi, menarik diri dan perasaan isolasi (Hidayati, 2018).
22
4. Faktor Risiko Stroke
Dalam Buku Panduan Penatalaksanaan Stroke terdapat faktor risiko yang bisa
b. Diabetes Mellitus
d. Alkohol
e. Kolesterol tinggi
f. Kebiasaan merokok
g. Obesitas/kegemukan
i. Stress
j. Kurang aktivitas
k. Faktor risiko pada stroke yang tidak dapat diubah adalah usia lanjut (>60
tahun)
5. Patofisiologi Stroke
Menurut Sari dan Retno (2014) Otak sangat sensitif terhadap situasi
penurunan atau hilangnya suplai darah. Hipoksia dapat menyebabkan iskemik serebral
karena tidak seperti jaringan pada bagian tubuh lain, contohnya otot. Otak tidak bisa
Jika aliran darah tidak segera ditangani maka akan terjadi kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki pada jaringan otak atau infark dalam hitungan menit. Luasnya infark
bergantung pada lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat dan kekuatan sirkulasi
kolateral ke area yang disuplai. Iskemik dengan cepat bisa menganggu metabolism
tubuh. Kematian sel dan perubahan yang permanen dapat terjadi dalam kurun waktu
23
3-10 menit. Dalam jeda waktu singkat, klien akan mengalami manifestasi klinis
otak saat mendapatkan suplai dari arteri yang terganggu dan akibat adanya
lokasi stroke akan rusak dengan segera setelah kejadian stroke. Hal tersebut dikenal
dengan istilah cedera sel-sel saraf primer. Hemiparesis dan menurunnya kekuatan otot
kesulitan berjalan karena gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi
gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari- hari. Latihan gerak
diotak.
adanya gangguan pada neuromuskular. Menurut teori pada pasien stroke manifestasi
klinis yang sering muncul antara lain hemiparesis. Hemiparesis merupakan salah satu
rotasi tubuh untuk gerak fungsional pada ektermitas (menurut Irdawati (Sari, 2012).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi Serebri
pendarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari perdarahan seperti
b. Lumbal pungsi
24
c. CT-Scan
d. EEG
f. USG Doppler
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
- Pemantauan temperature
2) Terapi Trombolitik
- Trombolitik Intravena
outcame dalam 3 bulan setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden
period yaitu dalam onset 3 jam. rtPA memiliki mekanisme aksi mengaktifkan
- Trombolitik Intraarteri
25
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcame terapi stroke dengan
3) Terapi Antiplatelet
4) Terapi Antikoagulan
b. Terapi Non-farmakologi
1) Pembedahan
stenosis >70%.
8. Komplikasi
a. Bekuan Darah
26
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan
b. Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi, kaki dan tumit
c. Pneumonia
Penderita stroke tidak dapat batuk efektif dan menelan secara sempurna. Hal ini
f. Kontraktur
g. Kematian
tujuan untuk memperbaiki fungsi saraf dengan cara melatih klien untuk
menggunakan sisi tangan yang lemah atau yang mengalami kelemahan saat
melakukan program terapi dan aktivitas sehari-hari sementara sisi tangan yang
kuat sengaja ditahan atau dipaksa agar tidak digunakan untuk bergerak
27
melakukan aktivitas sehari-hari (Hayner et al., 2010).
dalam pemulihan fisik yang berasal dari dasar ilmu pengetahuan tentang
2018). Terapi CIMT berasal dari konsep belajar penggunaan terus-menerus dari
anggota tubuh yang dihasilkan dari system saraf perifer atau sentral yang
stroke dengan melatih anggota gerak tubuh yang mengalami kelemahan dalam
(Hayner et al., 2010). Selain itu, Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)
juga bertujuan untuk meningkatkan aktivitas pada hemisfer yang tidak dominan
dan menurunkan aktivitas pada hemisfer yag dominan. Hal ini merupakan bentuk
dari “CIMT yang terpusat” dimana latihan yang dilakukan memaksa kenaikan
rangsangan pada hemisfer yang tidak dominan sehingga terjadi induksi perubahan
28
Diharapkan klien mampu mengembalikan kemampuan fungsional ekstremitas
sebaliknya.
yang kuat dan sisi yang lemah sebagai anggota gerak aktif utama dalam
ekstremitas atas sebagai perbaikan dalam fungsi motoric setelah terjadi stroke.
Intervensi CIMT berfokus pada tangan hemiplegi dimana pada sisi tangan yang
kurang terpengaruh diberi tahanan terkendali sedangkan pada sisi tangan yang
intervensi CIMT dalam perubahan fungsi motoric dan koordinasi otak yaitu
terus-menerus dan continue akan membuat system saraf pusat dan system saraf
Pada CIMT dilakukan latihan secara rutin pada bagian tangan yang lemah
disaat yang bersamaan memberi tahanan untuk tidak menggunakan sisi tangan
yang kuat. Sisi tangan yang kuat dibungkus oleh kain berbahan lunak atau
29
hari, guna mendorong agar penderita tersebut menggunakan sisi tangan yang
menulis, dan berjalan. Umumnya CIMT ini pula perlu dilakukan secara intensif
dan continue pada bagian sisi tangan yang lemah agar mendapatkan hasil yang
Gambar 2.1
Mekanisme Constraint Induced Movement Therapy (CIMT)
tanpa penurunan fungsi. Melatih lengan yang mengalami kelemahan dan membatasi
anggota badan yang sehat akan memperkuat penggunaan ekstremitas dan mengurangi
30
konsekuensi komplikasi pada anggota badan yang mengalami kelemahan (Otadi et al.,
2016).
1. Definisi
Cylindrical grip merupakan latihan stimulasi gerak pada tangan berupa latihan
maka apabila terdapat lesi pada bagian otak menyebabkan kelemahan sehingga
menggerakkan sebuah objek saat digenggam oleh tangan. Beberapa bentuk dari
fungsional tangan antara lain power grip terdiri dari cylindrical grip, spherical
grip, hook grip lateral prehension grip. Latihan ini dilakukan melalui 3 tahap yaitu
Dari pemaparan diatas ROM cylindrical grip dapat diartikan sebagai latihan
Berikut ini prosedur pemberian teknik cylindrical grip yaitu (Irfan, 2010) :
31
e) Pengulangan dilakukan sebanyak 7 kali
Dalam cylindrical grip jari-jari dilipat dengan ibu jari yang tertekuk di atas
telunjuk jari tengah. Hal ini melibatkan beberapa fungsi terutama fungsi fleksor
digitorum profundus sublimis dan otot interroseus membantu ketika kekuatan yang
diperlukan lebih besar. Interoseus itu paling menyediakan fleksi metacarpal seperti
penarikan dan rotasi dari falang untuk menyesuaikan objek. Fleksor polisis longsu dan
thenars akan sama-sama aktif kemudian akan terjadi kontraksi otot-otot sehingga
terjadi peningkatan kekuatan otot. Otot yang berperan dalam melakukan fungsi
cylindrical grip adalah fleksor muscle. Fleksor muscle digitorum profundus dan
fleksor muscle pollicis longus dibantu oleh fleksor muscle digitorum superficialis dan
Gambar 2.2
Mekanisme ROM Cylindrical Grip
32
b. Untuk menstimulasi dan melatih agar dapat meningkatkan kekuatan otot
5. Manfaat Pemberian
daerah pergelangan tangan (wrist joint ) serta stabilitas pada daerah punggung
kesalahan penanganan dan atau penguluran yang berlebihan pada jari-jari yang
dilakukan oleh penderita stroke sendiri. Hal yang perlu diketahui yaitu, fungsional
tangan serta mobilitas yang baik pada jari-jari tangan. Optimalisasi fungsi tangan
1. Definisi
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerak fisik dari atau satu
lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI, 2016). Suatu keadaan dimana terdapat
oleh kondisi dimana gerakan ekstremitas terganggu atau dibatasi secara teraupetik
pergerajab seperti trauma tulang belakag, cedera otak disertai fraktur pada
33
ekstremitas, stroke yang mengakibatkan kelemahan ekstremitas, dan sebagainya.
Immobilitas atau gangguan mobilitas juga diartikan sebagai keterbatasn fisik tubuh
baik satu maupun lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Indi et al., 2015).
Dari definisi diatas maka gangguan mobilitas fisik adalah pembatasan untuk
pergerakan.
2. Etiologi
a. Gaya hidup
(masyarakat).
b. Ketidakmampuan
medula spinalis)
c. Tingkat energi
34
Energi dubutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi.
Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing- masing indivudu
bervariasi.
d. Usia
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik yaitu mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas. Sedangkan tanda dan gejala mayor objektif yaitu kekuatan
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik antara lain nyeri saat
tanda dan gejala minor objektif yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
35
terbatas dan fisik lemah (SDKI, 2018).
5. Faktor Penyebab
gangguan neuromuscular, indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 usia, efek agen
1. Definisi
Otot adalah jaringan tubuh yang berfungsi melakukan kontraksi. Otot terbentuk
dari fiber (fibre) yang terdiri dari myofibril yang tersusun atas sel filamen dari molekul
myosin yang saling tumpeng tindih (overlap) dengan filamen dari molekul aktin dengan
ukuran panjang fiber 10 - 400 mm dengan diameter 0.01 – 0.1 mm. Serahutt otot (muscle
fibre) bervariasi antara satu otot dengan otot lainnya. Dari sekian banyak otot terdapat
beberapa otot diantaranya memiliki gerakan lebih cepat dari yang lain, seperti yang
terjadi pada otot untuk mempertahankan kontraksi badan yaitu otot pembentukan postur
tubuh. Otot yang pucat menggambarkan kontraksi otot yang cepat, akan tetapi dengan
latihan rutin dan continue akan menghasilkan kekuatan otot prima (Hidayati, 2018).
peningkatan prestasi belajar gerak. Kekuatan dapat juga diartikan sebagai kemampuan
dari otot atau sekelompok otot untuk mengatasi tahanan atau beban dalam menjalankan
36
aktivitasnya. Kekuatan otot adalah kemampuan kontraksi maksimal yang dihasilkan oleh
otot baik secara kualitas maupun kuantitas untuk mengembangkan ketegangan otot
melakukan kontraksi terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot penting untuk meningkatkan
kondisi fisik secara keseluruhan. Kekuatan otot dipengaruhi oleh: usia, jenis kelamin,
d) Faktor usia
tenaga yang dikeluarkan oleh sekelompok otot untuk berkontraksi saat menahan beban
maksimal.
37
Tolok ukur kekuatan otot individu dipengaruhi oleh beberapa faktor
b. Jumlah fibril otot yang ikut bekerja dalam melawan beban. Semakin banyak
c. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, maka semakin besar skelet akan
f. Keadaan tonus otot saat istirahat. Tonus makin rendah (rileks) berarti
puncak pada usia <25 tahun kemudian menurun 65%-70% pada usia 65 tahun
perempuan 2/3 dari laki-laki) disebabkan karena ada perbedaan otot dalam
tubuh
(hipertrofi) fibril otot. Semakin sering melakukan latihan maka semakin baik
38
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan dalam mencapai peningkatan
kekuatan otot dengan baik diperlukan perencanaan program latihan yang tepat.
Otot skelet perlu dirangsang oleh sel syaraf untuk berkontraksi. Satu unit
motor diinervasi oleh satu neuron. Jika sel otot tidak dirangsang maka sel akan
mengecil (atrofi) dan mati bahkan diganti dengan jaringan konektif yang
irreversible ketika rusak. Gunakanlah otot karena apabila tidak digunakan maka
otot akan kehilangan fungsinya. Masalah akan timbul bagi pasien yang menetap
pengujian otot secara manual yaitu Manual Muscle Setting (MMT). Pemeriksaan
Klien yang tidak mampu mengontrkasikan ototnya secara aktif dan volunteer
maka tidak tepat diberikan pengukuran MMT standar. Pengukuran kekuatan otot
terapi, jenis alat bantu yang diperlukan klien dan prognosis. Penegakan diagnosis
kemungkinan dari beberapa penyakit tertentu yang menyerang otot. Jenis terapi
dan alat bantu yang diperlukan klien juga harus mempertimbangkan hasil
39
sebagai berikut :
40
F. Kerangkat Teori
5) Pemberian Vitamin K
6) Pemberian Protamin Constraint ROM
Induced Cylindrical
7) Pemberian Asam Traneksamat Movement Grip
Therapy
(CIMT)
Bagan 2.1
Kerangka Teori
41
G. Kerangka Konsep
Masalah Keperawatan :
Gangguan Mobilitas Fisik
Bagan 2.12
Kerangka Konsep
H. Hipotesis
Terdapat pengaruh peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke yang dirawat di
Ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang setelah diberikan intervensi pemberian
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
Effendy dalam Dermawan (2012) pengkajian sendiri merupakan pemikiran dasar dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data rentang
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, Bahasa yang dipakai,
b) Keluhan Utama
43
44
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan tanda dan gejala dari
klien.
salah satu faktor predisposisi terjadinya stroke, yang sering terjadi pada
beberapa keturunan
f) Riwayat Psikososial
terjadinya stroke pada klien. Peran klien dalam keluarga dan masyarakat
Pada kasus klien dengan stroke biasanya timbul persepsi yang salah
memperberat hipertensinya.
proses pola eliminasi baik lewat feces atau pola eliminasi urin.
Tidak semua klien stroke ada keluhan nyeri, yang dapat memungkinkan
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
Pola aktifitas pada klien dengan stroke terdapat beberapa hal yang dapat
Dampak yang mungkin timbul pada klien stroke yaitu timbul rasa cemas
Dampak pada klien dengan stroke yang dapat terjadi yaitu, klien tidak
kelemahan.
2) Pemeriksaan Fisik
(lokalis).
(1) Keadaan umum: merupakan kondisi pasien baik atau buruknya yang
a) Kesadaran penderita
menerus
juga nadi
nyeri/ansietas).
3) Pemeriksaan Diagnostik
Creatinine Kinase (CKMB), Tropinin dan lain lain mungkin diperlukan bila
B. Diagnosa Keperawatan
2. Intoleransi aktivitas
3. Risiko jatuh
C. Intervensi Keperawatan
Keperawatan Indonesia (SLKI) tahun 2018 dengan intervensi, luaran yang sesuai
Rencana Keperawatan
Hasil Intervensi
3. Nyeri menurun
Objektif: 4. Gerakan terbatas Terapeutik:
1. Kekuatan Otot menurun ▪ Fasilitasi aktivitas
mobilisas dengan alat bantu
Menurun
▪ Fasilitasi melakukan
2. ROM Menurun pergerakan, jika perlu
▪ Libatkan keluarga untuk
Gejala dan Tanda membantu pasien dalam
Minor meningkatkan pergerakan
Subjektif: Edukasi:
▪ Jelaskan tujuan dan
1. Nyeri Saat Bergerak
prosedur mobilisasi
2. Enggan Melakukan ▪ Anjurkan melakukan
Pergerakan mobilisasi dini
3. Merasa Cemas saat ▪ Ajarkan mobilisasi
bergerak sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
Objektif: tempat tidur)
1. Sendi Kaku
2. Gerakan tidak
terkoordinasi
3. Gerakan Terbatas
4. Fisik Lemah
Edukasi:
▪ Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
▪ Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
▪ Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
▪ Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
▪ Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi:
▪ Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, bila perlu
Edukasi:
▪ Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
▪ Anjutkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
▪ Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga keseimbangan
tubuh
▪ Anjurkkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
▪ Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat
52
Tabel 3.1
Intervensi Keperawatan
D. Intervensi Inovasi
1. Manajemen Intervensi
a. Intervensi Inovasi
ekstremitas bagian atas di ruang ICU Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang.
terapi CIMT dan ROM Cylindrical, lembar observasi, dan alat ukur Manual
Muscle Test. Pemilihan intervensi ini pada Karya Ilmiah Akhir Ners ini yaitu
karena terapi ini merupakan jenis terapi yang lebih ringkas dan juga mudah
stroke.
1) Persiapan
pasien.
53
2) Pelaksanaan
disiapkan.
i) Setelah terapi diberikan dan selesai, bersihkan alat dan juga atur
Melakukan
4) Lama penilaian
Pemberian Post-Test dengan Manual Muscle Test
Terapi
Bagan 3.1
Alur Pengambilan Sampel
setiap harinya
6) Kriteria Pasien
a) Kriteria inklusi
informed consent
b) Kriteria Eksklusi
atas
penurunan kesadaran
55
E. Implementasi
keperawatan yang merupakan salah satu kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
hari seorang perawat seperti memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan
yang berpusat kepada klien, mengevaluasi kinerja anggota staff serta melakukan
Sementara itu, pada implementasi KIAN akan dilakukan kepada pasien yang
mengalami stroke dengan adanya kelemahan pada ekstremitas atas yang dimana
pemilihan responden dalam penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan juga kriteria
pasien terlebih dahulu dijelaskan manfaat serta tujuan dari adanya penelitian ini yang
dimana bahwa intervensi tersebut telah banyak diterapkan sebelumnya sebagai terapi
informed consent terlebih dahulu untuk dilakukan pengukuran skala kekuatan otot dan
setelah itu diberikan intervensi yang kemudian dilakukan pengukuran skala kekuatan
F. Evaluasi
kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai
kefektifan selama proses perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari
Menurut Setiadi (2012) terdapat dua tipe evaluasi keperawatan yaitu evaluasi
formatif dan juga evaluasi sumatif. Evaluasi formatif sendiri terjadi secara periodic
selama proses pemberian perawatan sementara itu evaluasi sumatif terjadi pada akhir
Andrianur, F., Kosasih, & Rahayu. (2019). Artikel Penelitian Pertolongan Cepat Ke
Rumah Sakit < 6 Jam Oada Constraunt Induced Movement Therapy Meningkatkan
Kekuatan Otot. 2(6), 244–253.
Hariyanti, T., Harsono, H., & S Prabandari, Y. (2015). Health Seeking Behaviour pada
Pasien Stroke. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(3), 242–246.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2015.028.03.15
Hidayati, S. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Haemoragik Dengan Pemberian Constraint Induced Movement Therapy Dan
ROM Terhadap Kemampuan Motorik Di Ruang Stroke Center RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. April, 2018.
Indi, I., Arso, Septo PawelaAstuti, S., & Wigati, P. A. (2015). Asuhan Keperawatan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Dengan Fraktur Femur Post ORIF. Analisis
Standar Pelayanan Minimal Pada Instalasi Rawat Jalan Di RSUD Kota
Semarang, 3, 103–111.
Irfan, M. (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. In Fisioterapi (Cet. 1). Graha Ilmu.
57
Kemenkes RI. (2018). Stroke Dont Be The One (p. 10). http://infodatin-stroke-dont-be-
the-one.pdf
Mella, R. (2019). Karya Ilmiah Akhir Ners : Asuhan Keperawatan Pada Ny. K (74 Th)
Dengan Stroke Iskemik Dalam Pemberian Inovasi Intervensi Range Of Motion
(ROM) Aktif-Asistif Spherical Grip Dengan Masalah Gangguan Mobilitas Fisik Di
Ruang Dahlia RSUD H.Hanafie Muara Bungo. STIKES PERINTIS.
Otadi, K., Hadian, M.-R., Emamdoost, S., & Ghasemi, M. (2016). Constraint-Induced
Movement Therapy in Compared to Traditional Therapy in Chronic Post-Stroke
Patients. Modern Rehabilitation, 10(1), 18–23.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
(1st ed.). Persatuan Perawat Indonesia.
http://www.esaunggul.ac.id/article/perbedaan-pengaruh-metode-latihan-beban-
terhadap-kekuatan-dan-da%0Aya-tahan-otot-biceps-brachialis-ditinjau-dari-
perbedaan-gender-studi-komparasi-pemberian-latihan-beban%0A-metode-
delorme-dan-metode-oxford/
Ananta Tanujiarso, B., & Fitri Ayu Lestari, D. (2020). Mobilisasi Dini Pada Pasien
Kritis Di Intensive Care Unit (Icu): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya
Gantari Indonesia, 4(1), 59–66.
Haryati, D., Fajriyah, N. N., & Faradisi, F. (2021). Literature Review : Pengaruh
Latihan Rom (Range Of Motion) Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada
Pasien Stroke. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan, 1(01), 1407–1413.
https://doi.org/10.48144/prosiding.v1i.856
Hisni, D., Saputri, M. E., & Jakarta, N. (2022). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stroke iskemik di instalasi fisioterapi rumah sakit pluit. 2(1).
Ju, Y., & Yoon, I.-J. (2018). The effects of modified constraint-induced movement
therapy and mirror therapy on upper extremity function and its influence on
activities of daily living. 77–81.
Roboth, T., Sengkey, L., & Marpaung, E. (2020). Modifikasi Constraint Induced
Movement Therapy Dibanding Terapi Cermin Terhadap Peningkatan Kemampuan
Fungsional Ekstremitas Atas Pasien Stroke Subakut. 2, 1–10.
Salgado, L., Rocha, O., Crissy, G., Gama, B., Santiago, R., Rocha, B., Rocha, L. D. B.,
Dias, C. P., Lobato, L., Santos, S., Santos, D. S., Imaculada, M., Montebelo, D. L.,
& Teodori, R. M. (2021). Constraint Induced Movement Therapy Increases
Functionality and Quality of Life after Stroke. 30(6), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2021.105774
Santoso, M. B., Sari, G., Stikes, P., & Yani, J. A. (2021). Effect of active cylindrical
exercise on the grip power in stroke patient. Journal.Unpad.Ac.Id, 4(2).
http://journal.unpad.ac.id/jnc/article/view/22904
Solon, M., Madu, Y. G., Nussy, S. A., & Paruntung, T. (2022). Efektivitas Constraint
Induced Movement Therapy untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Ekstremitas
Atas Pasien Stroke. 13(4), 238–243.
Wulandari, C. T., Palupi, L. M., Malang, P. K., Dowo, O., Malang, K., & Timur, J.
(2020). ROM And CIMT Treatment Effects To Stroke Patients’s Upper Extremity
Functional Ability. 8(3), 223–231.
LAMPIRAN
Lampiran 1
PENJELASAN PENELITIAN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :L/P
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan dan keterangan mengenai penelitian ini, maka saya
bersedia menjadi responden dan ikut dalam penelitian”.
Saya sadar dan memahami tujuan, proses dan manfaat dari penelitian ini. Saya
percaya bahwa peneliti akan menghargai hak – hak saya sebagai responden dan akan
menjamin kerahasiaan dari identitas saya. Saya menyakini bahwa penelitian ini tidak
akan menimulkan dampak yang merugikan bagi saya dan keluarga saya.
Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya paksaan
dari pihak manapun.
Bontang , 2022
Responden
( )
Lampiran 3
POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)
KESEHATAN CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY (CIMT)
KEMENKES Definisi :
KALTIM CIMT adalah sebuah metode rehabilitasi bagi penderita stroke yang
Jl. Wolter memiliki kelemahan pada ekstremitas atas, dengan cara pembatasan
Monginsidi No. gerakan pada lengan yang sehat, dan penggunaan lengan yang lemah untuk
38 Samarinda beraktivitas.
Tujuan :
Constraint Induced Movement Therapy bertujuan Untuk meningkatkan status
fungsional dari ekstremitas atas pada pasien stroke
Persiapan Alat :
- Selimut
- Botol minuman
- Rubik
- Kertas
- Meja
- Majalah
- Telpon genggam
- Handscrub
Persiapan Pasien
1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan.
2. Posisikan pasien duduk dan tangan melipat di abdomen
3. Pastikan pasien dalam keadaan nyaman dan aman untuk dilakukan tindakan
Prosedur :
1. Memperkenalkan diri kepada pasien
2. Menjelaskan pasien mengenai tujuan terapi yang akan diberikan
3. Mengkaji kekuatan otot pada ekstremitas atas menggunakan Muscle Manual Test
4. Meminta pasien duduk dengan nyaman
5. Meletakkan meja di atas kasur pada pasien
6. Meminta pasien untuk melakukan cuci tangan
7. Meminta pasien untuk memasukkan tangannya yang memiliki kekuatan otot penuh ke
dalam selimut
8. Meminta pasien menggerakkan tangannya yang memiliki kelemahan secara perlahan
9. Meminta pasien menggerakkan tangannya dengan kelemahan ekstremitas dengan
gerakan hiperekstensi, ekstensi dan juga gerakan fleksi
10. Meminta pasien melakukan gerakan membuka tutup botol/toples menggunakan tangan
dengan kelemahan ekstremitas
11. Meminta pasien menekan tombol pada telpon genggam secara perlahan
12. Meminta pasien melakukan gerakan memutar kunci dengan kunci menggunakan tangan
dengan kelemahan ekstremitas
13. Meminta pasien memindahkan benda seperti rubik atau botol dari arah kanan ke kiri dan
arah kiri ke kanan
14. Meminta pasien menggenggam kertas dan meremukkannya
15. Meminta pasien membuat gerakan secara memutar menggunakan botol
16. Meminta pasien mengganti halaman majalah secara perlahan
17. Mencatat pada lembar observasi
18. Merapikan alat dan lingkungan pasien
19. Mengkaji kekuatan otot pasien dengan Manual Muscle Test
20. Menutup pertemuan dan mengucapkan salam
Evaluasi:
1. Pasien merasa nyaman
2. Pasien Merasa Sesak Berkurang
DDokumentasi:
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
2. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
3. Mencatat hasil pemeriksaan
Sikap:
1. Tenang
2. Teliti
3. Peka terhadap reaksi pasien
Referensi :
Lampiran 4
POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)
KESEHATAN ROM Cylindrical Grip
KEMENKES
Definisi :
KALTIM
Cynlindrical Grip merupakan bagian Latihan dari ROM. Cylindrical Grip
Jl. Wolter
salah satu dari power grip yang menggunakan benda berbentuk slindris
Monginsidi No.
berfungsi untuk menggerakkan jari- jari tangan menggenggam sempurna.
38 Samarinda
Tujuan :
Cynlindrical Grip betujuan untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas
atas pada pasien stroke non hemoragik.
Persiapan Alat :
- Standar Operasional Prosedur
- Tissue gulung
- Lembar observasi
Persiapan Pasien
1. Memberitahu pasien dan menjelaskan tujuan.
2. Pastikan pasien dalam keadaan nyaman dan aman untuk dilakukan
tindakan
Prosedur :
1. Posisikan pasien dengan berbaring secara nyaman.
2. Berikan benda berbentuk bulat (tissu gulung)
3. Lakukan koreksi pada jari-jari agar mengenggam sempurna.
4. Posisikan pergelangan tangan (wrist joint) 45 derajat
5. Berikan instruksi untuk mengenggam (mengenggam kuat) selama 5 detik kemudian
rileks
6. Lakukan pengulangan sebanyak 7 kali
Evaluasi:
1. Pasien merasa nyaman
2. Pasien Merasa Sesak Berkurang
DDokumentasi:
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
2. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Sikap:
1. Tenang
2. Teliti
3. Peka terhadap reaksi pasien
Referensi :
Irfan, Muhammad.(2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Graha Ilmu.Yogyakarta