Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN KELUARGA DAN KOMUNITAS

KONSEP RUJUKAN

Dosen Pengampu:

Joko Sapto Pramono, S. Kp., MPHM

Disusun Oleh: Kelompok IV

1. Cicilia Sari Padaruntung 7. Melissa Yetmiliana


2. Dadang Supriatna 8. Puji Rahayu
3. Evie Herlinda 9. Rina Yulianti
4. Enny Rosvita 10. Rosalina Tandilino Liku
5. Ely Prasetyana 11. Septina Neli
6. Gita Arnike 12. Yuke Bagensa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembinaan pelayanan kesehatan rujukan bertujuan untuk meningkatkan akses

pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas. Berdasarkan data yang diperoleh

melalui website RS online tahun 2018 tentang kondisi Rumah Sakit di Indonesia

saat ini menunjukan, adanya pertumbuhan yang sangat pesat pada perkembangan

Rumah Sakit Publik di bandingkan dengan Rumah Sakit Privat. Adapun RS Publik

berjumlah 1.530 Rumah Sakit, dan RS Privat 1.283 Rumah Sakit. Sampai dengan

tahun 2018, tercatat terdapat 2.813 rumah sakit di Indonesia, terdiri dari 2.269

rumah sakit umum dan 544 rumah sakit khusus. Sebanyak 1.787 rumah sakit adalah

milik swasta, selebihnya milik Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota), TNI/

POLRI, dan BUMN.

Seperti halnya puskesmas, pada kurun waktu tahun 2014 – 2018 juga terjadi

peningkatan jumlah rumah sakit umum (RSU) dari 1.855 RSU di tahun 2014

menjadi 2.269 RSU pada tahun 2018. Kenaikan terbesar terjadi pada RSU milik

swasta. Tidak terdapat peningkatan yang bermakna dalam hal jumlah RS khusus

pada kurun waktu yang sama, dari 551 pada tahun 2014 menjadi 544 pada tahun

2018. Lebih dari separuh (50,4%) RS berlokasi di Pulau Jawa. Sebanyak 1.970 RS

(70%) telah terakreditasi (Pusdatin, Profil Kesehatan Indonesia 2018). Namun

demikian, pesatnya perkembangan Rumah Sakit Publik masih terdapat sisi lain yang

menjadi perhatian yakni tingginya jumlah Rumah Sakit dengan status kelas C

dibandingkan dengan kelas A maupun B yakni sebanyak 708 Rumah Sakit.

2
Sejak ditetapkannya 110 Rumah Sakit sebagai Rujukan Regional pada tahun

2014, beberapa diantaranya merupakan RS dengan kelas C sebesar 44 Rumah Sakit.

Dengan demikian, terhitung 5 tahun sejak ditetapkannya sebagai rumah sakit

rujukan regional belum seluruhnya berstatus kelas B seperti yang distandarkan

dalam peraturan. Pada tahun 2018, sebagian besar RSU adalah milik swasta

sebanyak 53%, sedangkan RSU milik Pemerintah Kabupaten/ Kota sebesar 30,4%.

RSK juga berkembang pesat, yakni dari 321 RSK dengan 22.877 TT pada tahun

2009 menjadi 503 RSK dengan 33.110 TT pada tahun 2013. Pada tahun 2013, lebih

dari separuh (51,3%) RSK itu adalah rumah sakit (RS) Bersalin dan RS Ibu dan

Anak. Data Oktober 2014 menunjukkan bahwa saat ini terdapat 2.368 RS dan

diprediksikan jumlah RS akan menjadi 2.809 pada tahun 2017, dengan laju

pertumbuhan jumlah RS rata-rata 147 per tahun.

Sebagai bentuk dukungan yang tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015–2019,

maka pelayanan kesehatan rujukan yang ada di seluruh provinsi/ kabupaten/ kota

turut dilakukan pembangunan dan pengembangan guna meningkatkan optimalisasi

pelayanan kesehatan. Hal tersebut juga didukung oleh Permenkes No. 24 Tahun

2014 Tentang RS Kelas D Pratama. Kondisi ini membuktikan keseriusan

pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dimana pembangunan RS

Pratama dan pelayanan telemedicine serta kesiapan akses pelayanan rujukan,

merupakan salah satu upaya pemerataan akses pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Namun begitu, capaian program masih menunjukan angka sebesar 65% pada

pelayanan kesehatan rujukan sesuai standar di tahun 2018.

3
Pada peraturan lain yang mendasari terhadap pendekatan akses pelayanan

kesehatan rujukan salah satunya yakni Permenkes No. 19 Tahun 2016 Tentang

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, sampai dengan tahun 2018

terdapat 184 PSC yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan PSC yang sudah

terintegrasi dengan NCC 119 sebanyak 54 PSC.

Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk

bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua, dan

ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di

suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak

dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung

jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila

seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka

proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani

dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan

bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak

ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak

ada dukungan peraturan.

Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam

Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan

tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal

maupun horizontal. Sistem rujukan sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap

satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih

4
mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat

kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur dari mana dan harus

kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan

sakitnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Rujukan?

2. Apa Tujuan dan Manfaat Rujukan?

3. Apa Saja Tatalaksana Rujukan?

4. Bagaimana Kegiatan Rujukan?

5. Apa Saja Sistem informasi rujukan?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan tugas yang berjudul “KONSEP RUJUKAN” yaitu:

1. Untuk mengetahui Pengertian Rujukan

2. Untuk mengetahui Tujuan dan Manfaat Rujukan

3. Untuk mengetahui Tatalaksana Rujukan

4. Untuk mengetahui Kegiatan Rujukan

5. Untuk mengetahui Informasi Rujukan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rujukan

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus

penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik

secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana

pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar sarana

pelayanan kesehatan yang sama (Mochtar 1998, dalam Shafiatul Lidia Umami,

2022).

Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan wujud penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas-tugas dan tanggung jawab

pelayanan kesehatan secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal,

struktural maupun fungsional terhadap kasus-kasus penyakit atau masalah penyakit

atau permasalahan kesehatan (Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009).

Rujukan medis adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk

masalah kedokteran sebagai respon terhadap ketidakmampuan fasilitas kesehatan

untuk memenuhi kebutuhan para pasien dengan tujuan untuk menyembuhkan dan

atau memulihkan status kesehatan pasien. Rujukan pelayanan kesehatan dimulai

dari pelayanan kesehatan primer dan diteruskan ke jenjang pelayanan sekunder dan

tersier yang hanya dapat diberikan jika ada rujukan dari pelayanan primer atau

sekunder (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

6
Sistem rujukan adalah suatu jaringan pelayanan kesehatan yang

memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas

masalah yang timbul baik vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani maupun

horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya secara rasional kepada

yang lebih mampu).

B. Tujuan & Manfaat Rujukan

Menurut Mochtar, 1998 Rujukan mempunyai berbagai macam tujuan antara

lain:

1. Agar setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan sebaik-baiknya.

2. Menjalin kerja sama dengan cara pengiriman penderita atau bahan

laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap

fasilitasnya.

3. Menjalin perubahan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge &

skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah

perifer.

Sedangkan menurut Hatmoko, 2000 Sistem rujukan mempunyai tujuan umum

dan khusus, antara lain:

1. Umum

Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas

pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara

berdaya guna dan berhasil guna.

2. Khusus

7
a. Menghasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan

rehabilitatif secara berhasil guna dan berdaya guna.

b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif secara

berhasil guna dan berdaya guna.

Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari

unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:

1. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan.

Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan

(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu

penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan

kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan

kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan

yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek

perencanaan.

2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan

Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health

consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya

pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-

ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena

diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.

3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan

kesehatan.

Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara

pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain

8
memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif

lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu

peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang

terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana

kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

C. Tata Laksana Rujukan

1. Tata Laksana Sistem Rujukan Pada Fasyankes Tingkat Pertama

Proses rujukan dalam sistem rujukan di fasyankes tingkat dua terdiri atas

proses merujuk ke fasyankes tingkat dua ataupun fasyankes rujukan-antara ke

puskesmas perawatan, RS Kelas D Pratama dan RS Kelas D, serta menerima

rujukan balik vertikal dari fasyankes tingkat dua. Proses di fasyankes tingkat

pertama tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Rujukan Dari Fasyankes Tingkat Pertama ke Tingkat Dua.

Pasien dengan masalah kesehatan/ penyakit yang berobat ke fasilitas

pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, milik pemerintah

ataupun swasta dan memenuhi kriteria/ alasan untuk dirujuk, akan dirujuk

ke fasilitas rujukan terdekat yang mampu memberikan layanan yang

dibutuhkan pasien, sebagai solusi atas penyakit/ masalah kesehatannya,

seperti di Unit Rawat Inap Puskesmas daerah terpencil, atau RS kelas D

Pratama, atau RS Kelas D, atau RS Kelas C, dengan mempertimbangkan

jenis penyakitnya dan kondisi umumnya, serta kemudahan untuk

mengakses fasyankes rujukan terdekat.

9
Pasien yang telah dilayani di Fasyankes tingkat pertama sesuai dengan

kebutuhan dalam mengatasi masalah/ penyakitnya, apabila dapat

diselesaikan secara tuntas di fasyankes rujukan, harus dikembalikan ke

fasyankes yang merujuk, disertai resume proses dan hasil pelayanan serta

saran-saran tindak lanjutnya. Akan tetapi bila ternyata di fasyankes

rujukan dipertimbangkan pasien harus dirujuk ke fasyankes yang lebih

mampu, maka prosedur rujukan kasus dilaksanakan sesuai dengan

ketentuannya. Proses rujukan kasus dari fasyankes tingkat pertama ke

fasyankes rujukan dua dan rujukan baliknya, digambarkan sebagai berikut:

1) Proses Merujuk Pasien

a) Syarat Merujuk Pasien

Pasien yang akan dirujuk sudah diperiksa, dan disimpulkan

bahwa kondisi pasien layak serta memenuhi syarat untuk dirujuk,

tanda-tanda vital (vital sign) berada dalam kondisi baik/ stabil

serta transportable, memenuhi salah satu syarat berikut untuk

dirujuk:

(1) Hasil pemeriksaan pertama sudah dapat dipastikan tidak

mampu diatasi secara tuntas di fasyankes.

(2) Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang

medis ternyata pasien tidak mampu diatasi secara tuntas

ataupun tidak mampu dilayani karena keterbatasan

kompetensi ataupun keterbatasan sarana/ prasarana.

10
(3) Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih

lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang

bersangkutan.

(4) Apabila telah diobati di fasyankes tingkat pertama dan atau

dirawat di fasyankes perawatan tingkat pertama di

Puskesmas perawatan/ RS D Pratama, ternyata masih

memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan

di fasyankes rujukan yang lebih mampu, untuk dapat

menyelesaikan masalah/ kesehatannya dan dapat

dikembalikan ke fasyankes perujuk.

2) Prosedur Standar Merujuk Pasien

a) Prosedur Klinis

(1) Pada kasus non emergensi, maka proses rujukan mengikuti

prosedur rutin yang ditetapkan. Provider kesehatan yang

berwenang menerima pasien di fasyankes tingkat pertama,

melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang medik yang mampu dilakukan di fasyankes

tingkat pertama, untuk menentukan diagnosa utama/

diagnosis kemungkinan, dan diagnosis banding, disertai

kelengkapan kode diagnosis untuk fasyankes tingkat

pertama.

(2) Dalam kondisi pasien saat kedatangan dalam kondisi

emergensi dan membutuhkan pertolongan kedaruratan

medik, petugas yang berwenang segera melakukan

11
pertolongan segera (prosedur life-saving) untuk

menstabilkan kondisi pasien di fasyankes, sesuai dengan

Standar Prosedur Operasional (SPO).

(3) Menyimpulkan bahwa kasusnya telah memenuhi syarat

untuk dirujuk, sebagaimana tercantum pada salah satu

kriteria dalam syarat merujuk pasien diatas.

(4) Untuk mempersiapkan rujukan, kepada pasien/ keluarga

perlu diberikan penjelasan dengan bahasa yang dapat

dimengerti pasien/ keluarga, dan informed consent sebagai

bagian dari prosedur operasional yang sangat erat kaitannya

dengan prosedur teknis pelayanan pasien harus dilakukan.

(5) Penjelasan diberikan berkaitan dengan: Penyakit/ masalah

kesehatan pasien dan kondisi pasien saat ini; Tujuan dan

pentingnya pasien harus dirujuk; Kemana pasien akan

dirujuk; Akibat atau risiko yang mungkin terjadi pada

kondisi kesehatan pasien ataupun keluarga/ lingkungannya

apabila rujukan tidak dilakukan, dan keuntungan apabila

dilakukan rujukan.

(6) Rencana dan proses pelaksanaan rujukan, serta tindakan

yang mungkin akan dilakukan di fasyankes rujukan.

(7) Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh pasien/ keluarga.

(8) Penjelasan-penjelasan lain yang berhubungan dengan proses

rujukan termasuk berbagai persyaratan secara lengkap,

untuk memberi kesempatan kepada pasien/ keluarga

12
mengambil keputusan secara cerdas dalam mengatasi

penyakit/ masalah kesehatan pasien.

(9) Putusan akhir atas rencana pelaksanaan rujukan seperti

dijelaskan, ada pada pasien/ keluarga sendiri, apakah yang

berkepentingan setuju ataukah menolak untuk dirujuk ke

salah satu fasyankes rujukan sesuai dengan alur sistem

rujukan yang ditetapkan. Kesepakatan akhir atas hasil

penjelasan dinyatakan dengan pembubuhan tanda-tangan

dua belah pihak dalam format Informed concent sesuai

prosedur.

(10) Atas persetujuan rujukan dari pasien/ keluarga, provider

berwenang mempersiapkan rujukan dengan memberikan

tindakan pra rujukan sesuai kondisi pasien sebelum dirujuk

berdasarkan SPO.

(11) Menghubungi kembali unit pelayanan di fasyankes tujuan

rujukan, untuk memastikan sekali lagi bahwa pasien dapat

diterima di fasyankes rujukan atau harus menunggu

sementara ataupun mencarikan fasyankes rujukan lainnya

sebagai alternatif.

(12) Untuk pasien gawat darurat, dalam perjalanan rujukan ke

fasyankes yang dituju, harus didampingi provider yang

kompeten di bidangnya yang dapat memantau kondisi

pasien sekaligus mengambil tindakan segera bilamana

diperlukan, dan sedapat mungkin selalu menjalin

13
komunikasi dengan fasyankes tujuan rujukan. Bagi pasien

bukan gawat darurat, perjalanan rujukan tidak perlu

didampingi petugas kesehatan.

(13) Selama perjalanan pasien gawat-darurat, dalam kendaraan

pengantar petugas kesehatan pendamping rujukan perlu

melengkapi kebutuhan obat dan peralatan medis/ emergensi

yang diperkirakan dibutuhkan pasien selama dalam

perjalanan rujukan.

(14) Kendaraan Puskesmas Keliling atau ambulans dan Provider

pendamping rujukan harus tetap menunggu pasien di IGD

tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat

pelayanan dan keputusan apakah harus dirawat inap atau

rawat jalan di Fasyankes rujukan, atau dapat dipulangkan

langsung dengan saran-saran tindak-lanjut penanganan oleh

fasyankes perujuk.

(15) Apabila tersedia perangkat Teknologi Komunikasi (Radio

medik)/ Teknologi Informasi Komunikasi dalam suatu

Sistem Rujukan, dapat dimanfaatkan untuk kelancaran

merujuk pasien:

(a) Untuk mendapatkan saran-saran dalam mempersiapkan

rujukan pasien, melakukan tindakan pra-rujukan,

sebelum pasien dirujuk.

(b) Proses konsultasi melalui Radio-komunikasi Medik

ataupun Tele-Medicine/ e-Health, dapat dilanjutkan

14
selama perjalanan rujukan ke fasyankes rujukan bila

pasien dapat dirujuk (transportable).

(c) Bila kondisi pasien tidak dapat dirujuk (tidak

transportable), atau kondisi geografis tidak

memungkinkan melakukan rujukan segera, maka

fasyankes rujukan dapat memberikan saran atas

permintaan rujukan dari fasyankes perujuk, dan atau

panduan atas tindakan yang terpaksa harus dilakukan

segera pada pasien bersangkutan.

(d) Langkah-langkah dan ketentuan melakukan rujukan

menggunakan perangkat teknologi dimaksud akan

diatur tersendiri, melengkapi pedoman sistem rujukan.

b) Prosedur administratif rujukan

(1) Dilakukan sejalan dengan prosedur teknis pada pasien.

(2) Melengkapi catatan rekam medis pasien, setelah tindakan

untuk menstabilkan kondisi pasien pra-rujukan.

(3) Setelah provider berwenang memberikan penjelasan secara

lengkap dan pasien/ keluarga telah memberikan keputusan

akhir, setuju ataupun menolak untuk dirujuk, maka format

informed concent secara prosedur administratif rujukan harus

dichek ulang kelengkapannya, antara lain adanya tanda

tangan dua-belah pihak, provider berwenang dan pasien/

keluarga, baik bagi pasien/ keluarga yang setuju dirujuk

maupun yang menolak untuk dirujuk.

15
(4) Selanjutnya format informed concent yang telah ditanda-

tangani tersebut disimpan dalam rekam medik pasien

bersangkutan. Bila telah digunakan perangkat TIK/ ICT,

format informed concent dapat dilengkapi dengan foto,

rekaman pembicaraan proses pengambilan keputusan, dan

lainnya.

(5) Apabila pasien/ keluarga setuju untuk dirujuk, maka

fasyankes perujuk membuat surat rujukan pasien rangkap 2:

Lembar pertama dikirim ke fasyankes rujukan bersama

pasien; Lembar dua disimpan sebagai arsip, bersama rekam

medik pasien bersangkutan.

(6) Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.

(7) Administrasi pengiriman pasien harus diselesaikan, ketika

pasien akan segera dirujuk.

c) Prosedur operasional merujuk pasien

(1) Menyiapkan sarana transportasi rujukan, dan akan lebih baik

bila dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio ataupun

TIK/ ICT yang dapat menghubungkan fasyankes tujuan

rujukan dengan fasyankes-fasyankes perujuk termasuk

Puskesmas Keliling/ Ambulans yang sedang berjalan

merujuk pasien.

(2) Setiba pasien di fasyankes penerima rujukan, bila selanjutnya

diputuskan bahwa pasien akan ditangani di Fasyankes

rujukan, maka provider pendamping rujukan secara formal

16
akan menyerahkan tanggung-jawab penanganan pasien pada

provider berwenang di fasyankes rujukan.

2. Tindak Lanjut Atas Rujukan-Balik dari Fasyankes Tingkat Dua

a. Prosedur klinis

1) Menerima kembali rujukan balik di fasyankes tingkat pertama, dari

fasyankes tingkat dua, dapat dilakukan sebagai berikut:

a) Fasyankes tingkat pertama seharusnya sudah menerima informasi

tentang rencana rujukan balik pasien dari fasyankes terujuk,

melalui perangkat komunikasi yang tersedia (telephon, radio-

medik, TIK/ ICT, dan lainnya),

b) Atas informasi yang didapat dari surat rujukan balik yang

diserahkan pasien/ keluarga, fasyankes tingkat pertama,

menyusun rencana tindak lanjut pelayanan pasien berdasar saran-

saran dalam surat jawaban rujukan balik.

c) Dilakukannya pelayanan pasien rujukan balik sesuai rencana.

d) Menindak-lanjuti saran fasyankes rujukan yang berkaitan dengan

penyakit/ masalah kesehatan pasien yang kemungkinan berkaitan

ataupun berdampak terhadap kesehatan masyarakat dan kesehatan

lingkungannya.

e) Dalam memantau kondisi perkembangan kesehatan pasien, maka

dokter dan tenaga keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya di

fasyankes tingkat pertama, akan berkolaborasi dalam pelayanan

tindak-lanjut pasien dan lingkungannya, baik pelayanan di

17
fasyankes tingkat pertama ataupun tindak lanjutnya di rumah

pasien.

f) Pada waktu yang ditentukan untuk pasien rujukan balik yang

harus dirujuk ulang, fasyankes tingkat pertama mempersiapkan

pasien/ keluarganya untuk dapat dirujuk ulang ke fasyankes

rujukan.

g) Apabila TIK/ ICT telah dimanfaatkan, penerimaan kembali pasien

rujukan balik akan lebih mudah serta cepat, sehingga tindak lanjut

pelayanan akan lebih mudah disusun dan diikuti pelaksanaannya.

2) Atas pasien yang dinyatakan kurang/ tidak tepat dirujuk, dan telah

dilayani di fasyankes tingkat dua sebelum dirujuk balik, diupayakan

untuk:

a) Mengevaluasi diri atas ketelitian dalam melakukan pemeriksaan

dan menegakkan diagnosis.

b) Mengetahui batasan-batasan yang ditetapkan untuk pelayanan di

tingkat pertama dan batasan untuk merujuk.

c) Melaporkan dan berkonsultasi kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/ kota, bilamana dianggap perlu.

3) Atas pasien yang pulang paksa dan telah dilaporkan oleh fasyankes

tingkat dua:

a) Pasien yang dirujuk, setelah mendapatkan pelayanan di klinik,

dalam periode pelayanan rawat jalan, ataupun selama periode

rawat inap, kemungkinan dapat keluar dari fasyankes dengan

“pulang paksa” karena berbagai alasan.

18
b) Atas informasi yang diperoleh dari fasyankes rujukan, provider

kesehatan tingkat pertama perlu menelusuri/ melacak keberadaan

pasien pulang paksa tersebut dan mengetahui alasan mengapa

pasien/ keluarga memilih untuk pulang paksa.

c) Berupaya untuk membantu pasien/ keluarga mencari solusi

terbaik atas masalah yang dihadapi sehubungan dengan kejadian

pulang paksa tersebut, sekaligus mengevaluasi dan memperbaiki

penyelenggaraan pelayanan sekaligus sistem rujukannya pada

fasyankes tingkat pertama dan rujukan. Kejadian tersebut perlu

menjadi topik bahasan dalam rapat koordinasi.

4) Atas pasien yang meninggal, tergantung penyebab kematiannya dan

saran dari fasyankes rujukan:

a) Dilakukan telusur/ identifikasi masalah untuk kasus tertentu yang

dipandang perlu untuk diketahui latar belakang masalahnya,

dalam upaya promotive dan preventif di keluarga maupun

dikomunitasnya/ di masyarakatnya, seperti misalnya fenomena 3

T (terlambat) pada kematian maternal, yaitu terlambat mengambil

keputusan di keluarga, Terlambat dalam transportasi rujukan dan

Terlambat mendapatkan pertolongan di fasyankes rujukan,

termasuk penyakit-penyakit lainnya khususnya dalam kondisi

emergensi.

b) Untuk kondisi tertentu dapat ditindak-lanjuti dengan pelayanan

kesehatan pada keluarga, kelompok dan masyarakat serta

lingkungannya.

19
c) Kematian akibat penyakit menular, perlu segera dilaporkan sejak

pasien didiagnosis, dan khusus untuk kematian tertentu,

pemulasaran jenazah perlu dijelaskan pada keluarga.

d) Kasus kematian akan menjadi topik bahasan dalam rapat bulanan

fasyankes perujuk, fasyankes terujuk, maupun rapat koordinasi,

dan bilamana dipandang perlu menjadi topik bahasan lintas

sektoral.

e) Kasus kematian pasien rujukan dengan penyakit-penyakit

menular yang perlu diberitahukan kepada fasyankes tingkat

pertama bukan hanya dari fasyankes tingkat dua melainkan juga

dari fasyankes tingkat tiga.

5) Atas pasien yang “hilang” berdasarkan laporan dari fasyankes

rujukan, perlu dilakukan telusur oleh penanggung-jawab wilayah

binaan di fasyankes tingkat pertama puskesmas ataupun fasyankes

tingkat pertama non puskesmas lainnya.

b. Prosedur Administrasi

1) Dilakukan sejalan dengan prosedur teknis pada pasien rujukan balik:

a) Melengkapi catatan rekam medis dan keperawatan pasien semula

saat dirujuk, dengan:

(1) Catatan dari balasan surat rujukan balik fasyankes rujukan.

(2) Catatan dari pelayanan tindak lanjut yang dilakukan

fasyankes tingkat pertama atas saran yang diberikan dalam

surat balasan rujukan balik.

20
(3) Memasukkan dalam register pelayanan pasien sebagai

dokumentasi serta bahan penyusunan laporan fasyankes

perujuk.

(4) Membuat laporan penyelenggaraan sistem rujukan,

khususnya rujukan balik pasien dari fasyankes tingkat dua

dan lainnya

b) Data yang berhubungan dengan pengiriman pasien rujukan dan

data tentang pasien rujukan balik, akan menjadi bahan untuk

melakukan evaluasi kinerja baik secara mandiri maupun dengan

bantuan supervisor, dalam rangka perbaikan dan peningkatan

kinerja.

c. Prosedur operasional

1) Setiap pasien yang dirujuk ke fasyankes yang lebih mampu perlu

dipantau kemajuan/ penanganannya di fasyankes tujuan rujukan,

sehingga fasyankes tingkat pertama mengetahui kondisi pasien yang

dirujuk dan berupaya untuk tahu kapan akan dirujuk balik dari

fasyankes tingkat dua, dalam kondisi bagaimana, yang datanya dapat

diperoleh dari fasyankes rujukan.

2) Dengan demikian fasyankes tingkat pertama siap menerima kembali

rujukan balik pasien yang dikirimkan sebelumnya. Fasyankes tingkat

pertama bersama fasyankes tingkat kedua memfasilitasi pasien dalam

proses rujukan balik pasien.

21
3) Memfasilitasi berfungsinya sistem rujukan secara timbal balik

berkesinambungan melalui pemantauan penyelenggaraan rujukan

pasien dan rujukan baliknya.

3. Tatalaksana Sistem Rujukan Pada Fasyankes Tingkat Dua

Proses rujukan dalam sistem rujukan di fasyankes tingkat dua terdiri atas

proses menerima rujukan dari fasyankes tingkat pertama, melayani pasiennya,

melakukan rujukan horizontal ke fasyankes setingkat, rujukan vertikal ke

fasyankes tingkat tiga, serta menerima rujukan balik horizontal dan vertikal,

dan merujuk balik ke fasyankes tingkat pertama. Proses rujukan dalam sistem

rujukan di fasyankes tingkat dua tersebut dijelaskan berikut ini.

a. Prosedur Klinis

1) Menerima pasien rujukan dari fasyankes tingkat pertama dan tindak

lanjutnya. Atas komunikasi yang dibangun bersama fasyankes perujuk

melalui teknologi komunikasi yang tersedia, telah diketahui kondisi

pasien, sehingga memungkinkan pasien akan dapat dilayani di

fasyankes rujukan, untuk hal tersebut fasyankes rujukan akan

mempersiapkan diri menerima pasien dengan sebaik-baiknya,

selanjutnya melayani sesuai dengan kondisi pasien pada saat

kedatangannya, untuk pasien non emergensi atau emergensi. Pasien

yang dirujuk akan diterima di fasyankes rujukan, sesuai jenis

rujukannya akan segera dilayani menurut standar prosedur operasional

(SPO) yang berlaku di fasyankes bersangkutan. Pasien non emergensi

akan dilayani di Klinik Fasyankes rujukan sesuai tujuan pada jam

22
buka yang telah ditentukan setelah melalui prosedur administrasi

untuk pelayanan klinik sedangkan pasien emergensi dilayani di IGD

yang harus siap melayani 24 jam/ 7 hari.

2) Pasien non-emergency.

a) Sesuai SPO pasien akan mendapatkan pemeriksaan untuk

menetapkan diagnosis awal, dan disimpulkan bahwa:

(1) Sebenarnya tidak/ belum ada indikasi untuk merujuk pasien

ke fasyankes rujukan, akan tetapi:

(a) Pasien tetap dilayani, untuk selanjutnya pasien akan

dirujuk balik ke fasyankes perujuk disertai penjelasan

dan saran-saran.

(b) Apabila pasien adalah peserta Asuransi Sosial, pasien

akan tetap dilayani dan prosedur administrative dan

pembiayaan yang dijalankan sesuai pedoman dalam

Asuransi Sosial.

(2) Sudah ada indikasi untuk merujuk pasien, sehingga:

(a) Fasyankes menindak-lanjuti dengan penjelasan tentang

kondisi pasien, penyakitnya, pemeriksaan yang akan

dilakukan, kemungkinan pelayanan atau tindakan yang

diperlukan berdasarkan hasil pemeriksaan.

(b) Keputusan akhir tentang akan dilaksanakannya

pelayanan dan atau tindakan, ada di tangan pasien/

keluarganya, yang baru dianggap sah setelah ditanda-

23
tanganinya format Informed concent oleh pasien/

keluarga dan provider kesehatan berwenang.

b) Setelah ada persetujuan dari pasien/ keluarga dan telah ditanda-

tanganinya format informed concent oleh dua belah pihak

berkepentingan, maka pelayanan dilakukan sesuai SPO di

fasyankes rujukan, mulai dari kelengkapan pemeriksaan dan

pelayanan/ tindakan yang diperlukan.

c) Atas dasar semua hasil pemeriksaan yang diperoleh, dan

pelayanan atau tindakan yang diberikan serta follow-up atas

hasilnya, spesialis yang melayani di fasyankes tingkat dua akan

memutuskan:

(1) Pasien dapat segera dirujuk balik langsung ke fasyankes

perujuk, disertai penjelasan kepada pasien dan surat jawaban

rujukan untuk fasyankes perujuk, sebagaimana diuraikan

sebelumnya:

(a) Penjelasan kepada pasien/ keluarga, tentang: Berbagai

saran kepada pasien/ keluarga yang harus dipatuhi pasien

dan keluarga sehubungan dengan penyakitnya;

Tanggung-jawab pasien dan keluarga dalam menindak-

lanjuti penanganan penyakitnya; Menyerahkan surat

rujukan balik ke fasyankes perujuk (tingkat pertama).

(b) Informasi melalui surat jawaban rujukan balik kepada

fasyankes tingkat pertama, tentang: Resume semua hasil

pemeriksaan dan diagnosis penyakitnya; Pelayanan/

24
tindakan yang sudah diberikan; Obat-obatan yang

diberikan; Saran-saran tindak-lanjut berupa:

i) Pelayanan pasien di fasyankes perujuk untuk

pasiennya sendiri dan keluarganya, bilamana masih

diperlukan,

ii) Pelayanan di fasyankes perujuk bagi komunitas atau

masyarakat dan lingkungannya, seperti kasus

penyakit menular/ tidak menular tertentu, yang perlu

ditindak-lanjuti dengan survailans,

iii) Saran untuk mengirimkan rujukan ulang pada kasus

tertentu yang memerlukan follow-up.

d) Semua dokumen pelayanan pasien disimpan dalam file rekam

medis di fasyankes rujukan, sebagai arsip.

e) Kemungkinan pasien dianjurkan untuk meneruskan kunjungan

rawat jalan di fasyankes rujukan, sebelum dirujuk balik ke

Fasyankes perujuk, dengan pertimbangan.

f) Pasien masih memerlukan beberapa pemeriksaan yang lebih

lengkap, namun dipertimbangkan bahwa kondisi pasien tidak

perlu dirawat.

g) Selanjutnya, apabila pemeriksaan sudah lengkap, dan diagnosis

telah ditegakkan menurut hasil-hasil pemeriksaan,

pengobatan/tindakan medis sudah diberikan, dan hasil

pemantauan terhadap kesehatan pasien memungkinkan untuk

25
dilayani di fasyankes tingkat pertama, maka pada waktu yang

ditetapkan pasien dapat dirujuk balik ke fasyankes perujuk.

h) Prosedur selanjutnya sebagaimana tercantum dalam butir rujukan

balik pasien yang dirujuk.

i) Pada pasien yang menjalani pelayanan rawat jalan, dalam follow-

up selanjutnya diputuskan untuk mendapatkan layanan rawat inap

sebagai kelengkapan pelayanannya, karena:

(1) Hasil-hasil pemeriksaan, pelayanan dan atau tindakan selama

rawat jalan dan observasi nya mengindikasikan untuk

ditindak-lanjuti dengan pelayanan yang lebih intensif di rawat

inap.

(2) Penanganan rawat inap akan lebih memudahkan bagi kedua

belah pihak, pasien dan Tim inter-profesi yang menangani

kasusnya, termasuk mempermudah prosedur rujukan internal

di fasyankes yang sama.

(3) Layanan rawat inap akan mulai dilaksanakan setelah pasien/

keluarga memperbaharui kesepakatan atas semua rencana

yang telah dibuat sebelumnya dalam informed concent sesuai

prosedur.

j) Pasien akan mendapatkan pelayanan dan atau tindakan yang

dilakukan untuk mengatasi penyakit/ masalah kesehatannya,

sampai akhirnya pasien dikeluarkan dari rumah sakit (fasyankes

tingkat dua), dengan berbagai alasan:

26
(1) Penyakitnya sudah berhasil diatasi secara tuntas, pasien

sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit dalam

keadaan sembuh, dan akan dirujuk balik ke fasyankes yang

semula merujuk, melalui prosedur mengembalikan pasien

rujukan.

(2) Penyakitnya secara umum sudah berhasil diatasi dan tidak

perlu lagi harus dirawat inap namun masih harus ditindak-

lanjuti melalui pelayanan rawat jalan di rumah sakit ini untuk

menyelesaikan pengobatannya.

(3) Sebagian penyakitnya sudah dapat diatasi akan tetapi untuk

masalah lainnya belum dapat diatasi karena adanya

keterbatasan kemampuan fasyankes rujukan, sehingga pasien

perlu dirujuk ke fasyankes tingkat dua (rumah sakit) rujukan

horizontal yang lebih mampu mengatasi sebagian masalah

yang belum terselesaikan.

k) Setelah dilayani dan atau dilakukan tindakan sebagaimana

tertuang dalam kesepakatan kedua belah pihak pada format

informed concent, fasyankes rujukan masih menghadapi masalah

dan hambatan dalam menangani kasusnya, dan dipandang perlu

untuk menindak-lanjuti penanganan pasien dengan merujuk ke

fasyankes tingkat tiga yang lebih kompeten. Uraian tentang

rujukan pasien ke fasyankes tingkat tiga akan diuraikan pada

bagian lain.

27
l) Pasien karena berbagai alasan ataupun pertimbangan,

memutuskan untuk pulang paksa, yang dapat terjadi karena:

(1) Program pelayanan pasien sebagaimana disepakati dalam

informed concent belum dapat diselesaikan sesuai rencana

yang disusun, akan tetapi pasien/ keluarga memutuskan untuk

pulang paksa, atau

(2) Karena alasan lain pasien/ keluarga mempunyai

pertimbangan untuk keluar dari pelayanan,

(3) Untuk kondisi demikian, maka pasien/ keluarga harus

menanda-tangani “Format Pulang Paksa” yang disediakan

fasyankes,

(4) Pasien pulang paksa harus diberitahukan kepada fasyankes

perujuk

(5) Untuk fasyankes yang telah tergabung dalam satu sistem

rujukan yang memanfaatkan TIK/ ICT, pada event-event

tertentu seperti keputusan untuk pulang paksa,

didokumentasikan sebagai arsip.

m) Ketika pasien sampai di fasyankes rujukan dan mendapatkan

pelayanan di klinik, karena berbagai alasan memutuskan untuk

tidak meneruskan pengobatan/ pemeriksaan lanjutannya di

fasyankes rujukan, sehingga menjadi pasien yang “hilang”, dan

kemungkinannya:

28
(1) Pasien yang “hilang” dari fasyankes rujukan, juga tidak

melakukan kontak balik dengan fasyankes perujuk, sehingga

keduanya kehilangan data pasien bersangkutan.

(2) Pasien yang “hilang” dari fasyankes rujukan, kembali ke

fasyankes perujuk karena berbagai alasan.

n) Atas kejadian pasien pulang paksa dan pasien “hilang”,

Supervisor atau Binwas Teknik Perujukan dari pihak fasyankes

perujuk dan fasyankes terujuk secara bersama-sama harus dapat

menyimpulkan penyebab mengapa pasien “pulang paksa”/

“hilang” dari proses rujukan, agar pelayanan di fasyankes perujuk

dan fasyankes terujuk dapat diperbaiki.

3) Untuk pasien emergensi

Pasien emergensi datang ke fasyankes tingkat dua,

kemungkinan datang atas rujukan dari fasyankes tingkat pertama

ataupun langsung tanpa surat rujukan sebagaimana lazimnya, dan

pasien datang ke IGD:

a) Akan diterima di IGD, yang siap melayani pasien 24 jam/ 7 hari,

dengan SPO yang telah ditetapkan untuk memastikan pasien

emergensi dilayani cepat.

b) Fasyankes rujukan segera melakukan stabilisasi pasien rujukan

emergensi sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO), sejak

kedatangan pasien di IGD sampai dengan tempat pelayanan yang

tepat sesuai kondisi dan masalah kesehatan pasien.

29
c) Provider berwenang memberi layanan akan menuliskan diagnosis

kerja (working diagnosis) pada status pasien bersangkutan beserta

code diagnosis yang diberlakukan di fasyankes bersangkutan,

d) Selanjutnya, memberikan penjelasan, sesuai prosedur Informed

Concent, diakhiri dengan penanda-tanganan oleh pasien/ keluarga

serta provider yang berwenang memberi layanan, tentang:

(1) Kondisi penyakitnya saat ini, tindakan dan atau pelayanan

medis dan penunjang medis selanjutnya yang akan

dilaksanakan,

(2) Risiko bila tidak dilakukan sekaligus keuntungannya bila

dilakukan pada waktunya yang tepat,

(3) Penjelasan-penjelasan lain sehubungan dengan penyakit dan

kondisi pasien saat ini, serta penjelasan atas pertanyaan

pasien/ keluarga.

e) Atas penjelasan yang diberikan, pasien/ keluarga akan

memutuskan:

(1) Menyetujui untuk menindaklanjuti proses pelayanan sesuai

rencana pelayanan/ tindakan yang akan dilakukan, dengan

pembubuhan tandatangan bersama pada format informed

concent, pasien/ keluarga yang berwenang mewakili dan

provider yang berwenang memberikan pelayanan di

fasyankes, sesuai prosedur yang berlaku.

(2) Menolak mendapatkan layanan berikutnya, dan pasien pulang

paksa atau pindah layanan sehingga kesinambungan proses

30
rujukan di fasyankes tujuan rujukan terhenti. Atas keputusan

akhir dari pasien/ keluarga, menolak pelayanan lanjutan di

fasyankes rujukan, dan keputusan tersebut wajib segera

diberitahukan ke fasyankes perujuk,

f) Apabila pasien/ keluarga menyetujui rancangan pelayanan

selanjutnya, yang dinyatakan dalam format informed concent,

maka pasien akan dikirim ke:

(1) Ruang tindakan khusus sesuai dengan kasusnya, atau

(2) Ruang perawatan elektif untuk perawatan dan pengobatan

selanjutnya,

(3) Atau meneruskan pasien ke sarana kesehatan yang lebih

mampu untuk dirujuk lanjut, sesuai dengan kebutuhan dan

kondisinya.

g) Selanjutnya provider yang bertanggung-jawab melayani akan:

(1) Melengkapi pemeriksaan lanjutan yang masih diperlukan dan

menyimpulkan hasilnya untuk menetapkan diagnosis medis

pasien, yang kemudian dituliskan sesuai code diagnosis

sebagai satu ketentuan, serta diagnosis keperawatan oleh

perawat yang melayani.

(2) Melakukan tindakan/ pelayanan medis dan penunjang medis

serta keperawatan, berdasarkan rencana masing-masing yang

disusun atas diagnosis medis dan keperawatan, sekaligus

memberikan obat sesuai standard dan seterusnya sesuai

kebutuhan pasien

31
(3) Masing-masing pemberi layanan (dokter, perawat, penunjang

medis) akan mencatat semua pelayanan, tindakan dan hasil-

hasilnya.

(4) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis pasien,

sepanjang pasien berada dalam tanggung-jawab fasyankes

rujukan.

h) Setelah pasien dimungkinkan untuk dikeluarkan dari RS karena

memenuhi indikasi, maka pasien harus dikembalikan ke

fasyankes yang semula merujuk, dan bila pasien datang tanpa

rujukan karena kondisi awalnya datang sebagai pasien emergensi,

maka surat rujukan balik dialamatkan ke fasyankes tingkat

pertama di lokasi terdekat tempat tinggal pasien, dengan

melampirkan beberapa informasi penting berupa:

(1) Diagnosis akhir yang ditetapkan berdasarkan hasil-hasil

pemeriksaan lanjutan sepanjang pasien dirawat

(2) Resume dari pemeriksaan yang dilakukan dan hasilnya,

pelayanan/ tindakan yang dilakukan dan hasil akhirnya, serta

obat-obat yang telah diberikan dan yang masih diberikan

(3) Saran-saran yang perlu untuk dipatuhi pasiennya,

(4) Saran-saran tindak lanjut yang masih harus dilakukan oleh

fasyankes perujuk untuk pemulihan kesehatan pasien,

maupun tindakan apa saja yang harus dilakukan pasien/

keluarga dengan atau tanpa bantuan provider Kesehatan.

32
(5) Rencana pelayanan/kunjungan ulang berikutnya, ke

fasyankes rujukan, pada kasus tertentu yang memerlukan

(6) Semua dokumen pelayanan pasien disimpan dalam file rekam

medis di fasyankes rujukan, sebagai arsip.

4. Tatalaksana Sistem Rujukan Pada Fasyankes Tingkat Tiga

Rumah Sakit Kelas A (fasyankes tingkat tiga), RS Swasta setingkat dan

fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan lainnya setingkat, yang menerima

rujukan pasien harus memberikan laporan informasi medis atau balasan

rujukan, ketika pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima

rujukan antara lain:

a. Secara umum proses penerimaan pasien maupun pengiriman rujukan balik

pasien dilaksanakan sama dengan di fasyankes tingkat dua. Yang berbeda

adalah tingkat kemampuan/ kompetensi fasyankes dalam memberikan

pelayanan medik sub spesialistik, termasuk kemampuan fasilitas

penunjang medik dan keperawatannya.

b. Selain sebagai tempat rujukan kasus yang memerlukan layanan sub-

spesialistik, fasyankes tingkat tiga juga menjadi tempat pendidikan tenaga-

tenaga kesehatan, khususnya calon spesialis dan sub-spesialis.

c. Untuk penyelenggaraan pelayanan medik kasus rujukan baik non

emergensi maupun emergensi ke fasyankes tingkat tiga tidak akan dibahas

secara khusus, kecuali sebagai tempat pendidikan ataupun perannya dalam

bidang rujukan SDM akan dibahas pada bagian lain.

5. Pelayanan Pada Pasien Meninggal

33
a. Pada kondisi pasien kritis, selain tetap mengusahakan pelayanan medis

semaksimal mungkin, maka provider berwenang perlu memberikan

penjelasan kepada keluarga, sehubungan dengan kondisi senyatanya

pasien, bilamana perlu seorang tenaga keperawatan dapat memberikan

asuhan keperawatan untuk pasien dan keluarganya.

b. Setiap kejadian pasien meninggal di fasyankes, baik sebelum 48 jam

ataupun sesudah 48 jam kedatangannya, tetap harus diinformasikan kepada

fasyankes ataupun klinik perujuk disertai keterangan tentang:

1) Diagnosis penyakit dan penyebab kematiannya,

2) Saran-saran tindak-lanjut kepada fasyankes perujuk, sehubungan

dengan penyakit pasien dan kepentingan fasyankes bersangkutan,

pada pasien yang meninggal kurang dari 48 jam dan pasien meninggal

setelah 48 jam dari saat kedatangan, yang berhubungan selain karena

kondisi penyakitnya sendiri juga dengan ketepatan waktu merujuk,

ketepatan penanganan pasien pra rujukan, dan lainnya yang dipandang

perlu diinformasikan.

3) Laporan ataupun pemberitahuan khususnya kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten/ kota dan Puskesmas dimana pasien tersebut tinggal,

terutama pada:

a) Pasien meninggal karena penyakit menular yang perlu ditindak-

lanjuti dengan upaya pencegahan penyebaran dan

penanggulangan penyakit menular (KLB) di sekitar domisili

pasien, dan kemungkinan perlunya dilakukan survailans.

b) Kondisi-kondisi lainnya yang perlu diketahui fasyankes perujuk.

34
6. Rujukan Pemeriksaan Spesimen dan Penunjang Diagnostik Lainnya

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan, sesuai tingkatnya

dilengkapi dengan laboratorium klinik/ pemeriksaan penunjang diagnosis

sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk tingkatnya, yang dapat

mendukung penegakan diagnosis suatu penyakit dan atau follow-up hasil

pelayanan/ tindakan. Dalam kondisi persyaratan standar untuk pemeriksaan

penunjang diagnostik belum dapat terpenuhi di fasyankes bersangkutan, dan

pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang, maka dokter harus membuat

surat rujukan untuk mengirimkan pasien ataupun spesimen ke fasyankes

rujukan, dengan mengikuti prosedur sebagaimana ditentukan:

a. Prosedur standar pengiriman rujukan pemeriksaan penunjang diagnostik/

specimen

1) Prosedur Klinis:

a) Menyiapkan pasien/ specimen, untuk rujukan pemeriksaan

penunjang diagnostik yang dibutuhkan.

b) Untuk spesimen, pengambilan bahan/ spesimen dilakukan sesuai

prosedur (SPO), dikemas dengan baik sesuai dengan kondisi

bahan yang akan dikirim dengan memperhatikan aspek sterilitas

dan kelayakan kemasan untuk setiap jenis pemeriksaan yang

harus sesuai dengan kondisi yang diinginkan, pencegahan

terhadap kontaminasi ataupun penularan penyakit serta

memperhatikan keselamatan orang lain, dan diberi identitas

secara jelas (dengan barcode, lainnya).

35
c) Untuk pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya yang

memerlukan kehadiran pasiennya ke fasyankes rujukan,

memastikan bahwa pasien yang dikirim untuk pemeriksaan

penunjang diagnostik, sudah dipersiapkan sesuai dengan prosedur

serta kondisi yang ditentukan.

2) Prosedur Administratif

a) Mengisi format dan surat rujukan spesimen/ penunjang diagnostik

lainnya secara cermat dan jelas termasuk nomor surat, dan status

kepesertaan sistem asuransi (Jamkesmas, ASKES/ JAMSOSTEK,

ASBRI, dan lainnya), informasi jenis specimen atau pemeriksaan

penunjang diagnostik lain yang diinginkan, identitas pasien dan

diagnosa sementara serta identitas pengirim.

b) Format rujukan pemeriksaan dan jawaban rujukan specimen/

penunjang diagnostik lainnya dibuat dalam rangkap dua, satu

untuk dikirim ke fasyankes rujukan bersama specimen/ pasien,

satu sebagai arsip.

c) Mencatat informasi yang diperlukan di buku register pengiriman

specimen/ pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya yang

ditentukan instansinya.

3) Prosedur operasional

a) Mengirimkan specimen disertai surat rujukan pemeriksaan,

dimana untuk specimen tertentu harus dikirimkan sendiri oleh

fasyankes perujuk, tidak boleh dibawa pasien/ keluarga.

36
b) Merujuk pasien untuk pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya,

disertai surat rujukan pemeriksaan penunjang diagnostik ke

fasyankes rujukan pemeriksaan penunjang diagnostik.

c) Menerima jawaban hasil pemeriksaan specimen atau hasil

pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya, bila perlu

menanyakan balasan hasil rujukan pemeriksaan spesimen/

penunjang diagnostik kepada fasyankes rujukan.

7. Rujukan Vertikal

Adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda

tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat

pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke

tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik.

b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau

ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke

tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:

a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan

kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan

kewenangannya.

b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih

baik dalam menangani pasien tersebut.

37
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh

tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan

kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/ atau

d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/

atau ketenagaan.

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang

sesuai kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan di FKTP

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat

dirujuk ke FKRTL

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes primer.

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan

atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan apabila

peserta BPJS Kesehatan dalam kondisi:

a. Terjadi gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan

yang berlaku,

b. Bencana, Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau

Pemerintah Daerah,

c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah

ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di

fasilitas kesehatan lanjutan,

38
d. Pertimbangan geografis; dan

e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.

8. Rujukan parsial

Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi

pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian

terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

Rujukan parsial dapat berupa:

a. Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau Tindakan

b. Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan

pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk. Dari berbagai survey

diketahui sejak berlangsungnya pemberlakuan pelayanan melalui BPJS didapati

adanya kasus-kasus rujukan yang terlalu besar diperkirakan sekitar 80%

daripada kasus di rujuk ke Fasilitas Pelayanan Tingkat Lanjut/ FKTL, dan

sekitar 20% daripada kasus dapat diselesaikan di Fasilitas Pelayanan Tingkat

Pertama/ FKTP. Harus di upayakan agar 8 % dari kasus dapat diselesaikan di

FKTP, dan hanya 20% kasus yang di rujuk ke FKTL. Hal ini bisa terlaksana

dengan baik apabila di FKTP juga di laksanakan upaya–upaya pola hidup sehat

sehingga orang tidak sakit artinya upaya kesehatan masyarakat berupa upaya

promotif dan preventif harus dilaksanakan, tentunya juga dengan pembiayaan

dari pihak Pemerintah.

Bila di review permasalahan dalam dua tahun penyelenggaraan JKN ini

maka masalah yang dapat dilihat sebagai berikut:

a. Sosialisasi yang perlu di tingkatkan lagi

39
b. Sistem BPJS yang belum siap benar

c. Masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanan medik dan penunjang lainnya

d. Layanan rujukan yang belum sesuai harapan

e. Infrastruktur layanan yang belum sesuai harapan

f. Tarif INA CBG’s yang masih belum sesuai dengan pembiayaan.

9. Rujukan Horizontal

Rujukan horizontal dapat terjadi intra fasyankes maupun dari fasyankes

lainnya setingkat. Rujukan horizontal intra fasyankes dapat terjadi antar

disiplin ilmu. Contohnya kasus gangren pada kaki akibat diabetes yang dirawat

di SMF Penyakit Dalam, dapat dirujuk ke SMF Bedah dalam fasyankes yang

sama, dan selanjutnya dapat dirujuk ke fasyankes tingkat pertama untuk

ditindak-lanjuti dengan perawatan secara home care. Rujukan pada kasus ini

bersifat horizontal, yang dilanjutkan dengan rujukan balik bersifat vertikal.

Contoh lainnya dapat digambarkan pada pasien dengan PPOM dari RS

Kelas C di satu kabupaten/ kota, dapat dirujuk ke BKPM terdekat yang

mempunyai peralatan lebih lengkap dan dokter spesialis paru, untuk

penanganan/ pengobatannya. Banyak kasus lain yang memerlukan rujukan

horizontal dengan contoh-contohnya.

D. Kegiatan Rujukan

Pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi pelayanan kesehatan pengirim

rujukan adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk;

2. Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum

merujuk;

40
3. Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan

catatan medisnya;

4. Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan;

5. Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam

perjalanan;

6. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan;

7. Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas

pelayanan kesehatan di tempat rujukan;

8. Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan

primer, kecuali dalam keadaan darurat; dan

9. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda,

SKTM dan badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Adapun prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah:

1. Menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien;

2. Mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan rujukan;

3. Mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan, serta

melaksanakan perawatan disertai catatan medik sesuai ketentuan;

4. Memberikan informasi medis kepada pihak sarana pelayanan pengirim

rujukan;

5. Membuat surat rujukan kepada sarana pelayanan kesehatan lebih tinggi dan

mengirim tembusannya. kepada sarana kesehatan pengirim pertama; dan

Membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila sudah tidak

41
memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik dan setelah

kondisi pasien (Jabar, P., 2011).

E. Sistem Informasi Rujukan

Sistem Informasi Rujukan Terintegrasi atau lebih dikenal dengan singkatan

SISRUTE adalah sebuah aplikasi yang dapat digunakan pada saat akan melakukan

rujukan pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(PMKRI) nomor 001 tahun 2012 yang dimaksud dengan sistem rujukan pelayanan

kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur

pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik

vertikal maupun horizontal. Yang dimaksud dengan rujukan vertikal adalah rujukan

antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, sedangkan rujukan horizontal

merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Rujukan

vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan

pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Menurut Naftalia D (2018) dalam Salim Na (2019) SISRUTE memiliki

tujuan dan manfaat yang jelas, menunjang dalam proses rujukan, memiliki

keuntungan lainnya untuk pihak-pihak/ benefit dan memiliki tujuan jangka

panjangan atau harapan lain dalam pelaksanaannya.

1. Tujuan SISRUTE adalah:

a. Terintegrasinya sistem informasi rujukan pasien seluruh RS Regional, RS

Kelas B dan RS Kelas Khusus

b. Terwujudnya percepatan pelayanan rujukan di RS

42
c. Terbitnya regulasi dari kementerian kesehatan RI terkait rujukan di Era

Digital

2. Manfaat

a. Peningkatan mutu layanan dengan sistem informasi rujukan terintegrasi

b. Peningkatan mutu layanan RS perujuk dengan informasi dan koordinasi

untuk pelayanan lanjutan pasien yang berdampak pada kepuasan pasien

c. Sistem informasi rujukan terintegrasi sebagai acuan untuk pelaksanaan

rujukan di RS secara nasional

3. SISRUTE dapat menunjang rujukan pelayanan kesehatan diantaranya:

a. Informasi rujukan terkait kejelasan pasien diterima

b. Informasi data medik pasien untuk memudahkan tindakan selanjutnya

c. Keselamatan pasien dapat lebih ditingkatkan

d. Konsultasi rujukan dapat membantu penanganan pasien lebih terarah

e. Visualisasi pasien antara IGD, IGD ke ambulance dan IGD ke DPJP

dapat membantu penanganan sesuai kondisi pasien

4. Benefit menggunakan SISRUTE bagi rumah sakit adalah:

a. Informasi medis pasien secara cepat dan lengkap dapat diketahui sebelum

pasien datang

b. Perujuk bisa mengetahui tujuan RS sesuai kebutuhan pasien

c. Perujuk bisa dapat kepastian terhadap pasien yang akan dirujuk

d. Perencanaan alat medis

e. Perencanaan SDM

f. Perencanaan Pengembangan RS

g. Tracking ambulane sebagai monitoring pasien yang akan datang

43
h. Tracking ambulance sebagai bahan monitoring posisi ambulance

i. History tracking ambulance sebagai data dasar klaim ambulance

5. Kerugian

a. Tidak ada kerugian yang didapatkan oleh fasilitas kesehatan, namun

kendala dan tantangan yang mungkin didaptkan oleh fasyankes untuk

melaksanakan SISRUTE (Mulyadi Y., 2019), seperti:

1) Rujukan hanya bisa dilakukan ke RS yang lebih tinggi sesuai dengan

daftar yang ada

2) Belum semua RS menggunakan SISRUTE sehingga penggunaan

aplikasi belum optimal

3) Pada aplikasi penggunaannya baru di IGD saja

4) Aplikasi belum menyediakan fasilitas untuk pelaporan

b. Sarana dan sumber daya

1) Ketersediaan perangkat IT

2) Keterbatasan SDM

DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Sistem Informasi Rujukan Terintegrasi https://youtu.be/nYeRYEsachc.


Diakses tanggal 05-08-2022 pukul: 12:00

44
Dadi, Alexander R, dkk. (2019). Sistem Informasi Kesehatan Rujukan (SISRUTE).
https://rakerkesda.dinkes.riau.go.id/materi/Hari%20Ke2/Kelompok%20V/
Penguatan%20SISRUTE%20dan%20Siranap.pptx diakses tanggal 08-08-2022
Pukul 20:00

Jabar, P. (2011). Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan pelayanan Kesehatan Provinsi


Jawa Barat. Jawa Barat.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Sistem Rujukan


Nasional. Direktorat Jenderal BUK (Bina Upaya Kesehatan) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Primasari, Karleanne Lony. (2015). Analysis of National Health Insurance Referral


System in Public Hospital dr. Adjidarmo Lebak. Jurnal ARSI/ Januari

Purwadianto, Agus dkk, (2013). Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


Jakarta.

Rizki, Anis S. (2019). MANAJEMEN KESEHATAN GIGI DAN MULUT I“SISTEM


RUJUKAN”https://www.academia.edu/41489561/MAKALAH_SISTEM_RUJ
UKAN_ANIS diakses tanggal 08-08-2022 Pukul 20:22

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan.

45

Anda mungkin juga menyukai