PENDAHULUAN
1
Hal ini salah satunya disebabkan sistem rujukan pasien yang kurang optimal sehingga
terjadi penumpukan pasien di rumah sakit besar tertentu dan banyaknya kasus pasien
yang ditangani oleh dokter spesialis yang sebenarnya dapat ditangani oleh layanan
primer. Sedangkan di sisi lain, banyak tempat layanan primer yang sepi. Penumpukan
pasien tentu menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal. Banyaknya
kasus penolakan rumah sakit terhadap pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan disinyalir terjadi akibat ketidakpahaman masyarakat atas sistem
layanan kesehatan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan
sistem rujukan yang lebih baik dengan mengembangkan sistem rujukan regional yang
terstruktur dan berjenjang.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke
rumah sakit umum daerah.
Jenis rujukan medik:
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau
ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-
tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui
ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of
knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah
sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang
diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).
2. Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
4
b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preveventif secara
berhasil dan berdaya guna.
5
2. Material (sampel/spesimen darah, sputum, urine, tinja dll.)
3. Methode (protokol pengobatan, Standart Operating Procedure (SOP), Standart
Operating Manual (SOM)).
4. Machine (alat-alat medis).
2.6 Kriteria Rujukan
Adapun kriteria pasien yang dirujuk menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012) adalah
apabila memenuhi salah satu dari:5
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
2.7 Sistem Rujukan Berjenjang4
Untuk memahami tentang sistem rujukan dan ketentuannya, perlu
diketahui tentang tahapan pelayanan kesehatan. Ada tiga tahapan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut :
6
Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang BPJS
1. Pelayanan tingkat primer
Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktek Umum (DPU). Tahap
ini disebut tahap awal atau kontak pertama pasien dengan dokter yang biasanya
bertempat di klinik pribadi, klinik dokter bersama, Puskesmas, balai pengobatan,
klinik perusahaan, atau poliklinik umum di rumah sakit. Setiap pasien semestinya
harus ke DPU dulu kecuali bila terjadi kasus gawat darurat.
2. Pelayanan tingkat sekunder
Jika dianggap perlu, pasien akan dirujuk ke pelayanan tingkat sekunder.
Untuk itu DPU akan menulis surat konsultasi atau rujukan yang menjelaskan masalah
medis dan kendala yang dihadapi pada pasien yang bersangkutan. Di sini pasien akan
dilayani oleh dokter spesialis (DSp) di rumah sakit (kelas C atau B1), klinik spesialis
atau klinik pribadi. Jika masalah kesehatan yang sulit telah diselesaikan pasien akan
dikirim balik ke DPU yang mengirimnya dengan bekal surat rujuk balik yang berisi
anjuran kelanjutan pengobatannya.
3. Pelayanan tingkat tersier
Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh DSp di
tingkat sekunder maka pasien yang bersangkutan akan dikirim ke pelayanan tingkat
7
tersier (top referral). Di sini pasien akan dilayani oleh para dokter super/sub spesialis
atau Spesialis Konsultan (DSpK) di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit besar
yang mempunyai berbagai pusat riset yang mapan (kelas B2 atau A). Pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas
kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.Rujuk
balik pun tetap berlaku di sini dan bukan tidak mungkin berisi anjuran untuk kembali
ke DPU-nya jika masalah telah diatasi. Jika masalahnya tidak mungkin dapat diatasi
lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan untuk dilanjutkan dengan perawatan di
rumah, maka yang terakhir ini pun menjadi tugas DPU.
Pengecualian rujukan berjenjang:
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Selain tiga tahapan di atas masih ada tahapan pelayanan kesehatan yang
kedudukannya lebih rendah dari pelayanan tingkat primer, seperti pelayanan tingkat
rumah tangga dan tingkat masyarakat yang secara swadana, misalnya: Bidan,
Perawat, Posyandu, Polindes dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Bidan
dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan
kekhususan permasalahan kesehatan pasien.
8
Gambar 3. Pola Jaringan Rujukan
9
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu
kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan
kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
10
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes
tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
11
Kabupaten/kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region, berdasarkan hasil
mapping sarana prasarana, SDM, dan kondisi geografis, setiap wilayah mempunyai
pusat rujukan.
1. Definisi
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan
pelayanan medis, penunjang, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur
sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi
(KemenKes,2014) .
2. Tujuan
a) Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan berjenjang di Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
b) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.
c) Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke
daerah terpencil dan daerah miskin.
d) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan
RS (KemenKes, 2014).
3. Manfaat
a) Pasien tidak menumpuk di RS besar tertentu.
b) Pengembangan seluruh RS di provinsi dan kabupaten/kota dapat
direncanakan secara sistematis efisien dan efektif.
c) Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin, dan
daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
d) Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
4. Alur sistem rujukan regional
a) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang
dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas D atau C, selanjutnya RS kelas
B dan akhirnya ke RS kelas A.
12
b) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat
inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat
rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara
rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien.
c) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A
antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan. yang dimaksud
dengan “antar kabupaten/ kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/ kota
yang masih dalam satu region yang telah ditetapkan. Sedangkan “lintas
kabupaten/kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/kota di luar wilayah
region yang telah ditetapkan (KemenKes, 2014).
13
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
14
4. Belum meratanya tenaga kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang
ada tidak sebanding dengan jumlah masyrakat yang berobat
5. Kesiapan tenaga kesehatan yang masih kurang. Pelayanan berlebihan
(overuse), kurang pas (underuse), dan kurang tepat (mis- use) dalam
memberikan layanan 15arif masih menjadi masalah. Hal itu terjadi dalam
diagnosis, peresepan obat, tes laboratorium, atau prosedur layanan lain.
6. Belum jelasnya mengenai standar pelayanan, standar 15ariff, dan standar biaya
dalam sitem rujukan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna. Secara Khusus Menghasilkan upaya pelayanan
kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil dan berdaya
guna. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preveventif secara
berhasil dan berdaya guna.
16
DAFTAR PUSTAKA
17