Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya
guna (efisien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan
kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan.1
Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam
Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horiontal. Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana
seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.1
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat
atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana
dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan.1
Sejak tanggal 1 Januari 2014, kegiatan operasional Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) dimulai sesuai dengan amanat UU nomor 40 tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS Kesehatan merupakan
badan pelaksana yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui mekanisme inilah sistem rujukan berjenjang
mendapatkan mekanisme pembiayaannya sehingga sistem rujukan tidak bisa
dilepaskan kaitannya dengan mekanisme pembiayaannya.2,3
Pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat seharusnya bermutu, merata, dan
terjangkau. Namun, faktanya saat ini jangkauan pelayanan kesehatan belum merata.

1
Hal ini salah satunya disebabkan sistem rujukan pasien yang kurang optimal sehingga
terjadi penumpukan pasien di rumah sakit besar tertentu dan banyaknya kasus pasien
yang ditangani oleh dokter spesialis yang sebenarnya dapat ditangani oleh layanan
primer. Sedangkan di sisi lain, banyak tempat layanan primer yang sepi. Penumpukan
pasien tentu menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal. Banyaknya
kasus penolakan rumah sakit terhadap pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan disinyalir terjadi akibat ketidakpahaman masyarakat atas sistem
layanan kesehatan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan
sistem rujukan yang lebih baik dengan mengembangkan sistem rujukan regional yang
terstruktur dan berjenjang.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sistem Rujukan


Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh
peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas
kesehatan.1,4
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah
dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung
jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih
mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya .1

2.2 Macam Rujukan5


Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari:
a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.
b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat
inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
1. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien

3
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke
rumah sakit umum daerah.
Jenis rujukan medik:
a. Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau
ahli untuk meningkatkan mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-
tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui
ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi operasi (transfer of
knowledge). Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah
sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang
diselenggarakan tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).
2. Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).

2.3 Tujuan Rujukan


Sistem rujukan mempunyai tujuan umum dan khusus, antara lain :6
1. Umum
Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas
pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna.
2. Khusus
a. Menghasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan
rehabilitatif secara berhasil dan berdaya guna.

4
b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preveventif secara
berhasil dan berdaya guna.

2.4 Manfaat Rujukan


Beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan
kesehatan terlihat sebagai berikut :
1. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy
maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana,
karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap
sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat
hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan
pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
2. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan,
karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan
mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan
jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang
karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja,
ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni
melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas,
karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
2.5 Bahan Rujukan
Bahan rujukan terdiri dari 4 M, yaitu5:
1. Man (pasien)

5
2. Material (sampel/spesimen darah, sputum, urine, tinja dll.)
3. Methode (protokol pengobatan, Standart Operating Procedure (SOP), Standart
Operating Manual (SOM)).
4. Machine (alat-alat medis).
2.6 Kriteria Rujukan
Adapun kriteria pasien yang dirujuk menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012) adalah
apabila memenuhi salah satu dari:5
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
2.7 Sistem Rujukan Berjenjang4
Untuk memahami tentang sistem rujukan dan ketentuannya, perlu
diketahui tentang tahapan pelayanan kesehatan. Ada tiga tahapan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut :

Gambar 1. Sistem Rujukan Berjenjang

6
Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang BPJS
1. Pelayanan tingkat primer
Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktek Umum (DPU). Tahap
ini disebut tahap awal atau kontak pertama pasien dengan dokter yang biasanya
bertempat di klinik pribadi, klinik dokter bersama, Puskesmas, balai pengobatan,
klinik perusahaan, atau poliklinik umum di rumah sakit. Setiap pasien semestinya
harus ke DPU dulu kecuali bila terjadi kasus gawat darurat.
2. Pelayanan tingkat sekunder
Jika dianggap perlu, pasien akan dirujuk ke pelayanan tingkat sekunder.
Untuk itu DPU akan menulis surat konsultasi atau rujukan yang menjelaskan masalah
medis dan kendala yang dihadapi pada pasien yang bersangkutan. Di sini pasien akan
dilayani oleh dokter spesialis (DSp) di rumah sakit (kelas C atau B1), klinik spesialis
atau klinik pribadi. Jika masalah kesehatan yang sulit telah diselesaikan pasien akan
dikirim balik ke DPU yang mengirimnya dengan bekal surat rujuk balik yang berisi
anjuran kelanjutan pengobatannya.
3. Pelayanan tingkat tersier
Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh DSp di
tingkat sekunder maka pasien yang bersangkutan akan dikirim ke pelayanan tingkat

7
tersier (top referral). Di sini pasien akan dilayani oleh para dokter super/sub spesialis
atau Spesialis Konsultan (DSpK) di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit besar
yang mempunyai berbagai pusat riset yang mapan (kelas B2 atau A). Pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung ke fasilitas
kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.Rujuk
balik pun tetap berlaku di sini dan bukan tidak mungkin berisi anjuran untuk kembali
ke DPU-nya jika masalah telah diatasi. Jika masalahnya tidak mungkin dapat diatasi
lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan untuk dilanjutkan dengan perawatan di
rumah, maka yang terakhir ini pun menjadi tugas DPU.
Pengecualian rujukan berjenjang:
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Selain tiga tahapan di atas masih ada tahapan pelayanan kesehatan yang
kedudukannya lebih rendah dari pelayanan tingkat primer, seperti pelayanan tingkat
rumah tangga dan tingkat masyarakat yang secara swadana, misalnya: Bidan,
Perawat, Posyandu, Polindes dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Bidan
dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan
kekhususan permasalahan kesehatan pasien.

8
Gambar 3. Pola Jaringan Rujukan

Gambar 4.Tahapan Rujukan


2.8 Tatacara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang4
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk

9
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu
kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan
kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi

10
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes
tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.9 Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan


1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu
dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat
maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut
dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan
sarana komunikasi yang tersedia agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai
dengan kebutuhan medis.
b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi
pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai
dengan kebutuhan medis.
2. Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang
BPJS Kesehatan
3. sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari
masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang
dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan
2.10 Regionalisasi Sistem Rujukan6,7

11
Kabupaten/kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region, berdasarkan hasil
mapping sarana prasarana, SDM, dan kondisi geografis, setiap wilayah mempunyai
pusat rujukan.
1. Definisi
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan
pelayanan medis, penunjang, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur
sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi
(KemenKes,2014) .
2. Tujuan
a) Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan berjenjang di Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
b) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.
c) Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke
daerah terpencil dan daerah miskin.
d) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan
RS (KemenKes, 2014).
3. Manfaat
a) Pasien tidak menumpuk di RS besar tertentu.
b) Pengembangan seluruh RS di provinsi dan kabupaten/kota dapat
direncanakan secara sistematis efisien dan efektif.
c) Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin, dan
daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
d) Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
4. Alur sistem rujukan regional
a) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang
dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas D atau C, selanjutnya RS kelas
B dan akhirnya ke RS kelas A.

12
b) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat
inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat
rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara
rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien.
c) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A
antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan. yang dimaksud
dengan “antar kabupaten/ kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/ kota
yang masih dalam satu region yang telah ditetapkan. Sedangkan “lintas
kabupaten/kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/kota di luar wilayah
region yang telah ditetapkan (KemenKes, 2014).

Gambar 6.Alur Sistem Rujukan Regional

2.11 Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan


1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan

13
dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

2.12 Hambatan Sistem Rujukan


Hambatan dalam system rujukan antara lain :
1. Banyaknya masyarakat yang belum memahami mengenai sistem rujukan
Dalam hal ini, pengetahuan masyrakat mengenai alur rujukan masih sangat
kurang. Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses pelayanan kesehatan
terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan kompetensi
institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan. Padahal sitem rujukan
di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu
pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam
pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat
melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung
jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya.
2. Kendala jarak
Faktor yang mempengaruhi akses masyarakat ke rumah sakit adalah faktor
geografis. Dalam arti fisik, kendala geografis di darat berhubungan erat
dengan kondisi jalan, ketersediaan transportasi dan pengaruh musim atau
cuaca. Semakin jauh jarak secara geografis, maka pengorbanan biaya dan
waktu menjadi semakin besar.
3. Kuantitas dan kualitas tenaga pelaksana belum merata, masih ada puskesmas
yang tidak mempunyai tenaga dokter. Bahkan masih ada suatu daerah yang
tidak memiliki dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis

14
4. Belum meratanya tenaga kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang
ada tidak sebanding dengan jumlah masyrakat yang berobat
5. Kesiapan tenaga kesehatan yang masih kurang. Pelayanan berlebihan
(overuse), kurang pas (underuse), dan kurang tepat (mis- use) dalam
memberikan layanan 15arif masih menjadi masalah. Hal itu terjadi dalam
diagnosis, peresepan obat, tes laboratorium, atau prosedur layanan lain.
6. Belum jelasnya mengenai standar pelayanan, standar 15ariff, dan standar biaya
dalam sitem rujukan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas


pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara
unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang
lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan
tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari Rujukan Internal
adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut.
Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat
inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari Rujukan Medik
adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif).
Sistem rujukan mempunyai tujuan umum dan khusus. Secara
Umum,dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas

15
pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna. Secara Khusus Menghasilkan upaya pelayanan
kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil dan berdaya
guna. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preveventif secara
berhasil dan berdaya guna.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 01 Tahun 2012 Tentang


Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
2. Undang undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional
3. Undang undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial pasal 60 hal 42
4. Panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang
5. Pranoko & Dhanabhalan (2012). Sistem Rujukan Puskesmas Batealit Jepara.
Semarang.
6. Hatmoko. 2006. Sistem pelayanan kesehatan dasar Puskesmas. Samarinda,
Universitas Mulawarman.
7. Schmitt, et al. (2014). Rancangan Sistem Rujukan Terpadu Untuk Perluasan
Program Perlindungan Sosial di Indonesia. Jakarta: ILO.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Sistem Rujukan Terstruktur dan
Berjenjang dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional
(Regionalisasi Sistem Rujukan). Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai