Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No.

2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Kebutuhan Obat Publik Serta


Ketersediaan Obat di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon
Tahun 2016

Haris Maspekeh1*, Satibi2, Gunawan Pamudji Widodo3


1,3
Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi, Surakarta
2
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*
Korespondensi: harismaspekeh@gmail.com

ABSTRAK
Ketidakmampuan merencanakan kebutuhan obat dengan baik di tingkat
Puskesmas, akan berpengaruh pada persediaan obat. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui kesesuaian perencanaan, pengadaan kebutuhan obat publik dan tingkat
ketersediaan obat dengan indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat serta
permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat publik
di wilayah kerja dinas kesehatan daerah kota tomohon tahun 2016.
Rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh melalui pengamatan
dokumen obat tahun 2016, obat Indikator sebanyak 144 item obat, serta wawancara
dengan pengelola obat, Kepala Puskesmas, Kepala Instalasi Farmasi Kota Tomohon
dan Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Data yang diperoleh
dianalisis dengan indikator efisiensi dan efektifitas pengelolaan obat menggunakan
indikator Depkes dan dibandingkan dengan standar atau hasil penelitian lain.
Hasil yang tidak sesuai standar yaitu rata-rata perencanan obat yang tepat di
puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Daerah Kota Tomohon adalah sebesar
33,35%, kurang tepat sebesar 48,03% dan berlebih sebesar 18,62%. Persentase
alokasi dana pengadaan obat di IFK sebesar 3,91%. Rata-rata persentase kesesuaian
antara pengadaan dengan kenyataan pakai obat 94,98%. Frekuensi pengadaan IFK
1 kali setahun. Hasil yang sesuai standar yaitu rata-rata persentase kesesuaian item
obat yang tersedia sebesar 94,33%. Rata-rata persentase penyimpangan
perencanaan 5,66%. Persentase ketersediaan dana pengadaan obat di IFK tahun
2016 sebesar 100%. Tidak pernah terjadi kesalahan faktur. Rata-rata lama waktu
pembayaran dari dinas kesehatan kepada distributor adalah 50 hari dengan rata-rata
lama waktu pembayaran yang disepakati yaitu 60 hari. Rata-rata tingkat ketersediaan
obat kategori kurang sebesar 5,97%, aman sebesar 76,88%, dan berlebih sebesar
17,15%. Prioritas penanganan masalah sebagai berikut: 1). Menyusun Standar
Operasional Prosedur pengelolaan obat. 2). Membentuk Tim Perencanaan Obat
Terpadu Kabupaten/Kota. 3). Menyelenggarakan pelatihan tentang pengelolaan obat.
4). Menerapkan Sistem Informasi Manajemen (SIM) pengelolaan obat.

Kata Kunci: perencanaan, pengadaan, ketersediaan obat, indikator efisiensi

PENDAHULUAN kesehatan yang bermutu, aman,


Undang-undang Nomor 36 Tahun efisien, dan terjangkau serta menjamin
2009 tentang Kesehatan menyatakan ketersediaan, pemerataan serta
bahwa Pemerintah bertanggung jawab keterjangkauan perbekalan kesehatan,
atas ketersediaan segala bentuk upaya termasuk obat-obatan. Obat

14
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

merupakan komponen penting dari Dinas Kesehatan Daerah Kota


suatu pelayanan kesehatan. Tomohon membawahi 7 Puskesmas,
Ketersediaan obat pada unit Pelayanan namun belum pernah dilakukan
Kesehatan sangat mempengaruhi mutu evaluasi mengenai perencanaan dan
pelayanan kesehatan, karena itu perlu pengadaan kebutuhan obat publik.
adanya pengelolaan obat yang baik Dengan pertimbangan tersebut maka
yang bertujuan menjamin diperlukan sebuah evaluasi terkait
kelangsungan ketersediaan dan perencanaan dan pengadaan di tingkat
keterjangkauan pelayanan obat yang Puskesmas untuk mengetahui
efisien, efektif dan rasional (Hartono, permasalahan yang terjadi dalam
2007). perencanaan dan pengadaan
Athijah (2010) dalam kebutuhan obat serta pengaruhnya
penelitiannya mengenai perencanaan terhadap ketersediaan obat.
dan pengadaan obat di puskesmas
Surabaya Timur dan Selatan METODE PENELITIAN
mengungkapkan meskipun regulasi Bahan
tentang perencanaan dan pengadaan Data primer pada penelitian ini
obat di Puskesmas sudah disusun diperoleh berdasarkan hasil
namun masih ditemukan kejadian stock wawancara dengan responden dan
out dan overstock hal ini dikarenakan triangulasi, sedangkan data sekunder
puskesmas dalam melakukan diperoleh dari hasil penelusuran
perencanaan kebutuhan obat belum dokumen tahun 2016. Sebanyak 144
sesuai dengan kebutuhan item obat Indikator yang digunakan
sesungguhnya. Ketidakmampuan dalam penelitian. Teknik pengambilan
merencanakan kebutuhan obat dengan sampel yaitu total sampling. Dengan
baik di tingkat Puskesmas, akan cara ini berarti, dari 7 Puskesmas yang
berpengaruh pada persediaan obat. ada maka dalam setiap Puskesmas
Puskesmas akan mengalami akan dipilih satu orang
persediaan obat yang berlebih (over penanggungjawab pengelola obat
stock) ataupun masalah kekosongan untuk dilakukan wawancara. Proses
obat (stock out). Kelebihan dan Triangulasi dilaksanakan 3 orang
kekosongan obat tersebut dikarenakan informan yang terdiri dari 1 orang
jumlah permintaan dan persediaan Kepala Puskesmas, 1 orang Kepala
yang tidak seimbang akibat dari kurang Instalasi Farmasi Kota Tomohon dan 1
tepatnya dalam penentuan jumlah orang Sekretaris Dinas Kesehatan
persediaan. Daerah Kota Tomohon.
15
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

Prosedur Penelitian Perencanaan Kebutuhan Obat


Mengumpulkan data sekunder Kesesuaian item obat yang tersedia
yang terdiri dari rekapitulasi rencana dengan Fornas
kebutuhan obat publik wilayah kerja Obat yang tersedia di IFK
Dinas Kesehatan Daerah Kota sebanyak 144 item obat dengan
Tomohon, daftar jenis obat yang ada di persentase sebesar 92,36% dari
Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan jumlah obat yang terdapat dalam
Daerah Kota Tomohon, data fornas. Jika dibandingkan dengan nilai
pemakaian dan persediaan obat dari standar dari Depkes RI (2008) dalam
LPLPO. Melaksanakan wawancara Satibi (2015) dengan persentase
secara langsung dengan pengelola minimal 49% maka pengelolaan obat
obat publik di Wilayah Kerja Dinas pada indikator ini sudah efisien.
Kesehatan Daerah Kota Tomohon. Penyimpangan Perencanaan
Mencatat semua hasil wawancara Evaluasi penyimpangan pere
dengan pengelola obat publik di ncanaan yang dilakukan untuk
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan mengetahui ketepatan perecanaan
Daerah Kota Tomohon. Merumuskan obat dengan menghitung persentase
serta menganalisis hasil wawancara jumlah item obat dalam perencanaan
dengan pengelola obat publik di dan jumlah obat dalam kenyataan
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan pakai. Sebanyak 144 item obat
Daerah Kota Tomohon. Melakukan direncanakan oleh IFK tapi selama
triangulasi kepada Kepala Puskesmas, tahun 2016 hanya 142 item obat yang
Kepala Instalasi Farmasi dan digunakan, 2 item obat tidak pernah di
Sekretaris Dinas Kesehatan Daerah keluarkan dari IFK. Hal ini dikarenakan
Kota Tomohon. tidak ada permintaan obat dari
puskesmas karena stok obat di
HASIL DAN PEMBAHASAN puskesmas masih cukup.

Tabel 1. Hasil Pengambilan Data


Tahap Indikator Tujuan Cara Standar Hasil
Menghitung
Perencanaa a. Kesesuaian Untuk Hitung jumlah 49% 92,36%
n item obat Mengetahui item obat (x) dan
yang tersedia tingkat jumlah item obat
dengan kepatuhan yang tersedia (y).
Fornas (*) terhadap Persentase :
pemakaian x
obat Z= x 100%
essensial Y

16
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

b. Penyimpanga Untuk Hitung 10-20% 1,35%


n mengetahui persentase
Perencanaan ketepatan jumlah item obat
(*) perencanaa dalam
n obat perencanaan
dan jumlah obat
dalam kenyataan
pakai
c. Ketepatan Tercapainya Hitung 100- 33,35%
perencanaan penggunaan persentase 120%
(**) alokasi dana jumlah item obat
obat yang yang
efektif dan diadakan dengan
efisien yang
direncanakan
Pengadaan d. Persentase Untuk Hitung dana 100% 100%
moda/dana mengetahui yang tersedia (x)
yang tersedia seberapa kebutuhan dana
dengan jauh yang
keseluruhan persediaan sesungguhnya
dana yang dana Dinas (y)
dibutuhkan (**) Kesehatan Persentase :
memberikan x
dana pada Z = — × 100 %
farmasi y
e. Persentase Untuk Hitung total dana 30-40% 3,91%
alokasi dana mengetahui pengadaan obat
pengadaan seberapa (x) dan
obat. jauh dana total anggaran
(*) yang rumah
diberikan sakit (y).
kepada Persentase :
farmasi x
dibandingka Z = — × 100 %
n y
dengan
seluruh
anggaran
Dinas
Kesehatan
f. Persentase Untuk Hitung jumlah 100% 94,98%
kesesuaian mengetahui item obat
pengadaan seberapa yang ada dalam
dengan besar perencanaan (x)
kenyataan ketepatan dan
pakai untuk pemilihan jumlah item obat
masing-masing obat dalam yang
item obat. (**) pengadaan ada dalam
kenyataan
pakai (y).
Persentase :
x
Z = — × 100 %
y
17
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

g. Frekuensi Untuk Ambil laporan Rendah 1x


pengadaan mengetahui pemesanan obat <12×/tah /tahun
tiap berapa kali kemudian un
item obat. (**) obat-obatan diamati berapa Sedang
tersebut kali obat dipesan 12-
dipesan tiap 24×/tahu
setiap tahunnya n
tahunnya. Tinggi
>24×/tah
un
h. Frekuensi Untuk Hitung berapa 0% 0%
kesalahan mengetahui faktur
faktur. berapa kali yang salah (x)
(**) terjadinya dan jumlah
kesalahan seluruh faktur
faktur yang
diterima (y).
Persentase :
x
Z = — × 100 %
y
i. Frekuensi Untuk Amati daftar 0-25 hari 0
tertundanya mengetahui hutang dan
pembayaran kualitas cocokkan
oleh pembayaran dengan daftar
dinas Dinas pembayaran (x
Kesehatan Kesehatan hari)
terhadap
waktu
yang telah
ditetapkan. (**)
Ketersediaa Tingkat Tersedianya Jumlah obat Kurang Kurang
n Obat ketersediaan obat dalam yang tersedia <12 5,97%
obat (*) jumlah dibagi dengan bulan, Aman
maupun jumlah Aman 76,88%
jenis yang pemakaian rata- 12- Berlebi
cukup dan rata obat 18 h
tersedia perbulan bulan, 17,15%
pada saat Berlebih
dibutuhkan >18
bulan
Keterangan : (*) Indikator Depkes RI (2008)
(**) Indikator Pudjaningsih (1996)

Dengan persentase obat yang penyimpangan perencanaan yang


tidak digunakan sebesar 1,35% dilakukan tidak lebih dari 20%.
menggambarkan perencanaan yang
dilakukan oleh IFK cukup efektif karena

18
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

Tabel 2. Ketepatan Perencanaan Tiap Item Obat Di Wilayah Kerja Dinas


Kesehatan Daerah Kota Tomohon
Nama ∑ obat Tepat
N Rata ketepatan Kurang Berlebih
Puskesm indikato (100-
o perencanaan (%) (<100%) (>120%)
as r 120%)
Kakaskas
1
en 108 98,29 52,78 29,63 17,59
2 Rurukan 114 72,63 64,91 23,68 11,40
3 Matani 94 125,58 15,96 59,57 24,47
Pangolom
4
bian 86 126,16 20,93 51,16 27,91
5 Lansot 105 90,87 54,29 30,48 15,24
6 Taratara 123 103,03 64,23 14,63 21,14
7 Tinoor 103 100 63,11 24,27 12,62
Total 733 716,56 336,21 233,42 130,37
Rata-rata 104,71 102,36 48,03 33,35 18,62
SD +12,24 +18,90 +20,81 +16,08 +6,15

Ketepatan Perencanaan sedangkan perencanaan yang kurang


Tabel 2 menunjukkan dari kebutuhan penggunaan yang
ketepatan perencanaan yang dilakukan seharusnya dapat mengakibatkan
puskesmas. Menurut Pudjaningsih kehabisan stok obat. Penelitian ini
(1996) dalam Fakhriadi (2011) menunjukkan ketepatan perencanaan
persentase ketepatan perencanaan semua Puskesmas di Wilayah Kerja
obat berada dalam rentang 100%- Dinas Kesehatan Daerah Kota
120%. Rata-rata ketepatan Tomohon belum efektif karena
perencanaan kebutuhan obat di presentase ketidaktepatan
puskesmas sebesar 102,36%. Rata- perencanaan obat kurang dan obat
rata perencanan obat yang tepat di berlebih masih lebih besar dari
puskesmas wilayah kerja Dinas presentase rentang perencanaan obat
Kesehatan Daerah Kota Tomohon tepat. Hal ini disebabkan dalam
adalah sebesar 33,35%, kurang tepat penyusunan Rencana Kebutuhan Obat
sebesar 48,03% dan berlebih sebesar (RKO) hanya melibatkan petugas IFK
18,62%. Hal ini menunjukkan berdasarkan rekapitulasi penggunaan
perencanaan yang dilakukan obat melalui LPLPO tanpa secara
puskesmas tidak sesuai dengan langsung melibatkan pengelola obat
kebutuhan sesungguhnya. dari tiap puskesmas. Rekapitulasi
Perencanaan berlebih menunjukkan menggunakan LPLPO hanya
tidak efisiennya penggunaan dana menggambarkan obat yang digunakan
yang mengakibatkan stok obat berlebih sebelumnya sehingga jika terjadi
19
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

kekosongan pada beberapa item obat harus dilakukan pembelian langsung ke


dapat mempengaruhi keakuratan distributor. Pada saat dilakukan
perhitungan jumlah kebutuhan obat pembelian langsung, distributor tidak
yang seharusnya. Untuk itu dalam dapat memenuhi permintaan
penyusunan RKO perlu melibatkan kebutuhan dari IFK karena kekurangan
pengelola obat dari tiap puskesmas pasokan dari penyedia obat sehingga
yang memang mengetahui secara pasti ada beberapa item obat yang tidak
permasalahan penggunaan obat yang dapat dilakukan pengadaan atau
ada di tiap puskesmas. distributor tetap melayani permintaan
obat dari IFK tetapi jumlahnya terbatas.
Pengadaan Obat Persentase alokasi dana pengadaan
Persentase modal/dana yang obat
tersedia dengan keseluruhan dana Indikator ini digunakan untuk
yang dibutuhkan mengetahui seberapa jauh dana yang
Data diperoleh secara diberikan kepada IFK dibandingkan
retrospective dengan melihat dokumen dengan seluruh anggaran Dinas
yang ada pada IFK Kota Tomohon. Kesehatan Daerah. Persentase alokasi
Indikator ini digunakan untuk dana pengadaan obat di IFK sebesar
mengetahui seberapa jauh persediaan 3,91% dari anggaran belanja langsung
dana dari Dinas Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Daerah. Hal ini
yang diberikan untuk IFK. Persentase menunjukkan jika alokasi dana
ketersediaan dana pengadaan obat di pengadaan obat untuk IFK tahun 2016
IFK tahun 2016 sebesar 100% namun belum memenuhi standar yang
penggunaan dana yang diberikan ditetapkan WHO dimana alokasi dana
masih belum diserap maksimal karena pengadaan obat harus berkisar antara
masih terdapat sisa anggaran pada 30-40% dari total anggaran belanja
tahun 2016. Dana yang disediakan Dinas Kesehatan. Nilai anggaran untuk
sebanyak Rp 1.015.970.000,00 dan pengadaan obat telah ditetapkan dalam
yang digunakan hanya sebanyak Rp anggaran oleh pemerintah daerah
958.517.390,00 atau sebe sar 94,35% melalui APBD sehingga tidak
dari keseluruhan dana yang diberikan. memungkinkan untuk dilakukan
Dana yang tersedia pada tahun 2016 penambahan anggaran. Untuk tahun
tidak dapat digunakan sepenuhnya yang akan datang, anggaran obat
salah satu penyebabnya yaitu pada dapat diusulkan untuk ditingkatkan
saat melakukan pemesanan, item obat melalui advokasi anggaran kesehatan
belum tersedia di e-catalog sehingga yang umumnya dihadiri oleh Dinas
20
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

Kesehatan Daerah, Pemerintah Pengadaan obat di IFK hanya


Daerah setempat dan DPRD. Pada dilakukan sekali dalam setahun. Jika
proses advokasi ini dilakukan dibandingkan dengan penelitian
presentasi kebutuhan obat sehingga Pudjaningsih (1996), maka frekuensi
pada proses advokasi ini diperlukan pengadaan obat di IFK masih rendah
ketrampilan pengelola obat yang dapat yaitu <12x pertahun. Meskipun
menunjang dalam melakukan pengadaan yang dilakukan hanya
pengajuan kebutuhan obat seperti sekali dalam setahun, obat yang
kemampuan negosiasi, kemampuan tersedia sudah cukup untuk memenuhi
mengolah data penggunaan obat dari kebutuhan puskesmas dalam setahun
aspek ekonomi, kemampuan advokasi karena data yang digunakan untuk
dan ketrampilan lainnya untuk melakukan perencanaan pengadaan
menjamin ketersediaan dana yang obat berasal dari kompilasi data
cukup untuk pengadaan obat. Dengan kebutuhan semua puskesmas selama
demikian kebutuhan obat baik jenis dan satu tahun. IFK serta Dinas Kesehatan
jumlahnya dapat terpenuhi. Daerah telah melakukan kerjasama
Persentase kesesuaian antara dengan beberapa distributor untuk
pengadaan dengan kenyataan pakai tidak mengirimkan item obat sekaligus.
untuk masing-masing item obat Obat yang dikirimkan ke IFK dilakukan
Persentase obat yang digunakan secara bertahap mengingat daya
dalam pengadaan tahun 2016 sebesar tampung gudang di IFK tidak cukup
94,98%. Idealnya semua obat yang besar. Hal ini juga disetujui oleh
diadakan tahun 2016 harus digunakan beberapa distributor karena permintaan
pada tahun berjalan tapi nyatanya ada kebutuhan yang cukup banyak
beberapa item obat yang tidak sehingga ditributor juga butuh waktu
digunakan selama tahun 2016. Hal ini untuk melayani semua permintaan obat
dikarenakan ada item obat yang tidak dari IFK.
diperlukan puskesmas masih di Frekuensi kesalahan faktur
distribusikan oleh IFK ke puskesmas. Dari hasil wawancara yang
Upaya yang perlu dilakukan adalah dilakukan dengan petugas penerimaan
melakukan perencanaaan obat dengan barang, frekuensi kesalahan faktur
selektif yang mengacu pada prinsip tidak pernah terjadi. Hal ini dikarenakan
efektif, aman, ekonomis, rasional dan pada saat barang masuk selalu
diadakan koreksi dengan metode VEN dilakukan pemeriksaan sesuai
dan analisa ABC (Quick dkk, 2012). prosedur yang ada. Apabila ditemukan
Frekuensi pengadaan item obat ketidaksesuaian antara faktur dengan
21
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

barang pesanan, maka langsung distributor harus melengkapi semua


dikembalikan kepada distributor. jumlah pesanan obat baru dilakukan
Frekuensi tertundanya pembayaran pembayaran oleh bagian keuangan.
oleh Dinas Kesehatan terhadap Pada tahun 2016, pembayaran kepada
waktu yang telah ditetapkan distributor tidak melewati waktu
Rata-rata lama waktu pembayaran yang disepakati. Sebelum
pembayaran dari dinas kesehatan tanggal jatuh tempo, bagian keuangan
kepada distributor adalah 50 hari dinas kesehatan daerah kota Tomohon
dengan rata-rata lama waktu telah melakukan pelunasan sejumlah
pembayaran yang disepakati yaitu 60 harga faktur kepada pihak distributor.
hari. Hal ini dikarenakan pihak
Tabel 3. Tingkat Ketersediaan Obat di Puskesmas
Rata rata %kurang %aman %Lebih
N Nama ∑ item ketersedia
o puskesmas obat an obat (<12) (12-18) (>18)
(bulan)
1 Kakaskasen 108 15,92 7 (6,48) 81 (75,00) 20 (18,52)
2 Rurukan 114 14,55 4 (3,51) 94 (82,46) 16 (14,04)
3 Matani 94 15,76 5 (5,32) 77 (81,91) 12 (12,77)
4 Pangolombian 86 15,75 7 (8,14) 66 (76,74) 13 (15,12)
5 Lansot 105 16,41 8 (7,62) 74 (70,48) 23 (21,90)
6 Taratara 123 18,01 12 (9,76) 79 (64,23) 32 (26,02)
7 Tinooor 103 14,86 1 (0,97) 90 (87,38) 12 (11,65)
561(538,20 128(120,02
Total 733 111,26 44(41,80) ) )
6,28 80,14 18,28
Rata-rata 104,71 15,89 (5,97) (76,88) (17,15)
SD 12,24 1,12 2,98 7,92 5,26

Ketersediaan Obat pengelola obat harus berkordinasi


Tingkat ketersediaan obat kategori dengan Instalasi Farmasi atau
kurang puskesmas lain yang membutuhkan.
Rata-rata obat yang masuk Kurangnya ketrampilan pengelola obat
kategori kurang sebesar 5,97%, obat dalam menghitung kebutuhan obat juga
yang masuk kategori kurang ini mempengaruhi persediaan di
bukanlah obat dengan stok kurang di puskesmas. Hal ini disebabkan
puskesmas melainkan obat stagnant kurangnya pelatihan tentang
yang tidak mengalami mutasi pengelolaan obat yang diikuti.
pengeluaran obat dalam setahun. Kelancaran dan keberhasilan tugas
Untuk mengatasi masalah ini, pengelolaan obat di IFK sangat
22
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

didukung kualitas pengelola obat. menarik obat yang ada di puskesmas


Kualitas ini perlu ditingkatkan dengan agar Instalasi Farmasi dapat
pelatihan sehingga dapat memodifikas mendistribusikan obat berlebih ini ke
perilaku pegawai serta mendukung puskesmas lain yang membutuhkan.
organisasi dan tujuan organisasi Pengelola obat juga harus
seperti keefektifan, distribusi barang berkomunikasi dengan dokter penulis
dan pelayanan lebih efisien (Waluyo, resep untuk mengeluarkan obat
2015). tersebut, pengelola obat secara rutin
Tingkat ketersediaan obat kategori memberikan daftar stok obat yang ada
aman kepada dokter penulis resep agar
Berdasarkan jumlah dan jenis supaya dokter juga mengetahui
item obat, ketersediaan obat di ketersediaan obat yang ada di
Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas puskesmas.
Kesehatan Daerah Kota Tomohon Permasalahan yang dihadapi
sudah baik, dimana jumlah item obat Idealnya setiap obat di
dalam kategori ketersediaan obat aman Puskesmas dihitung stok optimumnya,
sebesar 76,88% lebih banyak namun kenyataanya belum semua
dibanding jumlah item obat dengan Puskesmas melakukan perhitungan
ketersediaan kurang ataupun berlebih. stok optimum untuk semua item obat.
Ketersediaan obat di puskesmas Sehingga dalam melakukan
termasuk kategori aman yaitu masuk permintaan obat hanya didasarkan
pada rentang 12-18 bulan dengan rata- perkiraan semata. Belum semua
rata tingkat ketersediaan obat di Puskesmas melakukan tahap
puskesmas sebesar 15,89 bulan. Hal perhitungan dengan benar karena
ini menandakan jumlah dan jenis obat beberapa Puskesmas belum
yang ada di puskesmas cukup untuk memperhitungkan stok optimum. Dari
digunakan dalam kegiatan pelayanan wawancara yang dilakukan, pengelola
kefarmasian di puskesmas. obat belum terlalu paham tentang
Tingkat ketersediaan obat kategori langkah-langkah perencanaan obat
berlebih dimulai dari pemilihan jenis obat hingga
Rata-rata obat yang masuk evaluasi yang dilakukan. Untuk itu,
kategori berlebih sebesar 17,15%, obat perlu dibuat Standar Prosedur
dalam kategori berlebih ini berpotensi Operasional tentang perencanaan
menjadi obat kadaluarsa. Oleh karena kebutuhan obat agar pengelola obat
itu, pengelola obat harus berkoordinasi lebih memahami bagaimana cara
dengan Instalasi Farmasi untuk melakukan perencanaan kebutuhan
23
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

obat yang baik sehingga dapat pengumpulan data, pengolahan,


menyusun kebutuhan obat yang tepat pelaporan dan penggunaan informasi
sesuai dengan kebutuhan, mencegah menjadi terintegrasi antara puskesmas
terjadinya kekosongan obat dan dapat dengan Dinas Kesehatan sehingga
meningkatkan penggunaan obat yang pelayanan kesehatan menjadi lebih
efektif dan efisien. efektif dan efisien. Berdasarkan
Kendala yang sering ditemui informasi yang diperoleh dari pengelola
selama pengadaan menggunakan E- obat, setiap puskesmas sudah memiliki
Catalogue adalah pemilihan distributor server SIKDA (Sistem Informasi
di daerah dilakukan langsung oleh Kesehatan Daerah) lengkap dengan
penyedia pusat tanpa mengetahui perangkat komputer. Tapi belum
jumlah sisa stok yang ada di distributor. digunakan dikarenakan tidak
Distributor tidak sanggup memenuhi tersedianya jaringan internet di semua
semua kebutuhan obat yang diperlukan wilayah puskesmas. Untuk mengatasi
karena sisa stok yang ada di distributor masalah ini, Dinas Kesehatan Daerah
nanti diketahui setelah Kota Tomohon harus melakukan
penandatanganan kontrak payung advokasi ke Pemerintah Kota Tomohon
dilakukan oleh PPK yang untuk melakukan pengadaan jaringan
mengakibatkan pengiriman obat ke internet di Wilayah Kerja Dinas
Instalasi Farmasi tertunda sehingga Kesehatan Daerah Kota Tomohon
waktu tunggu kedatangan obat menjadi sehingga dapat dilakukan koneksi data
lebih lama karena distributor harus base secara oline melalui jaringan
memesan dulu obat yang diperlukan ke internet ke Server SIKDA Generik di
penyedia obat. Untuk mengatasi dinas kesehatan, maupun ke data base
masalah keterlambatan ini, Instalasi lokal yang ada di puskesmas
Farmasi selalu melakukan komunikasi
dengan distributor via telpon untuk KESIMPULAN
memantau kemajuan barang pesanan. 1. Hasil yang belum sesuai standar
Ketersediaan informasi kesehatan pada indikator : 1). Rata-rata
sangat diperlukan dalam perencanan obat yang tepat di
penyelenggaraan upaya kesehatan puskesmas wilayah kerja Dinas
khususnya dalam pengelolaan obat. Kesehatan Daerah Kota Tomohon
Agar informasi kesehatan tersebut adalah sebesar 33,35%, kurang tepat
tersedia dengan baik dan akurat perlu sebesar 48,03% dan berlebih sebesar
adanya suatu Sistem Informasi 18,62%. 2). persentase alokasi dana
Kesehatan (SIK). Dengan adanya SIK pengadaan obat di IFK sebesar 3,91%.
24
Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, November 2018 Vol. 1 No. 2
ISSN 2621-9360 http://journal.akfarnusaputera.ac.id/

3). Rata-rata persentase kesesuaian karena tidak tersedianya jaringan


antara pengadaan dengan kenyataan internet di semua wilayah puskesmas.
pakai obat 94,98%. 4). Frekuensi 3. Rata-rata tingkat ketersediaan
pengadaan IFK 1 kali setahun. obat kategori kurang sebesar 5,97%,
Hasil yang sesuai standar pada aman sebesar 76,88%, dan berlebih
indikator: 1). Rata-rata persentase sebesar 17,15%.
kesesuaian item obat yang tersedia
sebesar 94,33%. 2). Rata-rata DAFTAR PUSTAKA
persentase penyimpangan Athijah U. 2010. Perencanaan dan
Pengadaan Obat di Puskesmas
perencanaan 5,66%. 3). Persentase Surabaya Timur dan Selatan. Jurnal
ketersediaan dana pengadaan obat di Farmasi Indonesia, Januari; 5(1):15-
23.
IFK tahun 2016 sebesar 100%. 4). Fakhriadi A., Marchaban., dan
Tidak pernah terjadi kesalahan faktur. Pudjaningsih., D., 2011, Analisis
5). Rata-rata lama waktu pembayaran Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
dari dinas kesehatan kepada distributor Temanggung Tahun 2006, 2007 dan
adalah 50 hari dengan rata-rata lama 2008, Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi, Juni; 1(2):94-
waktu pembayaran yang disepakati 102.
yaitu 60 hari. Hartono, P.J., 2007, Analisis Proses
2. Idealnya setiap obat di Perencanaan Kebutuhan Obat Public
Untuk Pelayanan Pesehatan Dasar
Puskesmas dihitung stok optimumnya, (PKD) di Puskesmas se Wilayah Kerja
namun kenyataanya belum semua Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya,
Tesis, Program Studi Magister Ilmu
Puskesmas melakukan perhitungan Kesehatan Masyarakat. Universitas
stok optimum untuk semua item obat. Diponegoro, Semarang.
Sehingga dalam melakukan Quick, J.D., Vimal, D., James,R.R.,
2012, Inventori Management. 3rd
permintaan obat hanya didasarkan edition. Management Science for
perkiraan semata. Belum tersedianya Health. USA.
Satibi, 2015, Manajemen Obat di
Standar Prosedur Operasional tentang Rumah Sakit, Gadjah Mada University
proses perencanaan kebutuhan obat di Press, Yogyakarta.
puskesmas. Pemilihan distributor di Waluyo, Y., Athiyah, U., dan Rochmah
T, 2015, Analisis Faktor yang
daerah dilakukan langsung oleh Mempengaruhi Pengelolaan Obat
penyedia pusat tanpa mengetahui Publik di Instalasi Farmasi Kabupaten
di Papua Wilayah Selatan, Jurnal Ilmu
jumlah sisa stok yang ada di distributor. Kefarmasian Indonesia, April; 13(1):
Belum optimalnya penggunaan SIKDA 94-101.

25

Anda mungkin juga menyukai