Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT

ABSTRAK

Latar Belakang :

Perencanaan dan pengadaan obat merupakan tahap yang penting dalam pemenuhan kebutuhan

obat-obatan di suatu pelayanan kesehatan. Dari 96 jenis permintaan obat dan alat kesehatan (alkes)
yang

diajukan Puskesmas Palembang bulan Januari Tahun 2010 terdapat 43 jenis obat yang tidak
terpenuhi

sesuai dengan yang diminta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi mendalam
mengenai

perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas Pembina Palembang.

Metode :

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam serta observasi. Untuk melihat keabsahan data
dilakukan uji

validitas dengan triangulasi. Hasil wawancara dikelompokkan didalam kategori yang sama yaitu
berdasarkan

perencanaan dan pengadaan obat.

Hasil Penelitian :

Hasil penelitian menunjukkan dalam pemilihan obat masih terdapat adanya obat nongenerik.

Metode perkiraan kebutuhan obat yang digunakan di Gudang Farmasi Kota (GFK) Palembang yaitu
metode

konsumsi dan metode epidemiologi.

Sistem dan cara pengadaan obat yang dilakukan di Puskesmas

Pembina ada dua yaitu sistem sentralisasi (dari Dinas Kesehatan Kota Palembang) dan desentralisasi
(pembelian

langsung berdasarkan permintaan dokter spesialis).

Kesimpulan :

Perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas Pembina Palembang sudah baik dan sebagian

besar sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan obat tetap
menggunakan

obat generik dan dilakukan pelatihan mengenai pengelolaan obat kepada seluruh petugas pengelola
obat
puskesmas.

PENDAHULUAN

Puskesmas merupakan salah satu ujung Tombak pelayanan kesehatan dasar dalam sistem Pelayanan
kesehatan di Indonesia. Puskesmas Sebagai pusat pelayanan kesehatan pertama mempunyai peran
yang sangat besar bagi masyarakat. Peran tersebut tidak hanya dari segi Pelayanan preventif dan
promotif saja tetapi juga Dari segi pelayanan kuratif dan rehabilitatif. Dalam menjalankan perannya,
puskesmas Memiliki banyak program pokok kesehatan. Salah satu program pokok yang ada di
Puskesmas adalah program pengobatan.Program pengobatan di Puskesmas merupakan Bentuk
pelayanan kesehatan dasar yang bersifat Kuratif. Masyarakat pun cenderung Memanfaatkan
pelayanan Puskesmas hanya Untuk mendapat pelayanan pengobatan. Obat merupakan unsur
penting dalam Berbagai upaya pelayanan kesehatan. Sebagian Besar upaya pelayanan kesehatan
menggunakan Obat dan biaya yang digunakan untuk obat Merupakan bagian yang cukup besar dari
seluruh Biaya kesehatan. Intervensi dengan obat pun Merupakan intervensi yang paling banyak
Digunakan dalam penyelenggaraan upaya Kesehatan. Ketersediaan obat pada unit Pelayanan
Kesehatan sangat mempengaruhi mutu Pelayanan kesehatan. Karena itu perlu adanya Pengelolaan
obat yang baik yang bertujuan Menjamin kelangsungan ketersediaan dan Keterjangkauan pelayanan
obat yang efisien, Efektif dan rasional. Proses pengelolaan obat terdiri dari Beberapa tahap yaitu
tahap perencanaan, tahap Pengadaan, tahap distribusi dan tahap Penggunaan. Karena untuk
membatasi masalah

Penelitian dan tahap yang dianggap berperan

Sangat besar dalam ketersediaan obat di suatu

Pelayanan kesehatan adalah tahap perencanaan

Dan pengadaan obat maka fokus penelitian ini

Lebih kepada masalah tahap perencanaan dan

Pengadaan obat.5

Tahap perencanaan merupakan tahap yang

Penting karena faktor perencanaan obat yang

Tidak tepat, belum efektif dan kurang efisien


Berakibat kepada tidak terpenuhinya kebutuhan

Obat – obatan di suatu pelayanan kesehatan. Jika

Suatu perencanaan di Puskesmas direncanakan

Tidak baik maka akan terjadi kekurangan atau

Kelebihan (pemborosan obat) di suatu

Beberapa kegiatan dalam perencanaan

Terdiri atas pemilihan/seleksi obat, kompilasi

Pemakaian obat, perhitungan kebutuhan obat,

Proyeksi kebutuhan obat dll. Berkaitan dengan

Hal perencanaan, sukses atau gagalnya

Pengelolaan obat ditentukan oleh kegiatan di

Dalam siklus tersebut yang paling lemah,

Misalnya pada bagian perencanaan. Jika

Penentuan kebutuhan suatu item barang dalam

Satu periode seharusnya kurang lebih 1.000 unit,

Tetapi direncanakan sebesar 10.000 unit.


Akibatnya akan terjadi pemborosan dalam

Penganggaran, membengkaknya biaya

Pengadaan dan penyimpanan. Lalu jika terjadi

Kejadian tidak tersalurkannya obat/barang

Tersebut sehingga barang bisa rusak, dan

Kadaluarsa maka perlu dilakukan kegiatan

Penghapusan (terutama untuk obat) yang berarti

Kerugian. Apabila barang tidak rusak, akan

Menumpuk di gudang yang merupakan

Opportunity cost.

3,7

Salah satu aspek penting lain dan

Menentukan dalam pengelolaan obat adalah

Pengadaan obat. Sebuah proses pengadaan yang

Efektif akan menjamin ketersediaan obat yang


Tepat dengan kuantitas yang tepat, pada harga

Pantas dan pada standar kualitas diakui.4,5

Kegiatan penerimaan dan pemeriksaan obat

Merupakan salah satu kegiatan dalam tahap

Pengadaan obat. Selain itu kegiatan pemilihan

Metode pengadaan juga merupakan salah satu

Cakupan tahap pengadaan obat.3,5

Hal lain yang dianggap perlu diketahui dalam

Hal pengadaan obat adalah prosedur pengadaan

Obat. Karena ketidaksesuian prosedur

Pengadaan obat dengan aturan yang berlaku

Merupakan salah satu masalah yang terjadi

Dalam hal pengadaan obat. Dan hal ini akan

Berdampak kepada ketersediaan obat di suatu

Unit pelayanan kesehatan.8

Puskesmas Pembina merupakan salah satu


Puskesmas besar di Kota Palembang.

Puskesmas yang termasuk kelurahan Silaberanti

Ini terletak tepat di pinggir jalan raya yang cukup

Strategis, mudah dijangkau masyarakat dan

Banyak dilalui kendaraan umum. Selain itu

Puskesmas ini dekat dengan beberapa perguruan

Tinggi (BIDAR, PGRI dan Muhamadiyah) yang

Biasanya banyak mahasiswa yang bermukim

Disekitar sana. Ditunjang dengan mudahnya

Syarat berobat yang hanya menggunakan

Fotokopi KTP/KK disertai dengan surat

Pernyataan Lurah bahwa tidak menerima

Jaminan kesehatan manapun, para mahasiswa

Itu pun banyak memanfaatkan pelayanan

Kesehatan Puskesmas Pembina.

Perencanaan dan pengadaan obat di


Puskesmas Pembina Palembang melibatkan

Banyak pihak yaitu Dinas Kesehatan Kota

Palembang dan Gudang Farmasi Kota

Palembang. Karena itu penelitian ini juga

Dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Palembang

Dan Gudang Farmasi Kota Palembang

Berdasarkan Laporan Pemakaian dan

Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di

Puskesmas Pembina pada Triwulan pertama

Bulan Januari Tahun 2010, dari 96 jenis obat

Dan alat kesehatan (alkes) yang diminta hanya

Terdapat 36 jenis obat dan alkes yang diterima

Sesuai permintaan, sisanya sebanyak 43 jenis

Obat dan alkes yang tidak terpenuhi sesuai yang

Diminta dan sebanyak 17 jenis obat dan alkes


Yang diberi berlebih jumlahnya. Perbedaan

Antara jumlah yang diminta dan diterima ini

Dipengaruhi oleh perencanaan dan pengadaan

Obat yang di lakukan oleh Puskemas Pembina.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik

Untuk meneliti perencanaan dan pengadaan obat

Di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

Mengetahui informasi mendalam mengenai

Perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas

Pembina Palembang.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

Deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian ini menggambarkan pengelolaan obat

Puskesmas khususnya tahap perencanaan dan


Pengadaan obat terhadap penerimaan obat yang

Didapatkan puskesmas dengan cara

Diidentifikasi dan dianalisis secara kualitatif dan

Kuantitatif. Sumber informasi dalam penelitian

Ini adalah informan yang berjumlah empat orang,

Terdiri atas tiga orang informan kunci (Kepala

Seksi Farmasi Kota Palembang, Pengelola

Gudang Obat Puskesmas Pembina dan staf

Gudang Farmasi Kota (GFK) Palembang) dan

Satu informan biasa yaitu Pimpinan Puskesmas

Pembina Palembang.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini

Adalah data primer adalah data yang diperoleh

Secara langsung dari hasil penelitian di bagian

Pengelolaan obat Puskesmas Pembina


Palembang Dinas Kesehatan Kota Palembang

Dan UPTD Farmasi Kota Palembang. Data

Sekunder pada penelitian ini adalah data yang

Diperoleh dari Laporan Pemakaian dan Lembar

Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas dan data

Yang terkait dengan perencanaan dan

Pengadaan obat.

HASIL PENELITIAN

Pemilihan Obat

Dari hasil wawancara diketahui bahwa

Pemilihan obat oleh Dinas Kesehatan Kota

Palembang didasarkan atas Daftar Obat

Esensial Nasional (DOEN). Akan tetapi

Berdasarkan hasil observasi LPLPO bulan

Januari 2010 diketahui bahwa pengadaan obat

Yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota


Palembang tidak hanya obat generik saja tetapi

Juga obat non generik.

Kompilasi Pemakaian Obat

Di Gudang Farmasi Kota (GFK)

Palembang terdapat adanya data kompilasi obat.

Data ini dibuat berdasarkan LPLPO dari seluruh

Puskesmas Kota Palembang. Lalu melalui

LPLPO tersebut disusunlah data kompilasi obat

Yang di rekap dalam komputer oleh staf GFK.

Data ini di buat per item jenis obat misalnya data

Kompilasi pemakaian obat amoksisilin, data

Kompilasi pemakaian obat metformin, dan data

Kompilasi pemakaian obat parasetamol

Perhitungan Perkiraan Kebutuhan Obat

Perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang

Dilakukan GFK adalah dengan kombinasi antara


Metode konsumsi dan metode morbiditas. Dari

Hasil observasi ditemukan adanya perhitungan

Nilai kompilasi pemakaian obat/pemakaian rata-

Rata untuk masing – masing puskesmas yang

Berguna dalam hal perencanaan obat untuk

Metode konsumsi. Selain itu, ditemukan juga

Bahwa dalam hal dana pengadaan obat, adanya

Dana khusus yang dipergunakan untuk jenis

Penyakit tertentu misalnya penyakit malaria dan

TBC serta adanya data sepuluh penyakit

Terbanyak di Puskesmas Pembina.

Sedangkan di Puskesmas Pembina

Perhitungan perkiraan kebutuhan obat hanya

Dilakuan dengan metode konsumsi yang

Didasarkan atas data pemakaian obat bulan


Sebelumnya atau pemakaian rata – rata obat

Selama tiga bulan berturut-turut. Dalam

Perhitungan metode konsumsi dikenal adanya

Lead time/waktu tunggu. Dari hasil wawancara,

Lead time yang digunakan untuk menghitung

Adalah 5 bulan. Sedangkan lama datangnya obat

Setelah dipesan (waktu tunggu) di Puskesmas

Pembina adalah tidak sampai satu bulan.

Proyeksi Kebutuhan Obat

Data yang diperlukan dalam menentukan

Proyeksi kebutuhan obat adalah lembar kerja

Perhitungan perencanaan pengadaan obat.

Berdasarkan hasil observasi di GFK terdapat

Adanya lembar kerja perencanaan pengadaan

Obat. Lembar kerja perencanaan pengadaan ini

Terdiri atas kolom nama obat, kemasan, harga


Kemasan, sisa stok GFK per Januari 2010,

Pemakaian rata-rata perbulan, total pemakaian

Kemasan, usulan dana, total usulan kebutuhan

Dan total harga.

Berkaitan dengan dasar perencanaan

Pengadaan adalah dana. Untuk tahun 2010

Sumber dana pengadaan obat berasal dari DAK.

Sedangkan untuk tahun 2008 dan tahun 2009

Sumber dana pengadaan obat memang banyak

Macamnya seperti ASKES, program

Pengobatan, buffer stok kabupaten dan DAU.

Pemilihan Cara Pengadaan Obat (Sistem

Dan Cara Pengadaan)

Berdasarkan hasil penelitian, sistem

Pengadaan obat GFK melakukan sistem

Desentralisasi dan dan cara pengadaannya


Dengan tender/pelelangan kepada perusahaan

Farmasi dalam memenuhi ketersediaan obat

Tingkat kota. Sedangkan untuk sistem dan

Metode pengadaan di Puskesmas Pembina

Karena penyediaan obatnya berasal dari Dinas

Kesehatan dan GFK maka pihak puskesmas

Tinggal menerima obatnya saja. Selain itu,

Puskesmas Pembina juga melakukan

Pengadaan obat sendiri yang diminta dari dokter

Spesialisnya.

Prosedur Pengajuan Obat

Pengadaan obat di puskesmas Pembina

Diajukan oleh Pimpinan Puskesmas Pembina

Kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang

Melalui GFK dengan menggunakan format


Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan

Obat (LPLPO).

Semua LPLPO dari seluruh Puskesmas di

Kota Palembang disimpan di lemari arsip di GFK

Dan dikelompokkan/disusun berdasarkan bulan.

LPLPO ini di cek kembali oleh staff yang berada

Di GFK untuk digunakan dasar dalam pemberian

Obat di suatu puskesmas

Enerimaan dan Pemeriksaan Obat

Untuk setiap penambahan obat/

Penerimaan obat dari GFK ke Puskesmas

Pembina tidak ada buku catatan khusus seperti

Buku penerimaan obat di Puskesmas Pembina.

Pihak GFK pun menuliskan banyaknya jumlah

Obat yang diberikan ke puskesmas di kolom

Pemberian pada LPLPO. Untuk pengecekan/


Pemeriksaan obat yang diberikan oleh GFK ke

Puskesmas dilakukan sebelum obat masuk ke

Mobil Puskesmas Pembina.

PEMBAHASAN

Pemilihan Obat

Puskesmas Pembina selaku salah satu unit

Pelaksana dari Dinas Kesehatan Kota

Palembang menerima obat yang telah

Direncanakan atau dipilih oleh Dinas Kesehatan

Kota Palembang. Berdasarkan hasil penelitian,

Puskesmas Pembina Palembang menggunakan

Obat generik yang sesuai dengan DOEN dan

Non generik pada penggunaan pelayanan

Kesehatannya. Persentase obat generik itu

Sendiri adalah 66,67% dari 90 jenis obat yang

Diterima pada bulan Januari 2010. Sisanya adalah


Obat non generik. Padahal menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK 02.02/Menkes/068/I/2010 pengggunaan

Obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

Pemerintah adalah wajib.9

Tetapi setelah diteliti dalam LPLPO Bulan

Januari 2010, ternyata obat yang non generik

Tersebut kebanyakan merupakan obat yang

Berasal dari ASKES. Hal ini serupa dengan

Penelitian lain yang menyatakan bahwa jenis

Obat yang tidak termasuk DOEN kebanyakan

Adalah obat obat ASKES dan obat Pelayanan

Kesehatan Dasar dari dana Retribusi.10

ASKES itu sendiri memiliki formularium

Atau standar pelayanan obat yang dikenal


Dengan nama DPHO (Daftar Plafon dan Harga

Obat). Umumnya obat-obat yang tercantum

Dalam DPHO adalah gabungan obat-obat

Branded dan branded generic (esensial).

Khusus untuk DPHO tahun 2010, komposisi

Obat terdiri dari 1.012 item obat bermerek dan

410 item obat generik . Pada prinsipnya,

Penyusunan DPHO dilakukan oleh tim

Independen yang terdiri dari pakar di bidang obat-

Obatan, perwakilan Dokter Spesialis dan para

Akademisi dari berbagai universitas terkenal di

Indonesia melibatkan perwakilan pihak regulator

Yaitu Kementrian kesehatan dan Badan POM.11

Namun jika kembali meninjau Permenkes

Nomor HK 02.02/Menkes/068/I/2010 tentang

“Kewajiban menggunakan obat generik di


Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah “

Maka penggunaan obat non generik yang

Berasal dari DPHO itu bertentangan dengan

Peraturan Menkes.

Kompilasi Pemakaian Obat

Dalam data kompilasi pemakaian obat ini

Terdapat data pemakaian jenis obat berdasarkan

Data masing-masing puskesmas setiap bulannya.

Kemudian di totalkan dan dibuat rata-ratanya

Dalam satu tahun. Lalu dibuatkan persentase

Pemakaian jenis obat per masing- masing

Puskesmas. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Dinkes Prov. Sumsel (2006a

) yang menyatakan

Bahwa informasi yang didapat dari kompilasi

Pemakaian obat adalah jumlah pemakaian tiap


Jenis obat pada masing-masing unit pelayanan

Kesehatan/puskesmas dan persentase

Pemakaian tiap jenis obat terhadap total

Pemakaian setahun seluruh unit pelayanan

Kesehatan/puskesmas. Selain itu data kompilasi

Pemakaian obat ini nantinya akan diperlukan

Dalam perhitungan perencanaan pengadaan obat

Kota Palembang per tahunnya

Perhitungan Perkiraan Kebutuhan Obat

Perhitungan jumlah kebutuhan obat di unit

Pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan

Menggunakan metode konsumsi dan atau

Metode epidemiologi/morbiditas. Metode

Konsumsi didasarkan kepada analisa data

Penggunaan obat tahun – tahun sebelumnya,


Sedangkan metode epidemiologi didasarkan

Kepada frekuensi penyakit dan atau jumlah

Penduduk yang akan dilayani dan pengobatan

Yang digunakan. Kedua metode ini mempunyai

Kelebihan dan kekurangan, namun kedua-duanya

Dapat dipakai bersamaan agar hasilnya dapat

Dibandingkan dan disesuaikan dengan jumlah

Alokasi dana yang tersedia.12 Berdasarkan hasil

Penelitian, di GFK menggunakan kedua metode

Tersebut sedangkan di Puskesmas Pembina

Hanya menggunakan metode konsumsi.

Perhitungan perkiraan kebutuhan obat di

Puskesmas Pembina dilakukan dengan cara

Menghitung pemakaian obat selama tiga bulan

Berturut- turut (misalnya untuk perkiraan

Kebutuhan obat bulan Juli, jumlah pemakaian obat


Dari bulan April, Mei sampai Juni yang

Digunakan), pemakaian obat selama tiga bulan

Namun jika kembali meninjau Permenkes

Nomor HK 02.02/Menkes/068/I/2010 tentang

“Kewajiban menggunakan obat generik di

fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah “

maka penggunaan obat non generik yang

berasal dari DPHO itu bertentangan dengan

peraturan Menkes.

Kompilasi Pemakaian Obat

Dalam data kompilasi pemakaian obat ini

terdapat data pemakaian jenis obat berdasarkan

data masing-masing puskesmas setiap bulannya.

Kemudian di totalkan dan dibuat rata-ratanya

dalam satu tahun. Lalu dibuatkan persentase

pemakaian jenis obat per masing- masing

puskesmas. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Dinkes Prov. Sumsel (2006a

) yang menyatakan

bahwa informasi yang didapat dari kompilasi

pemakaian obat adalah jumlah pemakaian tiap

jenis obat pada masing-masing unit pelayanan

kesehatan/puskesmas dan persentase

pemakaian tiap jenis obat terhadap total

pemakaian setahun seluruh unit pelayanan

kesehatan/puskesmas. Selain itu data kompilasi

pemakaian obat ini nantinya akan diperlukan

dalam perhitungan perencanaan pengadaan obat

Kota Palembang per tahunnya


Perhitungan Perkiraan Kebutuhan Obat

Perhitungan jumlah kebutuhan obat di unit

pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan

menggunakan metode konsumsi dan atau

metode epidemiologi/morbiditas. Metode

konsumsi didasarkan kepada analisa data

penggunaan obat tahun – tahun sebelumnya,

sedangkan metode epidemiologi didasarkan

kepada frekuensi penyakit dan atau jumlah

penduduk yang akan dilayani dan pengobatan

yang digunakan. Kedua metode ini mempunyai

kelebihan dan kekurangan, namun kedua-duanya

dapat dipakai bersamaan agar hasilnya dapat

dibandingkan dan disesuaikan dengan jumlah

alokasi dana yang tersedia.12 Berdasarkan hasil

penelitian, di GFK menggunakan kedua metode

tersebut sedangkan di Puskesmas Pembina

hanya menggunakan metode konsumsi.

Perhitungan perkiraan kebutuhan obat di

Puskesmas Pembina dilakukan dengan cara

menghitung pemakaian obat selama tiga bulan

berturut- turut (misalnya untuk perkiraan

kebutuhan obat bulan Juli, jumlah pemakaian obat

dari bulan April, Mei sampai Juni yang

digunakan), pemakaian obat selama tiga bulan

tersebut lalu dibagi tiga, hasilnya lalu dikalikan

lima. Hasil perkalian kemudian digunakan

sebagai jumlah permintaan obat yang diajukan

ke GFK setelah dikurangi dengan sisa stok.

Perkalian lima tersebut merupakan lead

time (waktu tunggu) yang ditetapkan oleh GFK


kepada Puskesmas. Tetapi dalam kenyataanya

waktu tunggu pihak puskesmas setelah

mengajukan permintaan ke GFK adalah tidak

sampai satu bulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilihat

dari lembar LPLPO Puskesmas Pembina dari

bulan April-Juni 2010, pemakaian obat Antasida

DOEN tablet untuk tiga bulan berturut turut yaitu

850 tablet, 1500 tablet, dan 1550 tablet dengan

sisa stok 5.550 tablet. Dengan menggunakan

metode konsumsi, jumlah permintaan obat yang

diajukan Puskesmas Pembina untuk bulan Juli-

September yaitu:

1) Total pemakaian 3 bulan = 3.900 tablet

2) Rata – rata pemakaian = 3.900: 3 = 1.300

tablet

3) Live saving 1 bulan = 1 x 1.300 = 1.300

tablet

4) Lead time 1 bulan = 1 x 1.300 = 1.300

tablet

5) Sisa stok = 5.550 bulan tablet

6) Jadi jumlah permintaan = (1) + 3) + 4) – 5)

= (3.900 + 1.300+ 1.300) – 5.550 = 950

tablet

Jumlah ini sama dengan jumlah yang

dihitung berdasarkan cara penghitungan yang

dilakukan pihak puskesmas seperti berikut ini:

1) Total pemakaian 3 bulan = 3.900 tablet

2) Rata – rata pemakaian = 3.900: 3 =

1.300 tablet

3) Lead time 5 bulan = 1.300 x 5 = 6.500


tablet

4) Sisa stok = 5.550 tablet

5) Jumlah permintaan = jumlah pemakaian

rata-rata dikali 5 dikurangi sisa stok = (1.300

x 5)- 5.550= 950 tablet

Jadi perhitungan yang dilakukan oleh

Puskesmas Pembina selama ini yang dilakukan

dengan mengalikan pemakaian rata –rata

dengan lima tidak menjadi masalah karena hasil

yang didapatkan sama jumlahnya dengan aturan

perhitungan metode konsumsi.

Tetapi penggunaan istilah lead time untuk

5 bulan itu adalah salah karena seperti yang

disebutkan di atas tadi, lama datangnya obat yang

dipesan oleh puskesmas adalah tidak sama

jumlah waktu perencanaan dimana 5 bulan itu

terdiri dari 3 bulan kebutuhan ditambah 1 bulan

live saving dan 1 bulan lead time.

Proyeksi Kebutuhan Obat

Berdasarkan hasil penelitian, data yang

Diperlukan dalam proyeksi kebutuhan obat bagi

Seluruh puskesmas di Kota Palembang adalah

Didasarkan pada data lembar perencanaan


Pengadaan obat. Hal ini sesuai dengan Dinkes

Prov. Sumsel (2006a

) yang menyatakan bahwa

Untuk menentukan proyeksi kebutuhan obat, data

Yang diperlukan adalah data lembar kerja

Perhitungan perencanaan pengadaan. Dari data

Lembar kerja perencanaan pengadaan akan

Diketahui :

a. Jumlah kebutuhan pengadaan obat tahun

Yang akan datang

b. Jumlah persediaan obat di Gudang Farmasi

Kabapaten / Kota

c. Jumlah obat yang akan diterima pada tahun

Anggaran berjalan

d. Rencana pengadaan obat untuk tahun

Anggaran berikutnya berdasarkan sumber


Anggaran

e. Tingkat kecukupan setiap jenis obat.

Berkaitan dengan sumber anggaran yang

Terdapat dalam lembar perencanaan pengadaan,

Sumber dana/anggaran pengadaan obat untuk

Tahun 2010 di Kota Palembang bersumber dari

Dana Alokasi Khusus (DAK). Tetapi

Sebelumnya untuk tahun 2008 sampai tahun

2009 sumber dana pengadaan obat didapat dari

Berbagai sumber. Menurut Djuliani, Dwiprahasto

Dan Kristin (2006), sebelum desentralisasi obat

Untuk kebutuhan pelayanan kesehatan dasar

Serta program kesehatan dibiayai melalui

Berbagai sumber anggaran yaitu Inpres Bantuan

Sarana Kesehatan, APBN, APBD Tingkat I,


APBD Tingkat II, PT Asuransi Kesehatan

Indonesia, BKKBN, Departemen Transmigrasi

Dan sumber-sumber lain. Setelah desentralisasi,

Maka pembiayaan obat diperoleh dari Dana

Alokasi Umum (DAU).

Pemilihan Cara Pengadaan Obat (Sistem

Dan Cara Pengadaan)

Sistem pengadaan obat ada tiga macam

Yaitu sistem sentralisasi, sistem desentralisasi

Dan sistem kombinasi. Untuk otonomi daerah

Saat ini, pengadaan obat dilakukan secara

Desentralisasi. Adapun alur pengadaan obat era

Anda mungkin juga menyukai