Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap Negara di dunia mempunyai kepedulian dalam mencapai tujuan
untuk mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu dan
mengurangi penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya. Fakta yang tak
terbantahkan bahwa tanpa manajemen logistik yang memadai, tujuan-tujuan ini
tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, manajemen logistik yang efektif dan
efesien sangat penting dalam pencapaian pembangunan kesehatan.
Dalam surat keputusan (SK) Menteri Kesehatan No.
1333/Menkes/SK/XII/1991 tentang standar pelayanan Rumah Sakit (RS),
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi RS adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan RS yang beriorentasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi
merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center
utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan di
RS menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan
radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran dan gas medik) dan 50%
dari seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolahan perbekalan farmasi.
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang
standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, yang meyebutkan bahwa
penyelenggara pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus menjamin
ketersedian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis siap pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat dan terjangkau. Kegiatan pengelolahan obat
terdiri tahap seleksi perencanaan dan pengadaan, distribusi dan penggunaan
obat. Tujuan pengelolahan obat agar terjaminnya ketersedian obat dengan mutu
yang baik, kelancaran distribusi dan keterjangkauan obat serta ketersediaan
jenis dan jumlah obat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.
Pada pengelolahan obat, proses perencanaan dan pengadaan sangat
berpengaruh pada ketersediaan obat maupun sgi ekonomi rumah sakit.
Terjaminnya item rumah dan jumlah obat yang mencukupi menjadi salah satu
aspek terpenting dari rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan yang
besar yang dikeluarkan rumah sakit pada pengelolahan obat terutama pada
tahap perencanaan dan pengadaan maka perlu diadakan evaluasi terhadap tahap
tersebut.
Instalasi farmasi merupakan satu-satunya unit yang bertugas
merencanakan, mengadakan, menyimpan, mendistribusikan, melakukan
pengendalian penggunaan serta melakukan pencatatan dan pelaporan obat
dalam suatu rumah sakit. Perencanaan kebutuhan obat sebagai tahap awal
dalam pengelolahan obat merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam
pengadaan obat dn jumlah dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah obat
yang sesuai dan mengindari kekosongan obat (Depkes RI, 2003).
Dalam melakukan kegiatan perencanaan obat ini diperlukan kegiatan
manajeral melalui sistem yang baik. Kemampuan manajeral dilihat dari alokasi
masukan melalui suatu proses dalam menghasilkan keluaran tertentu. Tujuan
sistem tersebut adalah mengubah sarana masukan menjadi suatu nilai tertentu
(keluaran) yang dapat memenuhi kebutuhan. Dalam perencanaan obat
komponen input melalui struktur organisasi yang jelas, ketenagaan yang cukup
berkualitas, serta prosedur yang tepat untuk dapat melakukan proses kegiatan
pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah obat dan menetapkan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, sehingga
menghasilkan output atau keluaran berupa tersedianya obat dengan jenis dan
jumlah yang tepat serta sesuai kebutuhan (konsumsi) (Depkes RI, 2008).
Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan
penggunaan obat, termasuk perencanaan untuk menjalin ketersediaan,
keamanan dan keefektifan penggunaan obat. Obat merupakan komponen
esensial dari suatu pelayanan kesehatan. Dengan pemberian obat, makan
diharapkan penyakit yang diderita oleh pasien dapat sembuh. Disamping itu
karna obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masarakat
tetang output dari suatu pelayanan kesehatan adalah apabila mereka telah
menerima obat setelah berkunjung disuatu sarana kesehatan baik dokter
praktek swasta, poliklinik, puskesmas maupun rumah sakit (Depkes RI, 2000).
Salah satu saran atau fasilitas yang diperlukan dari pelayanan kesehatan
kepada masyarakat secar optimal adalah perlunya daya dukung berupa
ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan.
Dalam rangka pemenuhan obat perlu dilakukan upaya proses perencanaan yang
akurat dan dapat dipercaya guna memenuhi kebutuhan obat. Guna menjamin
kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatn tersebut, pemerintah telah mengatur
melalui keputusan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia
1121/Menkes/SK/XII/2008 tentang pedoman teknis pengadan obat publik dan
perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar sebagai acuan dalam
melaksanakan pengadaan publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota.
Evaluasi pengadaan obat pada tahap perencanaan dan pengadaan telah
dilakukan di beberapa rumah sakit oleh beberapa penelitian sebelumnya, salah
satu penelitian di RSU Zahira Jakarta di dapatkan hasil bahwa komponen input
mengacu pada struktur organisasi minimal yang harus dimiliki oleh suatu IRFS
ini dilakukan paitia farmasi terapi (PFT) rumah sakit dan atas kebijakan kepala
instansi farmasi selain itu perhitungan jumlah obat yang tidak melihat secara
rinci jumlah kunjungan dan frekuensi penyakit serta tidak menggunakan
standar pengobatan, sehingga perkiraan kebutuhan obat tidak mendekati
jumlah sebenarnya dan komponen output, dilihat dari penggunaan jumlah dan
resep obat pada akhir tahun tidak terpenuhi dengan kebutuhan pasien.
Rumah sakit umum Anutapura palu provinsi Sulawesi tengah yang
diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B dan juga sebagai rumah sakit
rujukan yang mengalami peningkatan kunjungan pasien setiap tahunnya. IFRS
Anutapura sebagai salah satu unit yang sepenuhnya berfungsi sebagai
penyelenggara obat di rumah sakit tersebut diharapkan dapat menjamin
pemerataan kelangsungan pelayanan kesehatan melalui obat-obatan yang
cukup. Akan tetapi diperoleh informasi dari farmasis yang berkeluh kesah
karna adanya kekosongan obat di apotik obat rumah sakit. Hal ini akan
merugikan apotik yang akan berimbas pada kerugian pada apotik yang akan
berimbas pada kerugian Rumah Sakit.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka hal itulah yang dapat menarik
minat peneliti untuk melakukan penelitian tentang “ Evaluasi Pengolahan
pembekalan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Anutapura Palu”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan peneliti ini adalah “
Evaluasi Pengolahan pembekalan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Anutapura Palu”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan pengolahan pembekalan farmasi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Anutapura.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
pengolahan perbekalan obat di instalasi farmasi rumah sakit umum
Anutapura Palu yang sesuai dengan standar pelayanan farmasi dirumah sakit
yang tercantum dalam permenkes No 58 tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
di bidang kesehatan khususnya mengenai evaluasi pengolahan pembekalan
obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan refensi dan sumber
informasi bagi peneliti berikutnya yang akan mengkaji tentang pengolahan
pembekalan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

Anda mungkin juga menyukai