Anda di halaman 1dari 6

Analisis perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat dengan metode morbilitas dan

konsumsi untuk pelayanan kesehatan dasar tahun 2019 di puskesmas wilayah dinas
kesehatan kota Banjarmasin

Proposal
Skripsi
Untuk memenuhi salah satu syarat
Disusun oleh:

Septri Desi 11194761920032

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (Permenkes, 2016). Ganti
Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar
di rumah sakit tersebut, salah satunya adalah pengelolaan obat. Perencanaan dan pengadaan
obat merupakan satu tahap awal yang penting dalam menentukan keberhasilan tahap
selanjutnya, sebab tahap perencanaan berguna untuk menyesuaikan antara kebutuhan
pengadaan dengan dana yang tersedia untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit
(Krisnangtyas et al., 2013). Ganti peran farmasi di puskesmas
Perencanaan dan pengadaan obat yang baik memiliki peran yang sangat penting untuk
menentukan stok obat yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dengan mutu
terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan. Apabila perencanaaan dan
pengadaan obat dikelola dengan sistem yang kurang baik, akan menyebakan terjadinya
penumpukan obat dan kekosongan stok obat.
(GANTI METODE MORBILITAS DAN KONSUMSI )Hasil penelitian Suciati, dkk (2006),
menyatakan bahwa penggunaan ABC Indek Kritis secara efektif dapat membantu rumah sakit
dalam membuat perencanaan obat dengan mempertimbangkan aspek pemakaian, nilai
investasi,
MANFFAT METODE
Indonesia sendiri masih memiliki beberapa masalah dalam perencanaan obat dan manajemen
obat khususnya di pelayanan kesehatan dasar. Ada tiga masalah secara umum tentang
perencanaan obat dan manajemen farmasi di Indonesia, yaitu:  Pengadaan dilakukan oleh
pihak ketiga melalui penunjukan langsung dimana obat dan perbekalan kesehatan yang
dibutuhkan tertera pada surat perjanjian kerja/kontrak.  Obat dan perbekalan farmamsi yang
diadakan pada kontrak sesuai dengan yang ada pada standar yang telah ditetapkan pemerintah
seperti harga dan kemasan (Kemasan yang ada mayoritas kemasan pot 1000tablet sehingga
pembagian ke puskesmas satelitnya sulit)  Penerimaan barang dari pihak ketiga dilakukan
oleh panitia penerima yang sering tidak berlatar belakang pendidikan farmasi sehingga tidak
mengetahui kualitas barang yang diterima.(Sulanto S, 2012).

MASALAH DI PUSKESMAS TERSEBUT


Sistem pengendalian persediaan sediaan farmasi di RSIA Aisyiyah Klaten belum
menggunakan sistem komputerisasi yang terintegrasi, karena sejak tahun 2009 hingga saat ini
sistem komputerisasi mengalami kerusakan, sehingga petugas mengalami masalah dalam
melakukan pengendalian persediaan dan perencanan pengadaan obat. Akibat dari kejadian
tersebut, sistem perencanaan dan pengadaan obat menjadi kurang efektif, karena tidak adanya
sistem perencanaan kebutuhan barang farmasi yang menjadi dasar dalam pengadaan barang.
Petugas farmasi belum pernah melakukan analisis ABC dalam proses perencanaan pengadaan
obat. Pengadaan obat selama ini dilakukan berdasarkan pada data pemakaian obat rata-rata
mingguan. Setiap hari petugas gudang mengecek stok-stok obat, jika ada stok obat yang
menipis maka petugas baru akan melakukan perencanaan pengadaan. Sehingga sering terjadi
kekosongan stok obat dan keterlambatan pengiriman karena dipesan secara mendadak. Dari
hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi, sejak bulan Juni 2018 ada 5 item obat yang
mengalami kekosongan. Hal ini menyebabkan petugas farmasi meminjam stok obat di rumah
sakit lain atau apotek di luar rumah sakit yang bekerja sama dengan rumah sakit. Jika hal ini
terjadi terus menerus akan mempengaruhi mutu pelayanan kepada pasien.
TABEL Pemakaian Obat Publik Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas Se
Wilayah Kerja Dinas Kesehatah Kota Tasikmalaya Tahun 2004 – 2006
Perencanaan pengadaan obat senantiasa berdasarkan alokasi dana yang tersedia bukan
berdasarkan jumlah kebutuhan yang sebenarnya (direncanakan). Dalam Kebijaksanaan Obat
Nasional (KONAS) tahun 1983 yang direvisi pada tahun 2005, target kewajiban Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2010 menyebutkan bahwa
“ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan sebesar 90 %, pengadaan obat essensial 100 %
dan pengadaan obat generik 100 %.3 Dasar perhitungan kebutuhan biaya obat yang ideal dan
rasional dalam satu tahun secara global adalah sebesar 60 % X jumlah penduduk X biaya
obat per kapita. Direktur Bina Obat dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada bulan
Maret 2006 dalam Rapat Konsolidasi (RAKON) tingkat Pusat di Pontianak mengemukakan
bahwa standar biaya obat publik rasional menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
adalah US $ 2 per kapita, sedangkan Standar Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(Depkes RI) US $ 1 per kapita atau

Perencanaan pengadaan obat di Puskesmas Pamatang Raya dilakukan untuk menentukan


jenis dan jumlah kebutuhan obat di Puskesmas Pamatang Raya. Dalam perencanaan
kebutuhan obat yang akan dating Puskesmas Pamatang Raya membuat perencanaan
berdasarkan Lembar Permintaan dan Lembar Pemakaian Obat (LPLPO). Lembar Permintaan
Obat dan Lembar Pemakaian Obat (LPLPO) akan dikumpulkan setiap bulan untuk membuat
Lembar Perencanaan Obat Tahunan, dan akan diusulkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Simalungun melalui Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun. Dinas
Kesehatan Kabupaten Simalungun akan mengeluarkan Lembar Kebutuhan Obat Pertahun,
puskesmas mengambil obat setiap bulan sesuai perencanaan obat pertahun melalui Lembar
Permintaan Obat dan Lembar Pemakaian Obat (LPLPO).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan, perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan
Puskesmas Pamatang Raya sudah berjalan, tetapi masih banyak ditemukannya kekurangan
dan kelebihan obat di puskesmas.Hal ini dibuktikan banyaknya obat yang diterima tidak
sesuai dengan perencanaan tahunan dan juga kurangnya stok obat di Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Simalungun, seperti UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 Amlodipin tab 10
mg,dalam perencanaan tahunan kebutuhan perbulan adalah 5000 tablet perbulan tapi didalam
LPLPO bulan Agustus hanya diterima 1000 tablet dan pemakaiannya hanya 651 tablet,
Dexametazone 0,5 mg tablet dalam perencanaan pertahun kebutuhannya 10000 tablet
perbulan tetapi dalam LPLPO bulan Agustus hanya diterima 500 tablet dan pemakaian
melebihi dari stok obat itu mengakibatkan bagian Apotek Puskesmas Raya sering membeli
obat yang habis stok ke toko obat terdekat atau menggantikannya dengan obat jenis yang
lain.Kekurangan dan kelebihan obat ini dikarenakan tidak sesuainya obat yang diterima
dengan obat yang direncanakan oleh puskesmas, setelah diidentifikasi faktor penyebab
masalah itu adalah: 1. Banyaknya kekurangan dan kelebihan obat di Puskesmas padahal
sudah dilakukannya perencanaaan tahunan dan permintaan obat perbulan. 2. Kurangnya
perhatian secara intensif terhadap kebutuhan obat di Puskesmas di Kabupaten Simalungun
sehingga sering terjadi kekurangan dan kelebihan stok obat di Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Simalungun. 3. Tidak adanya tenaga pengadaan obat di Puskesmas Pamatang
Raya sehingga obat sepenuhnya diatur oleh Dinas Kesehatan Simalungun. Penilitian Djuna
(2013) Menyatakan bahwa terjadi kekurangan obat yang tidak terealisasi untuk kebutuhan
tahun berikutnya. Petugas Apoteker biasanya mengeluh dengan masalah permintaan obat
yang kadang tidak sesuai dengan obat yang datang. Penelitian Athijah (2010) menyatakan
bahwa kurang lebih 80% Puskesmas Melakukan Perencanaan Persediaan kebutuhan obat
belum sesuai UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5 dengan kebutuhan sesungguhnya,
sehinga terdapat stok obat yang berlebih tapi dilain pihak terdapat stok obat yang kosong.
Penelitian Hartono (2007) menyatakan bahwa terdapat permintaan beberapa jenis obat
tertentu tidak sesuai dengan usulan yang diajukan sebelumnya. Disamping itu terdapat jenis
obat tertentu dalam jumlah berlebih, namun disisi lain terdapat jenis obat mengalami
kekurangan. Hal ini menunjukkan proses perencanaan kebutuhan obat di tingkat puskesmas
tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka
perlu dilakukan penelitian tentang “Perencanaan Kebutuhan Obat untuk UPT Puskesmas
Pematang Raya di Wilayah Kerja Dinas Keshatan Kabupaten Simalungun.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut: 1. Bagaimana Perencanaan obat di Puskesmas Pamatang Raya pada tahap Pemilihan
dan Seleksi Obat?
2. Bagaimana Perencanaan Obat di Puskesmas Pamatang Raya Pada Tahap Kompilasi
Pemakaian Obat?
3. Bagaimana Perencanaan Obat di Puskesmas Pamatang Raya pada Tahap Perhitungan
Kebutuhan Obat?
4. Bagaimana Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Simalungun pada Tahap Proyeksi
Kebutuhan obat?
5. Bagaimana Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Simalungun Pada Tahap Penyesuaian
Rencana Pengadaan Obat?
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas Pematang Raya di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan Proses dan masalah dalam perencanaan obat di Puskesmas Pamatang
Raya pada Tahap Pemilihan dan Seleksi Obat.
2. Mendeskripsikan proses dan masalah dalam perencanaan obat di Puskesmas Pamatang
Raya pada tahap kompilasi pemakaian obat.
3. Mendeskripsikan proses dan masalah dalam perencanaan obat di Puskesmas Pamatang
Raya pada tahap penghitungan kebutuhan obat.
4. Mendeskripsikan Proses dan masalah dalam perencanaan obat di Dinas Kesehatan
Simalungun pada tahap proyeksi kebutuhan obat
5. Mendeskripsikan proses dan masalah dalam perencanaan obat di Dinas Kesehatan
Simalungun pada tahap penyesuaian rencana pengadaan obat.
1.4 Manfaat Penelitian.
1. Bagi Puskesmas Pematang Raya sebagai masukan dalam perencanaan kebutuhan obat
dalam rangka peningkatan efektifitas akan kebutuhan obat
2. Bagi Dinas Kesehatan dalam pengembangan cara dalam merencanakan obat secara efektif
dan menyempurnakan kebijakan dengan prosedur dan perencanaan obat yang terstruktur.
3. Bagi ilmu pengetahuan, khususnya tentang perencanaan kebutuhan obat di bidang ilmu
administrasi dan kebijkan kesehatan serta dalam penemuan metedologi baru dalam lingkup
ilmu kesehatan masyarakat.
Dari permasalahan sebagaimana diuraikan pada latar belakang di atas, dapat diketahui inti
pokok atau garis besar masalah yang ada diantaranya :
1. Permintaan obat publik oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan tidak sesuai dengan
perencanaan kebutuhan obat yang diusulkan sebelumnya
2. Perencanaan kebutuhan obat publik untuk PKD di Puskesmas belum sesuai dengan
kebutuhan riil. 3. Puskesmas belum dapat merencanakan kebutuhan obat secara tepat.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui metode perencanaan
kebutuhan obat publik untuk PKD yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya.
2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini diantaranya adalah untuk :
a. Mengidentifikasi data yang dijadikan dasar perhitungan dalam merencanakan kebutuhan
obat publik di Puskesmas.
b. Mengetahui cara penentuan pemilihan jenis dan jumlah obat publik yang dibutuhkan di
Puskesmas
c. Mengetahui proses penyusunan perencanaan kebutuhan obat publik yang telah
dilaksanakan oleh semua Puskesmas.
d. Mengidentifikasi faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi akurasi dan
reliabilitas perencanaan kebutuhan obat publik; e. Mengajukan alternatif rekomendasi yang
dapat diajukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam perencanaan kebutuhan obat
publik.

Anda mungkin juga menyukai