Anda di halaman 1dari 9

Majalah Farmaseutik Vol. 17 No.

3: 303-311
ISSN-p : 1410-590x
ISSN-e : 2614-0063

Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah

Analysis of The Availability of Medicine in Central Maluku District Health Center

Un Tualeka1*, Satibi2, Achmad Fudholi2


1 Magister Manajemen Farmasi, Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas

Farmasi, Universitas Gadjah Mada


2 Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Corresponding author: Un Tualeka; Email: untualeka@mail.ugm.ac.id


Submitted: 06-02-2020 Revised: 06-03-2020 Accepted: 15-04-2020

ABSTRAK
Pengelolaan obat di Puskesmas dilakukan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan
keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif, dan rasional. Namun berbagai masalah
menyebabkan keterbatasan mutu pelayanan antara lain ketersediaan obat. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis tingkat ketersediaan obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah dan
faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang bersifat
deskriptif, dilakukan di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah pada bulan Desember 2019 – Januari
2020 dengan purposive sampling. Sumber informasi pada penelitian ini adalah Pengelola Obat
Puskesmas dan Kepala seksi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah. Data yang
dikumpulkan berupa data primer (diambil secara concurrent) dan sekunder (diambil secara
retrospektif pada tahun 2018). Analisis data dilakukan dengan cara menghitung nilai indikator
ketersediaan obat dengan rumus yang kemudian dibandingkan dengan nilai standar dan disajikan
dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata persentase tingkat ketersediaan
obat puskesmas di Kabupaten Maluku Tengah adalah obat kosong 0% (standar 0%), obat kurang
0% (standar 0%), obat berlebih 55% ± 11,5% (standar 0%) dan obat aman 45% ± 11,5% (standar
100%). Rerata persentase ketersediaan 17 obat indikator (bulan) di Puskesmas Kabupaten Maluku
Tengah sebesar 85,35% ± 9,30% (standar 100%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ketersediaan obat puskesmas Kabupaten Maluku Tengah belum efisien, hal ini dipengaruhi oleh
faktor administrasi, manajemen dan sumber daya manusia (SDM).
Kata kunci: Pengelolaan Obat; Ketersediaan Obat; Puskesmas; Kabupaten Maluku Tengah.

ABSTRACT
Drug management at the Health Center is carried out to ensure the continuity of availability
and affordability of efficient, effective and rational drug services. However, various problems cause
limitations in the quality of services including the availability of drugs. The purpose of this study was
to analyze the level of drug availability in the Central Maluku District Health Center and the factors
that influence it. This study uses a cross-sectional design that is descriptive in nature, conducted in
The Central Maluku District Health Centers in December 2019 - January 2020 with purposive
sampling. The sources of information in this study are the Health Center Drug Managers and the Head
of the Pharmacy section of the Central Maluku District Health Office. Data collected in the form of
primary data (taken concurrently) and secondary (retrieved retrospectively in 2018). Data analysis
was performed by calculating the value of the indicator of drug availability with a formula which was
then compared to the standard value and presented in tabular form. The results showed that the
average percentage of the level of availability of health center medicines in Central Maluku Regency
were empty drugs 0% (standard 0%), drugs less 0% (standard 0%), excess drugs 55% ± 11.5%
(standard 0%) and safe drug 45% ± 11.5% (standard 100%). The average percentage of availability
of 17 indicator drugs (month) in the Central Maluku District Health Center was 85.35% ± 9.30%
(standard 100%). The results of this study indicate that the availability of medicine at the Central
Maluku District Health Center is not efficient, this is influenced by administrative, management and
human resources (HR) factors.
Keywords: Drug Management; availability of drugs; Health Center; Central Maluku District.

MF Vol 17 No 3, 2021 | DOI: 10.22146/farmaseutik.v1i1.54084 303


Un Tualeka, et al

PENDAHULUAN Menurut Marathe dkk. (2015),


Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan pengelolaan obat di puskesmas belum
tingkat pertama menjadi pintu utama dalam dilakukan dengan baik, di antaranya sistem
memberikan pelayanan kesehatan bagi perencanaan yang belum berdasarkan konsep
masyarakat yang membutuhkan, di mana obat esensial, kesulitan menganalisis kebutuhan
pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak yang akurat, pengadaan yang belum terealisasi
terlepas dari pelayanan kefarmasian yang secara penuh, letak geografis daerah yang sulit
meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan dijangkau, permasalahan sumber daya dan
medis habis pakai (BMHP) serta pelayanan sumber pendanaan, serta berbagai masalah lain
farmasi klinis (Robiyanto dkk., 2019). Sistem yang berdampak pada ketersediaan obat
Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 sehingga menyebabkan kekosongan obat.
menetapkan bahwa Pelayanan kefarmasian Karena obat sudah merupakan kebutuhan
ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang
sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara hasil dari pelayanan kesehatan adalah
rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas menerima obat setelah berkunjung ke sarana
pelayanan kesehatan dengan mengikuti kesehatan, yaitu Puskesmas (Depkes RI, 2002).
kebijakan yang ditetapkan. Puskesmas sebagai Perencanaan kebutuhan obat dengan baik
salah satu lini terdepan pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi ketersediaan obat di
bagi masyarakat Indonesia sudah seharusnya Puskesmas, sebab proses perencanaan obat
menerapkan penggunaan obat yang rasional bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis
sesuai standar yang ada (Kardela dkk., 2014). dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai
Akses terhadap obat khususnya obat esensial yang mendekati kebutuhan, meningkatkan
merupakan hak asasi manusia. Salah satu faktor penggunaan obat secara rasional dan
penentu akses obat adalah ketersediaan obat di meningkatkan efisiensi penggunaan obat
fasilitas pelayanan kesehatan (Carolien dkk., (Rismalawati dkk., 2015).
2017). Penelitian Bruno, dkk. (2015)
Pengelolaan obat merupakan suatu siklus menyatakan bahwa Ketersediaan obat di Unit
manajemen obat yang meliputi fungsi-fungsi Pelayanan Kesehatan merupakan indikator
dasar seperti seleksi, pengadaan, distribusi dan sensitif terhadap eksistensi dan kualitas suatu
penggunaan. Keempat fungsi dasar didukung unit pelayanan kesehatan. Di mana fakta
oleh sistem penunjang pengelolaan yang terdiri rendahnya tingkat ketersediaan obat
dari organisasi, pembiayaan dan merupakan faktor yang berkontribusi terhadap
kesinambungan, pengelolaan informasi, dan rendahnya kualitas suatu Unit Pelayanan
pengembangan sumber daya manusia. Kesehatan. Terjaminnya ketersediaan obat di
Pengelolaan obat, BMHP, dan alat kesehatan pelayanan kesehatan akan menjaga citra
dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia, pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga
fasilitas, perlengkapan, biaya/harga, pengelolaan dan penyediaan obat secara efektif
administrasi, dan sistem informasi. Sumber dan efisien sangat penting (Indriawan dkk.,
daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana 2014).
merupakan faktor internal yang mempengaruhi Tujuan penelitian ini adalah untuk
kinerja Apoteker, sehingga berdampak pada menganalisis tingkat ketersediaan obat
mutu pelayanan kefarmasian (Satibi dkk., puskesmas di Kabupaten Maluku Tengah dan
2018a). Siklus pengelolaan perbekalan sediaan faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian
farmasi yakni terdiri dari perencanaan, ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, Dinas Kesehatan Maluku Tengah untuk
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, perbaikan pengelolaan obat khususnya
serta administrasi yang berisi pencatatan ketersediaan obat puskesmas di Kabupaten
dan pelaporan (Febreani dan Chalidyanto, Maluku Tengah.
2016). Terjaminnya ketersediaan obat di
pelayanan kesehatan akan menjaga citra METODOLOGI
pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga Penelitian ini menggunakan desain cross-
pengelolaan dan penyediaan obat secara efektif sectional yang bersifat deskriptif, dilaksanakan
dan efisien sangat penting (Indriawan dkk., pada bulan Desember 2019 – Januari 2020
2014). secara retrospektif menggunakan data tahun

304 MF Vol 17 No 3, 2021


Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah

2018. Pemilihan sampel dengan teknik HASIL DAN PEMBAHASAN


pencuplikan sampel berupa purposive sampling Kabupaten Maluku Tengah memiliki 33
pada seluruh puskesmas (33 Puskesmas) di Puskesmas yang tersebar di berbagai
Kabupaten Maluku Tengah dengan kriteria kecamatan yang terdiri dari 14 Puskesmas
inklusi pengelola obat: pada puskesmas yang Perawatan dan 19 Puskesmas Non Perawatan.
melayani rawat inap dan non rawat inap dengan Berdasarkan data Bezeting Tenaga Kesehatan
jumlah kunjungan pasien yang terbanyak pada Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2018
kawasan perkotaan, pedesaan dan terpencil. terdapat 2 Puskesmas memiliki tenaga
Adapun kriteria ekslusi pengelola obat: pengelola obat Apoteker, 2 Puskemas memiliki
puskesmas yang tidak bersedia dilakukan pengelola obat Tenaga Teknis Kefarmasian dan
penelitian dengan alasan data yang tidak 29 puskesmas memiliki tenaga pengelola obat
lengkap. Sehingga diperoleh 9 puskesmas yang Non Farmasi. Dari 33 puskesmas, 9 puskesmas
masuk dalam kriteria inklusi mewakili 33 masuk dalam kritera inklusi.
puskesmas di Kabupaten Maluku Tengah. Data
yang diperoleh berupa data sekunder dan Karakteristik Subyek Penelitian
primer dengan menggunakan lembar observasi Tabel I menunjukkan bahwa Keberadaan
berupa daftar tilik dan wawancara. Data Tenaga Kefarmasian Puskesmas di Kabupaten
sekunder yang diperoleh dianalisis secara Maluku Tengah masih sangat minim karena
deskriptif dengan menghitung indikator tidak semua puskesmas mempunyai Apoteker.
ketersediaan obat yaitu membandingkan Wawancara yang dilakukan dengan pengelola
jumlah sediaan obat yang tersedia dalam 1 puskesmas saat pengumpulan data kuantitatif di
tahun dengan rerata jumlah pemakaian sediaan puskesmas. Pengelola obat yang diwawancara
obat per bulan yang kemudian dibandingkan tidak semuanya merupakan tenaga
dengan nilai standar pengelolaan obat di kefarmasian, dari 9 pengelola obat hanya 2
puskesmas. Data primer diperoleh melalui orang tenaga apoteker, 2 orang tenaga
wawancara mendalam kepada Pengelola Obat kefarmasian dengan lulusan D3 farmasi dan
Puskesmas dan Kepala Seksi Farmasi dan Alat sisanya adalah tenaga non farmasi yang latar
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku belakang pendidikannya perawat, bidan dan
Tengah untuk mengidentifikasi faktor-faktor SMA. Hal ini disebabkan tidak meratanya tenaga
yang mempengaruhi ketersediaan obat. kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Maluku
Wawancara dilakukan dengan menggunakan Tengah sehingga tidak sesuai dengan standar
panduan wawancara yang kemudian disajikan pelayanan kefarmasian di puskesmas.
dalam bentuk narasi tekstual. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Bahan penelitian berupa data sekunder Nomor 74 Tahun 2016, menyatakan bahwa
bersumber dari lembar pemakaian dan lembar penyelengaraan pelayanan kefarmasian di
permintaan obat (LPLPO) dan kartu stok obat puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh
puskesmas. Analisis ketersediaan obat satu orang tenaga apoteker sebagai penanggung
dilakukan terhadap semua obat yang tersedia di jawab, yang dapat dibantu oleh tenaga teknis
puskesmas untuk indikator tingkat kefarmasian sesuai kebutuhan, dan menurut
ketersediaan dalam sebulan. Daftar tilik yang Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun
digunakan sebagai sumber data primer telah 2014 bahwa minimal dua tenaga kefarmasian
dimodifikasi dan disesuaikan yang bersumber untuk puskesmas rawat inap di kawasan
dari Pedoman Supervisi dan Evaluasi perkotaan. Kurangnya jumlah tenaga
Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan kefarmasian di Puskesmas dapat menyebabkan
Kesehatan RI Tahun 2002. terjadinya overload work sehingga banyak
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite laporan yang tidak dapat dikerjakan oleh
Etika Penelitian Medis dan Kesehatan (MHREC) Apoteker (Daulay, 2017). Puskesmas yang
Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan memiliki apoteker diketahui memiliki
Keperawatan Universitas Gadjah Mada – Rumah persentase pelayanan kefarmasian yang lebih
Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta dengan tinggi dibandingkan di Puskesmas yang belum
nomor sertifikat Ref. KE/FK/1462/EC/2019 memiliki tenaga Apoteker (Robiyanto dkk.,
tanggal 17 Desember 2019. 2019).

MF Vol 17 No 3, 2021 305


Un Tualeka, et al

Tabel I. Karakteristik Subjek Penelitian


Karakteristik Pengelola Obat

No. Puskesmas Akreditas Jumlah


Penanggung Jumlah Jumlah
Kawasan Tipe Non
Jawab Apoteker TTK
Farmasi
Non
1 Masohi Dasar Perkotaan Apoteker 1 Orang - 1 Orang
Perawatan
2 Hitu Madya Pedesaan Perawatan Apoteker 1 Orang - 1 Orang
3 Amahai Dasar Perkotaan Perawatan TTK - 1 Orang 2 Orang
Negeri Non
4 - Pedesaan TTK - 1 Orang 1 Orang
Lima Perawatan
Non Non
5 Letwaru Madya Perkotaan - - 3 Orang
Perawatan Farmasi
Non
6 Suli - Perkotaan Perawatan - - 3 Orang
Farmasi
Non Non
7 Saparua Madya Pedesaan - - 2 Orang
Perawatan Farmasi
Non
8 Layeni Dasar Pedesaan Perawatan - - 2 Orang
Farmasi
Non Non
9 Walang Dasar Terpencil - - 3 Orang
Perawatan Farmasi

Tingkat Ketersediaan Obat sesuai dengan nilai standar yaitu 0%. Urutan
Indikator tingkat ketersediaan obat di ketersediaan obat puskesmas kategori aman
puskesmas merupakan indikator yang antara lain; 65% pada puskesmas Layeni; 55%
digunakan untuk menilai tingkat ketersediaan pada puskesmas Suli dan Letwaru; 52% pada
obat per bulan, pada setiap puskesmas yang puskesmas Walang; 41% pada puskesmas
disesuaikan dengan kebutuhan populasi. Masohi; 39% pada puskesmas Negeri Lima; 38%
Penilaiannya dilakukan dengan cara pada puskesmas Hitu; 30% pada puskesmas
menghitung total stok obat tahun 2018 Amahai dan Saparua. Sedangkan urutan
kemudian dibagi dengan rata-rata pemakaian ketersediaan obat puskesmas kategori lebih
obat pada tahun 2018 yang sumber datanya antara lain; 35% pada puskesmas Layeni; 45%
berasal dari LPLPO tahun 2018. Klasifikasi pada puskesmas Suli dan Letwaru; 48% pada
tingkat ketersediaan obat antara lain : stok obat puskesmas Walang; 59% pada puskesmas
dikatakan aman apabila rata-rata persediaan Masohi; 61% pada puskesmas Negeri Lima; 62%
obat 12-18 bulan; stok obat dikatakan berlebih pada puskesmas Hitu; 70% pada puskesmas
apabila persediaan obat >18 bulan; stok obat Amahai dan Saparua.
dikatakan kurang apabila rata-rata persediaan Kesembilan puskesmas tersebut
obat <12 bulan; dan stok obat dikatakan kosong memiliki persentase stok obat berlebih yang
apabila rata-rata persediaan obat <1 bulan jauh dari nilai standar 0% hal ini berarti bahwa
(Satibi dkk., 2018b). kesembilan puskesmas tersebut memiliki stok
Grafik 1 menunjukkan rerata persentase obat yang jumlahnya melebihi nilai hasil
tingkat ketersediaan obat di 9 Puskesmas perhitungan standar sisa stok obat di akhir
Kabupaten Maluku Tengah, antara lain yang tahun (Satibi, 2014). Puskesmas yang paling
masuk dalam kategori aman sebesar 45% ± mendekati stok aman adalah puskesmas Layeni
11,5% dengan nilai standar 100%. Persentase dan puskesmas yang paling jauh dari stok aman
tingkat ketersediaan obat kategori berlebih adalah puskesmas Amahai dan Saparua.
sebesar 55% ± 11,5% dengan nilai standar 0%. Menurut Suryagama (2019), Ketersediaan obat
Sedangkan Persentase tingkat ketersediaan yang berlebih (overstock) dapat menyebabkan
obat kosong dan kurang sebesar 0% sudah pemborosan anggaran dan berpotensi

306 MF Vol 17 No 3, 2021


Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah

250

200 Jumlah Obat

Status Ketersediaan
150
Obat (%) Aman

Status Ketersediaan
100 Obat (%) Berlebih

Status Ketersediaan
50 Obat (%) Kurang

Status Ketersediaan
0 Obat (%) Kosong
Masohi Hitu Amahai Negeri Letwaru Suli Saparua Layeni Walang Rerata SD
Lima

Gambar 1. Grafik Tingkat Ketersediaan Obat Puskesmas Di Kabupaten Maluku Tengah

mengalami kadaluwarsa atau kerusakan obat, akan semakin banyak pengetahuan yang
sebaliknya ketersediaan obat yang kurang didapat.
(stockout) dapat menyebabkan terganggunya Grafik 2 dan 3 menjelaskan kondisi rill
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. ketersediaan 17 item Obat Indikator Nasional di
Dengan demikian hal ini perlu dipertimbangkan Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah pada
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tahun 2018 yang bersumber dari LPLPO Tahun
Tengah. 2018. Menurut Petunjuk Teknis Tata Laksana
Dari kesembilan puskesmas, terlihat Indikator Direktorat Jenderal Tata Kelola Obat
bahwa ketersediaan obat yang baik pada Publik dan Perbekalan Kesehatan Kemenkes RI
puskesmas Layeni (65% obat aman) dengan (2017) terdapat 20 obat indikator nasional yang
tenaga pengelola obat non farmasi terdiri dari 17 obat dan 3 vaksin namun pada
dibandingkan puskesmas dengan pengelola penelitian ini hanya ditampilkan 17 item obat
obat apoteker/TTK. Hal ini disebabkan karena indikator, vaksin tidak di tampilkan karena
Puskesmas Layeni merupakan puskesmas tipe keterbatasan data di puskesmas. Hasil
perawatan kawasan pedesaan dengan item obat menunjukkan bahwa rerata persentase
dan jumlah kunjungan pasien yang lebih sedikit ketersediaan 17 obat indikator puskesmas di
dari item obat dan jumlah kunjungan pasien Kabupaten Maluku Tengah adalah 82,35% ±
pada puskesmas Masohi, Hitu, Amahai, Negeri 9,30% dimana status ketersediaan obat kosong
Lima yang memiliki pengelola obat yaitu Diazepam Injeksi; status obat kurang yaitu
apoteker/TTK kawasan perkotaan/pedesaan. Albendazol tablet dan OAT Kategori 1; status
Selain itu. Pengelola obat puskesmas Layeni obat berlebih yaitu Amoxicillin 500mg tablet,
memiliki masa kerja yang sudah lebih dari 10 Amoxicillin sirup kering 125 mg/5 ml, Captopril
tahun lebih lama dibanding pengelola obat 25 mg, Dexamethasone 0,5 mg, Epinefrin injeksi,
apoteker/TTK pada puskesmas Masohi, Hitu, Furosemide tab 40 mg, Garam Oralit, MgSO4
Amahai, Negeri Lima. Hal ini menunjukkan 20%, Metformin 500 mg, Metergin injeksi,
tingkat loyalitas pegawai yang tinggi, sehingga Oxytocin injeksi, Paracetamol tablet 500 mg,
masa kerja mempengaruhi kinerja pengelola vitamin K injeksi, dan Tablet Tambah Darah.
obat. Semakin lama bekerja, maka semakin Berdasarkan hasil wawancara,
mahir dalam melakukan pencatatan, pelaporan kekosongan Obat Diazepam injeksi sebagai
LPLPO. Menurut (Suripto, 2013) dalam tesis akibat kekosongan obat pada distributor
Titani (2015) bahwa pengalaman juga dapat maupun pabrik. Hal yang menjadi Penyebab
mempengaruhi pengetahuan petugas farmasi di stok obat berlebih pada kesembilan puskesmas
mana semakin banyak pengalaman seseorang tersebut adalah proses penerimaan obat pada
terhadap suatu pengetahuan tertentu maka masing-masing puskesmas jauh lebih besar dari

MF Vol 17 No 3, 2021 307


Un Tualeka, et al

100,00
90,00
80,00
70,00 Persentase
60,00 Ketersediaan Obat
Indikator (bulan)
50,00 di Puskesmas
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Masohi Hitu Amahai Negeri Letwaru Suli Saparua Layeni Walang Rerata SD
Lima

Gambar 2. Grafik Persentase Ketersediaan 17 Obat Indikator (bulan) Puskesmas Di


Kabupaten Maluku Tengah

140

120
Tingkat
100 Ketersediaan
Obat Aman
80
Tingkat
60
Ketersediaan
40 Obat Berlebih

20 Tingkat
Ketersediaan
0 Obat Kurang
Oksitosin inj.
Kaptopril 25 mg

Metergin Inj.

SD
Amoksisilin 500 mg
Amoksisilin sirup kering 125

Fitomenadion inj. (vit. K inj)

Rerata
Deksametason 0,5 mg

Tablet Tambah Darah


MgSO4 20%

Metformin 500 mg

OAT KATEGORI 1
Diazepam inj

Epinefrin inj

Furosemid tab 40 mg
Albendazol Tab

Parasetamol tab 500 mg


Garam Oralit

Tingkat
Ketersediaan
Obat Kosong
mg/5 ml

Gambar 3. Grafik Tingkat Ketersediaan 17 Obat Indikator (bulan) di Kabupaten Maluku


Tengah (Ditjen Binfar Alkes, 2017)

permintaan obat masing-masing puskesmas. Hal ini disebabkan karena kurangnya pelatihan
Menurut Indriawan dkk.,(2014) Kelebihan obat pengelolaan obat. Penelitian di Ghana
atau kekosongan obat tertentu ini dapat terjadi (Nyanwura dan Esena, 2013) menemukan
karena perhitungan kebutuhan obat yang tidak bahwa tingkat ketersediaan obat yang aman
akurat dan tidak rasional, agar hal-hal tersebut pada fasilitas kesehatan disebabkan karena
tidak terjadi maka pengelolaan obat puskesmas pengelola obatnya telah dilatih.
perlu dilakukan sesuai yang ditetapkan dan Penulisan LPLPO Puskesmas Kabupaten
diharapkan di mana dalam pengelolaan harus Maluku Tengah masih menulis tangan secara
memperhatikan penerimaan, penyimpanan manual dikarenakan belum tersedianya sistem
serta pencatatan dan pelaporan yang baik. informasi manajemen di puskesmas tersebut,

308 MF Vol 17 No 3, 2021


Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah

di mana ketidaksesuaian bidang pendidikan ruang instalasi farmasi, permintaan yang


juga ikut mempengaruhi dalam penulisan belum optimal, SDM, pencatatan dan
LPLPO dan kartu stok, seperti adanya kesalahan pelaporan.
dalam melakukan perhitungan stok akhir. Kelemahan/ keterbatasan dari Penelitian
Hal ini menunjukkan bahwa administrasi ini adalah penelitian ini hanya dilakukan di 9
pencatatan di puskesmas belum dilakukan puskesmas sehingga data yang disajikan
dengan baik disebabkan karena beban kerja terbatas; Penelitian ini hanya berfokus pada
pengelola obat puskesmas dirangkap bertugas pengelolaan obat tidak sampai pada pelayanan
sebagai pengelola obat apotek di puskesmas, farmasi klinik dan, manajemen pendukungnya
selain itu puskesmas belum memiliki pedoman meliputi organisasi, keuangan, sumber daya
dalam pelaksanaan tugas di puskesmas, manusia, dan sistem informasi manajemen
sehingga mempengaruhi keakuratan data (SIM) obat; LPLPO puskesmas sebagai sumber
persediaan obat Hal ini juga disebabkan data dalam penelitian ini masih ditulis secara
kurangnya jumlah tenaga kefarmasian yang manual sehingga terdapat ketidaksesuaian
tersedia di puskesmas. perhitungan stok akhir.
Selain itu, faktor lain yang dapat menjadi Penelitian ini dapat digeneralisasi untuk
penyebab stok berlebih adalah perubahan pola Kabupaten Maluku Tengah secara utuh, dimana
penyakit yang kemudian menyebabkan dilakukan pemilihan sampel dengan teknik
pergeseran penggunaan obat. Penelitian di pencuplikan sampel berupa purposive sampling
Ghana (Nyanwura dan Esena, 2013) pada populasi 33 Puskesmas. Adapun kriteria
menyatakan bahwa pusat kesehatan dengan inklusi: pengelola obat pada puskesmas yang
jumlah kunjungan rawat jalan pasien yang melayani rawat inap dan non rawat inap dengan
meningkat memiliki tingkat persediaan yang jumlah kunjungan pasien yang terbanyak pada
lebih tinggi dari pusat kesehatan lainnya yang kawasan perkotaan, pedesaan dan terpencil.
pemakaian obatnya kurang. Menurut Kriteria ekslusi pengelola obat antara lain
Suryagama (2019) Ketersediaan obat dan puskesmas yang tidak bersedia dilakukan
jumlah obat rusak/kadaluwarsa dipengaruhi penelitian dengan alasan data yang tidak
oleh perencanaan yang matang dan akurat. lengkap. Sehingga diperoleh 9 puskesmas
Penelitian yang dilakukan oleh Hendri, yang masuk dalam kriteria inklusi yang
dkk. (2018) mengatakan bahwa penerapan mewakili 33 puskesmas di Kabupaten Maluku
pedoman pelayanan kefarmasian yang Tengah.
tercantum pada PMK No.74 Tahun 2016
dapat menjadi faktor pendukung dalam KESIMPULAN
meningkatkan pelayanan dan pengelolaan Hasil penelitian yang dilakukan di
obat di Puskesmas, selain itu kurangnya Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah
jumlah apoteker, ketidakpatuhan kepada memberikan kesimpulan bahwa tingkat
Formularium Puskesmas, kekosongan obat dari ketersediaan obat di Puskesmas Kabupaten
Dinas Kesehatan, Kekosongan obat di Maluku Tengah belum efisien. Hal ini
distributor menjadi penghambat untuk dipengaruhi oleh faktor administrasi,
meningkatkan pelayanan dan pengelolaan obat manajemen dan sumber daya manusia (SDM).
di Puskesmas. Sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku
Menurut Carolien, dkk. (2017) faktor- Tengah perlu untuk melakukan pembinaan
faktor yang mempengaruhi ketersediaan obat di rutin dan pelatihan manajerial pengelolaan obat
Puskesmas Kabupaten Keerom yaitu masih ada kepada petugas pengelola obat serta melakukan
keterlambatan penyampaian, pelaporan obat ke pengusulan penambahan tenaga farmasi baik
Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) selain itu apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian
kurangnya keterampilan pengelola obat dalam melaui seleksi CPNS untuk ditempatkan di
menghitung kebutuhan obat sehingga puskesmas.
mempengaruhi persediaan obat di Puskesmas.
Penelitian Panut (2018) menyatakan bahwa UCAPAN TERIMA KASIH
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Ucapan terima kasih kami sampaikan
ketersediaan obat di antaranya ketersediaan kepada Badan Pengembangan dan
dana khususnya dana distribusi, tata kelola Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

MF Vol 17 No 3, 2021 309


Un Tualeka, et al

Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal


atas bantuan biaya penelitian. Kesehatan Holistik, 1 8: 6.
Kardela, W., Andrajati, R., dan Supardi, S., 2014.
DAFTAR PUSTAKA Perbandingan Penggunaan Obat Rasional
Bruno, O., Nyanchoka, O.A., Ondieki, M.C., dan Berdasarkan Indikator WHO di
Nyabayo, M.J., 2015. Availability of Puskesmas Kecamatan antara Kota
Essential Medicines and Supplies during Depok dan Jakarta Selatan. Jurnal
the Dual Pull-Push System of Drugs Kefarmasian Indonesia, 4 (2): 91–102.
Acquisition in Kaliro District, Uganda. Kemenkes RI, 2016. Peraturan Menteri
Journal of Pharmaceutical Care & Health Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 Tentang
Systems, S2: 006. Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Carolien, I., Fudholi, A., dan Endarti, D., 2017. Puskesmas. Kementerian Kesehatan
Evaluation Medicine Availability Before Republik Indonesia, Jakarta.
and After NHI Implementation at Health Marathe, S.R., Sardeshpande, N., dan Yakkundi,
Centers in Keerom District, Papua D., 2015. What Causes Medicine
Province. Jurnal Manajemen dan Praktik Shortages in Primary Health Centres?: A
Farmasi, 7 (1): 30–38. Case Study of Availability and Supply
Daulay, E.H., 2017. 'Analisis Kinerja Apoteker System of Medicines in Select PHCs from
Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pada Era Maharashtra. Journal of Health
Jaminan Kesehatan Nasional Di Management, 17: 86–97.
Puskesmas Kabupaten Brebes Provinsi Nyanwura, E.M. dan Esena, R.K., 2013. Essential
Jawa Tengah', Thesis. Universitas Gadjah Medicines Availability And Affordability:
Mada, Yogyakarta. A Case Study Of The Top Ten Registered
Depkes RI, 2002. Pedoman Supervisi Dan Diseases In Builsa District Of Ghana.
Evaluasi Ketersediaan Obat Publik Dan International Journal Of Scientific And
Perbekalan Kesehatan, second. ed. Technology Research, 2: 12.
Direktorat Yanfar dan Alkes Departemen Panut, I., 2018. 'Evaluasi Pengelolaan Obat Dan
Kesehatan RI, Jakarta. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Dinkes Malteng, 2018. Data Bezeeting Tenaga Di Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika,
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Papua', Thesis. Universitas Gadjah Mada,
Maluku Tengah Tahun 2018. Dinas Yogyakarta.
Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah, Rismalawati, Lestari, H., dan Ahmad, L.O.A.I.,
Masohi. 2015. Studi Manajemen Pengelolaan Obat
Ditjen Binfar Alkes, 2017. Petunjuk Teknis Tata Di Puskesmas Lawa Kabupaten Muna
Laksana Indikator Dit Tata Kelola Oblik Barat Tahun 2015. 9.
Dan Perbekkes. Kementerian Kesehatan Robiyanto, Nurmainah, dan Aspian, K., 2019.
Republik Indonesia, Jakarta. Keberadaan Tenaga Apoteker dan
Febreani, S.H. dan Chalidyanto, D., 2016. Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan
Pengelolaan Sediaan Obat Pada Logistik Kefarmasian di Puskesmas Wilayah Kota
Farmasi Rumah Sakit Umum Tipe B di Pontianak. Jurnal Sains Farmasi dan
Jawa Timur. Jurnal Administrasi Klinis, 06: 8.
Kesehatan Indonesia, 4: 136. Satibi, 2014. Manajemen Obat Di Rumah Sakit.
Hendri, D., Satibi, S., dan Endarti, D., 2018. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Evaluation of Pharmaceutical Service and Satibi, Daulay, H., Oviani, G.A., Erlianti, K.,
Management of Drug, Disposable Medical Fudholi, A., dan Puspandari, D.A., 2018a.
Supply, and Medical Equipment for Analisis Kinerja Apoteker dan Faktor
Poned of Brebes Regency. Jurnal Yang Mempengaruhi Pada Era Jaminan
Manajemen dan Praktik Farmasi, 8 (1): 1– Kesehatan Nasional di Puskesmas. Jurnal
9. Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 8: 7.
Indriawan, I., Wahyudi, W.T., dan Satibi, Fudholi, A., dan Rokhman, M.R., 2018b.
Rahayuningsih, A., 2014. Analisis Perbaikan Mutu Pelayanan Kefarmasian
Pengelolaan Obat di Puskesmas Gaya Di Puskesmas Untuk Meningkatkan
Baru V Kecamatan Bandar Surabaya Ketersediaan Obat dan Patien Safety Di

310 MF Vol 17 No 3, 2021


Analisis Ketersediaan Obat di Puskesmas Kabupaten Maluku Tengah

Era Jaminan Kesehatan Nasional, Laporan Jawa Timur. Jurnal Manajemen Dan
Penelitian. ed. Universitas Gadjah Mada, Pelayanan Farmasi, 9: 9.
Yogyakarta. Titani, M., 2015. 'Ketersediaan Obat Dan Faktor-
Suryagama, D., Satibi, dan Sumarni, 2019. faktor Yang Mempengaruhinya Di Rumah
Analisis Perencanaan dan Ketersediaan Sakit Swasta Pada Era Jaminan Kesehatan
Obat di Kabupaten dan Kota Provinsi Nasional Di Kota Yogyakarta', Thesis.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

MF Vol 17 No 3, 2021 311

Anda mungkin juga menyukai