Anda di halaman 1dari 13

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Universitas Setia Budi Surakarta: USB e-journal

Jurnal Farmasi Indonesia, November 2018, hal 135- 147 Vol. 15 No. 2
ISSN: 1693-8615 EISSN : 2302-4291 Online : http://ejurnal.setiabudi.ac.id/ojs/index.php/farmasi-indonesia/

Evaluasi Pengelolaan Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum


Daerah Provinsi NTB Tahun 2017

Drug Management Evaluation in Pharmacy Department of NTB Province


Regional Hospital during 2017 Period
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto
Universitas Setia Budi Surakarta
email : nuroktaviani8485@gmail.com

Abstrak
IFRS bertugas dalam pengelolaan obat yaitu tahap seleksi, perencanaan dan
pengadaan, distribusi dan penggunaan. Observasi pendahuluan menunjukkan permasalahan
adanya beberapa item obat yang tidak terpakai yang mengakibatkan terjadinya obat kadaluarsa
atau rusak di IFRSUD Provinsi NTB. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi pengelolaan obat
pada IFRSUD Provinsi NTB.
Rancangan penelitian deskriptif secara retrospektif dan concurrent. Data kuantitatif dan
kualitatif, disertai wawancara pihak terkait. Indikator pada tiap tahap pengelolaan obat diukur
menggunakan indikator Depkes RI, Pudjaningsih, Permenkes dan WHO dibandingkan penelitian
lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada beberapa tahap pengelolaan obat ada yang
belum sesuai standar yaitu: Tahap seleksi, kesesuaian dengan formularium nasional (96,7%),
perencanaan pengadaan, persentase alokasi dana yang tersedia (10,98%), persentase modal
dana yang tersedia dari dana yang dibutuhkan (54,66%), frekuensi kurang lengkapnya SP/Faktur
(30 kali), frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit (160 kali), persentase kesesuaian
antara perencanaan dengan kenyataan pakai obat (120,64%), distribusi, ketepatan data jumlah
obat pada kartu stok (73%), Turn Over Ratio (TOR) sebanyak (4,01 kali), persentase obat yang
rusak/kadaluarsa (2,8%), persentase stok mati (4%), penggunaan, jumlah item obat perlembar
resep (3,44 lembar), persentase antibiotik (11,78%), persentase obat injeksi (22,73%).. Hasil
yang sesuai standar yaitu tahap seleksi: kesesuaian dengan formularium rumah sakit;
pengadaan: frekuensi pengadaan tiap item obat pertahun dan secara EOQ; distribusi: tingkat
ketersediaan obat; penggunaan: persentase peresepan generik, persentase obat yang
diserahkan, persentase obat dilabeli lengkap dan rata-rata waktu yang digunakan melayani
resep.
Kata kunci : Pengelolaan obat, Indikator, Instalasi Farmasi RSUD Provinsi NTB

Abstract
IFRS is responsible for drug management, namely selection, planning and procurement,
distribution and use. Preliminary observations indicate of drug management problems in IFRSUD
Province NTB. The aim of the study was to evaluate of drug management in IFRSUD Province
NTB.
Descriptive research were taken retrospectively and concurrently. Data in the form of
quantitative and qualitative, accompanied by interviews of related parties. All stages of drug
management measured using the MOH RI indicator, Pudjaningsih, Permenkes and WHO then
compared with the results of other studies.
The results showed that the stage that did not meet the standards were: Selection,
conformity with the national formulary (96,7%), planning procurement, percentage of available
fund allocation (10,98%), namely the frequency of incomplete SP / Invoice (30 kali), percentage
of available capital funds with the total needed (54,66%), frequency of delay in payment by the
hospital against the agreed time (160 kali), the percentage of suitability between drug planning
and the reality of each drug (120,64%), distribution, the accuracy of the amount of drug data on
the automatic stock card of (73%),Turn Over Ratio (TOR) as much (4,01 times), percentage and
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto J. Farmasi Indonesia~136

value of drugs that were damaged / expired (2,8%), percentage of dead stock (4%), Usage,
number of drug items per recipe (3,44 sheets), percentage of antibiotic (11,78%), and percentage
of prescription injection drugs (22,73%).. The results are in accordance with the standards, the
stage of selection suitability with hospital formulary; procurement: frequency of procurement of
each drug item per year; distribution: namely drug availability level; use, percentage of
prescription with a generic name, percentage of drugs that can submitted, percentage of drug that
label, and the average time spent serving recipes.
Keywords: Drug Management, Indicators, Pharmacy Department of NTB Hospital.

PENDAHULUAN biaya obat di rumah sakit dapat


Rumah sakit adalah Institusi sebesar 40 % dari total biaya
pelayanan kesehatan yang kesehatan. Menurut Depkes RI,
menyelenggarakan pelayanan secara nasional biaya obat sebesar
kesehatan perorangan secara 40%-50% dari jumlah operasional
paripurna yang menyediakan pelayanan kesehatan. Mengingat
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan begitu pentingnya dana dan
gawat darurat. Pelayanan kesehatan kedudukan obat bagi rumah sakit,
paripurna adalah pelayanan kesehatan maka pengelolaannya harus
yang meliputi promotif, preventif, dilakukan secara efektif dan efisien
kuratif, dan rehabilitatif, untuk sehingga dapat memberikan manfaat
mendukung hal tersebut Instalasi yang sebesar-besarnya bagi pasien
Farmasi Rumah Sakit bertugas agar dan rumah sakit. Siklus manajemen
melangsungkan pelayanan farmasi obat mencakup 4 tahap, yaitu :
yang optimal, menyelenggarakan selection (seleksi), procurement
kegiatan pelayanan farmasi profesional (pengadaan), distribution (distribusi),
berdasarkan prosedur kefarmasian dan dan use (penggunaan). Masing-
etik profesi, melaksanakan Komunikasi, masing tahap dalam siklus
Informasi dan Edukasi (KIE), memberi manajemen obat saling terkait
pelayanan bermutu melalui analisa, sehingga harus dikelola dengan baik
dan evaluasi untuk meningkatkan mutu agar masing-masing dapat dikelola
pelayanan farmasi, melakukan secara optimal. Tahapan yang saling
pengawasan berdasarkan aturan- terkait dalam siklus manajemen obat
aturan yang berlaku, diperlukan suatu sistem suplai yang
menyelenggarakan pendidikan dan terorganisir agar kegiatan berjalan
pelatihan di bidang farmasi, baik dan saling mendukung sehingga
mengadakan penelitian dan ketersediaan obat dapat terjamin yang
pengembangan di bidang farmasi, mendukung pelayanan kesehatan
memfasilitasi dan mendorong dan menjadi sumber pendapatan
tersusunnya standar pengobatan dan rumah sakit yang potensial (Quick et
formularium rumah sakit (Depkes, al.,2012)
2009). Evaluasi pengelolaan obat di
Pengelolaan obat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
berhubungan erat dengan anggaran NTB perlu dilaksanakan, karena
dan belanja rumah sakit. Mengenai evaluasi pengelolaan obat di IFRSUD
137~Vol. 15 No. 2 Evaluasi Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Provinsi NTB belum pernah dilakukan. METODE PENELITIAN


Berdasarkan observasi awal yang Alat
dilakukan, permasalahan yang sering Data primer dan terhadap data
terjadi di IFRS Provinsi NTB adalah sekunder yang diambil dari dokumen
pada tahap seleksi masih ada beberapa dicatat dalam daftar cek atau mencatat
obat yang belum masuk Fornas dan langsung pada buku tulis. Pedoman
tahap pengadaan masih kecilnya wawancara, berupa daftar pertanyaan
anggaran dana obat, dan masih yang digunakan untuk mengumpulkan
tertundanya pembayaran tagihan oleh data primer dengan mewawancarai
RSUD Provinsi NTB pada distributor pihak yang terkait dengan pengelolaan
obat sehingga menyebabkan obat.
pembelian obat tidak bisa Bahan
dilaksanakan, pada tahap distribusi Data diambil dari data secara
masih terdapat beberapa item obat retrospektif pada tahun 2017 serta data
yang tidak terpakai, serta masih pada saat penelitian (concurrent).
terdapat beberapa yang kadaluarsa Bahan penelitian meliputi data primer
dan pada tahap penggunaan masih yang diperoleh dari observasi waktu
banyaknya penggunaan sediaan pelayanan, kartu stok dan resep,
injeksi. sedangkan data sekunder diperoleh
Ketidaklancaran pengelolaan dari dokumen berupa laporan
obat dapat memberi dampak negatif keuangan, laporan pembelian, surat
terhadap rumah sakit, maka perlu pesanan, faktur obat, laporan
dilakukan penelusuran terhadap persediaan obat, kartu stok, buku
gambaran pengelolaan dan formularium rumah sakit dan
manajemen pendukungnya agar dapat formularium nasional, laporan
diketahui permasalahan sehingga penggunaan obat generik/obat Fornas
dapat dilakukan upaya perbaikan dan Formularium Rumah Sakit, laporan
dalam rangka meningkatkan pelayanan perencanaan dan pemakaian obat
kesehatan kepada masyarakat. Depkes tahunan, buku pembelian, laporan obat
(2008) dalam Pedoman Supervisi Dan rusak/kadaluarsa, surat pesanan,
Evaluasi Obat Publik, Quick et al daftar rekanan.
(2012), Pujaningsih (1996), Permenkes Prosedur Penelitian
(2016) dan WHO (1993) dan Seleksi
menetapkan beberapa indikator Tahap seleksi di evaluasi
pengelolaan obat. Sejumlah indikator menggunakan indikator kesesuaian
pengelolaan obat yang dipilih dapat item obat yang disediakan rumah sakit
dilihat pada tabel I. terhadap formularium nasional 2016
Dari hasil perhitungan dengan dan formularium rumah sakit.
indikator tersebut kemudian dinilai Perencanaan dan pengadaan
apakah sudah sesuai standar Tahap perencanaan dan pengadaan di
pembanding indikator dan dari hasil evaluasi dengan indikator persentase
berbagai hasil penelitian. alokasi dana pengadaan obat yang
tersedia, persentase modal dana yang
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto J. Farmasi Indonesia~138

tersedia dengan keseluruhan dana yang diperlukan ketelitian KFT dalam seleksi
dibutuhkan, frekuensi kurang obat yang disesuaikan dengan
lengkapnya surat pesanan /faktur, formularium nasional. Persentase
frekuensi pengadaan tiap item obat kesesuaian obat yang tersedia dengan
pertahun, frekuensi tertundanya Formularium Rumah Sakit adalah
pembayaran oleh rumah sakit terhadap 86,1% sudah sesuai standar, menurut
waktu yang disepakati, persentase Permenkes untuk persyaratan
kesesuaian antara perencanaan obat akreditasi RS adalah 80% (Permenkes,
dengan masing –masing obat. 2014), hal ini karena Formularium
Distribusi Rumah Sakit belum diperbaharui yang
Tahap distribusi di evaluasi masih banyak terdapat obat-obat untuk
dengan indikator ketepatan data jumlah pasien umum.
obat pada kartu stok, Turn Over Ratio Perencanaan dan pengadaan
(TOR), persentase dan nilai obat yang Persentase alokasi dana pengadaan
kadaluarsa dan atau rusak, persentase obat yang tersedia
stok mati, tingkat ketersediaan obat. Persentase alokasi dana
Penggunaan pengadaan obat yang tersedia tahun
Tahap penggunaan di evaluasi 2017 adalah 10,98% belum efisien jika
dengan indikator jumlah item obat dibandingkan dengan nilai standar
perlembar resep, persentase peresepan berkisar 30-40% Depkes (2008).
nama generik, persentase peresepan Persentase modal dana yang tersedia
obat antibiotik, persentase peresepan dengan keseluruhan dana yang
obat injeksi, persentase obat yang dapat dibutuhkan
diserahkan, persentase obat yang Persentase modal dana
dilabeli dengan lengkap, rata-rata waktu yang tersedia dengan keseluruhan dana
yang digunakan untuk melayani resep. yang dibutuhkan adalah 54,66% belum
Managemen pendukung sesuai standar adalah 100% yang
Gambaran managemen ditetapkan oleh Depkes (2008) dan
pendukung diperoleh dari pengamatan dibandingkan dengan Penelitian Costa
selama penelitian dan data-data (2012) di RSUD Ungaran Kabupaten
pendukung yang terkait. Semarang sebesar 100%.
Frekuensi kurang lengkapnya Surat
HASIL DAN PEMBAHASAN Pesanan /Faktur
Seleksi Frekuensi kurang lengkapnya
Persentase kesesuaian obat yang Surat Pesanan /Faktur adalah 30 kali, hal
tersedia dengan Fornas adalah 96,7%. ini karena surat pesanan yang salah
Menurut Kementrian Kesehatan bahwa tidak langsung diperbaiki dan faktur yang
persentase kesesuaian obat dengan salah ada yang terlewatkan untuk
Fornas adalah 100% sebagai pedoman dikembalikan pada petugas PBF untuk
penyediaan obat untuk BPJS di fasilitas diperbaiki, hal ini melebihi dari standar
kesehatan RS (Kemenkes, 2016) Pudjaningsih (1996) yaitu 1-9 kali.
belum sesuai standar, dalam hal ini
139~Vol. 15 No. 2 Evaluasi Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Tabel 1. Indikator Pengelolaan Obat di Rumah sakit


Tahapan Indikator Tujuan Nilai Pembanding
Seleksi 1.Kesesuaian item obat Untuk mengetahui jumlah obat
yang tersedia di obat FORNAS yang tersedia 100%(Permenkes, 2016)
Formularium Nasional.

2. Kesesuaian item obat Untuk mengetahui jumlah obat 80%(Permenkes, 2014)


yang tersedia di FRS formularium RS yang tersedia
Pengadaan 1. Persentase alokasi Dana Untuk mengetahui seberapa 30-40%(Depkes, 2008)
pengadaan obat yang jauh persediaan dana RS
tersedia. memberikan dana kepada
IFRS
2. Persentase modal dana Untuk mengetahui sejauh 100%(Depkes, 2008)
yang tersedia dengan mana persediaan dana rumah
keseluruhan dana yang sakit memberikan dana
dibutuhkan. kepada farmasi
3. Frekuensi kurang Untuk mengetahui berapa kali 1-9 kali(Pudjaningsih,
lengkapnya SP/Faktur. terjadi kesalahan faktur 1996)

4. Frekuensi pengadaan Untuk mengetahui berapa kali Rendah < 12


tiap item obat pertahun. obat –obat tersebut dipesan x/tahun
dalam setahun Sedang 12-
24x/tahun
Tinggi >24x/tahun
dibandingkan
EOQ(Pudjaningsih,
1996)

5. Frekuensi tertundanya Untuk mengetahui kualitas 0-25 kali(Pudjaningsih,


pembayaran oleh rumah pembayaran oleh rumah sakit 1996)

sakit terhadap waktu


yang disepakati.

6. Persentase kesesuaian Untuk mengetahui ketepatan 100-


antara perencanaan obat perencanaan 120%(Pudjaningsih,
dengan kenyataan 1996)

masing-masing obat.
Distribusi 1. Ketepatan data jumlah Untuk mengetahui ketelitian 100%(Pudjaningsih,
obat pada kartu stok. petugas gudang 1996)

2. Turn Over Ratio (TOR). Untuk mengetahui perputaran 10-


modal dalam satu tahun 23kali(Pudjaningsih,
persediaan 1996)

3. Persentase dan nilai obat Untuk mengetahui besarnya 0-0,25%(Pudjaningsih,


yang kadaluarsa dan kerugian Rumah Sakit 1996)

atau rusak.
4. Persentase stok mati. Untuk mengetahui item obat 0%(Depkes, 2008)
selama 3 bulan tidak terpakai
5. Tingkat ketersediaan Untuk mengetahui kisaran 12-18 bulan(Depkes,
obat. kecukupan obat 2008)

Penggunaan 1. Jumlah item obat Untuk mengukur derajat 3,3(WHO,1993)


perlembar resep. Polifarmasi
2. Persentase peresepan Untuk mengukur peresepan 82-94%(WHO,1993)
dengan nama generik. obat generik.
3. Persentase peresepan Untuk mengukur penggunaan 22,7WHO,1993)
obat antibiotik. antibiotika.
4. Persentase peresepan Untuk mengukur penggunaan 17%WHO,1993)
obat injeksi. injeksi
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto J. Farmasi Indonesia~140

Tahapan Indikator Tujuan Nilai Pembanding


5. Persentase obat yang Untuk mengukur item obat 76-
dapat diserahkan. yang dapat diserahkan 100%(Pudjaningsih,
1996)

6. Persentase obat yang Untuk mengetahui 100%(Pudjaningsih,


dilabeli dengan lengkap. penguasaan pengawasan 1996)

tentang informasi pokok yang


harus ditulis pada etiket.
7. Rata-rata waktu yang Mengetahui tingkat kecepatan ≤60 menit
digunakan untuk pelayanan farmasi dirumah racikan ≤30 menit
melayani resep. sakit non racikan(Depkes,
2008)

Frekuensi pengadaan tiap item obat Frekuensi tertundanya pembayaran


pertahun oleh rumah sakit terhadap waktu yang
Frekuensi pengadaan tiap item disepakati
obat pertahun adalash 4,5-5× setahun Frekuensi tertundanya
dibandingkan dengan pengadaan melalui pembayaran oleh rumah sakit terhadap
metode Economic Order Quantity (EOQ) waktu yang disepakati adalah 50× artinya
adalah 14,5× setahun, ini disebabkan melebihi dari standar Pudjaningsih (1996)
karena rumah sakit yang pemesanannya 0-25 kali, hal ini disebabkan oleh lamanya
melalui sistem e-purchasing pembayaran klaim dana BPJS karena
menggunakan e-katalog pertigabulan pembayaran keuangan oleh rumah sakit
sekali ( Permenkes, 2014). menggunakan dana BLUD yaitu dari
pemasukan pembayaran klaim BPJS dan
pembayaran tunai.

Tabel 2. Hasil Pengamatan

Tahapan Indikator Jumlah Standar


Seleksi 1. Kesesuaian dengan Fornas KFT 96,7% 100%(Permenkes,2016)
2. Kesesuaian dengan FRS 86,1% 80%(Permenkes,2015)
Perencanaan 1. Persentase alokasi Dana pengadaan 10,98% 30-40%(Depkes, 2008)
dan obat yang tersedia
pengadaan 2. Persentase modal dana yang tersedia 54,66% 100%(Depkes,2008)
dengan keseluruhan dana yang
dibutuhkan
3. Frekuensi kurang lengkapnya 30 kali 1-9 x (Pudjaningsih,1996)
SP/Faktur
4. Frekuensi kenyataan pengadaan 4,5 x setahun Rendah < 12 x/tahun
Frekuensi kenyataan pengaadan 14,5 x setahun Sedang 12-
menurut EOQ 24x/tahun
Tinggi
>24x(Pudjaningsih,1996)
5. Frekuensi tertundanya pembayaran 50x 0-25 x (Pudjaningsih,1996)
oleh rumah sakit terhadap waktu yang
disepakati
6. Persentase kesesuaian antara 120,64% 100-120%
perencanaan obat dengan kenyataan (Pudjaningsih,1996)

masing-masing obat
141~Vol. 15 No. 2 Evaluasi Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Tahapan Indikator Jumlah Standar


Distribusi 1. Ketepatan data jumlah obat pada 73% 100%( Pudjaningsih,1996)
kartu stok
2. Turn Over Ratio (TOR). 4,01 kali 10-23x/pertahun
(Pudjaningsih,1996)

3. Persentase dan nilai obat yang 2,8% 0-0,25%(Pujadningsih,


kadaluarsa dan atau rusak 1996)

4. Persentase stok mati 4% 0%(Depkes,2008)

5. Tingkat ketersediaan obat 13,71 bulan


12-18 bulan
(Depkes,2008)

Penggunaan 1. Jumlah item obat perlembar resep 3,48 1,3-2,2(WHO.1993)


3,3(Quck,1997)
2. Persentase peresepan dengan nama 90,91% 82-94%(WHO,1993)
generik
3. Persentase peresepan obat antibiotik 11,78% 22,70%(WHO,1993)

4. Persentase peresepan obat injeksi 22,73% Seminal


mungkin(WHO,1993)
17%(Quick,1997)
5. Persentase obat yang dapat 99,02% 76-100%(
diserahkan. Pudjaningsih,1996)

6. Persentase obat yang dilabeli dengan 100% 100%(WHO,1993)


lengkap
7. Rata-rata waktu yang digunakan 08.00-10.00 ≤60 menit racikan
untuk melayani resep Racikan (12
menit) ≤30 menit non
Non racikan (5 racikan(Depkes,2008)
menit)
10.00-12.00
Racikan (16
menit)
Non racikan (7
menit)
12.00-14.00
Racikan (11
menit)
Non racikan (5
menit)

Persentase kesesuaian antara pemborosan dimana obat yang sudah


perencanaan obat dengan masing – dipesan tidak dapat terpakai lagi.
masing obat
Persentase kesesuaian Distribusi
perencanaan obat melebihi 100-120% Ketepatan data jumlah obat pada
yaitu 120,64% hal ini berarti perencanan kartu stok
obat masih perlu sedikit diperbaiki Ketepatan data jumlah obat
karena banyaknya dokter yang minta belum sesuai antara jumlah fisik obat
obat di luar perencanaan dan masih dengan kartu stok adalah 73%, hal ini
disetujui oleh IFRS sehingga terjadi dapat dikatakan bahwa administrasi
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto J. Farmasi Indonesia~142

digudang belum dilaksanakan secara dibandingkan dengan standar Depkes


optimal dan efisien karena Sistem (2008) yaitu 0%. Dari hasil wawancara
Informasi Manajemen (SIM) yang dengan petugas gudang hal ini
digunakan belum optimal sehingga disebabkan karena kurangnya
petugas gudang membutuhkan waktu ketelitian para pegawai IFRS dalam
yang lama dapat mencocokkan antara mencatat obat kadaluarsa dan stok
stok dan fisik obat melalui sistem opname, dan dalam pengadaan obat
kadang-kadang para petugas memilih pada tahun 2017 tidak memperhatikan
untuk menggunakan metode manual. RKO pada tahun sebelumnya,
sehingga ada sebagian obat yang
Turn Over Ratio (TOR) kadaluarsa/rusak, hal ini dapat terjadi
Nilai ITOR IFRSUD Provinsi juga karena persentase kesesuaian
NTB adalah 4,01 kali/pertahun masih antara perencanaan obat dengan
rendah, dan belum sesuai standar kenyataan pakai yang besar yaitu
dengan indikator Pudjaningsih (1996) melebihi 120,64% melebihi standar
yaitu 10-23 kali, hal ini dapat diartikan 100-120% sehingga banyak obat yang
bahwa secara ekonomi jumlah nilai mengalami stok mati, sama halnya juga
persediaan belum efisien dan kerugian bisa menyebabkan obat rusak dan
yang dapat terjadi yaitu dibutuhkannya kadaluarsa.
ruangan penyimpanan obat yang lebih
besar dan resikonya obat dapat Tingkat ketersediaan obat
tertumpuk dan rusak. Tingkat ketersediaan obat di
IFRSUD Provinsi NTB sebesar 13,71
Persentase dan nilai obat yang bulan dan sudah sesuai standar
kadaluarsa dan atau rusak menurut Depkes RI (2008) sebesar 12-
Persentase nilai obat 18 bulan, dimana dana pengadaan obat
kadaluarsa dan rusak sebesar 2,8% sangat terbatas sehingga
dimana nilai tersebut tidak sesuai mempengaruhi tingkat ketersediaan
dengan standar indikator Pudjaningsih obat, tingkat ketersediaan ini sudah
(1996) 0-0,25%. Dari hasil wawancara sesuai standar tetapi belum efisien
dengan bagian pengadaan dan kepala karena tingkat ketersediaan yang
gudang hal ini disebabkan karena banyak atau cukup tetapi belum
kurangnya ketelitian para pegawai dikelola dengan baik dan merata
IFRS dalam mencatat obat kadaluarsa sehingga ada yang menumpuk di slah
dan stok opname, dan dalam satu depo farmasi.
pengadaan obat pada tahun 2017 tidak
memperhatikan RKO pada tahun Penggunaan Jumlah item obat
sebelumnya, sehingga ada sebagian perlembar resep
obat yang kadaluarsa/rusak. Rata-rata jumlah item obat
perlembar resep di IFRSUD Provinsi
Persentase stok mati NTB yaitu sebesar 3,3 yang
Persentase stok mati sebesar menunjukkan bahwa terdapat indikasi
4%. Hasil yang diperoleh lebih tinggi polifarmasi. Jika dibandingkan dengan
143~Vol. 15 No. 2 Evaluasi Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

standar yang ditetapkan Quick yaitu Persentase peresepan obat injeksi.


sebesar 3,3 maka dapat dikatakan Persentase peresapan obat
bahwa pengelolaan obat di IFRSUD injeksi dirawat inap sebesar 22,73%
Provinsi NTB masih belum sesuai lebih tinggi dari standar di Indonesia
standar karena tiap lembar resepnya adalah 17%. Dari hasil wawancara dan
masih terdapat lebih resep obat dari pengamatan yang menggunakan
standar. Dalam hal ini bisa disebabkan injeksi bisa dilihat dari keadaan pasien
juga karena pasien mempunyai atau dari penyakitnya, misal untuk
beberapa komplikasi penyakit. pasien di IGD, pasien yang mual dan
muntah, sehingga menyebabkan
Persentase peresepan dengan nama banyaknya penggunaan injeksi. Untuk
generik meminimalisisr penggunaan injeksi
Persentase obat dengan nama yang terlalu banyak, pasien dari IGD
generik yang diresepkan di RSUD yang sudah dipindahkan di bangsal
Provinsi NTB menunjukkan angka apabila keadaan sudah membaik tetapi
sebesar 90,91%. Jika dibandingkan masih harus rawat jalan dapat diberikan
dengan standar yang ditetapkan oleh obat oral saja untuk mengurangi
WHO (1993) yaitu sebesar 82-94 % pemakaian injeksi.
karena maka di RSUD Provinsi NTB
penggunaan obat generik sudah sesuai Rata-rata waktu yang digunakan
standar hal ini disebabkan oleh adanya untuk melayani resep
kesadaran dokter untuk menulis resep Rata-rata waktu pelayanan
generik di fasilitas pelayanan resep yang digunakan mulai dari resep
kesehatan pemerintah. Hal ini masuk sampai penyerahan obat
menandakan kerjasama yang baik kepada pasien rawat jalan dibagi
antara profesi lain agar bisa menjadi 3 waktu yaitu dari pukul 08.00-
mendukung lancaranya pelayanan 10.00 WITA untuk resep racikan 12
farmasi pada pasien. menit, resep non racikan 5 menit. Pukul
10.00-12.00 untuk resep racikan 16
Persentase peresepan obat antibiotik menit, non racikan 7 menit. Pukul
Persentase peresepan 12.00-14.00 untuk resep racikan 11
antibiotik di RSUD Provinsi NTB menit, resep non racikan 5 menit. Rata-
sebesar 11,78 % lebih rendah rata waktu tunggu di IFRSUD Provinsi
dibandingkan WHO (1993) adalah NTB sudah sesuai dengan standar
sebesar 22,7%. Persentase peresepan indikator Depkes (2008) yaitu resep
menunjukkan hasil yang relatif efisien racikan ≤60 menit dan resep non
dan hal ini disebabkan oleh kesadaran racikan ≤30 menit.
dokter untuk menulis antibiotik sudah
bagus. Persentase peresepan antibiotik Persentase obat yang dapat
ini sudah sesuai dengan rekomendasi diserahkan
WHO dimana dokter tidak mudah Persentase obat yang dapat
meresepkan antibiotik untuk setiap diserahkan di IFRSUD Provinsi NTB
diagnosis penyakit. yaitu 99,02%, sudah memenuhi standar
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto J. Farmasi Indonesia~144

Pudjaningsih yaitu 76-100% (1996). mensukseskan Sistem Informasi


Dari hasil wawancara dengan petugas Manajemen yang akan dibangun,
depo ada beberapa resep yang ditulis dengan adanya integrasi antar semua
dokter tidak termasuk dalam Formurium bagian rumah sakit menjadi satu
Nasional dan Formularium Rumah kesatuan, akan membuat sistem
Sakit karena obatnya tidak tersedia berjalan dengan efektif dan efisien
IFRSUD Provinsi NTB sehingga sehingga kendala-kendala seperti
diberikan copy resep, sedangkan redudansi, re-entry dan tidak konsisten
berdasarkan Permenkes No.28 tahun pada data dapat dihindarkan, dengan
2014 bisa diberikan setelah ada harapan pengguna sistem memperoleh
rekomendasi dari ketua KFT dengan manfaat yang dapat dirasakan secara
persetujuan Komite medik atau langsung. Berdasarkan hasil
Kepala/Direktur Rumah Sakit, jika pengamatan, penggunaan manajemen
disetujui maka semua pasien diberikan strategis masih pada tingkat rumah
obat tersebut (walaupun harus sakit. Instalasi farmasi sudah
menunggu beberapa hari) dan pasien mempunyai visi dan misi tersendiri yang
dihubungi kembali untuk mengambil mencerminkan peran serta pelayanan
obat tersebut. di rumah sakit.

Persentase obat yang dilabeli dengan Keuangan


lengkap Hasil pengamatan untuk dana
Persentase obat dilabeli yang disediakan rumah sakit masih
dengan benar adalah 100% artinya nilai sangat minim untuk pembelian obat.
tersebut sudah memenuhi standar yang Pendapatan khusus di IFRS Umum
ditetapkan yaitu 100% (WHO,1993). Provinsi NTB sekarang ini tidak ada
Hal ini menandakan para pegawai di untuk pasien BPJS, karena
setiap depo IFRSUD Provinsi NTB telah pembayaran menggunakan sistem
melabeli etiket dengan benar, selain itu paket sedangkan untuk pasien umum
sebelum obat diserahkan kepada sudah sangat sedikit dan tidak
pasien selalu dilakukan pengecekan dilakukan pengamatan/pengambilan
kembali oleh apoteker sehingga dapat data.
mengurangi kesalahan dalam memberi
label pada etiket. Sistem Informasi Manajemen
Sistem Manajemen Informasi di
Managemen Pendukung RSUD Provinsi NTB sudah sepenuhnya
Organisasi menggunakan sistem informasi
Instalasi farmasi merupakan berbasis komputer. Penggunaan
bagian dari rumah sakit, hal yang perlu sistem informasi di instalasi farmasi
diperhatikan dalam suatu organisasi meliputi data pasien, data pemakaian
yaitu rumah sakit adanya faktor obat, daftar harga, data keluar masuk
pengalaman dalam membangun obat/stok otomatis tapi belum optimal
pekerjaan yang sama, dan peran serta penggunaannya, terkadang masih
semua bagian dalam rumah sakit untuk menggunakan cara manual.
145~Vol. 15 No. 2 Evaluasi Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Sumber Daya Manusia DAFTAR PUSTAKA


Sumber daya manusia Di Instalasi Budiono,S.Suryawati,S.Sulanto,S.D.,1
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah 999,Manajemen Obat Rumah
Propinsi NTB sudah cukup memadai Sakit : Kumpulan Modul,33-36,
yaitu sebanyak 47 orang yang terdiri Program Pendidikan
dari Apoteker S2 Farmasi Klinik 2 Pascasarjana, Magister
orang, Apoteker S2 Manajemen 1 manajemen Rumah Sakit,
orang, Apoteker 12 orang, Asisten Fakultas Kedokteran, UGM :
Apoteker 30 orang dan SMA 2 orang. Yogyakarta.
Dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia rumah sakit memberi Departemen Kesehatan RI 1992. Surat
kesempatan bagi para anggotanya Keputusan Menteri Republik
untuk mengikuti berbagai program Indonesia No.983/MENKES/SK
seminar pendidikan dan pelatihan baik XI/1992 Tentang Pelayanan
yang diadakan oleh pihak rumah sakit Farmasi Ditetapkan Pada
ataupun dirumah sakit lain dan instansi Tanggal 28 Desember 2017
pendidikan. Dan Mulai Berlaku Pada
Tanggal 1 April 2018.
KESIMPULAN
Tahap seleksi yang sudah sesuai Departemen Kesehatan RI, 2006.
standar adalah kesesuaian item obat Keputusan Menteri Kesehatan
dengan Formularium RS (86,1%), RI Nomor Nomor
tahap perencanaan dan pengadaan 189/Menkes/Sk/III/2006
yang yang sudah sesuai standar adalah Tentang Kebijakan Obat
frekuensi pengadaan tiap item obat Nasional. Jakarta.
pertahun (4,5 kali), tahap distribusi
Departemen Kesehatan RI., 2008a.
yang sudah sesuai standar adalah
Keputusan Menteri Kesehatan
tingkat ketersediaan obat (13,71 bulan),
RINomor129/Menkes/Sk/II/200
tahap penggunaan yang sudah sesuai
8 Tentang Standar Pelayanan
standar adalah persentase peresepan
Minimal Rumah Sakit,
dengan nama generik (90,91%),
Departemen Kesehatan
persentase obat yang dapat diserahkan
Republik Indonesia, Jakarta
(99,02%), persentase obat yang dilabeli
dengan lengkap (100%) dan rata-rata Departemen Kesehatan RI., 2008b,
waktu yang digunakan melayani resep Pedoman Perbekalan Farmasi
dibagi menjadi 3 waktu yaitu pukul di Rumah Sakit, Direktorat
08.00-10.00 resep racikan (12 menit) Jedral Pelayanan Kefarmasian
non racikan (4,5 menit); pukul 10.00- dan Alat Kesehatan
12.00 resep racikan (16 menit) non Departemen Kesehatan
racikan (7 menit); pukul 12.00-14.00 Republik Indonesia, Jakarta.
resep racikan (11 menit) non racikan (5
menit). Departemen Kesehatan RI., 2009,
Undang-Undang no.44 tentang
Nur Oktaviani, Gunawan Pamudji, Y.Kristanto J. Farmasi Indonesia~146

Rumah Sakit, Direktorat Jedral No. 72 Tahun 2016, Direktorat


Pelayanan Kefarmasian dan Jendral Pelayanan Kefarmasian
Alat Kesehatan Departemen dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. Pudjaningsih., D, 2006,
Pengembangan Indikator
Departemen Kesehatan RI., 2010, Efisiensi Pengelolaan Obat di
Keputusan Menteri Kesehatan Farmasi Rumah Sakit. Jurnal
Republik Indonesia Nomor Logika 3.16-25.
1455/MENKES/SK/2010
tentang Formularium Program Permenkes RI., 2010, Tentang
Jaminan Kesehatan Kewajiban Menggunakan Obat
Masyarakat, Departemen Generik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Republik Indonesia, Kesehatan Pemerintah.
Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.
Costa da Inacio, 2017. Evaluasi HK.02.02/Menkes/068/2010.
pengelolaan obat di Instalasi Menteri Kesehatan Republik
Farmasi RSUD Ungaran Indonesia, Jakarta.
Kabupaten Semarang Tahun
2016, Jawa Tengah. Permenkes RI., 2013, Tentang
Petunjuk Pelaksanaan
Fakhriadi A., Marchaban., dan Pengadaan Obat Dengan
Pudjaningsih D. 2011, Analisis Prosedur E-Purchasing
Pengengelolaan Obat Di Berdasarkan E-catalogue,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Peraturan Menteri Kesehatan
Pku Muhammadiyah Republik Indonesia No. 48
Temanggung Tahun 2006, 2007 Tahun 2013, Menteri Kesehatan
Dan 2008, Journal Of Republik Indonesia, Jakarta.
Management And Pharmacy
Practice. Permenkes RI., 2011, Tentang Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS)
Kemenkes RI., 2014, Tentang Standar nomor 1171/Menkes/PER/VI/
Pelayanan Farmasi di Rumah 2011, Menteri Kesehatan
Sakit, Keputusan Menteri Republik Indonesia, Jakarta.
Kesehatan Republik Indonesia
No. 58 Tahun 2014, Direktorat Quick D.J., Raukin J.R., Laing, RO.,
Jendral Pelayanan Kefarmasian O’Conner RW., Horgerzeil,H.V.,
dan Alat Kesehatan, Jakarta. Dukes,M.N.G and Garnet, A.
1997. Managing Drug Supply
Kemenkes RI., 2016, Tentang Standar 2nd edition, 378-482, ,
Pelayanan Farmasi di Rumah Kumarian Press, West Hartford.
Sakit, Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
147~Vol. 15 No. 2 Evaluasi Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB

Quick D.J., Hume, M.L.O., Raukin J.R.,


Laing, RO., O’Conner RW.,
2012. Managing Drug Supply
the Selection, Procurement,
Distribution, and Use of
Pharmaceutical. Second
edition. Revised and Expaded,
Kumarian Press, West Hartford.

WHO, 1993 Tentang How To


Investigate Drug Use In Health
Facilities,Selected Drug Use
Indicator, Geneva

Anda mungkin juga menyukai