Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ORGANISASI TERHADAP SIKLUS MANAJEMEN OBAT

ESSAY
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Farmasi

DISUSUN OLEH :

1. Okvi Tri Adelia Risa Kinanti (18020200002)


2. Vinka Lufitasari (18020200029)
3. Shaffa Tasya Salsabillah (18020200050)
4. Zumrotul Kharimah (18020200056)
5. Siti Komariyah (18020200066)
6. Anis Aprelia Tri Wijayanti (18020200073)
7. Mandini Sukmawati (18020201083)
8. Edi Prasetiyo (18020201092)
9. Widiana Ayu Wulansari (18020201093)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA

SIDOARJO

2021
PENDAHULUAN

Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, disebutkan
pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud (Depkes RI, 2009).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1996, belanja obat merupakan
anggaran terbesar biaya kesehatan. Di Indonesia biaya obat berkisar 40 persen anggaran
kesehatan, namun sebagian besar dari populasi mungkin tidak memiliki akses terhadap obat
esensial. Dana yang tersedia terbatas dan sering dihabiskan untuk obat tidak efektif, tidak
perlu, atau bahkan berbahaya. (Depkes RI, 2002).

Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan komponen terakhir dari rantai pasokan


farmasi. Pengelolaan obat di tingkat pusat langsung mempengaruhi kualitas kesehatan. Jika
obat-obatan secara konsisten tidak tersedia, pasien menderita dan anggota staf kehilangan
motivasi. Semua orang kehilangan kepercayaan dalam sistem kesehatan, dan kehadiran
pasien menurun. Pengelolaan obat konstan dapat mempromosikan pelayanan kesehatan
yang efektif, membangkitkan rasa percaya di fasilitas kesehatan, dan memberikan kontribusi
untuk kepuasan kerja dan harga diri pekerja. (Sallet, 2012).

Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses oleh
seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi dan
pemerataan distribusi, meningkatkan kehadiran obat esensial di fasilitas kesehatan,
penggunaan obat rasional oleh masyarakat. (Embrey, 2012).

1
Ketersediaan obat didukung oleh industri farmasi yang berjumlah sekitar 204
perusahaan dan 90% berlokasi di pulau Jawa, telah dapat memproduksi 98% kebutuhan obat
nasional, namun sebagian besar bahan baku masih di impor. Ketergantungan terhadap impor
bahan baku obat ini dapat menyebabkan tidak stabilnya penyediaan obat nasional dan
mengakibatkan fluktuasi harga obat. (Depkes RI, 2006).

Dengan telah terbangunnya sistem E-Catalogue Obat, maka seluruh Satuan Kerja di
bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam pengadaan
obat baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program kesehatan lainnya
tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem E-
Catalogue obat dengan prosedur E-Purchasing. Dengan adanya perubahan sistem pengadaan
obat ini, diperlukan proses adaptasi baik pada satuan kerja sebagai pengguna, industri
sebagai penyedia obat, dan distributor. Hal ini mempengaruhi pengadaan obat di setiap
jenjang dan berdampak pada ketersediaan obat.

Menurut Terry dan Leslie (2010), menjelaskan bahwa manajemen adalah suatu proses
atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-
orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen
merupakan suatu proses yang khas yang terdiri atas tindakan tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Manajemen puskesmas adalah suatu proses yang dilakukan guna mencapai tujuan
puskesmas. Dimana untuk mencapai tujuan puskesmas secara efektif dan efisien, pimpinan
puskesmas dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen secara
terorganisasi,berurutan dan berkesinambungan (Sutisna, 2011).

Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang


bekerja secara sinergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif.
Manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan diatas merupakan satu kesatuan
yang saling terkait dan berkesinambungan satu dengan lainnya (Depkes RI, 2004).

2
Pengertian pengelolaan obat adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dari
kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai
tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu
tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung
pelayanan yang bermutu. (Anief, 2007).

Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses oleh
seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi dan
pemerataan distribusi, meningkatkan kehadiran obat esensial di fasilitas kesehatan,
penggunaan obat rasional oleh masyarakat. (Embrey, 2012).

Siklus pengelolaan obat meliputi seleksi, pengadaan, distribusi, dan penggunaan


dengan dukungan manajemen dalam organisasi, keuangan dan manajemen informasi serta
sumber daya manusia. Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem
pendukung pengelolaan tersebut di atas didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau
peraturan perundangan (legal framework) serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan
petugas kesehatan terhadap program dalam bidang obat dan pengobatan.Berikut ini adalah
siklus manajemen pengelolaan obat (Febriawati, 2013).

PEMBAHASAN

1. Perencanaan Obat

Perencanaan dan penetapan kebutuhan merupakan langkah awal dalam proses


pengelolaan obat. Dalam Permenkes No. 58 Tahun 2014 perencanaan kebutuhan
merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan obat sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat waktu,
tepat jumlah dan efisien.

Perencanaan kebutuhan obat untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap periode


dilaksanakan oleh Tim Perencana Obat dan Perbekalan Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan
data pemakaian obat dengan mengunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan
kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.

3
2. Penganggaran

Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung terlaksananya suatu proses.
Proses akan berjalan sesuai dengan keinginan apabila didukung penuh dari segi
pendanaannya. Begitu juga dengan pelayanan yang ada di RSUD, pelayanan kesehatan
akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pendanaan yang memadai.

Dengan tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam proses perencanaan


dan pengadaan obat. Dengan anggaran yang cukup maka kebutuhan obat akan terpenuhi
dengan baik, sebaliknya jika anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat terbatas
maka pelayanan kefarmasian rumah sakit akan terganggu. Pernyataan ini sesuai dengan
pedoman perbekalan kefarmasian yang dibuat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan 2010 yang menyebutkan bahwa salah satu komponen penunjang yang sangat
vital dalam pengelolaan perbekalan farmasi adalah ketersediaan anggaran yang memadai
dan sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
Disamping karena perencanaan obat yang dilakukan kurang baik maka akan berimbas pada
penentuan anggaran yang digunakan untuk belanja obat-obatan.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan suatu kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah


direncanakan dan disetujui melalui pembelian obat ke distributor. Tujuan pengadaan
adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu
yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008). Di RSUD yang terlibat di
bagian pengadaan adalah kepala instalasi farmasi, kepala gudang farmasi, kasubid logistik
dan kasubid penunjang medik.

Hasil paparan beberapa informan dan pengamatan dokumen, pengadaan dilakukan


dengan sistem e-purchasing dan pembelian langsung ke distributor. Sistem e-purchasing
obat yang masuk dalam daftar e-cataloq dilakukan agar mempermudah petugas dalam
melakukan pembelian, karena barang atau obat yang akan dibeli dalam e-catalog sudah
memuat daftar, jenis, dan spesifikasi termasuk harga obat tersebut. Dalam penelitian
Sumangkut dan Jansen (2014) menyebutkan hal yang sama yaitu pengadaan secara e-
purchasing dilakukan secara langsung kepada penyedia barang, pengadaan seperti ini

4
untuk mempermudah petugas dalam melakukan pemesanan barang kepada penyedia
barang.

Penelitian Wibowo, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa manfaat dari pengadaan
melalui e-purchasing adalah membuat efisiensi dari sisi biaya yang dibutuhkan relatif tidak
banyak, dan membutuhkan lebih sedikit waktu, tenaga, dan biaya. Akan tetapi sistem
pengadaan terkadang sering terjadi masalah pada jenis, jumlah obat yang tidak tersedia
dan harga obat yang tidak sesuai dengan perencanaan. Untuk frekuensi kegiatan
pengadaan obat dilakukan satu bulan sekali bahkan dapat dilakukan seminggu sekali
pemesanan tergantung dengan pergerakan obatnya. Sesuai dengan pernyataan semua
informan yang menyatakan bahwa pengadaan persediaan obat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan diadakan satu kali dalam satu bulan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa obat juga dapat diadakan setiap minggu, mengingat permintaan kebutuhan yang
tinggi.

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dan menempatkan


perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk
memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung
jawab, menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan (Dirjend Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian melalui survei diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan


penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur
menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Artinya
dalam penyusunan, obat-obatan yang baru datang diletakkan dibelakang dan obat-obatan
yang lama diletakkan di bagian depan dan obat-obatan yang dekat tanggal kadaluarsa di
letakkan di depan sedangkan obat-obatan yang tanggal kadaluarasa masih lama diletakkan
di belakang.

5
5. Pendistribusian

Pendistribusian obat mencakup kegiatan pengeluaran dan pengiriman obat-batan yang


bermutu, terjamin keabsahannya serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata
dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan, diperoleh kesimpulan bahwa obat yang berada di puskesmas
nantinya akan didistribusikan ke Pustu, Poskesdes dan Polindes. Penyaluran obat juga
dilakukan di bagian sub-sub puskesmas seperti, (UGD), ruang rawat inap, ruang poli umum
dan poli gigi. (Kemenkes, 2010).

Cara distribusi obat yang baik adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan
obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Prinsip-prinsip Cara distriubsi obat yang baik
berlaku untuk aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat
dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.

6. Supervisi dan Evaluasi Manajemen Obat


Supervisi berasal dari kata super (lebih tinggi) dan vision (melihat) sehingga secara
umum dapat diartikan sebagai mengawasi dari atas atau oleh atasan. Supervisi dalam
pengertian manajemen memiliki pengertian yang lebih luas, karena istilah yang digunakan
adalah mengawasi dan bukan melihat, ini bukan dilakukan secara kebetulan. Mengawasi
dalam arti bahasa Indonesia adalah mengamati dan menjaga jadi bukan hanya mengamati
saja, akan tetapi memiliki pengertian menjaga.

Supervisi ditujukan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan
sesuai dengan pedoman yang berlaku. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu
kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi
dapat langsung dibahas dengan yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan dapat
mengetahui kondisinya.

Proses pendistribusian obat di RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur dilakukan


dengan sistem desentralisasi yaitu pendistribusian obat dari gudang farmasi ke farmasi rawat
jalan, farmasi rawat inap, Depo OK dan ruang rawat inap untuk bahan habis pakai.
Permintaan setiap unit akan obat semua ditujukan ke gudang farmasi. Pendistribusian
obatobatan ke unit-unit rumah sakit di pusatkan di gudang tujuannya adalah untuk

6
memudahkan pendataan dan pengontrolan terhadap obat-obatan yang dikeluarkan Jika stok
obat di farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap, Depo OK dan IGD tersebut sudah habis atau
sedikit jumlahnya, maka akan melakukan permintaan ke gudang farmasi yang disertai
dengan bukti berupa surat permintaan obat.

Dalam proses pendistribusian obat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya jumlah


permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang jumlahnya memungkinkan, maka bisa
dilakukan pendistribusian ke unit tersebut, akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya
tidak memungkinkan untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan, maka obat yang
disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan bahkan tidak dapat dilakukan distribusi
karena obat yang diminta kosong

Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program danmemperoleh


informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta
biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari
dampak program. Tujuan evaluasi antara lain :

a. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang berjalan


dan mencari solusinya.
b. Memprediksi kegunaan dari pengembangan program dan memperbaikinya.
c. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
d. Meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi.
e. Mengetahui kesesuaian antara sasaran yang diinginkan dengan hasil yang
dicapai.

Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara
lingkungan program dan waktu evaluasi yaitu :

a. Evaluasi formatif yang dilakukan selama berlangsungnya kegiatan program. Evaluasi


ini bertujuan untuk melihat dimensi kegiatan program yang melengkapi informasi
untuk perbaikan program.
b. Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu untuk
menetapkan ikhtisar program, termasuk informasi outcome, keberhasilan dan
kegagalan program.

7
c. Evaluasi penelitian adalah suatu proses penelitian kegiatan yang sebenarnya dari
suatu program, agar diketemukan hal-hal yang tidak tampak dalam pelaksanaan
program.
d. Evaluasi presumtif yang didasarkan pada tendensi yang menganggap bahwa jika
kegiatan tertentu dilakukan oleh orang tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan
yang tepat, dan jika bertambahnya anggaran sesuai dengan perkiraan, maka program
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Analisa dan evaluasi terhadap hasil-
hasil monitoring ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa mutu hasil kerja dari
petugas mencapai apa yang diinginkan.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu kondisi yang diharapkan dengan
kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi dapat langsung dibahas dengan
yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan dapat mengetahui kondisinya. Dapatkan
kesepakatan dan kemudian coba dibahas langkah-langkah apa yang akan dapat
dipergunakan untuk membantu yang bersangkutan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Proses evaluasi dapat dilihat sebagai 5 (lima) langkah model umpan balik, yang masing-
masing langkah adalah :
a. Penetapan apa yang harus diukur. Manajemen puncak menetapkan proses pelaksanaan
dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil pelaksanaan harus
dapat diukur dalam kaitannya dengan tujuan.
b. Pembuatan standar kinerja. Standar digunakan untuk mengukur kinerja merupakan
suatu rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat mengukur apa yang
mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan.
c. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang tepat.
d. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar. Jika hasil kinerja yang aktual berada
di dalam kisaran toleransi maka pengukuran dihentikan.
e. Melakukan tindakan korektif. Jika hasil kinerja aktual berada di luar kisaran toleransi,
harus dilakukan koreksi untuk deviasi yang terjadi.

8
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Tim perencanaan obat belum berjalan dengan efektif dan efisien. Pertemuan/Rapat
kerja penyusunan kebutuhan obat hanya satu kali setahun, kurangnya koordinasi tim
perencanaan obat dan tidak pernah dilakukan pelatihan terhadap petugas pengelolaan
obat puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan
perencanaan antara lain tahap pemilihan obat, tahap kompilasi dan tahap penghitungan
obat. Namun tidak semua berjalan dengan baik, diantaranya sering terjadi
keterlambatan dalam laporan data pemakaian obat (LPLPO), tidak semua jenis obat
dapat diakomodir oleh Dinas Kesehatan dan jumlahnya tidak sesuai permintaan
Puskesmas.
2. Pengadaan obat berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang perubahan
keempat atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa
Pemerintah, namun dalam pelaksanaannya menghadapi beberapa masalah seperti
masih terdapat jenis obat yang tidak dapat dipenuhi oleh rekanan disebabkan jenis obat
tersebut tidak ada stok atau barang habis. Waktu pengadaan dan kedatangan obat
kadang kadang masih belum mengikuti ketepatan waktu yang disepakati pada isi
perjanjian kontrak. Penerimaan dan pemeriksaan obat dilakukan pada saat kedatangan
obat di Gudang Farmasi, sementara pemeriksaan obat di Puskesmas dilakukan pada
saat penerimaan obat dari gudang farmasi kepada petugas obat puskesmas. Pada saat
penerimaan masih terdapat obat yang hampir kadaluwarsa.
3. Penyimpanan obat dilakukan di Gudang Farmasi. Pengaturan tata ruang masih kurang
baik dan masih terjadi penumpukan obat. Masih terdapat obat kadaluwarsa dan
beberapa jenis obat yang tidak pernah digunakan. Penyusunan stok obat belum
seluruhnya menerapkan prinsip FIFO dan FEFO. Pencatatan dan pelaporan belum
lengkap sehingga tidak dapat digunakan untuk pemantauan persediaan obat.
Pengamanan mutu obat belum dilaksanakan dengan baik.
4. Pendistribusian obat belum berjalan dengan baik. Masih terdapat jumlah dan jenis obat
yang tidak sesuai permintaan Puskesmas. Pendistribusian obat-obatan dari Dinkes ke

9
Puskesmas dilaksanakan dengan cara mengambil langsung ke Gudang Farmasi, setelah
itu Puskesmas menyalurkan ke Pustu, Polindes, dan bidan desa.
5. Kegiatan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas belum berjalan dengan
efektif dan efisien. Pembinaan dan Pelatihan pengelolaan obat di Puskesmas belum
dilaksanakan akibatnya pengelolaan obat di Puskesmas belum berjalan dengan baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Apriyanti, Gandjar, Satibi. 2011. Evaluasi Pengadaan dan Ketersediaan Obat di


RSUD Hadji Boejasin Pelaihari Tahun 2006-2008, Tesis. Universitas Gadjah Mada,
Jogjakarta.

Bungin, B., 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi. Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan
Ilmu Sosial Lainnya, Edisi pertama, Cetakan ke-2, Jakarta: Kencana. Cheng and
Whittemore. 2008. An Engineering Approach to Improving Hospital Supply Chains.
USA.

Clark, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for Health
Drug Supply, Kumarian Press.

Dinkes Kota Lhokseumawe. 2014. Profil Kesehatan Tahun 2014. Lhokseumawe.

Embrey, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for Health
Drug Supply, Kumarian Press.

Hasibuan, SP., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bumi Aksara.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai