ESSAY
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Farmasi
DISUSUN OLEH :
SIDOARJO
2021
PENDAHULUAN
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, disebutkan
pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud (Depkes RI, 2009).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1996, belanja obat merupakan
anggaran terbesar biaya kesehatan. Di Indonesia biaya obat berkisar 40 persen anggaran
kesehatan, namun sebagian besar dari populasi mungkin tidak memiliki akses terhadap obat
esensial. Dana yang tersedia terbatas dan sering dihabiskan untuk obat tidak efektif, tidak
perlu, atau bahkan berbahaya. (Depkes RI, 2002).
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses oleh
seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi dan
pemerataan distribusi, meningkatkan kehadiran obat esensial di fasilitas kesehatan,
penggunaan obat rasional oleh masyarakat. (Embrey, 2012).
1
Ketersediaan obat didukung oleh industri farmasi yang berjumlah sekitar 204
perusahaan dan 90% berlokasi di pulau Jawa, telah dapat memproduksi 98% kebutuhan obat
nasional, namun sebagian besar bahan baku masih di impor. Ketergantungan terhadap impor
bahan baku obat ini dapat menyebabkan tidak stabilnya penyediaan obat nasional dan
mengakibatkan fluktuasi harga obat. (Depkes RI, 2006).
Dengan telah terbangunnya sistem E-Catalogue Obat, maka seluruh Satuan Kerja di
bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam pengadaan
obat baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program kesehatan lainnya
tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem E-
Catalogue obat dengan prosedur E-Purchasing. Dengan adanya perubahan sistem pengadaan
obat ini, diperlukan proses adaptasi baik pada satuan kerja sebagai pengguna, industri
sebagai penyedia obat, dan distributor. Hal ini mempengaruhi pengadaan obat di setiap
jenjang dan berdampak pada ketersediaan obat.
Menurut Terry dan Leslie (2010), menjelaskan bahwa manajemen adalah suatu proses
atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-
orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen
merupakan suatu proses yang khas yang terdiri atas tindakan tindakan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan
melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Manajemen puskesmas adalah suatu proses yang dilakukan guna mencapai tujuan
puskesmas. Dimana untuk mencapai tujuan puskesmas secara efektif dan efisien, pimpinan
puskesmas dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen secara
terorganisasi,berurutan dan berkesinambungan (Sutisna, 2011).
2
Pengertian pengelolaan obat adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dari
kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai
tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu
tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung
pelayanan yang bermutu. (Anief, 2007).
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat esensial dan dapat diakses oleh
seluruh penduduk, menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat yang diproduksi dan
pemerataan distribusi, meningkatkan kehadiran obat esensial di fasilitas kesehatan,
penggunaan obat rasional oleh masyarakat. (Embrey, 2012).
PEMBAHASAN
1. Perencanaan Obat
3
2. Penganggaran
Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung terlaksananya suatu proses.
Proses akan berjalan sesuai dengan keinginan apabila didukung penuh dari segi
pendanaannya. Begitu juga dengan pelayanan yang ada di RSUD, pelayanan kesehatan
akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pendanaan yang memadai.
3. Pengadaan
4
untuk mempermudah petugas dalam melakukan pemesanan barang kepada penyedia
barang.
Penelitian Wibowo, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa manfaat dari pengadaan
melalui e-purchasing adalah membuat efisiensi dari sisi biaya yang dibutuhkan relatif tidak
banyak, dan membutuhkan lebih sedikit waktu, tenaga, dan biaya. Akan tetapi sistem
pengadaan terkadang sering terjadi masalah pada jenis, jumlah obat yang tidak tersedia
dan harga obat yang tidak sesuai dengan perencanaan. Untuk frekuensi kegiatan
pengadaan obat dilakukan satu bulan sekali bahkan dapat dilakukan seminggu sekali
pemesanan tergantung dengan pergerakan obatnya. Sesuai dengan pernyataan semua
informan yang menyatakan bahwa pengadaan persediaan obat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan diadakan satu kali dalam satu bulan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa obat juga dapat diadakan setiap minggu, mengingat permintaan kebutuhan yang
tinggi.
4. Penyimpanan
5
5. Pendistribusian
Cara distribusi obat yang baik adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan
obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Prinsip-prinsip Cara distriubsi obat yang baik
berlaku untuk aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat
dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.
Supervisi ditujukan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan
sesuai dengan pedoman yang berlaku. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu
kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi
dapat langsung dibahas dengan yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan dapat
mengetahui kondisinya.
6
memudahkan pendataan dan pengontrolan terhadap obat-obatan yang dikeluarkan Jika stok
obat di farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap, Depo OK dan IGD tersebut sudah habis atau
sedikit jumlahnya, maka akan melakukan permintaan ke gudang farmasi yang disertai
dengan bukti berupa surat permintaan obat.
Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara
lingkungan program dan waktu evaluasi yaitu :
7
c. Evaluasi penelitian adalah suatu proses penelitian kegiatan yang sebenarnya dari
suatu program, agar diketemukan hal-hal yang tidak tampak dalam pelaksanaan
program.
d. Evaluasi presumtif yang didasarkan pada tendensi yang menganggap bahwa jika
kegiatan tertentu dilakukan oleh orang tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan
yang tepat, dan jika bertambahnya anggaran sesuai dengan perkiraan, maka program
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Analisa dan evaluasi terhadap hasil-
hasil monitoring ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa mutu hasil kerja dari
petugas mencapai apa yang diinginkan.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu kondisi yang diharapkan dengan
kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari hasil supervisi dapat langsung dibahas dengan
yang bersangkutan sehingga yang bersangkutan dapat mengetahui kondisinya. Dapatkan
kesepakatan dan kemudian coba dibahas langkah-langkah apa yang akan dapat
dipergunakan untuk membantu yang bersangkutan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Proses evaluasi dapat dilihat sebagai 5 (lima) langkah model umpan balik, yang masing-
masing langkah adalah :
a. Penetapan apa yang harus diukur. Manajemen puncak menetapkan proses pelaksanaan
dan hasil mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil pelaksanaan harus
dapat diukur dalam kaitannya dengan tujuan.
b. Pembuatan standar kinerja. Standar digunakan untuk mengukur kinerja merupakan
suatu rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat mengukur apa yang
mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan.
c. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang tepat.
d. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar. Jika hasil kinerja yang aktual berada
di dalam kisaran toleransi maka pengukuran dihentikan.
e. Melakukan tindakan korektif. Jika hasil kinerja aktual berada di luar kisaran toleransi,
harus dilakukan koreksi untuk deviasi yang terjadi.
8
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Tim perencanaan obat belum berjalan dengan efektif dan efisien. Pertemuan/Rapat
kerja penyusunan kebutuhan obat hanya satu kali setahun, kurangnya koordinasi tim
perencanaan obat dan tidak pernah dilakukan pelatihan terhadap petugas pengelolaan
obat puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan
perencanaan antara lain tahap pemilihan obat, tahap kompilasi dan tahap penghitungan
obat. Namun tidak semua berjalan dengan baik, diantaranya sering terjadi
keterlambatan dalam laporan data pemakaian obat (LPLPO), tidak semua jenis obat
dapat diakomodir oleh Dinas Kesehatan dan jumlahnya tidak sesuai permintaan
Puskesmas.
2. Pengadaan obat berdasarkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang perubahan
keempat atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa
Pemerintah, namun dalam pelaksanaannya menghadapi beberapa masalah seperti
masih terdapat jenis obat yang tidak dapat dipenuhi oleh rekanan disebabkan jenis obat
tersebut tidak ada stok atau barang habis. Waktu pengadaan dan kedatangan obat
kadang kadang masih belum mengikuti ketepatan waktu yang disepakati pada isi
perjanjian kontrak. Penerimaan dan pemeriksaan obat dilakukan pada saat kedatangan
obat di Gudang Farmasi, sementara pemeriksaan obat di Puskesmas dilakukan pada
saat penerimaan obat dari gudang farmasi kepada petugas obat puskesmas. Pada saat
penerimaan masih terdapat obat yang hampir kadaluwarsa.
3. Penyimpanan obat dilakukan di Gudang Farmasi. Pengaturan tata ruang masih kurang
baik dan masih terjadi penumpukan obat. Masih terdapat obat kadaluwarsa dan
beberapa jenis obat yang tidak pernah digunakan. Penyusunan stok obat belum
seluruhnya menerapkan prinsip FIFO dan FEFO. Pencatatan dan pelaporan belum
lengkap sehingga tidak dapat digunakan untuk pemantauan persediaan obat.
Pengamanan mutu obat belum dilaksanakan dengan baik.
4. Pendistribusian obat belum berjalan dengan baik. Masih terdapat jumlah dan jenis obat
yang tidak sesuai permintaan Puskesmas. Pendistribusian obat-obatan dari Dinkes ke
9
Puskesmas dilaksanakan dengan cara mengambil langsung ke Gudang Farmasi, setelah
itu Puskesmas menyalurkan ke Pustu, Polindes, dan bidan desa.
5. Kegiatan supervisi dan evaluasi pengelolaan obat di Puskesmas belum berjalan dengan
efektif dan efisien. Pembinaan dan Pelatihan pengelolaan obat di Puskesmas belum
dilaksanakan akibatnya pengelolaan obat di Puskesmas belum berjalan dengan baik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Bungin, B., 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi. Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan
Ilmu Sosial Lainnya, Edisi pertama, Cetakan ke-2, Jakarta: Kencana. Cheng and
Whittemore. 2008. An Engineering Approach to Improving Hospital Supply Chains.
USA.
Clark, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for Health
Drug Supply, Kumarian Press.
Embrey, M., 2012. Management Sciences for Health. MDS-3: Managing Access to
Medicines and Health Technologies, Arlington, VA: Management Science for Health
Drug Supply, Kumarian Press.
Hasibuan, SP., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Bumi Aksara.
Jakarta.