Anda di halaman 1dari 17

Hubungan Sistem Informasi Manajemen Terhadap DMC (Drug

Manajement Cycle)

Disusun Oleh :

Kelompok 3

S1-Farmasi B2

Fifin Indarti (18020200009)


Salsabillah Arifianti Putri (18020200020)
Mella Nur Azizah (18020200031)
Fadlilah (18020200054)
M. Ifan Febrian (18020200063)
Citra Dwi Angelina (18020200070)
Lia Wanda Oktavianti (18020200071)
Vira Audina Safitri (18020201086)
Uci Fauzhia (18020201098)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA SIDOARJO

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap individu. Hal tersebut dikarenakan
dengan keadaan yang sehat, setiap individu dapat melaksanakan aktivitas sehari-harinya
dengan mudah. Sebagian orang mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya.
Pendapat tersebut mengartikan bahwa jika seseorang tidak sehat, maka orang tersebut tidak
dapat melakukan aktivitas seharihari dengan mudah dan terkadang untuk memulihkan
keadaanya seperti semula dibutuhkan biaya yang besar. Oleh sebab itu, maka pemerintah
kemudian membuat beberapa peraturan perundang-undangan mengenai kesehatan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar No 36, pasal 5, ayat 2, menyatakan bahwa setiap
orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, maka setiap tenaga
kesehatan di Indonesia harus memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien
untuk menunjang kesembuhan dan kesehatan warga negara Indonesia (Hutami, 2013).
Salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit
memiliki fungsi utama yaitu menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Indikasi kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit dapat tercermin dari persepsi pasien atas layanan kesehatan yang telah diterimanya.
Persepsi pasien/pelanggan tentang kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh
atas keunggulan suatu jasa atau pelayanan (Tjiptono, 2004 dalam Sulistyawaty dkk, 2011).
Dalam mencapai mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak lepas dari
tanggungjawab bersama para pelayanan medis, pelayanan asuhan keperawatan, pelayanan
nutrisi, pelayanan kefarmasian dan pelayanan lainnya. Pelayanan kefarmasian merupakan
pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal tersebut
mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan
perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis,
alat kedokteran dan gas medik), dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari
pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola
secara cermat dan penuh tanggungjawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah
sakit akan mengalami penurunan (Suciati dan Adisasmito, 2006).

2
Dalam menunjang pelayanan kefarmasian, maka disediakan fasilitas pelayanan
kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat atau praktek bersama. Instalasi farmasi rumah sakit
merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang bertanggungjawab pada penggunaan obat
yang aman dan efektif di rumah sakit secara keseluruhan. Semua ini dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
kefarmasian (PP RI, 2009 dan Wati dkk, 2013).
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) harus memiliki organisasi yang memadai serta
harus dipimpin oleh seorang apoteker dan anggota-anggota lain yang meliputi asisten
apoteker, tenaga administrasi serta tenaga penunjang teknis. Hal tersebut dimaksudkan
agar pengelolaan obat dan pelayanan kefarmasian di suatu rumah sakit dapat terorganisir
secara baik. Instalasi farmasi rumah sakit mempunyai beberapa fungsi untuk menjalankan
tugas dan pelayanan farmasi yakni fungsi non klinik dan fungsi klinik. Ruang lingkup dari
farmasi non klinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok,
pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali,
distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan
dirumah sakit secara keseluruhan. Lingkup farmasi klinik adalah pemantauan terapi obat,
evaluasi penggunaan obat, pelayanan di unit perawatan kritis, pemeliharaan formularium,
pengendalian infeksi di rumah sakit dan pelayanan informasi obat (Siregar, 2004 dalam
Wijayanti dkk, 2011).
Melihat besarnya peranan instalasi farmasi dalam melancarkan pelayanan kesehatan,
serta merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan terbesar di rumah sakit,
maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu manajemen pengelolaan obat secara
cermat dan bertanggungjawab (Suciati dan Adisasmito, 2006). Manajemen obat di rumah
sakit merupakan salah satu aspek penting dari rumah sakit. Jika terjadi ketidakefisien, maka
dapat memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional bagi rumah sakit, karena
bahan logistik obat merupakan salah satu tempat kebocoran anggaran. Untuk itu
manajemen obat dapat dipakai sebagai proses pengerak dan pemberdayaan semua sumber
daya yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap
dibutuhkan agar operasional efektif dan efisien. Tujuan adanya manajemen pengelolaan
obat adalah tersediaanya obat setiap saat dibutuhkan baik jumlah, jenis maupun kualitas
(Lilihata, 2011 dalam Wati dkk, 2013; Depkes, 2005).

3
Pengelolaan obat di instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) meliputi beberapa tahap
yakni perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat. Masing-
masing tahapan pengelolaan obat tersebut memiliki beberapa indikator (Wati dkk, 2013).
Tahap distribusi merupakan tahapan dari siklus manajemen obat yang sangat penting dan
kompleks, bahkan pada proses penyimpanan dan distribusi dapat menghabiskan komponen
biaya yang signifikan dalam anggaran kesehatan. Pada proses penyimpanan dan
pendistribusian obat jika dilakukan secara efisien akan memberikan manfaat yang optimal
baik pada rumah sakit maupun pasien. Namun, jika penyimpanan perbekalan farmasi tidak
tepat, maka akan mengakibatkan terganggunya sistem distribusi obat yang berakibat pada
peningkatan stok mati, kerusakan obat, dan adanya obat yang kadaluarsa. Hal ini tentunya
menyebabkan kerugian bagi rumah sakit dan berimbas pada pelayanan pasien. Oleh karena
itu, dalam pemilihan sistem distribusi obat harus dipilih dan disesuaikan dengan kondisi
yang ada sehingga pelayanan obat di rumah sakit dapat dilaksanakan secara tepat guna dan
hasil guna (Purwidyaningrum, 2011; Sheina dkk, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa SIMRS masih berada
dalam kategori kurang baik.Dari hasil observasi juga di dapatkan masih ada hal yang perlu
ditingkatkan kembali yaitu kecepatan dalam mengakses sistem dan penggunaan
SIMRS.Masalah akses yang sering terjadi membuat perawat memilih untuk menunda
pekerjaannya terutama dalam proses input data asuhan keperawatan.Dan sebagainya
perawat tidak selalu menggunakan sistem informasi rumah sakit setiap kali melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan data dan pendokumentasian karena masih ada data
yang belum sempat di input pada sistem.
Dilihat dari hasil observasi pada indikator kualitas sistem,responden dapat
dalam merubah data yang tersedia menggunakan SIMRS yang ada.Sebagian besar
responden dapat terhubung dengan sistem atau instansi lain sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan tanpa ada nya hambatan meskipun akses sistem membutuhkan waktu yang
cukup lama.Pada indikator kualitas informasi berada pada tingkatan baik.Informasi yang
diperoleh dari SIMRS mayoritas lengkap dan sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan.Mayoritas data yang diperoleh adalah data terbaru dan selalu di update dan
sesuai dengan data yang sebenarnya.
Indikator penggunaan berada dalam kategori kurang baik terlihat dari sedikitnya
perawat yang menggunakan sistem informasi rumah sakit setiap kali melakukan pekerjaan
yang berhubungan dengan data dan pendokumentasian.Dan masih ada beberapa perawat
yang membutuhkan bantuan rekan kerja dalam menggunakan sistem informasi manajemen

4
rumah sakit.Sedangkan pada indikator kepuasan pemakai berada dalam kategori kurang
baik.Mayoritas responden belum puas dengan SIMRS yang ada karena lambatnya akses
sistem.
Kurang baiknya penggunaan sistem informasi manajemen rumah sakit terjadi
karena penerapan sistem informasi manajemen rumah sakit baru berjalan beberapa bulan
dan memang belum dilaksanakan secara optimal.Meskipun standar operasional
prosedur.Sistem informasi manajemen.

5
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Metode wawancara

Meminta izin dahulu pada informan untuk merekam proses wawancara


menggunakan recorder

Rekaman tersebut kemudian ditranskrip dan dianalisis

Bila terdapat informasi yang kurang, peneliti kemudian kembali lagi ke lapangan
untuk wawancara mendalam hingga tidak ditemukan lagi informasi baru (data jenuh)

2.2 Metode observasi

Check list beberapa hal terkait kelengkapan dan kecocokan output data sistem
informasi farmasi

Investigasi / mengecek kesesuaian informasi prosedur kerja yang dikemukakan saat


wawancara dengan kenyataan yang dilakukan

Mengumpulkan informasi dari beberapa sumber yang berbeda lalu membandingkan


berbagai informasi dari sumber yang berbeda (triangulasi sumber)

Mengkombinasikan beberapa metode berbeda dalam proses memperoleh data dalam


penelitian

Menanyakan kembali data yang diperoleh kepada informan dengan tujuan untuk
mengetahui kesesuaian data yang diberikan oleh informan dengan informasi yang
diterima peneliti (member checking)

Mendiskusikan hasil temuan sementara yang diperoleh dengan dosen pembimbing


dan asisten pembimbing
6
BAB III
HASIL

3.1 Karakteristik Informan


Dari 15 orang informan yang dipilih berdasaekan jenis kelamin terdapat 9 orang
informan laki-laki dan 6 orang perempuan. Latar belakang pendidikan informan adalah
dokter spesialis sebanyak 1 orang, S2 kesehatan masyarakat sebanyak 2 orang, S1
sebanyak 10 orang (terbagi dalam S1 Kesehatan dan non Kesehatan), D3 sebanyak 6
orang (terbagi dalam D3 kesehatan dan non Kesehatan), dan lulusan D1 sebanyak 1
orang dengan rata-rata umur dari 15 orang informan berkisar antara 31 tahun sampai
dengan 49 tahun. Dengan golongan usia yang masih terbilang produktif, pengalaman
kerja para informan ini tentu saja akan memberikan dampak yang positif terhadap
produktivitas kerja mereka di RS UGM.

3.2 Faktor Organisasi pada Instalasi Farmasi RS UGM


a. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RS UGM
Instalasi farmasi ini dipimpin oleh kepala instalasi dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh 5 orang pejabat pengelola dan pelayanan, yaitu :
1) Pejabat pengelola perbekalan farmasi, yang dibantu oleh 4 orang asisten
apoteker
2) Pejabat pelayanan farmasi rawat jalan, yang dibantu oleh 3 orang apoteker dan
4 orang asisten apoteker
3) Pejabat pelayanan farmasi rawat inap, yang dibantu oleh 2 orang apoteker dan
4 orang asisten apoteker
4) Pejabat pelayanan farmasi IGD, yang dibantu oleh 4 orang asisten apoteker
5) Pejabat pelayanan sterilisasi/CSSD, yang dibantu oleh 5 orang pelaksana
sterilisasi/CSSD
Instalasi farmasi (IF) ini memiliki prosedur tetap untuk dijalankan oleh setiap
unitnya. Adanya prosedur tetap di IFRS merupakan upaya peningkatan dan
pengembangan mutu pelayanan di rumah sakit serta dalam rangka tertib
administrasi sebagai tindak lanjut pelaksanaan tugas agar dapat berjalan dengan
baik. Pengelolaan perbekalan farmasi di RS secara umum, yaitu: perencanaan
perbekalan farmasi, pengadaan dalam farmasi, penerimaan perbekalan farmasi,

7
penyimpanan perbekalan farmasi, distribusi dan penyerahan obat pada pasien
rawat inap, penyediaan informasi, monitoring dan evaluasi.
b. Lingkungan organisasi Instalasi Farmasi RS UGM
Implementasi SIM farmasi RS UGM di bawah kendali langsung oleh kepala
instalasi farmasi RS UGM dan secara operasional di bawah kendali masing-masing
manajer dengan dibantu oleh karyawan. Instalasi farmasi RS UGM mempunyai
kewenangan penuh dalam rangka pengembangan SI/TI di RS UGM.
Pengelolaan kegiatan SIM farmasi RS UGM mekanisme kerjanya diatur
dengan uraian tugas masing-masing manajer, namun hasil pengamatan peneliti,
kepala instalasi farmasi RS UGM dalam pengelolaan SIM farmasi RS UGM
berperan langsung secara operasional. Kepala instalasi farmasi RS UGM
menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan administrasi pencatatan dan pelaporan
di pelayanan kesehatan dan administrasi/umum serta membantu manajer keuangan,
sedangkan manajer pemasaran/keobatan menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan
promosi dan proses registrasi sampai dengan distribusi pesanan obat. Pengambilan
keputusan memegang peranan penting, karena keputusan yang diambil merupakan
hasil pemikiran akhir yang harus dilaksanakan oleh bawahannya.
Pengambilan keputusan tetap menggunakan cara manual sebagai sumber
utama, karena user belum bisa mempercayai output data sistem informasi farmasi.
Artinya bahwa tujuan utama sistem informasi farmasi untuk dijadikan data primer
belumlah terwujud. Output sistem informasi farmasi sudah dimanfaatkan sebatas
transaksi keuangan dan pendaftaran. Misalnya dari sisi manajemen keuangan baru
pada sisi pendapatan saja, sedangkan dari sisi belanja sistem informasi farmasi
belum dapat memfasilitasinya.
Banyak kendala yang dihadapi dalam penggunaan output data yang dihasilkan.
Ditemukan beberapa kendala yang menyebabkan informasi tersebut tidak dapat
digunakan sebagai satu-satunya sumber atau bahan pengambilan keputusan.
Kendala lain ada pada perangkat keras yang belum memenuhi spesifikasi sesuai
dengan kebutuhan, pengaruhnya pada kecepatan untuk mengakses data, user sering
mengleuhkan lambatnya aplikasi sehingga membuat mereka frustasi. Perangkat
lunak juga sangat berpengaruh terhadap tingkat penggunaan output data SIM,
karena perangkat lunak yang ada selain sering error, juga masih belum memenuhi
semua kebutuhan organisasi. Faktor lain yang menjadi kendala adalah pada tataran

8
kebijakan RS UGM dan kebutuhan dana yang cukup besar dalam pengembangan
SIM.
Upaya-upaya yang dilakukan sehubungan dengan ketersediaan data di RS
telah dilakukan. Dari sisi SDM manajemen mengupayakan pengadaan SDM
perawat yang memenuhi kriteria penguasaan teknologi informasi. Perangkat keras
dan perangkat lunak juga telah diupayakan untuk selalu disesuaikan denga
kebutuhan. Untuk pengembangan aplikasi sistem informasi farmasi sudah
direncanakan sampai lima tahun ke depan. Kendala dana yang besar sedang
diupayakan dengan memasukan unsure kebutuhan sistem informasi farmasi sebagai
salah satu unit cost dalam tarif RS. Selain itu manajemen juga berupaya mencari
pembiayaan pengembangan sistem informasi farmasi dari berbagai sumber dana.

3.3 Faktor Manusia pada Instalasi Farmasi RS UGM


a. SDM pengguna SIM Farmasi RS UGM
Penelitian ini dilakukan terhadap para pengambil kebijakan dari berbagai level di
RS UGM, karyawan yang membantu menyusun laporan, dan karyawan operator
untuk mengetahui kesulitan dan kelengkapan dalam entri data awal. Kriteria
tersebut dipilih dengan pertimbangan para pengambil kebijakan dan karyawan
tersebut adalah orang yang berhubungan langsung dengan hasil dari output data
sistem informasi farmasi di RS UGM, sedangkan operator dipilih untuk mengetahui
bagaimana proses entri selama ini dilakukan.
b. Kepuasan SDM pengguna SIM Farmasi RS UGM
Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa jumlah SDM yang menangani SIM
farmasi RS UGM belum memadai karena keterlambatan pelayanan yang dialami
instalasi farmasi RS UGM diantaranya, yaitu dalam pendataan, pencetakan dan
pendistribusian pesanan obat. Kemampuan petugas untuk mengoperasikan
komputer sangat terbatas dan kegiatan kerjasama antar karyawan belum dilakukan
secara maksimal.

3.4 Faktor Teknologi pada Instalasi Farmasi RS UGM


a. Kualitas sistem informasi RS UGM
Penerapan sistem informasi di RS UGM dengan basis teknologi informasi sudah
dimulai sejak tahun 2010 mengembangkan perangkat lunak aplikasi sistem
informasi farmasi berbasis elektronik untuk RS UGM. Implementasi yang

9
dilakukan untuk sistem informasi ini pada tataran praktisnya baru merupakan sistem
transaksi dasar, terutama untuk transaksi pembayaran dan transaksi pendaftaran.
Informasi-informasi yang lainnya belum dapat dipercaya sebagai informasi utama
(primer), user masih mengandalkan data manual sebagai data primer. Data manual
yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan secara parsial oleh masing-masing
unit yang membutuhkan informasi data rumah sakit, kemudian disusun dalam
bentuk laporan yang dilakukan secara terpisah pada tiap-tiap unit.
b. Kualitas layanan SIM instalasi RS UGM
Instalasi farmasi RS UGM adalah unit pelayanan yang bertugas memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi untuk melaksanakan fungsinya sebagai penunjang
medis di RS UGM. Dengan tugasnya yang cukup kompleks, instalasi farmasi
memerlukan suatu sistem penatalaksanaan yang memudahkan dan memungkinkan
terealisasinya target-target pelayanan sesuai dengan fasilitas yang ada di rumah
sakit. Sistem tersebut secara garis besar meliputi tiga fungsi pokok instalasi farmasi,
yaitu: pengadaan, pendistribusian, dan penyimpanan perbekalan farmasi. Dengan
sebuah sistem yang terintegrasi diharapkan dapat membuahkan kinerja instalasi
farmasi yang efektif dan efisien.
c. Kualitas Informasi SIM Farmasi RS UGM

Hasil wawancara yang telah dilakukan menunjukkan bahwa output data


yang dihasilkan menggambarkan kualitas data dari sistem informasi farmasi pada
kategori tidak. Informan menyatakan bahwa kualitas informasi belum bisa
diandalkan karena banyak faktor yang menjadi penyebab mulai dari sumber daya
manusia, perangkat keras sampai dengan perangkat lunaknya.

1. Relevansi (relevancy)
Berdasarkan tabulasi data dari hasil wawancara, relevansi dari kualitas
informasi SIM farmasi RS UGM masuk dalam kategori tidak baik. Sebanyak 6
orang (atau 40% dari keseluruhan informan) memandang ouput data yang
dihasilkan dalam sistem informasi farmasi relevansinya baik. Sedangkan
sisanya 9 orang (atau 60% dari keseluruhan informan) memandang output data
yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tidak relevan atau relevansinya
tidak baik. Dari pemaparan dua reponden di atas menggambarkan bahwa output
yang dihailkan dalam sistem informasi farmasi belumlah relevan dengan

10
kebutuhan yang diinginkan dalam pembuatan laporan, bahkan cenderung
berlebihan.
2. Akurasi (Accuracy)
Akurasi data merupakan ketersediaan data yang bebas dari kesalahan
atau tepat6 . Sebanyak 10 orang atau 66,67% dari keseluruhan informan) setuju
bahwa output data yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi akurat atau
akurasi datanya baik. Sedangkan sisanya 8 orang (atau 33,33% dari keseluruhan
informan) mendatang output data yang dihasilkan dalam sistem informasi
farmasi tidak akurat atau akurasi datanya tidak baik. Ketidakakuratan data dari
sistem informasi farmasi terletak pada proses entri data yang belum sempurna,
sehingga hasilnya berbeda sekali apabila dibandingkan dengan data yang dibuat
secara manual.
3. Kelengkapan (Completeness)
Kualitas sistem informasi menunjukkan kualitas produksinya sedangkan
kualitas informasi menunjuk pada kualitas dari, produk yang dihasilkan. Salah
satu kriteria kualitas informasi, yaitu kelengkapan (completeness). Sebanyak 6
orang atau 40% dari keseluruhan informan) setuju memandang output data yang
dihasilkan dalam sistem informasi farmasi kelengkapannya baik. Sedangkan
sisanya 9 orang (atau 60% dari keseluruhan informan) memandang output data
yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tidak lengkap atau
kelengkapannya tidak baik. Ketidaklengkapan output data ini mejadikan
manajeman kesulitan untuk mempergunakan output data dari SIM secara
menyeluruh.
4. Ketepatan Waktu (Timeliness)
Apabila data yang disampaikan tidak tepat waktu maka akan menjadi
kurang berguna bagi para pengambil kebijakan, karena data sudah using.
Informasi yang sudah using tidak akan mempunyai nilai lagi 7 Sebanyak 6
orang (atau 40% dari keseluruhan informan) setuju bahwa output data yang
dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tepat waktu. Sedangkan sisanya 9
orang (atau 60% dari keseluruhan informan) memandang output data yang
dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tidak tepat waktu. Faktor penyebab
utama adalah pada input data atau entri data yang dilakukan operator sering kali
ditunda atau bahkan sama sekali tidak dientri ketidaksempurnaan input data ini
menjadikan data tidak realtime.

11
5. Kehandalan (Reliability)
Distribusi frekuensi hasil wawancara dari sisi kehandalan data sistem
informasi farmasi menunjukkan bahwa 40% setuju kehandalannya ada pada
kategori baik, sisanya, yaitu 60% menyatakan tidak setuju. Persentase-
persentase tersebut member arti bahwa sebanyak 6 orang (atau 40% dari
keseluruhan informan) setuju bahwa output data yang dihasilkan dalam sistem
informasi farmasi handal. Sedangkan sisanya 9 orang (atau 60% dari
keseluruhan informan) memandang output data yang dihasilkan dalam sistem
informasi farmasi tidak handal. Manajemen tidak dapat mengandalkan output
sistem informasi ini. Informasi yang dihasilkan dianggap tidak sempurna karena
apabila digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan nantinya akan lebih
banyak mengandung perkiraan dan bukan sesuatu hal yang pasti.
6. Kemudahan Akses (Accessibility)
Salah satu tolok kriteria dalam penilaian kualitas informasi adalah
kemudahan diakses (accessibility). Accessibility merupakan aspek pemenuhan
kemudahan untuk mengambil informasi, sehingga informasi yang dihasilkan
cepat dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. Sebanyak 7
orang (atau 46,67% dari keseluruhan informan) setuju bahwa output data yang
dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tepat waktu. Sedangkan sisanya 8
orang (atau 53,33% dari keseluruhan informan) memandang output data yang
dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tidak tepat waktu. Penyebabnya
adalah lambatnya waktu akses. Seringkali terjadi error pada program yang
sedang dijalankan.
7. Kemudahan untuk Dipahami (Understandable)
Output data yang dihasilkan dalam suatu sistem informasi seharusnya
menunjukkan tingkat kejelasan informasi. Informasi hendaknya terbebas dari
istilahistilah yang tidak jelas. Kriteria kemudahan dimengerti dari suatu sistem
informasi juga sangat penting untuk menilai data yang dihasilkan tersebut
berkualitas atau tidak. Sebanyak 7 orang (atau 46,67% dari keseluruhan
informan) setuju bahwa output data yang dihasilkan dalam sistem informasi
farmasi mudah dimengerti. Sedangkan sisanya 8 orang (atau 53,33% dari
keseluruhan informan) tidak setuju bahwa output data yang dihasilkan dalam
sistem informasi farmasi mudah dimengerti. Output data seharusnya sesuai
dengan yang selama ini digunakan oleh user.

12
8. Kekinian (Currency)
Sebanyak 7 orang (atau 46,67% dari keseluruhan informan) setuju
bahwa output data yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi upto date.
Sedangkan sisanya 8 orang (atau 53,33% dari keseluruhan informan) tidak
setuju bahwa output data yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi up to
date. Kriteria kekinian (currency) untuk level pengguna transaksi dasar cukup
baik, sedangkan untuk level pengguna data akhir belum baik disebabkan entri
data tidak segera dilakukan oleh operator sehingga data yang dikeluarkan tidak
dapat segera di up to date.
9. Keamanan (Security)
Sebanyak 5 orang (atau 33,33% dari keseluruhan informan) setuju
bahwa output data yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi aman.
Sedangkan sisanya 10 orang (atau 66,67% dari keseluruhan informan)
memandang bahwa keamanan data yang dihasilkan dalam sistem informasi
farmasi tidak baik. Secara keseluruhan informan memandang kualitas informasi
pada kriteria ini tidak aman. hasil kuotasi di atas memberikan gambaran bahwa
informan menilai tingkat keamanan yang ada pada sistem informasi RS UGM
belum baik.
10. Format
Sebanyak 6 orang (atau 40% dari keseluruhan informan) setuju bahwa
output data yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi aman. Sisanya 9
orang (atau 60% dari keseluruhan informan) memandang bahwa format data
yang dihasilkan dalam sistem informasi farmasi tidak baik. Faktor utamanya
adalah ketidaksesuaian format output data yang dihasilkan sistem informasi
dengan format yang diinginkan pengguna. Hal ini berkaitan erat dengan
perencanaan sistem informasi yang kurang cermat memahami kebutuhan dan
keinginan pengguna.

13
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara, secara umum kepuasan karyawan terhadap teknologi sistem
informasi farmasi untuk perencanaan obat masih cukup rendah, karena disebabkan rendahnya
tingkat kesukarelaan karyawan, manfaat relatif yang dirasakan karyawan, kompatibilitas
karyawan, image karyawan, dan rendahnya tingkat kemudahan penggunaannya serta
rendahnya tingkat visibilitas teknologi yang dirasakan karyawan dan rendahnya tingkat uji
coba yang dilakukan oleh karyawan dalam menggunakan teknologi sistem informasi farmasi
dalam perencanaan obat.
Implementasi aplikasi sistem informasi farmasi di RS UGM berjalan dalam kondisi
yang tidak maksimal, hal ini banyak dilatarbelakangi karena faktor pembuatan aplikasi yang
sangat berbeda dengan harapan rumah sakit sebagai pengguna. Kenyataannya, RS UGM selain
membutuhkan sistem informasi manajemen farmasi juga angat membutuhkan informasi billing
system. Pada umumnya implementasi yang dilakukan telah dilaksanakan di RS UGM tidak
langsung berhasil, tetapi masih ada fase-fase yang dijalankan untuk melakukan banyak
perbaikan-perbaikan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sistem informasi
terimplementasi jarang sekali sempurna, pengguna akan menemukan error (bug) dan akan
menemukan cacat desain dan implementasi yang membutuhkan perhatian dan perbaikan8
Hasil analisis data menemukan bahwa secara umum kualitas data sistem informasi
farmasi di RS UGM berada dalam kategori tidak baik. Menurut kualitas informasi mengukur
kualitas keluaran dari sistem informasi. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa kualitas
informasi yang baik ditentukan oleh baik tidaknya output dari sistem informasi tersebut
Artinya informan memberikan kategori tidak baik terhadap semua kriteria penilaian kualitas
sistem informasi.
Menurut pada dasarnya pengembangan suatu sistem informasi adalah usaha otomatisasi
administrasi suatu organisasi dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai alatnya. Jadi,
prosedur administrasi yang dahulu dilakukan secara manual sekarang digunakan dengan
menggunakan komputer. Hal ini perlu disadari oleh para pengembang sistem informasi.
Kesepuluh kriteria penilaian kualitas sistem informasi di atas secara rata- rata memang
menunjukkan penilaian negatif dari informan. Apabila diperhatikan kisarannya antara 53,33%
sampai 66,67%, jadi sebenarnya masih ada sekitar 33,33% sampai 46,67% yang memberikan
penilaian positif untuk kriteria-kriteria kualitas informasi tersebut, kecuali untuk kriteria
kemudahan diakses. Setelah ditelusuri lebih jauh hasil penilaian negatif diberikan oleh

14
informan adalah pengguna data akhir sistem informasi farmasi yang digunakan sebagai bahan
laporan dan pengambilan keputusan, yaitu jajaran manajemen dan karyawan yang menyusun
laporan.
Hasil wawancara yang telah dilakukan menemukan bahwa output data yang dihasilkan
sistem informasi yang ada belum dapat dijadikan sebagai sumber utama informasi. User masih
belum percaya diri untuk menggunakan output sistem informasi farmasi. Data manual menjadi
sumber utama dan yang paling dipercaya sebagai bahan pengambilan keputusan. Tingkat
pemanfaatan output dari sistem informasi farmasi di RS UGM secara otomatis juga menjadi
rendah. Salah satu karakteristik sebuah sistem informasi adalah seberapa jauh efektifitas yang
dihasilkan oleh kinerja sistem informasi tersebut terhadap fungsinya selaku pendukung
manajemen sebagai bahan pengambilan keputusan10. Pimpinan rumah sakit sudah mempunyai
gambaran dasar rencana pengembangan aplikasi sistem informasi farmasi sampai lima tahun
ke depan. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan yang menyebutkan bahwa hal-hal yang
harus dirumuskan dalam penyusunan suatu perencanaan sistem informasi adalah: 1)
pentahapan pengembangan modul sistem; (2) pemilihan perangkat keras dan perangkat lunak
yang akan digunakan; (3) sumber daya manusia yang harus dipersiapkan; dan (4) anggaran
biaya yang diperlukan.

15
BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil yang telah kita kumpulkan dengan menggunakan metode wawancara dan
observasi di instalasi farmasi RS UGM mengugunakan 15 informan untuk di wanwancarai dan
pada menemukan bahwa secara umum kualitas data sistem informasi farmasi di RS UGM
berada dalam kategori tidak baik. Menurut kualitas informasi mengukur kualitas keluaran dari
sistem informasi. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa kualitas informasi yang baik
ditentukan oleh baik tidaknya output dari sistem informasi tersebut. Saat hasil dari
Relevansi ,Akurasi Kelengkapan ,ketepatan waktu ,Kehandalan ,Kemudahan
Akses ,Kemudahan untuk Dipahami,Kekinian,Keamanan dan juga Format dapat dihasilkan
dari data 15 hingga 17 informan yaitu dalam kaegoru kurang baik dan tepat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014 tentang
standar pelayanan farmasi di rumah sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta; 2014.
Komar Z, Taufik, Wurjati R, Masrul, Istiqomah SN, Rachim R, dkk. Pedoman pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit. Dirjen Binfar–Alkes bekerjasama dengan Japan
International Cooperation Agency (JICA). Jakarta; 2008.
Fakhriadi A, Marchaban, Dwi P. Analisis pengelolaan obat di instalasi farmasi rumah sakit
PKU Muhammadiyah Temanggung tahun 2006, 2007, dan 2008. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi UGM. 2011;1(2):9–102.
Pudjaningsih, Budiono S. Pengembangan indikator efisiensi pengelolaan obat di farmasi rumah
sakit. Jurnal penelitian. Logika. 2006:3(1).
Anggriani Y, Dwi P, Sri S. Pengaruh proses pengembangan dan revisi formularium rumah sakit
terhadap pengadaan dan stok obat. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2008;6(1):41–9.
Naomi P. Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Jurnal
Penelitian Rumah Sakit Umum Sumedang. Universitas Winaya Mukti; 2007.
Suciati S,Wiku B, Adisasmito B. Analisis perencanaan obat berdasarkan abc indeks kritis di
instalasi farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2006;9(1):19–26.
Wijayanti, T. Evaluasi Sistem Distribusi Obat di RS Jogja International Hospital Yogyakarta.
(Universitas Gadjah Mada, 2008).
Ariawan. Evaluasi penerapan sistem informasi Puskesmas Elektronik/SIMPUSTRONIK di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso menggunakan metode HOT (human, organization,
technology) FIT. (Universitas Gadjah Mada, 2011).

17

Anda mungkin juga menyukai