Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ESSAY

MANAJEMEN SUPPORT DALAM SIKLUS MANAJEMEN OBAT (DRUG


MANAGEMENT CYCLE)

“HUBUNGAN KEUANGAN TERHADAP DMC”

Disusun oleh :

Kelompok 2 / B1 – S1 Farmasi 2018

1. Wahyu Putri Utami 18020200021


2. Sayyidah Mufidatunnisa’ 18020200032
3. Fryda Artania 18020200034
4. Wulan Amaliyah 18020200040
5. Nia Avivatul Chumairoh 18020200043
6. Wafa Rafif Pratama 18020200044
7. Guntur Purwantoro 18020200045
8 Rossa Jelita Sekarsari 18020200057
9. Nabilah Rifdah Haniyah Apsari 18020200062
10. Virdaus Su’udiyah 18020200077

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA

SIDOARJO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Di era globalisasi saat ini, apotek harus tepat, cepat, dan hati-hati.
Keputusan yang tepat dan bijaksana memiliki dampak besar pada daya saing
apotek. DMC (Drug Management Cycle) merupakan siklus yang memuat setiap
elemen utama (Pemilihan, pengadaan, penyaluran, dan penggunaan), dimana
elemen-elemen tersebut memiliki fungsi utama sebagai pedoman untuk
menentukan kebijakan di masa mendatang. Pengelolaan obat merupakan
rangkaian kegiatan yang kompleks, suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya
terdiri dari empat fungsi dasar, yaitu pemilihan dan perencanaan, pengadaan,
pendistribusian dan penggunaan. Pada dasarnya pengelolaan obat di apotek adalah
bagaimana mengelola tahapan dan kegiatan tersebut, agar berjalan dengan baik
dan saling melengkapi, sehingga tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan
efisien, serta membuat obat yang dibutuhkan dokter dan pasien tersedia setiap
saat. Diperlukan sejumlah besar kualitas yang cukup dan terjamin untuk
mendukung layanan berkualitas tinggi.

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat


dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Rumah Sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan kesehatan
yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dengan menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat, melakukan upaya kesehatan yang
dilaksanakan secara serasi, terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan dengan
tujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat
(Depkes RI, 2009).

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah


sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang

1
Standar Pelayanan Rumah Sakit. Disebutkan bahwa “pelayanan farmasi rumah
sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Tuntutan masyarakat dan pasien akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari drug oriented ke patient
oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care. Praktik Pelayanan Kefarmasian
merupakan hal yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah
dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan” (Depkes RI, 2004).

Mengacu pada SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang


Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa “pelayanan farmasi rumah sakit adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang
farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Hal ini mendorong pelayanan
farmasi satu pintu harus ditegakkan dalam sistem pelayanan farmasi rumah
sakit” (sesuai dengan undang- undang rumah sakit no 44 tahun 2009, pasal 15
ayat 3).

Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit


yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan, karena ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan obat
akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik,
sosial maupun secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-
satu unit di rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya
pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat/sediaan
kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit (Saputera, 2016).

(Quick et al., 2012) menyebutkan bahwa siklus manajemen obat


mencakup empat tahap yaitu: 1) selection (seleksi), 2) procurement (pengadaan),
3) distribution (distribusi), dan 4) use (penggunaan). Masing-masing tahap dalam

2
siklus manajemen obat saling terkait, sehingga harus dikelola dengan baik agar
masing-masing dapat dikelola secara optimal. Tahapan yang saling terkait dalam
siklus manajemen obat tersebut diperlukan suatu sistem suplai yang terorganisir
agar kegiatan berjalan baik dan saling mendukung, sehingga ketersediaan obat
dapat terjamin yang mendukung pelayanan kesehatan, dan menjadi sumber
pendapatan rumah sakit yang potensial. Siklus manajemen obat didukung oleh
faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi
organisasi, administrasi dan keuangan, Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan
Sumber Daya Manusia (SDM). Setiap tahapan siklus manajemen obat harus selalu
didukung oleh keempat management support tersebut sehingga pengelolaan obat
dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah


sakit. Mengenai biaya obat di rumah sakit adalah sebesar 40% dari total biaya
kesehatan. Menurut Depkes RI, secara nasional biaya obat sebesar 40%-50% dari
jumlah operasional pelayanan kesehatan mengingat begitu pentingnya dana dan
kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara
efektif dan efisien. Sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi pasien dan rumah sakit. Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan penggunaan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

Meningkatnya persaingan mengharuskan apoteker untuk mengelola apotek


(APA) menggunakan informasi untuk keputusan manajemen. Oleh karena itu,
apotek yang dikelola apoteker (APA) membutuhkan sistem informasi untuk
mengumpulkan semua data yang diperlukan. Salah satu informasi terpenting yang
dihasilkan oleh sistem informasi adalah informasi keuangan berupa laporan
keuangan atau pengelolaan keuangan apotek. Pengelolaan keuangan apotek
merupakan suatu fungsi yang meliputi proses pencatatan semua transaksi
keuangan yang masuk dan keluar dalam jangka waktu tertentu. Siklus pencatatan
manajemen keuangan dapat dibagi menjadi harian, mingguan, bulanan, triwulanan
dan tahunan. Fungsi manajemen keuangan apotek adalah apoteker mengelola
informasi apotek (APA) sebagai sumber informasi dalam proses pengambilan
keputusan strategis berkelanjutan apotek. Laporan manajemen keuangan dapat
berupa neraca, laporan laba rugi, perubahan modal, penggunaan modal, total aset
dan kewajiban. Laporan pengelolaan keuangan merupakan hasil akhir dari proses
akuntansi berupa neraca dan laporan laba rugi (R/L).

DMC (Drug Management Cycle) merupakan siklus yang memuat setiap


elemen utama (Pemilihan, pengadaan, penyaluran, dan penggunaan), dimana
elemen-elemen tersebut memiliki fungsi utama sebagai pedoman untuk
menentukan kebijakan di masa mendatang. Terdapat 4 siklus DMC (Drug
Management Cycle sebagai berikut:

1. Selection (Pemilihan Obat)


Proses kegiatan sejak pengkajian masalah kesehatan, penentuan
pilihan pengobatan, bentuk sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/resep.
2. Procurement (Pengadaan Obat)
Merupakan kegiatan yang memenuhi kebutuhan yang direncanakan
dan disetujui, yang dapat melalui pengadaan, produksi/pengemasan ulang,
donasi, dll. Diharapkan dapat menerima pasokan yang efektif (tidak
kehabisan stok).

4
3. Distribusi (Penyaluran Obat)
Proses pendistribusian obat dari IFRS/apotek kepada pasien untuk
memastikan obat yang diberikan kepada pasien dan kualitas obat tetap
terjaga.
1) Perencanaan Obat
Perencanaan menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI No.
1197/SK/MenKes/X/2004 merupakan proses kegiatan dalam
pemilihan jenis , jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi konsumsi yang disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. . Pedoman perencanaan, meliputi : DOEN, formularium
rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang
berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan
prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang
lalu, dan rencana pengembangan (RI, 2004).
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat
di instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). Perencanaan pengadaan obat
perlu mempertimbangkan jenis obat, jumlah yang diperlukan, serta
efikasi obat dengan mengacu pada misi utama yang diemban oleh
rumah sakit. Untuk menentukan beberapa macam obat yang harus
direncanakan, fungsi kebijakan rumah sakit sangat diperlukan agar
macam obat dapat dibatasi. Penetapan jumlah obat yang diperlukan
dapat dilaksanakan berdasarkan polulasi yang akan dilayani, jenis
pelayanan yang diberikan, atau berdasarkan data penggunaan obat
yang sebelumnya (Depkes RI, 2002).
2) Distribusi Obat
Pendistribusian adalah tahap selanjutnya setelah penyimpanan.
Distribusi obat adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan
jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam
kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada

5
penderita. Sistem distribusi obat mencakup penghantaran obat yang
telah di-dispensing instalasi farmasi ke penderita dengan keamanan
dan ketepatan obat (Febriawati,2013).
Sistem distribusi obat di rumah sakit untuk pasien rawat inap
adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu
yang serasi, terpadu, dan berorientasi penderita dalam kegiatan
penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada pasien. Sistem
distribusi obat untuk pasien rawat inap yang diterapkan di rumah sakit
sangat bervariasi, hal ini tergantung pada kebijakan rumah sakit,
kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan tata ruang rumah
sakit. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan
efektifitas sumber daya yang ada serta metode sentralisasi atau
desentralisasi.
4. Use (Penggunaan Obat)
Salah satu cara untuk melakukan evaluasi penerapan Penggunaan
Obat Rasional (POR) adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi.
Monitoring yang terus menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang
sesuai dengan kebutuhan sehingga mencapai penggunaan obat yang
rasional. Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat
mutu pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dapat dideteksi
adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over prescribing),
kurang under prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak
tepat incorrect prescribing). Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat
secara teratur dapat mendukung perencanaan obat sesuai dengan
kebutuhan untuk mencapai Penggunaan Obat Rasional. Pemantauan
penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung.(kementrian Kesehatan repulbik Indonesia,2016)
Diantaranya, pasien didiagnosis, diresepkan, dibagikan dan
digunakan dengan tepat. Siklus pengelolaan obat didukung oleh faktor
pendukung manajemen, antara lain organisasi, keuangan atau keuangan,
sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SIM).

6
Setiap tahapan siklus pengelolaan obat yang baik harus didukung oleh
keempat faktor tersebut agar dapat melakukan pengelolaan obat secara
efektif dan efisien. Siklus pengelolaan obat dipengaruhi/dibatasi oleh
kebijakan dan kerangka hukum dan peraturan. Siklus manajemen obat
dapat digambarkan sebagai berikut:

5. Hubungan Keuangan dengan Manajemen Obat


Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dengan
memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi.
Agar tujuan organisasi dapat tercapai diperlukan unsur atau sarana (The
Tool of Management), yang meliputi unsur 5 M, yaitu:
1. Men: Sumber Daya Manusia
2. Money : Uang yang dibutuhkan
3. Methods: Metode yang digunakan
4. Materials: Bahan yang digunakan
5. Machines: Mesin yang digunakan

7
Keuangan terdiri dari 3 bidang yang saling terkait, yaitu:

a. Pasar uang dan Pasar Modal


b. Investasi
c. Manajemen keuangan

Beberapa indikator kinerja dari perspektif keuangan antara lain :

(1) Tingkat kembalian investasi (Return on Investment- ROI)


ROI merupakan pembagian antara keuntungan bersih dan
asset (aktiva/harta) total, dinyatakan dalam persentase. Salah satu
indikator ini mengukur efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan seluruh sumber dayanya. ROI disebut juga sebagai
tingkat kembalian asset (Return on Asset/ROA). Nilai persentase
ROI yang semakin tinggi menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
semakin baik.
(2) Growth Ratio on Sales
Indikator ini menghitung seberapa jauh perusahaan
menempakan diri dalam sistem ekonomi secara keseluruhan untuk
industri yang sama.
(3) Net profit margin
Indikator ini merupakan keuntungan bersih dibagi pejualan
bersih (net sales), dan dinyatakan dalam persentase. Rasio laba
bersih terhadap penjualan adalah yang paling penting, karena
mampu menggambarkan kesuksesan dari suatu operasi perusahaan,
dan rasio ini biasa digunakan untuk memperkirakan atau
memproyeksikan profitabilitas dalam suatu rencana bisnis.
Semakin tingginya nilai persentase keuntungan bersih
dibandingkan penjualan bersih, menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan semakin baik.
(4) Rasio aktivitas (Activity ratio)
Indikator ini mengukur efektivitas manajemen perusahaan
dari semua sumber daya yang ada di perusahaan. Salah satu
indikatornya yaitu tingkat perputaran inventori (inventory turn over

8
ratio atau TOR). Indikator ini dihitung dengan membagi harga
pokok penjualan (cost of goods sold) dengan persediaan rata-rata.
Perputaran persediaan (inventory turnover) menunjukkan berapa
kali persediaan barang dijual dan diadakan kembali selama satu
periode akutansi (Jumingan, 2006). Semakin tinggi nilai tingkat
perputaran inventori, kinerja perusahaan semakin baik, karena akan
memenuhi kebutuhan aliran kas dan modal kerja.

9
BAB III

PENUTUP

DMC (Drug Management Cycle) merupakan siklus yang memuat setiap


elemen utama (Pemilihan, pengadaan, penyaluran, dan penggunaan), dimana
elemen-elemen tersebut memiliki fungsi utama sebagai pedoman untuk
menentukan kebijakan di masa mendatang. Salah satu informasi terpenting yang
dihasilkan oleh sistem informasi adalah informasi keuangan berupa laporan
keuangan atau pengelolaan keuangan apotek. Fungsi manajemen keuangan apotek
adalah apoteker mengelola informasi apotek (APA) sebagai sumber informasi
dalam proses pengambilan keputusan strategis berkelanjutan apotek. Laporan
manajemen keuangan dapat berupa neraca, laporan laba rugi, perubahan modal,
penggunaan modal, total aset dan kewajiban.

Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik, meliputi : jenis obat yang
dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari kesamaan jenis, hindari
penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek yang
lebih baik dibandingkan obat tunggal. Penetapan jumlah obat yang diperlukan
data dilaksanakan berdasarkan populasi yang akan dilayani, jenis pelayanan yang
di berikan, atau berdasaran data penggunaan obat yang sebelumnya.

Agar tujuan organisasi dapat tercapai dperlukan unsur atau saran yang
meliputi unsur 5M, yaitu: Men: Sumber Daya Manusia Money: Uang yang
dibutuhkan Methods: Metode yang digunakan Materials: Bahan yang digunakan
Machines: Mesin yang digunakan Keuangan terdiri dari 3 bidang yang saling
terkait, yaitu Pasar Uang dan Pasar Modal Investasi Management Keuangan
Pengukuran kinerja keuangan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abert, C., Banneberg, W., Bates, J., Battersby, A., Beracochea, E.,
2012, Managing Access to Medicines and Health Technologies,
Management Science for Health Inc.
Arman, F., Lesilolo, M.S., dkk, 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Quick, et al., 1997, Managing Drug Suply, 2nd Edition, Kumarin Press, Amerika
Siregar, C.J.P, L. Amalia, 2003, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan, EGC, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang Undang no 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit dan Apotek.
Jakarta.

Saputera, M. M. A. (2016). Perencanaan Di Era Jaminan Kesehatan Nasional


Di Rsud H . Hasan Basery Kandangan. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina,
1(September 2016), 248–255.

Quick, J. ., Rankin, J. ., Laing, R. ., & O’Cornor, R. . (2012). Managing Drug


Supply, the selection, procurement, distribution and use of
pharmaceutical, third edition. Kumarin Press, Conecticus, USA.

11

Anda mungkin juga menyukai