Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER

PELAYANAN KEFARMASIAN

“PENELUSURAN RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT”

OLEH :

KELOMPOK II

1. ANNISA YUNIAR RACHMAT ( UNIV. ISLAM BANDUNG)


2. INDAH INDRYANI UMAR (O1A118006)
3. DESRI WULANDARI (O1A118044)
4. APRILIA SURYA NINGSIH (O1A118026)
5. DEWI ISMAYANI (O1A118027)
6. NADIA DWI HAJRAH (O1A118053)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
PENELUSURAN RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT

Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri


Kesehatan (Permenkes RI) No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Permenkes ini menggantikan Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit tahun 2004. Tujuan dari Permenkes RI No. 58 tahun 2014,
adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang
berorientasi pada keselamatan pasien. Berdasarkan permenkes tersebut, pelayanan
farmasi klinik meliputi Pengkajian dan Pelayanan Resep, Penelusuran Riwayat
Penggunaan Obat, Rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling,
Visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO),
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Dispensing Sediaan Steril, dan Pemantauan Kadar
Obat dalam Darah (PKOD).Pelayanan Informasi Obat (PIO) bertujuan untuk
menyediakan beragam informasi terkait obat kepada pasien dan juga tenaga
kesehatan serta untuk menunjang penggunaan obat yang rasional [1]. Kegiatan-
kegiatan dalam PIO meliputi: menjawab pertanyaan pasien atau tenaga kesehatan
lain; menerbitkan buletin, leaflet, poster, ataupun newsletter; menyediakan informasi
untuk Tim farmasi dan Terapi terkait penyusunan Formularium RS; melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap ( Amaranggana L, 2018).

Pelayanan farmasi di rumah sakit dijalankan oleh suatu unit di rumah sakit yang
disebut dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS)
adalah suatu unit di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggara kefarmasian
di bawah pimpinan seorang apoteker dan memenuhi persyaratan secara hukum untuk
mengadakan, menyediakan dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan
kesehatan di rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap dan
pelayanan farmasi klinik yang sifatnya berorientasi kepada kepentingan penderita
(Ardianti et al., 2019).
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Adapun menurut Adikoesoesmo (Alamsyah, 2011), rumah sakit merupakan bagian
yang integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan
melalui rencana pembangunan kesehatan. Berdasarkan batasan dan defenisi diatas,
maka rumah sakit diartikan sebagai organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang
terorganisir secara profesional dan berfungsi sebagai pusat layanan kesehatan bagi
pasien dan atau masyarakat yang membutuhkan, tempat pendidikan bagi mahasiswa
profesi kesehatan dan sarana penelitian tentang kesehatan yang dapat dikembangkan
melalui rencana pembangunan kesehatan (Djamaluddin & Imbaruddin, 2019).

Salah satu bagian yang tidak terpisahkan di rumah sakit yaitu pelayanan
kefarmasian yang berorientasi kepada pasien yaitu diantaranya adalah penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (Amalia
& Putri, 2021). Pelayanan farmasi klinik merupakan tugas Apoteker dalam
meningkatkan mutu pelayanan pasien. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 72
tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik
merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dalam meminimalkan resiko terjadinya efek samping
karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin (Kurniasih et al., 2017).

Seorang Apoteker klinis dituntut untuk dapat memberikan pelayanan


kefarmasian yang baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 disebutkan sebelas tugas pelayanan farmasi
klinik yaitu meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite,
Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Terapi Obat (MESO), Evaluasi
Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril, dan Pemantauan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD) (Kurniasih et al., 2017).

Informasi terkait seluruh obat atau sediaan farmasi lainnya yang pernah dan
sedang digunakan oleh pasien dapat ditelusuri dengan melakukan penelusuran
riwayat penggunaan obat. Data tersebut bisa didapatkan melalui wawancara secara
langsung dengan pasien atau keluarga atau bisa juga digunakan dengan melihat
catatan riwayata kondisi kesehatan pasien melalui data rekam medis atau pencatatan
penggunaan obat pasien (Amalia & Putri, 2021). Penelusuran riwayat penggunaan
obat dapat membantu menyelesaikan permasalahan pemilihan dan penentuan obat,
mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional dalam upaya intervensi yang
sesuai berdasarkan masalah ketidakrasionalan dalam penggunaan obat yang ada
(Ardianti et al., 2019).

Ada beberpa tahapan dalam melakukan penelusuran riwayat penggunaan Obat


yaitu:

1) Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan


penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;
2) Verifikas riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan
memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
3) Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD);
4) Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
5) Penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
6) Penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
7) Penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan;
8) Penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
9) Penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
10) Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan
minum Obat (concordance aids);
11) Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter;
12) Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a) Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya;
b) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan:

a) Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b) Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi;
c) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa)

(Amalia & Putri, 2021).

Perubahan paradigma peran apoteker yang sebelumnya lebih


berorientasi kepada obat, berubah menjadi lebih berorientasi kepada pasien
sehingga obat yang diberikan kepada pasien rasional. Apoteker bukan hanya
meracik obat tetapi juga harus mampu memberikan konseling, edukasi dan
informasi kepada pasien agar pengobatan pasien dapat rasional. Untuk itu
apoteker harus menjalani profesinya sesuai dengan standar kefarmasian agar
dapat memenuhi kebutuhan serta harapan pasien terhadap pelayanan obat yang
berkualitas guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Bila fungsi manajemen
obat, pelayanan obat yang berkualitas dan pengendalian harga obat dapat
dijalankan dengan baik oleh apoteker maka pelayanan fasyankes otomatis juga
akan menjadi cost effective, berkualitas dan berdampak terhadap peningkatan
outcome yaitu bertambahnya jumlah kunjungan dan meningkatnya kesembuhan
pasienberdampak terhadap peningkatan outcome yaitu bertambahnya jumlah
kunjungan dan meningkatnya kesembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianti., Thomsom, P. N & Vivi, E., D. (2019). Analisis Pelaksanaan Pelayanan


Farmasi Bagian Instalasi Kefarmasian RSUD Simeulue. Journal Of Medical
Record, 2(1), 48–63.

Amalia, T., & Putri, T. U. (2021). Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
72 Tahun 2016 Terhadap Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit A. Inkofar,
5(1), 29–33.

Djamaluddin, F., & Imbaruddin, A. (2019). Kepatuhan Pelayanan Farmasi di Klinik


di Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Administrasi Negara, 25,
176–193.

Kurniasih, F. D., Meila, O., & Tasriyanti, F. (2017). Pemantauan Terapi Obat Pada
Pasien Hipertensi Di Bangsal Flamboyan Rumah Sakit Tk.II Dr. Ak Gani
Palembang Periode 01 Maret – 26 April 2017 Monitoring. Social Clinical
Pharmacy Indonesia Journal, 2(1), 83–91.

Amaranggan, 2015,. Pelayanan Informasi Obat Yang Efektif Dari Beberapa Negara
Untuk Meningkatkan Pelayanan Farmasi Klinik, Jurnal Farmaka Vol 15 No 1

Siaahan S, dkk., 2019., The Identifi cation of Pharmaceutical Practices that Suited to
the Need of Patients and Health Care Facilites,. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 22 No. 2 April 2019: 126–13

Anda mungkin juga menyukai