PELAYANAN KEFARMASIAN
OLEH :
KELOMPOK II
Visit merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker secara mandiri ataupun
bersama dengan tim tenaga kesehatan lainnya. Adapun tujuan dilakukannya visite
yaitu untuk mengetahui dan mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan
melaksanakan pengkajian mengenai obat, pemantauan terapi obat dan reaksi obat
yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Kegiatan
visite selain dilakukan kepada pasien yang masih berada dalam perawatan juga bisa
dilakukan terhadap pasien yang sudah keluar dari rumah sakit baik atas permintaan
pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit atau yang biasa disebut dengan
Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Apoteker mempersiapka
diri dengan mengumpulkan berbagai informasi mengenai kondisi pasoen dan
memeriksa terapi obat yang diberikan kepada pasien melalui rekam medis sebelum
melakukan kegiatan visite
Pelayanan farmasi di rumah sakit dijalankan oleh suatu unit di rumah sakit
yang disebut dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Instalasi farmasi rumah sakit
(IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggara
kefarmasian di bawah pimpinan seorang apoteker dan memenuhi persyaratan secara
hukum untuk mengadakan, menyediakan dan mengelola seluruh aspek penyediaan
perbekalan kesehatan di rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap
dan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya berorientasi kepada kepentingan penderita
(Ardianti et al., 2019).
Salah satu bagian yang tidak terpisahkan di rumah sakit yaitu pelayanan
kefarmasian yang berorientasi kepada pasien yaitu diantaranya adalah penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (Amalia
& Putri, 2021). Pelayanan farmasi klinik merupakan tugas Apoteker dalam
meningkatkan mutu pelayanan pasien. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 72
tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik
merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dalam meminimalkan resiko terjadinya efek samping
karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup
pasien (quality of life) terjamin (Kurniasih et al., 2017).
Informasi terkait seluruh obat atau sediaan farmasi lainnya yang pernah dan
sedang digunakan oleh pasien dapat ditelusuri dengan melakukan penelusuran
riwayat penggunaan obat. Data tersebut bisa didapatkan melalui wawancara secara
langsung dengan pasien atau keluarga atau bisa juga digunakan dengan melihat
catatan riwayata kondisi kesehatan pasien melalui data rekam medis atau pencatatan
penggunaan obat pasien (Amalia & Putri, 2021). Penelusuran riwayat penggunaan
obat dapat membantu menyelesaikan permasalahan pemilihan dan penentuan obat,
mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional dalam upaya intervensi yang
sesuai berdasarkan masalah ketidakrasionalan dalam penggunaan obat yang ada
(Ardianti et al., 2019).
a) Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b) Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi;
c) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa)
Amalia, T., & Putri, T. U. (2021). Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
72 Tahun 2016 Terhadap Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit A. Inkofar,
5(1), 29–33.
Kurniasih, F. D., Meila, O., & Tasriyanti, F. (2017). Pemantauan Terapi Obat Pada
Pasien Hipertensi Di Bangsal Flamboyan Rumah Sakit Tk.II Dr. Ak Gani
Palembang Periode 01 Maret – 26 April 2017 Monitoring. Social Clinical
Pharmacy Indonesia Journal, 2(1), 83–91.
Amaranggan, 2015,. Pelayanan Informasi Obat Yang Efektif Dari Beberapa Negara
Untuk Meningkatkan Pelayanan Farmasi Klinik, Jurnal Farmaka Vol 15 No 1