Anda di halaman 1dari 31

PERATURAN DALAM PELAYANAN

FARMASI, ETIKA DAN UU DALAM


PELAYANAN FARMASI KEPADA
PASIEN DI RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu : apt. Barita Juliano Siregar, S.Si., M.M.


NAMA ANGGOTA

Rahmania Hamdi 11201020000012


Raya Annisa Fadila 11201020000013
Shinta Wulandari 11201020000014
Syifa Naza Nur Laila 11201020000015
Winda Lestari 11201020000016
POINT

Pengkajian dan Penelusuran


pelayanan Resep riwayat Rekonsiliasi Obat PIO
penggunaan Obat

Konseling PTO MESO EPO

Dispensing sediaan PKOD


steril
01
Peraturan dalam Pelayanan
Farmasi di RS
Berdasarkan Permenkes nomor 72 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan


langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien
dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
Obat.
Pengkajian dan pelayanan Resep
Dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan
masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi.
Penelusuran riwayat penggunaan Obat
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
● membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik
● melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat
● mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD);
● mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
● melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
● melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
● melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan;
● melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
● melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
● memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan
minum Obat (concordance aids);
● mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter;
● mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien.
Rekonsiliasi Obat

merupakan proses membandingkan instruksi


pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
Obat.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)

merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,


rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini

70% dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada


dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
30%
Konseling

adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran


terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada
pasien dan/atau keluarganya. Pemberian konseling
yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian
konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost
effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan Obat
bagi pasien (patient safety).
Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,
memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik
atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa
disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat
yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Kegiatan dalam PTO meliputi :
● pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi,
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
● pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
● pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Adapun tahapan PTO meliputi :
● pengumpulan data pasien
● identifikasi masalah terkait Obat
● rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
● Pemantauan
● dan tindak lanjut.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. MESO bertujuan menemukan
Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang; menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan; mengenal semua faktor yang
mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
ESO; meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan
mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu mendapatkan
gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
Obat, membandingkan pola penggunaan Obat pada
periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk
perbaikan penggunaan Obat, dan menilai pengaruh
intervensi atas pola penggunaan Obat
Dispensing sediaan steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
70% terjadinya kesalahan pemberian Obat. Kegiatan dispensing sediaan
steril meliputi pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral,
penanganan sediaan sitostatik
30%
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD)
merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu
atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

Kegiatan PKOD meliputi :

● penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan


Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD),
● mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); dan
● menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) dan memberikan rekomendasi.
02
Etika dan UU dalam
Pelayanan Farmasi Kepada
Pasien di RS
Etika Apoteker dalam Pelayanan Farmasi kepada pasien
di RS
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan mengucapkan sumpah atau janji apoteker secara
agama dan keyakinan. Seorang sarjana farmasi dalam pelaksanaan profesinya harus sesuai dengan kaidah
moral yang ada. Kaidah moral menentukan apakah seseorang berperilaku baik atau buruk dari sudut etis.
Hubungan moral dengan etika sangat erat, etika membutuhkan moral sebagai landasan atau pijakan dalam
melahirkan sikap tertentu. Apoteker sebagai individu maupun sebagai kelompok dalam melakukan tindakan
juga harus berpegang pada moral yang baik.
Etika apoteker dalam pelayanan obat tercantum pada pasal 7 Buku Kode Etik Apoteker Indonesia, yaitu :
● Seorang Apoteker memberikan informasi kepada pasien / masyarakat harus dengan cara yang mudah
dimengerti dan yakin bahwa informasi tersebut harus sesuai, relevan, dan “up to date”
Etika Apoteker dalam Pelayanan Farmasi kepada pasien
di RS

● Sebelum memberikan informasi, Apoteker harus menggali informasi yang dibutuhkan


dari pasien ataupun orang yang datang menemui Apoteker mengenai pasien serta
penyakitnya.
● Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan kepada
pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat.
● Seorang Apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas, melakukan
monitoring penggunaan obat dan sebagainya.
● Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai Satuan Kredit Profesi (SKP).
UU Kefarmasian di RS

UU Nomor 44 Tahun 2014


Tentang Rumah Sakit

Permenkes No. 72 Tahun 2016


Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

PP No. 51 Tahun 2009


Tentang Pekerjaan Kefarmasian
UU Kefarmasian di RS

UU Nomor 44 Tahun 2014 Permenkes No. 72 Tahun 2016


Pada pasal 15 UU Nomor 44 Tahun 2014 Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah

disebutkan bahwa persyaratan kefarmasian Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan

harus menjamin ketersediaan sediaan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi

farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu

bermanfaat, aman dan terjangkau. dan kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara

Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit terus menerus agar perubahan paradigma

harus mengikuti standar pelayanan tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker

kefarmasian. Ketentuan lebih lanjut harus dapat memenuhi hak pasien agar

mengenai standar pelayanan kefarmasian terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan

diatur dengan Peraturan Menteri. termasuk tuntutan hukum.


UU Kefarmasian di RS
PP No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian

Pada pasal 3 disebutkan bahwa Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan
dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Tujuan
pengaturan Pekerjaan Kefarmasian dijelaskan pada pasal 4, yaitu:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundangan-undangan; dan
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
03
Studi Kasus
Kasus
Px (Pasien) operasi otak meninggal dunia
akibat pemberian obat yang salah. Dokter
yang menangani pasien meresepkan
Fosfenitoin Untuk mengurangi kejang tetapi
pekerja farmasi keliru dalam memberikan
obat, obat yang diberikan adalah Rocuronium
yaitu obat yang berfungsi untuk melumpuhkan.
PELANGGARAN
1. UU RI No. 36 (Tiga Puluh Enam) Tahun 2014 (Dua Ribu
Empat Belas) tentang Nakes (Tenaga Kesehatan)
Ketentuan Pidana Pasal 84, sanksi diberikan:

a. Setiap seorang atau kelompok tenaga kesehatan atau Nakes


yang melakukan kelalaian atau pelanggaran berat yang
mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat
atau cacat berat maka dipidana dengan pidana penjara paling
lama tiga tahun.
b. Jika kelalaian berat atau kesalahan berat sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 mengakibatkan kematian atau kehilangan nyawa
atau meninggal dunia, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
Kasus ini dapat dikenakan sanksi pidana karena pasien meninggal
dunia. Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
bagian B dipidana paling lama 5 tahun karena pasien meninggal dunia
atau kehilangan nyawa. Artinya bahwa setiap kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan hingga mengakibatkan cedera fisik dipidana tiga tahun
tetapi jika kelalaian sampai menimbulkan kehilangan nyawa dipidana 5
tahun. Dan Hukuman lainnya dapat dikenakan sanksi administrasi dari IAI
seperti: pencabutan masa jabatan dalam bertugas, dan masih banyak lagi.
Peradilan di bidang kesehatan Mahkamah Agung melalui Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tahun 1982 telah memberikan
pengarahan pada para hakim bahwa penanganan tenaga kesehatan yang
diduga melakukan kelalaian atau kesalahan dalam melakukan tindakan
atau pelayanan agar jangan langsung diproses melalui jalur hukum. namun
dimintakan pendapat dulu ke Majelis Etik dan Disiplin masing-masing
tenaga kesehatan. Untuk apoteker dapat diajukan ke Majelis Etik dan
Disiplin Apoteker Indonesia.
PELANGGARAN

2. Undang Undang No. 36 (Tiga Puluh Enam) tahun 2014


(Dua Ribu Empat Belas) Pasal 78 menyatakan :

"Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam


menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada
penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan"

Hal ini berarti mensyaratkan bahwa diperlukan penyelesaian sengketa atau


tuntutan ganti rugi pasien terhadap pemberi pelayanan kesehatan untuk
diselesaikan secara non litigasi terlebih dahulu sebelum melalui jalur litigasi,
Penyelesaian secara non litigasi disini meliputi peradilan profesi dan peradilan
non litigasi lainnya.
SOLUSI
Dalam kasus ini, pemberian obat yang salah ini
merupakan sesuatu yang fatal apalagi bila
kesalahan ini sampai mengakibatkan kesehatan
korban semakin memburuk. Oleh sebab itu, dalam
pemberian layanan jasa pengobatan diharapkan
tenaga kesehatan baik dokter dan apoteker
terlebih dahulu lebih teliti dalam pemberian
obat-obatan. Supaya para petugas kesehatan ini
lebih mengingat hak-hak dan perlindungan dari
kelalaian pemberian resep agar tidak terjadi
pelanggaran.
KESIMPULAN
Pelayanan farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan di Rumah Sakit
yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Berdasarkan Permenkes nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi Pengkajian dan pelayanan Resep,
Penelusuran riwayat penggunaan Obat, Rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat
(PIO), Konseling, Visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping
Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Dispensing sediaan steril, dan
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
DAFTAR PUSTAKA
Ardianti, A. 2019. Analisis Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Bagian Instalasi Kefarmasian RSUD Simeulue. Jurnal Rekam
Medic, 2(1), 48-63. Diakses dari
http://repository.helvetia.ac.id/id/eprint/681/2/BAB%20I%20-%20BAB%20III.pdf pada 19 November 2022.
MAIZEL, F. 2017. Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Layanan Kefarmasian Di Instalasi Farmasi RSUD Kabupaten
Kepulauan Mentawai (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ANDALAS). Diakses dari
http://scholar.unand.ac.id/26886/2/BAB%20I.pdf pada 19 November 2022.
Siregar, Yasinta D F. 2018. ANALISIS SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI GUDANG FARMASI RUMAH SAKIT UMUM
MADANI TAHUN 2018 (Doctoral dissertation, INSTITUT KESEHATAN HELVETIA). Diakses dari
http://repository.helvetia.ac.id/id/eprint/783/2/BAB%20I%20-%20BAB%20III.pdf pada 19 November 2022.
Arlitadelina, I & Kusumaningrum, A. (2021). ANALISIS PELANGGARAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PADA KASUS
ADMINISTRASI ERROR BERUJUNG PIDANA. Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, 1(02), 97-105.
https://jurnal-mhki.or.id/jhki/article/view/11 pada 20 November 2022.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai