yaitu sebagai fasilitas pusat pelayanan kesehatan pertama kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit,
yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan menyediakan formularium atau pedoman perbekalan
pelayanan kesehatan masyarakat, pusat penggerak farmasi, menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan
pembangunan berwawasan kesehatan dan pusat farmasi, dan penyesuaian dengan alokasi dana yang
pemberdayaan masyarakat. Ruang lingkup kegiatan tersedia. Perencanaan menggunakan metode epidemiologi
pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi Pengelolaan perlu adanya pertimbangan anggaran, penetapan prioritas,
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan sisa persediaan, data pemakaian periode lalu, waktu tunggu
farmasi klinik di dukung dengan adanya sarana prasarana pemesanan dan rencana pengembangan.
dan sumber daya manusia (Permenkes, 2014)
Metode konsumsi
Menurut PMK Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Metode konsumsi diterapkan berdasarkan data
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang riel konsumsi perbekalan farmasi periode sebelumnya,
dimaksud dengan pengelolaan sediaan farmasi yaitu obat dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Hal yang perlu
dan bahan medis habis pakai adalah rangkaian kegiatan diperhatikan dalam menghitung jumlah perbekalan farmasi
mencakup perencanaan kebutuhan, permintaan, yang dibutuhkan adalah dengan melakukan pengumpulan
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi,
pencatatan, pelaporan, pengarsipan dan pemantauan serta perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi, dan
evaluasi pengelolaan. Manajemen pengelolaan obat penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan
bertujuan agar tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik alokasi dana yang ada. (Permenkes RI, 2016).
jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien. Oleh karena
itu manajemen obat dapat dipakai sebagai proses Permintaan Obat
penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang Permintaan obat menurut Permenkes Nomor 58
optimal dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat. Tahun 2014 yaitu pengadaan berupa kegiatan yang
(Mangidara dkk, 2012). dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.
Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
Perencanaan Obat jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau
Perencanaan obat adalah suatu kegiatan yang dan sesuai standar mutu yang ada. Pengadaan merupakan
dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep penentuan jumlah sediaan yang dibutuhkan, penyesuaian
kegiatan yang sistematis dalam mencapai sasaran atau antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan dan pengadaan pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka menetapkan pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk
jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
kebutuhan di pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dengan membentuk tim perencanaan obat yang bertujuan dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan
dana obat melalui kerja sama antar instansi yang terkait tenaga kefarmasian (Permenkes RI, 2014).
dengan masalah obat (Oscar & Jauhar, 2016) Menurut Permenkes Nomor 74 Tahun 2016
Menurut PMK Nomor 74 Tahun 2016 tentang tujuan dari permintaan adalah memenuhi kebutuhan
Perencanaan Pebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di
Habis Pakai yang dimaksud perencanaan merupakan proses Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang
kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan
Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan jenis dan setempat.
jumlah sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang
mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat Penyimpanan Obat
secara rasional serta meningkatkan efisiensi dari Penyimpanan obat merupakan bagian yang tak
penggunaan obat. terpisahkan dari keseluruhan kegiatan kefarmasian, baik
Perencanaan merupakan tahap awal dalam farmasi rumah sakit maupun farmasi komunitas.
melakukan pengelolaan obat. Ada beberapa macam metode Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan menyimpan dan
perencanaan yaitu: memelihara obat dengan menempatkan obat yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta dapat
Metode morbiditas/epidemiologi menjaga mutu obat. Sistem penyimpanan yang tepat dan
Metode ini dilakukan berdasarkan beban baik sesuai persyaratan menjadi salah satu faktor penentu
kesakitan (morbidity load) yaitu berupa pola penyakit, mutu obat yang akan didistribusikan. (IAI, 2015).
perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead Menurut Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016
time). Pertimbangan dalam metode ini terkait dalam tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang
menentukan jumlah pasien yang akan dilayani dan jumlah dimaksud dengan Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan
49
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan dokter hingga penyerahan obat kepada pasien. Dalam hal
terhadap Sediaan Farmasi yang diterima demi keamanan, penggunaan obat, langkah yang paling penting diperhatikan
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya adalah diagnosis yang tepat sehingga menghasilkan suatu
tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. peresepan yang diharapkan rasional, efektif, aman, dan
Tujuan dilakukannya penyimpanan adalah agar mutu ekonomis (Depkes RI, 1998).
Sediaan Farmasi yang tersedia di puskesmas dapat Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. kerasionalan penggunaan obat. WHO menyimpulkan
Sistem penyimpanan dilakukan dengan terdapat 3 faktor adalah pola peresepan, pelayanan yang
memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi seperti diberikan bagi pasien dan tersedianya fasilitas untuk
menggunakan wadah asli dari produsen, obat dengan wadah merasionalkan penggunaan obat (World Health
baru harus tertera identitas obat, terpisah dari produk lain, Organization, 1993). Faktor peresepan dapat berpengaruh
terhindar dari dampak yang tidak diinginkan, mencegah langsung pada ketepatan pemberian obat yang akan
tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan tercampur baurnya dikonsumsi oleh pasien. Faktor pelayanan pasien
obat, tidak bersinggungan langsung antara kemasan dan berpangaruh pada ketepatan diagnosis dan terapi untuk
lantai, memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat pasien, serta informasi yang seharusnya diterima agar
serta disusun secara alfabetis serta memperhatikan pasien mengerti akan tujuan terapi yang dijalani begitupun
kemiripan penampilan dan penamaan Obat (Look Alike dengan penggunaan obat sedangkan faktor fasilitas yaitu
Sound Alike, LASA), memperhatikan sistem First Expired ketersediaan daftar obat esensial menjadi penunjan bagi
First Out (FEFO) dan atau sistem First In First Out (FIFO). tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan penggunaan
(BPOM, 2018) Proses penyimpanan yang tidak sesuai, obat yang rasional (World Health Organization, 1993).
maka akan terjadi kerugian seperti mutu sediaan farmasi
tidak dapat terpelihara (tidak dapat mempertahankan mutu Pencatatan dan Pelaporan Obat
obat dari kerusakan, rusaknya obat sebelum masa Menurut Permenkes RI Nomor 74 Tahun 2016
kedaluwarsanya tiba (Palupiningtyas, 2014). tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
administrasi di puskesmas meliputi pencatatan dan
Distribusi Obat pelaporan terhadap seluruh rangkaian kegiatan dalam
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
dan penyerahan obat secara teratur dan merata untuk Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
memenuhi kebutuhan sub unit farmasi puskesmas dengan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sistem distribusi Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan
yang baik harus : menjamin kesinambungan dan pelaporan adalah sebagai bukti bahwa pengelolaan
penyaluran/penyerahan, mempertahankan mutu, Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai telah
meminimalkan kehilangan, kerusakan, dan kedaluwarsa, dilakukan, sumber data untuk melakukan pengaturan dan
menjaga tetelitian pencatatan, menggunakan metode pengendalian dan sumber data untuk pembuatan laporan.
distribusi yang efisien, dengan memperhatikan peraturan
perundangan dan ketentuan lain yang berlaku, FORNAS
menggunakan sistem informasi manajemen (Kurniawati & Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Maziyyah 2017). Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/813/2019
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Tentang Formularium Nasional yang dimaksud dengan
Medis Habis Pakai adalah kegiatan pengeluaran dan FORNAS adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program
unit / satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuan jaminan kesehatan. Dalam hal ini obat yang dipilih adalah
distribusi obat adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan obat yang paling berkhasiat, aman, dan dengan harga
Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah terjangkau.
kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu
yang tepat. Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, Obat Rusak atau Kedaluwarsa
UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan pemberian Obat Obat rusak adalah keadaan obat yang tidak bisa
sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per terpakai lagi karena rusak secara fisik atau berubah bau dan
sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, warna yang dipengaruhi oleh udara yang lembab, sinar
sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas matahari, suhu dan goncangan fisik sedangkan obat
dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kedaluwarsa / expire date adalah obat yang sudah melewati
kebutuhan (floor stock). (Permenkes RI, 2016) tanggal kedaluwarsa yang tercantum pada kemasan yang
menandakan obat tersebut sudah tidak layak lagi untuk di
Penggunaan Obat konsumsi atau digunakan (Kareri, 2018).
Penggunaan obat merupakan tahap akhir Apoteker dan Asisten Apoteker bertanggung
manajemen obat. Penggunaan obat atau pelayanan obat jawab dalam memelihara obat agar terhindar dari
merupakan proses kegiatan yang mencakup aspek teknis kerusakan, kedaluwarsa, dan hilang. Fungsi pemeliharaan
dan non teknis yang dikerjakan mulai dari menerima resep ini dilakukan sejak obat dan bahan habis pakai diterima dan
50
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
51
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
WHO 1993
Dalam aspek Penggunaan indikator yang
digunakan adalah peresepan obat generik. Tujuan dari Gambar 1. Grafik Kesesuaian Obat Yang Tersedia di
indikator ini adalah melihat persentase penggunaan obat Puskesmas Dengan Formularium Nasional Tahun 2019.
generik pada pelayanan kesehatan. Persentase yang
digunakan sebesar 100% dengan minimum toleransi 82%. Hasil tersebut dibandingkan dengan standar yang
Indikator ini juga dapat dijadikan evaluasi mengenai ditetapkan oleh PMK RI Nomor 54 Tahun 2018 tentang
koordinasi antara apoteker dan dokter dalam hal peresepan Penyusunan dan Penerapan Formularium Nasional Dalam
obat Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan dengan
persentase sebesar 100%. Maka persentase kesesuaian obat
METODE PENELITIAN dengan FORNAS di Puskesmas Kasihan 1 tahun 2019
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental belum sesuai standar. Ketidaksesuaian ini dikarenakan
bersifat deskriptif-evaluatif dengan metode kuantitatif dan Puskesmas Kasihan 1 menjalankan beberapa program
wawancara sebagai data pendukung. Menggunakan data kesehatan seperti persalinan, rawat inap dan beberapa
retrospektif yaitu LPLPO dan kartu stok tahun 2019. Data praktek dokter spesialis sehingga membutuhkan obat
kuantitatif didapatkan dari analisis dokumen pengelolaan khusus dalam penyelenggaraannya. Selain itu juga adanya
obat sedangkan data pendukung didapatkan dari wawancara program kesehatan dari pemerintah seperti saat tercatatnya
langsung apoteker penanggung jawab instalasi farmasi kasus malaria dan flu burung sehingga obat program pun
Puskesmas Kasihan 1. Penelitian dilaksanakan pada bulan diberikan. Dalam hal ini perlu adanya peninjauan kembali
Desember 2019 sampai Februari 2020 di Puskesmas daftar FORNAS terkait obat dengan ketentuan khusus atau
Kasihan 1 Kabupaten Bantul, DIY. Populasi pada penelitian obat program yang boleh diadakan dalam formularium
ini adalah salah satu Puskesmas yang berada di Kabupaten fasilitas kesehatan tingkat 1.
Bantul yaitu Puskesmas Kasihan 1 dan sampel pada
penelitian ini adalah dokumen pengelolaan obat yang Penelitian lain yang dilakukan oleh Ivonie dkk
dimiliki Puskesmas Kasihan 1. tahun 2017 pada 6 puskesmas di Kabupaten Keerom,
Provinsi Papua juga mengalami hal yang sama. Kesesuaian
HASIL DAN PEMBAHASAN obat dengan FORNAS belum mencapai standar yang
Perencanaan ditetapkan. Hal ini dikarenakan perubahan standar
pengobatan di puskesmas selain itu beberapa obat dianggap
Perencanaan obat dilakukan dengan seleksi berdasarkan cukup penting dan sangat dibutuhkan di puskesmas. Berikut
kebutuhan obat periode sebelumnya yang ditinjau dari pola grafik obat tidak sesuai FORNAS di tahun 2019 dengan
pemakaian. Indikator pada penelitian ini adalah persentase jumlah obat tidak sesuai FORNAS terbanyak pada bulan
kesesuaian obat berdasarkan Formularium Nasional Maret sebesar 464 obat. Grafik penggunaan obat tidak
(FORNAS) dengan obat yang tersedia di puskesmas. sesuai FORNAS tahun 2019 dapat dilihat pada Gambar 2.
Dikatakan memenuhi standar apabila nama obat, bentuk
sediaan dan dosis obat yang ada di puskesmas sesuai dengan
daftar FORNAS. Hasil penelitian menunjukkan persentase
kesesuaian obat di Puskesmas Kasihan 1 dengan FORNAS
sebesar 96,43%. Diagram persentase kesesuaian obat di
Puskesmas Kasihan 1 tahun 2019 dapat dilihat pada Gambar
1.
52
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
Dari data LPLPO terdapat 140 obat dengan 5 obat Bulan Obat Obat Persentase
tidak sesuai Formularium Nasional. Obat-obat tersebut Tidak Kesesuaian
Sesuai Sesuai
yaitu:
Januari 64 69 48,12%
Haloperidol 0,5 mg; dalam Formularium Nasional hanya
ada di pelayanan kesehatan tingkat 2 dan 3 dengan Februari 79 51 60,77%
peresepan oleh dokter spesialis kesehatan jiwa, namun Maret 79 55 58,95%
diadakan di puskesmas karena merupakan obat program
untuk kebutuhan pasien jiwa lanjutan yang telah membawa April 114 19 85,71%
surat pengantar dari dokter spesialis kesehatan jiwa.
Mei 62 73 45,92%
Antimalaria DHP; Tidak ada dalam Formularium Nasional Hasil tersebut dibandingkan dengan standar yang
namun diadakan karena termasuk obat program untuk kasus ditetapkan dari penelitian Pudjaningsih 1996 sebesar 100%.
malaria yang tercatat pernah terjadi di puskesmas tersebut. Maka persentase ketepatan permintaan obat Puskesmas
Kasihan 1 tahun 2019 belum memenuhi standar.
Permintaan Ketidaksesuaian ini terjadi karena dalam melakukan
Permintaan obat di Puskesmas Kasihan 1 permintaan obat di beberapa periode pengelola obat tidak
menggunakan metode konsumsi dimana permintaan memperhitungkan stok optimum dan terkadang permintaan
dilakukan berdasarkan data pemakaian periode sebelumnya. yang direncanakan berlebih atau kurang. Keadaan berikut
Periode permintaan yang dilakukan adalah setiap 1 bulan mengakibatkan ketersediaan obat di puskesmas kurang
sekali. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi maksimal terkadang over stock atau stock out. Perlu adanya
permintaan obat adalah persentase ketepatan permintaan tindakan untuk mengatasi ketidaksesuaian ini dengan lebih
obat. Hasil penelitian menunjukkan persentase ketepatan memperhatikan stok optimum di setiap periode pengadaan
permintaan obat di Puskesmas Kasihan 1 pada tahun 2019 obat sebagai acuan jumlah stok ideal yang harus tersedia
adalah sebesar 75,88%. Diagram ketepatan permintaan obat untuk menghindari stok kosong atau berlebih.
di Puskesmas Kasihan 1 pada tahun 2019 dapat dilihat pada
Gambar 3. Penelitian lain yang dilakukan oleh Syukriati
Chaira, dkk tahun 2016 pada 7 puskesmas di kota Pariaman
membuktikan hasil rata-rata ketepatan permintaan obat di
seluruh puskesmas belum sesuai dengan standar. Penyebab
terjadinya ketidaksesuaian pun sama yaitu puskesmas tidak
memperhitungkan stok optimum. Keadaan tersebut
mengakibatkan ketersediaan obat pada 7 puskesmas di kota
Pariaman ada yang kurang dan ada yang berlebih.
53
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
MAR 0 0/138 0%
September 0 69 0%
Oktober 2 62 3,12%
November 8 72 10%
Desember 0 3 0%
Rata-rata 33,47%
55
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
56
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
analisis didapatkan persentase perbedaan pencatatan obat Ketidaksesuaian ini bisa diakibatkan karena
pada kartu stok dan jumlah fisik obat di Puskesmas Kasihan human eror atau kekeliruan petugas dalam pencatatan,
1 tahun 2019 sebesar 10,71%. Hasil penelitian dapat di lihat kesalahan perhitungan, lupa mencatat saat pengambilan
pada Gambar 9. atau memasukan obat serta kurang fokus dalam bekerja
akibat beban kerja. Pada hari-hari tertentu seperti hari senin
dan selasa merupakan hari dengan kunjungan terbanyak
sehingga beban kerja pun meningkat. Pencatatan stok obat
yang tidak akurat dapat menyebabkan kerancuan untuk
melihat obat kurang atau berlebih dalam persediaan.
Diperlukan perhatian khusus dalam hal pencatatan obat ini
seperti dengan memeberikan label di setiap etalase agar
tidak lupa mencatat mutasi obat dan memperhatikan jam
kerja karena kerja berlebihan dapat menghilangkan fokus
akibat kelelahan.
58
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020
Proceedings The 1st UMYGrace 2020
(Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference)
pemerintah mengenai standar pengelolaan obat sebagai Mangindara; Darmawansyah; Nurhayani; Balqis. (2012).
modal pelaksanaan sehingga pengelolaan obat yang ada Analisis Pengelolaan Obat Di Puskesmas Kampala
menjadi lebih terarah. Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjaitahun
. 2011. Jurnal AKK, Vol 1 No 1, September 2012, hal
REFERENSI 1-55.
Oscar, L. & Jauhar, M. (2016). Dasar-Dasar Manajemen
Adi Soeprijanto, R; Hapsari, Indri; Utaminingrum Wahyu. Farmasi. Prestasi Pustaka Raya.
(2011). Evaluasi Manajemen Pengelolaan Obat Di Palupiningtyas, R. (2014). Analisis Sistem Penyimpanan
Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Purbalingga Obat Di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya
Berdasarkan Tiga Besar Alokasi Dana Pengadaan Tangerang.
Obat. PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 Permenkes. (2014). Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Akbar, Nabila H; Kartinah, Nani; Wijaya, Candra. (2015). Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.
Analisis Manajemen Penyimpanan Obat di Permenkes. (2016). Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar
Puskesmas Se-Kota Banjarbaru. Jurnal Manajemen Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
dan Pelayanan Farmasi. p-ISSN: 2088-8139 Permenkes. (2018). Nomor 54 Tahun 2018 Tentang
BPOM. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Penyusunan Dan Penerapan Formularium Nasional
Makanan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Kesehatan.
Psikotropika, dan Prekursor di Fasilitas Pelayanan Pudjaningsih, D., (1996), Pengembangan Indikator
Kefarmasian. Bpom, 1–50. Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi RS, Tesis, 40,
Chaira, Syukriati, dkk. (2016). Evaluasi Pengelolaan Obat Program Pasca Sarjana, Fakultas Kedokteran,
pada Puskesmas di Kota Pariaman. Jurnal Sains Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Farmasi & Klinis, 3(1), 35-41. Rosmania, Fenty Ayu & Supriyanto, S. (2015). Analisis
Caroline, Ivonie; Fudholi, Achmad; Endarti, Dwi. (2017). Pengelolaan Obat Sebagai Dasar Pengendalian
Evaluasi Ketersediaan Obat Sebelum Dan Sesudah Safety Stock Pada Stagnant Dan Stockout Obat.
Implementasi JKN Pada Puskesmas Di Kabupaten Safii & Silvia, V. (2018). Analisis Yang Memengaruhi
Keerom Provinsi Papua. Volume 7 Nomor 1 – Maret Permintaan Obat Generik Di Kota Banda Aceh.
2017. Satibi. (2014). Manajemen Obat di Rumah Sakit, Gadjah
Depkes RI. (1998). Standar Pelayanan dan Asuhan Mada University Press, Yogyakarta
Keperawatan di Rumah Sakit. Widiasih, E. S. (2015). Analisis Dasar Hukum, Kebijakan
Dorkas Rambu Kareri. (2018). Pelaporan Obat Rusak dan dan Peraturan Penghapusan Obat Rusak Dan
Kadaluarsa di Seksi Kefarmasian Dinas Kesehatan Kadaluwarsa Sebagai Barang Milik Daerah Di Dinas
Kabupaten Sumba Timur. Karya Tulis Ilmiah, 1–48. Kesehatan Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada
IAI. 2015. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Yogyakarta.
Kementrian Kesehatan RI & JICA. (2010). Materi World Health Organization. (1993). How to Investigate
Pelatihan Manajemen Kesehatan Di Puskesmas. Drug Use in Health Facillities.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Yusuf, F. (2016). Studi Perbandingan Obat Generik Dan
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Daftar Obat Esensial Obat Dengan Nama Dagang.
Nasional Pada Tahun 2013.
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Nomor
Hk.01.07/Menkes/813/2019 Tentang Formularium
Nasional.
Kurniawati, Indah & Maziyyah, N. (2017). Evaluasi
Penyimpanan Sediaann Farmasi Di Gudang Farmasi
Puskesmas Sribhowono Kabupaten Lampung Timur.
59
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia, 27 Oktober 2020