PENDAHULUAN
Salah satu faktor penting dalam pelayanan kesehatan adalah obat. Tetapi
diperkirakan oleh WHO bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia
diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari
pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Penggunaan suatu obat dikatakan
tidak rasional apabila kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien
lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak
penggunaannya. Dampak negatif ini dapat dialami oleh pasien yaitu berupa efek
samping dan biaya yang mahal, dan dapat dialami pula oleh populasi yang lebih
luas berupa resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu dan mutu pelayanan
sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai, dalam periode waktu
yang adequate dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Alasan
belanja obat yang merupakan salah satu upaya cost effective medical
dengan harga terjangkau, mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat
yang dapat membahayakan pasien dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap
dilakukan oleh WHO dengan menyusun indikator utama, yang terdiri dari
2011). Parameter indikator peresepan menurut WHO antara lain rata – rata jumlah
obat tiap pasien 2,6, persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik
100%, persentase peresepan antibiotik pada ISPA non pneumonia 20%, persentase
peresepan antibiotik pada diare non spesifik 8%, persentase injeksi pada myalgia
1%, persentase obat yang diresepkan dari DOEN 100%. Nilai-nilai tersebut tidak
kesehatan (Kepmenkes RI, 2015). Salah satu kinerja dari Direktorat Pelayanan
antibiotik pada diare non spesifik maksimal 8%, penggunaan injeksi pada myalgia
maksimal 1% dan rerata item obat yang diresepkan untuk 3 penyakit tersebut
Puskesmas yaitu untuk melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (Permenkes RI, 2016).
2010 menunjukkan rata-rata jumlah obat tiap pasien 3,8, persentase peresepan
seluruh puskesmas kecamatan Kota Depok pada tahun 2010 belum rasional
efek samping, biaya mahal dan resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu.
salah satu Puskesmas kawasan pedesaan dengan jumlah pasien yang banyak.
Berdasarkan latar belakang dan alasan peneliti di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “ Rasionalitas Penggunaan Obat Berdasarkan
Kabupaten Pemalang?
Kabupaten Pemalang?
Pemalang?
yang diresepkan untuk 3 penyakit yaitu ISPA non pneumonia, diare non
spesifik dan injeksi pada myalgia di Puskesmas Klareyan Kabupaten
Pemalang?
antibiotik pada diare non spesifik, penggunaan injeksi pada myalgia dan
2. Resep yang diambil berasal dari ruang farmasi Puskesmas Klareyan dan
Kabupaten Pemalang.
Kabupaten Pemalang.
Pemalang.
yang diresepkan untuk 3 penyakit yaitu ISPA non pneumonia, diare non
Pemalang.
a. Manfaat teoritis
Bagi peneliti sebagai bentuk implementasi dari teori - teori yang diperoleh
b. Manfaat praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1.Tinjauan Pustaka
yang sehat; cocok dengan akal. Rasionalitas adalah pendapat yang berdasarkan
pemikiran yang bersistem dan logis; hal dan keadaan rasional (KBBI, 2016). Obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai
dengan kebutuhannya untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang
1. Tepat diagnosis
tepat. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, pemilihan obat akan
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga
antibiotik yang diindikasikan untuk infeksi bakteri. Pemberian obat ini hanya
ditegakkan dengan benar sehingga obat yang dipilih harus yang memiliki efek
4. Tepat dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan
rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya, dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi
yang diharapkan.
Sebagai contoh: obat antasida yang dikunyah terlebih dahulu kemudian ditelan.
Contoh lainnya antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan
efektivitasnya.
agar mudah ditaati oleh pasien. Semakin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya empat kali sehari) semakin rendah pula tingkat ketaatan menggunakan
obat. Contoh: obat yang harus diminum tiga kali sehari harus diartikan bahwa
masing. Contoh: penyakit tuberkulosis dan kusta, lama pemberian paling singkat
adalah enam bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah
sepuluh sampai empat belas hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, contoh: muka
merah setelah pemberian atropin bukan dikarenakan alergi, tetapi efek samping
tidak boleh untuk anak kurang dari dua belas tahun, karena menimbulkan kelainan
terlihat pada beberapa jenis obat contoh: teofilin dan aminoglikosida. Pada
10. Obat yang diberikan harus efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap
keamanan dan keterjangkauan bagi pasien. Pemilihan obat dalam daftar obat
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting
tindak lanjut yang diperlukan, misalnya apabila pasien tidak sembuh atau
gejala takikardi. Jika hal ini terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa
dan pasien sebagai konsumen. Proses penyiapan obat dan penyerahan obat harus
terlebih dahulu.
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan
akut non spesifik pada umumnya mendapatkan antibiotik dan injeksi, sementara
Padahal diketahui bahwa resiko terjadinya dehidrasi pada anak yang diare dapat
sangat membebani pasien. Dalam hal ini termasuk pula peresepan obat yang
mahal, padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama
3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak
diharapkan
batuk pilek sehingga kebutuhan antibiotika menjadi sangat tinggi. Sudah diketahui
bahwa sebagian besar batuk dan pilek disebabkan virus sehingga antibiotika tidak
Akibatnya apabila suatu saat ditemukan pasien yang benar- benar menderita
infeksi bakteri, antibiotika yang dibutuhkan sudah tidak tersedia lagi. Yang terjadi
selanjutnya adalah pasien terpaksa diberikan antibiotik lain yang bukan pilihan
enggan untuk tetap memberikan oralit tanpa disertai obat lain pada
pasien diare akut non spesifik. Oleh sebab itu sebagian besar penderita
monitoring dan evaluasi Penggunaan Obat Rasional yang terdiri dari indikator
1. Indikator peresepan
3. Indikator fasilitas
2.1.2. Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
RI, 2016).
Obat jadi adalah obat yang sudah dalam bentuk siap pakai. Obat jadi
1. Obat paten
Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku
Obat generik bermerk / bernama dagang adalah obat generik dengan nama
4. Obat esensial
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM.
3. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
4. Obat Psikotropika
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
5. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, kepada apoteker, baik
dilakukan oleh WHO dengan menyusun indikator utama, yang terdiri dari
kesehatan (Kepmenkes RI, 2015). Salah satu kinerja dari Direktorat Pelayanan
RI, 2017) :
Jika a ≤ 20%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100%
Jika b ≤ 8%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100%
Jika c ≤ 1%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100%
4. Rerata item obat yang diresepkan (untuk tiga penyakit tersebut di atas)
Jika d ≤ 2,6 item, maka persentase capaian indikator POR adalah 100%
diare non spesifik dan penyakit myalgia adalah (Kemenkes RI, 2011) :
penunjang
rasional
unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung
2014).
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit tiga dari empat kriteria
a. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada sektor non
b. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius
2 km, memiliki sumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel.
c. Lebih dari 90% (sembilan puluh persen rumah tangga memiliki listrik.
kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit tiga dari empat kriteria
a. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen penduduk pada sektor
agraris.
b. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar
dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5
persen).
d. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas antara lain
atau cuaca.
stabil.
4. Pelayanan gizi
masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan atau
masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang
1. Rawat jalan
4. Home care
1. Manajemen Puskesmas
2. Pelayanan kefarmasian
4. Pelayanan laboratorium.
1. Letak Geografi
Klareyan meliputi 8 Desa dengan luas 37,70 Km2 (DKK Pemalang, 2017).
Pemalang, 2017) :
Kec.Taman
Kec.Comal
2. Topografi
2017).
3. Sarana Kesehatan
1. Puskesmas Induk 1
3. Poskesdes (PKD) 5
2.Persentase antibiotik
3.Persentase antibiotik
4.Persentase injeksi
Myalgia
myalgia
Indikator Peresepan
POR Nasional :
1.Rerata jumlah obat Gambaran
rasionalitas
2.Persentase antibiotik
Rasionalitas penggunaan
Penggunaan ISPA non pneumonia obat
obat berdasarkan
3.Persentase antibiotik indikator
peresepan
diare non spesifik POR nasional
4.Persentase injeksi
myalgia
2.4. Hipotesis
peresepan POR Nasional yang meliputi penggunaan antibiotik pada ISPA non
pada myalgia dan rerata item obat yang diresepkan (untuk tiga penyakit tersebut
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berada pada ruang lingkup farmasi sosial yang dilakukan di
atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel- variabel yang bisa dijelaskan
yang didasarkan pada catatan medis, mencari mundur sampai waktu peristiwanya
terjadi di masa lalu (Setyosari, 2010). Pengumpulan sampel berasal dari resep
3.3.1.Populasi
objek yang memiliki karakter dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh seorang
peneliti untuk dipelajari yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan (Sugiyono,
2011). Populasi penelitian ini adalah seluruh resep periode Juli – September 2017
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
resep pada periode penelitian bulan Juli – September 2017 sebesar 9559 resep.
yaitu :
Dimana :
N = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
resep terpilih untuk masing – masing parameter penilaian dari indikator peresepan
2017. Keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 228 resep dengan
ISPA non pneumonia, persentase antibiotik diare non spesifik dan persentase
dari hari kerja selama periode penelitian, sedangkan untuk rerata item obat per
pasien diambilkan dari rerata item obat untuk 3 diagnosa penyakit tersebut.
2. Resep untuk pasien dari pelayanan pengobatan poli umum dan poli KIA.
3. Resep adalah yang mempunyai satu diagnosa penyakit yaitu ISPA non
pneumonia.
4. Resep memiliki data : tanggal resep, nama pasien, umur pasien, jenis
kelamin pasien, nama poli dan nama obat serta jumlah obat yang diberikan.
2. Resep untuk pasien dari pelayanan pengobatan poli umum dan poli KIA.
3. Resep adalah yang mempunyai satu diagnosa penyakit yaitu diare non
spesifik.
4. Resep memiliki data : tanggal resep, nama pasien, umur pasien, jenis
kelamin pasien, nama poli dan nama obat serta jumlah obat yang diberikan.
4. Resep memiliki data : tanggal resep, nama pasien, umur pasien, jenis
kelamin pasien, nama poli dan nama obat serta jumlah obat yang diberikan.
Kriteria eksklusi resep adalah sebagai berikut :
2. Resep adalah sampel dari tiga diagnosa penyakit yang telah ditetapkan
Kriteria eksklusi resep adalah resep bukanlah sampel dari tiga diagnosa
penyakit yang telah ditetapkan (ISPA non pneumonia, diare non spesifik,
myalgia).
3.4. Variabel Penelitian
Jumlah
Rasional :
penggunaan
antibiotik ≤ 20%
Persentase Perhitungan adanya antibiotik
pada ISPA
penggunaan pada tiap resep ISPA non
non Tidak
antibiotik pneumonia bernilai mutlak ( 1=
pneumonia Resep rasional: Nominal
pada ISPA ada, 0 = tidak ada )
dibagi
non > 20%
jumlah
pneumonia
kasus ISPA
(Kemenkes
non
RI, 2011)
pneumonia
Jumlah Rasional :
penggunaan
antibiotik Perhitungan adanya antibiotik ≤ 8%
Persentase
pada diare pada tiap resep diare non
penggunaan Tidak
non spesifik spesifik bernilai mutlak ( 1=
antibiotik Resep rasional: Nominal
dibagi ada, 0 = tidak ada )
pada diare
jumlah > 8%
non spesifik
kasus ISPA
non (Kemenkes
pneumonia RI, 2011)
Rasional:
Jumlah
penggunaan ≤1%
Persentase injeksi pada Perhitungan adanya injeksi pada
tiap resep myalgia bersifat Tidak
peresepan myalgia
mutlak ( 1= ada, 0 = tidak ada ) Resep Rasional: Nominal
injeksi pada dibagi
myalgia jumlah >1%
kasus
myalgia (Kemenkes
RI, 2011)
1. Data Sekunder
secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder peneliti yaitu
berupa resep dan buku register harian Puskesmas Klareyan Kabupaten Pemalang
Sampel diambil dari resep, 1 kasus per hari untuk diagnosis terpilih.
diagnosis terpilih sehingga didapatkan 228 resep. Bila pada hari tersebut tidak ada
pasien dengan diagnosa terpilih, dapat diambilkan pada hari – hari berikutnya.
Diagnosis diambil yang tunggal atau yang tidak disertai penyakit lain, untuk
parameter rerata item obat per pasien diambilkan dari rerata obat untuk tiga
1. Editing
resep pada tiap hari kerja untuk masing – masing parameter indikator persentase
antibiotik pada ISPA non pneumonia, persentase antibiotik pada diare non
spesifik dan persentase injeksi pada myalgia selama periode juli – september 2017
2. Coding
a. Pasien : diberikan nomor urut yang terdiri dari tiga digit angka.
3. Entry Data
dalam program microsoft excel, format tabel memuat tanggal resep, nomor pasien,
umur pasien, diagnosa penyakit, jumlah item obat, antibiotik, injeksi, nama obat,
4. Cleaning Data
Setelah semua data terkumpul, data diolah secara manual dalam bentuk
persentase dan tabulasi. Data yang sudah diolah kemudian dianalisa secara
deskriptif.
permohonan ijin kepada Kepala Puskesmas Klareyan dan pengambilan data dari
resep dilakukan setelah mendapat ijin dari Kepala Puskesmas Klareyan. Peneliti
tidak mencantumkan nama pasien pada waktu pengolahan data untuk menjamin
kerahasiaannya.
berikut :
JADWAL PENELITIAN
1.Studi
Pustaka
Persiapan
2.Penyusunan
3.Konsultasi
1.Persiapan
alat & bahan
Penelitian 2.Pengambilan
data
3.Sortir data
1.Analisis data
2.Evaluasi
Penutupan data
3.Pembahasan
4.Konsultasi
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2011. Modul
Penggunaan Obat Rasional. Jakarta : Kemenkes RI.
Nasirah Bahaudin. 2010. Implementasi Kebijakan Penggunaan Obat Rasional
(POR) Di Indonesia. Presentasi Direktur Bina Penggunaan Obat Rasional.
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta : Depkes RI.
Mutiarani, S. Staf subdit POR Dirjen Binfar Kemenkes RI (2011, Januari 31).
Penggunaan Obat Rasional. (Permatasari, K.C.D, Pewawancara)
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. HK 02.
02 / MENKES / 52 / 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015- 2019. Jakarta : Kemenkes RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2017. Laporan
Akuntabilitas Kinerja 2016. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta : Kemenkes RI.
Permatasari, K.C.D. 2011. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau dari
Indikator Peresepan Menurut WHO di Seluruh Puskesmas Kecamatan
Depok. Skripsi. Depok : Program Studi Farmasi FMIPA Universitas
Indonesia.
Rahayu Wijayanti, Okpri Meila, Annisa Septiyani. Evaluasi Penggunaan Obat
dengan Indikator Prescribing pada Puskesmas Jakarta Utara Periode tahun
2016. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal. Jakarta : Fakultas
Farmasi Universitas 17 agustus 1945
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at
https//kbbi.kemdikbud.go.id, accesed at 04 November 2017.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK. 02.
02/MENKES/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta : Kemenkes RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2016. Pedoman
Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Kemenkes RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. 2017. Profil Kesehatan Puskesmas
Klareyan Tahun 2016. Pemalang : DKK Pemalang
Punaji Setyosari. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. 2017. Profil Kesehatan Puskesmas
Klareyan Tahun 2016. Pemalang : DKK Pemalang.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2017. Laporan
Akuntabilitas Kinerja 2016. Jakarta : Kemenkes RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2011. Modul
Penggunaan Obat Rasional. Jakarta : Kemenkes RI.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2016. Pedoman
Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Kemenkes RI.
KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at
https//kbbi.kemdikbud.go.id, accesed at 04 November 2017.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. HK 02.
02 / MENKES / 52 / 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015- 2019. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK. 02.
02/MENKES/068/I/2010 Tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta : Kemenkes RI.
Mutiarani, S. Staf subdit POR Dirjen Binfar Kemenkes RI (2011, Januari 31).
Penggunaan Obat Rasional. (Permatasari, K.C.D, Pewawancara).
Nasirah Bahaudin. 2010. Implementasi Kebijakan Penggunaan Obat Rasional
(POR) Di Indonesia. Presentasi Direktur Bina Penggunaan Obat Rasional.
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta : Depkes RI.
Permatasari, K.C.D. 2011. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Ditinjau dari
Indikator Peresepan Menurut WHO di Seluruh Puskesmas Kecamatan
Depok. Skripsi. Depok : Program Studi Farmasi FMIPA Universitas
Indonesia.
Punaji Setyosari. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta: Kencana.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul……………………………………...…………………… i
Halaman Judul…………………………………………………………….. ii
Halaman Persetujuan………………………...……………………………. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………... 1
2.4. Hipotesis……………………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 42
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
WHO 1993 pada Instalasi Farmasi Rawat Jalan di RSUD Ungaran Periode
Tulis Ilmiah ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah memberikan risalah islam yang
dapat menjadi bekal hidup kita baik di dunia dan di akherat kelak.
Bagi penulis, penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Rasionalitas
Kabupaten Pemalang” ini merupakan tugas yang tidak ringan. Penulis sadar
banyak hambatan yang menghadang dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah
penelitian ini
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Selama Penulis melaksanakan penelitian
mengenai “ Rasionalitas Penggunaan Obat Berdasarkan Indikator Peresepan di
Puskesmas Klareyan Kabupaten Pemalang” dapat terlaksana dengan baik.
Terlaksananya penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan kerja sama
berbagai pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Mc. Chambali.,B.Eng.EE selaku Direktur Politeknik Harapan
Bersama Tegal.
2. Heru Nurcahyo, M.Sc.,Apt selaku Ketua Program Studi Diploma Tiga
Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal.
3. Rosaria Ika Pratiwi, M.Sc.,Apt selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah.
4. Moh.Ihsanudin, S.Si.,Apt,M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah.
5. Dr. Wendy Nuryanti selaku Kepala Puskesmas Klareyan Kabupaten
Pemalang
6. Para Dosen dan Staf D3 Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal.
7. Rekan-rekan Mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa pengetahuan yang Penulis miliki masih kurang
sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya
dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga penelitian ini
memberikan manfaat kepada penulis sendiri maupun pihak-pihak yang
berkepentingan.
Tegal,Maret 2011
P
enulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul……………………………………...…………………… i
Halaman Judul…………………………………………………………….. ii
Kata Pengantar……………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………... 1
1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………… 1
2.4. Hipotesis……………………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 42