3: 318-325
ISSN-p : 1410-590x
ISSN-e : 2614-0063
ABSTRAK
Berangkat dari permasalahan belum optimalnya penerapan penggunaan obat secara rasional
pada fasilitas kesehatan di Indonesia dan belum adanya laporan evaluasi penggunaan obat
berdasarkan indikator khusus yang menjadi dasar penilaian kinerja pelayanan kefarmasian di
puskesmas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan obat di puskesmas
wilayah Kota Kupang berdasarkan 8 indikator hasil metode delphi termodifikasi yang dikembangkan
oleh Satibi dkk. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif
secara retrospektif menggunakan data tahun 2018 dan melalui observasi langsung. Pemilihan 8
sampel puskesmas di Kota Kupang dilakukan dengan purposive sampling. Data hasil penelitian
berupa data kuantitatif, dianalisis secara deskriptif dan 6 indikator diantaranya dibandingkan
dengan standar Kemenkes RI dan WHO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat
belum rasional sesuai standar WHO pada item obat per resep, standar Kemenkes RI pada
penggunaan obat generik dan standar WHO maupun Kemenkes RI pada pemberian oralit dan zinc
untuk diare. Pada indikator biaya obat per kunjungan resep sebesar Rp.9.394 ± Rp.1.341 digunakan
sebagai parameter dalam penetapan alokasi dana pengadaan obat di Kota Kupang pada tahun 2019
dan kejadian medication error tidak bisa dievaluasi karena tidak adanya dokumentasi kejadian
tersebut pada puskesmas wilayah Kota Kupang.
Kata kunci: Rasionalitas penggunaan obat; Indikator; Puskesmas.
ABSTRACT
Based on the issues of the deficient application of the rational use of drugs in health facilities in
Indonesia and the absence of evaluation reports of drug use based on specific indicators underlying
performance assessments of pharmaceutical services in public health centers, this study aims to
evaluate drug use in public health centers in Kupang City based on eight indicators of the modified
Delphi method developed by Satibi et al. This study employs a descriptive method with a quantitative
approach retrospectively using 2018 data and direct observation. The selection of eight samples of
public health centers in Kupang City is done by purposive sampling. Data generated from this study
that is in the form of quantitative data is analyzed descriptively and seven out of the eight indicators
are compared with national standards set by the Indonesian Ministry of Health. The results show that
the use of drugs is not rational according to WHO standards on prescription drug items and the use
of generic drugs is not according to the standards of the Indonesia Ministry of Health, prescriptions
of ORS and zinc for diarrhea are not rational yet according to the standards of WHO and Indonesia
Ministry of Health. The drug cost per visit prescription is Rp 9.394 ± Rp.1.341 is used as a parameter
in determining the allocation of funds for the procuremenet of drugs in Kupang next year. The
occurrences of medication errors cannot be evaluated because there is no documentation of the
occurrencest in the public health centers in Kupang City.
Keywords: Drug Use Rationality; Indicators; Public Health Centers.
resep di masing-masing puskesmas dengan setiap resep (Kemenkes RI, 2010 a). Dalam
metode systematic random sampling di bulan penetapan alokasi dana pengadaan obat,
Oktober 2019. Data hasil penelitian berupa data pemerintah daerah Kota Kupang telah
kuantitatif, dianalisis secara deskripif dan 6 memasukkan parameter jumlah kunjungan
indikator diantaranya dibandingkan dengan resep dalam perencanaan kebutuhan obatnya
standar WHO dan Kemenkes RI. sehingga diharapkan ketersediaan dana
pengadaan obat tahun berikutnya disesuaikan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan jumlah kunjungan resep di puskesmas
Hasil penelitian pada tabel I wilayah Kota Kupang. Penyediaan dana yang
menunjukkan indikator biaya obat per memadai dari pemerintah sangat menentukan
kunjungan resep sebesar Rp. 9.394 ± Rp.1.341, ketersediaan dan keterjangkauan obat oleh
item per resep 2,46 ± 0,94, sediaan generik masyarakat (Waluyo dkk, 2015) sehingga ikut
96,13% ± 2,35%, antibiotik pada diare non mempengaruhi kerasionalan penggunaan obat.
spesifik 6,94 % ± 6,70%, pemberian oralit dan Ketersediaan anggaran obat bervariasi
zinc pada diare 62,26% ± 6,35%, antibiotik pada disesuaikan dengan jumlah kunjungan resep
ISPA non pneumonia 9,70% ± 6,03% dan yang ada di masing-masing daerah. Indikator ini
penggunaan injeksi sebesar 0%, serta tidak menjadi patokan bagi pemerintah di era BPJS
adanya dokumentasi kejadian medication error dalam memperkirakan kebutuhan obat yang
pada puskesmas wilayah Kota Kupang. harus disediakan pemerintah dan sebagai bahan
evaluasi terkait dana yang dibutuhkan (Satibi
Biaya Obat per Kunjungan Resep dkk, 2019). Banyak negara memiliki anggaran
Rata-rata biaya obat per kunjungan resep terbatas sehingga berdampak pada terbatasnya
di puskesmas wilayah Kota Kupang ditunjukkan alokasi dana bagi sektor kesehatan termasuk
pada tabel I didapatkan sebesar Rp. 9394. pengadaan obat. Oleh karena itu penting dalam
Berdasarkan tabel II, biaya obat per kunjungan memperhatikan efektivitas biaya obat melalui
resep tertinggi berada di Puskesmas Oesapa penggunaan obat rasional agar memberi
(Rp. 12.018) dan terendah di Puskesmas dampak terhadap efisiensi biaya kesehatan
Kupang Kota (Rp.7.997). Biaya obat per (Ariati, 2015).
kunjungan resep berkaitan dengan besaran Berdasarkan tabel I, dapat dilihat bahwa
dana yang dibutuhkan dan yang tersedia untuk banyaknya item obat per resep tidak diikuti
Tabel II. Tingkat Penggunaan Obat per Indikator di Puskesmas Wilayah Kota Kupang
mentasi Kejadian
Nama Puskesmas
kunjungan resep
Medication Error
Sediaan Generik
pneumonia (%)
Item per resep
Biaya obat per
Penggunaan
Injeksi (%)
ISPA Non
(Rupiah)
Doku
(%)
(%)
No
peningkatan biaya obat per kunjungan resep. item/resep) dan Puskesmas Oepoi (4,18 item
Hasil penelitian Hadiningsih (2015) di RS Awal obat/resep). Hasil yang didapat menunjukkan
Bros Bekasi menunjukkan biaya obat yang lebih bahwa kejadian polifarmasi masih terjadi dalam
tinggi pada pasien yang mendapatkan > 2 item peresepan obat, sehingga puskesmas di wilayah
obat dibanding dengan pasien yang Kota Kupang masih perlu mengevaluasi jumlah
mendapatkan ≤ 2 item obat. Hal ini bertolak item obat per resepnya. Semakin besar nilai
belakang dengan hasil yang didapat pada rata-rata jumlah item obat per resep, maka
penelitian ini yaitu biaya obat per kunjungan reaksi obat yang tidak diinginkan dari interaksi
resep tidak berbanding lurus dengan jumlah obat akan semakin meningkat (Destiani dkk,
item obat per lembar resep. 2016).
Puskesmas yang memiliki tingkat
Item Per Resep polifarmasi tertinggi adalah Puskesmas Oepoi
Terjadinya polifarmasi menunjukkan (4,18 item/resep) dan terendah adalah
tanda awal pengobatan yang tidak rasional Puskesmas Sikumana (0,52 item/resep).
karena terkait semakin banyaknya jumlah obat Polifarmasi dapat terjadi karena pola peresepan
yang diberikan kepada pasien dapat dokter ataupun karakteristik pasien. Tidak
meningkatkan resiko efek samping dan tersedianya alat untuk memastikan diagnosa di
interaksi obat. Polifarmasi adalah pemberian fasilitas kesehatan menyebabkan dokter
obat untuk satu diagnosis lebih dari dua item meresepkan obat hanya untuk mengatasi gejala
obat (WHO, 1993). Hasil penelitian berdasarkan pasien (Balushi dkk, 2014) ataupun tekanan
tabel 1 didapatkan rata-rata jumlah item obat pasien kepada dokter karena sugesti jika
per resep di puskesmas wilayah Kota Kupang menggunakan banyak obat kemungkinan
sebesar 2,46 menunjukkan tingkat pemakaian sembuh akan semakin besar.
obat tiap pasien telah sesuai standar Kemenkes
RI (<2,6 item /resep), namun masih melebihi Sediaan Generik
standar WHO (1,8 – 2,2 item/resep). Enam dari Rata-rata persentase sediaan obat
delapan puskesmas yang masih belum generik di 8 puskesmas wilayah Kota Kupang
memenuhi standar yaitu Puskesmas Oesapa (2, didapatkan sebesar 96,13 %, menunjukkan
96 item/resep), Puskesmas Kupang Kota (2, 52 masih di bawah standar Kemenkes RI (100%)
item/resep), Puskesmas Penfui (2,89 namun sudah sesuai dengan rekomendasi WHO
item/resep), Puskesmas Pasir panjang (2,82 (≥82%). Pemerintah Indonesia mewajibkan
item/resep), Puskesmas Oebobo (2,54 penggunaan obat generik bagi semua pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah Puskesmas Penfui sebesar 0%. Hal ini terjadi
(Kemenkes RI, 2010b). Di era JKN, strategi disebabkan tingginya kepatuhan dokter dalam
kebijakan pengadaan obat melalui e-catalogue tercapainya kesesuaian peresepan sesuai
obat ikut mengendalikan biaya dalam pedoman tatalaksana diare non spesifik di
tercapainya pemerataan kesehatan masyarakat, puskesmas.
namun belum optimalnya mekanisme
pengadaan obat melalui e-catalogue Oralit dan Zink pada Diare
menyebabkan ketersediaan obat generik di Hasil penelitian menunjukkan bahwa
puskesmas belum mencapai 100% (Ariati, peresepan oralit dan zink pada diare non
2017). Adanya penggunaan sediaan non generik spesifik hanya mencapai 62,26% dari angka
di fasilitas kesehatan dapat memberi dampak 100% yang menjadi standar WHO dan
terjadinya duplikasi obat akibat ketidaktahuan Kemenkes RI. Masih rendahnya persentase
kandungan obat oleh pasien (Mekonnen, 2014). peresepan oralit dan zink pada diare di
Kebijakan penggunaan sediaan generik di puskesmas wilayah Kota Kupang disebabkan
fasilitas kesehatan mempertimbangkan manfaat pemberian obat pada resep hanya terdapat
obat di era JKN baik aksebilitas dan pemberian tablet zinc saja atau oralit saja.
keterjangkauannya dengan penggunaan obat Pemberian oralit sebagai cairan rehidrasi oral
secara rasional. Efektifitas biaya obat generik digunakan sebagai tindakan awal untuk
memberi dampak terhadap efisiensi biaya mengatasi dehidrasi, terbukti sejak lama dapat
kesehatan (Ariati, 2017). Sediaan generik menurunkan angka kematian sebagai akibat
memberikan efikasi dalam pelayanan kesehatan langsung dari dehidrasi namun tidak cukup
karena dengan mutu yang sama dengan obat signifikan dalam menurunkan frekuensi
non generik didapatkan harga yang lebih defekasi diare sehinggga WHO
terjangkau. merekomendasikan penambahan suplementasi
zinc untuk diresepkan kepada seluruh pasien
Antibiotik pada Diare non Spesifik pada penatalaksanaan diare (Kemenkes RI,
Rata-rata persentase resep antibiotik 2011a). Anggapan bahwa tingginya angka
pada diare non spesifik di 8 puskesmas wilayah kematian pasien diare lebih sering disebabkan
Kota Kupang didapatkan 6,94%, masih berada tidak teratasinya masalah kekurangan cairan
dalam standar Kemenkes RI yang dalam tubuh atau dehidrasi menjadi alasan
mempersyaratkan ≤ 8%. Tingkat peresepan tenaga medis hanya memberikan terapi oralit
antibiotik pada diare non spesifik tertinggi tunggal pada kasus diare, oralit dianggap
berada di Puskesmas Pasir Panjang (19,37%). sebagai pilihan utama dalam pengobatan
Hal ini kemungkinan dipengaruhi pola standar diare (Sasmitawati, 2011). Pasien yang
peresepan dokter berdasarkan terapi empiris hanya diberikan terapi zink tunggal juga
dengan pertimbangan pengobatan sedini dianggap belum tepat dalam pemilihan obat
mungkin untuk mencegah perkembangan karena untuk pasien diare non dehidrasi tetap
infeksi lebih lanjut, yang diberikan tanpa harus ditambahkan oralit untuk mencegah
melakukan pemeriksaan feses dalam proses dehidrasi (Kemenkes RI, 2011). Kemungkinan
identifikasi mikroorganisme penyebab diare. pasien yang hanya diberikan terapi zink karena
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional pasien sudah memiliki persediaan oralit di
termasuk pada terapi diare non spesifik yang rumahnya sebagai usaha penanganan pertama
seharusnya tidak memerlukan antibiotik karena pada diare yang dialaminya (Putri, 2014).
tidak disebabkan infeksi bakteri (Kemenkes RI, Suplementasi zinc yang ditambahkan ke
2015), melainkan oleh infeksi rotavirus yang pengobatan standar diare dengan garam
bersifat self limited disease. Penelitian rehidrasi oral terbukti efektif dalam mengatasi
Trisnowati dkk (2017) mendapatkan tidak diare dengan cara mengurangi frekuensi
terdapatnya manfaat klinis bagi pasien, selain defekasi dan memperpendek durasi diare(Ulfah
menyebabkan peningkatan resiko resistensi dan dkk, 2012). Zink juga meningkatkan sistem
pengeluaran biaya kesehatan yang tidak kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
diperlukan, mengingat penyebab diare non resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan
spesifik kebanyakan adalah virus dan dapat setelah anak sembuh dari diare (WHO, 2006).
sembuh tanpa terapi antibiotik. Tingkat Penelitian lain menemukan bahwa pemberian
peresepan antibiotik terendah berada di zink secara signifikan meningkatkan efisiensi
(dispensing error), dan kesalahan penyerahan Bencana Banjir. Jurnal Ilmu Kebencanaan,
obat kepada pasien (administration error) 2: 12.
(Khairuirrijal dan Norisca, 2017). Apoteker Firmansyah, I. dan Rasni, H., 2014. (The
berperan nyata dalam pencegahan tejadinya Correlation Between Knowledge and
medication error melalui kolaborasi dengan behavior preparedness in Facing of
dokter, pasien serta tenaga kesehatan lainnya Floods and Landslides disaster in
(Depkes RI, 2008). Studi di Yogyakarta adolescents aged 15-18 in SMA Al-Hasan
(Perwitasari, 2010) menunjukkan bahwa dari Kemiri Sub district Panti of Jember
229 resep ditemukan 226 resep medication Regency) 8.
error, yaitu 99,12% merupakan kesalahan Kepmenkes, 2011. Pedoman Pengelolaan Obat
peresepan, 3,02% kesalahan farmasetik dan Dan Perbekalan Kesehatan Pada
3,66% merupakan kesalahan penyerahan, Penanggulangan Bencana. Keputusan
dimana sebagian besar kesalahan peresepan Menteri Kesehatan, Jakrta.
merupakan akibat dari resep yang tidak Lai Elizabeth, Le Trac, dan Annesha Lovett,
lengkap. 2013. Expanding the pharmacist’s role in
public health. Universal Journal of Public
KESIMPULAN Health, 1: 79–85.
Indikator yang tidak memenuhi standar Pincock, L., Montello MJ, Tarosky MJ, Pierce WF,
yaitu item per resep melebihi standar WHO, dan Edwards CW, 2011. Pharmacist
sediaan generik belum memenuhi standar readiness roles for emergency
Kemenkes RI, dan peresepan oralit dan zinc preparedness. Am J Health-Syst Pharm,
pada diare yang belum memenuhi standar baik 620–623.
WHO maupun Kemenkes RI. Indikator biaya Sakhare, V. dan Waghmare, S., 2016. Knowledge
obat per kunjungan resep sebesar Rp.9.394 And Attitude Regarding Disaster
digunakan dalam penetapan alokasi dana Preparedness Among The Health Care
pengadaan obat di Kota Kupang pada tahun Team Members In Selected Hospitals Of
2019 dan pada indikator dokumentasi kejadian Pune City. International Journal of Recent
medication error didapatkan belum adanya Scientific Research, 7: 11251–11257.
pendokumentasian tesebut pada puskesmas Undang-undang, 2007. Undang-Undang No 24
wilayah Kota Kupang. Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana. Jakarta.
UCAPAN TERIMA KASIH Yava A, Cicek, H, Tosun, N, Ozcan, C, Yildiz, D, dan
Ucapan terima kasih kepada Badan Dizer, B, 2013. Knowledge and Attitudes
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber of Nurses about Pain Management in
Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Turkey. International Journal of Caring
Kementerian Kesehatan atas bantuan biaya Sciences, (6)3: 494-505:. Ariati, N., 2017.
yang telah diberikan untuk penelitian ini. Tata Kelola Obat di Era Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Integritas, 3:
DAFTAR PUSTAKA 231-243.
Ahayalimudin N, Ismail A, dan Saiboon IM, 2012. Balushi, K.A., Shibli, S.A., Zakwani, I.A., 2014.
Disaster management: a study on Drug Utilization Patterns in the
knowledge, attitude and practice of Emergency Department: A Retrospective
emergency nurse and community health Study. J Basic Clin Pharm, 5: 1–6.
nurse. BMC Public Health, 2(2):1: . CDC, 2003. Outbreak of Severe Acute Respiratory
BNPB, 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Syndrome-Worldwide 2003. MMWR , 52:
Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 226-228.
2008 Tentang Pedoman Penyusunan Depkes RI, 2008. Tanggung Jawab Apoteker
Rencana Penanggulangan Bencana. Terhadap Keselamatan Pasien (Patient
BNPB, Jakarta. Safety), Departemen Kesehatan RI,
Fakhrurrazi, Mulyadi, dan Nizam Ismail, 2015. Jakarta.
Pengetahuan dan Sikap Tenaga Destiani. P., Syahrul, N., Aminah, N., Eli, H., Ellin,
Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah F., 2016. Pola Peresepan Rawat Jalan:
(RSUD) Pidie Jaya Terhadap Studi Observasional Menggunakan
Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Resiko Kriteria Prescribing Indicator WHO di
Salah Satu Fasilitas Kesehatan Bandung. Mutu Pelayanan Farmasi di Unit Rawat
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 5 : 225- Jalan Rumah Sakit X di Bogor. Social
231. Clinical Pharmacy Indonesia Journal, 1:
Enato, E.F.O. dan Ifeanyl, E.C., 2011. Evaluation 89-106.
of Drug Utilization Patterns and Patient Mekonnen, L.B., 2014. Assessment of Drug
Care Practices. West African J Pharm, 22: Prescription Practise Using WHO
36– 41. Prescribing Indicators in Felege Hiwot
Hadiningsih, H., 2015. Analisis Besaran Biaya Referral Hospital (FHRH) Outpatient
Obat Beberapa Penyakit Rawat Jalan dan Department, North Ethiopia. Int J Pharm,
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi di 4: 9-94.
Rumah Sakit. Awal Bros Bekasi Tahun Munarsih, F.C., Okpri, M dan Fitri, R., 2017.
2014. Jurnal Administrasi Rumah Sakit, 2: Evaluasi Penggunaan Obat dengan
53-63. Indikator Prescibing pada Puskesmas
Kardela, W., Retnosari, A., dan Sudibyo, S., 2014. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat
Perbandingan Penggunaan Obat Rasional Periode Tahun 2016. Social Clinic
Berdasarkan Indikator WHO di Pharmacy Indonesia Jurnal, 2: 17-22.
Puskesmas Kecamatan antara Kota Perwitasari, D.A., Jami’ul, A., dan Iis
Depok dan Jakarta Selatan. Jurnal Wahyuningsih, 2010. Medication Errors
Kefarmasian Indonesia, 4: 91-102. in Outpatients of a Government hospital
Kemenkes RI, 2010a. Materi Pelatihan In Yogyakarta Indonesia. International
Manajemen Kefarmasian di Instalasi Journal of Pharmaceutical Sciences Review
Farmasi Kabupaten/Kota. Kementerian and Research, 1: 8-10.
Kesehatan RI bekerja sama dengan Japan Satibi, S., Rokhman, M.R., Aditama, H., 2019.
International Cooperation Agency (JICA), Developing Consensus Indicators to
Jakarta. Assess Pharmacy Service Quality at
Kemenkes RI, 2010b. Peraturan Menteri Primary Health Centres in Yogyakarta,
Kesehatan RI Nomor HK.02.02/ Indonesia. The Malaysian Journal of
Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Medical Sciences: MJMS, 26:110-121.
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Trisnowati, K.E., Sylvi, I., dan Eko, S., 2017.
Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Kajian Penggunaan Antibiotik pada
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Pasien Diare Akut di Bangsal Rawat Inap
Kemenkes RI, 2011a. Lintas Diare: Lima Langkah Anak. Jurnal Manajemen dan Pelayanan
Tuntaskan Diare, Kementerian Kesehatan Farmasi, 7: 15-23.
RI, Jakarta. Ulfah , M., Yeni, R., dan Dessie W., 2012. Zink
Kemenkes RI, 2011b. Pedoman Umum Efektif Mengatasi Diare pada Balita.
Penggunaan Antibiotik. Kementerian Jurnal Keperawatan Indonesia, 15: 137-
Kesehatan RI, Jakarta 142.
Kemenkes RI, 2018. Inilah penggunaan Obat Waluyo, Y. W., Umi, A., dan Thinni, N.R., 2015.
Rasional yang Harus Dipahami Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Masyarakat. URL: Pengelolaan Obat Publik di Instalasi
http:///www.sehatnegeriku.kemkes.go.i Farmasi Kabupaten: Studi di Papua
d. (Diakses tanggal 11/01/2020). Wilayah Selatan. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Kemenkes RI, 2019. Laporan Kinerja Direktorat Indonesia, 13: 94-101.
Pelayanan Kefarmasian Tahun 2018, WHO, 1993. How to Investigate Drug Use in
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. Health Facilities: Selected Drug Use
Khairuirrijal, M.A.W. dan Norisca, A.P., 2017. Indicators). World Health Organization,
Medication Error pada Tahap Geneva.
Prescribing, Transcribing, Dispensing WHO, 2002. Promoting Rational Use of Medicine:
dan Administration. Majalah Core Component. WHO Policy Perspective
Farmasetika, 2 :8-13. on Medicine. World Health Organization,
Kurniasih, F.D,.Lia, A., Yusi A., 2016. Analisis Geneva.