Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Juni 2015 Tersedia online pada:

Vol. 4 No. 2, hlm 8797 http://ijcp.or.id


ISSN: 22526218 DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.2.87
Artikel Penelitian

Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Bedah di Suatu Rumah Sakit


Swasta di Bandung

Zulfan Zazuli1, Elin Y. Sukandar1, Ida Lisni2


1
Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
2
Rumah Sakit Muhammadiyah, Bandung, Indonesia

Abstrak
Pemberian antibiotik prabedah dan pascabedah telah digunakan secara luas untuk menghindari dan
menangani infeksi pada daerah pembedahan. Penggunaan antibiotik harus dievaluasi melalui program
evaluasi penggunaan obat (EPO) untuk menjamin penggunaan obat yang rasional. EPO antibiotik ini
dilakukan berdasarkan pada kriteria penggunaan obat yang telah ditetapkan, menggunakan studi data
retrospektif dari bulan September sampai dengan November tahun 2009 untuk seluruh pasien bedah di
salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Telah dilakukan pemberian antibiotik sebanyak 1290 dosis
yang terdiri atas pemberian antibiotik prabedah sebanyak 94 dosis dan pemberian antibiotik pascabedah
sebanyak 1196 dosis. Telah terjadi ketidaktepatan penggunaan antibiotik yang terdiri atas ketidaktepatan
indikasi sebesar 0,39%, dosis berlebih dan dosis kurang pada pemberian antibiotik pascabedah berturut-
turut sebesar 2,26% dan 0,50%, ketidaktepatan waktu pemberian antibiotik prabedah sebesar 22,34%,
interaksi obat sebesar 1,78% yang terdiri atas 0,46% interaksi farmakokinetik dan 1,31% interaksi
farmakodinamik, serta duplikasi antibiotik sebesar 0,46%. Dapat disimpulkan bahwa terjadi beberapa
ketidaktepatan penggunaan antibiotik. Ketidaktepatan yang paling besar terjadi pada ketidaktepatan
waktu pemberian antibiotik prabedah. Dibutuhkan peran serta apoteker rumah sakit sebagai bagian dari
upaya peningkatan ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien bedah.

Kata kunci: Antibiotik, evaluasi penggunaan obat, pembedahan, studi retrospektif

Antibiotic Use Evaluation in Surgery Patients at a Private Hospital


in Bandung
Abstract
Antibiotic administrations in presurgery and postsurgery are widely used to avoid and to treat surgical
site infections. In order to ensure the rational use of this drug, the use of antibiotic should be evaluated
through drug use evaluation (DUE) programme. In this research, the DUE programme had been carried
out based on predetermined criteria using restrospective data study from September until November 2009
to all surgery patients at a private hospital in Bandung. This research showed that 1290 doses antibiotic
had been given to patients to treat surgical site infections, which were consist of 94 doses presurgery
antibiotic and 1196 doses postsurgery antibiotics. This study showed the presence of inappropriate
antibiotic uses that consists of 0.39% inappropriate indications; 2.26% overdoses and 0.50% subtherapy
doses; 22.34% inappopriate administration timings of presurgery antibiotic; 1.78% drug interactions
which 0.46% are pharmacokinetic drug interactions and 1.31% are pharmacodynamic drug interactions;
and 0.46% antibiotic duplications. It can be concluded that there is some inappropriate use of antibiotics.
The greatest inappropriateness is inappopriate administration timings of presurgery antibiotic. The role
of the hospital pharmacist is needed as part of efforts to increse the appropriateness use of antibiotics in
surgical patients.

Key words: Antibiotic, drug use evaluation, restrospective study, surgery

Korespondensi: Zulfan Zazuli, S. Farm., Apt., Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia,
email: zulfanzazuli@yahoo.com
Naskah diterima: 18 Mei 2014, Diterima untuk diterbitkan: 21 September 2014, Diterbitkan: 1 Juni 2015

87
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

Pendahuluan dalam penggunaan obat harus merefleksikan


standar praktik medik, mutakhir, berbasis
Pembedahan merupakan metode penanganan pustaka, dan merupakan pantulan pengalaman
suatu penyakit atau kelainan tertentu melalui staf medik.4
prosedur yang membutuhkan operasi untuk Berbagai studi telah menunjukkan bahwa
memotong, mengangkat, atau memanipulasi penggunaan antibiotik pada pasien bedah
jaringan, organ, atau bagian tubuh tertentu.1 sering kali tidak tepat. Studi di Singapura
Pembedahan merupakan terapi yang bersifat melaporkan bahwa kesesuaian penggunaan
invasif sehingga akan memunculkan luka antibiotik profilaksis bedah dengan standar
terbuka di daerah pembedahan.1 Kondisi ini terapi hanya sebesar 12,8% dari total 171
memungkinkan terjadinya infeksi mikroba kasus bedah pada pasien pediatri.5 Studi di
terhadap pasien pembedahan bila infeksi Yordania juga menunjukkan tingginya angka
tidak dicegah atau luka bekas pembedahan ketidakpatuhan terhadap tatalaksana dalam
tidak ditangani dengan baik. Salah satu bentuk penggunaan antibiotik profilaksis sehingga
pencegahan infeksi mikroba adalah dengan terjadi ketidaktepatan penggunaan antibiotik.6
pemberian antibiotik sebelum pembedahan Studi di Iran juga melaporkan bahwa hanya
(profilaksis prapembedahan) dan penanganan satu prosedur dari 155 pasien bedah yang
infeksi mikroba adalah dengan pemberian telah menggunakan obat antibiotik profilaksis
antibiotik pada perawatan pascapembedahan. bedah dengan tepat.7 Berbagai data tersebut
Antibiotik merupakan salah satu golongan menunjukkan bahwa EPO antibiotik pada
obat yang sering digunakan dalam proses pasien bedah penting untuk dilakukan.
pembedahan dan penanganannya, memiliki Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
risiko kesehatan relatif paling besar, dapat pola dalam penggunaan dan menilai ketepatan
menyebabkan resistensi bila tidak digunakan penggunaan antibiotik prapembedahan dan
secara tepat, dan berinteraksi dengan obat lain pascapembedahan di ruang bedah di salah
sehingga dapat menimbulkan risiko kesehatan satu rumah sakit swasta di Bandung sehingga
yang signifikan.4 Oleh karena itu, antibiotik kesalahan dalam pengobatan prapembedahan
perlu selalu dievaluasi penggunaannya untuk dan pada pascapembedahan dapat dikurangi,
membantu memastikan antibiotik diberikan tercapainya terapi antibiotik yang rasional,
secara tepat, aman, dan efektif atau dapat pula dan mencegah terjadinya resistensi mikroba
disebut penggunaan antibiotik secara rasional. patogen.
Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah
proses penjaminan mutu penggunaan obat di Metode
rumah sakit yang terstruktur, dilakukan terus
menerus, diotorisasi oleh rumah sakit, dan Penelitian ini menggunakan rancangan
ditujukan untuk memastikan obat digunakan deksriptif observasional dengan menggunakan
secara tepat, aman, dan efektif.4 Evaluasi ini data retrospektif. Kriteria inklusi yaitu pasien
dilakukan dengan membandingkan aspek- bedah, baik rawat inap maupun rawat jalan,
aspek dalam penggunaan obat di lapangan di salah satu rumah sakit swasta di Bandung
dengan kriteria-kriteria penggunaan yang pada periode September hingga November
telah ditetapkan terlebih dahulu.4 Hasil dari 2009 baik pria maupun wanita kategori
evaluasi ini kemudian dijadikan acuan untuk dewasa dan geriatri, yaitu pasien yang berusia
menjalankan perubahan dalam penggunaan 18 hingga 65 tahun untuk kategori dewasa
obat sebagai upaya mencapai rasionalitas dan di atas 65 tahun untuk kategori geriatri.8
dalam penggunaan obat.4 Standar atau kriteria Aspek ketepatan obat dinilai berdasarkan

88
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

metode yang direkomendasikan oleh World serta resume medis yang ditulis oleh dokter.
Health Organization (WHO) dalam Drug Data dihitung secara kuantitatif untuk
and Therapeutics Committees: A Practical menentukan jumlah pasien serta jumlah
Guide.9 Kriteria dalam menilai ketepatan pemberian. Jumlah pemberian adalah total
penggunaan obat yang digunakan meliputi jumlah dosis yang diberikan kepada pasien.
indikasi, kontraindikasi, dosis, efek samping, Data yang telah diorganisasi lalu dilakukan
serta interaksi obat.9,10 Kriteria ketepatan analisis dengan cara membandingkan data-
penggunaan obat ditetapkan untuk menilai data di lapangan dengan kriteria ketepatan
ketepatan penggunaan obat, yaitu berbagai dalam penggunaan obat yang telah ditetapkan
unsur atau syarat penggunaan obat tertentu sebelumnya. Metode analisis statistik yang
yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan digunakan yaitu deskriptif untuk mengukur
digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi frekuensi, rerata, median, modus, dan
atau mengukur komponen mutu pelayanan persentil dari setiap variabel. Data dianalisis
atau penggunaan obat tertentu.10 Kriteria menggunakan software Microsoft Excel 2007.
ini disadur dari berbagai pustaka, antara
lain American Hospital Formulary Service Hasil
(AHFS) Drug Information 2008, Stockleys
Drug Interaction, The United States Jumlah subjek penelitian periode September
Pharmacopoeia Drug Information (USP hingga November 2009 yaitu sebanyak 136
DI) 2007, Lexi-Comps Drug Information orang. Mayoritas subjek berjenis kelamin
Handbook 2008, dan Drug Facts & wanita (93 orang; 68,38%) dan (43 orang;
Comparison 2009. 31,62%) berjenis kelamin pria. Sebanyak 124
Data sekunder dikumpulkan dari rekam orang (91,18%) masuk ke dalam kelompok
medis pasien. Jenis data yang diambil dari usia dewasa sedangkan (12 orang; 8,82%)
rekam medis meliputi lembar biodata pasien, merupakan kelompok usia geriatri.
lembar pemeriksaan, dan lembar laporan Subjek didiagnosis dengan menggunakan
operasi yang ditulis oleh dokter, lembar klasifikasi dalam ICD-10. Tiga besar diagnosis
pemberian obat yang ditulis oleh perawat, pada subjek yaitu pada kategori diagnosis

Tabel 1 Jumlah Pasien Bedah Berdasarkan Diagnosis


Kode Total
Diagnosis Penyakit
(ICD-10)11 %
Neoplasma ganas C 3 2,20
Neoplasma jinak D 12 8,81
Gangguan kelenjar tiroid E 1 0,73
Penyakit sistem respirasi J 2 1,47
Penyakit sistem digestif K 22 16,17
Infeksi kulit dan jaringan subkutan L 5 3,68
Penyakit sistem genitourinari N 22 16,17
Kehamilan, kelahiran, dan puerperium O 61 44,83
Gejala, tanda, dan temuan laboratorium dan klinis yang abnormal, tidak R 1 0,73
dapat diklasifikasikan
Cedera, keracunan, dan konsekuensi lain akibat penyebab eksternal S 7 5,15
Jumlah Pasien 136 100
Keterangan: % = Persentase jumlah pasien dihitung terhadap total jumlah pasien

89
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

kehamilan, kelahiran, dan juga puerperium pascabedah yang berkepanjangan. Hal ini
sebanyak 61 orang (44,83%), penyakit sistem didukung pula oleh hasil tes laboratorium 6
digestif dan penyakit sistem genitourinari dari 13 pasien tersebut yang menunjukkan
masing-masing sebanyakk 22 orang (16,17%). nilai leukosit yang melebihi standar normal
Berdasarkan lama perawatan, mayoritas sehingga memperjelas status pasien yang
pasien (117 dari total 136 orang pasien atau mengalami infeksi pascabedah.
sebanyak 86,03%) dirawat selama kurang Berdasarkan hasil terapi, mayoritas pasien
dari 7 hari. Sebanyak 12 pasien (8,82%) (121 dari total 136 pasien atau sebanyak
dirawat selama 814 hari dan 1 pasien selama 88,97%) dinyatakan sembuh dan masing-
1521 hari. Sebanyak 6 pasien (4,41%) tidak masing sebanyak 1 pasien (0,73%) dinyatakan
dapat ditentukan lama perawatannya karena belum sembuh dan meninggal. Sebanyak 13
rekam medik pasien yang bersangkutan tidak pasien (9,56%) tidak dapat ditentukan hasil
dapat diakses. Dari 13 pasien dengan lama terapi karena hasil terapi tidak tertulis pada
perawatan 821 hari, sebanyak 10 pasien Ringkasan Laporan Kepulangan Pasien atau
selalu menerima antibiotik hingga hari terakhir rekam medik tidak dapat diakses.
perawatan. Data ini dapat memunculkan Sebagian besar pasien bedah yaitu sebesar
indikasi bahwa pasien mengalami perawatan 29,37% tidak menerima antibiotik prabedah.
inap di atas 7 hari karena terjadinya infeksi Keputusan ini mungkin untuk diambil karena

Tabel 2 Jumlah Pasien yang Menerima Antibiotik Profilaksis Bedah berdasarkan Nama Obat
dan Saat Pemberian
Prabedah Pascabedah
Kelas Antibiotik
% %
Generasi 1 Sefadroksil - - 23 9,54
Sefradin - - 1 0,41
Generasi 2 Sefprozil - - 2 0,82
Sefalosporin Sefiksim - - 6 2,49
Sefoperazon 5 3,50 6 2,49
Generasi 3 Sefotaksim 22 15,38 36 14,94
Seftazidim 2 1,40 1 0,41
Seftriakson 20 13,99 40 16,60
-laktam lainnya Karbapenem Meropenem 2 1,40 2 0,82
Penisilin Aminopenisilin Amoksisilin 11 7,69 16 6,64
Amoksisilin asam - - 14 5,81
klavulanat
Sulbenisilin 22 15,38 23 9,54
Quinolon Siprofloksasin - - 10 4,15
Levofloksasin - - 12 4,98
Antibakteri Linkosamid Klindamisin 3 1,24
Lainnya Metronidazol 10 6,99 35 14,52
Tidak Mendapatkan Antibiotik 42 29,37 4 1,66
Tidak Diketahui* 7 4,89 7 2,90
Jumlah Pasien** 143 100 241 100
Keterangan : % = Persentase jumlah pasien dihitung terhadap total jumlah pasien
*Tidak diketahui karena rekam medik tidak dapat diakses.
**Jumlah pasien lebih besar dari data awal, artinya ada pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis antibiotik prabedah.

90
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

sebagian besar operasi adalah prosedur bersih profilaksis prabedah (77,66%) menggunakan
yang memilki resiko infeksi operatif rendah. antibiotik nongenerik dan hanya sebanyak 21
Namun sebagian besar dari pasien yang tidak kali pemberian (22,34%) yang menggunakan
menerima profilaksis prabedah tersebut tetap antibiotik generik. Sebanyak 854 dari total
menerima antibiotik pascabedah sebagai 1196 kali pemberian antibiotik profilaksis
profilaksis pada infeksi pascabedah. Hanya pascabedah (71,40%) yang menggunakan
3 orang pasien dari populasi tersebut yang antibiotik nongenerik dan hanya sebanyak 342
tidak menerima antibiotik prabedah maupun kali pemberian (28,59%) yang menggunakan
pascabedah. Hal ini dikarenakan ketiga pasien antibiotik generik.
hanya menjalani prosedur curettage yang Berdasarkan dari rute pemberian, seluruh
tidak membutuhkan antibiotik profilaksis. antibiotik profilaksis prabedah (sebanyak 94
Curettage adalah prosedur memotong atau kali pemberian) diberikan secara parenteral
mengambil jaringan dari organ yang cekung karena profilaksis preoperatif harus segera
(misal: uterus) untuk keperluan pemeriksaan.1 mencapai konsentrasi serum puncak ketika
Berikut adalah data kuantitatif penggunaan proses pembedahan dimulai. Rute parenteral
antibiotik yang digunakan untuk mengetahui merupakan rute yang paling memungkinkan
rincian pola penggunaan antibiotik pada senyawa obat untuk mencapai konsentrasi
subjek penelitian pada periode September serum puncak dalam waktu yang cepat karena
hingga November 2009 (Tabel 2). Berdasarkan prosesnya tidak melalui proses absorpsi.
status generik ataupun nongenerik, sebanyak Senyawa obat tidak melewati barier fisik
73 dari total 94 kali pemberian antibiotik seperti yang dialami ketika menggunakan

Tabel 3 Jumlah Pemberian Antibiotik Profilakis Bedah Berdasarkan Klasifikasi Antibiotik


Prabedah Pascabedah
Kelas Antibiotik
% %
Generasi 1 Sefadroksil - - 113 9,45
Sefradin - - 4 0,33
Generasi 2 Sefprozil - - 3 0,25
Sefalosporin Sefiksim - - 17 1,42
Sefoperazon 5 5,32 39 3,26
Generasi 3 Sefotaksim 22 23,40 149 12,46
Seftazidim 2 2,13 2 0,17
Seftriakson 20 21,28 203 16,97
-laktam lainnya Karbapenem Meropenem 2 2,13 18 1,50
Penisilin Aminopenisilin Amoksisilin 11 11,70 78 6,52
Amoksisilin asam - - 78 6,52
klavulanat
Sulbenisilin 22 23,40 105 8,78
Quinolon Siprofloksasin - - 34 2,84
Levofloksasin - - 50 4,18
Antibakteri Linkosamid Klindamisin - - 5 0,42
Lainnya Metronidazol 10 10,64 266 22,24
Jumlah Pemberian 94 100 1196 100
Total Jumlah Pemberian 1290
Keterangan: % = Persentase jumlah pemberian dihitung terhadap total jumlah pemberian

91
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

rute lain atau mengalami first-pass effect 7,2%), penisilin-metronidazol (sebanyak 42


yang dapat menyebabkan sebagian senyawa penggunaan; 3,26%), sefalosporin-quinolon
obat termetabolisme dan memakan waktu (sebanyak 12 penggunaan; 0,93%), penisilin-
lebih lama untuk mencapai jaringan di sekitar sefalosporin (1 penggunaan; 0,08%), dan
area pembedahan. Selain itu kondisi pasien karbapenem-metronidazol (4 penggunaan;
juga menjadi pertimbangan pemilihan rute 0,31%).
parenteral. Pasien yang telah teranestesi atau Kombinasi dari antibiotik -laktam
dalam kondisi tidak sadar tidak mungkin (sefalosporin, penisilin, dan meropenem)
diberikan rute lain terutama oral karena adanya dengan metronidazol memiliki sifat sinergis
bahaya pernapasan akibat tidak ada refleks atau aditif karena keduanya bersifat sebagai
menelan. Antibiotik profilaksis pascabedah bakterisid. Antibiotik -laktam bekerja
diberikan secara parenteral sebanyak 810 dengan cara menginhibisi tahap akhir pada
kali (67,73%) dan 382 kali pemberian sintesis peptidoglikan dengan mengalkilasi
(31,94%) yang diberikan melalui rute oral. transpeptidase atau Penisilin Binding Protein
Telah terjadi 23 penggunaan antibiotik (PBP) lainnnya sehingga bakteri mengalami
yang berpotensi memunculkan interaksi obat lisis akibat aktivitas enzim autolisis dinding
dari total 1290 penggunaan antibiotik (1,78%). sel ketika penyusunan dinding sel dihambat.12
Interaksi yang bersifat farmakokinetik terjadi Metronidazol termasuk antibakteri sekaligus
pada pemberian metronidazol yang bersamaan antiparasit yang bekerja dengan berinteraksi
dengan diosmin (6 kali penggunaan;0,46%) dengan DNA setelah proses difusi ke dalam
sedangkan interaksi antibiotik yang bersifat organisme sehingga DNA akan kehilangan
farmakodinamik terjadi pada pemberian obat struktur helix dan kerusakan untai. Akibatnya
siprofloksasin secara bersamaan dengan asam terjadi inhibisi sintesis protein dan kematian
mefenamat (17 kali penggunaan; 1,32%). sel organisme sasaran.13 Sama halnya dengan
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kombinasi sefalosporin-quinolon yang juga
kombinasi antibiotik yang bersifat antagonis. bersifat sinergis karena mekanisme kerja
Seluruh kombinasi antibiotik bersifat sinergis kedua golongan antibiotik adalah bakterisid.
atau aditif (152 kali penggunaan; 11,78%). Quinolon dengan menginhibisi DNA gyrase
Kombinasi antibiotik yang telah diberikan pada banyak bakteri gram-negatif dan inhibisi
kepada pasien, yaitu kombinasi golongan topoisomerase IV pada bakteri gram-positif.12
sefalosporin-metronidazol (93 penggunaan; Kombinasi dari antibiotik -laktam

Tabel 4 Jumlah Ketepatan Penggunaan Antibiotik pada Seluruh Pasien Bedah berdasarkan
Jumlah Pemberian Antibiotik
Aspek evaluasi %
Ketepatan indikasi Tepat 1285 0,39
Tidak tepat 5 99,61
Total 1290 100
Dosis tepat 1163 97,24
Ketepatan dosis Dosis kurang 6 0,50
Dosis lebih 27 2,26
Total 1290 100
Tepat 73 77,66
Ketepatan waktu pemberian antibiotik parenteral Terlalu dini 21 22,34
Total 94 100
Keterangan: %=Persentase jumlah pemberian dihitung terhadap total jumlah pemberian

92
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

(sefalosporin, penisilin, dan meropenem) juga dapat digunakan untuk kombinasi


dengan metronidazol banyak digunakan untuk pada profilaksis preoperatif, terutama pada
profilaksis dan penanganan infeksi prabedah prosedur pembedahan abdominal atau saluran
atau pascabedah intraabdominal yang berisiko gastrointestinal. Namun, pada tatalaksana
terinfeksi basil enterik gram-negatif, bakteri penggunaan antibiotik profilaksis preoperatif
anaerob, dan juga Enterococcus. Kombinasi di Amerika Serikat,16 sefazolin (sefalosporin
sefalosporin dengan quinolon (siprofloksasin generasi pertama) menjadi rekomendasi
dan levofloksasin) banyak digunakan untuk antibiotik utama karena memiliki spektrum
profilaksis pembedahan genitourinari dengan aktivitas yang sempit dan aktif terhadap
resiko infeksi basil enterik gram-negatif dan staphylococci dan streptococci, memilki
Enterococcus. Siprofloksasin terbukti efektif waktu paruh serum yang sedang, dan terbukti
untuk profilaksis atau penanganan pada efektif.15,17
infeksi genitourinari karena terdistribusi cepat Hal ini diperkuat oleh ASHP dalam
di ginjal, kandung kemih, hati, paru-paru, Tatalaksana Terapi Profilaksis Antimikroba
jaringan ginekologikal, dan jaringan prostat.14 pada Pembedahan18 yang menyatakan bahwa
Duplikasi penggunaan antibiotik terjadi sefazolin menjadi pilihan yang utama karena
pada penggunaan bersamaan metronidazol harganya yang relatif terjangkau, durasi aksi
IV dengan metronidazol PO dan sefotaksim yang cukup panjang, dan memiliki aktivitas
IV dengan sefadroksil PO masing-masing terhadap sebagian besar patogen penginfeksi
sebanyak 3 kali penggunaan (0,23%). operasi bersih atau bersih-terkontaminasi.
Beberapa penelitian telah menunjukkan
Pembahasan bahwa sefalosporin generasi ke-1 atau ke-2
(diantaranya yaitu sefazolin dan sefuroksim)
Terdapat perbedaan pemilihan antibiotik yang sama efektifnya dengan sefalosporin generasi
digunakan pada pasien bedah di rumah sakit ke-3 untuk profilaksis preoperatif pada pasien
tempat dilakukannya penelitian ini dengan yang menerima pembedahan obstetrik dan
antibiotik yang telah direkomendasikan dalam ginekologi, saluran empedu, kardiovaskular,
penatalaksanaan penggunaan antibiotik pada atau ortopedik.13,19,20 Beberapa orang klinisi
pasien bedah terbaru. Selain itu masih terjadi menyatakan bahwa sefalosporin generasi
ketidaktepatan waktu pemberian antibiotik ke-3 (sefotaksim, seftriakson, seftazidim)
prabedah yang cukup besar. atau generasi ke-4 (sefepim) tidak boleh
Sefalosporin generasi ke-3 terutama digunakan untuk profilaksis prabedah karena
sefotaksim dan seftriakson merupakan jenis harganya lebih mahal, beberapa diantaranya
antibiotik yang paling sering digunakan lebih tidak aktif jika dibandingkan sefazolin
untuk profilaksis preoperatif. Sefotaksim terhadap staphylococci, memiliki spektrum
(23,4%) dan seftriakson (21,28%) memang aktivitas yang lebih luas daripada yang
diindikasikan untuk penggunaan profilaksis dibutuhkan pada pembedahan tertentu, dan
preoperatif pada berbagai macam prosedur penggunaan sefalosporin generasi ke-3 untuk
pembedahan seperti bedah gastrointestinal profilaksis dapat memicu berkembangnya
atau genitourinari, bedah obstetrik dan organisme resisten.15 Selain itu, penggunaan
ginekologi (histerektomi abdominal atau sefalosporin dengan spektrum yang lebih luas
vaginal, bedah sesar), bedah kardiovaskular, dapat mendorong superinfeksi akibat ikut
bedah toraks nonkardiak atau artroplasti tereliminasinya flora normal dalam tubuh.
prostetik untuk menurunkan tingkat insidensi Spektrum aktivitas dari seftriakson lebih
terjadinya infeksi.15 Metronidazol (10,64%) luas daripada sefazolin sehingga spektrum

93
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

sefazolin terlingkupi oleh seftriakson.21 flora yang lebih resisten dan meningkatkan
Dengan efektivitas yang tidak jauh berbeda, superinfeksi yang disebabkan oleh galur
harga dari sefalosporin generasi ke-3 lebih yang resisten terhadap antibiotik. Profilaksis
murah daripada generasi ke-1 di pasaran harus dibatasi untuk prosedur operasi atau
Indonesia.22,23 HET (Harga Eceran Tertinggi) digunakan bila terdapat data yang mendukung
dari sefalosporin generasi ke-3 (seftriakson, penggunaan antibiotik.12 Sebagian besar hasil
sefotaksim, seftazidim, dan sefoperazon) tes laboratorium pasien bedah menunjukkan
jauh lebih rendah apabila dibandingkan angka leukosit di atas standar normal, baik
dengan sefazolin, walaupun kedua golongan praoperasi maupun pascaoperasi. Data ini
sefalosporin tersebut telah tersedia dalam dapat dijadikan acuan bagi dokter untuk
bentuk generik. Namun terdapat dampak buruk dapat melanjutkan penggunaan antibiotik
jangka panjang yang dapat dimunculkan dari pada pasien bedah. Antibiotik pascabedah
kebijakan ini yaitu besarnya kemungkinan yang dipilih harus memiliki spektrum kerja
percepatan laju resistensi mikrob terhadap yang lebih spesifik terhadap bakteri infektor.
antibiotik sefalosporin. Antibiotik profilaksis di rumah sakit ini
Amoksisilin (persentase penggunaan digunakan sebagai terapi empiris. Antibiotik
11,70%) dan sulbenisilin (23,40%) dipilih profilaksis merupakan terapi empirik ketika
sebagai antibiotik profilaksis preoperatif terjadi risiko infeksi meningkat yang ditandai
pada pasien yang mengalami prosedur sesar oleh penemuan intraoperatif. Terapi empirik
karena penisilin memeliki spektrum aktivitas juga digunakan pada pasien kritis yang
terhadap bakteri yang kemungkinan besar potensial teridentiifkasi mengalami infeksi
menginfeksi pasien bedah sesar. Bakteri- dan munculnya sepsis parah atau septic
bakteri tersebut yaitu basil enterik gram- schock. Terapi empirik harus dibatasi dalam
negatif, enterococci, dan juga streptococci jangka waktu yang singkat (3 hingga 5 hari)
grup-B.15,17 Amoksisilin dan ampisilin dan harus segera dibatasi berdasarkan data
memiliki spektrum yang identik dan aktivitas mikrobiologis (misal dengan kultur positif)
yang sama kuat, akan tetapi amoksisilin lebih dan perbaikan data klinik pasien.26
aktif secara in vitro terhadap enterococci Ketidaktepatan pada waktu pemberian
dan Salmonella tetapi kalah aktif apabila antibiotik prabedah terjadi pada 21 pemberian
dibandingkan ampisilin terhadap Shigella (22,34%). Sebagian besar kasus ini terjadi
dan Enterobacter.15 Penggunaan ampisilin akibat mundurnya jadwal pembedahan yang
dan sefalosporin generasi ke-1 memiliki sebelumnya telah ditetapkan kamar operasi.
efikasi yang sebanding dalam menurunkan Studi menunjukkan bahwa ketepatan waktu
resiko infeksi postoperatif prosedur sesar.24 pada pemberian antibiotik profilaksis penting
Sebagian besar jenis antibiotik yang untuk mengoptimalkan kerja antibiotik
diresepkan saat prabedah kembali diresepkan dalam menurunkan risiko terjadinya SSI.27,28
oleh dokter untuk profilaksis pascabedah. Pengaturan waktu pemberian antibiotik,
Pemberian antibiotik jangka panjang setelah terutama pada prosedur pembedahan bersih-
prosedur pembedahan tidak terjamin dan terkontaminasi atau potensial terkontaminasi
potensial berakibat buruk. Tidak ada data menjadi sangat penting untuk memastikan
yang menunjukkan bahwa insidensi infeksi konsentrasi bakterisid obat tercapai dalam
pada luka bedah menurun jika penggunaan serum dan jaringan tepat ketika torehan
antimikroba dilanjutkan setelah hari operasi.25 pembedahan dilakukan. Konsentrasi terapi
Selain tidak begitu signifikan, penggunaan di obat dalam serum dan jaringan harus terus
atas 24 jam dapat mempercepat perkembangan dikontrol hingga beberapa jam setelah torehan

94
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

ditutup. Pada sebagian besar pembedahan, sebesar 0,46%. Dibutuhkan peran serta
dosis tunggal IV yang diberikan tidak lebih dari apoteker rumah sakit sebagai bagian dari upaya
30 menit sebelum penorehan menyediakan upaya peningkatan ketepatan dan rasionalitas
konsentrasi jaringan yang cukup selama penggunaan antibiotik pada pasien bedah.
rentang waktu dalam prosedur pembedahan.15
Interaksi farmakokinetik terjadi antara Daftar Pustaka
obat metronidazol dan diosmin sedangkan
interaksi farmakodinamik dapat terjadi 1. Bateman H, Hillmore R, Jackson D,
antara siprofloksasin dengan obat-obatan Lusznat S, McAdam K, Regan C.
Anti-Inflamasi NonSteroid (AINS), termasuk Dictionary of medical terms. 4th edition.
dengan asam mefenamat. Kasus interaksi A & C Black Publishers Ltd.: London;
yang terjadi pada penelitian ini tidak memiliki 2005.
signifikansi klinik, baik berdasarkan pustaka 2. National Collaborating Centre for
maupun berdasarkan laporan dalam rekam Womens and Childrens Health. Surgical
medik karena interaksi ini tidak terbukti site infection : prevention and treatment
memunculkan efek merugikan bagi pasien. of surgical site infection. RCOG Press:
Keterbatasan pada penelitian ini adalah London; 2008.
desain penelitian yang menggunakan data 3. ASHP Therapeutic Guidelines. Clinical
retrospektif sehingga bias informasi sangat practice guidelines for antimicrobial
mungkin terjadi. Perlu dilakukan evaluasi prophylaxis in surgery. American Society
dalam penggunaan antibiotik secara konkuren of Health-System Pharmacists, Inc;2013.
sehingga intervensi untuk perbaikan terapi 4. Hicks WE. Practice standards of ASHP
dapat segera dilakukan apabila ditemukan 19941995. American Society of Hospital
ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotik Pharmacist Inc.: Bethesda; 1994.
selama pasien masih dirawat di rumah 5. Hing WC, Yeoh TT, Yeoh SF, Lin RT,
sakit. Selain itu, pada penelitian ini tidak Li SC. An evaluation of antimicrobial
diambil data jumlah pasien yang mengalami prophylaxis in paediatric surgery and its
infeksi pascapembedahan. Penelitian sejenis financial implication. J Clin Pharm Ther.
sebaiknya menyertakan data jumlah pasien 2005;30(4):37181. doi: 10.1111/j.1365-
yang mengalami infeksi pascapembedahan 2710.2005.00659.x
sehingga efektivitas penggunaan antibiotik 6. Al-Momany NH, Al-Bakri AG,
profilaksis bedah dapat dinilai. Makahleh ZM, Wazaify MM. Adherence
to international antimicrobial prophylaxis
Simpulan guidelines in cardiac surgery: a Jordanian
study demonstrates need for quality
Terjadi ketidaktepatan dalam penggunaan improvement. J Manag Care Pharm.
antibiotik yang terdiri atas ketidaktepatan 2009;15(3):26271.
indikasi sebesar 0,39%, dosis berlebih dan 7. Vessal G, Namazi S, Davarpanah MA,
dosis kurang pada pemberian antibiotik Foroughinia F. Evaluation of prophylactic
pascabedah berturut-turut sebesar 2,26% antibiotic administration at the surgical
dan 0,50%, ketidaktepatan waktu pemberian ward of a major referral hospital, Islamic
antibiotik prabedah sebesar 22,34%, interaksi Republic of Iran. East Mediterr Health J.
obat sebesar 1,78% yang terdiri atas 0,46% 2011;17(8):6638.
interaksi farmakokinetik dan 1,31% interaksi 8. Herfindal ET, Gourley DR. Textbook
farmakodinamik, serta duplikasi antibiotik of therapeutics drug and disease

95
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

management. 7th edition. Lippincott doi: 10.2146/ajhp120568


Williams & Wilkins: United States; 2000. 19. Phoolcharoen N, Nilgate S,
9. Holloway K (Ed) & Green T. Drug and Rattanapuntamanee O, Limpongsanurak
therapeutics committees: A practical S, Chaithongwongwatthana S. A
guide. World Health Organization randomized controlled trial comparing
Department of Essential Drugs and ceftriaxone with cefazolin for antibiotic
Medicines Policy in collaboration Alt prophylaxis in abdominal hysterectomy.
Management Sciences for Health; 2003. Int J Gynaecol Obstet. 2012;119(1):113.
10. Siregar CJP, Kumolosasi E. Farmasi doi: 10.1016/j.ijgo.2012.04.023.
klinik: teori dan penerapan. Penerbit 20. Hemsell DL, Menon MO, Friedman AJ.
Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2005. Ceftriaxone or cefazolin prophylaxis
11. World Health Organization. International for the prevention of infection after
classification of Disease10 [Diunduh vaginal hysterectomy. Am J Surg.
9 Desember 2009]. Tersedia di http:// 1984;148(4A):226.
apps.who.int/classifications/icd10/ 21. United States Pharmacopoeia Convention.
browse/2010/en. The United States Pharmacopoeia drug
12. Brunton LL, Parker KL, Blumenthal information. 27th edition. vol. 1. United
DK, Buxton ILO. (Ed.). Goodman and States Pharmacopoeia Convention Inc.:
Gilmans The Pharmacological Basis Of Rockville; 2007.
Therapeutics. 11th edition. McGraw-Hill 22. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi
Companies Inc.: United States; 2006. ed. 9 2009/2010, Bhuana Ilmu Populer:
13. Anderson PO, Knoben JE, Troutman WG Jakarta; 2009.
(Eds.). Handbook of clinical drug data. 23. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI).
10th edition. McGraw-Hill Companies ISO Indonesia. Penerbit ISFI: Jakarta;
Inc.: United States; 2002. 2008.
14. Lacy CF (Ed). Drug information 24. Smaill F, Hofmeyr GJ. Antibiotic
handbook. 18th edition. Lexi-Comp; prophylaxis for cesarean section.
2009. Cochrane Database of Systematic
15. McEvoy GK (ed.). American Hospital Reviews. 2002(3).
Formulary Service (AHFS) drug 25. Dale WB, Peter MH. Antimicrobial
information. The American Society prophylaxis for surgery: an advisory
of Health System Pharmacists Inc.: statement from the national surgical
Bethesda; 2008. infection prevention project. Clin
16. Antimicrobial Prophylaxis for Surgery. Infect Dis. 2004;38(12):170615. doi:
Treatment guidelines from the medical 10.1086/421095
letter. 2006;4(52):838. 26. Brunicardi FC (Ed.). Schwartzs principles
17. Farthing K, Ferrill MJ, Jones B, Mazur of surgery. 8th edition. McGraw-Hill Inc;
JN (Eds.). Drug facts & comparison: 2004.
pocket edition. Walters Kluwer: United 27. Ho VP, Barie PS, Stein SL, Trencheva
States; 2009. K, Milsom JW, Lee SW, et al. Antibiotic
18. Bratzler DW, Dellinger P, Olsen KM, regimen and the timing of prophylaxis
Perl TM, Waerter PG, Bolon MK, et are important for reducing surgical
al. Clinical practice guidelines for site infection after elective abdominal
antimicrobial prophylaxis in surgery. Am colorectal surgery. Surg Infect (Larchmt).
J Health-Syst Pharm.2013; 70:195283. 2011;12(4):25560. doi:10.1089/sur.201

96
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 4, Nomor 2, Juni 2015

0.073. of surgical antimicrobial prophylaxis.


28. Weber WP, Marti WR, Zwahlen M, Misteli Ann Surg. 2008;247(6):91826. doi:
H, Rosenthal R, Reck S, et al. The timing 10.1097/SLA.0b013e31816c3fec

97

Anda mungkin juga menyukai