Anda di halaman 1dari 11

JMAKALAH FARMASI

Penggunaan Obat Rasional (POR)


disusun untuk memenuhi tugas kenaikan jenjang ASN
yang dibina oleh
Dr. Dwi Astuti

Oleh:
ASISTEN APOTEKER PUSKESMAS BARUHARJO
DINA MARETNAWATI, Amd
NIP. 198303012010012024

PUSKESMAS BARUHARJO
KABUPATEN TRENGGALEK
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula
penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengenalan Obat Pada Ilmu Farmakologi”.
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada ibu Julia Mardhiya selaku dosen Kimia yang telah membimbing kami agar dapat
menyelesaikan makalah ini. Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa
kritik dan saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Trenggalek, 12 Mei 2022

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Pengertian Penggunaan Obat Rasional.................................................................................3
B. Prinsip Penggunaan Obat Rasional.......................................................................................3
C. Indikator Kinerja POR..........................................................................................................5
D. Cara Pengumpulan Data POR di Puskesmas........................................................................6
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................................................7
A. Kesimpulan...........................................................................................................................7
B. Saran.....................................................................................................................................7
Daftar Pustaka..................................................................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peresepan obat yang rasional sangat didambakan berbagai pihak, baik oleh dokter,
apoteker, maupun pasien, sehingga diperoleh peresepan obat yang efektif dan efisien
(Nasirah, 2010). Salah satu indikator keberhasilan peresepan obat rasional di rumah sakit
antara lain persentase penggunaan antibiotik, persentase penggunaan obat generik, dan
persentase penggunaan obat esensial (ketaatan penggunaan formularium) benar-benar
diterapkan sesuai aturan (Anonim, 2006).
Antibiotik merupakan jenis obat yang paling banyak digunakan, hal ini tidak lepas dari
tingginya angka kejadian infeksi dalam populasi dibandingkan penyakit-penyakit lainnya.
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama dalam kasus kematian pada masyarakat
sepanjang abad 20 seiring dengan meningkatnya arus urbanisasi pada negara-negara
berkembang, sedikitnya 100.000 kasus di rumah sakit di Inggris pertahunnya disebabkan
karena infeksi, dengan angka kematian mencapai 5000 kematian (Permatasari, 2011).
Keberhasilan antibiotik menyembuhkan banyak penyakit infeksi membuat dokter dan
masyarakat percaya akan kemampuannya membunuh segala macam kuman (Nasirah, 2010).
Ketidaktepatan pemakaian antibiotik merupakan hal yang serius karena kemungkinan
dampak negatif yang mungkin terjadi misalnya tidak tercapainya tujuan terapi (penyembuhan
atau pencegahan infeksi), meningkatnya efek samping obat, dan pemborosan dari segi
ekonomi (Permatasari, 2011). Penggunaan secara berlebihan juga dapat menimbulkan
masalah resistensi. Masalah resistensi tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di
negara-negara maju, oleh karena itu perlu pengamatan yang cermat dan berkesinambungan
tentang perkembangan resistensi agar pengobatan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan
secara rasional dan terhindar dari kegagalan (Nasirah, 2010).
Menurut Kemenkes RI (2011), khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotik
sangat tinggi bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi Indonesia. Beberapa fakta di negara
berkembang menunjukkan 40% dari anak-anak yang terkena diare akut, selain mendapatkan
oralit juga antibiotik yang tidak semestinya diberikan. Dalam studinya tersebut dikatakan
juga bahwa pada penyakit pneumonia terdapat sekitar 50-70% telah memilih terapi antibiotik

1
secara tepat dan pada penderita ISPA terdapat sekitar 60%, masih mengkonsumsi antibiotik
secara tidak tepat.
Dalam menghadapi banyaknya kasus tentang penggunaan obat yang tidak rasional yang
termasuk didalamnya kepatuhan persentase penggunaan antibiotik, presentase penggunaan
obat generik, dan persentase penggunaan obat esensial (ketaatan penggunaan formularium)
perlu dilakukan upaya kerjasama yang menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi, antara penulis
resep dengan bagian kefarmasian ,untuk menghasilkan hasil prosentase penggunaan obat
rasional sesuai dengan peraturan.

B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang masalah diatas, dapat diambil beberapa rumusan masalah
sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud peresepan obat rasional?
2. Bagaimana Prinsip Penggunaan Obat Rasional?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Meningkatnya prosentase kepatuhan dalam Penggunaan Obat Rasional (POR) di
lingkungan Puskesmas Baruharjo.
2. Tuuan Khusus
a. Meningkatkan kepatuhan petugas penulis resep dalam Penggunaan Obat Rasional
b. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional.
c. Meningkatkan kepatuhan dalam ketepatan peresepan antibiotik.
d. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya penggunaan obat.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penggunaan Obat Rasional
Penggunaan obat rasional berarti meresepkan obat yang tepat, dalam dosis yang
cukup untuk durasi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dengan biaya
terendah (Nasirah, 2010). Penggunaan obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria
penggunaan obat rasional, yaitu : tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat dalam pemilihan
obat, tepat dosis obat, tepat cara dan waktu interval pemberian, dan waspada terhadap
efek samping (Kemenkes RI, 2011). Penggunaan obat rasional merupakan hal yang
penting agar kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat tercapai dengan lebih baik
(Bashrahil., 2012).

Penggunaan Obat Rasional (POR) adalah persentase penggunaan obat rasional di


puskesmas yang diperoleh dari 4 indikator Peresepan yaitu persentase antibiotik pada ISPA non
pneumonia, persentase antibiotik pada diare non spesifik, persentase injeksi pada Myalgia dan
rerata item obat per lembar resep (Sirkesnas,2016). Dasar pemilihan ISPA Non Pneumonia, Diare
Non Spesifik, dan injeksi Myalgia adalah karena ketiganya termasuk 10 penyakit terbanyak,
diagnosis mudah ditegakkan tanpa pemeriksaaan penunjang, pedoman terapinya jelas, tidak perlu
antibiotik/injeksi dan tiga penyakit tersebut potensial untuk diterapi secara tidak rasional
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2012).

B. Prinsip Penggunaan Obat Rasional


Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu
pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan
sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
b. Tepat Indikasi
Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya
diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya
dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

3
c. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan
benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai
dengan spektrum penyakit. Contoh: Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus
infeksi dan infl amasi. Untuk sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih
dianjurkan, karena disamping efek antipiretiknya, obat ini relatif paling aman
dibandingkan dengan antipiretik yang lain. Pemberian antiinfl amasi non steroid
(misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam yang terjadi akibat proses
peradangan atau infl amasi.
d. Tepat Dosis Dosis, cara dan lama pemberian obat
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi
yang sempit, Kurikulum Pelatihan Penggunaan Obat Rasional (POR) | 5 akan sangat
beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
e. Tepat Cara Pemberian Obat
Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh
dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.
f. Tepat Interval Waktu
Pemberian Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis,
agar mudah ditaati oleh pasien.
Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin
rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus
diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
g. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing. Untuk
Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama
pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang
terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil
pengobatan.

4
h. Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan
yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah
pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi
pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak
kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang
tumbuh.
h. Tepat penilaian kondisi pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada
beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan
kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko
terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.

C. Indikator Kinerja POR


Kementerian Kesehatan RI belum memiliki standar dalam penggunaan obat
rasional di puskesmas, tetapi hanya memiliki target berdasarkan indikator peresepan
WHO, yaitu:
a. Rerata jumlah obat tiap pasien: 2,6.
b. Persentase obat generik yang diresepkan: 100%.
c. Persentase peresepan antibiotik pada ISPA non pneumonia: 20%.
d. Persentase peresepan antibiotik pada diare non spesifik: 8%.
e. Persentase injeksi pada myalgia: 1%.
f. Persentase obat yang diresepkan dari DOEN: 100%.
Ketidaktepatan penggunaan obat di puskesmas dapat merugikan masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota wajib menyediakan obat esensisal dengan nama
generik untuk kebutuhan puskesmas dan unit pelaksana teknis lainnya sesuai kebutuhan.
Salah satu UPT (unit pelaksana Teknis) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah instalasi
farmasi (dulu bernama gudang farmasi Kabupaten/Kota) yang berfungsi sebagai
pengelola obat di Kabupaten/ Kota. puskesmas sebagai salah satu lini terdepan pelayanan

5
kesehatan bagi masyarakat Indonesia sudah seharusnya menerapkan penggunaan obat
yang rasional sesuai standar yang ada.
Ketidaktepatan penggunaan obat pada tingkat puskesmas dapat berakibat
merugikan bagi kalangan luas masyarakat. Hal tersebut karena banyak masyarakat
kalangan menengah ke bawah yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia yang
memilih pelayanan kesehatan di puskesmas
D. Cara Pengumpulan Data POR di Puskesmas
 Dilakukan setiap hari oleh petugas Puskesmas / Pustu.
 Sampel pasien diambil dari resep /register harian , 1 pasien ( min 25 pasien per
diagnosa per bulan)
 Apabila hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tsb, maka diisi dengan
pasien hari berikutnya dst
 Bila pasien dengan diagnosis tsb lebih dari 1, diambil pasien dengan urutan
pertama.
 Obat racikan dituliskan rincian obatnya
 Jenis obat termasuk obat luar, obat minum dan injeksi
 Injeksi tidak termasuk imunisasi

6
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah sejarah Farmasi ini adalah:
1. Penggunaan obat dikatakan rasional apabila memenuhi kriteria penggunaan obat
rasional, yaitu : tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat dalam pemilihan obat, tepat dosis
obat, tepat cara dan waktu interval pemberian, dan waspada terhadap efek samping
2. Penggunaan Obat Rasional (POR) adalah persentase penggunaan obat rasional di puskesmas
yang diperoleh dari 4 indikator Peresepan yaitu persentase antibiotik pada ISPA non
pneumonia, persentase antibiotik pada diare non spesifik, persentase injeksi pada Myalgia
dan rerata item obat per lembar resep.
3. Persentase peresepan antibiotik pada ISPA non pneumonia: 20%, Persentase
peresepan antibiotik pada diare non spesifik: 8%, Persentase injeksi pada myalgia:
1%
B. Saran
Petugas kesehatan lebih memperhatikan Penggunaan Obat Rasional sebagai acuan
pemberian pengobatan/ Penulisan resep.

7
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.

.
Nasirah Bahaudin. Implementasi Kebijakan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Indonesia.
Presentasi Direktur Bina Penggunaan Obat Rasional. Ditjen Bina Penggunaan Obat
Rasional. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departeman Kesehatan RI, 2010.
Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Modul Penggunaan Obat
Rasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2012.
Kartika Citra Dewi Permatasari, Evaluasi Rasionalisasi Penggunaan Obat Ditinjau Dari Insikator
Peresepan Menurut WHO di seluruh Puskesmas Kecamatab Kota Depok. Skripsi
Program Studi Farmasi FMIPA - UI, Depok, 2011.

Anda mungkin juga menyukai