Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

COMPOUNDING AND DISPENSING


“RASIONALITAS PENGOBATAN”

OLEH :

TRI DEVI PARTIWI 2008020048


HJ. LAILATANNOR 2008020049
AULIA INDAH PRATIWI 2008020050
RIZKY BARKAH RAMADHANI 2008020051
ESTI ANGGITA 2008020052
ACHMAD RYAN FAUZI 2008020053
ADITYA WIJAYA 2008020054
RIYANDHA EKA PUTRI KARTIKA 2008020055
MARWATUSH SHOLIHAH 2008020056

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah


mengutus rasul-Nya Muhammad SAW sebagai umat penyelamat manusia yang
telah memberikan ilmu kepada Makhluk-Nya, serta atas rahmat dan keridhaan-
Nya sehingga “Makalah Rasionalitas Pengobatan” dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan.
Penyusun banyak dihadapkan dengan berbagai kendala selama
penyusunan makalah ini, namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya
penyusun dapat menyelesaikan Makalah Rasionalitas Pengobatan ini. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang telah memberikan pengetahuan dan pengarahan
kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat
dalam makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga Allah SWT. selalu memberikan
perlindungan-Nya kepada kita dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat.

Purwokerto, September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Manfaat ...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pengobatan Rasional.............................................................................3
B. Tujuan dan Manfaat Pengobatan Rasional..........................................................3
C. Kriteria Pengobatan Rasional..............................................................................4
D. Kriteria Penggunaan Obat yang Tidak Rasional.................................................8
E. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat yang Tidak Rasional...............12
F. Dampak Penggunaan Obat yang Tidak Rasional...............................................12
G. Upaya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat yang Tidak Rasional.................14
H. Langkah-langkah Menerapkan Penggunaan Obat secara Rasional...................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................19
B. Saran..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat
yang efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah
harga, yaitu dengan harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin
terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus
dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang akurat,
memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis, cara,
interval serta lama pemberian yang tepat.
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan
indikasi yang manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based
therapy). Manafaat tersebut dinilai dengan menimbang semua bukti tertulis
hasil uji klinikyang dimuat dalam kepustakaan dan dilakukan melalui evaluasi
yang sangat bijaksana.
Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal
yang perlu diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan
penyakit yang akan diobati, efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan
dan frekuensi efek samping yang mungkin timbul, serta efektivitas dan
keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti. Semakin parah suatu
penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping, namun bila efek
samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri
mungkin pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu
penyakit, semakin perlu bersikap tidak menerima efek samping.
Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik
yang disajikan menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam
pedoman pengobatan, pilihan obat yang ada telah melalui proses tersebut, dan
dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of choice), pilihan kedua, dan
seterusnya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan tujuan dari rasionalitas pengobatan ?
2. Bagaimanakah kriteria pengobatan yang rasional ?
3. Bagaimanakah kriteria pengobatan yang tidak rasional ?
4. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi penggunaan obat yang tidak
rasional ?
5. Bagaimana dampak penggunaan obat yang tidak rasional ?
6. Apakah upaya guna mengatasi penggunaan obat yang tidak rasional ?
7. Bagaimana langkah-langkah yang dapat dilakukan guna menerapkan
penggunaan obat secara rasional ?
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui definisi, tujuan dan kriteria pengobatan yang rasional.
2. Memberikan informasi mengenai kriteria pengobatan yang tidak rasional,
faktor-faktor, dan dampak dari penggunaan obat yang tidak rasional.
3. Memberikan informasi bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi penggunaan obat yang tidak rasional.
4. Menjelaskan bagaimana langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
menerapkan pengobatan yang rasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pengobatan Rasional


Menurut Kemenkes RI (2011) penggunaan obat dikatakan rasional
bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode
waktu yang adekuat dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan
masyarakat. Penggunaan obat rasional adalah penggunaan obat yang
disesuaikan dengan kebutuhan klinis pasien, baik dalam jumlah maupun
waktu yang memadai, disertai dengan biaya paling rendah. Penggunaan obat
harus sesuai dengan penyakit, oleh karena itu diagnosis yang ditegakkan
harus tepat, patofisiologi penyakit, keterkaitan farmakologi obat dengan
patofisiologi penyakit, dosis yang diberikan, waktu pemberian yang tepat, ada
tidaknya kontraindikasi serta biaya yang harus dikeluarkan harus sesuai
dengan kemampuan pasien tersebut (Pratiwi dan Rano, 2014). POR
merupakan upaya World Health Organization (WHO) di latarbelakangi oleh
kondisi yang menyatakan bahwa lebih dari 50% obat di seluruh dunia
diresepkan, diracik atau dijual dengan tidak tepat serta tidak digunakan secara
tepat oleh pasien (Pulungan dkk., 2019).
B. Tujuan dan Manfaat Pengobatan Rasional
1. Tujuan
Tujuan penggunaan obat yang rasional yaitu untuk menjamin
pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk
periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau (Kemenkes,
2011).
2. Manfaat
Manfaat dari penggunaan obat yang rasional diantaranya :
- Kerasionalan dalam penggunaan obat sangat diperlukan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi biaya pengobatan.
- Mempermudah hak semua masyarakat untuk memperoleh obat dengan
harga terjangkau.

3
- Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat
membahayakan pasien.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu
pelayanan kesehatan.
- Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat di institusi-institusi
seperti RSUD dan Puskesmas sebagai salah satu upaya cost effective
medical intervention sehingga semakin banyak pasien yang bisa diobati.
(Pulungan dkk., 2019).
C. Kriteria Pengobatan Rasional
Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis
yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan
obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut.
Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi
yang seharusnya.
2. Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik,
misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala
adanya infeksi bakteri.
3. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang
memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
Contoh :
Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan
inflamasi. Untuk sebagian besar demam, pemberian parasetamol lebih
dianjurkan, karena disamping efek antipiretiknya, obat ini relatif paling
aman dibandingkan dengan antipiretik yang lain. Pemberian antiinflamasi

4
non steroid (misalnya ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam yang
terjadi akibat proses peradangan atau inflamasi.
4. Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap
efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat
dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko menimbulkan
efek samping. Sebaliknya, dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin
tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
5. Tepat Cara Pemberian
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian
pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk
ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan
efektivtasnya.
6. Tepat Interval Waktu Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan
praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian
obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan
minum obat. Obat yang harus diminum 3 kali sehari harus diartikan bahwa
obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
7. Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-
masing. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang
seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
Contoh :
- Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6
bulan.
- Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari.
8. Waspada Terhadap Efek Samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek
tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi,
karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan termasuk alergi,

5
tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12
tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang
tumbuh.
9. Tepat Penilaian Kondisi Pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih
jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida.
Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida
sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada
kelompok ini meningkat secara bermakna. Beberapa kondisi berikut harus
dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian obat.
- β-bloker (misalnya propranolol) hendaknya tidak diberikan pada
penderita hipertensi yang memiliki riwayat asma, karena obat ini
memberi efek bronkhospasme.
- Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) sebaiknya juga dihindari pada
penderita asma, karena obat golongan ini terbukti dapat mencetuskan
serangan asma.
- Peresepan beberapa jenis obat seperti simetidin, klorpropamid,
aminoglikosida dan allopurinol pada usia lanjut hendaknya ekstra hati-
hati, karena waktu paruh obat-obat tersebut memanjang secara
bermakna, sehingga resiko efek toksiknya juga meningkat pada
pemberian secara berulang.
- Peresepan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin),
tetrasiklin, doksisiklin, dan metronidazol pada ibu hamil sama sekali
harus dihindari, karena memberi efek buruk pada janin yang dikandung.
10. Obat Yang Diberikan Harus Efektif Dan Aman Dengan Mutu Terjamin,
Serta Tersedia Setiap Saat Dengan Harga Yang Terjangkau.
Untuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat
dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial
didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan
harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis.

6
Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang
menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui
jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah
menerapkan CPOB.
11. Tepat Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat
penting dalam menunjang keberhasilan terapi.
Contoh :
- Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urine penderita berwarna
merah. Jika hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar
akan menghentikan minum obat karena menduga obat tersebut
menyebabkan kencing disertai darah. Padahal untuk penderita
tuberkulosis, terapi dengan rifampisin harus diberikan dalam jangka
panjang.
- Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut
harus diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan,
meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama sekali.
Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti
tiap 6 jam. Untuk antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat
dalam darah berada di atas kadar minimal yang dapat membunuh
bakteri penyebab penyakit.
12. Tepat Tindak Lanjut (Follow-Up)
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah
dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika
pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.
Contoh :
- Terapi dengan teofilin sering memberikan gejala takikardi. Jika hal ini
terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya
diganti.

7
- Penatalaksanaan syok anafilaksis, pemberian injeksi adrenalin yang
kedua perlu segera dilakukan, jika pada pemberian pertama respons
sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang diharapkan.
13. Tepat Penyerahan Obat (Dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga apoteker sebagai
penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep
dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas,
apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan dokter pada
lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan
dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan
obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus
memberikan informasi yang tepat kepada pasien.
14. Pasien Patuh Terhadap Perintah Pengobatan Yang Dibutuhkan
Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut :
- Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
- Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
- Jenis sediaan obat terlalu beragam
- Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
- Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai
cara minum/menggunakan obat
- Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung),
atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin)
tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu.
(Kemenkes RI, 2011).
D. Kriteria Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Peresepan Berlebih (Overprescribing)
Kegiatan memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
penyakit yang bersangkutan.
Contoh :

8
- Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan
oleh virus).
- Pemberian obat dengan dosis yang lebih besar daripada yang
dianjurkan.
- Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit tersebut.
Pemberian obat berlebihan memberi resiko lebih besar untuk
timbulnya efek yang tidak diinginkan seperti :
- Interaksi
- Efek Samping
- Intoksikasi
2. Peresepan Kurang (Underprescribing)
Kegiatan pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan,
baik dalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak
diresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yang diderita juga
termasuk dalam kategori ini.
Contoh :
- Pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia
- Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare
- Tidak memberikan tablet Zn selama 10 hari pada balita yang diare.
3. Peresepan Majemuk (Multiple Prescribing)
Kegiatan memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit
yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu
obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
obat.
Contoh :
Pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek berisi:
- Amoksisilin,
- Parasetamol,
- Gliseril guaiakolat,
- Deksametason,

9
- CTM, dan
- Luminal.
4. Peresepan Salah (Incorrect Prescribing)
Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk
kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat,
memberikan kemungkinan resiko efek samping yang lebih besar,
pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan kepada
pasien, dan sebagainya.
Contoh :
- Pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan
ofloksasin) untuk anak.
- Meresepkan asam mefenamat untuk demam, bukannya parasetamol
yang lebih aman
Dalam kenyataannya masih banyak lagi praktek penggunaan obat
yang tidak rasional yang terjadi dalam praktek sehari-hari dan umumnya
tidak disadari oleh para klinisi. Hal ini mengingat bahwa hampir setiap
klinisi selalu mengatakan bahwa pengobatan adalah seni, oleh sebab itu
setiap dokter berhak menentukan jenis obat yang paling sesuai untuk
pasiennya. Hal ini bukannya keliru, tetapi jika tidak dilandasi dengan
alasan ilmiah yang dapat diterima akan menjurus ke pemakaian obat yang
tidak rasional.
5. Contoh Lain Ketidakrasionalan Penggunaan Obat Dalam Praktek Sehari-
Hari
a. Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terapi obat
Contoh :
Pemberian roboransia untuk perangsang nafsu makan pada anak
padahal intervensi gizi jauh lebih bermanfaat.
b. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit
Contoh :
Pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu.
c. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan

10
Contoh :
- Cara pemberian yang tidak tepat, misalnya pemberian ampisilin
sesudah makan, padahal seharusnya diberikan saat perut kosong atau
di antara dua makan.
- Frekuensi pemberian amoksisilin 3 x sehari, padahal yang benar
adalah diberikan 1 kaplet tiap 8 jam.
d. Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas lebih besar,
sementara obat lain dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman
tersedia
Contoh :
Pemberian metilprednisolon atau deksametason untuk mengatasi
sakit tenggorok atau sakit menelan, padahal tersedia ibuprofen yang
jelas lebih aman dan manjur.
e. Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis dengan
mutu yang sama dan harga lebih murah tersedia
Contoh :
Kecenderungan untuk meresepkan obat bermerek yang relatif
mahal padahal obat generik dengan manfaat dan keamanan yang sama
dan harga lebih murah tersedia.
f. Penggunaan obat yang belum terbukti secara ilmiah manfaat dan
keamanannya
Contoh :
Terlalu cepat meresepkan obat-obat baru sebaiknya dihindari
karena umumnya belum teruji manfaat dan keamanan jangka
panjangnya, yang justru dapat merugikan pasien.
g. Penggunaan obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan atau
persepsi yang keliru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan.
Contoh :
Kebiasaan pemberian injeksi roborantia pada pasien dewasa
yang selanjutnya akan mendorong penderita tersebut untuk selalu minta
diinjeksi jika datang dengan keluhan yang sama. (Kemenkes RI, 2011).

11
E. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
1. Sistem pelayanan kesehatan
Suplai obat yang tidak tepat waktu, kekurangan obat, obat
kadaluwarsa, sistem formularium yang belum ditetapkan, ketersediaan
obat-obatan yang tidak tepat.
2. Dokter sebagai penulis resep
Dokter yang kurang pengetahuan, keterampilan, tidak percaya diri,
pengalaman praktek sehari-hari yang keliru, tekanan permintaan dari
pasien, generalisasi pengobatan penyakit, waktu diagnosis yg terbatas.
3. Apoteker
Selama ini apoteker belum atau sangat sedikit melakukan fungsi
dengan baik sehingga dapat terjadi penulisan resep atau order yang tidak
tepat.
4. Pasien dan masyarakat
Ketidaktahuan terapi pengobatan, pengalaman sebelumnya yang salah
(misalnya pasien yang pernah mengalami diare dan sembuh setelah
disuntik, maka ketika diare lagi pasien minta disuntik).
5. Lain – lain
Informasi dan iklan obat, persaingan praktek dan memberikan
pengobatan yang sesuai dengan permintaan pasien.
F. Dampak Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
1. Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan
Penggunaan obat yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu
pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung. Secara
luas juga dapat memberikan dampak terhadap peningkatan mortalitas dan
morbiditas penyakit-penyakit tertentu. Misalnya kebiasaan untuk selalu
memberikan antibiotik dan antidiare terhadap kasus-kasus diare akut,
dengan melupakan pemberian oralit yang memadai, akan sangat
merugikan terhadap upaya penurunan mortalitas diare.
2. Dampak terhadap Efek Samping Obat (ESO)

12
Masalah efek samping obat dianggap tidak kalah penting dengan
masalah efek terapi obat. Dampak negatif dari efek samping obat ini
kurang banyak disadari oleh para penulis resep. Efek samping obat
merupakan reaksi yang sifatnya merugikan pasien. Kemungkinan resiko
efek samping obat dapat diperbesar oleh penggunaan obat yang tidak
rasional. Hal ini dapat dilihat secara individual pada masing-masing pasien
atau secara epidemiologik dalam tingkat populasi. Pemakaian obat yang
berlebihan baik dalam jenis maupun dosis, jelas akan meningkatkan resiko
efek samping. Pemakaian antibiotika secara berlebihan juga dikaitkan
dengan meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik.
3. Dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan
Pemakaian obat-obatan tanpa indikasi yang jelas, untuk kondisi-
kondisi yang sebetulnya tidak memerlukan terapi obat merupakan
pemborosan baik dipandang dari sisi pasien maupun sistem pelayanan.
Dokter mungkin kurang memperhatikan dampak ekonomi ini, tetapi bagi
pasien yang harus membayar atau sistem pelayanan yang harus
menanggung ongkos pengobatan, hal ini akan sangat terasa. Kebiasaan
peresepan yang terlalu tergantung pada obat-obat paten yang mahal, jika
ada alternatif obat generik dengan mutu dan keamanan yang sama, jelas
merupakan beban dalam pembiayaan dan merupakan salah satu bentuk
ketidak rasionalan.
Beberapa penelitian yang dilakukan Dirjen POM menemukan bahwa
60-65% biaya obat pada ISPA non pneumonia digunakan untuk antibiotika
yang sebenarnya tidak diperlukan. Satu hal yang mungkin sering dilupakan
oleh praktisi medik adalah meresepkan obat yang harganya tidak
terjangkau oleh pasien. Meskipun kecil presentasenya, sekitar 15,4%
pasien ternyata hanya membeli sepertiga hingga setengah bagian dari resep
antibiotika. Sehingga pada akhirnya pasienlah yang mendapat dampak
negatif peresepan tersebut seperti misalnya risiko terjadinya resistensi
bakteri karena kurang kuatnya pemakaian antibiotika.

13
4. Dampak psikososial
Pemakaian obat yang berlebihan oleh dokter akan memberikan
pengaruh psikologik pada masyarakat. Masyarakat menjadi terlalu
tergantung kepada terapi obat walaupun intervensi obat belum tentu
merupakan pilihan utama untuk kondisi tertentu. Hal ini akan merangsang
pola self medication yang tak terkendali pada masyarakat. Bentuk
peresepan yang sifatnya ”pemaksaan”, seperti vitamin dan obat penambah
nafsu makan pada anak-anak merupakan contoh khas penggunaan obat
yang tidak rasional. Peresepan ini seakan-akan memberi kesan bahwa
obat-obat vitamin pada anak-anak adalah esensial untuk kesehatan, yang
pada hakekatnya obat-obat vitamin tersebut tidak lebih dari plasebo yang
harus dibayar mahal yang melebihi dari harga makanan yang memiliki
nutrisi tinggi.
Dampak psikososial ini dapat dihindari dengan memberikan informasi
dan edukasi secara benar kepada masyarakat. Selain itu, tidak kalah
pentingnya adalah kesadaran dari petugas kesehatan untuk melaksanakan
pengobatan rasional.
G. Upaya Mengatasi Masalah Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
1. Upaya Pendidikan (educational strategies)
Upaya pendidikan dapat mencakup pendidikan selama masa kuliah
(pre service) maupun sesudah menjalankan praktek keprofesian (post
service). Upaya tersebut mutlak harus diikuti dengan pendidikan kepada
pasien/masyarakat secara simultan. Salah satu upaya pendidikan pre
service ini antara lain dengan membiasakan mahasiswa memecahkan
masalah klinik dalam bentuk pembahasan kasus. Upaya pendidikan yang
lebih mendasar adalah dengan menambahkan Kurikulum Farmakologi
Klinik ke dalam Kurikulum Fakultas Kedokteran.
Pendidikan post service antara lain dapat berupa:
a. Pendidikan berkelanjutan (continuing medical education)
b. Informasi pengobatan (academic-based detailing)
c. Seminar dan ceramah-ceramah penyegaran mengenai obat dan terapi.

14
2. Upaya manajerial (managerial strategies)
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki praktek
penggunaan obat yang tidak rasional adalah dari segi manajerial, yang
umumnya meliputi:
a. Pengendalian kecukupan obat melalui sistem informasi manajemen
obat. Dengan sistem ini setiap penggunaan dan permintaan obat oleh
unit pelayanan kesehatan dapat terpantau, sehingga kecukupan obat
dapat dikendalikan dengan baik.
b. Perbaikan sistem suplai melalui penerapan konsep obat esensial
nasional. Disini mengandung arti bahwa di tingkat pelayanan kesehatan
tertentu hanya tersedia obat yang paling dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat dan tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.
c. Pembatasan sistem peresepan dan dispensing obat.
d. Pembentukan dan pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di
Rumah Sakit yang mempunyai tugas dan fungsi untuk
meningkatkan/menerapkan Penggunaan Obat secara Rasional di Rumah
Sakit.
e. Informasi harga akan memberi dampak sadar biaya bagi para provider
dan pasien.
f. Pengaturan pembiayaan, bentuk pengaturan ini dapat merupakan
pembiayaan berbasis kapitasi dan cost-sharing.
3. Intervensi regulasi (regulatory strategies)
Strategi regulasi dilakukan dalam bentuk sebagai berikut :
a. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
DOEN adalah buku yang memuat daftar obat esensial. Obat
esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan
rehabilitasi yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya.

15
b. Formularium Obat
Formularium Obat adalah buku yang memuat daftar obat terpilih
yang paling dibutuhkan dan harus tersedia di RS dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
c. Upaya Informasi
Upaya informasi secara ringkas dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Intervensi informasi bagi provider, yaitu dokter sebagai peresep
(prescriber) dan apoteker/asisten apoteker sebagai dispenser.
2. Intervensi informasi bagi pasien/masyarakat.
H. Langkah-langkah Menerapkan Penggunaan Obat secara Rasional
WHO action programme on essential drugs (1994), mengemukakan bahwa
untuk menetapkan penggunaan obat secara rasional perlu dilalui serangkaian
langkah yaitu :
1. Menentukan masalah pasien atau melakukan diagnosis.
Merupakan dasar dari tindakan pengobatan rasional. Diagnosis
dibuat atas dasar fakta yang ditemukan dari suatu urutan yang logis yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain yang
diperlukan.
Dalam praktek sehari-hari sering diagnosis sudah dibuat sebelum
semua fakta terkumpul, malah sering pula tidak dapat dibuat atau baru
dibuat setelah beberapa waktu bila gejala penyakit berkembang. Dalam
proses membuat diagnosis ini terletak kesulitan pertama yang
mengakibatkan pengobatan lebih ditentukan oleh kebiasaan daripada
deduksi ilmiah rasional. Bila diagnosis belum dapat ditentukan sering
dipikirkan berbagai kemungkinan diagnosis atau differensial diagnosis
yang kemudian diobati, sehingga pengobatan diberikan secara polifarmasi
untuk menutupi berbagai kemungkinan tersebut. Selain itu seringkali
diagnosis sulit dibuat karena pasien tidak mampu membayar pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan.

16
2. Menetapkan tujuan pengobatan
Sebelum memilih pengobatan harus lebih dahulu ditetapkan tujuan
terapi. Apa sebetulnya yang ingin dicapai. Menguraikan tujuan pengobatan
merupakan cara yang baik untuk menyusun pola berpikir, melakukan
konsentrasi untuk problem sesungguhnya, meminimalkan kemungkinan
pengobatan yang perlu dilakukan sehingga pilihan akhir lebih mudah
ditentukan. Menguraikan tujuan pengobatan mencegah penggunaan obat
yang tidak perlu.
3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih
Setelah menetapkan tujuan pengobatan, jika memang dibutuhkan
obat untuk mengatasi masalah, perlu diperiksa apakah obat yang dipilih
sesuai dengan kondisi pasien. Obat yang dipilih selain harus memenuhi
kriteria efektif,aman, nyaman dan terjangkau, perlu disesuaikan dengan
kondisi masing-masing pasien.
Langkah pertama melihat pedoman pengobatan yang tersedia,
apakah bahan aktif, bentuk sediaan, dosis, cara pemberian dan lama
pemberian telah sesuai untuk pasien. Untuk tiap-tiap aspek yang ditelaah,
harus dipertimbangkan masalahefektivitas dan keamanannya. Meneliti
efektivitas mencakup penelaahan indikasi apakah pengobatan dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta kenyamanan bentuk sediaan.
Keamanan berkaitan dengan kontra indikasi dan kemungkinan interaksi
serta kewaspadaan pada pasien dengan resiko tinggi.
Kemampuan melakukan telaahan mengenai masalah tersebut perlu
dilihat dari hasil uji klinik yang bermutu. Kajian ini sulit dilakukan, karena
itu perlu disediakan informasi yang berisi telaahan efektivitas berbagai
obat denan indikasi serupa, beserta kajian keamanannya, juga informasi
mengenai biayanya. Pedoman pengobatan yang tersedia juga terbatas,
sebagian besar berisi pedoman tata laksana diagnosis dan tindakan medik
yang perlu dilakukan, tetapi tidak mengenai pemilihan dan penggunaan
obat.

17
4. Membuat resep
Resep adalah instruksi dari peresep untuk pemberi obat
(dispenser). Setiap negara mempunyai peraturan mengenai standar
pembuatan resep. Secara umum resep harus jelas, dapat dibaca dan
mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan. Resep seharusnya
ditulis dengan nama generik, namun informasi mengenai obat generik
hampir-hampir tidak tidak ada yang sampai pada peresep. Selain itu,
seringkali juga peresep meragukan mutu obat generik ini.
5. Memberi informasi, instruksi, dan hal-hal yang perlu diwaspadai
Dikatakan 50% pasien tidak menggunakan obat secara benar, tidak
teratur, atau tidak menggunakan sama sekali. Penyebab yang paling sering
adalah timbulnya efek samping, pasien tidak merasakan manfaat obat, atau
cara penggunaan yang rumit terutama bagi orang tua. Untuk meningkatkan
ketaatan pasien, perlu dilakukan pemilihan obat dengan benar, membina
hubungan baik dokter-pasien serta menyediakan waku untuk memberi
informasi/instruksi/peringatan. Pemberian informasi ini masih jauh dari
harapan karena dianggap memakan waktu.
6. Melakukan monitoring
Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi
hasil seperti yang diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila
penyakit telah sembuh obat perlu dihentikan, bila penyakit belum sembuh
tetapi terapi efektif tanpa efek samping pengobatan dapat dilanjutkan, bila
timbul efek samping perlu ditelaah kembali obat yang diberikan. Bila
terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan kembali diagnosis yang telah
dibuat, obat yang dipilih, apakah dosis dan cara penggunaannya telah
sesuai, dan apakah cara monitoring telah tepat.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberian obat yang rasional merupakan suatu bentuk pelayanan


kefarmasian yang penting terhadap pasien. Ada banyak hal yang meliputi
pengobatan secara rasional, seperti manfaat adanya pengobatan secara
rasional, kriteria pengobatan secara rasional, langkah-langkah pengobatan
yang rasional dan masih banyak lagi. Dengan adanya pemberian obat yang
rasional kepada pasien, maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas
hidup dari pasien serta dapat mencegah berbagai macam medication eror
yang dapat terjadi pada saat pengobatan, sehingga dapat melindungi pasien
serta tenaga kesehatan dari akibat yang fatal.
B. Saran

Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya


penggunaan obat secara rasional guna mencegah terjadinya suatu hal yang
tidak diinginkan akibat pemberian obat secra tidak rasional. Edukasi ini
diharapkan menciptakan kesadaran masyarakat tentang pemberian obat
secara rasional.

DAFTAR PUSTAKA

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Modul

19
Penggunaan Obat Rasional. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Pulungan, A.B, Annisa D., dan Sirma S. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada
Anak : Situasi di Indonesia dan Tata Laksana. Sari Pediatri. Volume
20, No 6.
WHO.com. (2012, 3 Maret). Rational Use of Medicine : Summary of Activities.
Diakses pada 18 September 2020, dari
https://www.who.int/medicines/areas/rational_use/en/

20

Anda mungkin juga menyukai