Anda di halaman 1dari 14

Makalah : Farmasi Klinik

Dosen : Nurfidin Farid

PHARMACEUTICAL CARE

OLEH:

Nama : Andela Kasim

NIM : 17 3145 201 018

Kelas / Ang. : A / 2017

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT, DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGA REZKY
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat lipahan rahmat dan hidayah-

Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh tanggungjawab yang besar. Tak

lupa pula salawat serta salam dihaturkan kepada baginda Muhammad SAW karena dari

perjuangan beliaulah semua ummat muslim dapat merasakan pengaruhnya hingga saat ini

terutama beliau banyak hal kesehatan. Dalam proses pembuatan makalah ini penulis telah

banyak belajar terkait tugas dan tanggujawab atau pekerjaan yang dilakukan oleh seorang tenaga

kefarmasian yang bertugas menjalankan program Pharmaceutical Care. Untuk itu penulis ingin

teman-teman atau para pembaca juga bisa mengambil dan mendapat manfaat dari sini. Makalah

Pharmaceutical Care ini telah penulis rangkum penjelasannya secara rinci didalam bab

pembahasan.

Disamping terselesaikannya makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat

kekurangan didalamnya oleh karena itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca

terutama Dosen pangampu mata kuliah ini, agar bisa menjadi salah satu batu loncatan bagi

penulis untuk bisa lebih baik lagi kedepannya.

03 Oktober 2019

Penulis.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung apoteker

pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil

yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya

melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk

keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute

dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada

pasien (American Society of Hospital Pharmacists, 1993). Masalah terkait obat (Drug-

Related Problem/DRPs) oleh Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) didefinisikan

sebagai setiap kejadian yang melibatkan terapi obat yang secara nyata atau potensial terjadi

akan mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut masalah

terkait obat bila pasien mengalami kejadian tidak diinginkan baik berupa keluhan medis atau

gejala dan ada hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat. PCNE mengidentifikasi

permasalahan yang terkait dengan obat, yaitu: (1) Reaksi Obat yang Tidak

Dikehendaki/ROTD ,(2) masalah pemilihan obat, (3) masalah pemberian dosis obat, (4)

masalah pemberian/penggunaan obat, (5) interaksi obat, (6) masalah lainnya.(Pharmaceutical

Care Network Europe,2006).

Sebuah penelitian tahun 2003 yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa

biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah terkait dengan obat diperkirakan mencapai

177,4 miliar dolar. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya juga menyatakan
bahwa masalah terkait dengan obat merupakan salah satu penyebab pasien di rawat di rumah

sakit (Ernst FR, Grizzle AJ.,2001)

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Pharmaceutical Care ?

b. Bagaimana Peran Apoteker ?

c. Bagaimana Pelayanan Informasi Obat ( PIO )

1.3 Tujuan

a. Memahami maksud dari Pharmaceutical Care

b. Mengetahui peran Apoteker

c. Mengetahui Pelayanan Informasi Obat ( PIO )


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pharmaceutical Care

a. Pengertian Pharmaceutical Care

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang

berorientasi kepada pasien. Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk

menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat. Praktek kefarmasian ini

memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien Peran apoteker dalam asuhan kefarmasian di awal

proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa

kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related Problem)

pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi sehingga didapatkan hasil optimal

dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan (keberhasilan terapi) (Rover et

al, 2003).

Masalah terkait obat (Drug-Related Problem/DRPs) oleh Pharmaceutical Care

Network Europe (PCNE) didefinisikan sebagai setiap kejadian yang melibatkan terapi

obat yang secara nyata atau potensial terjadi akan mempengaruhi hasil terapi yang

diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut masalah terkait obat bila pasien mengalami

kejadian tidak diinginkan baik berupa keluhan medis atau gejala dan ada hubungan antara

kejadian tersebut dengan terapi obat. PCNE mengidentifikasi permasalahan yang terkait

dengan obat, yaitu: (1) Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki/ROTD ,(2) masalah

pemilihan obat, (3) masalah pemberian dosis obat, (4) masalah pemberian/penggunaan

obat, (5) interaksi obat, (6) masalah lainnya.(Pharmaceutical Care Network Europe,2006)
b. Kasus-kasus Penting

Sebuah penelitian tahun 2003 yang dilakukan di Amerika Serikat menyatakan bahwa

biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah terkait dengan obat diperkirakan

mencapai 177,4 miliar dolar. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya

juga menyatakan bahwa masalah terkait dengan obat merupakan salah satu penyebab

pasien di rawat di rumah sakit (Ernst FR, Grizzle AJ.,2001)

Ruang perawatan intensif (ICU) adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk

merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa

dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih, serta didukung dengan perlengkapan

peralatan khusus. Pelayanan keperawatan intensif disediakan dan diberikan kepada pasien

dalam keadaan kegawatan dan kedaruratan yang perlu ditanggulangi dan diawasi secara

ketat, terus menerus serta tindakan segera, ditujukan Intervensi apoteker ..., Mayannaria

Simarmata, FMIPA UI, 2010 Universitas Indonesia 2 untuk observasi, perawatan dan

terapi (Depkes RI.,2006)

Dalam satu studi baru terungkap bahwa kesalahan pemberian obat suntik merupakan

masalah keamanan utama di ruang intensive care medicine. Kesalahan yang paling sering

terjadi adalah dikaitkan dengan salah dalam waktu pemberian obat, dan miss medication,

diikuti dengan dosis salah, obat salah dan rute yang salah (Valenti Andreas et al.,2009).

Sekitar 97% dari pasien yang dimonitor di ruang perawatan intensif rumah sakit

pendidikan Mesir dilaporkan dengan satu atau lebih masalah terkait obat. Rejimen dosis

yang tidak benar menunjukkan persentase tertinggi (27,971%) diikuti dengan duplikasi

dan penentuan pengobatan yang tidak perlu masing-masing menunjukkan persentasi

sekitar 12%, interaksi obat (8,4%), kurang monitoring (7,27%), penyalahgunaan


antibiotik (5,331%), penghentian pengobatan yang perlu (2,1%),kombinasi yang tidak

perlu (2,1%), pengobatan yang tidak sesuai (1,131%) dan kontraindikasi (1,131%) (Sabry

Nirmen A, Farid Samar F, Abdel Aziz Emad,2009). Penelitian tentang efek dari

partisipasi apoteker pada ronde dokter dan kejadian efek yang merugikan dari obat

dilakukan pada ruang perawatan intensif rumah sakit umum Massachusetts di Boston

menunjukkan bahwa kehadiran apoteker pada saat ronde sebagai anggota tim di ruang

perawatan intensif menurunkan angka kejadian efek yang merugikan dari obat karena

kesalahan penentuan obat (Leape Lucian L et al., 1999). Intervensi apoteker dalam

mencegah terjadinya masalah terkait dengan obat akan mempengaruhi biaya kesehatan,

menyelamatkan kehidupan dan meningkatkan kualitas hidup ( Alderman CP,Farmer

C.,2001).

Jumlah pasien yang masuk ruang perawatan intensif Rumah Sakit TNI Angkatan Laut

(Rumkital) Dr. Mintohardjo pada tahun 2009 adalah sebanyak 393 orang, dengan rata-

rata hari perawatan 3,28 hari. Penyakit stroke, infark miokard serta hipertensi adalah

merupakan diagnosa terbanyak pada pasien yang di rawat di ruang perawatan intensif ini.

Penelitian tentang intervensi apoteker terhadap masalah terkait obat telah dilakukan pada

pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani rawat inap dan pada pasien anak rawat jalan

di Rumkital Dr. Mintohardjo. Masalah terkait obat yang paling banyak ditemui pada

pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani rawat inap adalah over dosis (65,40%),

interaksi potensial obat-obat (38,5%) dan perlu pemeriksaan laboratorium (26,9%)

(Aritonang,Robert E., 2008). Masalah terkait obat yang paling banyak ditemui pada

pasien anak rawat jalan adalah dosis Intervensi apoteker ..., Mayannaria Simarmata,

FMIPA UI, 2010 Universitas Indonesia 3 terlalu rendah (28,81%), interval pemberian
tidak sesuai (15,90%) dan interaksi potensial (8,99%) (Pramono, Yudi.,2008). Pasien di

ruang perawatan intensif sering kali mendapat polifarmasi. Pemberian obat pasien

perawatan intensif rata-rata 9 obat. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar terjadi

interaksi obat dan sebagian besar darinya relevan secara klinik. (Ray S, Bhattacharyya M,

Pramanik J, Todi S.,2009)

c. Peran Apoteker

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor: 922/MENKES/PER/X/1993

pasal 15, peran apoteker di apotek meliputi :

1) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian

profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

2) Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep

dengan obat paten.

3) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep. Apoteker

wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.

4) Apoteker wajib memberikan informasi :

a. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.

b. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

c. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenkes No.

1027/Menkes/sk/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi :

1. Pelayanan resep.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a) Persyaratan administratif :

 Nama, SIP dan alamat dokter


 Tanggal penulisan resep.

 Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

 Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

 Nama obat, potensi, dosis, jumlah minta.

 Cara pemakaian yang jelas.

 Informasi lainnya. 8

b) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c) Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian

(dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

2. Penyiapan obat.

a) Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,

mengemas dan memberikan etiket pada wadah.Dalam melakukan

peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan

dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b) Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

c) Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi

dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d) Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan

pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan

resep.Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai.

e) Informasi obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas

dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian

obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta

makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

f) Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan

farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari

bahaya penyalahgunaan sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan

lainnya.

g) Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat pada pasien,

apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama

untuk pasien tertentu seperti cardiovaskuler, diabetes, TBC, ashma, dan

penyakit kronis lainnya.

h) Promosi dan edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker

harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan eduksi. Apoteker ikut

membantu memberikan informasi, antara lain dengan penyebaran

leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

i) Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver

diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat

kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan

pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus

membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record)


d. Pelayanan Informasi Obat ( PIO )

1) Pengertian

Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai “ kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, terkini dan

komprehensif oleh apoteker kepada pasien, masyarakat, rekan sejawat tenaga

kesehatan dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya “ (Kurniawan, 2010)

Informasi obat yang dijadikan sumber acuan mencakup setiap data atau pengetahuan

obyektif dari uraian ilmiyah yang terdokumentasi mencakup aspek farmakologi,

farmakokinetika, toksikologi, dan penggunaan terapi obat. Secara detail, informasi

obat yang dijadikan fokus perhatian terdiri dari nama kimia, struktur dan sifat-sifat

fisik, indikasi diagnostik/terapi, ketersediaan hayati, data bioekivalensi, toksisitas,

mekanisme kerja, onset dan durasi, dosis rekomendasi dan jadwal pemberian (waktu

konsumsi), absorpsi, metabolisme, ekskresi, efek samping (reaksi merugikan), 11

kontraindikasi, interaksi obat, harga, keuntugan, pengatasan toksisitas, efikasi klinik,

data uji klinik, data penggunaan obat, dan informasi lainnya. Pelaksanaan pelayanan

informasi obat merupakan kewajiban Apoteker yang diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 11 meliputi :

a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan

baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun masyarakat.

b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat keamanan, bahaya dan

atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.


2) Tujuan Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat bertujuan sebagai berikut :

a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional berorientasi pada

pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.

b. Memberikan layanan informasi obat sesuai kebutuhan pasien, tenaga kesehatan

dan pihak lain.

3) Ketersediaan Obat di Apotek

Apotek sebagai tempat Pelayanan Informasi Obat haruslah lengkap dan akurat

dalam penyediaan obat dan sesuai dengan standar penyediaan obat di apotek yaitu

meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA (Obat Wajib Apotek). Obat

bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang memilki logo lingkaran

berwarna hijau dan lingkaran biru yang meliputi 12 obat penurun panas, batuk,

vitaman, sedangkan obat OWA meliputi obat oral kontrasepsi, obat saluran cerna,

obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem

neomuscular (analgesik), antiparasit dan obat kulit (BPOM, 2004).

Ketersediaan obat merupakan salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan

dalam menentukan jenis dan jumlah obat yang ada di dalam apotek. Ketersediaan

obat di apotek merupakan faktor utama dalam menghadapi persaingan dengan

apotek sekitarnya. Ketersediaan obat dalam suatu apotek meliputi variasi jenis, tipe

ukuran kemasan barang yang dijual, dan macam-macam dari suatu produk yang akan

dibeli (Yuliana, 2009). d. Kecepatan Pelayanan Petugas Apotek. Kecepatan yaitu

suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai waktu yang ditentukan.

Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung
antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan

kepuasan pelanggan (Oktavia.,dkk, 2012). Dapat disimpulkan kecepatan pelayanan

adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan

oleh unit penyelenggara pelayanan dengan tujuan tercapainya kepuasan pelanggan.

Secara teoritis pasien tidak ingin mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu

lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa

terlantar, apabila keinginan pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi

maka akan timbul rasa kepercayaan 13 pasien untuk kembali membeli obat di tempat

tersebut. Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari

pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran

sampai pada waktu pulang (Naik.,dkk, 2010).


BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan kefarmasian yang

berorientasi kepada pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa kembali semua informasi

dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related Problem) pasien. Di akhir proses

terapi, menilai hasil intervensi sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup

meningkat serta hasilnya memuaskan. Peran apoteker telah dijelaskan berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan nomor: 922/MENKES/PER/X/1993 pasal 15.

Anda mungkin juga menyukai