Anda di halaman 1dari 35

TUGAS TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

“ PRODUKSI SEDIAAN SALEP LUKA BAKAR YANG


BAIK”

Dosen : Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt

Disusun Oleh :
1. Astri Rahayu 19344162
2. Wiwit Widiastuti 19344161

Kelas : E – P2K Karyawan

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi yang berjudul “SEDIAAN SALEP LUKA
BAKAR”

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sedian
Farmasi. Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu penyusunan dan menyelesaikan makalah ini, kepada :

1. Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt selaku dosen mata kuliah Teknologi Sediaan


Farmasi.
2. Pihak-pihak yang membantu penulis dalam pengerjaan makalah ini yang tak
mungkin ditulis satu persatu sehingga makalah ini bisa selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


kekuranganya.Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun. Namun, besar harapan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi bagi pembaca
sekalian.

Jakarta, 19 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Definisi Salep..............................................................................................................3
2.2 Kualitas Dasar Salep...................................................................................................3
2.3 Komponen Dasar Salep...............................................................................................4
2.4 Komponen Penyusun Salep.........................................................................................6
2.5 Keutungan dan Kerugian Salep...................................................................................7
2.6 Metode Pembuatan Salep............................................................................................8
2.7 Produksi Salep Menurut CPOB...................................................................................8
2.8 Definisi CPOB.............................................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................11
3.1 Aspek dalam CPOB....................................................................................................11
3.2 Komponen Sediaan Salep Luka Bakar........................................................................16
3.3 Pengadaan Barang dan Alurnya..................................................................................17
3.4 Produksi Sediaan Salep Luka Bakar Sesuai CPOB....................................................22
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................28
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................28
4.2 Saran............................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................30
DISKUSI KELOMPOK...........................................................................................................31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah luka pada jaringan tubuh, biasanya kulit akibat
kontak dengan suatu benda yang bersuhu tinggi, bahan-bahan kimiawi,
cahaya dan lain-lain yang mengakibatkan jaringan yang bersangkutan
terasa panas, nyeri panas, bengkak dan jaringan tersebut berwarna merah.
Efek yang terjadi merupakan akibat dari proses biologis dalam tubuh
makhluk hidup yaitu inflamasi (Nugroho, 2012).
Salah satu penanganan pada penderita luka bakar yaitu dengan
mengobati luka bakar tersebut dengan menggunakan sediaan topikal, karena
jaringan yang mengeras akibat luka bakar tidak dapat ditembus dengan
pemberian obat dalam sediaan oral maupun parenteral. Pemberian sediaan
topikal yang tepat efektif diharapkan dapat mengurangi dan mencegah
infeksi dan luka, salah satunya adalah dengan pengobatan menggunakan
sediaan salep. Bentuk sediaan salep dipilih karena mempunyai beberapa
keuntungan yaitu nyaman dipakai dan mudah meresap pada kulit, tidak
lengket dan mudah dicuci dengan air (Nugroho, 2012).
Salep adalah sediaan setengah padat atau semisolid yang
ditunjukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep
merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit
sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan
untuk mengobati penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga diharapkan
adanya penetrasi ke dalam l apisan kulit agar dapat memberikan efek yang
diinginkan. Komposisi salep terdiri dari bahan obat atau zat aktif dan basis
salep atau biasa dikenal dengan sebutan zat pembawa bahan aktif. Salep
memiliki fungsi sebagai bahan pembawa zat aktif untuk mengobati penyakit
pada kulit, sebagai pelumas pada kulit dan berfungsi sebagai pelindung kulit
(Nugroho, 2012).

1
Langkah utama dan merupakan persyaratan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan sediaan salep yang dibuat
adalah dengan diterapkannya Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pada
seluruh aspek kegiatan dan produksi obat. Tujuan umum diterapkannya
CPOB agar melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari
penggunaan obat yang tidak memenuhi persyaratan, Mengingat pentingnya
penerapan CPOB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi
industri obat baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOB
melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram (BPOMRI, 2012).

1.2 Tujuan
1. Memahami cara memproduksi sediaan obat dengan cara yang baik
2. Memahami komponen dan formulasi sediaan salep luka bakar
3. Memahami pengadaan barang dan alurnya
4. Memahami cara memproduksi sediaan salep luka bakar yang baik (alur,
proses produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara memproduksi sediaan obat dengan cara yang baik ?
2. Apa komponen sediaan salep luka bakar dan bagaimana formulasi
sediaan salep luka bakar ?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya ?
4. Bagaimana memproduksi sediaan salep luka bakar yang baik (alur,
proses produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi) ?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Salep


Menurut FI edisi III, salep adalah sediaan setengah padat yang
mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut
atau terdispersi homogen kedalam dasar salep yang cocok.
Menurut FI edisi IV, Salep adalah sediaan setengah padat yang
ditujukan untuk pemakaian topikal kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh
berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep
megandung obat keras narkotika adalah 10%.

Fungsi salep adalah :


a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit 
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit.
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit 

2.2 Kualitas Dasar Salep


Menurut Anief (2007) kualitas dasar salep meliputi :
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam
kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,
inflamasi dan ekskloriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh

3
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan.
f. Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti
khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati,
stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan
dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan.
Misalnya obat obat yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep
hidrokarbon dari pada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat
tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mengandung air,
meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang
mengandung air (Dirjen POM, 1995).
2.3 Komponen Dasar Salep
Menurut Moh. Anief (1997) berdasarkan komposisi dasar salep dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Dasar salep hidrokarbon
a. Vaselin putih atau vaselin kuning
b. Campuran vaselin yaitu malam putih atau malam kuning
c. Parafin cair dan parafin padat
d. Minyak tumbuh-tumbuhan
e. Jelene

2. Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air yang terdiri :


a. Adeps lanae
b. Unguenta simpleks
c. Hidrofilic fetrolerlum

3. Dasar salep yang dapat diolesi dengan air, yaitu terdiri atas :
a. Dasar salep emulsi MIA seperti vanishing cream
b. Emulsifying quitment B.P

4
c. Hydrophilic qitment dibuat dari minyak mineral, stearyalcohol
mayri 52 ( emulgator tipe M/A)

4. Dasar salep yang dapat larut dalam air antara lain PGA atau campuran
PEG.
a. Polyethaleneggropl Qintment USP
b. Ciagacant
c. PGA
Dasar salep serap, dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2
kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur
dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin
anhidrat), dan kelompok ke 2 terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat
bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap
juga dapat bermanfaat sebagai emolien (Dirjen POM, 1995)
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep ini adalah
emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut
“krim” (lihat kremores). Dasar ini dinyatakan juga sebagai “dapat dicuci
dengan air” karena mudah dicuci di kulit atau dilap basah, sehingga dapat
diterima untuk dasar kosmetik beberapa bahan obat dapat menjadi lebih
efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon.
Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik (Dirjen
POM, 1995).
Dasar salep larut dalam air, kelompok ini disebut juga “dasar salep
tak berlemak” dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam air seperti parafin,
lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”. (Dirjen
POM, 1995).

5
2.4 Komponen Penyusun Salep
1. Preservatif
Preservatif/pengawet ditambahkan pada sediaan semi padat untuk
mencegah kontaminasi, perusakan dan pembusukan oleh bakteri atau fungi
karena banyak basis salep yang merupakan substrat mikroorganisme.
Pemilihan bahan pengawet harus memperhatikan stabilitasnya terhadap
komponen bahan yang ada dan terhadap wadah serta pengaruhnya
terhadap kulit dan aplikasi.
Sifat preservatif yang ideal: Efektif pada konsentrasi rendah ,Larut
pada konsentrasi yang diperlukan, Tidak toksik , Tidak mengiritasi pada
konsentrasi yang digunakan , Kompatibel dengan komponen bahan dalam
formulasi (tadak membentuk komplek) dan dengan wadah (absorbsi) ,
tidak berbau dan berwarna , stabil pada spektrum yang luas , Koefisien
partisi baik dalam fase air maupun minyak karena preservasi dibutuhkan
pada kedua fase
Contoh pengawet yang digunakan: senyawa-senyawa amonium
kuarterner (cetiltrimetil amonium bromida), senyawa-senyawa merkuri
organik (thimerosal) , formaldehid, asam sorbit/kalium sorbat, asam
benzoat/ natrium benzoat, paraben (metil/propil), dan alkohol-alkohol.
2. Softener
Contohnya parafin cair
3. Stiffener/ thickening agent (bahan pengental)
Bahan pengental digunakan agar diperoleh struktur yang lebih
kental ( meningkatkan viskositas ) sehingga diharapkan akan lebih baik
daya lekatnya. Bahan-bahan yang umum ditambahkan sebagai pengental
yaitu polimer hidrifilik, baik yang berasal dari alam ( natural polimer )
seperti agar, selulosa, tragakan, pektin, natrium alginat; polimer
semisintetik seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa, dan CMC Na;
serta polimer sintetik seperti karbopol ( karbomer, karboksipolimetilen)
4. Levigating agent

6
Levigating agent digunakan untuk membasahi serbuk dan
menggabungkan serbuk yang telah terbasahi dengan basis salep. Contoh
minyak mineral
5. Antioksidan
Antioksidan ditambahkan ke dalam salep bila diperkirakan terjadi
kerusakan basis karena terjadinya oksidasi, pemilihannya tergantung pada
beberapa faktor seperti toksisitas, potensi, kompatibel, bau, kelarutan,
stabilitas dan iritasi.Sering kali digunakan dua antioksidan untuk
mendapatkan efek sinergis. Contoh antioksidan yang sering ditambahkan:
Butylated Hydroxyanisole ( BHA ), Butylated Hydroxytoluene (BHT),
Propyl gallate, dan Nordihydroguaiaretic acid ( NCGA)
6. Surfaktan
Surfaktan dibutuhkan sebagai emulsifying untuk membentuk
sistem o/w atau w/o, sebagai bahan pengsuspensi, thickening, cleansing,
penambah kelarutan, pembasah dan bahan pemflokulasi. Surfaktan yang
biasa digunakan yaitu surfaktan nonionik (contoh ester polioksietilen),
kationik ( benzalkonium klorida) atau anionik (contoh natrium dodesil
sulfat).
7. Humektan
Material-material seperti gliserin, propilen glikol, polietileni glikol
BM rendah, dan sorbitol mempunyai tendensi berikatan dengan air,
sehingga dapat mencegah hilangnya air dari, penyusutan wadah
(shrinkage) air dari produk / sediaan. Senyawa-senyawa ini dapat juga
berfungsi untuk memudahkan aplikasi sediaan pada kulit,
melunakkan/melembutkan kulit.

2.5 Keuntungan dan Kerugian Salep


Keuntungan Salep
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit.
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit.

7
Kerugian Salep
a. Kekurangan basis hidrokarbon, sifatnya yang berminyak
dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit
tercuci dan sulit di bersihkan dari permukaan kulit.
b. Kekurangan  basis absorpsi, kurang tepat bila di pakai
sebagai pendukung bahan bahan antibiotik dan bahan bahan 
kurang stabil dengan adanya air .
c. Mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air 

2.6 Metode Pembuatan Salep


Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan zat aktif
ke dalam dasar (basis).Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu
a. Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama
dan diaduksampai membentuk fasa yang homogeny.
b. Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis
yang akan dipakaiatau dengan salah satu zat pembantu, kemudian
dilanjutkan dengan penambahan sisa basis.
Proses pembuatan salep secara umum:
a. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu
dengan pemanasan rendah 
b. Zat yang tidak cukup larutdalam dasar salep, lebih dulu disebut
dandiayak dengan ayakan no 100.
c. Zat yang mudah larut dalam air danstabil serta dasarr salep
mampumendukung/ menyerap air tersebut,dilarutkan didalam air yagn
tersedia,selain itu ditambahkan bagian dasar salep
d. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebuutharus
diaduk sampai dingin.

2.7 Produksi Salep Menurut CPOB


Menurut Cara Pembuatan Obat yang Baik tahun 2012, dalam produksi
salep terdapat beberapa aspek, diantaranya :

8
1. Karena sifat alamiah produk, maka untuk melindungi produk terhadap
pencemaran mikroba dianjurkan agar semua alat yang berhubungan
langsung dengan produk didisinfeksi lebih dahulu sebelum dipakai, misal
dengan etanol 70%, isopropanol atau hidrogen peroksida 3%.
2. Sistem yang digunakan untuk membuat sediaan salep adalah system
tertutup. Sistem tertutup adalah suatu sistem di mana produk hampir tidak
terpapar ke lingkungan selama proses dan sedikit sekali melibatkan
operator. Produk cair disaring dan ditransfer ke holding tank melalui pipa
sebelum produk tersebut diisikan ke dalam wadah akhirnya (misal botol
dan tube) dan ditutup.
3. Untuk mencegah ada “sambungan mati” (deadlegs), sambungan hendaklah
tidak lebih panjang dari 1,5 kali diameter pipa sampai katup. Hendaklah
menggunakan jenis katup diafragma atau katup kupu-kupu dan bukan
katup bola.
4. Air yang digunakan untuk produksi hendaklah memenuhi persyaratan
minimal kualitas Air Murni (Purified Water). Parameter kimia dan
mikrobiologi hendaklah dipantau secara teratur, minimal seminggu sekali,
sedangkan pH dan konduktivitas hendaklah dipantau tiap hari. Terhadap
data hasil pemantauan hendaklah dilakukan analisis kecenderungan (trend
analysis). Sanitasi Sistem Pengolahan Air dapat dilakukan dengan cara
pemanasan atau Kimiawi.
5. Pemeriksaan mutu bahan yang diterima sebelum dipindahkan ke dalam
tangki penyimpanan adalah untuk mencegah agar bahan yang masih tersisa
di dalam tangki penyimpanan (yang sudah memenuhi persyaratan mutu)
tidak tercampur dengan bahan yang sama dari tangki pemasok yang belum
diketahui mutunya.
6. Tiap pipa transfer hendaklah diberi penandaan yang jelas dengan
mencantumkan identitas produk.
7. Homogenitas hendaklah dipertahankan selama pengisian dengan
pengadukan terus-menerus sejak awal sampai akhir proses pengisian.

9
8. Kondisi penyimpanan produk antara dan produk ruahan hendaklah
disesuaikan untuk menghindarkan perubahan mutu produk. Jangka waktu
dan kondisi penyimpanan produk antara hendaklah divalidasi.

2.8 Definisi CPOB


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah meliputi seluruh
aspek yang menyangkut pembuatan obat, yang bertujuan untuk menjamin
agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan CPOB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu
sistem mutuhendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan
demikian penerapan CPOB merupakan nilai tambah bagi produk obat
Indonesia agardapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di
pasar dalam negeri maupun internasional.

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Aspek dalam CPOB


1. Manajemen Mutu
Unsur dasar manajemen mutu:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
(Pemastian Mutu).
Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian Mutu=CPOB (produksi
& pengawasan mutu) ditambah faktor lain (desain & pengembangan
produk).
2. Personalia
SDM sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yg memuaskan dan pembuatan obat yg benar. Industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yg terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh
personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yg
berkaitan dengan pekerjaannya.
3. Bangunan Dan Fasilitas
Memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar.
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif

11
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar:
a. Mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets
b. Memudahkan pembersihan serta perawatan shg dapat mencegah
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal
yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk .
5. Sanitasi Dan Higiene
Ruang lingkup: personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan,
bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan. Memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar
7. Pengawasan Mutu
Bagian esensial dari CPOB dimana memberikan kepastian bahwa
produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup:
a. Pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua
pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya
telah dibuktikan memenuhi persyaratan.

12
b. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal
yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu Dan Audit & Persetujuan Pemasok
Mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Dilakukan secara independen dan rinci oleh
petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif
Audit mutu dimana sebagai pelengkap inspeksi diri. Pemeriksaan
dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan
tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Audit dan Persetujuan Pemasok. Kepala Bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang
terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan
memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi
yang telah ditentukan.
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai
dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak,
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali
produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan

13
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Macam-macam dokumen antara lain :
a. Spesifikasi
Spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, produk antara
dan produk ruahan
b. Dokumen Produksi
i. Dokumen Produksi Induk
ii. Prosedur Produksi Induk (Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk)
iii. Catatan Produksi Bets (Catatan Pengolahan Bets dan Catatan
Pengemasan Bets)
c. Prosedur dan Catatan
11. Pembuatan Dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur
pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
12. Kualifikasi Dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil,
peralatan, sistem dan instrumen), kalibrasi alat ukur dan validasi (prosedur
dan proses). Kualifikasi terdiri atas :
a. Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan
validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.
b. Kualifikasi Instalasi (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem
dan peralatan baru atau yang dimodifikasi
c. Kualifikasi Operasional (KO)

14
d. Kualifikasi Kinerja (KK) Misal, kualifikasi kinerja mesin cetak tablet
dilakukan untuk membuktikan kinerja mesin cetak tablet antara lain
kekerasan dan keseragaman bobot tablet

In Process Control (IPC)


Pengawasan selama proses produksi (in process control)
merupakan hal yang penting dalam pemastian mutu produk. Untuk
memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang
menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus
dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan
sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut
dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses
produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk
selama proses berjalan.
Prosedur tertulis untuk pengawasan-selama-proses hendaklah
dipatuhi.Prosedur tersebut hendaklah menjelaskan titik pengambilan
sampel, frekuensi pengambilan sampel, jumlah sampel yang diambil,
spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap
spesifikasi.
Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah mencakup,
tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
a. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah
diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan;
dan
b. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan
selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan
spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Dalam proses produksi produk semisolid, dilakukan pemeriksaan
selama proses produksi (In Process Control) oleh personil produksi. IPC
dilakukan pada tahap-tahap kritis selama proses pembuatan salep, misal :

15
1. Mixting Process : pH, homogenitas, kehalusan
2. Filling Process : bobot isi tube, penampilan,termasuk pencetakan
expired date dan nomor bets.

Kontrol Kualitas (Quality Control)


Produk yang berkualitas dihasilkan dengan melakukan serangkaian
pengujian yang dilakukan oleh bagian Quality Control (QC). QC
merupakan bagian yang esensial pada proses pembuatan produk obat agar
produk yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan. Bagian QC memiliki kewenangan khusus untuk memberikan
keputusan akhir atas mutu obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu
obat.QC dilakukan sejak barang datang, selama proses, pada produk yang
dihasilkan, serta pada masa penyimpanan produk. QC berperan dalam
pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan selama proses produksi dan
pemeriksaan produk jadi. QC memastikan bahwa bahan, produk, dan
metode dalam proses produksi telah memenuhi kriteria yang telah
ditentukan sehingga hasilnya dapat memenuhi persyaratan secara
konsisten. Selain itu juga dilakukan kalibrasi dan kualifikasi alat serta
validasi terhadap metode analisa dan proses produksi. Namun, tidak ada
jaminan bahwa produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas
sebagaimana yang diinginkan. Kualitas produk harus dibangun sejak awal
dan dijamin oleh Quality Assurance (QA).
3.2 Komponen Sediaan Salep Luka Bakar
Formulasi salep luka bakar dari sumber jurnal yang digunakan
adalah sebagai berikut:

No Komponen Bahan F1 F2 F3
1. Zat aktif Ekstrak daun melati 20 gr - -
Ekstrak daun senggani - 7,5 gr -
Ekstrak daun kelor - - 6 gr
2. Zat tambahan Adeps lanae 6 gr - 2,3 gr
Cera Alba 5 gr - -
Cetil alkohol - - 2,0 gr

4. Zat Pengawet Nipagin 0,1gr 0,12 gr -


5. Basis Lanolin - 45,0 gr -

16
Vaselin Album 68,9 gr 45,08 gr 32,5 gr

3.3 Pengadaan Barang dan Alurnya

Alur Bahan Baku

Ruang Penerimaan
Bahan Baku

Pemeriksaan
Karantina Laboratorium oleh QC

Gudang Bahan Baku

Keterangan :
1. Bahan baku dan bahan pengemas diperoleh dari supplier
2. Barang diterima bagian gudang, lalu disimpan sementara di area
karantina, diberi label karantina (label kuning) dicek fisik secara
visual sesuai dengan surat pesanan barang yang meliputi kebenaran
label bahan, nomer catch/lot, asal negara, tanggal pembuatan,
tanggal kadarluarsa), jumlah dan CoA.
3. Apabila sudah selesai, maka dibuatkan bukti titipan barang
sementara (BTBS). BTBS dibuat tiga rangkap, lembar asli untuk
supplier, copy 1 utntuk arsip gudang, copy 2 sebagai surat
permohonan pemeriksaan kepada QC.
4. Barang diterima oleh supervisor penyimpanan bahan baku dan
disetujui oleh asisten manager penyimpanan.dilakukan
pemeriksaan oleh laboratorium QC, selama masa pemeriksaan QC
memberi label karantina berwarna kuning pada label tersebut.
5. QC akan melakukan sampling terhadap bahan baku yang datang,
barang diterima atau ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium.

17
6. Setelah bahan baku diluluskan, bagian penyimpanan akan
membuat bukti penerimaan bahan baku (BPBB). Bahan baku akan
disimpan dalam gudang sesuai dengan stabilitas bahan baku. Bahan
baku yang diluluskan diberi label hijau dengan tulisan diluluskan
dan ditempel diatas label karantina.
7. Jika bahan baku ditolak, maka gudang akan membuat surat
pemberitahuan kepada bagian pembelian bahwa barang yang
dikirim oleh pemasok tidak memenuhi sayarat dengan
melampirkan HPL (Hasil Pemeriksaan Labortaorium) dan surat
pengembalian barang ke supplier dan pemasok (retur). Bahan
baku yang ditolak diberi label merah dan ditempel diatas label
karantina.
8. Bahan baku akan diperiksa ulang 1 tahun sekali maksimal 12 hari
sebelum jatuh tempo bagian penyimpanan bahan baku harus
mengajukan surat permohonan pemeriksaan ke laboratorium QC.
Selama pemeriksaan ulang berlangsung, status bahan baku adalah
karantina (label kuning).
9. Untuk bahan baku maupun bahan jadi yang diimpor dari
manufacturing asing langsung dilakukan pemeriksaan QC. Jika
bahan baku ditolak, maka barang bisa dikembalikan, tergantung
negosiai manager impor.
Alur Proses
Setelah semua bahan dan peralatan yang akan digunakan
disiapkan, Alur proses pembuatan salep luka bakar diawali dengan
penimbangan semua bahan-bahan yang akan digunakan, setelahnya
dilanjutkan diruang pencampuran. Pada ruang ini, awalnya air
ditampung di dalam alat pemanas (double jacket). Air yang
digunakan dalam proses produksi menggunakan air aquadem
(aquademineralisasi). Air yang dipakai adalah air yang diambil dari
pipa yang telah diatur penyalurannya, yang mana sebelumnya air ini
telah melewati serangkaian proses penyaringan.

18
Kemudian proses dilanjutkan di tangki Oil Pot, tangki ini
berfungsi untuk melebur fase minyak dari sediaan, lalu dilanjutkan
proses pencampuran bahan dengan menggunakan Vacum Emulsivier
Mixer. Pada alat ini proses pencampuran dimulai dari pembuatan basis
hingga membentuk masa salep.
Selanjutnya masa yang telah jadi disimpan dalam wadah,
kemudian ditempatkan di ruang karantina produk antara. Produk yang
telah jadi dilakukan kembali proses IPC oleh QC diantaranya
pemeriksaan pemerian, pH, homogenitas, koefisien variasi dan
stabilitas salep. Jika dinyatakan lulus oleh QC maka produk tersebut
dimasukan kedalam wadah (tube). Sistem yang digunakan untuk
membuat sediaan salep adalah sistem tertutup. Sistem tertutup adalah
suatu sistem dimana produk hampir tidak terpapar ke lingkungan
selama proses dan sedikit sekali melibatkan operator. Selama proses
pengisian sediaan salep kedalam tube, operator produksi melakukan
proses penimbangan setiap 15 menit sekali, proses ini bertujuan untuk
memastikan bobot per tube sesuai dengan bobot yang diinginkan
dari kemasan.
Kemudian produk yang telah diisi kedalam tube
ditempatkan di ruang karantina produk ruahan untuk selanjutnya
melewati tahap pemeriksaan oleh QC (uji evaluasi), pemeriksaan ini
meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar,uji
viskositas, dan uji daya lekat. Waktu yang dibutuhkan untuk
menunggu hasil pemeriksaan ini yaitu 1-2 hari. Diagram alur proses
produksi sediaan salep bakar dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Penimbangan Bahan

Peleburan fase minyak di Tangki


Oil Pot

Pencampuran menggunakan alat


19
Vacum emulsifier Mixer

Dikarantina diruang produk


Pengisian kedalam tube

Dikarantina diruang produk Uji Evaluasi


ruahan Uji Organoleptik
Uji Homogenitas
Uji pH
Uji Daya Sebar
Pengemasan Uji Viskositas
Uji Daya lekat

Produk Jadi

Penyimpanan

Alur Barang dan Sumber Daya Manusia (SDM)

a. Alur Barang

20
Barang masuk dari ruang penerimaan, setelah dinyataan lulus
oleh QC terkait mutu dan syarat-syaratnya kemudian di simpan
digudang bahan baku dan bahan pengemas. Setelah siap kemudian
ditimbang terlebih dahulu untuk selanjutnya dikirim keruang proses
produksi untuk diproses menjadi produk jadi, sedangkan bahan
pengemas langsung dikirim ke ruang pengemasan untuk dilakukan
persiapan pengemasan.
Setelah Produk jadi dilakukan karantina terlebih dahulu.
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Pengawasan
yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan
catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang
ditentukan.
Pelulusan akhir produk hendaklah didahului dengan
penyelesaian yang memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut :
a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi
pengolahan dan pengemasan.
b. Sampel pertanggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah
yang mencukupi untuk pengujian di masa mendatang.
c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai
hasil pemeriksaan oleh bagian pengawas mutu.
d. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat
diterima, dan
e. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah
yang tertera pada dokemen penyerahan barang.
Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian manajemen mutu
(pemastian mutu), produk tersebut dipindahkan dari area karantina
ke gudang produk jadi.
Setelah penyimpanan digudang tahapan selanjutnya adalah
distribusi. Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa
untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih
dahulu.

21
b. Alur Sumber Daya Manusia (SDM)
Semua peronil yang terlibat dalam produksi harus dalam
keadaan sehat dan tidak menderita penyakit menular seperti TBC.
Personil masuk kedalam ruang ganti karyawan untuk mengenakan
alat perlindungan diri (APD)/ gowning, setelah memakai APD dengan
lengkap kemudian langsung masuk keruang produksi melalui koridor
untuk selanjutnya menyebar ke bagian2 yang sesuai dengan tugas
mereka masing-masing, seperti : ruang penimbangan, ruang
pengolahan, ruang cuci alat, ruang pengisian, ruang pengemasan dan
ruang pengiriman barang.
3.4 Produksi Sediaan Salep Luka Bakar Sesuai CPOB
3.4.1 Kondisi Ruangan
Produksi sediaan salep luka bakar dilakukan di area kelas E.
Dimana ruang kelas E ini adalah ruang untuk pengolahan dan
pengemasan primer obat nonsteril, seperti tablet konvensional, sirup,
pembuatan salep dan krim kecuali salep mata. Syarat untuk ruang kelas
E adalah:
a. Suhu : 20oC-27oC
b. Kelembaban nisbi : maksimal 70%
c. Efisiensi saringan udara akhir (sesuai kode EN 779 & EN 1822): F8
(75%) atau 90% ASHRAE 52/76, bila meggunakan sistem single
pass (100% fresh air)
d. Pertukaran udara per jam: 5-20
e. Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan :
Nonoprasional Oprasional
Kelas
≥ 0,5 μm ≥ 5 μm ≥ 0,5 μm ≥ 5 μm
E 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Sebagai upaya mengendalikan kondisi lingkungan tersebut, maka
setiap farmasi diwajibkan memiliki Air Handling System (AHS). AHS
tidak hanya mengatur dan mengontrol suhu ruangan (misalnya AC
konvensional), melainkan juga kelembaban, tingkat kebersihan (sesuai
dengan kelas ruangan yang dipersyaratkan), tekanan udara dan lain-
lain.

22
Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang
sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan
penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur
proses, sehingga dapat memperkecil resiko terjadi kekeliruan antara
produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran
silang dan memperkecil resiko terlewatnya atau salah melaksanakan
tahapan proses produksi atau pengawasan. Permukaan dinding, lantai
dan langit-langit bagian dalam ruangan dimana terdapat bahan baku dan
bahan pengemas primer, produk antara atau ruahan yamg terpapar ke
lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka. tidak
melepaskan praktikulat, serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan
(bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.
Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan
kedap air permukaannya rata dan memungkinkan pelaksanaan
pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan.
sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk
lengkungan.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya
dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan
sanitasi yang baik. Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi
yang memadai seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan
pembersih, insektisida, dan bahan fungigasi. Hendaknya disusun pula
prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur,
serta diuraikan dengan cukup rinci.
Jenis bahan bangunan yang dapat digunakan dalam area ruang
kelas E dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Permukaan Jenis bangunan Keterangan


Dalam
Lantai Epoksi / poliuretan - Monolitik, permukaan tidak
berpori & tidak licin
- Menahan pertumbuhan bakteri
- Mudah tergores

23
Granit tidak berpori - Memerlukan penutupan celah
Bata/ blok, beton padat - Mudah retak bila
yang permukaaannya di pengerjaannya kurang baik
plester halus & dicat - Menimbulkan debu bila
dengan poliakrilik/ dibongkar untuk perbaikan/
poliuretan/ epoksi renovasi
Panel logam yang dicat - Tidak melepaskan partikel
dengan powder coating, - Umumnya tidak memerlukan
Dinding
anodized alumunium/ perawatan
baja tahan karat - Cukup tangguh
- Sukar diperbaiki bila kena
benturan
- Rongga pada sambungan
ditutup misalnya dengan bahan
karet silikon yang fleksibel.
Langit-Langit Gypsum dilapisi cat - Membutuhkan baja penopang
poliakrilik - Tidak dapat menahan beban
berat
- Sambungan perlu ditutup
dengan karet silikon untuk
pencegahan pencemaran dari
ruang diatasnya

3.4.2 Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam produksi salep luka bakar dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
No Nama Alat Fungsi
1. Tangki oil pot Melebur fase minyak dari sediaan
2. Vacum Emulsivier Mixer Mencampurkan semua bahan
3. pH meter Mengukur pH sediaan
4. Thermometer Mengukur suhu air yang digunakan
5. Timbangan Menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan
6. Tube Wadah produk jadi

24
3.4.3 Metode Pembuatan Salep Luka Bakar
Metode yang digunakan dalam pembuatan salep luka bakar adalah
dengan metode peleburan dimana metode ini dilakukan dengan
meleburkan/memanaskan basis salep yang padat, kemudian basis lain
yang berbentuk cair dan obat dicampurkan ke dalam basis sambil
didinginkan dan terus diaduk.

Uji Evaluasi Salep Luka Bakar


1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik sediaan salep luka bakar dilakukan dengan
Pengamatan secara fiskik yaitu pada bentuk sediaan, bau dan warna
sediaan.
2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan 0,1 gram
salep pada permukaan gelas objek, sediaan salep dikatakan homogen
apabila tidak terdapat butiran kasar pada gelas objek (Voigt, 1995).
3. Uji Pengukuran PH
Pengukuran pH salep dilakukan dengan menggunakan alat pH-
meter. Sebanyak 0,5 g salep luka bakar dilarutkan dalam 50 mL air
suling di dalam gelas beker. Alat pH-meter dikalibrasikan terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan standar buffer 4; 7; dan 9. Elektroda
dicelupkan dalam gelas beker selama 10 menit dan pH-meter dibiarkan
sampai menunjukkan angka yang konstan (Depkes RI, 1995).
4. Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gr salep luka bakar diletakkan diatas kaca bulat yang
berdiameter 15 cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan
selama 15 menit, kaca lainnya diletakkan diatasnya selama 1 menit.
Diameter sebar salep diukur. Setelahnya ditambahkan 100gr beban
tambahan dan didiamkan selama1menit lalu diukur diameter yang
konstan.
5. Uji Viskositas

25
Uji viskositas salep luka bakar ditujukan untuk mengetahui
kekentalan masing-masing salep. Uji ini dilakukan dengan menggunakan
alat portable viskotester rion dengan cara sediaan salep yang akan diukur
ditempatkan dalam wadah bermulut lebar, kemudian spindle yang sesuai
dimasukkan ke dalam salep hingga terbenam. Rotor dinyalakan hingga
jarum penunjuk menunjukkan angka yang stabil (Depkes RI, 1979).
6. Uji Daya Lekat
Pengujian daya lekat dilakukan dengan cara menimbang 1 gram
salep yang diletakkan pada salah satu permukaan gelas objek kemudian
ditutup dengan gelas objek yang lain. Gelas objek ditindih dengan beban
1 kg selama 5 menit. Gelas objek yang berhimpit kemudian dipasang
pada alat uji daya lekat dan bersamaan dengan pemberian beban pada alat
uji daya lekat, stopwatch dinyalakan (Allen, 1998)
7. Uji Kecepatan Pelepasan Obat
Untuk mengetahui pelepasan obat pada kulit dengan membran
selovan (Voigt, 1984).
Metode pelepasan obat dari basis dapat dilakukan dengan metode
in-vitro dan metode in-vivo
a. Metode in-vitro
Dalam melakukan uji in-vitro perlu diperhatikan beberapa faktor,
yaitu:
i. Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkat
pelarutan
ii. Jumlah pengadukan dan sifat pengadukan
iii. Suhu
iv. Medium pelarutan
b. Metode in-vivo
i. Penelitian respon fisiologis dan farmakologi pada hewan uji
ii. Sifat fisika kulit
iii. Metode histologi
iv. Analisis pada cairan badan atau jaringan
v. Kehilangan permukaan

26
8. Uji daya proteksi
Pengujian daya proteksi salep dilakukan untuk mengetahui kemampuan
salep untuk melindugi kulit dari pengaruh luar seperti asam, basa, debu
dan sinar matahari.
Prosedur:
i. Ambil satu potong kertas saring (10x10 cm). Basahi dengan
indikator PP, keringkan.
ii. Oleskan salep diatas kertas saring,
iii. Siapkan kertas saring lain yang telah dibatasi dengan parafin padat
yang dicairkan.
iv. Ditutup kertas saring bersalep dengan kertas saring berparafin
v. Bagian kertas saring berparafin ditetesi dengan KOH 0,1 N
vi. Diamati lama waktu kertas bersalep berwarna merah

Karakteristik Salep Luka Bakar

Karakteristik salep luka bakar: Berbentuk kental (semi solid), bau khas,
warna hijau tua, pH 5, homogen, daya sebar 6 cm, daya lekat 1,04 detik, nilai
viskositas 40.000 cP, dan memiliki daya proteksi yang baik.

27
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan. Memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.
2. Komponen salep luka bakar terdiri dari: zat aktif (ekstrak daun melati, ekstrak
daun senggani dan ekstrak daun kelor), zat tambahan (adeps lanae, cera alba,
dan cetil alkohol), zat pengawet (nipagin), dan basis (lanolin dan vaselin
album).
3. Pengadaan barang dan alurnya
a. Alur bahan baku : bahan baku masuk melalui ruang penerimaan barang,
lalu disimpan sementara di ruang karantina untuk dilakukan pemeriksaan
oleh QC, setelah dinyatakan lulus kemudian disimpan digudang bahan
baku, penimbangan dan pengolahan.
b. Alur proses: Penimbangan, peleburan fase minyak di tangki oil pot,
pencampuran menggunakan alat vacum emulsifier mixer, karantina diruang
produk antara, pengisisan kedalam tube, karantina diruang produk ruahan,
pengemasan, kemudian disimpan ke dalam gudang produk jadi.
c. Alur barang: barang masuk melalui ruang penerimaan barang,
penyimpanan di gudang bahan baku dan 6bahan pengemas. Kemudian
bahan baku didistribusikan keruang penimbangan dan pengolahan.
Sedangkan bahan pengemas langsung di bawa ke ruang pengemasan.
4. Cara memproduksi sediaan salep luka bakar yang baik yaitu
a. Metode yang digunakan dalam pembuatan salep luka bakar adalah
dengan metode peleburan.
b. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan salep luka bakar:
timbangan, tangki oil pot, vacum emulsivier, pH meter, dan thermometer.
Penyimpanan salep luka bakar di taruh digudang produk jadi pada suhu
ruang

28
c. Uji evaluasi salep luka bakar meliputi : uji organoleptik, uji homogenitas,
uji pH, uji daya sebar, uji daya lekat, uji viskositas, uji daya proteksi dan
uji kecepatan pelepasan obat.
d. Karakteristik salep luka bakar: Berbentuk kental (semi solid), bau khas,
warna hijau tua, pH 5, homogen, daya sebar 6 cm, daya lekat 1,04 detik,
nilai viskositas 40.000 cP, dan memiliki daya proteksi yang baik.
e. Distribusi produk salep luka bakar barang yang pertama masuk itu yang
terlebih dahulu didistribusikan.

4.2 Saran
1. Dalam melalukan penerimaan dan penyimpanan barang harus dilakukan
sesuai standar atau SOP yang berlaku agar menjamin mutu produk yang
dihasilkan
2. Dalam pembuatan salep luka bakar ini harus terlebih dahulu memilih
bahan tambahan yang cocok dan tidak mempengaruhi zat aktif dengan
dilakukannya preformulasi terlebih dahulu.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1997. Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit.


Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik. Badan POM RI. Jakarta
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Petunjuk Oprasional Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2012 Jilid 1. Badan
POM RI. Jakarta
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2012. Petunjuk Oprasional Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2012 Jilid 2. Badan
POM RI. Jakarta
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI. 1979. Farmakope
Indonesia : Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI. 1995. Farmakope
Indonesia : Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Evory, Gerald K,American Hospital Formulary Service. Drug Information 2010.
America Society of Hospital Pharmacist.
Lachman Leon. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industriedisi ketiga. Jakarta:
UI-Press.
Nugroho, T. 2012. Luka Bakar dan Artitis Reumatoid. Muha Medika. Yoyakarta
Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Yogyakarta : UGM
Press

30
DISKUSI KELOMPOK
Pertanyaan 1
Nama : Zati Himmatin Aliyah
NPM : 19344143
Kelompok : 5
Dalam formulasi salep luka bakar ini, apa yang menjadi pertimbangan pemilihan basis
hidrokarbon?
Jawaban:
Alasan pemilihan basis hidrokarbon adalah basis ini bermaksud untuk memperpanjang
kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai emolien serta mencegah penguapan
air sehingga cocok untuk mengobati luka bakar.

Pertanyaan 2
Nama : Aditya Yulindra Agung Prabowo
NPM :19344147
Kelompok : 6
Basis salep apakah yang digunakan dalam formula salep yang penggunaannya sulit untuk
dicuci dan salepnya terkadang bertahan lebih lama di permukaan kulit?
Jawaban :
Basis salep yang digunakan adalah basis hidrokarbon biasanya digunakan terutama
dalam hal emolien, dan sukar untuk dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah
dalam waktu lama. Basis salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
antara lain vaseline putih dan salep putih. Salep yang menggunakan basis ini bermaksud
untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai emolien.

Pertanyaan 3
Nama : Sri Rejeki
NPM :19344150
Kelompok :7
Dalam pembuatan salep yang mengandung nipagin, apa dasar penggunaan nipagin
dengan kadar 0,1 g dan 0,12 g yang digunakan untuk pembuatan salep?
Jawaban :
Berdasarkan Handbookof Pharmaceutical Excipients Sixth Edition kadar nipagin untuk
penggunaan topical seperti salep adalah 0,02-0,3 g.

31
Pertanyaan 4
Nama : Mahadma Bhima Whinata
NPM : 19344163
Kelompok : 13
Mengapa pemilihan dasar salep harus sesuai dan bagaimana pemilihan dasar salep yang
baik ?
Jawaban :
Dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya.
Dasar salep tidak boleh mempengaruhi bahan aktifnya. Pemilihan dasar salep tergantung
pada beberapa faktor khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan
hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.. misalnya obat yang terhidrolisis, lebih stabil
dalam dasar salep hidrokarbon dan pada dasar salep yang mengandung air.

Pertanyaan 5
Nama : Krisdiawati
NPM : 19344170
Kelompok : 15
Mengapa sediaan salep yang digunakan untuk luka bakar? Serta dalam evaluasi sediaan
salep mengapa dilakukan uji pH sediaan?
Jawab :
Salah satu penanganan pada penderita luka bakar yaitu dengan mengobati luka
bakar tersebut dengan menggunakan sediaan topikal, karena jaringan yang
mengeras akibat luka bakar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat dalam
sediaan oral maupun parenteral. Pemberian sediaan topikal yang tepat efektif
diharapkan dapat mengurangi dan mencegah infeksi dan luka, salah satunya
adalah dengan pengobatan menggunakan sediaan salep. Bentuk sediaan salep
dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu nyaman dipakai dan mudah
meresap pada kulit, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air. Perlunya
dilakukan uji pH yaitu untuk mengetahui pH sediaan yang diharapkan sesuai
dengan pH kulit agar tidak mengiritasi.

32

Anda mungkin juga menyukai