Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari
pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pada pasien (patient
oriented) yang mengacu kepada Pharmaceutical Care (PC). Kegiatan
pelayanan kefarmasian yang semula terfokus pada pengelolaan obat
sebagai komoditi menjadi sebuah bentuk pelayanan yang komperhensif
dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan adanya
perubahan tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan berkomunikasi dengan pasien agar dapat
memberikan pelayanan yang baik. Adanya interaksi antara apoteker
dengan pasien ini diharapkan mampu mendukung tercapainya tujuan
terapi (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/ Menkes/
SK/IX/2004, 2004).
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan kefarmasian menggambarkan adanya interaksi antara
apoteker dengan pasien dan rekan sejawat lainnya seperti dokter dan
perawat. Bentuk interaksi antara apoteker dengan pasien tersebut antara
lain adalah melaksanakan pemberian informasi obat, monitoring
penggunaan obat untuk memastikan tujuan akhir terapi dapat dicapai dan
proses terapi yang terdokumentasi dengan baik. Adanya interaksi yang
baik ini dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam pengobatan
(Medication Error). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian, medication error adalah kejadian merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang
seharusnya dapat dicegah. Apoteker juga dapat memberikan konseling
bagi pasien untuk meningkatkan pemahaman pasien terhadap terapi
yang dijalaninya. Peningkatan pemahaman ini diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi yang sedang dijalaninya.

1
2

Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek memiliki


peranan yang besar dalam menjalankan fungsi apotek berdasarkan nilai
bisnis maupun fungsi sosial, terutama perannya dalam menunjang upaya
kesehatan dan sebagai penyalur perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Apoteker dituntut untuk dapat menyelaraskan kedua fungsi tersebut.
Kondisi masyarakat yang semakin kritis terhadap kesehatan mereka dan
kemudahan mengakses informasi menjadi tantangan tersendiri bagi
apoteker di masa depan. Kunjungan masyarakat ke apotek kini tak
sekedar membeli obat, namun untuk mendapatkan informasi lengkap
tentang obat yang diterimanya.
Kesiapan institusi pendidikan dalam menyediakan sumber daya
manusia yang berkualitas dan mempunyai kompetensi menjadi faktor
penting dalam melahirkan apoteker masa depan yang profesional dan
berwawasan serta keterampilan yang cukup. Praktek Kuliah Kerja Nyata
di Apotek Perintis Slawi merupakan perwujudan nyata dari Program Studi
S1 Farmasi STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi yang bekerjasama
dengan Apotek Perintis Slawi untuk mempersiapkan lulusan S1 Farmasi
di masa depan yang kompeten dalam bidangnya.

1.2 Tujuan
Praktik Kuliah Kerja Nyata di Apotek Perintis Slawi bertujuan:
a. Memahami peran dan fungsi apoteker di Apotek.
b. Mempelajari tata cara pengelolaan dan pelayanan apotek yang baik
melalui pengamatan langsung kegiatan yang dilakukan selama Kuliah
Kerja Nyata di Apotek.
c. Mempelajari tata cara berkomunikasi yang efektif dengan pasien
terutama saat memberikan informasi obat, edukasi, dan konseling
mengenai terapi suatu penyakit.
d. Mempelajari tata cara membantu pasien dalam melakukan kegiatan
swamedikasi.
BAB II
TINJAUAN UMUM (LAHAN KKN)

2.1 Pengertian
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum, dijelaskan
bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker. Sementara berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan Apotek adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat.
Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi
yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah
mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek
(SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.

2.2 Sejarah
Apotek Perintis Slawi berdiri pada tanggal 25 oktober 2012. Awal
mula berdirinya Apotek Perintis Slawi dimulai dari pengalaman Apoteker
yang pernah bekerja di instalasi RITEL (Apotik modern yaitu Century)
selama 12 tahun. Berbekal dari pengalaman yang diperoleh akhirnya
memutuskan untuk membangun perusahaan kecil yaitu Apotek. Asal usul
nama Apotek Perintis Slawi dibuat karena Apoteker baru merintis usaha
Apotek di Slawi dengan tujuan untuk memberikan kontribusi dalam

3
4

pelayanan kesehatan khususnya kefarmasian untuk masyarakat dan


sekitarnya.

2.3 Visi Misi


2.3.1 Visi
Menjadi Apotek yang nomer 1 di Slawi dalam hal pelayanan,
kelengkapan obat, harga, dan mutu.
2.3.2 Misi
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Slawi dengan
memberikan pelayanan yang terbaik dengan menerapkan profesi
Apoteker yang paripurna.

2.4 Wilayah Kerja


Lokasi Apotek Perintis Slawi terletak di Desa Kagok Kecamatan
Slawi Kabupaten Tegal yang berada di lingkungan yang sangat strategis
dan ramai karena terletak pada tepi jalan raya dua arah yang dapat dilalui
oleh kendaraan umum dan pribadi, serta berada dekat dengan
pemukiman dan pertokoan. Area parkir terletak di depan apotek dan
dikhususkan bagi pelanggan apotek.

2.5 Tugas dan Fungsi


Untuk efisiensi dan efektivitas kerja, diterapkan pembagian tugas
dan disetiap bagian sebagai berikut:
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Tugas dan fungsi Apoteker pengelola Apotek adalah:
- Memimpin, menentukan kebijaksanaan, melaksanakan
pengawasan dan pengendalian apotek sesuai dengan undang-
undang yang berlaku.
- Mengelola dan mengawasi persediaan perbekalan farmasi di apotek
untuk memastikan ketersediaan barang atau obat sesuai dengan
kebutuhan dan rencana yang telah ditetapkan.
- Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)
sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan oleh perusahaan
antara lain menentukan target yang akan dicapai, kebutuhan
sarana, personalia dan anggaran dana yang dibutuhkan.
5

2. Asisten Apoteker (AA)


Tugas dan fungsi Asisten Apoteker secara garis besar terbagi
menjadi 2 (dua), yaitu :
- Melayani resep serta memasukkan data pasien dan resep di
komputer.
- Memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya
berdasarkan resep yang diterima.
- Mengatur dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan
farmasi lainnya di ruang peracikan berdasarkan jenis dan sifat
barang yang disusun secara alfabetis dan berurutan serta mencatat
keluar masuknya barang di kartu stok.
- Menyiapkan dan meracik obat yaitu menghitung dosis, menyiapkan
obat, mengemas dan memberikan etiket.
- Menyerahkan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta
memberikan informasi yang harus diberikan kepada pasien.
3. Kasir
Tugas dan fungsi kasir yaitu menerima uang, mencatat penerimaan,
dan pengeluaran uang.

2.6 Organisasi dan Personalia

Pemilik Sarana Apotek

Apoteker Pengelola Apotek

Personalia

Pelayanan Farmasi : Kasir


- Asisten Apoteker
6
2.7 Tinjauan Khusus
1. Standar Pelayanan kefarmasian di apotek
Berdasarkan Kepmenkes No.1027 tahun 2004 mencangkup aspek:
a. Pengelolaan sumber daya
 Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek
harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional.
Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus
memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat,
mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri
sebagai pimpinan dalam situasi multidispliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjng karir
dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang
untuk meningkatkan pengetahuan.

 Sarana prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah
dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan
petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek
harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Dalam permenkes No 922 tahun 1993 ayat 2
sarana apotek dapat didirikan pada luar sediaan farmasi dan
ayat 3 apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya diluar sediaan farmasi (Hartini dan suasmono, 2006)
Kepmenkes No 1027 tahun 2004 tentang standar
pelayanan kefarmasiaan di apotek pada bab II tentang
pengelolaan sumber daya menuntut bahwa keguatan
pelayanan produk kefarmasiaan di beriakn pada tempat
yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk
lainnya, hal ini berhubungan untuk menunjukan integritas
dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan
penyerahan.
Apotek harus memiliki :
- Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien

7
8

- Tempat untuk mendisplain informasi bagu pasien,


termasuk penempatan brosur untuk konseling
- Ruang tertutup untuk konseling
- Ruang racikan
- Tempat pencucian alat
Prabotan apotik harus tertata rapi, lengkap dengan rak-
rak penyimpana obat dan barang-barang lain yang tersusun
dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya
yang berlebihan serta diletakan pada kondisi ruang dengan
temperatur yang telah ditetapkan.
 Pengelolaan sediaan farmasi dan pembekalan kesehatan
lainnya
Komeditas di apotek dapat berupa sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan, alat kesehatan maupun yang lainnya.
Yang dimaksud sediaan farmasi adalah obat tradisiona, dan
kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain
oabt dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan sedang alat kesehatan adalah bahan,
instrumen, apparatus, mesin, implant yang tidak mengandung
obat yang tidak digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhan dan meingankan penyakit serta memulihkan
kesehatan (Hartani dan sulaimono, 2006)
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundagan yang
berlau meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
pelayanan. Pengeluara obat memakai sistem FIFO (first In First
Out) dan FEFO (First Expire First Out)
1) Perencaan
Perencaan merupakan kegiatan dalam pemiihan jenis,
jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan engan tujuan
mendapat jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam
perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan
tersebut maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan
yang akan dipesen. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis
9

dalam buku defecta, yaitu jika barang habis atau persediaan


menipis berdasarkan jumlah yang tersedian pada bulan-bulan
sebelumnya (Hartinidan suasmono, 2006).
2) Pengadaan
Untk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengadaan sediaan farmai harus melalui jalur resmi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apotek memperolah obat dan perbekala farmasi harus
bersumber dari pabrik farmasi. Pedagang besar farmasi atau
apotek lainnya atau distribusi obat yang sah. Obat harus
memenuhi ketentuan daftar obat, surat pesanan dan perbekalan
kesehatan dibidang farmasi lainnya harus ditandatangani oleh
apoteker pengelola appotek dengan mencantumkan nama dan
nama SIK (Hartini dan Sulasmono, 2006)
3) Penyimpanan
Obat atau bahan harus disimpan dalam wadah asli dari
pabrik. Dalam hal lain pengecualian atau darurat dimana isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan ditulis informasi yang jelas pada wadah baru,
wada sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch
dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan
pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan
bahan.
Penyimpana obat di golongkan berdasarkan bentuk
bahan baku seperti bahan padat, dipisahkan dari bahan yang
cair atau bahan yang setengah padat. Hal tersebut dilakukan
untuk menghindari zat-zat yang hidroskopis, serum, vaksin dan
obat-obatan yang mudah rusak meleleh pada suhu kamar
disimpan dalam lemari es. Penyimpanan obat-obatan narkotik
disimpan dalam almari khusus sesuai dengan permenkes No 28
tahun 1978 yaitu apotek harus memiiki tempat khusus untuk
menyimpan narkotik. Tempat khusus yang dimaksud adalah
pada almari yang mempunyai ukuran 40x80x100 cm, dapat
berupa almari yang dietakan di dinding atau menjadi satu
kesatuan dengan almari besar. Almari tersebut mempunyai 2
10

kunci yang satu untuk menyimpan narkotik sehari-hari dan yang


lainnya untuk narkotik persediaan dan morfin, pethidin dan
garam-garamnya hal ini untuk mrnghindari dari hal-hal yang
tidak diinginkan seperti menyalahgunaan obat-obat narkotik.
Penyusunan obat dilakukan dengan cara alphabetis untuk
mempermudah pengambilan obat saat diperlukan (Hartini dan
Sulasmono, 2006)
2. Administrasi
Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian diapotek, perlu
dilakukan kegiatan administrasi yang meliputi
1. Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotik,
psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pencatatan dan pelaporan terhadap pengelolaan
pesikotropika diatur dalam pasal 33 UU No 5 tahun 1997
yakni pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian dan atau lembaga pendidian wajib membuat dan
menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang
berhubungan dengan psikotropika. Lapporan narkotik
disampaikan setiap bulan dan pencatatan narkotik
menggunakan buku register narkotik (Hartini dan Sulasmono,
2006).
2. Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan, pengobatan
pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
Apoteker pengelola apotek mengatur resep yang telah
dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut
penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangna
selama 3 tahun, resep yang mengandungn narkotik harus
dipisahkan dari resep lainnya. Permenkes No 922 tahun
1993 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa resep harus
dirahasiakan dan disimpan dengan baik dalam jangka waktu
3 tahun (Hartini dan Sulasmono, 2006).
11

3. Pelayanan
Pelayanan di apotik memiliki makna luas, bukan hanya
pelayanan resep, dalam kepmenkes No 1027 tahun 2004 yang
dimaksud pelayanan adalah pelayanan resep, promosi,
edukasi, dan pelayanan residensial (Hartini dan Sulasmono,
2006).
1) Pelayanan resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang
dokter kepada apoteker untuk membut dan atau
menyerahkan obat kepada pasien (Anief, 2006).
Pelayanan resep meliputi :
a. Skrining resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
1. Persyaratan administratif :
- Nama, SIP dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep.
- Nama, alamat, umur, jenis kelain, dan berat
badan pasien.
- Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang
diminta.
- Informasi lainnya.
2. Kesesuaian farmasetik
- Bentuk sediaan
- Dosis
- Potensial
- Stabilitas
- Inkompetibilitas
- Cara dan lama pemberian
3. Pertimbangan klinis
- Adanya alergi
- Efek samping
- Interaksi
- Kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan
lain-lain)
12

Jika ada kerugian terhadap resep


hendaknya dikonsultasikan pada dokter penulis
resep dengan memberikan pertimbangan
persetujuan setelah pemberitahuan (Hartini dan
Sulasmono, 2006)
b. Penyimpana obat
1. Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan,
menibang, mencampur, mengemas dan memberi
etiket pada wadah. Dalam melaksanakan
peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah
obat serta penulisan etiket yang benar.
2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca, obat
yang disarankan atas dasar resep harus
dilengkapi dengan atiket berwarna putih untuk
obat dalam dan warna biru untuk obat luar (Hartini
dan Sulasmono, 2006).
3. Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi
dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga
kuaitasnya.
4. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan kepada pasien
harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai
pemberian informasi obat dan konseling kepada
pasien.
5. Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang
benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara
13

pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka


waktu pengobatan, aktivtas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
Ruang lingkup kompetensi ini meliputi
seluruh kegiatan pemberian informasi obat pada
pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan
pihak-pihak yang membutuhkan untuk
kepentingan upaya-upaya positif lain yang terkait
secara aktif mauoun pasif.
6. Konseling
Akhir-akhir ini peedaran obat-obatan tanpa
resep memungkinkan seseorang individu
mencoba mengatasi masalah mediknya dengan
cepat, ekonomis dan nyaman tanpa perlu
mengunjungi dokter. Penggunaan obat tanpa
resep yang tidak tepat dapat mengakibatkan
peningkatan biaya dan penyakit pasien menjadi
lebih serius. Untuk melayani pasien dengan lebih
baik, apoteker peru memaksimalkan pelayanan
pribadinya, dalam menghadapi pertanyaan dari
pasien, seorang apoteker harus bisa menunjukan
manfaat dari setiap peyunjuk yang diberikan
terutama dalam menyeleksi dan memantau
pengobatan dengan obat tanpa resep (Hartini dan
Sulasmono, 2006).
Menurut kepmenkes No 1027, apoteker
harus memberikan konseling mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan esehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar
dari bahayanya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
diabetes, TBC, asam dan penyakit kronis lainnya,
apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan.
14

7. Monitoring pwnggunaan obat


Setelah penyerahan obat kepada pasien, appoteker
harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat,
terutama untuk pasien tertentu seperti kordiovaskuler,
diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.
Tujuan yang diinginkan dari adanya monitoring
penggunaan obat adalah :
a. Tersediaanya informasi efek samping akibat
penggunaan obat.
b. Mencegah, meminimalkan dan mengatasi
timbulnya efek samping obat.
2) Promosi dan edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati
sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan
memiliki obat yang sesuai da apoteker harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi, apoteker ikut
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan
penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan
lain-lainya.
3) Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai care give diharapkan juga dapay
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien
dengan penyakit kronis lainnya . untuk aktivitas ini apoteker
harus membuat catatan berupa catatan pengobata
(medication recoard)
15

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus
3.1.1 Pengkajian
Kasus 1 :
Keluhan : Tn. Rudi 50 th merasakan pegal-pegal serta linu dibagian
kaki. Diketahui Tn. Rudi bekerja sebagai tukang becak
sehingga Tn. Rudi sering mengalami kesakitan dibagian
kaki.
Pemeriksaan Fisik:
TD : 130/80 mmHg
AU : 8,7 mg/dL
GD : 180 mg/dL
Kol : 180 mg/dL
Alergi :-
Maag :-
Kasus 2 :
Keluhan : Tn. Bn 65 th, alamat Penusupan, datang ke Apotek dengan
keluhan kepala sakit, keram pada bagian persendian serta
pasien tersebut mengalami mata katarak. Pekerjaan
keseharian Bp. Bn wiraswasta. Bp. Bn disarankan untuk
pemeriksaan fisik dan cek darah dan di dapatkan hasil :
TD : 136/80 mmHg
AU : 7 mg/dL
GD : 355mg/dL
Kol : 180 mg/dL
Alergi :-
Maag :-
3.1.2 Rencana Kefarmasian
Terapi Kasus 1 :
16

R/ Allopurinol 100 mg
S 3 dd 1 tab
R/ Paracetamol 500 mg
S 3 dd 1 tab
R/ Antasida
S 3 dd 1 tab
Terapi Kasus 2 :
R/ Amlodipine 5 mg
S b dd 1 tab (pagi dan sore hari)
R/ Paracetamol 500 mg
S 3 dd 1 tab
3.1.3 Penyelesaian
3.1.3.1 Kasus 1
Asam urat merupakan kelainan metabolik yang
disebabkan karena penumpukan purin atau eksresi asam
urat yang kurang dari ginjal. Asam urat merupakan penyakit
heterogen meliputi hiperurikemia, serangan artritis
akut yang biasanya mono-artikuler. Terjadi deposisi kristal
urat di dalam dan sekitar sendi, parenkim ginjal dan dapat
menimbulkan batu saluran kemih (Edu S. Tehupeiory,
2000).
Asam urat merupakan hasil samping dari pecahan sel
yang terdapat didalam darah, karena tubuh secara
berkesinambungan memecah dan membentuk sel yang
baru. Kadar asam urat meningkat ketika ginjal tidak mampu
mengeluarkanya melalui feces (Efendi, Makhfudli, 2009).
Umumnya yang terserang asam urat adalah pria yang
telah lanjut usia, sedangkan pada perempuan didapati
hingga memasuki menopause. Perjalanan penyakit
biasanya mulai dengan suatu serangan atau seseorang
memiliki riwayat pernah memeriksakan kadar asam uratnya
yang nilai kadar asam urat darahnya lebih dari 7 mg/dl, dan
makin lama makin tinggi (Tamher,Noorkasiani, 2009).
Klasifikasi Asam Urat adalah sebagai berikut:
17

a. Penyakit gout primer penyebabnya belum diketahui.


Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan
faktor hormonal yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya
produksi asam urat atau bisa juga di akibatkan karena
berkurangnya pengeluaran asam urat dalam tubuh.
b. Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena
meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu
mengonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi.
Pasien pada kasus Asam urat telah diketahui hasil cek
Asam urat sebesar 8,7 mg/dL, maka pasien diberikan obat
Allopurinol, parasetamol, antasida. Obat Allupurinol bekerja
dengan menghambat xantin oksidase yaitu enzim yang
dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin, selanjutnya
mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh
allopurinol mengalami metabolisme menjadi oksipurinol
(alozatin) yang juga bekerja sebagai penghambat enzim
xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini berdasarkan
katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat,
tanpa mengganggu biosintesa purin. Untuk dewasa dosis
awal 100 mg sehari dan ditingkatkan setiap minggu sebesar
100 mg sampai dicapai dosis optimal. Dosis maksimal yang
dianjurkan 800 mg sehari. Pasien setelah dilakukan
pemeriksaan cek asam urat didapat angka kolesterol
sebesar 8,7 mg/dl. Jadi dosis yang diberikan pasien sehari
2-3 kali 1 tablet. Baik diminum pada malam hari, karena
dapat menghambat zat purin dan lemak.
Obat parasetamol bekerja dengan mengurangi
produksi prostaglandin dengan menganggu enzim
cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja
COX pada sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan sel
edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida
tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang
dihasilkan otak inilah yang membuat parasetamol dapat
mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan
18

demam tanpa menyebabkan efek samping, tidak seperti


analgesik-analgesik lainnya. Untuk orang dewasa umumnya
dosis dikonsumsi sebesar 500 mg diberikan pasien sehari 3
kali 1 tablet.
Obat antasida adalah basa-basa lemah yang
digunakan untuk menetralisir kelebihan asam lambung yg
menyebabkan timbulnya sakit maag. Tujuan pengobatan
adalah menghilangkan gejala, mempercepat penyembuhan,
dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Untuk orang dewasa
diberikan 3-4 kali sehari 1-2 tablet.
3.1.3.2 Kasus 2
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit
tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat
digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan
diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee VII,
seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan
sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau
lebih (Chobaniam, 2003).
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di
otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah (Brunner, 2002).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) < 120
mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit
19

tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan


darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage)
hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus
diterapi obat (JNC VII, 2003).
Pasien pada kasus hipertensi telah diketahui hasil cek
tekanan darah sebesar 200/80 mmHg, maka pasien
diberikan obat amlodipine, parasetamol. Obat amlodipine
bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam
otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan
perifer. Untuk hipertensi dosis awal yang biasa digunakan
adalah 5 mg satu kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan
hingga maksimum 10 mg tergantung respon pasien secara
individual dan tingkat keparahan penyakitnya. Setelah
pemeriksaan tekanan darah didapat sebesar 200/80 mmHg
jadi dosis yang diberikan 2 kali sehari 1 tablet diminum pada
pagi dan sore hari.
Obat parasetamol bekerja dengan mengurangi
produksi prostaglandin dengan menganggu enzim
cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja
COX pada sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan sel
edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida
tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang
dihasilkan otak inilah yang membuat parasetamol dapat
mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan
demam tanpa menyebabkan efek samping, tidak seperti
analgesik-analgesik lainnya. Untuk orang dewasa umumnya
dosis dikonsumsi sebesar 500 mg diberikan pasien sehari 3
kali 1 tablet.
20
BAB IV
PEMBAHASAN

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan


kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek
memiliki peranan yang besar dalam menjalankan fungsi apotek berdasarkan
nilai bisnis maupun fungsi sosial, terutama perannya dalam menunjang upaya
kesehatan dan sebagai penyalur perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Apoteker dituntut untuk dapat menyelaraskan kedua fungsi tersebut. Kondisi
masyarakat yang semakin kritis terhadap kesehatan mereka dan kemudahan
mengakses informasi menjadi tantangan tersendiri bagi apoteker di masa
depan. Kunjungan masyarakat ke apotek kini tak sekedar membeli obat,
namun untuk mendapatkan informasi lengkap tentang obat yang diterimanya.
Kegiatan yang dilakukan selama di Apotek Perintis Slawi meliputi
Memahami tata letak penyimpanan sediaan farmasi serta alat kesehatan,
Mengatur dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya
di ruang peracikan berdasarkan jenis dan sifat barang yang disusun secara
alfabetis dan berurutan serta mencatat keluar masuknya barang di kartu stok,
Mengecek Tekanan darah, kadar gula darah, Asam urat dan Kolesterol,
Menyiapkan dan meracik obat yaitu menghitung dosis, menyiapkan obat,
mengemas dan memberikan etiket, Menyerahkan obat dan perbekalan
farmasi lainnya serta memberikan informasi yang harus diberikan kepada
pasien, menerima barang dari distributor dengan mengecek faktur, menulis
buku defecta.

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dalam ketentuan umum,
dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
2. Pasien pada kasus Asam urat telah diketahui hasil cek Asam urat
sebesar 8,7 mg/dL, maka pasien diberikan obat Allopurinol,
parasetamol, dan antasida.
3. Pasien pada kasus hipertensi telah diketahui hasil cek tekanan darah
sebesar 200/80 mmHg, maka pasien diberikan obat amlodipine,
parasetamol.

5.2 Saran
1. Pemberian Antibiotika hendaknya disertai dengan penjelasan cara
penggunaan yang tepat digunakan 3-7 hari dan harus dihabiskan.
2. Perlu diberi label harga untuk setiap item barang sehingga pada saat
pembeli datang tidak perlu mengecek yang ada di komputer
mengenai harga.
3. Untuk setiap aspek pelayanan seharusnya sesuai dengan SOP yang
ada / berlaku di apotek.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar pelayanan


Kefarmasian di Apotek. Kepmenkes Nomor 1027. Departemen
kesehatan RI : Jakarta.

Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan


Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Anonim. 2011. Pedoman cara pelayanan kefarmasian yang baik, kementrian


kesehatan RI : Jakarta.

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.

Chobanian, et al.2003. The seventh report od the joint national committee


(JNC). Vol 289.

Efendi, Ferry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori


dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tehupeiory, Edu. 2000 “Perkembangan Mutakhir OA Patogenesis, Diagnosis


& Tatalaksana” : Makasar.
LAMPIRAN

A. Manajemen Apotek
Menurut Pedoman cara pelayanan kefarmasian yang baik tahun
2011 (CPFB) Manajemen Apotek adalah manajemen farmasi yang
diterapkan di apotek. Sekecil apapun suatu apotek, sistem manajemennya
akan terdiri atas setidaknya beberapa tipe manajemen, yaitu :
1. Manajemen keuangan
Manajemen keuangan tentunya berkaitan dengan pengelolaan
keuangan, keluar masuknya uang, penerimaan, pengeluaran, dan
perhitungan farmako ekonominya.
2. Manajemen pembelian
Manajemen pembelian meliputi pengelolaan defekta, pengelolaan
vendor, pemilihan item barang yang harus dibeli dengan
memperhatikan FIFO dan FEFO, kinetika arus barang, serta pola
epidemiologi masyarakat sekitar apotek
3. Manajemen penjualan
Manajemen penjualan meliputi pengelolaan penjualan tunai, kredit,
kontraktor.
4. Manajemen Persediaan barang
Manajemen persediaan barang meliputi pengelolaan gudang,
persediaan bahan racikan, kinetika arus barang. Manajemen
persediaan barang berhubungan langsung dengan manajemen
pembelian.
5. Manajemen pemasaran
Manajemen pemasaran , berkaitan dengan pengelolaan dan
teknik pemasaran untuk meraih pelanggan sebanyak-banyaknya.
Manajemen pemasaran ini tampak pada apotek modern, tetapi jarang
diterapkan pada apotek-apotek konvensional.
6. Manajemen khusus
Manajemen khusus merupakan manajemen khas yang diterapkan
apotek sesuai dengan kekhasannya, contohnya pengelolaan untuk
apotek yang dilengkapi dengan laboratorium klinik, apotek dengan
swalayan, dan apotek yang bekerjasama dengan balai pengobatan, dan
lain-lain.
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu
proses yang berkesinambungan yang dimulai dari pemilihan,
perencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan, produksi,
penyimpanan, distribusi, peracikan. pengendalian, pengembalian,
pemusnahan, pencatatan dan pelaporan, jaminan mutu serta monitoring
dan evaluasi, yang didukung oleh kebilakan SDM, pembiayaan dan
sistem informasi manajemen yang efisien dan efektif.
Pengadaan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia
sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan
kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu proses
yang mengatur berbagai cara, teknik dan kebijakan yang ada untuk
membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan diadakan,
baik jumlah maupun sumbernya.
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan adalah:
- Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar
atau nomor registrasi.
- Mutu, keamanan dan pemanfaatan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dapat dipertanggungjawabkan.
- Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur
resmi.
- Dilengkapi dengan persyaratan administrasi
Aktifitas pengadaan meliputi aspek-aspek :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan untuk menentukan jumlah dan
waktu pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai
dengan hasil kegiatan pemilihan, agar terjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu serta efisien.
2. Teknis Pengadaan
Teknis Pengadaan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan hasil perencanaan. Teknis pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah yang tepat
dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan. Teknis pengadaan dapat melalui
pembelian, pembuatan dan sumbangan. Teknis pengadaaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan yang dimulai dari
pengkajian seleksi obat, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode teknis
pengadaan, pemilihan waktu pengadaan, pemilihan pemasok yang
baik, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses
pengadaan dan pembayaran. Teknis pengadaaan merupakan
penentu utama dari ketersediaan obat dan total biaya kesehatan.
3. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui
pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.
Penerimaan adalah kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak/pesanan. Penerimaan merupakan kegiatan verifikasi
penerimaan/penolakan, dokumentasi dan penyerahan yang
dilakukan dengan menggunakan "checklist" yang sudah disiapkan
untuk masing-masing jenis produk yang berisi antara lain:
- Kebenaran jumlah kemasan.
- Kebenaran kondisi kemasan seperti yang disyaratkan.
- Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan.
- Kebenaran jenis produk yang diterima.
- Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan.
- Kebenaran identitas produk.
- Penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan
brosur.
- Tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi produk.
- Jangka waktu kadaluarsa yang memadai.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Penyimpanan harus
menjamin stabilitas dan keamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
kelas terapi, bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan
prinsip Firsf ln First Out (FIFO) adalah penyimpanan obat
berdasarkan obat yang datang lebih dulu dan dikeluarkan lebih dulu
dan First Expired First Out (FEFO) adalah penyimpanan obat
berdasarkan obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih cepat
maka dikeluarkan lebih dulu. Untuk meminimalisir kesalahan
penyerahan obat direkomendasikan penyimpanan berdasarkan
kelas terapi yang dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis.
Apoteker harus rnemperhatikan obat-obat yang harus disimpan
secara khusus seperti : narkotika, psikotropika, obat yang
memerlukan suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan
reagensia. Melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang diterima dan disimpan sehingga terjamin
mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat
kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

B. Pembahasan
Manajemen penyimpanan yang ada di Apotek Perintis Slawi dilakukan
dengan metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi , bentuk
sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip First ln First Out (FIFO)
yang merupakan penyimpanan obat berdasarkan obat yang datang lebih
dulu dan dikeluarkan lebih dulu. Penyimpanan obat ethical dan otc
dipisahkan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan disesuaikan
dengan alfabetis. Obat ethical yang merupakan obat keras seperti amoxs,
cefat forte, fasiprim, cefadroxil, cefixime, thyamfenicol, sucralfat susp,
ambroxol hcl, nipedipine, nystatin, ketoconazol, nebacetin, otopain,
penicilline, salbutamol inhaler, miconazole, ventolin, gentamicin, mydriatil,
polydex, xitrol, dexaton, acyclovir, inerson, hydrokortison, genoint. Macam
obat otc yang merupakan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib
apotek seperti obat Ibu profen, paratusin, siladex, triaminic, hufagrip,
catarlent, augentonic, melanox, diklofenac sodium (megatic), trombobhop,
daktarin, sangobion, neurobion, dulcolac, komix, combantrin, procold,
paramex, konidin, bodrex, susu formula. Dalam hal ini sistem penyimpanan
yang ada di Apotek Perintis telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
ada di pedoman cara pelayanan kefarmasian yang baik (CPFB).

Anda mungkin juga menyukai