Anda di halaman 1dari 24

TUGAS TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

“ PRODUKSI SEDIAAN SALEP DERMATITIS YANG BAIK”

Dosen : Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt

Disusun Oleh :
1. Mahadma Bhima Whinata 19344163
2. Siti Aisah 19344164
.

Kelas : E – P2K Karyawan

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
202O
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi yang berjudul “SEDIAAN SALEP
DERMATITIS”

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sedian
Farmasi . Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, kami banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak yang senantiasa membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penyusunan dan menyelesaikan makalah ini, kepada :

1. Prof.Dr.Teti Indrawati, MS.,Apt selaku dosen mata kuliah Teknologi Sediaan


Farmasi.
2. Pihak-pihak yang membantu kami dalam pengerjaan makalah ini yang tak mungkin
ditulis satu persatu sehingga makalah ini bisa selesai.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekuranganya.
Oleh karena itu, kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun.
Namun, besar harapan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi bagi pembaca sekalian.

Jakarta, 19 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................................................3
2.2 Metode Pembuatan Salep..........................................................................................................5
2.3 Evaluasi Salep...............................................................................................................................5
2.4 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)...........................................................................6
2.5 Data Preformulasi........................................................................................................................7
2.6 Formula...........................................................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................................................8
3.1 Alur Sumber Daya Manusia (SDM).......................................................................................8
3.2 Alur Penerimaan Bahan Baku..................................................................................................8
3.3 Alur Penyiapan Bahan Baku.....................................................................................................9
3.4 Alur Pembuatan Salep Hydrocortisoni Asetat.....................................................................9
3.5 Pengemasan.................................................................................................................................11
3.6 Alur Penyimpanan Produk......................................................................................................12
3.7 Karantina Dan Penyerahan Ke Gudang Obat Jadi...........................................................12
3.8 Evaluasi Mutu Salep Dermatitis............................................................................................13
3.9 Distribusi......................................................................................................................................16
3.10 Karakteristik Sediaan Salep Betamethasone...................................................................16
BAB IV PENUTUP........................................................................................................................................17
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................................17
4.2 Saran..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................19
DISKUSI PERTANYAAN DAN JAWABAN KELOMPOK..........................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium
penyakitnya. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya.. Inflamasi
merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh
trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi juga adalah
usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Tujuan inflamasi
yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap
infeksi. Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemerahan, panas, nyeri, pembengkakan,
dan function laesa (Higaki, 2017)
Pada prduksi salep dermatitis perlu diperhatikan zat aktif dan basis salep yang
digunakan. Basis salep sendiri merupakan zat pembawa yang bersifat inaktif dari sediaan
topikal, dapat berupa bentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif untuk kontak
dengan kulit. Dalam proses produksi salep dermatitis juga perlu diperhatikan bagaimana
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) baik dari Sumber daya manusia, sarana dan
prasarana yang mendukung proses pembuatan sediaan salep tersebut (Lachman, 2008)
Langkahutamadanmerupakanpersyaratandasaruntukmenerapkansistemjaminan
mutudankeamanansediaansalep yang dibuatadalahdenganditerapkannya Cara
PembuatanObatyang Baik (CPOB)
padaseluruhaspekkegiatandanproduksiobat.Tujuanumumditerapkannya CPOB agar
melindungimasyarakatterhadaphal-hal yang merugikandaripenggunaanobat yang
tidakmemenuhipersyaratan,Mengingat pentingnya penerapan CPOB maka pemerintah
secara terus menerusmemfasilitasi industri obat baik skala besar maupun kecil untuk
dapatmenerapkan CPOB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram
(BPOMRI, 2012).
Hydrocortisoni Asetatmerupakan suatu kortikosteroid topikal yang mempunyai sifat
antiinflamasi, anti pruritik dan vasokonstriktif. Seperti pada umumnya di setiap obat
selalu ada beberapa derajat kekuatan dosis dari suatu obat , pada makalah ini obat yang
akan dibahas adalah betametason, dari hal tersebut dapat disesuaikan dengan derajat
reaksi inflamasi dari yang ringan sampai yang berat. Oleh sebab itu sangat penting untuk
1
mengetahui tentang obat tersebut dalam penggunaannya kepada pasien yang menderita
dermatitis atopik agar kita dapat memanfaatkan pengetahuan untuk memilih dan
memberi pengobatan kepada pasien secara efektif, aman, dan meminimalisir semua efek
samping yang dapat merugikan pasien itu sendiri (Evory et all, 2010)

1.2. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui cara memproduksi sediaan obat dengan cara yang baik
2. Untuk mengetahui rancangan formula dan komponen sediaan salep dermatitis
3. Untuk mengetahui alur pengadaan barang
4. Untuk mengetahui alur bahan baku, alur produksi, evaluasi, pengemasan,
penyimpanan dan distribusi.

1.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memproduksi sediaan salep dermatitis dengan cara yang baik
2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan salep dermatitis
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya
4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik (alur , proses produksi ,evaluasi
,pengemasan, penyimpanan dan distribusi)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
A. Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium
penyakitnya (Barbara et all, 2017)
Macam-Macam Dermatitis yang umum terjadi yaitu (Djuanda, 2007):
 Dermatitis Atopik (DA)
Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yang sangat gatal, umum
dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan eksudasi, yang
kambuh-kambuhan. Kelainan biasanya bersifat familial, dengan riwayat atopi
pada diri sendiri ataupun keluarganya.
 Dermatitis Seboroik (DS)
Dermatitis Seboroik (DS) merupakan dermatitis dengan distribusi terutama di
daerah yang kaya kelenjar sebasea. Lesi umumnya simetris, dimulai di daerah
yang berambut dan meluas meliputi skalp, alis, lipat nasolabial, belakang
telinga, dada, aksila dan daerah lipatan kulit. Penyebab pasti DS belum
diketahui, walaupun banyak faktor dianggap berperan, termasuk faktor
hormonal, genetik dan lingkungan.
 Dermatitis Kontak (DK)
Terdapat 3 bentuk DK yakni DK iritan (DKI), DK alergik (DKA) dan reaksi
fototoksik maupun reaksi fotoalergik. DKI ialah erupsi yang timbul bila kulit
terpajan bahan-bahan yang bersifat iritan primer melalui jalur kerusakan yang
non-imunologis. Bahan iritan antara lain deterjen, bahan pembersih peralatan
rumah tangga, dan sebagainya. Sedangkan DKA ialah respons alergik yang
didapat bila berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat sensitiser/alergen.
Contoh bahan yang dapat memicu DKA antara lain adalah beberapa jenis
pewangi, pewarna, nikel, obatobatan, dan sebagainya.

3
B. Salep
Salep adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan
digunakan untuk pemakaian luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.
Fungsi salep adalah (Ansel, 1989) :
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit.
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan
larutan berair dan rangsang kulit.

Basis salep merupakan salah satu komponen dan faktor yang sangat penting dalam
sediaan salep. Basis salep merupakan komponen yang terbesar dalam sediaan salep,
yang sangat menentukan baik/buruknya sediaan salep tersebut. Basis salep yang
digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu (Agoes G, 2008):
a. Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin
putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan
kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat
dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon
digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan
tidak tampak berubah dalam waktu lama
b. Dasar salep serap dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri
atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak (Parrafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri
atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air
tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air antara
lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim”. Dasar ini dinyatakan juga
dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit dan dilap basah, sehingga
lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat menjadi
lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep hidrokarbon.

4
Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan termatologik.
d. Dasar salep larut dalam air merupakan kelompok yang sering juga disebut
sebagai dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep
jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci
dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin,
lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”

2.2 Metode Pembuatan Salep


Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep
dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu (Ansel, 1989) :
 Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduksampai membentuk fasa yang homogeny.
 Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis.

2.3 Evaluasi salep


1. Uji Organoleptik
Pengamatan yang dilakukan oleh dalam uji ini adalah bentuk sediaan, bau dan
warna sediaan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995)
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas sediaan salep dilakukan untuk melihat perpaduan bahan-
bahan (basis dan zat aktif) sehingga menjadi bentuk salep yang homogen. Uji
homogenitas dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan salep pada plat
kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil
pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Jika terdapat perbedaan sifat pada basis
dan zat aktif akan terjadi proses penggumpalan sehingga mengakibatkan bentuk
sediaan yang memiliki partikel lebih besar dari sediaan (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 1995)
3. Uji Pengukuran pH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH
dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam

5
mengiritasi kulit. Pengukuran nilai pH menggunakan alat bantu stik pH atau dengan
menggunakan kertas kertas pH universal yang dicelupkan ke dalam 0,5 gram salep
yang telah diencerkan dengan 5ml aquadest (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1995). Nilai pH salep yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH
kulit manusia.
4. Uji Daya Sebar
Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan untuk
melihat kemampuan sediaan menyebar pada kulit. Semakin luas membran tempat
sediaan menyebar maka koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat
pun semakin meningkat, sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan maka
semakin baik.Sebanyak 0,5 gr setiap diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter
15cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dandibiarkan selama 15 menit, kaca lainnya
diletakkan diatasnya selama 1menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya
ditambahkan 100gr beban tambahan dan didiamkan selama1menit lalu diukur
diameter yang konstan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995)

5. Uji konsistensi
Uji konsistensi merupakan suatu cara untuk menentukan sifat berulang,
seperti sifat lunak dari setiap jenis salep. Melalui sebuah angka ukur untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan alat metode penetrometer (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1995)

2.4 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian
proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan
Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2018 meliputi 25
aspek yang dibicarakan, yaitu: Sistem Mutu Industri Farmasi,Personalia, Bangunan dan
Fasilitas, Peralatan, Produksi, Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik,
Pegawasan mutu, Inspeksi diri, Keluhan dan Penarikan Produk, Dokumentasi, Kegiatan
Alih Daya, Kualifikasi dan Validasi, Pembuatan Produk Steril, Pembuatan Bahan dan
Produk Biologi untuk Penggunaan manusia, pembuatan gas medisinal, pembuatan
inhalasi dosis terukur bertekanan, pembuatan produk darah, pembuatan obat uji klinik,

6
system komputerisasi, cara pembua, pembuatan radiofarmaka, penggunaan radiasi
pengion dalam pembuatan obat dan manajemen resiko mutu.
2.5 Data Preformulasi
Nama bahan aktif : Hydrocortisoni Asetat
- Rumus bangun : C23H31O6
- BM : 404,50
- Pemerian
Warna : berwarna putih atau hampir putih
Bau : tidak berbau
Bentuk : serbuk halur
0
- Titik lebur : ± 220 C
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P
- Stabilitas
Terhadap cahaya : terlindung dari cahaya
Terhadap udara : pada suhu kamar dan dalam wadah tertutup rapat.
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995)
2.6 Formula

No Komponen Bahan Formula


1 2 3
1 Bahan Aktif Hydrocortisoni Asetat 0,1 0,1 0,1
2 Basis Vaseline Album 1 1 1
Hidrokarbon Paraffin 8 - -
3 Basis Absorbsi Lanolin - 1 -
Adepslanae 1 - -
4 Pengawet Metil Paraben - - 0,5
Klorbutanol 0,5 - -
(Jadhav et all, 2011)

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Alur Sumber Daya Manusia (SDM)


Personel memasuki ruang loker untuk mengganti pakaian dari rumah

Mencuci tangan sebelum masuk kedalam daerah produksi

Mengganti pakaian produksi yang disediakan pabrik untuk memasuki ruangan pabrik

Memasuki ruangan penimbangan sejumlah 2 orang

Dilakukan IPC selama proses produksi

3.2 Alur Penerimaan Bahan Baku


Bahan baku yang datang diterima oleh Gudang Bahan Baku (GBB)
 Pembuatan LPB
 Pengecekan nama bahan, jumlah, pabrik pembuat,
nomor lot/batch, tanggal barang datang, tanggal
kadaluarsa, spesifikasi yang telah ditetapkan.
 Pencatatan kartu stok gudang
Status Karantina (Label Kuning)

Gudang mengajukan permintaan sampling ke QC

Bahan baku disimpan dalam gudang karantina

Hasil pemeriksaan QC

Lulus (Label Hijau) Tidak Lulus (Label


Merah)

Dipindahkan ke GBB lulus Uji Dikembalikan ke Departemen

8
Disertai alasan penolakan

Departemen pembelian akan


mengembalikan atau penggantian
kepada supplier

3.3 Alur Penyiapan Bahan Baku


Penyimpanan bahan awal baik pada saat proses karantina selama pemeriksaan
maupun setelah diluluskan harus disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan yang
tercantum dalam label bahan awal atau Certificate of Analysis (COA)

Suhu ruang (ambient) : suhu ruang tidak lebih dari 30°C;


Suhu ruang berpendingin udara (AC) : suhu ruang di bawah 25°C;
Suhu dingin : suhu ruang antara 2-8°C; dan
Suhu beku : suhu ruang di bawah 0°C.

Bahan awal tidak boleh disimpan langsung bersentuhan dengan lantai gudang,
simpan bahan awal di atas rak atau pallet

Gudang penyimpanan bahan awal harus selalu dipantau kondisinya sehingga selalu
memenuhi persyaratan.

Semua bahan awal yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan
terpisah dan dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasoknya.

3.4 Alur pembuatan salepHydrocortisoni Asetat


Dalam proses produksi produk salep dilakukan pemeriksaan atau IPC oleh personil
produksi. IPC dilakukan pada tahap-tahap kritis selama proses pembuatan, antara lain:
1) Mixing: pH, homogenitas, kehalusan
2) Filling: bobot isi tube, penampilan, termasuk pencetakan expired date dan nomor bets.
Proses produksi dilakukan di ruang kelas D (grey area) yaitu yang terdiri dari solid,
liquid, dan topikal. Kegiatan pengemasan primer tube filling juga dilakukan di ruang

9
kelas D. Sedangkan proses pengemasan sekunder seperti cartoning dilakukan di ruang
kelas F (black area).
a. Proses produksi salep pada ruang bahan baku.
1. Pemeriksaan bahan
Pada proses pembuatannya, setiap bahan baku diperiksa terlebih dahulu oleh tim
QC dengan mengambil sampel di ruang sampling, pemeriksaan yang dilakukan oleh tim
QC meliputi pemerian, kelarutan, bilangan asam, dan bilangan penyabunan, dari hasil uji
tersebut tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut memenuhi kriteria yang
berstandarkan CPOB atau tidak.
2. Penimbangan bahan
Setelah pemeriksaan bahan, petugas yang bertanggung jawab terhadap bahan
baku menimbang bahan-bahan apa saja yang akan dibutuhkan dalam proses produksi
sediaan krim dan salep. Penimbangan bahan dilakukan untuk produksi sediaan per satu
bets. Setelah bahan baku ini dinyatakan lulus uji kriteria, bahan baku tersebut dicampur
dan diolah menjadi produk antara. Kemudian petugas bagian produksi mengambil bahan
baku yang telah ditimbang dengan melakukan serah terima yang disertai dengan
dokumen CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang telah melampirkan tanda tangan petugas
3.Perlakuan bahan setelah ditimbang
Diberi label pada bahan aktif maupun eksipien yang telah ditimbang dan
disimpan ditempat tertutup baik.

•Penimbangan bahan baku dan bahan tambahan

•Pembuatan basis
•Pencampuran dengan betamethasone
•IPC: homogenitas obat, ukuran partikel, tampilan, viskositas, BJ

•Pengemasan primer
•IPC : pemeriksaan kebocoran wadah, keseragaman bobot

•Pengemasan sekunder

•Produk jadi

10
b. Proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran.

1. proses pencampuran
proses pencampuran bahan dengan menggunakan alat Vacum emulsifier Mixer.
Pada alat ini proses pencampuran dimulai dari pembuatan basis hingga membentuk masa
salep.Selanjutnya masa yang telah jadi disimpan dalam wadah kemudian di tempatkan di
ruang Ruang karantina produk antara. Produk yang telah jadi di lakukan kembali proses
IPC oleh QC, homogenitas obat, pemeriksaan ukuran partikel, pemeriksaan tampilan,
viskositas, berat jenis.
2. pengisian dan pengemasan
jika senyawa dinyatatakan lulus evaluasi sediaaan maka produk tersebut dimasukkan ke
dalam wadah primer (tube) dengan mesin auto filling cream dengan volume pengisian 5
gram per tube (Pengemasan primer). Selama proses pengisian sediaan salep operator
melakukan proses penimbangan setiap 15 menit sekali, proses ini bertujuan untuk
memastikan bobot per tube sesuai dengan bobot yang diinginkan dari kemasan. kemudian
produk yang telah diisi ditempatkan di ruang karantina produk ruahan untuk selanjutnya
melewati tahap pemeriksaan oleh QC, pemeriksaan itu meliputi pemerian, identifikasi,
pH, kadar zat berkhasiat, homogenitas, koefisien variasi dan keseragaman sediaan,.
Waktu yang dibutuhkan untuk menuggu hasil pemeriksaan ini yaitu 1-2 hari.

3.5 Pengemasan
Kegiatan pengemasan dilakukan dengan pengawasan ketat untuk menjaga
identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. Semua kegiatan
pengemasan dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan
bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian
pelaksanaan pengemasan dicatat dalam catatan pengemasan batch.Sebelum kegiatan
pengemasan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan sesuai dengan
daftar periksa untuk memastikan bahwa ruang kerja dalam keadaan bersih dan bebas dari
produk dan bahan kemasan dari batch sebelumnya.
Pada pengemasan terakhir produk, bagian QA melakukan kembali pemeriksaan
antara lain kelengkapan dan kesesuaiannya dengan persyaratan dalam prosedur
pengemasan produk.

11
Hydrocortisonie Asetat salep dikemas dalam tube (kemasan primer) yang setiap
tube berisi 5 gr. Setiap tube dikemas dalam 1 dus/kotak (kemasan sekunder) sehingga 5
kg salep dikemas dalam 500 tube yang dikemas lagi dalam 50 kotak/ dus. Setiap tube
ditutup terlebih dahulu dengan alumunium foil untuk mencegah kontaminasi dan
kestabilan obat. Alasan menggunakan tube plastik karena tube mudah digunakan oleh
konsumen dan kepraktisannya. Selain itu, tube plastik akan mencegah sediaan salep
tercecer dan mengurangi kontak salep dengan udara dan sinar matahari sehingga sediaan
salep dapat lebih stabil. Penandaan krim :

 Diberi lambang obat keras karena bethametason merupakan obat keras.


Obat keras diberi tanda bulatan berwarna merah, garis tepi berwarna
hitam, degan huruf K berwarna hitam di tengah, diameter minimal 1
cm.

 Diberi peringatan obat keras, yaitu P3 : awas obat keras! hanya untuk bagian luar dari
badan.

 Penggunaan : dioleskan tipis – tipis pada bagian kulit yang sakit


 Penyimpanan : simpan di suhu kamar, terlindung dari cahaya

3.6 Alur Penyimpanan Produk


Produk diterima dari ruang produksi

Pengemasan sekunder (packing)

Gudang Obat jadi untuk disimpan sebelum dilakukan pengiriman barang


3.7 Karantina dan Penyerahan ke Gudang Obat Jadi
Pengawasan oleh QC dengan memberikan label yang jelas

Memastikan produk dan catatan menyeluruh mengenai batch yang bersangkutan


memenuhi persyaratan

12
Penyerahan obat jadi ke daerah karantina dan cara penyimpanan sambil menunggu
pelulusan selanjutnya ke gudang obat jadi dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis
Seluruh batch yang sudah terkemas disimpan dengan status karantina

Setiap obat yang statusnya masih karantina, membutuhkan kondisi penyimpanan


yang khusus, diberi label yang jelas yang menyatakan syarat penyimpanannya

Pelulusan obat jadi oleh bagian pengawasan mutu adalah produk jadi yang telah
memenuhi persyaratan pengawasan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan

pengemasan

Bagian QC juga melakukan penyimpanan obat jadi yang sudah dikemas dalam
jumlah yang cukup sebagai contoh pertinggal yang akan digunakan untuk pengujian
di masa mendatang

Setelah bagian pengawasan mutu meluluskan suatu batch, obat jadi dipindahkan dari
daerah karantina ke gudang obat jadi.

3.8 Evaluasi Mutu Salep Hydrocortisoni Asetat


Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus
dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasar dan ini harus selalu ditaati.
Pertama tujuan pemeriksaan semata – mata adalah demi mutu obat yang baik.
Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan
harus berupaya meningkatkan standar atau spesifikasi yang telah ada. (Lachman,
1994)
a. Pemerian
Pemerian dilakukan terhadap bentuk, warna, bau dan suhu lebur. Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV pemerian untuk betamethasone yaitu serbuk hablur,
putih sampai hampir putih, tidak berbau.
b. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses
pembuatan salep bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain
yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratanya harus homogen,

13
sehingga salep yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat
penggunaan pada kulit. Alat yang digunakan untuk pengujian homogenitas adalah
roller mill, colloid mill, homogenizer tipe katup. Dispersi yang seragam dari
obatyang tak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat lemak dilakukan

dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur 30 – 40 oC. (Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. 1995)
c. Stabilitas
Stabilitas dapat didefenisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan
dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat
produk dibuat. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995)
Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch
obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan
meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan
digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa, cara – cara penyimpanan
yang perlu dicantumkan dalam label. ( Lachman, 1994 ).

Ketidakstabilan formulasi dapat dideteksi dengan pengamatan pada perubahan


penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut,
sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui analisis
kimia. ( Anshel, 1989).
d. pH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dari salep dalam mengiritasi
kulit. Pengujian nilai pH menggunakan kertas pH universal yang dicelupkan ke
dalam 0,5 gram salep yang diencerkan dengan 5 ml aquadest. Nilai pH sediaan salep
dermatitis ini adalah 6,0 dimana nilai pH pada salep ini masih memenuhi rentang
nilai pH kulit. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995)
e. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar dapat dilakukan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Salep betametason tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%
dari jumlah yang tertera pada etiket.(Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
1995)
f. Keseragaman sediaan

14
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan menggunakan dua metode, yaitu
keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk
sediaan yang mengandung suatu zat aktif dan sediaan yang mengandung dua atau
lebih zat aktif. Persyaratan keragaman bobot diterapkan pada produk yang
mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50 % atau lebih, dari
bobot satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain, jika dalam jumlah kecil
ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan. (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 1995)
Salep betamethasone valerate 0,1 % zat aktif. Karena zat aktifnya kurang dari
50 % maka keseragaman sediaan ditentukan dengan keseragaman kandungan.
g. Penandaan
Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Panandaan adalah keterangan
yang lengkap mengenai obat jadi, khasiat, keamanan serta cara penggunaanya,
tanggal kadaluarsa bila ada, yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kotak yang
disediakan pada obat jadi. Seperti tanggal kadaluarsa merupakan waktu
yangmenunjukan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku dan dinyatakan
dalam bulan dan tahun, yang harus dicantumkan pada etiket
h. Evaluasi daya sebar
Pengujian daya sebar tiap sediaan dengan variasi tipe basis dilakukan untuk melihat
kemampuan sediaan menyebar pada kulit Hasil uji daya sebar dari formula sedian
salep dermatitis adalah nilai daya sebarnya 5,03 g.cm/detik. Hasil uji daya sebar ini
cukup luas, Semakin luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi
makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun semakin meningkat, sehingga
semakin besar daya sebar suatu sediaan maka semakin baik.
i. Uji kosistensi
Uji konsistensi merupakan suatu cara untuk menentukan sifat berulang, seperti sifat
lunak dari setiap jenis salep. Melalui sebuah angka ukur untuk memperoleh
konsistensi dapat digunakan alat metode penetrometer, nilai yang didapat yaitu 176
dimana nilai ini menunjukan konsistensi salep yang tidak terlalu tebal sehingga
lebih nyaman untuk diaplikasikan ke kulit.

3.9 Distribusi
15
Menurut Permenkes 918 / Menkes / Per /X /1993 pabrik farmasi bisa
menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik , Toko Obat dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.

3.10 Karakteristik sediaan salep Hydrocortisoni Asetat


a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
b. Berwarna putih, tidak berbau atau berbau lemah.
c. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen.Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan
ekskloriasi.
d. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
e. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obatyang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat
aksi terapi dari obatyang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
f. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau
cair pada pengobatan.

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :


1. Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan. Memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan
produk salep dermatitis yang bermutu.
2. Komponensediaansalepterdiridaribahanaktifyaitubetametasondanbahantamba
hannyaBasis hidrokarbon (Vaseline album,paraffin), basis absorbs
(lanolin,adepslanae) danpengawet (klorbutanol,metilparaben)
3. Alur SDM

Personil/petugas masuk dalam loker (mengganti pakaian rumah dengan


pakaianproduksi) mencuci tangan sebelum masuk ruang produksi 
memasukki ruangpenimbangan  dilakukan IPC selama proses produksi.
4. Untuk mengetahui Alur bahan baku, alur produksi,evaluasi, alurpengemasan,
alurpenyimpanan, danalurdistribusi
 AlurBahan Baku

Barang Datang dari gudang bahan baku (GBB) status karantina (label
kuning)  permintaan sampling QC bahan baku disimpan dalam gudang
karantina hasil pemeriksaan QC (lulus atau tidak lulus) Jika lulus diberi
label hijau dan dipindahkan ke GBB lulus uji. Jika tidak lulus diberi label
merah dan dikembalikan ke departemen pembelian disertai alasan penolakan
kemudian di kembalikan atau penggantian kepada supplier.
 AlurProduksi

Penimbangan bahan baku dan tambahan  pembuatan basis 


pencampuran dengan bahan aktif  pengemasan primer pengemasan
sekunder produk jadi.
 Evaluasisediaansalepsudahmemenuhipersyaratan yang
terdiridaripemerian, homogenitas, stabilitas, pH,
dayasebardankonsistensisediaan, penetapankadarzataktif,
keseragamansediaan,

17
penandaan.KarakteristiksediaansalepHydrocortisoniAsetatsebagaisalep
dermatitis yaitustabil, homogen, berwarnaputih, tidakberbau, mempunyai
pH 6, dayasebar 5,03 g.cm/detik, konsistensitidakterlalutebal,
kadarzataktifbetametason 0,1% tiap tube,
penandaandiberilambangobatkeras, diberiperingatanobatkeras P3.
 AlurPengemaasan

Hydrocortisonie Asetat salep dikemas dalam tube (kemasan primer) yang


setiap tube berisi 5 gr. Setiap tube dikemas dalam 1 dus/kotak (kemasan
sekunder) sehingga 5 kg salep dikemas dalam 500 tube yang dikemas
lagi dalam 50 kotak/ dus. Setiap tube ditutup terlebih dahulu dengan
alumunium foil untuk mencegah kontaminasi dan kestabilan obat
 AlurPenyimpananProduk

Produk diterima dari ruang produksi Pengemasan sekunder


(packing) Gudang Obat jadi untuk disimpan sebelum dilakukan
pengiriman barang
 AlurDistribusi

pabrik farmasi bisa menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik ,


Toko Obat dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

4.2 Saran
1. Dari pembuatan makalah ini penulis menyarankan dalam pembuatan salep
dermatitis Hydrocortisoni Asetat harus terlebih dahulu memilih bahan tambahan
yang cocok dan tidak mempengaruhi zat aktif
dengandilakukannyapreformulasiterlebihdahulu.
2. Dalammelalukanpenerimaandanpenyimpananbarangharusdilakukanseusiastandar
atau SOP yang berlaku agar menjaminmutuproduk yang dihasilkan
3. Saatmelakukanevaluasisalepsebaiknyadilakukansebanyaktiga kali pengulangan
agar didpatkanhasil yang akuratdandilihatnilai STDEV setiappengujian.

18
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Institut Teknologi Bandung Press,

Bandung.

Ansel, H. C., 1989, Pengantar Untuk Sediaan Farmasi, Edisi ke – 4, Universitas

Indonesia Press, Jakarta. ( Hal. 513 – 516 ).

Barbara G. Wells, Terry L. Scwinghammer, Joseph T. DiPiro & Cecily V DiPiro. 2017.

Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta:

Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.

Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Evory, Gerald K, American Hospital Formulary Service. Drug Information 2010. America

Society of Hospital Pharmacist.

Higaki, y. & al, e. 2017. Japanase Version of the Family Dematologi Life Quality Index.

Journal of Dermatolog.

Jadhav Ravindra T, Patil Pratibha R dan Patil Payal H. 2011. Formulation and

Evaluation of Semisolid preparation (Ointment, Gel & Cream) of

Thiocolchicoside. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Science, Vol 08

(01).

Lachman Leon. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. Jakarta: UI-Press.

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman

Cara Pembuatan Obat yang Baik

Wade, Ainley dan Paul J. Weller. 1982. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition.

London: The Pharmaceutical Press.

19
DISKUSI PERTANYAAN DAN JAWABAN KELOMPOK

SOAL 1
Nama :Nurdianti
NPM : 19344151
Mengapa pemilihan dasar salep harus sesuai dan bagaimana pemilihan dasar salep yang
baik ?
Jawaban :
Dasar salep yang cocokitu harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang
dikandungnya. Dasar salep tidak moleh mempengaruhi bahan aktifnya. Pemilihan dasar salep
tergantung pada beberapa faktor khasiat yang diinginkan, sifat obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.. misalnya obat yang terhidrolisis,
lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dan pada dasar salep yang mengandung air.

SOAL 2
Nama :Dewi Rizki Astuti
NPM :19344154
Dalam formulasi salep yang mengandung bahan obat Keras seperi Betametasone, berapakah
kadar yang di persyaratkan dalam salep tersebut ?
Jawaban:
Dalam formulasi salep yang mengandung bahan obat keras, kadar yang di persyratkan untuk
salep tersebut yaitu 10 %.

SOAL 3
Nama : Tri Sulistiawati
NPM : 19344155
Dalam pembuatan salep yang mengandung lchtyol, bagaimanakah cara penambahan lchtyol
yang benar kedalam pembuatan salep tersebut ?
Jawaban :
Bahan lchtyol harus ditambahkan terakhir, karena jika ditambahkan pada masa salep yang
panas atau di aduk terlalu lama akan terjadi pemisahan.

20
SOAL 4
Nama : Astri Rahayu
NPM : 19344162

Dalam pembuatan salep, sering kita temuin ada beberapa salep yang penggunaannya sulit
untuk dicuci dan salepnya terkadang bertahan lebihlama di permukaan kulit, menurut anda
basis salep apakah yang digunakan dalam formula salep tersebut.?
Jawaban :
Basis salep hidrokarbon biasanya digunakan terutama dalam hal emolien, dan sukar untuk
dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama . basis salep
hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaseline putih dan salep
putih. Salep yang menggunakan basis ini bermaksud untuk memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai emolien.

SOAL 5
Nama : Hendro Trilaksono
NPM : 19344144
Bagaimana pembuatan salep yang mengandung bahan camphora
Jawaban
Camphora adalah bahan padat yang larut dalam dasar salep , pembuatan salep yang
mengandung bahan camphora dilakukan dengan cara :
 Champora dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan
 Jika dalam resep terdapat mentol atau zat lain yang dapat mencair jika
dicampur( karena penurunan titik eutektik) camphora dicampurkan agar mencair baru
ditambahkan dasar salep
 Jika didalam resep terdapat minyak lemak, camphora dilarutkan dilarutkan terlebih
dahulu dalam minyak tersebut
 Jika camphora itu berupa zat tunggal, camphora ditetesi lebih dahulu dengan ether
atau alkohol 95% kemudian digerus dengan dasar salepnya.

21

Anda mungkin juga menyukai