Anda di halaman 1dari 64

KATALOG 1

PMK 1799/2010 Jo 16/2013

JUDUL  INDUSTRI FARMASI

LATAR a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif


BELAKANG/ALASAN sangat diperlukan dalam mengantisipasi penerapan perdagangan
DITERBITKAN internasional di bidang farmasi;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi sudah tidak
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Industri Farmasi;

DASAR HUKUM  1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3596);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4975);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5126);
14. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 tentang
Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha Industri;
15. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen;
16. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan;
KETENTUAN UMUM  Definisi : Obat, Bahan obat, Industri Farmasi, Pembuatan Obat,
Cara Pembuatan Obat yang Baik, Farmakovigilans, Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Direktur Jenderal, Menteri

TUJUAN  Untuk Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi

MATERI MUATAN/ASPEK IZIN INDUSTRI FARMASI, PENYELENGGARAAN,


UTAMA YANG DIATUR PELAPORAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN,
KETENTUAN PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP

MATERI FARMASI  Definisi : Obat, Bahan obat, Industri Farmasi, Pembuatan Obat,
Cara Pembuatan Obat yang Baik, Farmakovigilans, Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan

SANKSI  Sanksi administratif

ATURAN   1. Berlaku 2 tahun 


PERALIHAN/PENUTUP 2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Usaha Industri Farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan

KATALOG 2

PMK 3/2015

JUDUL  PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN


NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

LATAR 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor  28/Menkes/Per/I/1978 tentang


BELAKANG/ALASAN Penyimpanan Narkotika,  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
DITERBITKAN 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika, dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor  912/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Kebutuhan
Tahunan  dan Pelaporan Psikotropika perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum; 
2. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud  dalam huruf a dan
untuk melaksanakan ketentuan Pasal  14 ayat (3), Pasal 36 ayat (2), Pasal
42, dan Pasal 44  Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, dan Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (6) dan  Pasal 15 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun  2010 tentang Prekursor, perlu
menetapkan Peraturan  Menteri Kesehatan tentang Peredaran,
Penyimpanan,  Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,  dan
Prekursor Farmasi;

DASAR HUKUM  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; Undang-


Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;  Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;  Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;  Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 1998 tentang  Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
Peraturan  Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian; Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010  tentang
Prekursor; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013  tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009  tentang Narkotika;
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014  tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah; Peraturan  Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/lll/2010 tentang  Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian; Peraturan Menteri  Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri  Farmasi; Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor   1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor  Farmasi;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014  tentang Klinik;

KETENTUAN HUKUM  Definisi : Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Penyaluran,


Penyerahan, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi yang  selanjutnya
disingkat PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Instalasi  Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Apotek, Toko Obat,  Lembaga Ilmu
Pengetahuan, Importir Terdaftar Psikotropika  yang selanjutnya disingkat
IT Psikotropika, Importir Terdaftar  Prekursor Farmasi yang selanjutnya
disingkat IT Prekursor  Farmasi, Kepala Balai, Kepala Badan, Direktur
Jenderal, Menteri
TUJUAN  Untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

MATERI PEREDARAN (Umum, Penyaluran, Penyerahan), PENYIMPANAN


MUATAN/ASPEK UTAMA (Umum, Penyimpanan Narkotika atau Psikotropika,Penyimpanan
YANG DIATUR Prekursor Farmasi), PEMUSNAHAN, PENCATATAN  DAN
PELAPORAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASANKETENTUAN
PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP

MATERI FARMASI  Definisi Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Penyaluran,


Penyerahan, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi yang  selanjutnya
disingkat PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Instalasi  Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Apotek, Toko Obat,  Lembaga Ilmu
Pengetahuan, Importir Terdaftar Psikotropika  yang selanjutnya disingkat
IT Psikotropika, Importir Terdaftar  Prekursor Farmasi yang selanjutnya
disingkat IT Prekursor  Farmasi

SANKSI  Sanksi administratif

ATURAN   1. Berlaku 3 tahun 


PERALIHAN/PENUTUP 2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor  28/Menkes/Per/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor  
688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran  Psikotropika; dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor  912/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Kebutuhan
Tahunan  dan Pelaporan Psikotropika, dicabut dan dinyatakan  tidak
berlaku.

KATALOG 3

PMK 26/2018

JUDUL  PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA


ELEKTRONIK SEKTOR KESEHATAN

LATAR a. untuk percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha


BELAKANG/ALASAN sektor kesehatan, perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha
DITERBITKAN terintegrasi secara elektronik;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor
Kesehatan;

DASAR HUKUM  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman


Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4724);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6215);

KETENTUAN HUKUM  Definisi : Perizinan Berusaha, Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik atau Online Single Submission, Pelaku Usaha, Pendaftaran,
Izin Usaha, Izin Komersial atau Operasional, Komitmen, Lembaga
Pengelola dan Penyelenggara OSS, Nomor Induk Berusaha, Nomor
Pokok Wajib Pajak, Dokumen Elektronik, Tanda Tangan Elektronik,
Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Industri Rumah Tangga
Pangan, Sertifikat Produksi Industri Farmasi, Sertifikat Produksi Industri
Farmasi Bahan Obat, Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana
Produksi Industri Farmasi Bahan Obat, Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga, PBF Cabang, Sertifikat Distribusi Farmasi,
Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik,
Cara Distribusi Obat yang Baik, Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan
Alam, Usaha Kecil Obat Tradisional, Usaha Mikro Obat Tradisional,
Sertifikat Produksi Industri Obat Tradisional atau Sertifikat Produksi
Ekstrak Bahan Alam, Rencana Produksi IOT/IEBA, Sertifikat Produksi
UKOT dan Sertifikat Produksi UMOT, Rencana Produksi UKOT,
Kosmetika, Industri Kosmetika, Sertifikat Produksi Kosmetika, Rencana
Produksi Kosmetika, Sertifikat Distribusi Farmasi, Sertifikat Distribusi
Cabang Farmasi, Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Impor
Narkotika, Ekspor Narkotika, Surat Persetujuan Impor, Surat Persetujuan
Ekspor, . Importir Produsen Psikotropika, Importir Produsen Prekursor
Farmasi, Importir Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor
Farmasi, Eksportir Produsen Psikotropika, Eksportir Produsen Prekursor
Farmasi, Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga, Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT Inovasi, Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT Pengembangan Baru, Izin Edar, Distributor Alat
Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, Cabang Distributor
Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, Sertifikat
Distribusi Alat Kesehatan, Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan,
Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT, Cara Distribusi Alat
Kesehatan yang Baik, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik, Cara
Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik, Sertifikat
Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik atau Sertifikat Cara
Pembuatan PKRT yang Baik, Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan
yang Baik, Toko Alat Kesehatan, Izin Toko Alat Kesehatan, Perusahaan
Rumah Tangga, Izin Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan
PKRT, Apotek, Toko Obat, Surat Tanda Registrasi Apoteker, Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, Surat Izin Apotek, Surat Izin
Toko Obat, E-Farmasi, Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi, Rumah
Sakit, Klinik, Laboratorium Klinik, Bank Jaringan dan/atau Sel Punca,
Laboratorium Pengolahan Sel Punca Untuk Aplikasi Klinis, Institusi
Pengujian Fasilitas Kesehatan, Hari, Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Kementerian Kesehatan, Menteri

TUJUAN  Untuk Kepentingan Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik Sektor Kesehatan.

MATERI MUATAN/ASPEK JENIS PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR KESEHATAN,


UTAMA YANG DIATUR PERSYARATAN, TATA CARA PENERBITAN IZIN, MASA
BERLAKU PERIZINAN BERUSAHA, PENGAWASAN ATAS
PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA, KETENTUAN
PERALIHAN, KETENTUAN PENUTUP

MATERI FARMASI  Definisi : Perizinan Berusaha, Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik atau Online Single Submission, Pelaku Usaha, Pendaftaran,
Izin Usaha, Izin Komersial atau Operasional, Komitmen, Lembaga
Pengelola dan Penyelenggara OSS, Nomor Induk Berusaha, Nomor
Pokok Wajib Pajak, Dokumen Elektronik, Tanda Tangan Elektronik,
Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Industri Rumah Tangga
Pangan, Sertifikat Produksi Industri Farmasi, Sertifikat Produksi Industri
Farmasi Bahan Obat, Rencana Produksi Industri Farmasi atau Rencana
Produksi Industri Farmasi Bahan Obat, Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga, PBF Cabang, Sertifikat Distribusi Farmasi,
Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik,
Cara Distribusi Obat yang Baik, Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik, Industri Obat Tradisional, Industri Ekstrak Bahan
Alam, Usaha Kecil Obat Tradisional, Usaha Mikro Obat Tradisional,
Sertifikat Produksi Industri Obat Tradisional atau Sertifikat Produksi
Ekstrak Bahan Alam, Rencana Produksi IOT/IEBA, Sertifikat Produksi
UKOT dan Sertifikat Produksi UMOT, Rencana Produksi UKOT,
Kosmetika, Industri Kosmetika, Sertifikat Produksi Kosmetika, Rencana
Produksi Kosmetika, Sertifikat Distribusi Farmasi, Sertifikat Distribusi
Cabang Farmasi, Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Impor
Narkotika, Ekspor Narkotika, Surat Persetujuan Impor, Surat Persetujuan
Ekspor, . Importir Produsen Psikotropika, Importir Produsen Prekursor
Farmasi, Importir Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor
Farmasi, Eksportir Produsen Psikotropika, Eksportir Produsen Prekursor
Farmasi, Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga, Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT Inovasi, Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In
Vitro dan PKRT Pengembangan Baru, Izin Edar, Distributor Alat
Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, Cabang Distributor
Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro, Sertifikat
Distribusi Alat Kesehatan, Izin Cabang Distribusi Alat Kesehatan,
Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan PKRT, Cara Distribusi Alat
Kesehatan yang Baik, Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik, Cara
Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik, Sertifikat
Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik atau Sertifikat Cara
Pembuatan PKRT yang Baik, Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan
yang Baik, Toko Alat Kesehatan, Izin Toko Alat Kesehatan, Perusahaan
Rumah Tangga, Izin Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan
PKRT, Apotek, Toko Obat, Surat Tanda Registrasi Apoteker, Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, Surat Izin Apotek, Surat Izin
Toko Obat, E-Farmasi, Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi, Rumah
Sakit, Klinik, Laboratorium Klinik, Bank Jaringan dan/atau Sel Punca,
Laboratorium Pengolahan Sel Punca Untuk Aplikasi Klinis, Institusi
Pengujian Fasilitas Kesehatan

SANKSI  Sanksi administratif


ATURAN   1. Berlaku sejak tanggal diundangkan 
PERALIHAN/PENUTUP 2. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pelayanan Perizinan Berusaha Sektor Kesehatan dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
KATALOG 4
ASPEK PMK 006/2012
JUDUL Industri Dan Usaha Obat Tradisional
LATAR a. Memberikan Iklim Usaha Yang Kondusif Bagi Produsen Obat
BELAKANG/ALASAN Tradisional
DITERBITKAN
b. Pmk Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional Dan Pendaftaran Obat Tradisional Sudah Tidak Sesuai
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,
Dan Menengah
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 Tentang Kewenangan
Pengaturan, Pembinaan Dan Pengembangan Industri
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Jenis Dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Kesehatan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
10.Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen
11.Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas,
Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan
Fungsi Eselon I Kementerian Negara
12.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/SK/ III/2007
Tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional
13.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
KETENTUAN UMUM Definisi: OT, CPOTB, IOT, IEBA, UKOT, UMOT, Usaha Jamu Racikan,
Usaha Jamu Gendong, Menteri, Direktur Jenderal, Kepala Badan POM,
Kepala Balai Besar/Balai POM
TUJUAN Untuk Memberikan Iklim Usaha Yang Kondusif Bagi Produsen Obat
Tradisional
MATERI MUATAN / 1. BENTUK INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL
ASPEK UTAMA YANG 2. PERIZINAN
DIATUR
3. PENYELENGGARAAN
4. PERUBAHAN STATUS DAN KONDISI SARANA
5. LAPORAN
6. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
MATERI FARMASI OT, CPOTB, IOT, IEBA, UKOT, UMOT, Usaha Jamu Racikan, Usaha
Jamu Gendong,
SANKSI Sanksi administrasi berupa:
a. peringatan;
b. peringatan keras;
c. perintah penarikan produk dari peredaran;
d. penghentian sementara kegiatan; atau
e. pencabutan izin industri atau izin usaha.
ATURAN PERALIHAN / A. KETENTUAN PERALIHAN
PENUTUP 1. Permohonan izin industri dan usaha OT yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses
2. PMK Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan masih
tetap berlaku.
3. Izin industri dan usaha obat tradisional harus diperbaharui paling
lama 2 (dua) tahun
B. KETENTUAN PENUTUP
PMK Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, sepanjang yang
menyangkut izin dan usaha industri obat tradisional, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
KATALOG 5
ASPEK PMK NO. 1175/MENKES/PER/VIII/2010
JUDUL IZIN PRODUKSI KOSMETIKA
LATAR BELAKANG 1. dalam rangka menjamin mutu, keamanan, dan
kemanfaatan kosmetika perlu pengaturan izin produksi
kosmetika
2. PMK 236/Men.Kes/Per/X/1977 tentang Perijinan
Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan perlu
disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi terkini
DASAR HUKUM UU 5/1984, UU 8/1999, UU 32/2004, UU 20/2008, UU
36/2009, PP 72/1998, PP 38/2007, PP 51/2009,
KEPPRES 103/2001, PERPRES 47/2009, PERPRES
24/2010, PMK 1575/MENKES/PER/XI/2005
KETENTUAN UMUM Definisi: Kosmetika, Izin produksi, Industri Kosmetika,
CPKB, Menteri, Direktur Jendral, Kepala BPOM
TUJUAN Untuk menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan
kosmetika perlu pengaturan izin produksi kosmetika
ASPEK YANG DIATUR / MATERI Izin produksi, Tata Cara Memperoleh Izin Produksi,
MUATAN Perubahan Izin Produksi, Penyelenggaraan Pembuatan
Kosmetika, Pembinaan & Pengawasan, Sanksi
MATERI FARMASI Kosmetika, Izin produksi, Industri Kosmetika, CPKB
SANKSI Administratif
ATURAN PERALIHAN / PENUTUP 1. Pabrik kosmetika yang telah memiliki izin produksi
wajib melakukan penyesuaian selambat-lambatnya 2
(dua) tahun sejak Peraturan ini diundangkan.
2. PMK 236/Men.Kes/Per/X/1977 tentang Izin Produksi
Kosmetika dan Alat Kesehatan sepanjang
menyangkut Izin Produksi Kosmetika dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
KATALOG 6
ASPEK PERMENKES RI NO. 20 TAHUN 2017
CARA PEMBUATAN ALAT KESEHATAN DAN
JUDUL PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA YANG
BAIK
a) untuk menjamin alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan, mutu,
dan manfaat sesuai dengan tujuan pembuatannya, perlu
pengaturan mengenai cara pembuatan alat kesehatan dan
perbekalan kesehatan rumah tangga yang baik
LATAR BELAKANG b) untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga yang Baik
1. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. PP No 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
DASAR HUKUM 4. PerMenKes No 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga
5. PerMenKes No 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin
Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Definisi Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik, Cara Pembuatan
KETENTUAN UMUM
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik
Untuk menjamin alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan
TUJUAN manfaat sesuai dengan tujuan pembuatannya, perlu pengaturan
mengenai cara pembuatan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga yang baik
MATERI  Penerapan CPAKN dan CPPKRTB
MUATAN/ASPEK  Pembinaan dan Pengawasan
YANG DIATUR
MATERI FARMASI 1. Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) yaitu
pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pembuatan
Alat Kesehatan, Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga yang Baik (CPPKRTB) adalah pedoman yang digunakan
dalam rangkaian kegiatan pembuatan perbekalan kesehatan
rumah tangga dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk
menjamin agar produk alat kesehatan yang diproduksi memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
2. Penerapan CPAKB dan CPPKRTB dibuktikan dengan sertifikat
berdasarkan hasil audit CPAKB atau CPPKRTB
3. CPAKB dan CPPKRTB meliputi aspek:
a. sistem manajemen mutu;
b. tanggung jawab manajemen;
c. pengelolaan sumber daya;
d. realisasi produk; dan
e. pengukuran, analisis dan perbaikan
SANKSI -
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, seluruh industri Alat
Kesehatan dan industri Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga harus
KETENTUAN
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini, paling lambat
PERALIHAN/PENUTUP
dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan.
KATALOG 7
ASPEK PERMENKES RI NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010
PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
JUDUL
KESEHATAN RUMAH TANGGA
a. Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat
terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
b. ketentuan mengenai produksi alat kesehatan dan perbekalan
LATAR BELAKANG
kesehatan rumah tangga yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terkini.
1. UU No 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
2. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
DASAR HUKUM 3. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
Definisi Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
Rekondisi/remanufacturing, Bahan Baku, Produksi, Pembuatan,
KETENTUAN UMUM Perakitan, Pengemasan, Sertifikat Produksi, Izin Edar, Perusahaan,
Perusahaan Rumah Tangga, Mutu, Penanggung jawab teknis,
Menteri, Direktur Jenderal.
Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat terhadap
kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan
TUJUAN
perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
MATERI  TUJUAN PENGGUNAAN ALAT KESEHATAN
MUATAN/ASPEK YANG  STANDAR ALKES DAN PKRT
DIATUR  PRODUKSI
 PEMELIHARAAN MUTU
 EKSPOR
 PENARIKAN KEMBALI DAN PEMUSNAHAN
 BIAYA
 PELAPORAN
 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
MATERI FARMASI  Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan yang memiliki sertifikat produksi.
Bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan
kemanfaatan alat kesehatan/PKRT yang diproduksinya dan
menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang Baik dan tidak
terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses
penyimpanan, penggunaan dan transportasi.
 Makloon merupakan pelimpahan sebagian atau seluruh
kegiatan pembuatan alat kesehatan dan/atau PKRT dari pemilik
merek atau pemilik formula kepada perusahaan lain yang telah
memiliki sertifikat produksi
 Bangunan yang digunakan untuk memproduksi alat kesehatan
dan/atau PKRT harus memenuhi persyaratan teknis dan higiene
sesuai dengan jenis produk yang diproduksi.
 Peralatan yang digunakan untuk memproduksi alat kesehatan
dan/atau PKRT harus memenuhi persyaratan dan selalu dalam
keadaan terpelihara sesuai dengan jenis produknya.
 Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi alat kesehatan
dan/atau PKRT harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan.
 Sertifikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) kelas berdasarkan hasil pemeriksaan kesiapan pabrik
dalam penerapan Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT
yang Baik
 menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan diselenggarakan
upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau PKRT.
 Perusahaan yang memiliki sertifikat produksi alat kesehatan
dan/atau PKRT dapat mengekspor alat kesehatan dan/atau
PKRT ke luar wilayah Republik Indonesia.
 Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari
peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut
izin edarnya, dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab
perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dan/atau PKRT.
a. sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai dengan
pencabutan sertifikat produksi
SANKSI
b. sanksi pidana jika mengakibatkan seseorang mengalamai
gangguan kesehatan yang serius, cacat, atau kematian
(1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan atau PKRT yang telah
diterbitkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan
masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya;
b. permohonan sertifikat produksi yang sedang dalam proses
diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
KETENTUAN
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
PERALIHAN/PENUTUP
(2) Sertifikat Produksi Alat Kesehatan atau PKRT yang telah habis
masa berlakunya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
disesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini.
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
sepanjang yang mengatur mengenai produksi alat kesehatan dan
PKRT, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
KATALOG 8
ASPEK PMK No. 1148 Tahun 2011
JUDUL PEDAGANG BESAR FARMASI
1. Masyarakat perlu dilindungi dari peredaran obat dan bahan
obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
khasiat/manfaat
2. Pengaturan Pedagang Besar Farmasi dalam Peraturan Menteri
LATAR Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang
BELAKANG / Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
ALASAN Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 dan
DITERBITKAN pengaturan Pedagang Besar Farmasi Penyalur Bahan Baku
Obat dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/MENKES/SK/X/1976 tentang Pengimporan,
Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat sudah tidak
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum
DASAR HUKUM 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949)
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor
11. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005
12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
13. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/
SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/
Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan
Definisi: Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF cabang, obat,
bahan obat, Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Kepala
KETENTUAN
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (Kepala Balai
UMUM
POM), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Kepala
Badan), Direktur Jenderal, dan Menteri
TUJUAN Mengatur regulasi PBF
Perizinan PBF (Umum, Tata Cara Pemberian Izin PBF, Tata
MATERI MUATAN
Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang, Masa Berlaku);
/ ASPEK YANG
Penyelenggaraan PBF; Gudang PBF; Pelaporan PBF; Pembinaan
DIATUR
dan Pengawasan PBF; Ketentuan Peralihan; Ketentuan Penutup
1. Definisi: Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF cabang, obat,
bahan obat, Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
2. Perizinan PBF (Umum, Tata Cara Pemberian Izin PBF, Tata
MATERI FARMASI
Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang, Masa Berlaku);
Penyelenggaraan PBF; Gudang PBF; Pelaporan PBF;
Pembinaan dan Pengawasan PBF
SANKSI Sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pencabutan pengakuan; atau
d. pencabutan izin.
ATURAN PERALIHAN / 1. PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin dan/atau
PENUTUP pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan, wajib
menyesuaikan perizinan dan penyelenggaraan usahanya paling
lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri
ini
2. Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan
sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 tentang
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku
Obat.
3. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang
Besar Farmasi
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976 tentang Ketentuan
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KATALOG 9
ASPEK PMK No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010
JUDUL Penyaluran Alat Kesehatan
1. Untuk menjamin menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan
alat kesehatan yang didistribusikan kepada konsumen, perlu
mengatur penyaluran alat kesehatan.
LATAR BELAKANG /
2. PMK No. 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
ALASAN
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sudah tidak
DITERBITKAN
sesuai lagi.
3. Diperlukan penetapan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyaluran Alat Kesehatan.
1. UU No. 8 Tahun 1999
2. UU No. 32 Tahun 2004
3. UU No. 26 Tahun 2009
4. PP No. 72 Tahun 1998
DASAR HUKUM
5. PP No. 38 Tahun 2007
6. PP No. 13 Tahun 2009
7. PP No. 24 Tahun 2010
8. PMK No. 1575/Menkes/Per/XII/2005.
Definisi:
1. Alat Kesehatan
2. Penyalur Alat Kesehatan
3. Cabang Penyalur Alat Kesehatan
4. Toko alat kesehatan
KETENTUAN UMUM 5. Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik
6. Pedagang eceran obat
7. Sertifikat pemberitahuan ekspor
8. Sertifikat bebas jual
9. Menteri
10. Direktur Jenderal.
Untuk menjamin penyaluran alat kesehatan dengan mutu, keamanan,
TUJUAN
dan kemanfaatan yang sesuai.
1. Penyaluran
MATERI / ASPEK
2. Persyaratan
UTAMA YANG
3. Ketentuan peralihan
DIATUR
4. Ketentuan penutup.
Definisi:
Penyaluran
1. Perizinian
 Persyaratan dan Tata Cara
 Izin Cabang PAK
 Toko Alat Kesehatan
2. Penyerahan Alat Kesehatan
MATERI FARMASI 3. Sarana dan Prasarana
4. Pemeriksaan
5. Pelaporan
6. Ekspor dan Impor.
Pembinaan dan pengawasan
1. Penarikan Kembali
2. Pemusnahan
3. Tindakan Administratif.
Pelanggaran dikenakan tindakan administratif oleh Direktur Jenderal,
kepala dinas kesehatan propinsi, dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota, berupa:
SANKSI
1. Teguran lisan
2. Teguran tertulis
3. Pencabutan izin.
ATURAN 1. Semua izin PAK, izin Cabang PAK,izin sub PAK dan izin toko
PERALIHAN / alat kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku sampai dengan
PENUTUP habis masa berlakunya.
2. Izin PAK, izin Cabang PAK, izin sub PAK, dan izin toko alat
kesehatan yang telah habis masa berlakunya, disesuaikan dengan
peraturan ini.
3. Izin sub PAK yang diterbitkan mengikuti peraturan sebelumnya
dan tiodak memiliki masa berlaku dinyatakan tetap berlaku
oaling lama 3 tahun sejak peraturan ini.
4. Izin Sub PAK menyesuaikan dengan peraturan ini menjadi
PAK,cabang PAK atau toko alat kesehatan.
5. PMK No. 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan
tidak berlaku lagi.
6. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

ASPEK PMK 75 tahun 2014


JUDUL PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
LATAR a. Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas
BELAKANG/ALASAN pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting
DITERBITKAN dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya
kesehatan; 
b. Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang
untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas
pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat masyarakat serta
menyukseskan program jaminan sosial nasional; 
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063); 
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587); 
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 8737); 
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
6.  Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5570); 
7. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 193);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012
tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 122);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan
Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 1118); 
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2013 tentang
Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat
Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Tidak
Diminati (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 153); 
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 906);

KETENTUAN UMUM Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat


(Puskesmas), Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM), Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP), Tenaga Kesehatan, Registrasi,
Akreditasi Puskesmas, Sistem Rujukan, Pelayanan Kesehatan,
Sistem Informasi Puskesmas, Menteri,
TUJUAN Mewujudkan masyarakat yang: 
a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat; 
b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu 
c. hidup dalam lingkungan sehat; dan 
d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
MATERI Prinsip Penyelenggaraan, Tugas, Fungsi Dan Wewenang,
MUATAN/ASPEK YANG Kategori Puskesmas, Perizinan Dan Registrasi,
DIATUR Penyelenggaraan, Pendanaan, Sistem Informasi Puskesmas,
Sistem Informasi Puskesmas, Ketentuan Peralihan, Ketentuan
Penutup
MATERI FARMASI tenaga kefarmasian.Pelayanan kefarmasian di Puskesmas,
Ruang farmasi, 
SANKSI -
ATURAN Ketentuan Peralihan :
PERALIHAN/PENUTUP Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 
a. lokasi dan bangunan Puskesmas yang telah berdiri sebelum
ditetapkannya Peraturan Menteri ini, dianggap telah memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
b. Puskesmas yang telah ada harus menyesuaikan dengan
Peraturan Menteri ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan.
Penutup :
 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

ASPEK Peraturan Menteri Kesehatan No. 02.02.068 Tahun 2010

JUDUL Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Pemerintah
LATAR BLKG/ ALASAN 1. Untuk mendorong penggunaan obat generik di fasilitas
DITERBITKAN pelayanan kesehatan pemerintah
2. Agar penggunaan obat generic dapat berjalan efektif
maka perlu mengatur kembali ketentuan Kewajiban
Menuliskan resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan PMK.

DASAR HUKUM UU Obat Keras (1949), UU No. 29 Tahun 2004, UU No. 32


Tahun 2004, UU No. 35 Tahun 2009, UU No. 36 Tahun 2009, UU
No. 44 Tahun 2009, PP No. 32 Tahun 1996, PP No. 72 Tahun
1998, PP No. 38 Tahun 2007, UU No. 51 Tahun 2009,
Keputusan Menteri Kesehatan No. 068 Tahun 2006, Keputusan
Menteri Kesehatan No. 189 Tahun 2006, Keputusan Menteri
Kesehatan No. 791 Tahun 2008.
KETENTUAN UMUM Definisi: Obat Paten, Obat Generik Obat Generik Bermerk, Obat
Esensial, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Dokter, Apotek.
TUJUAN Untuk meningkatkan penggunaan obat generik di fasilitas
pelayanan kesehatan. 
MATERI Tugas dan Kewajiban, Pembinaan dan Pengawasan.
MUATAN/ASPEK YANG
DIATUR
MATERI FARMASI Definisi: Obat Paten, Obat Generik Obat Generik Bermerk, Obat
Esensial, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Dokter, Apotek.
Kewajiban pengadaan obat generik di instalasi pelayanan
kesehatan, penggantian obat bermerk menjadi obat generik oleh
apoteker.
SANKSI Sanksi Administratif

ATURAN 1. Pada saat PMK ini berlaku maka PMK No. 085 Tahun
PERALIHAN/PENUTUP 1989 dinyatakan tidak berlaku.

ASPEK Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56


Tahun 2014
JUDUL Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
LATAR BELAKANG a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah
DITERBITKAN/ALASAN sakit, perlu dilakukan penyempurnaan sistrm perizinan dan
DITERBITKAN klasifikasi rumah sakit sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
b. Bahwa peraturan Menteri Kesehatan Nomor
147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
340/Menkes/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
belum mencakup semua jenis rumah sakit sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 24 dan Pasal 28 Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembar Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaomana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesioa Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Nkerja Kementerian Kesehatan (BErita Negara Reoublik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 741);
KETENTUAN UMUM Definisi:
1. Rumah Sakit
2. Rumah Sakit Umum
3. Rumah Sakit Khusus
4. Izin Mendirikan Rumah Sakit
5. Izin Operasional Rumah Sakit
6. Pemerintah Pusat
7. Menteri
8. Pemerintah Daerah
TUJUAN a. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
b. Untuk mengatur klasifikasi rumah sakit mencakup
semua jenis rumah sakit
MATERI MUATAN/ ASPEK 1. KETENTUAN
YANG DIATUR 2. PENDIRIAN DAN PENYELENGGARAAN
3. BENTUK RUMAH SAKIT
4. KLASIFIKASI RUMAH SAKIT
5. PERIZINAN RUMAH SAKIT
6. REGISTRASI DAN AKREDITASI RUMAH SAKIT
7. PENAMAAN RUMAH SAKIT
8. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
9. KETENTUAN PERALIHAN
10. KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI 1. TENAGA KEFARMASIAN
SANKSI Hukuman pidana dan sanksi administratif
KETENTUAN A. KETENTUAN PERALIHAN
PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Semua Rumah Sakit yang telah memiliki izin
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit dan
telah diperoleh penetapan kelas, tetap berlaku sampai habis
masa berlakunya izin;
b. Permohonan izin Rumah Sakit yang sedang dalam
proses, tetap dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan
Rumah Sakit;
c. Rumah Sakit yang telah memiliki izin berdasarkan
ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit tetapi
belum ditetapkan kelasnya harus mengajukan permohonan Izin
Operasional berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 2
(dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan;
d. Rumah Sakit Khusus yang menggunakan nama
kekhususan selain yang ditentukan dalam pasal 59 ayat (1) dan
Rumah Sakit yang menggunakan nama sebagaimana dimaksud
dalampasal 77 ayat (1) harus menyesuaikan dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan;
e. Rumah Sakit yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
termasuk instansi Pemerintah lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) yang belum berbentuk unit pelaksana
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus
menyesuaikan diri paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan;
B. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomoe
340/Menkes/per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah sakit,
kecuali lampiran II kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
sepanjang belum diganti;
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
2264/Menkes/SK/XI/2011 tentang Pelaksanaan Petizinan
Rumah Sakit; dan
d. Semua peraturan pelaksanaan yang terkait dengan
klasifikasi, perizinan, dan penamaan Rumah Sakit sepanjang
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini;
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

ASPEK PERMENKES RI NO. 3 TAHUN 2020


JUDUL KLASIFIKASI DAN PERIZINAN RUMAH SAKIT

LATAR BELAKANG a. Mendukung upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan


kesehatan secara menyeluruh dan terpadu;
b. Menyesuaikan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30
Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. Melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 28
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

DASAR HUKUM 1. Pasal 17 ayat (3) UUD RI                      Tahun 1945;


2. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
5. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
6. UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
7. PP No. 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
8. PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik;
9. PMK No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan;

KETENTUAN UMUM Definisi: Rumah Sakit, Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara


Elektronik atau Online Single Submission (OSS), Lembaga
Pengelola dan Penyelenggara OSS, Izin Mendirikan Rumah
Sakit, Izin Operasional Rumah Sakit, Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Kementerian Kesehatan, Menteri, dan
Direktur Jenderal.
TUJUAN a. Mendukung upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu;
b. Menyesuaikan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30
Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. Melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (4) dan Pasal 28
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

MATERI Bentuk dan Jenis Pelayanan, Klasifikasi, Perizinan,


MUATAN/ASPEK YANG Penyelenggaraan, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan
DIATUR Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI Pelayanan kefarmasian, sumber daya manusia, tenaga
kefarmasian, dan perizinan 
SANKSI Sanksi Pidana
KETENTUAN Ketentuan Peralihan
PERALIHAN/PENUTUP (1) Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
a. Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Mendirikan dan Izin
Operasional berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 26 Tahun 2018, atau Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2019, tetap berlaku sampai habis masa
berlakunya izin;
b. Rumah Sakit yang sedang dalam proses pengajuan Izin
Mendirikan dan/atau Izin Operasional baru atau perpanjangan
Izin Operasional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 26 Tahun 2018 atau Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2019, tetap diberikan Izin Mendirikan
dan/atau Izin Operasional sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 atau Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019;
c. Rumah Sakit yang telah memiliki Izin Mendirikan dan Izin
Operasional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
56 Tahun 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun
2018, atau Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019
harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan;
d. Reviu kelas Rumah Sakit yang telah memiliki Izin
Operasional berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit dan/atau Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan, tetap
dilakukan menggunakan klasifikasi Rumah Sakit yang diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit atau Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit; dan
e. Reviu kelas Rumah Sakit yang telah memiliki Izin
Operasional berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tetap dilakukan menggunakan
klasifikasi Rumah Sakit yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019,
(2) Ketentuan reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d dan huruf e hanya untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini
diundangkan.
(3) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c tidak berlaku bagi Rumah Sakit yang sudah memiliki
Izin Operasional tetapi bangunan tidak terintegrasi  dan tidak
saling terhubung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(2).

Ketentuan Penutup
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan

ASPEK PMK No. 889 TAHUN 2011


Jo. PMK No. 31 TAHUN 2016
Judul Registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian
Latar Untuk melaksanakan ketentuan pasal 37 ayat (4), pasal 42 ayat (4), pasal 50 ayat
Belakang/ (3) peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian,
Alasan perlu menetapkan peraturan menteri kesehatan tentang registrasi, izin praktik, dan
Diterbitkan izin kerja tenaga kefarmasian

Dasar Hukum 1. Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah


(lembaran negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 125, tambahan
lembaran negara Republik Indonesia nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan undang-undang nomor 12 tahun 2008
(lembaran negara Republik Indonesia tahun 2008 nomor 59, tambahan
lembaran negara Republik Indonesia nomor 4844)

2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran


negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 144, tambahan lembaran negara
Republik Indonesia nomor 5063)

3. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (lembaran


negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 153, tambahan lembaran negara
Republik Indonesia nomor 5072)

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679)

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607)

6. Peraturan Presiden nomor 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas, dan


fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas, dan fungsi eselon I
kementerian negara

7. Peraturan Presiden nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59)

8. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan


(lembaran negara Republik Indonesia tahun 1996 nomor 49, tambahan
lembaran negara Republik Indonesia nomor 3637)
9. Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan
farmasi dan alat kesehatan (lembaran negara Republik Indonesia tahun 1998
nomor 138, tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 3781)

10. Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan


pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota (lembaran negara Republik Indonesia tahun
2007 nomor 82, tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 4737)

11. Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan


kefarmasian (lembaran negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 124,
tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 5044)

12. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang


Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322)
12. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508)

14. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1144/menkes/per/VIII/2010 tentang


organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan

Ketentuan Definisi : 
Umum
1. Pekerjaan kefarmasian
2. Tenaga kefarmasian, apoteker
3. Tenaga teknis kefarmasian
4. Sertifikat kompetensi profesi
5. Registrasi, registrasi ulang, surat tanda registrasi apoteker (STRA)
6. Surat tanda registrasi apoteker khusus (STRA Khusus)
7. Surat tanda registrasi tenaga teknis kefarmasian (STRTTK)
8. Surat izin praktek apoteker (SIPA)
9. Surat izin kerja apoteker (SIKA)
10. Surat izin kerja tenaga teknis kefarmasian (SIKTTK)
11. Komite farmasi nasional (KFN)
12. Organisasi profesi
13. Direktur jenderal
14. Menteri
Menyesuaikan dan memastikan legalitas tenaga kefarmasian yang menjalankan
Tujuan pekerjaan kefarmasian telah teregistrasi, memiliki izin praktik dan izin kerja
sesuai dengan persyaratan dan standar hokum yang telah ditentukan 

Materi Muatan Registrasi, izin praktik dan izin kerja, komite farmasi nasional, pembinaan dan
/  pengawasan
Aspek Yang
Diatur
Materi Farmasi Definisi : pekerjaan kefarmasian, tenaga kefarmasian, apoteker, tenaga teknis
kefarmasian, sertifikat kompetensi profesi, registrasi, registrasi ulang, surat tanda
registrasi apoteker (STRA), surat tanda registrasi apoteker khusus (STRA
Khusus), surat tanda registrasi tenaga teknis kefarmasian (STRTTK), surat izin
praktek apoteker (SIPA), surat izin kerja apoteker (SIKA), surat izin kerja tenaga
teknis kefarmasian (SIKTTK), komite farmasi nasional (KFN), organisasi
profesi, direktur jenderal, menteri

Sanksi -

Aturan Ketentuan Peralihan


Peralihan / Pasal 34
Penutup 1. Apoteker yang telah memiliki surat penugasan atau surat izin kerja
berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 184/MENKES/PER/ II/1995
tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan ijin kerja apoteker
sebagaimana telah diubah dengan peraturan menteri kesehatan nomor
695/MENKES/PER/VI/2007, dianggap telah memiliki STRA, SIPA, atau
SIKA berdasarkan peraturan menteri ini
2. Asisten apoteker dan analis farmasi yang telah memiliki surat izin asisten
apoteker dan surat izin kerja asisten apoteker berdasarkan peraturan menteri
kesehatan nomor 679/MENKES/SK/V/2003 tentang registrasi dan izin kerja
asisten apoteker, dianggap telah memiliki STRTTK DAN SIKTTK
berdasarkan peraturan menteri ini
3. Apoteker atau asisten apoteker dan analis farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mengganti surat penugasan, surat izin kerja,
surat izin asisten apoteker, atau surat izin kerja asisten apoteker dengan
STRA dan SIPA/SIKA atau STRTTK dan SIKTTK paling lambat 31 agustus
2011 sesuai dengan peraturan menteri ini

Pasal 35
1. Dalam rangka mengganti surat penugasan dan/atau SIK dengan STRA
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara
mendaftar melalui website KFN
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
selambatlambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal 31 agustus 2011 dengan
melampirkan:
a. fotokopi kartu tanda penduduk/surat izin mengemudi/paspor
b. fotokopi ijazah apoteker
c. sik atau surat penugasan
d. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar
3. Setelah mendapatkan STRA untuk pertama kalinya, apoteker wajib
mengurus SIPA dan SIKA di dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan

Pasal 36
1. Dalam rangka mengganti SIAA atau SIK asisten apoteker dengan strttk
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara
mendaftar melalui dinas kesehatan provinsi
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan
melampirkan:
a. fotokopi kartu tanda penduduk/surat izin mengemudi/paspor
b. fotokopi ijazah tenaga teknis kefarmasian
c. SIAA atau SIK asisten apoteker
d. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar
3. Setelah mendapatkan STRTTK untuk pertama kalinya, tenaga teknis
kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di dinas kesehatan kabupaten/kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan

Pasal 37
Masa berlaku STRA, STRTTK, SIPA, SIKA, dan SIKTTK sebagaimana
dimaksud dalam pasal 35 dan pasal 36 diberikan berdasarkan tanggal kelahiran
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang bersangkutan.

Ketentuan Penutup
1. Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku, maka;
a. peraturan menteri kesehatan nomor 184/MENKES/PER/II/1995 tentang
penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker
b. keputusan menteri kesehatan nomor 679/MENKES/SK/V/2003 tentang
registrasi dan izin kerja asisten apoteker
c. peraturan menteri kesehatan nomor 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang
perubahan kedua atas peraturan menteri kesehatan nomor
184/MENKES/PER/II/1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan
izin kerja apoteker, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak diundangkan
No Aspek PMK Nomor 9 Tahun 2014
.
1. Judul Klinik
2. Latar Belakang Untuk implementasi pengaturan penyelenggaraan klinik sesuai
perkembangan dan perlindungan kepada masyarakat, perlu dilakukan
perubahan terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
028/MENKES/PER/I/2011 tentang Klinik, dan menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Klinik.
3.  Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengeloaan Sampah,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan,
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
363/Menkes/Per/IV/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat
Kesehatan Pada Sarana Pelayanan Kesehatan, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 657/Menkes/Per/VIII/2009 tentang Pengiriman dan
Penggunaan Spesimen Klinik, Materi Biologik dan Muatan
Informasinya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
411/Menkes/Per/III/2010 tentang Laboratorium Klinik, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun
2012 tentang Rahasia Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
4.  Ketentuan Umum Definisi klinik, tenaga kesehatan, instalasi farmasi, pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan menteri.
5.  Tujuan Untuk mengatur dan menetapkan peraturan tentang klinik.
6.  Materi Jenis klinik, persyaratan klinik, perizinan klinik, penyelenggaraan
Muatan/Aspek yang klinik, pembinaan dan pengawasan klinik.
Diatur
7. Materi Farmasi Klinik kefarmasian, instalasi farmasi, tenaga kesehatan kefarmasian.
8.  Sanksi Tidak dicantumkan.
9. Aturan 1. Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Keputusan Menteri
Peralihan/Penutup Kesehatan Nomor 666/Menkes/SK/VI/2007 tentang Klinik Rawat
Inap Pelayanan Medik Dasar, tetap dapat menyelenggarakan
pelayanan sampai habis masa berlakunya izin, perpanjangan izin
klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini.
2. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 tentang
Klinik dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
666/MENKES/SK/VI/2007 tentang Klinik Rawat Inap Pelayanan
Medik Dasar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal di
undangkan.
ASPEK PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 44 TAHUN 2016
JUDUL  PEDOMAN MANAJEMEN PUSKESMAS

LATAR
BELAKANG /
ALASAN 1.  Puskesmas sebagai tulang punggung penyelenggaraan upaya
DITERBITKAN pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya
berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal

2. melaksanakan upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat


tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan agar menghasilkan kinerja Puskesmas yang efektif
dan efisien 
DASAR HUKUM  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah 
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan 
4. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional 
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat 
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan 
KETENTUAN -
UMUM
TUJUAN  1. Bertujuan agar puskesmas sebagai penyelenggaraan upaya
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya
berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal

2. Terciptanya upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat


tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan agar menghasilkan kinerja Puskesmas yang efektif
dan efisien 
MATERI MUATAN / 1. Perencanaan
ASPEK YANG 2. Penggerakan dan Pelaksanaan
DIATUR 3. Pengawasan, Pengadilan, dan Penilaian Kinerja
4. Dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dalam Manajemen
Puskesmas
MATERI FARMASI Perencanaan

SANKSI -

ATURAN Pedoman ini bersifat dinamis, sehingga daerah dapat melakukan


PERALIHAN / pengembangan dan penyesuaian berdasarkan kondisi daerah dan
PENUTUP  perkembangan kebijakan dan ilmu pengetahuan, dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan manajemen Puskesmas.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan (1
September 2016)
ASPEK Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2017
Akreditasi Rumah Sakit
Latar Belakang / 1. Untuk melindungi masyarakat terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit
Alasan dan melaksanakan amanat ketentuan Pasal 40 ayat (4) Undang-Undang
Diterbitkan Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, diperlukan penyempurnaan
terhadap penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit
2. Karena Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan rumah
sakit dan pelayanan kesehatan
Dasar Hukum 1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 
2. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 
3. Perpres No. 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit 
4. PMK No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit 
5. PMK No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan 
Ketentuan Definisi : 
Umum 1. Akreditasi Rumah Sakit 
2. Standar Akreditasi 
3. Rumah Sakit 
4. Pemerintah Pusat
5. Pemerintah Daerah 
6. Menteri 
7. Direktur Jendral 
Tujuan Bertujuan untuk : 
1. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan melindungi
keselamatan pasien rumah sakit; 
2. Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di
rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi; 
3. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan; dan 
4. Meningkatkan profesionalisme rumah sakit indonesia di mata
internasional. 
Materi Muatan / 1. Ketentuan Umum
Aspek Yang 2. Penyelenggaraan Akreditasi 
Diatur 3. Kewajiban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 
4. Pembinaan dan Pengawasan 
5. Ketentuan Peralihan 
6. Ketentuan Penutup 
Materi Farmasi Rumah sakit, pelayanan rumah sakit. Meningkatkan
perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di Rumah
Sakit dan Rumah Sakit sebagai institusi 
Sanksi - 
Aturan Peralihan 1. Rumah Sakit yang belum terakreditasi harus menyesuaikan dengan
/ Penutup ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak
diundangkan 
2. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. 
ASPEK PMK NOMOR 73 TAHUN 2016
JUDUL  STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
1. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
LATAR BELAKANG/
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
ALASAN DITERBITKAN
Kefarmasian di Apotek masih belum memenuhi kebutuhan
hukum di masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan.
2. perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan 
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan 
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian 
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
DASAR HUKUM Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika 
8. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen,
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun -3- 2015 tentang
Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Kementerian 
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
Definisi tentang Apotek, Standar Pelayanan Kefarmasian,
Pelayanan Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Obat, Alat
KETENTUAN UMUM Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian, Direktur Jenderal, Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Menteri, 
1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
TUJUAN 3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).
MATERI Definisi, Tujuan, Standar Pelayanan Kefarmasian, Pengelolaan
MUATAN/ASPEK Sediaan Farmasi, Pelayanan farmasi klinik, Sumber Daya
Kefarmasian, Evaluasi mutu Pelayanan Kefarmasian, laporan
YANG DIATUR Pelayanan Kefarmasian,Pembinaan dan Pengawasan, Sanksi,
Aturan Peralihan.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan Bahan Medis
Habis Pakai: perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan dan
pelaporan
2. Pelayanan farmasi klinik: pengkajian Resep, dispensing,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan
Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan
MATERI FARMASI Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat
(MESO).
3. Sumber daya kefarmasian: sumber daya manusia, sarana
dan prasarana
4. Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian
secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas
kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. peringatan tertulis;
SANKSI 2. penghentian sementara kegiatan
3. pencabutan izin.  
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1162) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
ATURAN
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
PERALIHAN/PENUTUP
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1169), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Katalog PMK Nomor 26 Tahun 2020 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
1. Definisi
Definis Pelayanan  kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
i kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah unit


pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja

2. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP


Sub Aspek Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas, meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan
Pengelolaan b. Permintaan 
c. Penerimaan 
d. Penyimpanan
e. Pendistribusian
f. Pengendalian 
g. Pencatatan, pelaporan, pengarsipan; dan
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan
Pemilihan/ Proses seleksi sediaan farmasi dan BMHP dilakukan dengan
Seleksi mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi sediaan farmasi periode
sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi, dan rencana pengembangan 

Proses seleksi sediaan farmasi dan BMHP juga harus mengacu pada Daftar
Obat Esensial Nasional dan Formularium Nasional
Perencanaan Proses perencaan per tahun dilakukan secara: berjenjang (bottom-up)
Puskesmas diminta untuk menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
Pengadaan/ Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan
Permintaan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintahan daerah
setempat
Penerimaan Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap sediaan farmasi
dan BMHP yang diserahkan, mencakup: jumlah kemasan/peti, jenis dan
jumlah sediaan farmasi, bentuk sediaan sesuai dengan isi dokumen LPLPO,
ditandatangani oleh tenaga kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas 
Apabila tidak sesuai, maka dapat mengajukan keberatan
Masa kedaluwarsa minimal disesuaikan dengan pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan
Penyimpanan Penyimpanan harus mempertimbangkan:
a. Bentuk dan jenis sediaan
b. Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan, seperti
suhu penyimpanana, cahaya, dan kelembaban
c. Mudah atau tidaknya meledak
d. Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan per-uu-an
Tempat penyimpanan tidak dipakai untuk menyimpan barang lain
Pendistribusian Distribusi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi di sub-unit
pelayanan dengan jenis, mutu, jumlah, dan waktu yang tepat
Pendistribusian ke sub unit dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai
resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per sekali minum
(dispensing dosis unit), atau kombinasi
Pendistribusian ke jaringan puskesmas dilakukan dengan penyerahan obat
sesuai dengan kebutuhan
Pemusnahan dan Penarikan sediaan farmasi dilakukan bila:
Penarikan 1. Tidak memenuhi standar berdasarkan perintah BPOM (mandatory
recall) atau berdasarkan inisiatif pemilik izin edar (voluntary recall)
2. Produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri

Pemusnahan dilakukan apabila:


1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2. Telah kedaluwarsa
3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
Kesehatan
Dicabut izin edarnya
Tahapan pemusnahan:
1. Membuat daftar sediaan farmasi dan BMHP yang akan dimusnahkan
2. Menyiapkan berita acara pemusnahan
3. Mengoordinasikan jadwal, metode, dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait
4. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku
Pengendalian Pengendalian sediaan farmasi terdiri dari:
1. Pengendaliaan persediaan
2. Pengendalian penggunaan
Penanganan sediaan farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa
Pencatatan dan Pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian kegiatan dalam
Pelaporan pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP yang diterima, disimpan,
didistribusikan, dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
3. Farmasi Klinik
Farmasi Pelayanan farmasi klinik di puskesmas meliput:
Klinik a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat
b. Pelayanan informasi obat (PIO)
c. Konseling
d. Ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap)
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
f. Pemantauan terapi obat
g. Evaluasi penggunaan obat

4. Sumber Daya Manusia


Sumber Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Daya Puskesmas dilaksanakan di ruang farmasi yang dipimpin oleh seorang Apoteker
Manusia sebagai penanggung jawab. Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, Apoteker penanggung jawab tersebut dapat dibantu oleh Apoteker,
Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga kesehatan lainnya berdasarkan
kebutuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Puskesmas belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab,
penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk
oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi (STRA) dan surat
izin praktik (SIPA) untuk melaksanan pelayanan kefarmasian di puskesmas
Jumlah apoteker di puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) apoteker
untuk 50 pasien per hari
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Sarana yang diperlukan:
Prasarana  Ruang penerimaan resep
 Ruang pelayanan resep dan peracikan 
 Ruang penyerahan obat
 Ruang konseling
 Ruang penyimpanan obat dan BMHP
 Ruang arsip 
ASPEK PERMENKES NOMOR 74 TAHUN 2016
JUDUL STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
LATAR Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar
BELAKANG/ALASAN Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, sebagaimana telah diubah dengan
DITERBITKAN Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas masih belum memenuhi kebutuhan
hukum di masyarakat
DASAR HUKUM UU 5/2009, UU 36/2009, UU 23/2014, UU 36/2014, PP 51/2009, PP
40/2013, Kepres 103/2001, PMK 75/2014, PMK 64/2015
KETENTUAN UMUM Definisi: Pusat kesehatan masyarakat, standar pelayanan kefarmasian,
pelayanan kefarmasian, sediaan farmasi, obat, bahan medis habis pakai,
apoteker, tenaga teknis kefarmasian, kepala BPOM, Menteri
TUJUAN 1. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kefarmasian
2. Menjamin Kepastian Hukum Bagi Tenaga Kefarmasian
3. Melindungi Pasien dan Masyarakat dari Penggunaan Obat yang
tidak rasional Dalam Rangka Keselamatan Pasien
MATERI Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, pelayanan
MUATAN/ASPEK YANG farmasi klinik, sumber daya kefarmasian, pengendalian mutu pelayanan
DIATUR kefarmasian
MATERI FARMASI 1. Definisi: standar pelayanan kefarmasian, pelayanan kefarmasian,
sediaan farmasi, obat, bahan medis habis pakai, apoteker, tenaga
teknis kefarmasian
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi : 
a. Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai: untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi, meningkatkan
penggunaan obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan
obat 
b. Permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai: memenuhi
kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
perencanaan. Permintaan diajukan kepada Dinkes kab./kota
c. Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai: menerima
sediaan farmasi dan BMHP dari instalasi farmasi kab./kota atau hasil
pengadaan puskesmas secara mandiri. Tenaga kefarmasian bertanggung
jawab atas penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat
dan BMHP. Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan mencakup
jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan
Farmasi sesuai dengan isi dokumen LPLPO
d. Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
mempertimbangkan: bentuk dan jenis sediaan; kondisi yang dipersyaratkan,
mudah atau tidak meledak/terbakar, narkotika dan psikotropika disimpan
sesuai peraturan, tempat penyimpanan tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya.
e. Pendistribusian: untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub
unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat
f. Pemusnahan dan penarikan: penarikan sediaan farmasi dilakukan
untuk yang tidak memenuhi ketentuan, penarikan BMHP terhadap produk
izin edar dicabut menteri
g. Pengendalian:terhadap persediaan, penggunaan, seddiaan farmasi
hilang, rusak dan kadaluwarsa
h. Administrasi:pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian
kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
i. Pemantauan dan evaluasi: harus dilaksanakan sesuai SOP
3. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Pengkajian dan pelayanan resep: seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis
b. Pelayanan Informasi Obat(PIO): memberikan informasi secara
akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien
c. Konseling: memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat
kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda
toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan Obat
d. Ronde/Visite Pasien: kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
e. MESO: pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO): memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping
g. Evaluasi Penggunaan Obat: menjamin Obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
4. Sumber Daya Kefarmasian
a. Pendidikan dan pelatihan : upaya peningkatan pengetahuan dan
keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan
kefarmasian
b. Sarana dan Prasarana: ruang penerimaan resep, ruang pelayanan
resep dan peracikan atau produksi sediaan, ruang penyerahan obat, ruang
konseling, ruang penyimpanan obat dan BMHP, ruang arsip
5. Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian
Kegiatan: Perencanaan, Pelaksanaan, tindakan hasil monitoring dan
evaluasi
SANKSI Sanksi Administratif
ATURAN PERALIHAN/ Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar
PENUTUP Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 906) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1170), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

Aspek  Peraturan Menteri Kesehatan No 3 Tahun 2015


Judul  PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI
Latar Belakang/ Menyesuaikan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 ,
Alasan Diterbitkan Nomor 688/Menkes/Per/VII/1997, Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997,
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Dasar Hukum  UU No 5/1997
 UU No 35/2009
 UU No 36/2009
 UU No 44/2009
 PP No 72/1998
 PP No 51/2009
 PP No 44/2010
 PP No 40/2013
 PP No 27/2014
 PMK No 1144/2010
 PMK No 1799/2010
 PMK No 1148/2011
 PMK No 10/2013
 PMK No. 9/2014
Ketentuan Umum Definisi : Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Penyaluran,
Penyerahan, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi
Pemerintah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Apotek, Toko Obat, Lembaga Ilmu Pengetahuan, . Importir Terdaftar
Psikotropika, Importir Terdaftar Prekursor Farmasi, Kepala Balai, Kepala
Badan, Direktur Jenderal, Menteri. 
Tujuan  Untuk mengimplementasikan peraturan Menteri Kesehatan tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Materi muatan/ Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Pencatatan dan Pelaporan,
Aspek yang diatur Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan peralihan, Ketentuan penutup
Materi farmasi Definisi: Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Industri Farmasi,
Pedagang Besar Farmasi, 
Sanksi Sanksi administratif 
Aturan Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 
peralihan/Penutup  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/VII/1997
tentang Peredaran Psikotropika dan 
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997
tentang Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
ASPEK PERATURAN MENTERI KESEHATAN 
NOMOR 44 TAHUN 2016
JUDUL Pedoman Manajemen Puskesmas
LATAR BELAKANG 1. Puskesmas sebagai tulang punggung penyelenggaraan upaya
/ ALASAN pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya
DITERBITKAN berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal
2. Untuk melaksanakan upaya Kesehatan, baik upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan
secara terpadu dan berkesinambungan agar menghasilkan kinerja
Puskesmas yang efektif dan efisien
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah 
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan 
4. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional 
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat 
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan 
KETENTUAN 1. Pusat Kesehatan Masyarakat
UMUM 2. Manajemen
3. Analisis Hubungan dalam Program dan Antar Program
4. Urgency, Seriousness, Growth (USG)
5. Keterpaduan Lintas Program
6. Pengawasan Internal
7. Pengendalian
8. Penilaian Kinerja Puskesmas
TUJUAN 1. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal
2. Melaksanakan upaya Kesehatan, baik upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan
secara terpadu dan berkesinambungan agar menghasilkan kinerja
Puskesmas yang efektif dan efisien
MATERI MUATAN / 1. Perencanaan
ASPEK YANG 2. Penggerakan dan Pelaksanaan
DIATUR 3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Kinerja
4. Dukungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dalam Manajemen
Puskesmas
MATERI FARMASI 1. Data Kinerja Puskesmas
2. Perencanaan
3. Penggerakan dan Pelaksanaan
4. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Kinerja
5. Manajemen
SANKSI Tidak ada

ATURAN 1. Pedoman Manajemen Puskesmas dapat dijadikan acuan bagi


PERALIHAN / lintas program dan lintas sektor terkait dalam pengelolaan Puskesmas
PENUTUP 2. Pedoman Manajemen Puskesmas bersifat dinamis, sehingga
daerah dapat melakukan pengembangan dan penyesuaian
berdasarkan kondisi daerah dan perkembangan kebijakan dan ilmu
pengetahuan, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
pelaksanaan manajemen Puskesmas
ASPEK PMK NO 4 TAHUN 2014
JUDUL KLINIK
LATAR Implementasi pengaturan penyelenggaraan klinik sesuai
BELAKANG/ALASAN perkembangan dan perlindungan kepada masyarakat
DITERBITKAN
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
2.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengeloaan
Sampah
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
9. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
363/Menkes/Per/IV/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat
Kesehatan Pada Sarana Pelayanan Kesehatan; 
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
657/Menkes/Per/VIII/2009 tentang Pengiriman dan Penggunaan
Spesimen Klinik, Materi Biologik dan Muatan Informasinya;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
411/Menkes/Per/III/2010 tentang Laboratorium Klinik;
15. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan
16. Peraturan Menteri KesehatanNomor 001 Tahun 2012 tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
17. Peraturan Menteri KesehatanNomor 36 Tahun 2012 tentang
Rahasia Kedokteran
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan

KETENTUAN UMUM Definisi: Klinik, Tenaga Kesehatan, Instalasi Farmasi, Pemeintah


Pusat (Presiden), Pemerintah daerah (Gubernur), Menteri
TUJUAN Untuk mengimplementasikan pengaturan penyelenggaraan klinik
sesuai perkembangan dan perlindungan kepada masyarakat
MATERI MUATAN/ Jenis Klinik, Persyaratan (lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan,
ASPEK YANG DIATUR kefarmasian, laboratorium), Perizinan, Penyelenggaraan, Pembinaan
dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI  Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan
farmasi
 Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin
Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau
pendamping.
 Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang
diselenggarakan apoteker.
 Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang
bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik
perorangan maupun Klinik lain
 Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis
pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib
memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker

SANKSI -
ATURAN PERALIHAN  Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 666/Menkes/SK/VI/2007 tentang Klinik Rawat
Inap Pelayanan Medik Dasar, tetap dapat menyelenggarakan
pelayanan sampai habis masa berlakunya izin. 
 Perpanjangan izin klinik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
ini.
 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Klinik yang telah
terselenggara berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik, tetap dapat
menyelenggarakan pelayanan sampai habis masa berlakunya izin
 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Klinik yang sedang
dalam proses pengajuan izin baru atau perpanjangan izin dan
telah memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik,
tetap diberikan izin Klinik dan rekomendasi operasional Klinik.
 Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik,
harus menyesuaikan dengan Peraturan ini paling lambat 2 (dua)
tahun sejak diundangkan.

KETENTUAN  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


PENUTUP 028/MENKES/PER/I/2011 tentang Klinik; dan
 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
666/MENKES/SK/VI/2007tentang Klinik Rawat Inap Pelayanan
Medik Dasar, sepanjang mengenai ketentuan perizinan
penyelenggaraan Klinik; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
ASPEK Peraturan Menteri Kesehatan No 56 Tahun 2014
JUDUL Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
LATAR a. Bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, perlu
BELAKANG / dilakukan penyempurnaan sistem perizinan dan klasifikasi rumah sakit
ALASAN DI sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No 44 Tahun 2009
TERBITKAN tentang Rumah Sakit
b. Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan No 147/Menkes/Per/I/2010
tentang Perizinan Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan No
340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit belum
mencakup semua jenis Rumah Sakit sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 dan Pasal 28 Undang-
Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit 
DASAR HUKUM  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844)
 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072)
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemeterian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun
2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 741)
KETENTUAN Definisi : Rumah Sakit; Rumah Sakit Umum; Rumah Sakit Khusus; Izin
UMUM mendirikan; Izin Operasional Rumah Sakit; Pemerintah Pusat; Menteri;
Pemerintah Daerah
TUJUAN -
MATERI  Pendirian dan Penyelenggaraan
MUATAN / ASPEK  Bentuk Rumah Sakit
YANG DIATUR  Klasifikasi Rumah Sakit
 Perizinan Rumah Sakit
 Registrasi dan Akreditasi Rumah Sakit
 Penamaan Rumah Sakit
 Pembinaan dan Pengawasan
MATERI  Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
FARMASI kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi
klinik.
 Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
SANKSI Tindakan Administratif : teguran lisan; teguran tertulis; publikasi
menggunakan media elektronik atau media cetak; penyesuaian Izin
Operasional (penurunan kelas rumah sakit); pemberhentian sementara
sebagian kegiatan Rumah Sakit; pencabutan izin praktik tenaga kesehatan
dan/atau pencabutan Izin Operasional.
ATURAN Ketentuan Peralihan :
PERALIHAN / Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 
PENUTUP a. Semua Rumah Sakit yang telah memiliki izin berdasarkan
ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 dan
telah memperoleh penetapan kelas, tetap berlaku sampai habis masa
berlakunya izin; 
b. Permohonan izin Rumah Sakit yang sedang dalam proses, tetap
dilaksanakan 
c. Rumah Sakit yang telah memiliki izin berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010  tetapi belum
ditetapkan kelasnya harus mengajukan permohonan Izin Operasional
berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan;
d. Rumah Sakit Khusus harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri
ini diundangkan; 
e. Rumah Sakit yang diselenggarakan oleh Pemerintah, termasuk
instansi Pemerintah lainnya yang belum berbentuk unit pelaksana teknis 
harus menyesuaikan diri paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan;
Ketentuan Penutup :
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010
tentang Perizinan Rumah Sakit; 
b. b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit, kecuali Lampiran II Kriteria Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus sepanjang belum diganti; 
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2264/Menkes/SK/XI/2011
tentang Pelaksanaan Perizinan Rumah Sakit; dan 
d. semua peraturan pelaksanaan yang terkait dengan klasifikasi,
perizinan, dan penamaan Rumah Sakit sepanjang bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
ASPEK Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75
Tahun 2014
JUDUL Pusat Kesehatan Masyarakat
LATAR BELAKANG a. bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu
DITERBITKAN/ALASAN jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
DITERBITKAN memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan
nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan; 
b. bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat
perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka
meningkatkan derajat masyarakat serta menyukseskan
program jaminan sosial nasional; 
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesioa Nomor 5063);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637); 
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5542); 
4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan
Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 1118); 
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2013
tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil,
Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang Tidak Diminati (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 153); 
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
906); 
KETENTUAN UMUM Definisi:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan
2. Pusat kesehatan masyarakat
3. Dinas kesehatan kabupaten/kota
4. Upaya kesehatan masyarakat
5. Upaya kesehatan perseorangan
6. Tenaga kesehatan
7. Registrasi
8. Akreditasi puskesmas
9. System rujukan
10. Pelayanan kesehatan
11. System informasi puskesmas
12. Menteri
TUJUAN a. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki
perilaku sehat meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat
b. Mampu menjangkau pekayanan kesehatan bermutu
c. Terwujudnya kecamatan sehat
MATERI MUATAN/ ASPEK 1. KETENTUAN UMUM
YANG DIATUR 2. PRINSIP PENYELENGGARAAN, TUGAS,
FUNGSI DAN WEWENANG
3. PERSYARATAN
4. KATEGORI PUSKESMAS
5. PERIZINAN DAN REGISTRASI
6. PENYELENGGARAAN
7. PENDANAAN
8. SISTEM INFORMASI PUSKESMAS
9. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
10. KETENTUAN PRALIHAN
11. KETENTUAN PENUTUP
MATERI FARMASI 1. TENAGA KEFARMASIAN
2. PELAYANAN KEFARASIAN DI PUSKESMAS
3. RUANG FARMASI
SANKSI Hukuman pidana dan sanksi administratif
KETENTUAN A. KETENTUAN PERALIHAN
PERALIHAN/PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. lokasi dan bangunan Puskesmas yang telah berdiri
sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, dianggap telah
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
b. Puskesmas yang telah ada harus menyesuaikan dengan
Peraturan Menteri ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan. 
B. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
ASPEK Permenkes 72/2016

JUDUL Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit masih belum


LATAR BELAKANG /
memenuhi kebutuhan hukum di masyarakat sehingga perlu
ALASAN
dilakukan perubahan atas PMK sebelumnya
DITERBITKAN

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


DASAR HUKUM Indonesia Tahun 1945; 
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286); 
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia. Nomor 4297); 
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756); 
5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan
Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555); 

Definisi Rumah sakit, standar pelayanan kefarmasian, pelayanan


KETENTUAN UMUM kefarmasian, resep, sediaan farmasi, obat, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai, instalasi farmasi, apoteker, tenaga teknis
kefarmasian, direktur jendral, kepala badan pengawas obat dan
makanan, menteri

  Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian di RS


TUJUAN   Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian di RS
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) di RS 

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan


MATERI medis habis pakai
MUATAN/ASPEK 2. Pelayanan Farmasi Klinik
YANG DIATUR 3. Sumber Daya Kefarmasian
4. Pengorganisasian
5. Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian

Standar Pelayanan Kefarmasian, Pelayanan kefarmasian, Sediaan


MATERI FARMASI Farmasi, Instalasi farmasi, Apoteker, tenaga teknis kefarmasian,
Direktur Jendral pada Kementerian Kesehatan yang bertanggung
jawab di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.

Berupa sanksi administratif


SANKSI

ATURAN
-
PERALIHAN /
PENUTUP
Aspek PMK No. 919 Tahun 1993
Judul Kriteria Obat yang dapat Diserahkan tanpa Resep 
Latar Belakang/ 1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
Alasan sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang
Diterbitkan dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara
tepat, aman dan rasional; 
2. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional
dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan
untuk pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin penggunaan obat
secara tepat, aman dan rasional 
3. Perlu ditetapkan kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep 

Dasar Hukum 1. OOK


2. UU No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika
3. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 
4. PMK No. 917 Tahun 1993 Tentang Wajib Daftar ObatJadi

Ketentuan Definisi: Resep, Rasio khasiat keamanan, dan Menteri


Umum
Tujuan 1. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong
dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan
2. Untuk peningkatan pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin
penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional 
3. Perlu penetapan Kriteria Obat  yang dapat diserahkan tanpa resep

Materi Muatan/   Definisi, kriteria Obat yang dapat diserahkan tanpa resep 
Aspek Yang
Diatur

Materi 1. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria : 
Farmasi 1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita
hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun 
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. 
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia 
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang
dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri 
2. Penilaian terhadap obat yang dapat digolongkan menjadi obat yang
dapat diserahkan tanpa resep dilakukan secara terus menerus dengan
mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan
masyarakat. 
ASPEK PMK No. 3 Tahun 2015
JUDUL PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN DAN
PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN
PREKURSOR FARMASI
LATAR Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 tentang
BELAKANG/ Penyimpanan Narkotika, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
ALASAN 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika, dan
DITERBITKAN Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997
tentang Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika perlu
disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671)
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062)
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5126
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419)
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5533)
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/lll/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 741)
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 721) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 442)
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 370) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 585
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang
Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 178)
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 232)
KETENTUAN Definisi : Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi, Penyaluran,
UMUM Penyerahan, Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi
Pemerintah, Instalasi Farmasi Klinik, Apotek, Toko Obat, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, Importir Terdaftar Psikotropika, Importir Terdaftar
Prekursor Farmasi, Kepala Balai, Kepala Badan, Direktur Jenderal,
Menteri
TUJUAN 1.
Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar
dari Menteri. Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud
tersebut harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
2. Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi
persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan
MATERI Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Pencatatan dan Pelaporan,
MUATAN/ ASPEK Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan
YANG DIATUR
MATERI FARMASI Izin Peredaran, Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi. Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropika atau Prekursor
Farmasi. Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor. Farmasi
dalam Bentuk Ruahan dan Produk Obat Jadi. Instansi dan Lembaga
Resmi yang Boleh Menyalurkan atau Mendistribusikan Narkoba,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Pengiriman Narkotika, Psikotropika
dan Prekursor Farmasi serta Dokumen yang melengkapinya. Penyerahan
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Tempat Penyimpanan
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor farmasi. Pemusnahan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Pencatatan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
SANKSI Pidana dan sanksi administratif
ATURAN Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
PERALIHAN/ 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/Menkes/Per/I/ 1978
PENUTUP tentang Penyimpanan Narkotika;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/ Menkes/ Per/ VII/ 1997
tentang Peredaran Psikotropika; dan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997 tentang
Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan Psikotropika, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

ASPEK PMK Nomor 73 Tahun 2016


JUDUL  Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
LATAR BELAKANG/ Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
ALASAN DITERBITKAN Kefarmasian di Apotek masih belum memenuhi kebutuhan
hukum di masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan.
2. Perlunya ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan 
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan 
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian 
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
DASAR HUKUM Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika 
8. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen,
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun -3- 2015 tentang
Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Kementerian 
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
Definisi tentang Apotek, Standar Pelayanan Kefarmasian,
Pelayanan Kefarmasian, Resep, Sediaan Farmasi, Obat, Alat
KETENTUAN UMUM Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian, Direktur Jenderal, Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Menteri, 
TUJUAN 1. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
2. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety).
Definisi, Tujuan, Standar Pelayanan Kefarmasian, Pengelolaan
MATERI Sediaan Farmasi, Pelayanan farmasi klinik, Sumber Daya
MUATAN/ASPEK Kefarmasian, Evaluasi mutu Pelayanan Kefarmasian, laporan
YANG DIATUR Pelayanan Kefarmasian,Pembinaan dan Pengawasan, Sanksi,
Aturan Peralihan.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan Bahan Medis
Habis Pakai: perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan dan
pelaporan
2. Pelayanan farmasi klinik: pengkajian Resep, dispensing,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan
Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), Pemantauan
MATERI FARMASI Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat
(MESO).
3. Sumber daya kefarmasian: sumber daya manusia, sarana
dan prasarana
4. Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan Kefarmasian
secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas
kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. peringatan tertulis;
SANKSI 2. penghentian sementara kegiatan
3. pencabutan izin.  
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1162) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
ATURAN
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
PERALIHAN/PENUTUP
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1169), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai