DASAR HUKUM 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3330);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin
Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3596);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis
dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4975);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5126);
14. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 tentang
Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha Industri;
15. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan
Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen;
16. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan;
KETENTUAN UMUM Definisi : Obat, Bahan obat, Industri Farmasi, Pembuatan Obat,
Cara Pembuatan Obat yang Baik, Farmakovigilans, Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktur Jenderal, Menteri
MATERI FARMASI Definisi : Obat, Bahan obat, Industri Farmasi, Pembuatan Obat,
Cara Pembuatan Obat yang Baik, Farmakovigilans, Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan
PMK 3/2015
KATALOG 3
PMK 26/2018
SANKSI -
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, seluruh industri
Alat Kesehatan dan industri Perbekalan Kesehatan Rumah
KETENTUAN Tangga harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri
PERALIHAN/PENUTUP
ini, paling lambat dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
KATALOG 7
ASPEK PERMENKES RI NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010
PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
JUDUL
KESEHATAN RUMAH TANGGA
a. Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat
terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang
tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan
LATAR BELAKANG b. ketentuan mengenai produksi alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004
tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga perlu disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
1. UU No 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
2. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
DASAR HUKUM 3. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. PP No 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
Definisi Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
Rekondisi/remanufacturing, Bahan Baku, Produksi, Pembuatan,
KETENTUAN UMUM Perakitan, Pengemasan, Sertifikat Produksi, Izin Edar,
Perusahaan, Perusahaan Rumah Tangga, Mutu, Penanggung
jawab teknis, Menteri, Direktur Jenderal.
Untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat
terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat
TUJUAN
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
MATERI TUJUAN PENGGUNAAN ALAT KESEHATAN
MUATAN/ASPEK STANDAR ALKES DAN PKRT
PRODUKSI
PEMELIHARAAN MUTU
EKSPOR
YANG DIATUR PENARIKAN KEMBALI DAN PEMUSNAHAN
BIAYA
PELAPORAN
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
MATERI FARMASI Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan yang memiliki sertifikat
produksi. Bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan
kemanfaatan alat kesehatan/PKRT yang diproduksinya dan
menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang Baik dan
tidak terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses
penyimpanan, penggunaan dan transportasi.
Makloon merupakan pelimpahan sebagian atau seluruh
kegiatan pembuatan alat kesehatan dan/atau PKRT dari
pemilik merek atau pemilik formula kepada perusahaan lain
yang telah memiliki sertifikat produksi
Bangunan yang digunakan untuk memproduksi alat
kesehatan dan/atau PKRT harus memenuhi persyaratan
teknis dan higiene sesuai dengan jenis produk yang
diproduksi.
Peralatan yang digunakan untuk memproduksi alat
kesehatan dan/atau PKRT harus memenuhi persyaratan dan
selalu dalam keadaan terpelihara sesuai dengan jenis
produknya.
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi alat
kesehatan dan/atau PKRT harus memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Sertifikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) kelas berdasarkan hasil pemeriksaan kesiapan pabrik
dalam penerapan Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau
PKRT yang Baik
menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT.
Perusahaan yang memiliki sertifikat produksi alat kesehatan
dan/atau PKRT dapat mengekspor alat kesehatan dan/atau
PKRT ke luar wilayah Republik Indonesia.
Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari
peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau
dicabut izin edarnya, dilaksanakan oleh dan menjadi
tanggung jawab perusahaan yang memproduksi alat
kesehatan dan/atau PKRT.
a. sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai
dengan pencabutan sertifikat produksi
SANKSI
b. sanksi pidana jika mengakibatkan seseorang mengalamai
gangguan kesehatan yang serius, cacat, atau kematian
KETENTUAN (1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
PERALIHAN/PENUTUP
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan atau PKRT yang telah
diterbitkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan
masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya;
b. permohonan sertifikat produksi yang sedang dalam proses
diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
(2) Sertifikat Produksi Alat Kesehatan atau PKRT yang telah
habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus disesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini.
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga sepanjang yang mengatur mengenai produksi alat
kesehatan dan PKRT, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
KATALOG 8
ASPEK PMK No. 1148 Tahun 2011
JUDUL PEDAGANG BESAR FARMASI
1. Masyarakat perlu dilindungi dari peredaran obat dan bahan
obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
khasiat/manfaat
2. Pengaturan Pedagang Besar Farmasi dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang
LATAR
Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan
BELAKANG /
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
ALASAN
1191/Menkes/SK/IX/2002 dan pengaturan Pedagang Besar
DITERBITKAN
Farmasi Penyalur Bahan Baku Obat dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 287/MENKES/SK/X/1976
tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan
Baku Obat sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum
DASAR HUKUM 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949)
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor
11. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005
12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara
13. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/
SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/
Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan
Definisi: Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF cabang, obat,
bahan obat, Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Kepala
KETENTUAN
Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (Kepala Balai
UMUM
POM), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Kepala
Badan), Direktur Jenderal, dan Menteri
TUJUAN Mengatur regulasi PBF
Perizinan PBF (Umum, Tata Cara Pemberian Izin PBF, Tata
MATERI MUATAN Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang, Masa Berlaku);
/ ASPEK YANG Penyelenggaraan PBF; Gudang PBF; Pelaporan PBF;
DIATUR Pembinaan dan Pengawasan PBF; Ketentuan Peralihan;
Ketentuan Penutup
1. Definisi: Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF cabang,
obat, bahan obat, Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
2. Perizinan PBF (Umum, Tata Cara Pemberian Izin PBF,
MATERI FARMASI
Tata Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang, Masa
Berlaku); Penyelenggaraan PBF; Gudang PBF; Pelaporan
PBF; Pembinaan dan Pengawasan PBF
SANKSI Sanksi administratif berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pencabutan pengakuan; atau
d. pencabutan izin.
ATURAN PERALIHAN / 1. PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin dan/atau
PENUTUP pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan,
wajib menyesuaikan perizinan dan penyelenggaraan
usahanya paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya
Peraturan Menteri ini
2. Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan
sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap
diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan,
Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat.
3. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor
1191/MENKES/SK/IX/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976 tentang Ketentuan
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan
Baku
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KATALOG 9
ASPEK PMK No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010
JUDUL Penyaluran Alat Kesehatan
1. Untuk menjamin menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan
alat kesehatan yang didistribusikan kepada konsumen, perlu
mengatur penyaluran alat kesehatan.
LATAR BELAKANG /
2. PMK No. 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
ALASAN
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sudah
DITERBITKAN
tidak sesuai lagi.
3. Diperlukan penetapan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyaluran Alat Kesehatan.
1. UU No. 8 Tahun 1999
2. UU No. 32 Tahun 2004
3. UU No. 26 Tahun 2009
4. PP No. 72 Tahun 1998
DASAR HUKUM
5. PP No. 38 Tahun 2007
6. PP No. 13 Tahun 2009
7. PP No. 24 Tahun 2010
8. PMK No. 1575/Menkes/Per/XII/2005.
Definisi:
1. Alat Kesehatan
2. Penyalur Alat Kesehatan
3. Cabang Penyalur Alat Kesehatan
4. Toko alat kesehatan
KETENTUAN UMUM 5. Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik
6. Pedagang eceran obat
7. Sertifikat pemberitahuan ekspor
8. Sertifikat bebas jual
9. Menteri
10. Direktur Jenderal.
TUJUAN Untuk menjamin penyaluran alat kesehatan dengan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan yang sesuai.
1. Penyaluran
MATERI / ASPEK
2. Persyaratan
UTAMA YANG
3. Ketentuan peralihan
DIATUR
4. Ketentuan penutup.
Definisi:
Penyaluran
1. Perizinian
Persyaratan dan Tata Cara
Izin Cabang PAK
Toko Alat Kesehatan
2. Penyerahan Alat Kesehatan
MATERI FARMASI 3. Sarana dan Prasarana
4. Pemeriksaan
5. Pelaporan
6. Ekspor dan Impor.
Pembinaan dan pengawasan
1. Penarikan Kembali
2. Pemusnahan
3. Tindakan Administratif.
Pelanggaran dikenakan tindakan administratif oleh Direktur
Jenderal, kepala dinas kesehatan propinsi, dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota, berupa:
SANKSI
1. Teguran lisan
2. Teguran tertulis
3. Pencabutan izin.
ATURAN 1. Semua izin PAK, izin Cabang PAK,izin sub PAK dan izin toko
PERALIHAN / alat kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku sampai
PENUTUP dengan habis masa berlakunya.
2. Izin PAK, izin Cabang PAK, izin sub PAK, dan izin toko alat
kesehatan yang telah habis masa berlakunya, disesuaikan
dengan peraturan ini.
3. Izin sub PAK yang diterbitkan mengikuti peraturan sebelumnya
dan tiodak memiliki masa berlaku dinyatakan tetap berlaku
oaling lama 3 tahun sejak peraturan ini.
4. Izin Sub PAK menyesuaikan dengan peraturan ini menjadi
PAK,cabang PAK atau toko alat kesehatan.
5. PMK No. 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
dinyatakan tidak berlaku lagi.
6. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
ASPEK PMK 75 tahun 2014
JUDUL PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
LATAR a. Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas
BELAKANG/ALASAN pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan
DITERBITKAN penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya
subsistem upaya kesehatan;
b. Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata
ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan
kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat
masyarakat serta menyukseskan program jaminan sosial
nasional;
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 8737);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
7. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012
tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perseorangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 122);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan
Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 1118);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2013
tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil,
Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
Tidak Diminati (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 153);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
906);
ATURAN 1. Pada saat PMK ini berlaku maka PMK No. 085 Tahun
PERALIHAN/PENUTUP 1989 dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan Penutup
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
ASPEK PMK No. 889 TAHUN 2011
Jo. PMK No. 31 TAHUN 2016
Judul Registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian
Latar Untuk melaksanakan ketentuan pasal 37 ayat (4), pasal 42 ayat (4), pasal 50
Belakang/ ayat (3) peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
Alasan kefarmasian, perlu menetapkan peraturan menteri kesehatan tentang
Diterbitkan registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian
Ketentuan Definisi :
Umum 1. Pekerjaan kefarmasian
2. Tenaga kefarmasian, apoteker
3. Tenaga teknis kefarmasian
4. Sertifikat kompetensi profesi
5. Registrasi, registrasi ulang, surat tanda registrasi apoteker (STRA)
6. Surat tanda registrasi apoteker khusus (STRA Khusus)
7. Surat tanda registrasi tenaga teknis kefarmasian (STRTTK)
8. Surat izin praktek apoteker (SIPA)
9. Surat izin kerja apoteker (SIKA)
10. Surat izin kerja tenaga teknis kefarmasian (SIKTTK)
11. Komite farmasi nasional (KFN)
12. Organisasi profesi
13. Direktur jenderal
14. Menteri
Menyesuaikan dan memastikan legalitas tenaga kefarmasian yang
Tujuan menjalankan pekerjaan kefarmasian telah teregistrasi, memiliki izin praktik
dan izin kerja sesuai dengan persyaratan dan standar hokum yang telah
ditentukan
Materi Muatan Registrasi, izin praktik dan izin kerja, komite farmasi nasional, pembinaan
/ dan pengawasan
Aspek Yang
Diatur
Materi Definisi : pekerjaan kefarmasian, tenaga kefarmasian, apoteker, tenaga teknis
Farmasi kefarmasian, sertifikat kompetensi profesi, registrasi, registrasi ulang, surat
tanda registrasi apoteker (STRA), surat tanda registrasi apoteker khusus
(STRA Khusus), surat tanda registrasi tenaga teknis kefarmasian (STRTTK),
surat izin praktek apoteker (SIPA), surat izin kerja apoteker (SIKA), surat
izin kerja tenaga teknis kefarmasian (SIKTTK), komite farmasi nasional
(KFN), organisasi profesi, direktur jenderal, menteri
Sanksi -
Pasal 35
1. Dalam rangka mengganti surat penugasan dan/atau SIK dengan STRA
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara
mendaftar melalui website KFN
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
selambatlambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal 31 agustus 2011
dengan melampirkan:
a. fotokopi kartu tanda penduduk/surat izin mengemudi/paspor
b. fotokopi ijazah apoteker
c. sik atau surat penugasan
d. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar
3. Setelah mendapatkan STRA untuk pertama kalinya, apoteker wajib
mengurus SIPA dan SIKA di dinas kesehatan kabupaten/kota tempat
pekerjaan kefarmasian dilakukan
Pasal 36
1. Dalam rangka mengganti SIAA atau SIK asisten apoteker dengan strttk
sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara
mendaftar melalui dinas kesehatan provinsi
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan
melampirkan:
a. fotokopi kartu tanda penduduk/surat izin mengemudi/paspor
b. fotokopi ijazah tenaga teknis kefarmasian
c. SIAA atau SIK asisten apoteker
d. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar
3. Setelah mendapatkan STRTTK untuk pertama kalinya, tenaga teknis
kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di dinas kesehatan kabupaten/kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan
Pasal 37
Masa berlaku STRA, STRTTK, SIPA, SIKA, dan SIKTTK sebagaimana
dimaksud dalam pasal 35 dan pasal 36 diberikan berdasarkan tanggal
kelahiran apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang bersangkutan.
Ketentuan Penutup
1. Pada saat peraturan menteri ini mulai berlaku, maka;
a. peraturan menteri kesehatan nomor 184/MENKES/PER/II/1995
tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker
b. keputusan menteri kesehatan nomor 679/MENKES/SK/V/2003
tentang registrasi dan izin kerja asisten apoteker
c. peraturan menteri kesehatan nomor 695/MENKES/PER/VI/2007
tentang perubahan kedua atas peraturan menteri kesehatan nomor
184/MENKES/PER/II/1995 tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti
dan izin kerja apoteker, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak diundangkan
LATAR
BELAKANG /
ALASAN 1. Puskesmas sebagai tulang punggung penyelenggaraan upaya
DITERBITKAN pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah
kerjanya berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat
kesehatan yang optimal
SANKSI -
Katalog PMK Nomor 26 Tahun 2020 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
1. Definisi
Definisi Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
Proses seleksi sediaan farmasi dan BMHP juga harus mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional dan Formularium Nasional
Perencanaan Proses perencaan per tahun dilakukan secara: berjenjang (bottom-up)
Puskesmas diminta untuk menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO)
Pengadaan/ Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai
Permintaan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
pemerintahan daerah setempat
Penerimaan Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap sediaan
farmasi dan BMHP yang diserahkan, mencakup: jumlah kemasan/peti,
jenis dan jumlah sediaan farmasi, bentuk sediaan sesuai dengan isi
dokumen LPLPO, ditandatangani oleh tenaga kefarmasian, dan diketahui
oleh Kepala Puskesmas
Apabila tidak sesuai, maka dapat mengajukan keberatan
Masa kedaluwarsa minimal disesuaikan dengan pengelolaan di
Puskesmas ditambah satu bulan
Penyimpanan Penyimpanan harus mempertimbangkan:
a. Bentuk dan jenis sediaan
b. Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan,
seperti suhu penyimpanana, cahaya, dan kelembaban
c. Mudah atau tidaknya meledak
d. Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan per-uu-an
Tempat penyimpanan tidak dipakai untuk menyimpan barang lain
Pendistribusian Distribusi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi di sub-
unit pelayanan dengan jenis, mutu, jumlah, dan waktu yang tepat
Pendistribusian ke sub unit dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai
resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per sekali minum
(dispensing dosis unit), atau kombinasi
Pendistribusian ke jaringan puskesmas dilakukan dengan penyerahan
obat sesuai dengan kebutuhan
Pemusnahan dan Penarikan sediaan farmasi dilakukan bila:
Penarikan 1. Tidak memenuhi standar berdasarkan perintah BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiatif pemilik izin edar
(voluntary recall)
2. Produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri
3. Farmasi Klinik
Farmasi Pelayanan farmasi klinik di puskesmas meliput:
Klinik a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat
b. Pelayanan informasi obat (PIO)
c. Konseling
d. Ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap)
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
f. Pemantauan terapi obat
g. Evaluasi penggunaan obat
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 666/Menkes/SK/VI/2007 tentang Klinik
Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar, tetap dapat
menyelenggarakan pelayanan sampai habis masa berlakunya
izin.
Perpanjangan izin klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
ini.
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Klinik yang telah
terselenggara berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik, tetap
dapat menyelenggarakan pelayanan sampai habis masa
berlakunya izin
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Klinik yang sedang
dalam proses pengajuan izin baru atau perpanjangan izin dan
telah memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang
Klinik, tetap diberikan izin Klinik dan rekomendasi
operasional Klinik.
Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang
Klinik, harus menyesuaikan dengan Peraturan ini paling
lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkan.
ATURAN
PERALIHAN / -
PENUTUP
Aspek PMK No. 919 Tahun 1993
Judul Kriteria Obat yang dapat Diserahkan tanpa Resep
Latar 1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
Belakang/ sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang
Alasan dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri
Diterbitkan secara tepat, aman dan rasional;
2. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional
dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang
dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang sekaligus menjamin
penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
3. Perlu ditetapkan kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep
Materi Muatan/ Definisi, kriteria Obat yang dapat diserahkan tanpa resep
Aspek Yang
Diatur
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat 2 UU Dasar, pasal 10 ayat (3) UU No.9 tahun 1960
KETENTUAN -
PERALIHAN /
PENUTUP
ASPEK PP NO. 19 TAHUN 2005
SANKSI -
ASPEK PP No. 31 Tahun 2019
Bahwa untuk melakseake ketentuan pasal 11, pasai 16, Pasal 2l ayat
LATAR (s), pasat 44 ayat (3), pasat 46 ayat (3), pasal 47 ayat (4), Pasal 52, dd
BELAKANG / pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2O14 tentang
ALASAN jaminan produk halal, perlu menetapkkan peraturan pemerintah
DITERBITKAN tentang peraturan pelaksanaan Undang- Undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang jaminan Produk halal:
MATERI
-
FARMASI
SANKSI -
Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang mengatur
KETENTUAN
mengenai JPH dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait,
PENUTUP
dinyatakan msih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.
ASPEK PP NO 32 TH 1996
JUDUL Tenaga Kesehatan
LATAR BELAKANG Pelaksanaan ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, dipandang perlu menetapkan PP
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, UU NO. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan
KETENTUAN UMUM Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan, Menteri
TUJUAN Menetapkan PP tentang Tenaga Kesehatan
ISI Jenis Tenaga Kesehatan, Persyaratan, Perencanaan, Pengadaan
dan Penempatan, Standar Profesi dan Perlindungan Hukum,
Ikatan Profesi, Tenaga Kesehatan WNA, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Pidana
SANKSI Pidana denda
KETENTUAN 1. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
PENUTUP berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada
dinyatakan masih tetap berlaku, jika tidak bertentangan
dan/atau belum diganti
2. PP ini berlaku sejak tanggal diundangkan
ASPEK PP No 32 Tahun 2019
JUDUL RENCANA TATA RUANG LAUT
LATAR BELAKANG 1. Wilayah laut sebagai bagian terbesar wilayahIndonesia
merupakan modal strategis nasional untukpembangunan
yang perlu direncanakan dan dikelolasecara baik dan benar
2. Pengelolaan ruang laut yang meliputiperencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, danpengendalian dilakukan
untuk melindungi sumber dayadan lingkungan serta untuk
memanfaatkan potensisumber daya atau kegiatan di wilayah
laut yang berskalanasional dan internasional
3. Untuk melaksanakan pengelolaan ruang laut
4. Rencana tata ruang laut merupakan hasil dari proses
perencanaan tata ruang laut sebagaimana diaturdalam Pasal
43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang
Kelautan dan sebagai komplemendari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentangPengesahan
United Nations Conuention on the Lana of theSea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentangHukum Laut
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan
Ruang
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang Kelautan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
KETENTUAN UMUM Definisi: Laut, Kelautan, Tata Ruang Laut, Struktur Ruang
Laut, Pola Ruang Laut, Rencana Tata Ruang Laut, Wilayah
Perairan, Wilayah Yurisdiksi, Wilayah Pertahanan Negara,
Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan
Strategis Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu,
Benda Muatan Kapal Tenggelam, Cagar Budaya, Kawasan
Antarwilayah, Peraturan Pemanfaatan Ruang, Sentra Kelautan
dan Perikanan Terpadu, Pulau Kecil, Pulau-Pulau Kecil
Terluar, Alur Laut, Alur Pelayaran, Perikanan, Pergaraman,
Wisata Bahari, Pertambangan, Sumber Daya Kelautan, Sumber
Daya Ikan, Industri Maritim, Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Nelayan Kecil, Nelayan Tradisional, Pembudi Daya
Ikan Kecil, Ruang Penghidupan, Menteri
TUJUAN 1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjangnasional
bidang Kelautan;
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
nasional bidang Kelautan
3. Perwujudan keterpaduan dan keserasian pembangunan serta
kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah dalam
memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang Laut
4. Penetapan lokasi dan fungsi ruang Laut untuk kegiatanyang
bernilai strategis nasional
5. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
6. Perencanaan zor,asi kawasan Laut; dan
7. Arahan dalam pemberian izin lokasi perairan dan izin
pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil serta di Laut
MATERI MUATAN/ Rencana Tata Ruang Laut Wilayah Perairan, Penetapan
ASPEK YANG DIATUR Kawasan Strategis Nasional Dan Kawasan Antar Wilayah,
Rencana Tata Ruang Laut Wilayah Yurisdiksi, Arahan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut, Ketentuan Lain-Lain,
Ketentuan Penutup
MATERI FARMASI
SANKSI
ATURAN 1. RTRL ini berlaku selama 20 (dua puluh) tahun
PERALIHAN/PENUTUP 2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
ASPEK PP 10/2018
JUDUL Badan Nasional Sertifikasi Profesi
1. Karena dalam mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi perlu peningkatan kualitas
sumber daya manusia ketenagakerjaan yang berdayasaing dan memiliki
LATAR
standar global.
BELAKANG/
2. Karena saat ini telah ditetapkan PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
ALASAN
Sertifikasi Profesi sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU
DITERBITKAN
13/2OO3 tentang Ketenagakerjaan.
3. Karena PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi Profesi perlu
dilakukan penyempurnaan untuk menyesuaikan kebutuhan saat ini.
1. Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945
DASAR HUKUM
2. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
Berisi definisi dari: Sertifikasi Kompetensi Kerja, Badan Nasional
KETENTUAN
Sertifikasi Profesi (BNSP), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Lisensi,
UMUM
Profesi, Menteri.
1. Untuk mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi.
2. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU 13/2OO3 tentang
TUJUAN
Ketenagakerjaan.
3. Untuk menyempurnakan PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi
Profesi agar sesuai dengan kebutuhan saat ini.
BAB I Ketentuan Umum (Pasal 1); BAB II Pembentukan dan Tugas (Pasal
2-4); BAB III Organisasi (Bagian I: Keanggotaan (Pasal 5-7), Bagian II:
MATERI
Sekretariat (Pasal 8), Bagian III: Kelompok Kerja dan Tenaga Ahli (Pasal
MUATAN/
9)); BAB IV Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian (Pasal 10-19);
ASPEK YANG
BAB V Tata Kerja (Pasal 20-21); BAB VI Pembiayaan (Pasal 22); BAB
DIATUR
VII Ketentuan Lain-Lain (Pasal 23); BAB VIII Kententuan Peralihan
(Pasal 24); BAB IX Ketentuan Penutup (Pasal 25-26); Penjelasan.
Pasal 1 Angka 5 (Pengertian Profesi), Pasal 6 dan 7 (Keanggotaan BNSP),
MATERI Pasal 10-19 (Pengangkatan, Masa Jabatan, Hak, Pemberhentian,
FARMASI Penggantian Anggota BNSP, Masa Jabatan Anggota Pengganti, Kewajiban
dan Penilaian Kinerja Anggota BNSP).
SANKSI -
1. Semua peraturan pelaksanaan dari PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
ATURAN Sertifikasi Profesi sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
PERALIHAN/ Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkarrnya peraturan
PENUTUP pelaksanaan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
2. PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku.
ASPEK PP 24 TAHUN 2018
JUDUL Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik
LATAR BELAKANG 1. bahwa dalam rangka percepatan dan
peningkatan penanaman modal dan berusaha,
perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha
terintegrasi secara elektronik;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal serta Pasal 6 dan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua AtasUndang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik;
DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
KETENTUAN UMUM Definisi:
Penerintah pusat, pemerintahan daerah, pemerintah
daerah, Perizinan Berusaha, OSS, Pelaku Usaha,
Pendaftaran, Izin Usah, Izin Komersial atau
Operasional, Komitmen, Lembaga Pengelola dan
Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga
OSS, Nomor Induk Berusaha, Nomor Pokok Wajib
Pajak, Tanda Daftar Perusahaan, Angka Pengenal
Importir, Nomor Induk Kependudukan, Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Izin Lokasi, Izin
Lokasi Perairan, Rencana Detail Tata Ruang, Izin
Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
UpayaPemantauan Lingkungan Hidup, Analisis
Dampak Lingkungan Hidup, RencanaPengelolaan
Lingkungan Hidup, Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup, Izin Mendirikan Bangunan, Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Dokumen Elektronik, Tanda Tangan
Elektronik
TUJUAN 1. Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diuraikan dalam berbagai urusan
pemerintahan yang pelaksanaannya dilakukan
oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
3. Urusan pemerintahansebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup kewenangan pemberian
PerizinanBerusaha, fasilitas, dan/atau
kemudahan untuk pelaksanaan berusaha.
MATERI MUATAN/ASPEK YG 1. Izin, standar sebelum berlakunya peraturan
DIATUR pemerintah, izin usaha dan izin komersial atau
operasional setelah berlakunya peraturan
pemerintah ini
2. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan
penyelenggaraan kewenangan pemberian
Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
3. Peraturan perundang-undangan lainnya yang
terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan peraturan perundang-undangan yang
mengatur kewenangan sektor atau kewenangan
daerah dalam Perizinan Berusaha sepanjang
tidak diatur dalam undang-undang dan tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
4. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) termasuk pemberian fasilitas dan/atau
kemudahan untuk pelaksanaan berusaha.
5. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
kewenangan pemberian Perizinan Berusaha.
MATERI FARMASI -
ATURAN PERALIHAN 1. Jenis, Pemohon, Penerbit Perizinan Berusaha
2. Pelaksanaan Perizinan Berusaha
3. Reformasi Perizinan Berusaha Sektor
4. Sistem OSS
5. Lembaga OSS
6. Pendanaan OSS
7. Insentif atau Disinsentif Pelaksanaan Perizinan
Berusaha melalui OSS
8. Penyelesaian permasalahan dan hambatan
Perizinan Berusaha melalui OSS dansanksi.
KETENTUAN PENUTUP Pada saaat peraturan ini mulai berlaku, PP 24 tahun
2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik mengantur mengenai undang-undang,
perizinan, nomer izin, pelayanan, dan peraturan.
ASPEK PMK NO. 7 Tahun 2020
DASAR HUKUM Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419), UU No.23 Tahun 1992,
UU No. 5 Tahun 1997, UU No.22 Tahun 1997, UU No.8 Tahun
1999, PP No.72 Tahun 1998, PP No.38 Tahun 2007, PP No.9 Tahun
2005, Permenkes No.1575/Menkes/Per/XI/2005
KETENTUAN Definisi : Izin edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi, Obat Kontrak,
UMUM Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat
palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi
paten, Menteri, Kepala Badan
MATERI MUATAN / Persyaratan registrasi, Tata cara memperoleh izin edar, Pelaksanaan
ASPEK YANG izin edar, Evaluasi kembali
DIATUR
MATERI FARMASI Registrasi Obat narkotika, Registrasi obat kontrak, Registrasi obat
impor, Registrasi obat khusus ekspor, Registrasi obat yang
dilindungi paten,
MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
MUATAN / cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin edar,
ASPEK YANG sanksi.
DIATUR
MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
FARMASI cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin
edar, sanksi.
TUJUAN Agar setiap kosmetik yag beredar memenuhi standar dan /atau
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai ketentuan
peraturan perundang undangan.
DASAR HUKUM 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601);
KETENTUAN UMUM Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat
PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan
dan perawatan kesehatan untuk manusia, pen
TUJUAN 1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
MATERI MUATAN Izin Edar, Penandaan, Iklan, Pemeliharaan Mutu, Ekspor dan Impor,
Perselisihan Keagenan, Peran Serta Masyarakat, Binwas, Ketentuan
Peralihan, Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI Alkes, PKRT, PAK, Izin Edar, Surat Ket.Impor dan Ekspor,
penandaan Etiket/Label
SANKSI Sanksi Administratif terdiri berupa, Peringatan lisan;
Peringatan tertulis; Pencabutan izin.
Sanksi pidana, bila pelanggaran mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan kesehatan yg serius.
KETENTUAN/PENUTUP Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang
mengatur mengenai izin edar alat kesehatan dan PKRT dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
ASPEK PKaBPOM No. 24 Thn 2017
JUDUL KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
LATAR BELAKANG a. melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu perlu
dilakukan registrasi obat sebelum diedarkan;
b. ketentuan kriteria dan tata laksana registrasi obat
ATURAN PERALIHAN Jika Pendaftar melakukan Registrasi yang memiliki lebih dari
1 (satu) kekuatan Zat Aktif, maka harus memiliki perbedaan
spesifikasi antara lain ukuran, bentuk, dan/atau warna.
KETENTUAN/PENUTUP Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia
ASPEK PKaBPOM No 25/2017
JUDUL TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG
BAIK
LATAR BELAKANG Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik, perlu menetapkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Tata Cara Sertifikasi
Cara Distribusi Obat yang Baik;
DASAR HUKUM 1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen
Ordonnantie, Staatsblad 1949:419);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5062); - 2 - 4.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5419);
8. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 370) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun
2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1097);
10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.34.11.1.7542 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1268);
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1714);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);
13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan;
KETENTUAN UMUM 1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk memengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
2. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat
dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi
termasuk baku pembanding.
3. Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDOB adalah cara distribusi/penyaluran Obat dan/atau
Bahan Obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang
jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
4. Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran Obat
dan/atau Bahan Obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
6. Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan
bukti bahwa PBF atau PBF Cabang telah memenuhi
persyaratan CDOB dalam mendistribusikan Obat dan/atau
Bahan Obat.
7. Pemohon adalah PBF atau PBF Cabang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Audit Pemenuhan Persyaratan CDOB yang selanjutnya
disebut Pemeriksaan adalah pemeriksaan secara langsung
terhadap sarana distribusi/penyaluran untuk mengetahui
pemenuhan persyaratan CDOB.
MATERI FARMASI -
SANKSI sanksi administrative:
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala
Badan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa: a.
peringatan secara tertulis; b. penghentian sementara
kegiatan; dan/atau c. pencabutan Sertifikat CDOB.
(2) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif
berupa penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, apabila PBF atau PBF
Cabang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. telah
memiliki izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang
lebih dari 12 (dua belas) bulan dan belum mengajukan
permohonan Sertifikat CDOB; b. permohonan Sertifikat
CDOB ditolak; c. telah mendapatkan persetujuan
pembaharuan izin atas perubahan nama, lokasi dan/atau
lingkup kegiatan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat
lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan
permohonan perubahan Sertifikat CDOB; d. telah
mendapatkan persetujuan penambahan atau perubahan
gudang lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan
permohonan perubahan Sertifikat CDOB; atau - 13 - e.
masa berlaku Sertifikat CDOB habis dan belum
mengajukan resertifikasi CDOB.
(3) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif
berupa pencabutan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, apabila PBF atau PBF Cabang
memenuhi kriteria sebagai berikut: a. terjadi penyimpangan
penerapan CDOB yang mengakibatkan penyalahgunaan
pendistribusian Obat dan/atau Bahan Obat; b. dengan
sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan tidak
terlaksanakannya CDOB; c. tidak melakukan kegiatan
pengadaan dan penyaluran selama 6 (enam) bulan berturut-
turut; dan/atau d. izin PBF atau pengakuan sebagai PBF
Cabang sudah tidak berlaku atau dicabut.
(4) Dalam hal Sertifikat CDOB dicabut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), PBF dan PBF Cabang dilarang melakukan
kegiatan pengadaan dan penyaluran.
MATERI FARMASI -
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor
28 Tahun 2019 Tentang Bahan Penolong Dalam Pengolahan Pangan
KETENTUAN / PENUTUP -
HIRARKI
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat 2 UU Dasar, pasal 10 ayat (3) UU No.9 tahun 1960
KETENTUAN -
PERALIHAN /
PENUTUP
ASPEK PP NO. 19 TAHUN 2005
SANKSI -
ASPEK PP No. 31 Tahun 2019
Bahwa untuk melakseake ketentuan pasal 11, pasai 16, Pasal 2l ayat
LATAR (s), pasat 44 ayat (3), pasat 46 ayat (3), pasal 47 ayat (4), Pasal 52, dd
BELAKANG / pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2O14 tentang
ALASAN jaminan produk halal, perlu menetapkkan peraturan pemerintah
DITERBITKAN tentang peraturan pelaksanaan Undang- Undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang jaminan Produk halal:
MATERI
-
FARMASI
SANKSI -
Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang mengatur
KETENTUAN
mengenai JPH dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait,
PENUTUP
dinyatakan msih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.
ASPEK PP NO 32 TH 1996
JUDUL Tenaga Kesehatan
LATAR BELAKANG Pelaksanaan ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, dipandang perlu menetapkan PP
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, UU NO. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan
KETENTUAN UMUM Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan, Menteri
TUJUAN Menetapkan PP tentang Tenaga Kesehatan
ISI Jenis Tenaga Kesehatan, Persyaratan, Perencanaan, Pengadaan
dan Penempatan, Standar Profesi dan Perlindungan Hukum,
Ikatan Profesi, Tenaga Kesehatan WNA, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Pidana
SANKSI Pidana denda
KETENTUAN 3. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
PENUTUP berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada
dinyatakan masih tetap berlaku, jika tidak bertentangan
dan/atau belum diganti
4. PP ini berlaku sejak tanggal diundangkan
ASPEK PP No 32 Tahun 2019
JUDUL RENCANA TATA RUANG LAUT
LATAR BELAKANG 5. Wilayah laut sebagai bagian terbesar wilayahIndonesia
merupakan modal strategis nasional untukpembangunan
yang perlu direncanakan dan dikelolasecara baik dan benar
6. Pengelolaan ruang laut yang meliputiperencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, danpengendalian dilakukan
untuk melindungi sumber dayadan lingkungan serta untuk
memanfaatkan potensisumber daya atau kegiatan di wilayah
laut yang berskalanasional dan internasional
7. Untuk melaksanakan pengelolaan ruang laut
8. Rencana tata ruang laut merupakan hasil dari proses
perencanaan tata ruang laut sebagaimana diaturdalam Pasal
43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang
Kelautan dan sebagai komplemendari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
Dasar Hukum 6. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentangPengesahan
United Nations Conuention on the Lana of theSea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentangHukum Laut
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan
Ruang
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang Kelautan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
KETENTUAN UMUM Definisi: Laut, Kelautan, Tata Ruang Laut, Struktur Ruang
Laut, Pola Ruang Laut, Rencana Tata Ruang Laut, Wilayah
Perairan, Wilayah Yurisdiksi, Wilayah Pertahanan Negara,
Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan
Strategis Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu,
Benda Muatan Kapal Tenggelam, Cagar Budaya, Kawasan
Antarwilayah, Peraturan Pemanfaatan Ruang, Sentra Kelautan
dan Perikanan Terpadu, Pulau Kecil, Pulau-Pulau Kecil
Terluar, Alur Laut, Alur Pelayaran, Perikanan, Pergaraman,
Wisata Bahari, Pertambangan, Sumber Daya Kelautan, Sumber
Daya Ikan, Industri Maritim, Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Nelayan Kecil, Nelayan Tradisional, Pembudi Daya
Ikan Kecil, Ruang Penghidupan, Menteri
TUJUAN 8. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjangnasional
bidang Kelautan;
9. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
nasional bidang Kelautan
10. Perwujudan keterpaduan dan keserasian pembangunan serta
kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah dalam
memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang Laut
11. Penetapan lokasi dan fungsi ruang Laut untuk kegiatanyang
bernilai strategis nasional
12. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
13. Perencanaan zor,asi kawasan Laut; dan
14. Arahan dalam pemberian izin lokasi perairan dan izin
pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil serta di Laut
MATERI MUATAN/ Rencana Tata Ruang Laut Wilayah Perairan, Penetapan
ASPEK YANG DIATUR Kawasan Strategis Nasional Dan Kawasan Antar Wilayah,
Rencana Tata Ruang Laut Wilayah Yurisdiksi, Arahan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut, Ketentuan Lain-Lain,
Ketentuan Penutup
MATERI FARMASI
SANKSI
ATURAN 3. RTRL ini berlaku selama 20 (dua puluh) tahun
PERALIHAN/PENUTUP 4. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
ASPEK PP 10/2018
JUDUL Badan Nasional Sertifikasi Profesi
4. Karena dalam mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi perlu peningkatan kualitas
sumber daya manusia ketenagakerjaan yang berdayasaing dan memiliki
LATAR
standar global.
BELAKANG/
5. Karena saat ini telah ditetapkan PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
ALASAN
Sertifikasi Profesi sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU
DITERBITKAN
13/2OO3 tentang Ketenagakerjaan.
6. Karena PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi Profesi perlu
dilakukan penyempurnaan untuk menyesuaikan kebutuhan saat ini.
3. Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945
DASAR HUKUM
4. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
Berisi definisi dari: Sertifikasi Kompetensi Kerja, Badan Nasional
KETENTUAN
Sertifikasi Profesi (BNSP), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Lisensi,
UMUM
Profesi, Menteri.
4. Untuk mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi.
5. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU 13/2OO3 tentang
TUJUAN
Ketenagakerjaan.
6. Untuk menyempurnakan PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi
Profesi agar sesuai dengan kebutuhan saat ini.
BAB I Ketentuan Umum (Pasal 1); BAB II Pembentukan dan Tugas (Pasal
2-4); BAB III Organisasi (Bagian I: Keanggotaan (Pasal 5-7), Bagian II:
MATERI
Sekretariat (Pasal 8), Bagian III: Kelompok Kerja dan Tenaga Ahli (Pasal
MUATAN/
9)); BAB IV Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian (Pasal 10-19);
ASPEK YANG
BAB V Tata Kerja (Pasal 20-21); BAB VI Pembiayaan (Pasal 22); BAB
DIATUR
VII Ketentuan Lain-Lain (Pasal 23); BAB VIII Kententuan Peralihan
(Pasal 24); BAB IX Ketentuan Penutup (Pasal 25-26); Penjelasan.
Pasal 1 Angka 5 (Pengertian Profesi), Pasal 6 dan 7 (Keanggotaan BNSP),
MATERI Pasal 10-19 (Pengangkatan, Masa Jabatan, Hak, Pemberhentian,
FARMASI Penggantian Anggota BNSP, Masa Jabatan Anggota Pengganti, Kewajiban
dan Penilaian Kinerja Anggota BNSP).
SANKSI -
3. Semua peraturan pelaksanaan dari PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
ATURAN Sertifikasi Profesi sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
PERALIHAN/ Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkarrnya peraturan
PENUTUP pelaksanaan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
4. PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku.
ASPEK PP 24 TAHUN 2018
JUDUL Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik
LATAR BELAKANG 3. bahwa dalam rangka percepatan dan
peningkatan penanaman modal dan berusaha,
perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha
terintegrasi secara elektronik;
4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal serta Pasal 6 dan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua AtasUndang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi
Secara Elektronik;
DASAR HUKUM 4. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
KETENTUAN UMUM Definisi:
Penerintah pusat, pemerintahan daerah, pemerintah
daerah, Perizinan Berusaha, OSS, Pelaku Usaha,
Pendaftaran, Izin Usah, Izin Komersial atau
Operasional, Komitmen, Lembaga Pengelola dan
Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga
OSS, Nomor Induk Berusaha, Nomor Pokok Wajib
Pajak, Tanda Daftar Perusahaan, Angka Pengenal
Importir, Nomor Induk Kependudukan, Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Izin Lokasi, Izin
Lokasi Perairan, Rencana Detail Tata Ruang, Izin
Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
UpayaPemantauan Lingkungan Hidup, Analisis
Dampak Lingkungan Hidup, RencanaPengelolaan
Lingkungan Hidup, Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup, Izin Mendirikan Bangunan, Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Dokumen Elektronik, Tanda Tangan
Elektronik
TUJUAN 4. Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
5. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diuraikan dalam berbagai urusan
pemerintahan yang pelaksanaannya dilakukan
oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
6. Urusan pemerintahansebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup kewenangan pemberian
PerizinanBerusaha, fasilitas, dan/atau
kemudahan untuk pelaksanaan berusaha.
MATERI MUATAN/ASPEK YG 6. Izin, standar sebelum berlakunya peraturan
DIATUR pemerintah, izin usaha dan izin komersial atau
operasional setelah berlakunya peraturan
pemerintah ini
7. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan
penyelenggaraan kewenangan pemberian
Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
8. Peraturan perundang-undangan lainnya yang
terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan peraturan perundang-undangan yang
mengatur kewenangan sektor atau kewenangan
daerah dalam Perizinan Berusaha sepanjang
tidak diatur dalam undang-undang dan tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
9. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) termasuk pemberian fasilitas dan/atau
kemudahan untuk pelaksanaan berusaha.
10. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan
kewenangan pemberian Perizinan Berusaha.
MATERI FARMASI -
ATURAN PERALIHAN 9. Jenis, Pemohon, Penerbit Perizinan Berusaha
10. Pelaksanaan Perizinan Berusaha
11. Reformasi Perizinan Berusaha Sektor
12. Sistem OSS
13. Lembaga OSS
14. Pendanaan OSS
15. Insentif atau Disinsentif Pelaksanaan Perizinan
Berusaha melalui OSS
16. Penyelesaian permasalahan dan hambatan
Perizinan Berusaha melalui OSS dansanksi.
KETENTUAN PENUTUP Pada saaat peraturan ini mulai berlaku, PP 24 tahun
2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik mengantur mengenai undang-undang,
perizinan, nomer izin, pelayanan, dan peraturan.
ASPEK PMK NO. 7 Tahun 2020
DASAR HUKUM Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419), UU No.23 Tahun 1992,
UU No. 5 Tahun 1997, UU No.22 Tahun 1997, UU No.8 Tahun
1999, PP No.72 Tahun 1998, PP No.38 Tahun 2007, PP No.9 Tahun
2005, Permenkes No.1575/Menkes/Per/XI/2005
KETENTUAN Definisi : Izin edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi, Obat Kontrak,
UMUM Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat
palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi
paten, Menteri, Kepala Badan
MATERI MUATAN / Persyaratan registrasi, Tata cara memperoleh izin edar, Pelaksanaan
ASPEK YANG izin edar, Evaluasi kembali
DIATUR
MATERI FARMASI Registrasi Obat narkotika, Registrasi obat kontrak, Registrasi obat
impor, Registrasi obat khusus ekspor, Registrasi obat yang
dilindungi paten,
MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
MUATAN / cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin edar,
ASPEK YANG sanksi.
DIATUR
MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
FARMASI cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin
edar, sanksi.
TUJUAN Agar setiap kosmetik yag beredar memenuhi standar dan /atau
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai ketentuan
peraturan perundang undangan.
DASAR HUKUM 4. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601);
KETENTUAN UMUM Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat
PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan
dan perawatan kesehatan untuk manusia, pen
TUJUAN 4. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
5. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
6. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
MATERI MUATAN Izin Edar, Penandaan, Iklan, Pemeliharaan Mutu, Ekspor dan Impor,
Perselisihan Keagenan, Peran Serta Masyarakat, Binwas, Ketentuan
Peralihan, Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI Alkes, PKRT, PAK, Izin Edar, Surat Ket.Impor dan Ekspor,
penandaan Etiket/Label
SANKSI Sanksi Administratif terdiri berupa, Peringatan lisan;
Peringatan tertulis; Pencabutan izin.
Sanksi pidana, bila pelanggaran mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan kesehatan yg serius.
KETENTUAN/PENUTUP Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang
mengatur mengenai izin edar alat kesehatan dan PKRT dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
ASPEK PKaBPOM No. 24 Thn 2017
JUDUL KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
LATAR BELAKANG a. melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu perlu
dilakukan registrasi obat sebelum diedarkan;
b. ketentuan kriteria dan tata laksana registrasi obat
ATURAN PERALIHAN Jika Pendaftar melakukan Registrasi yang memiliki lebih dari
1 (satu) kekuatan Zat Aktif, maka harus memiliki perbedaan
spesifikasi antara lain ukuran, bentuk, dan/atau warna.
KETENTUAN/PENUTUP Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Badan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia
ASPEK PKaBPOM No 25/2017
JUDUL TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG
BAIK
LATAR BELAKANG Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik, perlu menetapkan Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Tata Cara Sertifikasi
Cara Distribusi Obat yang Baik;
DASAR HUKUM 14. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen
Ordonnantie, Staatsblad 1949:419);
15. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671);
16. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5062); - 2 - 4.
17. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3781);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5419);
21. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 370) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun
2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1097);
23. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.34.11.1.7542 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1268);
24. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1714);
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);
26. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan;
KETENTUAN UMUM 9. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk memengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
10. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat
dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi
termasuk baku pembanding.
11. Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDOB adalah cara distribusi/penyaluran Obat dan/atau
Bahan Obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang
jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
12. Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran Obat
dan/atau Bahan Obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
13. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
14. Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan
bukti bahwa PBF atau PBF Cabang telah memenuhi
persyaratan CDOB dalam mendistribusikan Obat dan/atau
Bahan Obat.
15. Pemohon adalah PBF atau PBF Cabang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
16. Audit Pemenuhan Persyaratan CDOB yang selanjutnya
disebut Pemeriksaan adalah pemeriksaan secara langsung
terhadap sarana distribusi/penyaluran untuk mengetahui
pemenuhan persyaratan CDOB.
MATERI FARMASI -
SANKSI sanksi administrative:
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala
Badan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa: a.
peringatan secara tertulis; b. penghentian sementara
kegiatan; dan/atau c. pencabutan Sertifikat CDOB.
(6) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif
berupa penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, apabila PBF atau PBF
Cabang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. telah
memiliki izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang
lebih dari 12 (dua belas) bulan dan belum mengajukan
permohonan Sertifikat CDOB; b. permohonan Sertifikat
CDOB ditolak; c. telah mendapatkan persetujuan
pembaharuan izin atas perubahan nama, lokasi dan/atau
lingkup kegiatan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat
lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan
permohonan perubahan Sertifikat CDOB; d. telah
mendapatkan persetujuan penambahan atau perubahan
gudang lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan
permohonan perubahan Sertifikat CDOB; atau - 13 - e.
masa berlaku Sertifikat CDOB habis dan belum
mengajukan resertifikasi CDOB.
(7) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif
berupa pencabutan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, apabila PBF atau PBF Cabang
memenuhi kriteria sebagai berikut: a. terjadi penyimpangan
penerapan CDOB yang mengakibatkan penyalahgunaan
pendistribusian Obat dan/atau Bahan Obat; b. dengan
sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan tidak
terlaksanakannya CDOB; c. tidak melakukan kegiatan
pengadaan dan penyaluran selama 6 (enam) bulan berturut-
turut; dan/atau d. izin PBF atau pengakuan sebagai PBF
Cabang sudah tidak berlaku atau dicabut.
(8) Dalam hal Sertifikat CDOB dicabut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), PBF dan PBF Cabang dilarang melakukan
kegiatan pengadaan dan penyaluran.
MATERI FARMASI -
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor
28 Tahun 2019 Tentang Bahan Penolong Dalam Pengolahan Pangan
KETENTUAN / PENUTUP -
Pasal 9
Huruf a yang dimaksud dengan “Pengelolaan Alat Kesehatan oleh Instalasi
Farmasi sistem satu pintu” adalah pengolahan alat medis habis pakai atau
peralatan non elektro medik antara lain: alat kontrasepsi IUDI, alat pemicu
jantung, implan dan stent.
SANKSI Sanksi administratif
ATURAN Rumah Sakit tetap dapat menyelenggarakan pelayanan rawat inap sesuai
PERALIHAN/ dengan kelas perawatan yang dimiliki sampai diselenggarakannya
PENUTUP pelayanan rawat inap kelas standar sebagaimana dimaksud dalam pasal 18.
Pelayanan rawat inap kelas standar ditetapkan paling lambat 1 Januari
2023.
Aspek UU No.32 tahun 2004
Judul PEMERINTAH DAERAH
Latar belakang 1. UU No. 22 tahun 1999 tentang
pemerintah daerah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan dan tuntutan
peyelenggaraan otoniomi daerah
sehingga perlu diganti
2. Pelaksanaan pelayanan
masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya belum dapat
terlaksana pemerintah dasa atau
kelurahan .
3. Penyelenggaraan layanan dasar
lainnya yang belum dapat di
lakukan
Dasar hukum Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18,
Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal20, Pasal 21,
Pasal 22 D , Pasal 23E ayat (2), Pasal
24A ayat(1), Pasal 31 ayat (4), Pasal 33,
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12,Pasal 13
danPasal 14 ayat (1) danayat (2)
Ketentuan umum Pemerintah pusat, Pemerintah daerah,
Dewan Perwakilan Rakya Daerah,
Otonomi daerah, DesentralisasiTugas
membantu peraturan daerah,Peraturan
kepala Daerah, Desa pertimbangan
keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah APBD
Tujuan Untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan,
dan peran serta masyarakat dapat
meningkatkand daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerintah, keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan suatu
daerah dalam system Kesatuan Republik
Indonesia
Isi Pembetukan daerah dan Kawasan
khusus, pembagian urusan
pemerinta ,penyelenggaraan
pemerintah ,pengawasan daerah,
peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah, kesejahteraaan dan
penyelesaian perselisian ,Kawasan
perkotaan ,desa, pembinaan dan
pengawasan, pertimbangan dan
kebijakan otonomi daerah, ketentuan lain-
lain,ketentuan penutup
Sanksi Pidana
Ketentuan peralihan/penutup 1. Semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yang
berkaitan dengan daerah otonom
wajib mendasarkan dan
menyesuaikan peraturan per UU
ini
2. UU ditetapkan 2 tahu sejak UU ini
di tetapkan
3. UU No 22 yahun 1999 tentang
pemerintah daerah dinyatakan
tidak berlaku lagi
PP No 38 tahun 2007
KATALOG 4
KATALOG UU
ASPEK PP 36 TH 2014
JUDUL TENAGA KESEHATAN
LATAR BELAKANG - Kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
kualitas
- kesehatan sebagai hak asasi manusiaharus diwujudkan dalam
bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehtan kepada
seluruh masyarakat
- penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh
tenga kesehatan beryanggung jawab
- diperlukan UU tersendiri yang mengatur tenga kesehatan
secara komperhensif.
DASAR HUKUM - Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
- UU No 36 Th 2009 tentang Kesehatan
KETENTUA HUKUM Definisi: tenaga kesehatan; asisten tenaga kesehatan; fasilitas
pelyanan kesehatan; upaya kesehatan; kopetensi; uji
kopetensi; sertifikat kopetenssi; sertifikat profesi; registrasi;
surat tanda registrasi; SIP; tandr profesi; tandar pelayanan
profesi; standar prosedur oprasional; konsil tenaga keseharan;
organisasi profesi; kolegium; penerima pelayanan kesehatan;
pemerintah; mentri
TUJUAN memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan
mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam
menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan
mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Upaya Kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan
Tenaga Kesehatan.
MATERI MUATAN/ Tanggung jawab dan wewenang pemerintah; tenaga
ASPEK YANG kesehatan; asisten tenaga kesehatan; jenis-jenis tenaga
DIATUR kesehatan; perencanaan; pengadaan; dan pendayagunaan
tenaga kesehatan; konsil tenaga kesehatan RI; registrasi dan
perizinan tenaga kesehatan; organisasi profesi; tenag
kesehatan WNIlulusan luar negri; tenaga kesehatan WNA;
hak dan kewajiban tenaga kesehatan; standar profesi; standar
pelayanan profesi; pelindungan hukum; pembinaan dan
pengawsan.
MATERI FARMASI Definisi : Tenaga Kefarmasian
SANKSI Tegur lisan; peringatan tertulis; denda administratif;
pencabutan izin; pidana denda; pidana penjara.
ATURAN 1. Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur
PERALIHAN/ mengenai tenaga kesehatan dinyatakan maasih tetap berlaku,
PENUTUP jika tidak bertentangan.
2. PP No 32 Th 1996 dicabut
3. Sekertariat konsil kedokteran indonesia menjadi sekertariat
konsil tenaga kesehatan indonesia ssetelah terbentuknya
konsil tenaga kesehatan indonesia
4. Pasal 4 ayat (2), pasal 17, pasal 20 ayat (4), dan pasl 21 UU
No. 29 Th 2004 dicabut
ASPEK UU NO 13 TAHUN 2016
JUDUL PATEN
LATAR BELAKANG 1. Kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara kepada
(MENIMBANG) inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi yang
mempunyai peranan strategis dalam mendukung
pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan
2. Perkembangan teknologi dalam berbagai bidang telah
sedemikian pesat sehingga diperlukan peningkatan
pelindungan bagi inventor dan pemegang paten
3. Peningkatan pelindungan paten sangat penting bagi
inventor dan pemegang paten karena dapat memotivasi
inventor untuk meningkatkan hasil karya, baik secara
kuantitas maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan
bangsa dan negara serta menciptakan iklim usaha yang
sehat
4. Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten sudah
tidak sesuai dengan perkembangan hukum, baik nasional
maupun internasional sehingga perlu diganti
5. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk
undang-undang tentang paten.
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
KETENTUAN UMUM Definisi: Peten, Invensi, Inventor, Permohonan, Pemohon,
Pemegang Paten, Kuasa, Pemeriksa Paten, Tanggal
Penerimaan, Hak perioritas, Lisensi, Komisi Banding Paten,
Orang, Royalti, Imbalan, Hari, dan Menteri
MATERI MUATAN/ Lingkup Perlindungan Paten, Permohonan Paten, Pengumuman
ASPEK YANG DIATUR dan Pemeriksaan Substantif, Persetuuan atau Penolakkan
Permohonan, Komisi Banding Paten dan Permohon Banding,
Pengalihan Hak, Lisensi, dan Paten Sebagai Obek aminan
Fidusia, Pelaksanaan Paten Oleh Pemerintah, Paten Sederhana,
Dokumentasi dan Pelayanan Informasi Paten, Penghapusan
Paten, Penyelesaian Sengketa, Penetapan Sementara
Pengadilan, Penyidikan, Perbuatan yang Dilarang, Ketentuan
Pidana, Ketentuan Lain-lain, Ketentuan Peraliahan, Ketentuan
Penutup.
SANKSI Dipidana dengan pidana penjara dan Denda
KETENTUAN a. Permohonan Paten yang sudah diajukan dan telah diproses
PERALIHAN tetapi belum selesai, tetap diselesaikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan di bidang Paten sebelum
berlakunya Undang-Undang ini;
b. Permohonan Paten sederhana yang diajukan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, masa pelindungannya
dihitung sejak tanggal pemberian;
c. Paten yang telah diberikan berdasarkan:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten; dan
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
TENTANG KESEHATAN
Judul Ketenagakerjaan
Latar Belakang / Alasan a. pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Diterbitkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur,
yang merata, baik materiil maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja
mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat
penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga
kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya
dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan
tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha;
e. bahwa beberapa undang undang di bidang
ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan
ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau
ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut
pada huruf a,b,c,d, dan e perlu membentuk Undang-
Undang tentang Ketenagakerjaan
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28,
Dasar Hukum dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Definisi : Ketenagakerjaan, Tenaga Kerja, Pekerja/Buruh,
Pemberi Kerja, Pengusaha, Perusahaan, Perencanaan Tenaga
Kerja, Informasi Ketenagakerjaan, Pelatihan Kerja,
Kompetensi kerja, Pemagangan, Pelayanan Penampatan
Tenaga Kerja, Tenaga Kerja Asing, Perjanjian Kerja,
Hubungan Kerja, Hubungan Industrial, Serikat Pekerja/Serikat
Ketentuan Umum
Buruh, Lembaga Kerjasama Bipartit, Lembaga Kerjasama
Tripartit, Peraturan Perusahaan, Perjanjian kerja, Perselisihan
Hubungan Industrial, Mogok Kerja, Penutupan Perusahaan,
Pemutusan Hubungan Kerja, Anak, Siang Hari, Satu Hari,
Seminggu, Upah, Kesejateraan Pekerja/Buruh, Pengawasan
Ketenagakerjaan, Menteri.
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja
secara optimal dan manusiawi;
b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
Tujuan pembangunan nasional dan daerah;
c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan; dan
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya.
Landasan, Asas, dan Tujuan, Kesempatan dan Perlakuan yang
Sama, Perencanaan Tenaga Kerja dan Informasi
Materi Muatan / Aspek yang Ketenagakerjaan, Pelatihan Kerja, Penempatan Tenaga Kerja,
Diatur Perluasan Kesempatan Kerja, Penggunaan Tenaga Kerja Asing,
Hubungan Kerja, Perlindungan, Pengupahan dan
Kesejahteraan, Hubungan Industrial, Pemutusan Hubungan
Kerja, Pembinaan, Pengawasan, Penyidikan, Sanksi dan
Pidana.
Materi Farmasi Definisi Tenaga kerja (Pasal 1), Pelatihan Kerja (Pasal 18).
KATALOG UU
ASPEK UU 7 TH 1963
JUDUL FARMASI
LATAR BELAKANG Bahwa perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan
dalam bidang farmasi sebagai pelaksanaan dari pada
Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan dan
Ketetapan M.P.R.S./1960 Lampiran B
DASAR HUKUM - UUD Pasal 5 dan 20 Pada Ayat 1
- UU Pokok-Pokok Kesehatan Pasal 4, 11, dan 14 (UU No.9
th 1960)
- UU No. 6 th 1950 Tentang Tenaga Kesehatan
- UU No. 10 th 1961 Tentang Barang
- UU No. 5 th 1962 Tentang Perusahaan Daerah
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
I/MPRS/1960 dan No. 10 Prp th 1960.
KETENTUA HUKUM Definisi: Perbekalan Kesehatan Dibidang Farmasi; Obat; Obat
Asli Indonesia; Alat Kesehatan; Pekerjaan Kefarmasian;
TUJUAN Untuk kepentingan rakyat, pemerintah berusaha tercapai
harga obat dan alat kesehatan serendah-rendahnya.
MATERI MUATAN/ Penguasaan perbekalan kesehatan dibidang farmasi yang
ASPEK YANG berbahaya; Obat asli indonesia; Usaha swasta; Ketentuan
DIATUR penutup.
MATERI FARMASI Definisi : Farmasi
SANKSI -
ATURAN 1. Hal-hal yang tidak, belum atau belum cukup diatur dalam
PERALIHAN/ UU ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
PENUTUP undangan;
2. Peraturan perundang-undangan atau ketentuan-ketentuan
dibidang farmasi yang bertentangan dengan UU ini, tidak
berlaku lagi sejak diundangkan UU farmasi ini
3. UU ini telah dicabut dengan adanya UU No.23 th 1992.
KATALOG UU
ASPEK UU 7 TH 1963
JUDUL FARMASI
LATAR BELAKANG Bahwa perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan
dalam bidang farmasi sebagai pelaksanaan dari pada
Undang-undang tentang Pokok-pokok Kesehatan dan
Ketetapan M.P.R.S./1960 Lampiran B
DASAR HUKUM - UUD Pasal 5 dan 20 Pada Ayat 1
- UU Pokok-Pokok Kesehatan Pasal 4, 11, dan 14 (UU No.9
th 1960)
- UU No. 6 th 1950 Tentang Tenaga Kesehatan
- UU No. 10 th 1961 Tentang Barang
- UU No. 5 th 1962 Tentang Perusahaan Daerah
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
I/MPRS/1960 dan No. 10 Prp th 1960.
KETENTUA HUKUM Definisi: Perbekalan Kesehatan Dibidang Farmasi; Obat; Obat
Asli Indonesia; Alat Kesehatan; Pekerjaan Kefarmasian;
TUJUAN Untuk kepentingan rakyat, pemerintah berusaha tercapai
harga obat dan alat kesehatan serendah-rendahnya.
MATERI MUATAN/ Penguasaan perbekalan kesehatan dibidang farmasi yang
ASPEK YANG berbahaya; Obat asli indonesia; Usaha swasta; Ketentuan
DIATUR penutup.
MATERI FARMASI Definisi : Farmasi
SANKSI -
ATURAN 4. Hal-hal yang tidak, belum atau belum cukup diatur dalam
PERALIHAN/ UU ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
PENUTUP undangan;
5. Peraturan perundang-undangan atau ketentuan-ketentuan
dibidang farmasi yang bertentangan dengan UU ini, tidak
berlaku lagi sejak diundangkan UU farmasi ini
6. UU ini telah dicabut dengan adanya UU No.23 th 1992.
3. DASAR HUKUM Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 35 : Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
7. MATERI FARMASI
registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai
dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, beberapa
diantaranya adalah : menulis resep obat dan alat kesehatan,
menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan, meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil
yang tidak ada apotek.
Pasal 75 :
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76 :
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 77 :
Pasal 78 :
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara
lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79 :
Pasal 80 :
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau
dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.