Anda di halaman 1dari 526

HIMPUNAN PERATURAN

PERUNDANG – UNDANGAN

DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN


DAN ALAT KESEHATAN

~i~
~ ii ~
DAFTAR ISI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian .................. 1

NOMOR 6 TAHUN 2016


Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia ................................................ 29

NOMOR 31 TAHUN 2016


Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/
Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian ......... 255

NOMOR 53 TAHUN 2016


Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/
III/2007 Tentang Apotek Rakyat ........................................................................... 261

NOMOR 72 TAHUN 2016


Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ................................... 267

NOMOR 73 TAHUN 2016


Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ............................................ 331

NOMOR 74 TAHUN 2016


Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ..................................... 371

NOMOR 75 TAHUN 2016


Tentang Penyelenggaraan Uji Mutu Obat Pada Instansi Farmasi Pemerintah ...... 419

NOMOR 9 TAHUN 2017


Tentang Apotek ..................................................................................................... 431

NOMOR 2 TAHUN 2017


Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika ........................................................ 467

NOMOR 3 TAHUN 2017


Tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika ................................................... 483

SURAT EDARAN
NOMOR HK.03.03/MENKES/704/2016
Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan No 53 Tahun 2016 Tentang
Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007
Tentang Apotek Rakyat ......................................................................................... 491

NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan No 31 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/
Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian ... 495

~ iii ~
~ iv ~
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA
TENAGA KEFARMASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (4), Pasal


42 ayat (4), Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3781);

~1~
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI,


IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
enyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
3. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

~2~
4. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker;
5. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
6. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
7. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap tenaga kefarmasian yang
telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
8. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
9. Surat Tanda Registrasi Apoteker Khusus, yang selanjutnya disingkat STRA
Khusus adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker
warga negara asing lulusan luar negeri yang akan melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia.
10. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disingkat
STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis
Kefarmasian yang telah diregistrasi.
11. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
12. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
13. Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian, yang selanjutnya disebut SIKTTK
adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian
untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
14. Komite Farmasi Nasional, yang selanjutnya disingkat KFN adalah lembaga yang
dibentuk oleh Menteri Kesehatan yang berfungsi untuk meningkatkan mutu
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
15. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.

~3~
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan.
17. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

BAB II
REGISTRASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2

(1) Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib


memiliki surat tanda registrasi.
(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. STRA bagi Apoteker; dan
b. STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pasal 3

(1) STRA dan STRTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikeluarkan oleh
Menteri.
(2) Menteri mendelegasikan pemberian:
a. STRA kepada KFN; dan
b. STRTTK kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Pasal 4

(1) Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri yang akan menjalankan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia dalam rangka alih teknologi atau bakti
sosial harus memiliki STRA Khusus.
(2) STRA khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh KFN untuk
jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun.
(3) Untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian, Apoteker yang telah memiliki
STRA Khusus tidak memerlukan SIPA atau SIKA, tetapi wajib melapor kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

~4~
Pasal 5

(1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia harus melakukan adaptasi pendidikan.
(2) Adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
institusi pendidikan Apoteker yang terakreditasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 6

STRA dan STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama
memenuhi persyaratan.

Bagian Kedua
Persyaratan Registrasi

Pasal 7

(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:


a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
(2) Selain memenuhi pesyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Apoteker
lulusan luar negeri harus memenuhi :
a. memiliki surat keterangan telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker
dari institusi pendidikan yang terakreditasi; dan
b. memiliki surat izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian bagi Apoteker Warga Negara asing.

~5~
Pasal 8

Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi


persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik;
c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki
STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian.

Bagian Ketiga
Sertifikat Kompetensi Profesi

Pasal 9

(1) Sertifikat kompetensi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan
uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.

Pasal 10

(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji
kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara
langsung.
(2) Permohonan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 (satu) bulan sebelum pelantikan
dan pengucapan sumpah Apoteker baru.
(3) Organisasi profesi harus memberitahukan kepada KFN mengenai sertifikat
kompetensi yang dikeluarkan paling lama 2 (dua) minggu sebelum pelantikan
dan pengucapan sumpah Apoteker.

Pasal 11

(1) Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui pembobotan Satuan
Kredit Profesi (SKP).
(2) Pedoman penyelenggaraan uji kompetensi ditetapkan oleh KFN.

~6~
Bagian Keempat
Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi

Pasal 12

(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN


dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1
terlampir.
(2) Surat permohonan STRA harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

(3) Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika


atau secara online melalui website KFN.

(4) KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 2 terlampir.

Pasal 13

(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara
langsung.
(2) Permohonan STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
perguruan tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi
profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker
baru dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 3
terlampir.

Pasal 14

(1) Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan


permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 terlampir.

~7~
(2) Surat permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
c. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian;
d. surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,
atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi harus menerbitkan STRTTK paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.

Bagian Kelima
Registrasi Ulang

Pasal 15

(1) Registrasi ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 12 atau Pasal 14 dengan melampirkan surat tanda registrasi yang lama.
(2) Registrasi ulang harus dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA atau
STRTTK habis masa berlakunya.

Bagian Keenam
Pencabutan STRA dan STRTTK

Pasal 16

(1) STRA atau STRTTK dapat dicabut karena:


a. permohonan yang bersangkutan;
b. pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan
mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat
keterangan dokter;
c. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau
d. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
(2) Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi profesi.

~8~
(3) Pencabutan STRTTK disampaikan kepada pemilik STRTTK dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian.

BAB III
IZIN PRAKTIK DAN IZIN KERJA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 17

(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian;
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

Pasal 18

(1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau
SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian.
(2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa
puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja.
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)
tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
(4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
kefarmasian.

Pasal 19

SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

~9~
Pasal 20

SIPA, SIKA, atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang:


a. STRA atau STRTTK masih berlaku; dan
b. tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIKA,
atau SIKTTK.

Bagian Kedua
Tata Cara Memperoleh SIPA, SIKA, dan SIKTTK

Pasal 21

(1) Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 6 terlampir.
(2) Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;
c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak
2 (dua) lembar;
(3) Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus
dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian
pertama, kedua, atau ketiga.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 7 atau Formulir 8 terlampir.

Pasal 22

(1) Untuk memperoleh SIKTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian mengajukan


permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 9 terlampir.

~ 10 ~
(2) Permohonan SIKTTK harus melampirkan:
a. fotokopi STRTTK;
b. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian;
c. surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak
2 (dua) lembar
(3) Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan secara tegas
permintaan SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau
ketiga.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan
lengkap dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
10 terlampir.

Bagian Ketiga
Pencabutan

Pasal 23

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau
SIKTTK karena:
a. atas permintaan yang bersangkutan;
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi;
c. yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat
izin;
d. yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan
pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter;
e. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan
rekomendasi KFN; atau
f. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan
dengan putusan pengadilan.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan kepada pemilik
SIPA, SIKA, atau SIKTTK dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian

~ 11 ~
Bagian Keempat
Pelaporan

Pasal 24

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan


pemberian SIPA, SIKA, dan SIKTTK serta pencabutannya setiap 3 (tiga) bulan
sekali kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan rekapitulasi pemberian SIPA,
SIKA, dan SIKTTK serta pencabutannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
Direktur Jenderal.

BAB IV
KOMITE FARMASI NASIONAL

Pasal 25

(1) Untuk meningkatkan dan menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam


melakukan pekerjaan kefarmasian, Menteri membentuk KFN.
(2) KFN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit non struktural yang
bertanggung jawab kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.

Pasal 26

KFN mempunyai tugas:


a. sertifikasi dan registrasi;
b. pendidikan dan pelatihan berkelanjutan; dan
c. pembinaan dan pengawasan.

Pasal 27

(1) Susunan organisasi KFN terdiri dari:


a. Divisi Sertifikasi dan Registrasi;
b. Divisi Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan; dan
c. Divisi Pembinaan dan Pengawasan.
(2) Anggota KFN ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan Direktur Jenderal
berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Kementerian Kesehatan 2 (dua) orang;
b. Badan Pengawas Obat dan Makanan 1 (satu) orang;
c. Organisasi profesi 3 (tiga) orang;
d. Organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian 1 (satu) orang;
e. Perhimpunan dari Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia 1 (satu) orang; dan
f. Kementerian Pendidikan Nasional 1 (satu) orang.

~ 12 ~
(3) Persyaratan keanggotaan KFN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. latar belakang pendidikan bidang farmasi;
c. sehat jasmani dan rohani; dan
d. untuk anggota KFN yang berasal dari organisasi atau perhimpunan harus
diusulkan oleh organisasi atau perhimpunan yang bersangkutan kepada
Direktur Jenderal.
(4) Masa bakti keanggotaan KFN adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali
maksimal 1 (satu) periode.
(5) Ketua KFN harus Apoteker dan ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 28

(1) Divisi Sertifikasi dan Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
huruf a bertugas:
a. menyiapkan rancangan cetak biru sertifikasi dan registrasi;
b. menyusun pedoman tata laksana sertifikasi dan registrasi; dan
c. melaksanakan registrasi.
(2) Divisi Pendidikan dan Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
huruf b mempunyai tugas:
a. menyusun cetak biru pengembangan pendidikan berkelanjutan;
b. menyusun pedoman pengembangan pendidikan berkelanjutan; dan
c. menetapkan angka Satuan Kredit Profesi (SKP) pada pelaksanaan
pengembangan pendidikan berkelanjutan.
(3) Divisi Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1) huruf c mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

Pasal 29

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (3), KFN dapat membentuk tim ad hoc.
(2) Tim ad hoc bertugas menyelesaikan dugaan pelanggaran disiplin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran disiplin diatur oleh KFN.

~ 13 ~
Pasal 30

(1) KFN dalam melaksanakan tugasnya dibantu sekretariat.


(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang
Sekretaris.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dan bertanggung
jawab kepada Sekretaris Direktorat Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan.

Pasal 31

Sekretariat KFN mempunyai tugas :


a. memberikan pelayanan administrasi umum untuk mendukung pelaksanaan
tugas KFN;
b. memproses penerbitan, pengesahan, dan mengirimkan STRA; dan
c. mengelola keuangan, kearsipan, personalia, dan kerumahtanggaan KFN.

Pasal 32

Pembiayaan kegiatan KFN dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja


Negara (APBN) sektor kesehatan melalui Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA)
Direktorat Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 33

(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan dan penerapan Peraturan


Menteri ini dilakukan oleh Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, organisasi dan/atau perhimpunan
terkait sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk:
a. melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan pekerjaan
kefarmasian yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan tenaga
kefarmasian.

~ 14 ~
(3) Hasil pembinaan dan pengawasan yang dilakukan setiap institusi dilaporkan
secara berjenjang kepada Direktur Jenderal.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34

(1) Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan atau Surat Izin Kerja
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 184/Menkes/Per/II/1995
tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
695/Menkes/Per/VI/2007, dianggap telah memiliki STRA, SIPA, atau SIKA
berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(2) Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten
Apoteker dan Surat Izin Kerja Asisten Apoteker berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Asisten Apoteker, dianggap telah memiliki STRTTK dan SIKTTK berdasarkan
Peraturan Menteri ini.
(3) Apoteker atau Asisten Apoteker dan Analis Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) wajib mengganti Surat Penugasan, Surat Izin Kerja, Surat
Izin Asisten Apoteker, atau Surat Izin Kerja Asisten Apoteker dengan STRA dan
SIPA/SIKA atau STRTTK dan SIKTTK paling lambat 31 Agustus 2011 sesuai
dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 35

(1) Dalam rangka mengganti surat penugasan dan/atau SIK dengan STRA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara
mendaftar melalui website KFN.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat lambatnya
1 (satu) bulan sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan melampirkan:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor;
b. fotokopi ijazah Apoteker;
c. SIK atau Surat Penugasan; dan
d. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Setelah mendapatkan STRA untuk pertama kalinya, Apoteker wajib mengurus
SIPA dan SIKA di dinas kesehatan kabupaten/kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan.

~ 15 ~
Pasal 36

(1) Dalam rangka mengganti SIAA atau SIK Asisten Apoteker dengan STRTTK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), dilakukan dengan cara
mendaftar melalui dinas kesehatan provinsi.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat lambatnya
1 (satu) bulan sebelum tanggal 31 Agustus 2011 dengan melampirkan:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Surat Izin Mengemudi/Paspor;
b. fotokopi ijazah Tenaga Teknis Kefarmasian;
c. SIAA atau SIK Asisten Apoteker; dan
d. pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Setelah mendapatkan STRTTK untuk pertama kalinya, Tenaga Teknis
Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di dinas kesehatan kabupaten/kota
tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

Pasal 37

Masa berlaku STRA, STRTTK, SIPA, SIKA, dan SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 dan Pasal 36 diberikan berdasarkan tanggal kelahiran Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian yang bersangkutan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka;


a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 184/Menkes/Per/II/1995 tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker;
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 679/Menkes/SK/V/2003 tentang Registrasi
dan Izin Kerja Asisten Apoteker; dan
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
184/Menkes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan
Izin Kerja Apoteker;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

~ 16 ~
Pasal 39

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri


ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2011
MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juni 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 322

~ 17 ~
Formulir 1
.................., .................... 20....
Hal : Permohonan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
Yang terhormat,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
di
Jakarta

Dengan hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/MENKES/PER/V/2011, dengan data-data sebagai berikut:
Nama Lengkap : …………………………………………...............................................
Tempat, tanggal lahir : …………………………………………...............................................
Jenis Kelamin : …………………………………………...............................................
Lulusan : …………………………………………...............................................
Tahun lulusan : …………………………………………...............................................
Alamat rumah : …………………………………………...............................................
telp……………………………………….............................................
Alamat kantor : …………………………………………...............................................
telp/fax…………………………………..............................................
Nomor Hp : …………………………………………...............................................
E-mail : …………………………………………...............................................
No. Sertifikat Kompetensi : …………………………………………...............................................
Tgl. Sertifikat Konpetensi : …………………………………………...............................................

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :


a. Foto copy ijazah Apoteker
b. Foto copy surat sumpah/janji Apoteker
c. Foto copy sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku
d. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik
e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2x3cm sebanyak 2 (dua) lembar
g. Khusus untuk Apoteker lulusan luar negeri, harus melampirkan fotokopi surat keterangan selesai adaptasi pendidikan
Apoteker dan memenuhi persyaratan bekerja sesuai peraturan perundang - undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian bagi apoteker warga negara asing.
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih
Pemohon,
Tanda Tangan
Pas Photo
4X6 (………………………….)
Nama Terang

Tembusan:
1. Ketua Komite Farmasi Nasional.
2. Pengurus Pusat Organisasi Profesi.

~ 18 ~
Formulir 2
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

SURAT TANDA REGISTRASI APOTEKER (STRA)


NOMOR : ...............................

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5044) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, kepada :

Nama : ……………………………………………………….......................
Tempat dan tanggal lahir : ……………………………………………………….......................
Lulusan : ……………………………………………………….......................
Tahun : ……………………………………………………….......................

Dinyatakan telah teregistrasi sebagai tenaga kefarmasian dengan nomor registrasi................................................,


dan diberi kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Surat Tanda Registrasi Apoteker ini berlaku sampai dengan tanggal .......................................

Ditetapkap di : JAKARTA
Pada Tanggal :

DIREKTUR JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Pas Photo
4 x 6 cm

Tembusan :
Pengurus Pusat Organisasi Profesi.

~ 19 ~
Formulir 3
KOP NAMA FAKULTAS/JURUSAN FARMASI

...................................,........................20........
Nomor :
Lampiran :
Hal : Permohonan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

Yang terhormat,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
di
Jakarta

Dengan hormat,
Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) bagi ..... ( ) orang apoteker baru lulusan Fakultas/Jurusan Farmasi
Universitas.........Tahun 20......sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011,
dengan data terlampir.
Pelantikan dan pengucapan sumpah apoteker akan dilaksanakan tanggal ................ bertempat di
................

Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih

Pemohon,
Tanda Tangan

(………………………….)
Nama terang Dekan/
Ketua Jurusan/
Kepala Sekolah

~ 20 ~
DAFTAR NAMA APOTEKER BARU
FAKULTAS.................UNIVERISTAS ..............
TAHUN 20...

TGL
NO NAMA TEMPAT TGL LAHIR PAS PHOTO
LULUS

~ 21 ~
Formulir 4
Hal : Permohonan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi................
di
....................

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/MENKES/PER/V/2011, dengan data-data sebagai berikut:

Nama Lengkap : ...................................................................................................


Tempat, tanggal lahir : ...................................................................................................
Jenis Kelamin : ...................................................................................................
Lulusan : SMF/D3 Farmasi/Sarjana Farmasi* .........................................
Tahun lulusan : ...................................................................................................
Alamat rumah : ...................................................................................................
Telp ...........................................................................................
Nama sarana : ...................................................................................................
Alamat sarana : ...................................................................................................
telp/fax ......................................................................................
Nomor Hp : ...................................................................................................
E-mail : ...................................................................................................

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :


a. fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten
Apoteker;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c. surat pernyataan akan mematuhi peraturan perundang-undangan dan melaksanakan etika kefarmasian;
d. surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau
organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.

Pemohon,
Tanda Tangan
Pas Foto
Pemohon
4x6
(………………………….)
Nama Terang

* : diisi salah satu yang sesuai

~ 22 ~
Formulir 5

DINAS KESEHATAN PROVINSI

SURAT TANDA REGISTRASI TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN (STRTTK)


NOMOR :

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5044) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian,
kepada :
Nama : ...................................................................................................
Tempat dan tanggal lahir : ...................................................................................................
Lulusan : SMK/D3 Farmasi/ Perguruan Tinggi Farmasi*…………....……
Tahun : ...................................................................................................
Dinyatakan telah teregistrasi sebagai tenaga teknis kefarmasian dengan nomor registrasi..., dan
diberi kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di seluruh wilayah Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian ini berlaku sampai dengan tanggal ............

DIKELUARKAN DI : .......................
PADA TANGGAL : ........................
Pas Photo
4 x 6 cm KEPALA DINAS KESEHATAN
PROVINSI ...............................

Tembusan:
Dinas Kesehatan Kab/Kota ................

* : diisi salah satu yang sesuai

~ 23 ~
Formulir 6

Hal : Permohonan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) / Surat Izin Kerja (SIK) *

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota…………..
di
................

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama Lengkap : .......................................................................................................
No. STRA : .......................................................................................................
Tempat, tanggal lahir : .......................................................................................................
Pendidikan terakhir : .......................................................................................................
Tempat Praktik/Kerja : .......................................................................................................
Alamat Praktik lain** : 1. ...................................................................................................
2. ...................................................................................................
Alamat Rumah : .......................................................................................................
telp…………………………………………………….………………
Nomor Hp : .......................................................................................................
E-mail : .......................................................................................................
No. Sertifikat Kompetensi : .......................................................................................................
Tgl. Sertifikat Konpetensi : ......................................................................................................
Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) / Surat Izin Kerja (SIK)* sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :
a. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian
atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran;
c. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 X 4 sebanyak 2 (dua) lembar.
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih
Pemohon,

(………………………….)
Nama terang
Tembusan :
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.......

* : diisi sesuai permohonan (SIPA / SIK)


** : untuk SIPA sebagai Apoteker Pendamping

~ 24 ~
Formulir 7

DINAS KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

SURAT IZIN PRAKTIK APOTEKER ( SIPA )


NOMOR : ...................................................

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044)
dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota..............memberikan Izin Praktik Apoteker kepada :

( Nama )
Tempat / Tgl. Lahir : .......................................................................................
Alamat : .......................................................................................
No. STRA : .......................................................................................
STRA berlaku sampai dengan : .................................................................(tgl/bln/tahun)
Untuk berpraktik sebagai : Apoteker
Alamat Praktik : .......................................................................................
.......................................................................................
Masa berlaku SIPA : .......................................................................................

Dengan ketentuan sebagai berikut :


1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di sarana pelayanan kefarmasian harus selalu
mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan dana teknologi serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat izin ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan ayat 1 di atas dan pekerjaan kefarmasian
dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin

Dikeluarkan di:……………
Pada tanggal :………………
Pas Photo
4X6 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota...............

(........................................)
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2. Ketua Komite Farmasi Nasional;
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi....;
4. Organisasi Profesi.

~ 25 ~
Formulir 8

DINAS KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

SURAT IZIN KERJA (SIK) APOTEKER


NOMOR :

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044)
dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota..............memberikan Izin Kerja Apoteker kepada :

( Nama )

Tempat / Tgl. Lahir : .......................................................................................


Alamat : .......................................................................................
No. STRA : .......................................................................................
STRA berlaku sampai dengan : .................................................................(tgl/bln/tahun)
Untuk berpraktik sebagai : Apoteker
Alamat Sarana : .......................................................................................
.......................................................................................
Masa berlaku SIK : .......................................................................................

Dengan ketentuan sebagai berikut :


1. Penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian di sarana produksi/distribusi/penyaluran harus mematuhi
ketentuan Cara Pembuatan Obat Yang Baik/Cara Distribusi Obat Yang Baik dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat izin ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan ayat 1 di atas dan pekerjaan kefarmasian
dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin

Dikeluarkan di :……………
Pada tanggal :………………
pas foto
4X6 Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota...............

(........................................)
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2. Ketua Komite Farmasi Nasional
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi....
4. Organisasi Profesi

~ 26 ~
Formulir 9
........................,.....20.......
Hal : Permohonan memperoleh Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)

Yang Terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota…………..
di
................

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama Lengkap : ...............................................................................................................
No. STRTTK : ...............................................................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................................................
Jenis Kelamin : ...............................................................................................................
Lulusan : SMF/D3 Farmasi/Sarjana Farmasi*
Tahun lulusan : ...............................................................................................................
Alamat rumah : ...............................................................................................................
Telp……………….................................................………………………
Nama Sarana ke-1 : ...............................................................................................................
Alamat : ...............................................................................................................
Nama Sarana ke-2 : ...............................................................................................................
Alamat : ...............................................................................................................
Nama Sarana ke-3 : ...............................................................................................................
Alamat : ...............................................................................................................
Nomor Hp : ...............................................................................................................
E-mail : ...............................................................................................................
Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian
(SIKTTK) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :
a. fotokopi STRTTK;
b. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian**;
c. surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun tenaga teknis kefarmasian; dan
d. pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 X 4 sebanyak 2 (dua) lembar;
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih
Pemohon,

(………………………….)
Nama terang
Tembusan:
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi...
* : diisi salah satu yang sesuai
** : tidak berlaku bagi TTK yang bekerja di toko obat

~ 27 ~
Formulir 10
DINAS KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

SURAT IZIN KERJA TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN ( SIKTTK )


NOMOR :

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044) dan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, yang
bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota..............memberikan Izin Kerja Tenaga Teknis
Kefarmasian kepada :

( Nama )
Tempat / Tgl. Lahir : .......................................................................................
Alamat : .......................................................................................
No. STRTTK : .......................................................................................
STRTTK berlaku sampai dengan : .......................................................................................
Untuk kerja sebagai : Sarjana Farmasi/Ahli Madya Farmasi/Analis Farmasi/Asisten Apoteker*
Pada sarana Kesehatan
Nama Sarana ke-1 : Sarana Produksi/Distribusi/Pelayanan Kefarmasian
.......................................................................................
Alamat : .......................................................................................
Nama Sarana ke-2 : .......................................................................................
Alamat : .......................................................................................
Nama Sarana ke-3 : .......................................................................................
Alamat : .......................................................................................
Masa berlaku SIKTTK : .......................................................................................
Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sarana produksi/distribusi/pelayanan kefarmasian harus mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat izin ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan ayat 1 di atas dan pekerjaan kefarmasian dilakukan tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin
Dikeluarkan di :……………
Pada tanggal :………………
pas foto Kepala Dinas Kesehatan
4X6 Kabupaten / Kota...............

(........................................)
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi....
3. Organisasi Profesi
4. Apoteker pemilik SIPA/SIK tempat TTK bekerja
*: diisi salah satu yang sesuai

~ 28 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 6 TAHUN 2016
TENTANG
FORMULARIUM OBAT HERBAL ASLI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa herbal asli Indonesia telah digunakan sejak


jaman dahulu sebagai upaya pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pengobatan;
b. bahwa dalam rangka mendorong dan menggalakkan
pemakaian herbal asli Indonesia di masyarakat dan
pengembangan pemanfaatannya oleh dokter di bidang
kedokteran obat herbal asli Indonesia, perlu disusun
kebijakan mengenai penggunaan herbal;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang
Formularium Obat Herbal Asli Indonesia;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);

~ 29 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 369, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643);
6. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat
Tradisional;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
121/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Medik Herbal;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
261/Menkes/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal
Indonesia Edisi Pertama;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
003/Menkes/Per/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu
Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676);

~ 30 ~
-3-

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
FORMULARIUM OBAT HERBAL ASLI INDONESIA.

Pasal 1
Formularium Obat Herbal Asli Indonesia yang selanjutnya
disingkat FOHAI merupakan dokumen yang berisi
kumpulan tanaman obat asli Indonesia beserta dengan
informasi tambahan yang penting tentang tanaman obat
asli Indonesia.

Pasal 2
FOHAI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3
Pengaturan FOHAI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
digunakan sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan Pelayanan Kesehatan tradisional integrasi
dengan menggunakan herbal.

Pasal 4
(1) FOHAI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan
Pasal 2 memuat daftar tanaman obat pilihan asli
Indonesia yang sudah terbukti aman, berkhasiat dan
bermutu.
(2) Daftar tanaman obat pilihan asli Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi
kriteria yang meliputi:
a. mempunyai data keamanan yang dibuktikan
minimal dengan data toksisitas akut (LD50);

~ 31 ~
-4-

b. mempunyai data manfaat minimal memiliki data


praklinik;
c. mutu dinyatakan dengan pemenuhan produk
terhadap Farmakope Herbal Indonesia (FHI); dan
d. sediaan berbentuk formulasi modern.

Pasal 5
Pembinaan dan Pengawasan terhadap penggunaan obat
herbal asli Indonesia dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan kewenangannya
masing-masing.

Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 32 ~
-5-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Februari 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 April 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 616

Telah diperiksa dan disetujui:


Direktur Pelayanan Kepala Biro Dirjen Pelayanan Sekretaris Jenderal
Kesehatan Hukum dan Kesehatan Kementerian
Tradisional Organisasi Kesehatan
Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal
Paraf Paraf Paraf Paraf

~ 33 ~
-6-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 2016
TENTANG
FORMULARIUM OBAT HERBAL ASLI
INDONESIA

FORMULARIUM OBAT HERBAL ASLI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Selain itu kesehatan juga merupakan investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomi.
Kementerian Kesehatan dalam mencapai tujuan tersebut memiliki
kebijakan pelayanan kesehatan yang berlandaskan pada visi
masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan dengan misi untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melindungi kesehatan
masyarakat, menjamin ketersediaan dan pemerataan kesehatan, serta
menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Salah satu strategi
yang diterapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan
kebijakan pelayanan kesehatan adalah dengan meningkatkan
pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan
berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya
promotif dan preventif.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diselenggarakan
melalui upaya kesehatan terpadu dan menyeluruh baik berupa upaya
kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat. Upaya
kesehatan ini diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.

~ 34 ~
-7-

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal


48 ayat (1) menyebutkan bahwa terdapat 17 upaya kesehatan yang
salah satunya merupakan upaya pelayanan kesehatan tradisional.
Pelayanan Kesehatan Tradisional menurut Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Sedangkan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer adalah pengobatan tradisional yang telah berlandaskan
ilmu pengetahuan biomedik, diperoleh melalui pendidikan terstruktur
dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi, dan
diintegrasikan dalam fasilitas pelayanan kesehatan formal (praktek
perorangan, puskesmas dan rumah sakit), dengan tenaga
pelaksananya adalah tenaga kesehatan dokter dan dokter gigi sebagai
pelaksana utama dan tenaga kesehatan lainnya sebagai penunjang
pelaksana utama. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer ini
dapat disinergikan dengan pelayanan kesehatan konvensional, baik
sebagai pelengkap maupun pengganti jika terdapat kontraindikasi pada
pelayanan kesehatan konvensional atau atas permintaan pasien setelah
mendapatkan penjelasan. Saat ini pelayanan kesehatan tradisional
merupakan jenis pelayanan yang banyak diminati baik oleh
masyarakat maupun pakar kedokteran konvensional.
Salah satu metode pelayanan kesehatan tradisional komplementer
yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pelayanan kesehatan
tradisional menggunakan ramuan.
Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional menggunakan
ramuan saat ini semakin pesat, terbukti dari hasil Riskesdas 2010
bahwa persentase penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi
jamu sebanyak 59,12 % yang terdapat pada semua kelompok umur,
baik laki-laki maupun perempuan, di pedesaan maupun di perkotaan.
Persentasi penggunaan tanaman obat berturut-turut adalah jahe
(50,36%), diikuti kencur (48,77%), temulawak (39,65%), meniran
(13,93%) dan pace (11,17%). Selain tanaman obat di atas, sebanyak
72,51% menggunakan tanaman obat jenis lain. Bentuk sediaan jamu
yang paling banyak disukai penduduk adalah cairan, diikuti berturut-
turut seduhan/serbuk, rebusan/rajangan, dan bentuk

~ 35 ~
-8-

kapsul/pil/tablet. Penduduk Indonesia yang mengonsumsi jamu


sebesar 95,60 % merasakan manfaatnya pada semua kelompok umur
dan status ekonomi, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Kementerian Kesehatan melalui pencanangan pengembangan dan
promosi obat tradisional Indonesia mendorong dan menggalakkan
kembali pemanfaatan obat tradisional Indonesia oleh masyarakat serta
dikembangkan dalam dunia kedokteran.
Kementerian Kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan
tradisional menggunakan ramuan memandang perlu untuk membuat
suatu acuan dalam pemilihan pemanfaatan jenis obat tradisional yang
dapat berupa formularium. Formularium ini akan terus berkembang
seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi bidang kesehatan. Hal ini
didukung pula dengan keberadaan Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T), Badan Litbangkes serta
Institusi Pendidikan yang senantiasa melakukan penelitian dan
pengembangan di bidang pelayanan kesehatan tradisional.
Formularium ini diharapkan dapat digunakan baik untuk tenaga
medis.
Komitmen WHO dalam WHO Regional Meeting on the Use of Herbal
Medicine in Primary Health Care, di Rangoon, Maret 2009 menghasilkan
kesepakatan untuk saling bertukar informasi dan memperkuat
Program Nasional dalam penggunaan Herbal Medicine di Pelayanan
Kesehatan Dasar semakin mendukung penyelenggaraan pengobatan
herbal.
Formularium ini ada beberapa pemilihan jenis atau gejala peyakit
yang tidak dicantumkan kembali karena kurangnya data hasil
penelitian. Pemilihan jenis atau gejala penyakit dalam penyusunan
Formularium Herbal Asli Indonesia ini berdasarkan data penyakit atau
kasus terbanyak yang ditemukan di masyarakat yang diambil dari data
hasil Riskesdas 2010, Profil Kesehatan Indonesia dan dari data laporan
rumah sakit dan puskesmas maupun pengalaman di lapangan.
Adapun jenis penyakit dan gejala penyakit ini, meliputi: penyakit
metabolik (diabetes mellitus, dislipidemia, hiperurisemia), ISPA (dengan
gejala batuk, analgetik-antipiretik), penyakit kulit (panu, kadas, kurap),
gangguan pencernaan (gastroenteritis, gastritis), hipertensi, kanker
(suportif dan paliatif), penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan
nutrisi (obesitas, anoreksia,), penyakit saluran kemih, diuretik, artritis,
konstipasi, insomnia, hepatoprotektor, disfungsi ereksi, haemorrhoid.

~ 36 ~
-9-

B. Ruang Lingkup
Formularium Obat Herbal Asli Indonesia ini berisi informasi
tentang jenis-jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia yang
setelah terbukti secara ilmiah aman dan bermanfaat untuk kesehatan.
Informasi yang disajikan meliputi nama Latin, nama daerah, bagian
yang digunakan, deskripsi tanaman/simplisia, kandungan kimia, data
keamanan, data manfaat, indikasi, kontraindikasi, peringatan, efek
samping, interaksi, posologi dan daftar pustaka. Tanaman herbal ini
kemudian disusun secara alfabetis dan dikelompokkan berdasarkan
jenis penyakit dalam daftar indeks terapi yang juga disusun secara
alfabetis.
Jenis-jenis penyakit yang ada di dalam formularium ini adalah
jenis penyakit yang kasusnya cukup banyak di masyarakat
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 dan Data Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2009. Pemanfaatan tanaman herbal ini
dimaksudkan untuk upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan
paliatif.

C. Pengertian
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
2. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman
dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
3. Herbal asli Indonesia adalah tanaman obat yang tumbuh dan
dibudidayakan di Indonesia dan digunakan secara turun temurun
untuk tujuan kesehatan.
4. Formularium obat herbal asli Indonesia adalah dokumen yang
berisi kumpulan tanaman obat asli Indonesia beserta dengan
informasi tambahan yang penting tentang penggunaannya.
5. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
distandardisasi, status keamanan dan khasiatnya telah
dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik

~ 37 ~
- 10 -

6. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan bahan yang telah


distandardisasi bahan baku yang digunakan dalam produk jadi,
harus memenuhi persyaratan aman dan mutu sesuai dengan
persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara
ilmiah/praklinik.
7. Jamu adalah sediaan obat bahan alam, status keamanan dan
khasiatnya dibuktikan secara empiris
8. LD50 adalah dosis suatu obat atau bahan obat yang menyebabkan
kematian 50% dari populasi hewan uji.
9. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta
dan/atau masyarakat.
10. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan tradisional, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat
11. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika.
12. Posologi adalah suatu sediaan dengan kadar yang sudah
ditentukan.
13. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh
cahaya matahari langsung. Ekstrak harus mudah digerus menjadi
serbuk.
14. Tea Bag adalah cara penyajian yang dilakukan dengan
memasukkan tea bag ke dalam cangkir yang berisi air mendidih
dan didiamkan selama 5 menit.
15. Sachet adalah cara penyajian yang dilakukan dengan
memasukkan sachet ke dalam air kemudian direbus dengan api
kecil sampai mendidih, dan biarkan di atas api kecil sampai
menjadi setengahnya (Contoh: 2 gelas menjadi 1 gelas) kemudian
angkat. Perebusan dilakukan dengan menggunakan panci yang
tidak bereaksi dengan obat herbal, misalnya panci yang terbuat
dari bahan keramik, stainless steel, email atau kaca. Besar panci

~ 38 ~
- 11 -

harus sesuai dengan isinya. Gelas yang digunakan adalah berisi


air sebanyak 250 mL.
16. Cangkir adalah wadah yang digunakan berisi air sebanyak 200
mL.

BAB II
PETUNJUK UMUM

A. KETENTUAN UMUM
1. Formularium ini merupakan daftar tanaman obat pilihan asli
Indonesia yang sudah terbukti aman, berkhasiat dan bermutu.
2. Herbal di dalam formularium ini digunakan dalam pengobatan
konvensional sebagai komplementer yaitu digunakan bersamaan
dengan obat konvensional, atau sebagai alternatif yaitu digunakan
dalam keadaan obat konvensional tidak dapat diberikan.
3. Sediaan herbal tidak boleh digunakan dalam keadaan
kegawatdaruratan dan keadaan yang potensial membahayakan
jiwa.
4. Produk yang dibuat berdasarkan formularium obat herbal asli
Indonesia menggunakan bahan baku sesuai standar Farmakope
Herbal Indonesia atau buku standar resmi lainnya.
5. Pelayanan obat herbal menggunakan rekam medik khusus yang
telah disediakan.
6. Penggolongan derajat evidence based medicine (EBM)
Penggolongan Obat herbal berdasarkan data uji klinik yang
ditetapkan tingkat pembuktiannya (Level of Evidence Grade) oleh
Natural Standard/Harvard Medical School yang memusatkan
informasi berbasis evidence mengenai keamanan, bahaya,
interaksi, dan dosis, di dalam formularium ini beberapa obat
herbal dibagi menjadi 5 tingkat pembuktian sebagai berikut:
a. Grade A : Bukti ilmiah kuat (Strong Scientific Evidence)
Bukti manfaat yang bermakna secara statistik dari > 2
RCT yang memenuhi syarat, atau bukti dari 1 RCT yang
memenuhi syarat dan 1 meta-analisis yang memenuhi
ketentuan, atau pembuktian dari multiple RCT dengan
mayoritas dari uji klinik yang dilakukan sesuai persyaratan,
menunjukkan bukti manfaat yang bermakna secara statistik

~ 39 ~
- 12 -

disertai bukti pendukung dalam ilmu dasar, penelitian


binatang, atau teori.
b. Grade B : Bukti ilmiah Baik (Good Scientific Evidence)
Bukti manfaat yang bermakna secara statistik dari 1-2
uji klinik yang dilakukan secara random (acak), atau bukti
manfaat dari > 1 meta-analisis yang memenuhi ketentuan
atau bukti manfaat dari > 1 kohort/case-control/ uji klinik
yang tidak random disertai bukti pendukung dalam ilmu
dasar, penelitian binatang, atau teori.
Tingkat ini diterapkan pada keadaan dimana RCT
dengan disain yang baik melaporkan hasil negatif tetapi
kontras dengan hasil efikasi positif yang dihasilkan dari
banyak uji klinik lain dengan disain yang kurang baik atau
meta-analisis dengan disain yang baik, sementara menunggu
bukti konfirmasi dari suatu RCT tambahan dengan disain
yang baik.
c. Grade C : Pembuktian yang tidak jelas atau bukti ilmiah
yang diperdebatkan (Unclear or Conflicting Scientific Evidence)
Bukti manfaat dari > 1 RCT yang kecil tanpa jumlah
sampel, power, tingkat kemaknaan, atau kualitas disain yang
adekuat atau bukti yang diperdebatkan dari banyak RCT
tanpa mayoritas dari uji klinik yang memenuhi persyaratan,
menunjukkan bukti manfaat atau ketidak efektifan, atau
bukti manfaat dari > 1 kohort/case-control/uji klinik yang
tidak random, dan tidak disertai bukti pendukung dalam ilmu
dasar, penelitian binatang, atau teori, atau bukti efikasi
hanya dari ilmu dasar, penelitian binatang, atau teori.
d. Grade D : Pembuktian ilmiah Negatif (Fair Negative Scientific
Evidence)
Bukti manfaat tidak bermakna secara statistik (tidak
terbukti bermanfaat) dari kohort/case-control/uji klinik yang
tidak random, dan bukti dari ilmu dasar, penelitian binatang,
atau teori, menunjukkan tidak ada manfaat. Tingkat ini juga
diterapkan pada keadaan dimana > 1 RCT dengan disain yang
baik melaporkan hasil negatif,walaupun ada hasil efikasi
positif dilaporkan oleh uji klinik atau meta-analisis dengan
disain yang kurang baik. (NB: bila ada > 1 RCT dengan disain
yang baik dan sangat meyakinkan menunjukkan hasil

~ 40 ~
- 13 -

negative, maka dimasukkan menjadi tingkat "F" walaupun


ada hasil positif dari studi-studi lain dengan disain yang
kurang baik).
e. Grade E: Pembuktian Ilmiah Sangat Negatif (Strong
Negative Scientific Evidence)
Bukti statistik tidak bermakna (tidak terbukti
bermanfaat) dari > 1 RCT dengan kriteria objektif mempunyai
power yang adekuat dan disain yang berkualitas tinggi
(kriteria objektif sesuai validated instruments for evaluating
study quality, termasuk skala 5 point yang dikembangkan
oleh Jadad et al, dimana skor < 4 menunjukkan metode
dengan kualitas yang kurang)
f. Tidak Ada Bukti (Lack of Evidence)
Tidak dapat mengevaluasi efikasi karena tidak tersedia
data manusia yang adekuat

B. KRITERIA
1. Herbal dalam formularium ini mempunyai data keamanan yang
dibuktikan minimal dengan data toksisitas akut (LD50).
2. Mempunyai data manfaat minimal memiliki data praklinik.
3. Mutu dinyatakan dengan pemenuhan produk terhadap Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
4. Sediaan berbentuk formulasi modern.

~ 41 ~
- 14 -

BAB III
PENGGUNAAN OBAT HERBAL ASLI INDONESIA

Di bawah ini akan diuraikan tentang indikasi penggunaan obat herbal


asli Indonesia untuk berbagai masalah gangguan kesehatan maupun
sebagai suportif pada kasus-kasus tertentu.

A. HERBAL UNTUK DISLIPIDEMIA


1. Alpukat
2. Bawang putih
3. Daun dewa
4. Kunyit
5. Mengkudu
6. Rosela
7. Temulawak

B. HERBAL UNTUK DIABETES


1. Brotowali
2. Kayu manis
3. Pare
4. Salam

C. HERBAL UNTUK HIPERTENSI


1. Mengkudu
2. Rosela
3. Seledri

D. HERBAL UNTUK HIPERURISEMIA


1. Anting-anting
2. Sidaguri

E. HERBAL UNTUK ANALGETIK-ANTIPIRETIK


1. Jambu mede
2. Kencur
3. Pule
4. Sambiloto

~ 42 ~
- 15 -

F. HERBAL UNTUK OBESITAS


1. Jati belanda
2. Kemuning

G. HERBAL UNTUK ANOREKSIA


1. Temulawak

H. HERBAL UNTUK DIURETIK


1. Alang-alang
2. Kumis kucing
3. Meniran
4. Seledri

I. HERBAL UNTUK NEFROLITIASIS


1. Alang-alang
2. Keji beling
3. Meniran
4. Sembung
5. Tempuyung

J. HERBAL UNTUK ANTIEMETIK


1. Jahe

K. HERBAL UNTUK PALIATIF DAN SUPORTIF KANKER


1. Ceplukan
2. Keladi tikus
3. Kunyit putih
4. Manggis
5. Sambiloto
6. Sirsak
7. Temu Kunci

L. HERBAL UNTUK SUPPORTIF PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH


DARAH
1. Bawang putih
2. Kunyit
3. Miana
4. Pegagan

~ 43 ~
- 16 -

M. HERBAL UNTUK GASTRITIS


1. Jahe
2. Kapulaga
3. Kunyit
4. Pegagan
5. Temu lawak
6. Temu mangga

N. HERBAL UNTUK ARTRITIS


1. Cabe
2. Jahe
3. Kayu putih
4. Sereh

O. HERBAL UNTUK KONSTIPASI


1. Daun sendok
2. Daun wungu
3. Lidah buaya

P. HERBAL UNTUK BATUK


1. Adas
2. Timi

Q. HERBAL UNTUK GASTROENTERITIS


1. Daun jambu biji
2. Sambiloto

R. HERBAL UNTUK INSOMNIA


1. Pala
2. Valerian (Ki Saat)

S. HERBAL UNTUK PENGGUNAAN PENYAKIT KULIT (PANU, KADAS,


KURAP)
1. Ketepeng china
2. Pegagan

~ 44 ~
- 17 -

T. HERBAL UNTUK HEPATOPROTEKTOR


1. Kunyit
2. Meniran
3. Paliasa
4. Temu lawak

U. HERBAL UNTUK DISFUNGSI EREKSI


1. Cabe jawa
2. Pasak bumi
3. Purwoceng
4. Som jawa

V. HERBAL UNTUK ISPA


1. Sambiloto

W. HERBAL UNTUK HEMOROID


1. Daun wungu

X. HERBAL UNTUK MENINGKATKAN AIR SUSU IBU/ASI


(LAKTOGOGUM)
1. Daun katuk
2. Torbangun
3. Klabet

~ 45 ~
- 18 -

BAB IV
OBAT HERBAL ASLI INDONESIA

A. HERBAL UNTUK DISLIPIDEMIA


1. Alpukat
Persea americana Mill., P. gratissima Gaertn.
Suku : Lauraceae

Gambar 1. Alpukat

a. Nama Daerah
Avokat, apokat, alpuket
b. Bagian yang digunakan
Daun, biji
c. Deskripsi Tanaman/simplisia
Pohon tinggi + 10 m, berkayu, bulat, bercabang berwarna
coklat kotor. Daun tunggal bulat telur, berwarna hijau,
bertangkai letak tersebar, ujung dan pangkal runcing,
berbulu, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm. Bunga majemuk,
bentuk malai, tumbuh diujung ranting, mahkota berambut,
putih kekuningan. Buah buni bulat telur, 5-20 cm, berbintik-
bintik atau gundul, daging buah bila sudah masak lunak,
keping biji coklat kemerahan. Akar tunggang bulat berwarna
coklat.
d. Kandungan Kimia
Daun mengandung minyak atsiri 0.5%, dengan methyl-
chavicol, d-d-pinene dan paraffin, isorhamnetin, luteolin,
rutin, quercetin dan apigenin. Biji mengandung saponin,
tannin, flavonoid dan alkaloid.

~ 46 ~
- 19 -

e. Data Keamanan
LD50 per oral ekstrak air biji Persea americana (alpukat):
> 10 g/kg BB pada tikus. LD50 per oral serbuk biji P.
americana: 1767 mg/kg BB pada mencit.
f. Data Manfaat
1) Uji Praklinik:
Efek hipolipidemia P. americana dilakukan pada
tikus hiperkolestrolemia dengan berbagai dosis ekstrak
metanol-air biji P. americana menurunkan kadar TC,
TG, LDLC and VLDLC dan meningkatkan HDLC secara
bermakna. Efek ini tergantung dosis dan perubahan
diamati pada dosis ekstrak 300 mg/kg BB. Disimpulkan
biji P. americana menunjukkan efek hipolipemia dan
merupakan terapi alternatif untuk hiperlipemia dan
hipertensi. Tigapuluh lima (35) tikus diinduksi
hiperkolesterolemia dengan 30 mg/0,3 mL kolesterol per
oral. Kelompok 1 adalah kontrol normal yang diberi
akuades, kelompok 2, tikus tanpa hiperkolesterolemia
yang diberi akuades. Kelompok 3-6 diberi kolesterol per
oral dan ekstrak metanol biji P. americana dosis 50,
100, 200 dan 300 mg/kg BB selama 10 hari. Hasil
menunjukkan ada penurunan kadar TC, TG, VLDLC dan
LDLC dan peningkatan HDLC secara bermakna (P < 0.05)
pada kelompok berbagai dosis P. americana.
Studi eksperimental Pre dan Post Randomized
Controlled Group Design dilakukan pada 32 tikus
hiperlipidemia yang dibagi menjadi 4 kelompok.
Kelompok kontrol, mendapat diet standar, dan 3
kelompok terapi, I mendapat diet jus P. americana 2
mL/hari, kelompok II, 3 mL/hari, dan terapi III,
4 mL /hari selama 15 hari. Didapat hasil bahwa ke -3
dosis jus P. americana menurunkan serum kolesterol
total secara bermakna dibanding kontrol (p=0.000). Dosis
yang paling efektif adalah 4 mL/hari.
2) Uji klinik:
Pada suatu studi, 2 kelompok perempuan dialokasi
secara random untuk mendapat diet P. americana, yang
lain diet tinggi karbohidrat kompleks. Setelah 3 minggu,

~ 47 ~
- 20 -

diet P. americana menurunkan kadar kolesterol total


8.2% dari baseline, sedangkan penurunan pada
karbohidrat kompleks yaitu 4.9% (tidak bermakna).
Kadar LDL kolesterol dan apolipoprotein B menurun
hanya pada kelompok P. americana.
Untuk menentukan efek diet high monounsaturated
fatty acids (MFA) terhadap lipid serum, diteliti 30
normolipidemia dan 37 pasien dengan
hiperkolesterolemia ringan (5.4-9.3 mmol/L), di mana 15
dari padanya hipertrigliseridemia (2.3-4.8 mmol/L).
Sejumlah 15 normolipidemia dan 30 hiperkolesterolemia
(15 dengan NIDDM) menerima diet P. americana (2000
KKal, lipids 53%, MFA 49 g, saturated/unsaturated ratio
0.54), dan 7 hiperkolesterolemia non-DM mendapat diet
kontrol isokalori (MFA 34 g, saturated/unsaturated ratio
0.7). Setelah 7 hari, pada normolipidemia, serum
kolesterol total menurun 16% diikuti diet tinggi MFA,
dan meningkat pada kontrol (p < 0.001). Pada subjek
hiperkolesterolemia yang mendapat P. americana, serum
kolesterol total menurun 17%, LDL-kolesterol menurun
22% dan trigliserida menurun 22%, serta peningkatan
HDL-kolesterol 11% secara bermakna (p < 0.01). Diet
tinggi MFA- P. americana dapat memperbaiki profil lipid
pada orang sehat dan pasien hiperkolesterolemia dan
pasien yang juga disertai hipertrigliseridemia.
g. Indikasi
Hiperkolesterolemia (Grade B)
h. Kontra Indikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Alergi lateks, pisang, melon, dan pir mungkin sensitif
silang dengan alpukat
k. Interaksi
Penurunan efek warfarin dilaporkan pada 2 pasien
l. Posologi
2 x 2 kapsul (250 mg ekstrak daun)/hari

~ 48 ~
- 21 -

2. Bawang Putih
Allium sativum Linn.
Suku : Liliaceae

Gambar 2. Bawang Putih

a. Nama daerah
Bawang putih, bawang basihong, lasun, lasuna,
palasuna, dasun, bawang handak, bawang pulak, ghabang
pote, kesuna, lasuna mabida, lasuna mawuru, yantuna
mopusi, pia moputi.
b. Bagian yang digunakan
Umbi lapis
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Bentuk berupa umbi lapis, warna putih atau putih
keunguan, bau khas, rasa agak pahit. Umbi berlapis
majemuk berbentuk hampir bundar, garis tengah 4-6 cm,
terdiri dari 8-20 siung seluruhnya diliputi 3-5 selaput tipis
serupa kertas berwarna putih, tiap suing diselubungi 2
selaput serupa kertas, selaput luar warna agak putih dan
agak longgar. Bau khas aromatik tajam, rasa agak pedas
lama kelamaan menimbulkan rasa agak tebal di bibir, warna
kekuningan.
Merupakan tanaman perennial tinggi 25-70 cm, memiliki
batang yang lurus kaku atau sedikit membengkok. Daun
memiliki permukaan yang datar dan lebar dari 4-25 mm.
d. Kandungan kimia
Alliin (alkilsistein sulfoksida), allylalliin, profenil alliin,
dan allisin (termasuk gama glutamil). Umbi yang telah kering
dan kemudian dilembabkan kembali dengan ragi akan

~ 49 ~
- 22 -

menghasilkan minyak yaitu oligosulfida, ajoens (dialkil-


trithiaalkana-monoksida) dan vinil dithiin fruktosa, saponin
allisin, dan selenium.
e. Data keamanan
LD50 3034 mg/kg BB pada kelinci, per oral. Allii sativi
bulbus (bawang putih) tidak mutagenik secara in vitro. Dapat
menyebabkan ulkus pada gaster.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Pada cell line binatang dan manusia, terlihat
penurunan lemak jaringan vaskular, pembentukan fatty
streak, dan ukuran plak aterosklerotik.
2) Uji klinik:
Sebuah meta-analisis mereview 16 uji klinik
random dengan control (14 paralel dan 2 cross-over) dari
952 subjek tentang efek Bulbus Allii sativi terhadap lipid
dan lipoprotein serum. Dosis serbuk A. sativum (bawang
putih) 600–900 mg/hari, atau umbi segar 10 g atau
minyak 18 mg, atau ekstrak (dosis tidak disebut). Median
lama terapi 12 minggu.
Subjek yang mendapat A. sativum (serbuk/bukan
serbuk) menunjukkan rerata penurunan kolesterol total
12%, dan trigliserida serum 13% (hanya serbuk). Namun
kualitas uji klinik kurang baik. Minyak bawang putih
0.25 mg/kg BB (15 g minyak setara 30 g umbi untuk BB
61 kg) menurunkan kadar kolesterol 18% setelah
penggunaan 8 bulan (dari rerata 298 ke 244 mg/dL).
Pemberian umbi 10 g setelah makan pagi selama 2 bulan
menurunkan kadar kolesterol 15% (pada pasien dengan
kolesterol 160-250 mg/dL). Pada 50 pasien dengan
rerata kadar kolesterol 213 mg/dL penurunan kadar
kolesterol total 16%. Pada uji klinik lain, A. sativum 7.2
g setiap hari selama 6 bulan pada 41 hiperkolesterolemia
sedang (kolesterol darah 220-290 mg/dL) dibanding
plasebo menunjukkan penurunan kolesterol total 6.1%,
dan kadar LDL 4%.
Kajian sistematik terhadap potensi menurunkan
lipid terhadap 8 studi dari 500 subyek yang mendapat

~ 50 ~
- 23 -

serbuk A. sativum 600-900 mg menghasilkan penurunan


serum kolesterol dan trigliserida sebesar 5-20%, dan
disimpulkan bahwa serbuk bawang putih berpotensi
menurunkan kadar lemak darah.
Mekanisme kerja: aktivitas antikolesterolemia dan
antihiperlipidemia diduga karena kandungan diallil
disulfida dan trisulfida yang menghambat hepatic-
hydroxy-methylglutaryl-CoA (HMG-CoA) reductase dan
peningkatan ekskresi garam empedu ke dalam feses dan
mobilisasi lemak jaringan ke dalam sirkulasi.
g. Indikasi
Hiperlipidemia (Grade B), aterosklerosis (Grade C)
h. Kontraindikasi
Alergi terhadap bawang putih.
i. Peringatan
Mengkonsumsi dalam jumlah yang besar akan
meningkatkan resiko pendarahan pascaoperasi. Hati-hati
pada kehamilan dan laktasi.
j. Efek Samping
Gastritis. Makan umbi segar, ekstrak atau minyak dalam
keadaan perut kosong dapat menimbulkan heartburn,
nausea, vomitus dan diare. Nafas dan keringat bau bawang
putih. Orang yang belum pernah memakai obat ini mengalami
sedikit alergi.
k. Interaksi
Pasien dalam terapi warfarin harus diperingatkan bahwa
mengkonsumsi Allii Sativi Bulbus akan meningkatkan waktu
pendarahan. Waktu lamanya pendarahan telah dilaporkan
meningkat 2x untuk pasien. Tidak boleh diberikan bersamaan
dengan antikoagulan dan antitrombotik clopidogrel karena
dapat meningkatkan risiko perdarahan.
l. Posologi
1 x 1 kapsul lunak (500 mg ekstrak)/hari

~ 51 ~
- 24 -

3. Daun dewa
Gynura procumbens (Lour.) Merr
Suku : Compositae

Gambar 3. Daun dewa

a. Nama Daerah
Beluntas cina, samsit, tigel kio
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi Tanaman/simplisia
Tumbuhan merambat atau menjalar, tinggi sampai 2 m.
Helai daun berbentuk oval, bulat telur memanjang atau
lanset panjang dengan pangkal menyempit panjang dan ujung
meruncing. Tepi daun berlekuk tajam atau tumpul dan
bergerigi kasar, kadang-kadang terpilin menyerupai kail.
Permukaan berambut halus dengan panjang daun bervariasi
dari 3,5-12,5 cm dan panjang tangkai daun 0,5-3,5 cm.
Bunga berbentuk bonggol, yang bergantung 2-7 bonggol
membentuk perbungaan malai rata atau malai cawan.
Bunga berbau menusuk dengan mahkota berwarna
jingga muda, kuning-jingga sering menjadi coklat kemerahan.
Batang berkotak-kotak atau beralur, lunak, berbintik-bintik
ungu dan berambut halus.
d. Kandungan Kimia
Daun mengandung 4 senyawa flavonoid (3’4’-
dihidroksiflavon; 4’hidroksiflavonol tersubstitusi pada posisi
4’;3’,4’-dihiroksiflavonol tersubstitusi pada posisi 3; 3,7-

~ 52 ~
- 25 -

dihidroksiflavon), tanin galat, saponin dan


steroid/triterpenoid. Metabolit yang terdapat dalam ekstrak
yang larut dalam etanol 95% antara lain asam klorogenat,
asam kafeat, asam vanilat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi
benzoat. Sterol (β-sitosterol dan stigmasterol), glikosida sterol
(3-O-β-D-glukopiranosil β-sitosterol, 3-O-β-D-glukopiranosil
stigmasterol), nonadekana, phytyl valearat, adenosine
kaempferol-3-O-neohesperidosida, metalheksadekanoat, metal
9-oktadekenoat, 4-hidroksi-4-metil-2-pentanon, stigmasterol
asetat, kuersetin, kaempferol-3-glukosida, kuersetin-3-O-
ramnosil (1-6) galaktosida, kuersetin-3-O-ramnosil (1,6)
glukosida, 3,5-di-O-asam kafeoilkuinat, 4,5-di-O-asam
kafeoilkuinat, 1,2-bisdodekanoil-3-α-O-D-glukopiranosil-Sn-
gliserol.
e. Data Keamanan
LD50 ekstrak oral pada mencit: 5,56 g/kg BB. Fraksi
kloroform dari ekstrak etanol bersifat mutagenik.
f. Data Manfaat
Uji praklinik:
Pengujian ekstrak etanol pada tikus normal dan tikus
diabetes yang diinduksi streptozotocin, selama 7 hari dengan
kontrol metformin dan glibenklamid, selain menurunkan
kadar gula darah juga menghasilkan dosis efektif optimum
untuk menurunkan kolesterol dan trigliserida adalah 150
mg/kg BB. Fraksi butanol dosis 30, 100, dan 300 mg/kg BB
selama 21 hari pada mencit menurunkan total kolesterol dan
trigliserida serta meningkatkan HDL.
Penelitian ekstrak Gynura procumbens (daun dewa)
terhadap enzim lipase yang dikultur dari Bacillus subtilis
mendapatkan hasil bahwa konsentrasi ekstrak kasar daun
dewa menghambat enzim lipase secara optimum pada 60
mg/10 mL (aq) dengan aktivitas 1.25 µmol/mL/menit.
g. Indikasi
Dislipidemia, penurun kolesterol
h. Kontra Indikasi
Belum diketahui

~ 53 ~
- 26 -

i. Peringatan
Menghambat aktivitas angiotensin converting enzyme
(ACE), menimbulkan hipotensi
j. Efek Samping
Gangguan hati
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 kapsul (600 mg ekstrak)/hari

4. Kunyit
Curcuma domestica Val.
Sinonim : C.longa Linn., Turmerik
Suku : Zingiberaceae

Gambar 4. Kunyit

a. Nama daerah
Rimpang kunyit, koneng, kunir, konyet, kunir bentis,
temu koneng, temu kuning, guraci.
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak tinggi ±70 cm, batang semu, tegak, bulat,
membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan. Daun
tunggal membentuk lanset memanjang. Helai daun 3-8, ujung
dan pangkal daun runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar
8-12 cm. Pertulangan daun menyirip, daun berwarna hijau
pucat. Bunga majemuk berambut bersisik. Panjang tangkai
16-40 cm. panjang mahkota 3 cm, lebar 1 cm, berwarna
kuning. Kelopak silindris, bercangap 3, tipis dan berwarna

~ 54 ~
- 27 -

ungu. Pangkal daun pelindung putih. Akar serabut berwarna


coklat muda. Rimpang warna kuning jingga, kuning jingga
kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan.
d. Kandungan kimia
Kurkuminoid yaitu campuran dari kurkumin
(diferuloilmetan), monodeksmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin. Struktur fenolnya memungkinkan
untuk menghilangkan radikal bebas. Minyak atsiri 5,8%
terdiri dari a-felandren 1%, sabinen 0,6%, sineol 1%, borneol
0,5%, zingiberen 25%, dan seskuiterpen 53%. Mono- dan
seskuiterpen termasuk zingiberen, kurkumen, α- dan β-
turmeron.
e. Data Keamanan
LD50 ekstrak etanol pada mencit per oral: > 15 g/kg BB.
Monyet diberi 0,8 mg/kg BB kurkumin/hari dan tikus 1,8
mg/kg BB/hari selama 90 hari tidak menunjukkan efek
samping. In vitro tidak bersifat mutagenik. Per oral pada tikus
dan mencit tidak teratogenik. FDA mengklasifikasikan sebagai
GRAS (Generally Recognized as Safe). Tidak ada efek samping
pada pasien artritis rematoid yang diberi 1200 mg/hari
kurkumin selama 2 minggu. Tidak ada efek toksik setelah
pemberian oral 2,2 g kunyit (setara 180 mg kurkumin)/hari
selama 4 bulan.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Pemberian ekstrak Curcuma longa (kunyit) 200
mg/kg BB pada tikus menunjukkan aktivitas
antihiperkolesterolemia, menurunkan LDL tanpa
mempengaruhi HDL. Ekstrak etanol rimpang kering
dosis 30 mg/kg BB diberikan intragastrik pada tikus
setiap 6 jam selama 48 jam, memperlihatkan aktivitas
antihiperkolesterolemia.
Kelinci yang dibuat aterosklerosis yang diberi diet
tinggi kolesterol dan ekstrak C. longa menunjukkan efek
antioksidan yang positif dibanding kelompok kontrol.
Kurkumin memobilisasi α-tokoferol dari jaringan lemak,
sehingga melindungi dari kerusakan oksidatif yang
diproduksi selama pembentukan aterosklerosis.

~ 55 ~
- 28 -

Kurkumin meningkatkan transpor kolesterol LDL &


VLDL dalam plasma, sehingga meningkatkan kadar α-
tokoferol.
Mekanisme kerja :
kandungan kurkumin meningkatkan aktivitas kolesterol-
7α-hidroksilase dan meningkatkan katabolisme
kolesterol. Pada jaringan dan mikrosom hati tikus,
kandungan demethoxycurcumin, bisdemethoxycurcumin,
dan acetylcurcumin menghambat lipid peroksidase.
2) Uji klinik:
Uji acak terkontrol terhadap subyek DM tipe-2
menunjukkan pemberian kapsul yang mengandung
kombinasi ekstrak C. longa (200 mg/kapsul) dan bawang
putih (200 mg/kapsul) dengan dosis 2,4 g per hari
selama 12 minggu menunjukkan perbaikan profil lipid
(penurunan kolesterol total, LDL, trigliserid), penurunan
glukosa darah puasa dan penurunan kadar HbA1C.
Sebanyak 10 sukarelawan sehat yang diberi 500 mg
curcumin selama 7 hari menghasilkan penurunan
bermakna kadar lipid peroksida serum (33%) dan
peningkatan HDL kolesterol (29%) serta penurunan
kadar serum kolesterol total (12%).
g. Indikasi
Dislipidemia, hiperkolesterolemia (Grade C)
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu, kolesistitis. Hipersensitivitas
terhadap komponen kunyit, gagal ginjal akut, anak < 12
tahun.
i. Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan batu empedu, sebaiknya
konsul ke dokter ahli penyakit dalam. Hati-hati penggunaan
pada kehamilan dan masa menyusui karena belum ada data
keamanannya.
j. Efek Samping
Mual
k. Interaksi
Dapat meningkatkan aktivitas obat antikoagulan,
antiplatelet, trombolitik, sehingga meningkatkan risiko

~ 56 ~
- 29 -

perdarahan. Interaksi kurkumin dengan herbal yang lain:


orang sehat diberi 2 g kurkumin dikombinasi dengan 20 mg
piperin, bioavailabilitas kurkumin meningkat 20 kali.
l. Posologi
2 x 1 tablet (200 mg ekstrak)/hari ac.

5. Mengkudu
Morinda citrifolia Linn.
Suku : Rubiaceae

Gambar 5. Mengkudu

a. Nama daerah
Pace, kemudu, cengkudu, kodhuk, wengkudu, noni
b. Bagian yang digunakan
Buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi 4-8 m, batang berkayu bulat, kulit kasar,
penampang batang muda segi empat, coklat kekuningan.
Daun tunggal bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi
rata, panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, tangkai pendek
berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk bonggol,
bertangkai di ketiak daun. Buah bonggol, permukaan tidak
teratur, berdaging panjang 5-10 cm, hijau kekuningan. Biji
keras, segitiga, coklat kemerahan. Simplisia berupa irisan
buah, warna cokelat, bau khas, rasa sedikit pahit, dengan
ketebalan ± 1 cm, diameter 3-5 cm, dengan tonjolan-tonjolan
biji.

~ 57 ~
- 30 -

d. Kandungan kimia
Alkaloid seronin, plant steroid, alisarin, lisin, sodium,
asam kaprilat, arginin, prokseronin, antrakuinin, trace
elements, fenilalanin, magnesium, terpenoid, dll.
e. Data keamanan
LD50 ekstrak air etanol buah, daun, akar pada mencit: >
10 g/kg BB. LD50 ekstrak etanol daun per oral pada tikus: >
2000 mg/kg BB.
NOEL (no observe effect level): tidak teramati ES sampai
dosis 6.86 g/kg BB (sebanding dengan 90 mL/kgBB jus buah)
pada tikus. Pemberian jus buah pada 96 sukarelawan sehat
sampai dosis 750 mL/orang/hari selama 28 hari dinyatakan
aman terhadap parameter biokimia darah, urin dan tanda-
tanda vital.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Pemberian ekstrak etanol 50% campuran buah dan
daun dapat menurunkan kadar gula darah binatang
percobaan. Ekstrak buah, daun dan akar ketiganya
menimbulkan penurunan kadar kolesterol total dan
trigliserida. Pada tikus dislipidemia yang diinduksi diet
tinggi lemak, ekstrak buah, daun dan akar ketiganya
menyebabkan penurunan kadar kolesterol total,
trigliserida, LDL kolesterol, indeks aterogenik, dan ratio
kolesterol total/HDL, secara bermakna. Ekstrak akar
menimbulkan peningkatan HDL. Mekanismse
antidislipidemi Morinda citrifolia melalui beberapa cara
antara lain inhibisi biosintesis, absorpsi dan sekresi
lipid. Diduga karena adanya multiple antioxidant yang
poten dalam mengkudu.
2) Uji klinik:
Sejumlah 38 perokok mendapat 2 kali 2 ons jus M.
citrifolia (mengkudu)/hari selama 30 hari dibanding
plasebo, hasil menunjukkan jus M. citrifolia menurunkan
kadar kolesterol total 7-22%, LDL 6-10%, trigliserida 10-
54%, homosistein 21%, dan meningkatkan HDL
kolesterol 10-16%, sedangkan pada plasebo tidak ada
perubahan. Hasil penelitian lainnya dari Badan POM

~ 58 ~
- 31 -

menyimpulkan bahwa M. citrifolia dapat menurunkan


kadar trigliserida.
g. Indikasi
Dislipidemia
h. Kontraindikasi
Kehamilan, laktasi, anak, hiperkalemia, alergi.
i. Peringatan
Hati-hati terhadap penderita gastritis karena mengkudu
bersifat asam. Dengan obat antidiabetes dapat terjadi
hipoglikemia dan hipotensi, karena dapat menurunkan kadar
glukosa dan kalium darah. Warna urin dapat menjadi merah
muda sampai merah kecoklatan.
j. Efek Samping
Sedasi, mual, muntah, alergi
k. Interaksi
Dapat berinteraksi dengan obat ACE inhibitor, antagonis
reseptor angiotensin II, diuretik hemat kalium. Dapat
mengurangi efek obat imunosupresan.
l. Posologi
2 x 1 kapsul (600 mg ekstrak)/hari selama 30 hari

6. Rosela
Hibiscus sabdarifa Linn.
Suku : Malvaceae

Gambar 6. Rosela

a. Nama daerah
Gamet walanda, kasturi roriha, merambos ijo, kesew
jawe, asam rejang, asam jarot

~ 59 ~
- 32 -

b. Bagian yang digunakan


Kelopak bunga
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tumbuhan berupa semak, tumbuh tegak tinggi dapat
mencapai 3 m. Batang berbentuk bulat, berkayu lunak, tegak
bercabang-cabang berwarna merah. Daun bentuk bulat telur
dengan ujung tumpul dan tepi daun bergerigi. Tangkai bunga
keluar dari ketiak daun. Bunga tunggal, kelopak bunga
bentuk lanset, berdaging tebal, berwarna merah tua.
d. Kandungan kimia
Kelopak bunga mengandung senyawa antosianin,
vitamin C, dan B. Kandungan lainnya adalah kalsium, beta
karoten serta asam amino esensial. Rosela memiliki banyak
unsur kimia yang menunjukkan ektivitas farmakologis.
Sebanyak 15-20% merupakan asam-asam tumbuhan yang
meliputi asam sitrat, asam malat, asam tartar dan asam (+)-
allo-hidroksisitrat.
e. Data keamanan
LD50: di atas 5000 mg/kg BB per oral pada tikus. Pada
dosis 15 mg/kg BB terlihat ada perubahan kadar albumin,
namun pada gambaran histologi tak ada perubahan. Pada
pria sehat, dapat menurunkan kadar kreatinin, asam urat,
sitrat, tartrat, kalsium, natrium, kalium, dan fosfat pada urin.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Pemberian ekstrak kering kelopak bunga Hibiscus
sabdarifa (rosela) 500 dan 100 mg/kg BB pada tikus
dengan diet kolesterol tinggi selama 6 minggu dapat
menurunkan kadar kolesterol 22 dan 26%, sedangkan
trigliserida turun sebesar 33 dan 28%. Sementara kadar
high-density lipoprotein (HDL) tidak terjadi perubahan
nyata.
2) Uji klinik:
Esktrak kering kelopak bunga H.sabdarifa 100
mg/hari selama 1 bulan dapat menurunkan secara nyata
kadar kolesterol total dan trigliserida, meningkatkan
kadar HDL. Sediaan kapsul diberikan peroral pada 42
sukarelawan dengan umur 18-75 tahun dengan kadar

~ 60 ~
- 33 -

kolesterol 175-327 mg/dL selama 4 minggu.


Sukarelawan dibagi 3 kelompok masing-masing
memperoleh 1, 2 dan 3 kapsul.
Pada minggu ke-2 terjadi penurunan kadar
kolesterol pada ketiga kelompok sekitar 7,08-8,2 %
dibandingkan dengan baseline, sedangkan pada minggu
ke-4 penurunan terjadi sekitar 8,3-14,4%. Penurunan
nyata terlihat pada kelompok 2 yaitu 12% pada 71%
sukarelawan.
g. Indikasi
Dislipidemia
h. Kontraindikasi
Anak. Rosela seharusnya dihindari oleh pasien yang
mempunyai riwayat alergi atau hipersensitif terhadap rosela
atau kandungannya.
i. Peringatan
Gastritis erosif berdasarkan laporan kasus, karena
bersifat sangat asam. Pemberian pada dosis tinggi harus hati-
hati.
j. Efek Samping
Walaupun rosela sering digunakan sebagai teh, data
keamanan yang dilaporkan masih terbatas.
k. Interaksi
Menurunkan kadar klorokuinolon sehingga tidak
berefek. Asetaminofen ditambah dengan pemberian rosela
dapat mengubah waktu paruh obat asetaminofen pada
sukarelawan. Rosela memiliki aktivitas estrogen meskipun
belum ada perubahan klinis yang jelas. Interaksi dapat terjadi
dengan senyawa estrogen lain.
l. Posologi
2 x 1 tea bag (6 g serbuk)/hari, seduh dalam 1 cangkir air.
1 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.

~ 61 ~
- 34 -

7. Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Suku : Zingiberaceae

Gambar 7. Temu lawak

a. Nama daerah
Temulawak, koneng gede, temu labak
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perawakan terna berbatang semu, tinggi dapat mencapai
2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang
sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap,
bagian dalam berwarna jingga, rasanya agak pahit. Setiap
individu tanaman mempunyai 2-9 daun, berbentuk lonjong
sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang
sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang
tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan
berupa bunga majemuk bulir, muncul di antara 2 ruas
rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 10-37 cm berambut,
daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garus,
berambut halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir
lonjong, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, berdaun pelindung
banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga, berbentuk bulat telur sungsang (terbalik)
sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau putih
dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian
bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm,
lebar 1,5-3,5 cm.

~ 62 ~
- 35 -

d. Kandungan kimia
Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid (0,8-2%)
terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin, minyak atsiri
(3-12%) dengan komponen α-kurkumen, xanthorizol, β-
kurkumen, germakren, furanodien, furanodienon, ar-
turmeron, β-atlantanton, d-kamfor. Pati (30-40 %) (periksa
kandungan kimia, karena ini mungkin tertukar dengan
kunyit)
e. Data keamanan
LD50 ekstrak etanol per oral pada mencit: > 5 g/kg BB.
LD50 kurkumin per oral pada tikus dan guinea pig: > 5 g/kg
BB. Uji klinik fase I dengan 28 orang sehat dengan dosis
sampai 8000 mg/hari selama 3 bulan tidak menunjukkan
efek toksik. Dari lima penelitian pada manusia dengan dosis
1125-2500 mg kurkumin per hari tidak menunjukkan adanya
toksisitas.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
Penelitian efek C. xanthorrhiza terhadap lipid serum dan
hepar, HDL-kolesterol dan apolipoprotein (apo) A-I, dan enzim
lipogenik hati pada tikus dilakukan dengan memberikan diet
bebas kolesterol. C. xanthorrhiza menurunkan kadar
trigliserida serum, fosfolipid, kolesterol hati, dan
meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan apo A-I serum, dan
menurunkan aktivitas fatty acid synthase hati. Pada tikus
yang diberi diet tinggi-kolesterol, C. xanthorrhiza tidak
menekan peningkatan kolesterol serum, walaupun
menurunkan kolesterol hati. Kurkuminoid dari C.
xanthorrhiza tidak mempunyai efek bermakna pada lipid
serum hati.
Efikasi C. xanthorrhiza dalam menurunkan lipid darah
dievaluasi pada 40 kelinci yang dibagi menjadi 4 kelompok
dan mendapat diet isoaterogenik tanpa curcuma, rendah
curcuma (2 g/kg BB), medium curcuma (3 g/ kg BB) dan
tinggi curcuma (4 g/kg BB) selama 120 hari. C. xanthorrhiza
tidak mempengaruhi makan, konsumsi protein dan lemak
dan ekskresi protein (P > 0,05), tetapi secara bermakna (P <
0,05) meningkatkan ekskresi lemak. Kadar kolesterol

~ 63 ~
- 36 -

menurun 46,6 ; 56,4 dan 63,2% dan kadar HDL meningkat


9,9; 14,5 dan 21,9% pada pemberian 2, 3 and 4 g/kg BB
curcuma. C. xanthorrhiza menurunkan secara bermakna (P <
0.05) kadar LDL dan (P < 0.01) kadar trigliserida 20,4 ; 28,5
dan 29,5% pada pemberian 2, 3 dan 4 g/kg BB curcuma.
Inhibitor reduktase HMG-CoA meningkat secara bermakna (P
< 0.05) dengan curcuma. Peroksidasi lipid dicegah pada
pemberian 3 dan 4 g/kg BB curcuma. Peningkatan ekskresi
lemak dimediasi melalui akselerasi metabolisme lipid dari
jaringan ekstrahepatik ke hepar, sehingga meningkatkan
ekskresi kolesterol melalui empedu ke dalam feses. C.
xanthorrhiza potential sebagai fitoterapi untuk aterosklerosis
dan gangguan kardiovaskuler.
g. Indikasi
Dislipidemia, penurun kolesterol
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu
i. Peringatan
Hati-hati pada penderita gastritis dan nefrolithiasis.
j. Efek Samping
Hingga saat ini belum ditemukan efek samping yang
berarti. Tidak dapat digunakan pada penderita radang
saluran empedu akut
k. Interaksi
Hati-hati menggunakan temulawak bersama dengan
antikoagulan
l. Posologi
2 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari

~ 64 ~
- 37 -

B. HERBAL UNTUK DIABETES


1. Brotowali
Tinospora rhumpii Boerl
Suku : Menispermaceae

Gambar 8. Brotowali

a. Nama daerah
Antawali, tampa lorong, tambara ula, akar ali-ali.
b. Bagian yang digunakan
Batang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Brotowali merupakan tumbuhan merambat atau
memanjat, tinggi batang dapat mencapai 2,5 meter, yang
memiliki batang berwarna hijau penuh degan benjolan yang
rapat, pegangannnya mudah terkelupas
d. Kandungan kimia
Alkaloid berberin dan columbin, glikosida pikroretosida,
zat pahit pikroretin, dammar lunak dan palmitin.
e. Data keamanan
LD50 ekstrak metanol batang brotowali: 10,11 g/kg BB
mencit per oral. Ekstrak etanol oral pada tikus dosis 4,0 g/kg
BB (setara serbuk 28,95 g/kg BB), tidak menunjukkan efek
toksik.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Infusa batang brotowali 5; 7,5 dan 10% b/v dengan
pemberian parenteral dapat menurunkan kadar glukosa
darah kelinci, dibandingkan dengan glibenklamid.
Mekanisme insulinotropik Tinospora crispa diteliti in vitro
menggunakan insulin secreting clonal ß-cell line, HIT-T15.

~ 65 ~
- 38 -

2) Uji klinik:
Studi RCT, disain bersilang untuk menentukan efek
hipoglikemia serbuk Tinospora crispa dilakukan pada 36
pasien sindrom metabolik yang memenuhi kriteria NCEP
III, dirandom untuk mendapat kapsul serbuk 2 x 250
mg atau plasebo selama 2 bulan.
Pada pasien Tinospora crispa kadar gula darah
menurun secara bermakna dibanding baseline (4,03 ±
11,35 mg/dL, p=0,027, median=4,00 mg/dL, juga gula
darah puasa (6,29 ± 10,47 mg/dl, p=0,007, median=8,00
mg/dl, n=24). Peningkatan kadar aspartate
aminotransferase dan alanine aminotransferase terdapat
pada 16,7% sampel.
g. Indikasi
Diabetes Melitus
h. Kontraindikasi
Kehamilan dan laktasi
i. Peringatan
Gangguan fungsi hati
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Dengan obat yang berisiko meningkatkan enzim hati
l. Posologi
2 x 1 kapsul (250 mg ekstrak)/hari.

2. Kayu Manis
Cinnamomum burmanii Nees &Th. Nees (C. Zeylanicum )
Suku: Lauraceae

Gambar 9. Kayu manis

~ 66 ~
- 39 -

a. Nama daerah:
Holim, holim manis, modang siak–siak, kanigar, madang
kulit manih, huru mentek, kiamis, kanyengar, kesingar,
kecingar, cingar.
b. Bagian yang digunakan:
kulit batang
c. Deskripsi tanaman/simplisia:
Pohon tahunan tinggi 10-15 m, berkayu, tegak,
bercabang, berwarna hijau kecoklatan. Daun tunggal, lanset,
ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 4-14 cm, lebar
1-6 cm. Warna pucuknya kemerahan, sedangkan daun
tuanya hijau tua. Bunga berkelamin dua, warna kuning,
ukurannya kecil.
Buah buni, berbiji satu dan berdaging, bentuk bulat
memanjang, buah muda berwarna hijau tua dan buah tua
berwarna ungu tua.
d. Kandungan kimia:
Kulit kayu manis mengandung minyak atsiri sampai 4%
dengan kandungan utama cinnamaldehyde. Komponen lain
cinnamil acetat, eugenol, -caryofilen, linalool dan cineol,

prosianidin, musilago polisakarida, asam sinamat dan asam
fenolat.
e. Data keamanan:
LD50 minyak kayu manis 4,16 g/kg BB. Uji toksisitas
subkronik dengan konsentrasi 1% pada pakan tikus
menyebabkan sedikit pembesaran sel hati. Pada dosis 0,25%
tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. US FDA
menggolongkan GRAS (Generally Recognized as Safe) dengan
status sebagai bahan tambahan pangan. Tidak menimbulkan
efek mutagenik. Ekstrak metanol kulit kayu manis tidak
menimbulkan efek teratogenik pada tikus.
f. Data manfaat :
1) Pra klinik:
Ekstrak kulit kayu manis dapat menurunkan kadar
glukosa pada uji toleransi glukosa. Efek hipoglikemik
diduga melalui peningkatan sekresi insulin. Senyawa
sinamitanin B1 yang diisolasi dari kulit kayu manis
memperlihatkan efek antihiperglikemik pada sel 3T3-L1.

~ 67 ~
- 40 -

Kombinasi sinamitanin B1 dan insulin dapat


meningkatkan ambilan glukosa. Ektrak metanol daun
kayu manis pada dosis 100, 150 dan 200 mg/kg BB
secara nyata dapat menurunkan kadar gula darah pada
tikus yang diinduksi dengan aloksan.
Efek antidiabetik ekstrak Cinnamomi pada model
hewan dengan DM tipe II (C57BIKsj db/db). pada dosis
(50, 100, 150 dan 200 mg/kg BB) selama 6 minggu dapat
menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna
(P<0.001) dengan hasil paling besar pada dosis 200
mg/kg BB. Kadar insulin serum dan HDL-kolesterol
meningkat secara bermakna (P<0.01) dan kadar
trigliserida, kolesterol total dan aktivitas alpha-
glycosidase intestinal menurun secara bermakna setelah
6 minggu. Hasil ini menandakan bahwa ekstrak
cinnamon berperan mengatur kadar glukosa darah dan
lipid. Efek penekanan kadar glukosa darah diperkirakan
dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin atau
memperlambat absorpsi karbohidrat dalam usus kecil.
2) Uji klinik:
Studi untuk meneliti efek Ekstrak Cinnamomum
(CE) pada ekspresi gen pada kultur adiposity mencit. CE
larut dalam air dihasilkan dari Cinnamomum burmannii.
Quantitative real-time PCR digunakan untuk meneliti
efek CE terhadap ekspresi gen untuk adipokine, glucose
transporter (GLUT), dan komponen insulin-signaling
pada adiposit mencit 3T3-L1. CE (100 [micro]g/ml)
meningkatkan kadar GLUT1 mRNA 1.91 [+ / -]0.15,
4.39 [+ / -] 0.78, dan 6.98 [+ / -] 2.18 kali lipat dari
kontrol setelah terapi 2-, 4-, dan 16-jam. CE
menurunkan ekspresi protein gen insulin-signaling
pathway termasuk GSK3B, IGF1R, IGF2R, and PIK3R1.
Studi menunjukkan bahwa CE mengatur ekspresi
multiple gen dalam adiposit. Uji klinik pada 60 pasien
DM yang mendapat plasebo atau kayu manis dosis (1 g,
3 g atau 6 g)/hari selama 40 hari menurunkan kadar
glukosa puasa 18 – 29%. Pada kelompok kayu manis 1 g,
gula darah puasa turun 2,9 mmol/L; pada kelompok 3

~ 68 ~
- 41 -

g/hari menurun 2,0 mmol/L; dan pada kelompok 6


g/hari menurun 3,8 mmol/L.
g. Indikasi:
Diabetes Melitus (Grade C)
h. Kontraindikasi:
Demam yang tidak jelas kausanya, kehamilan, ulkus
gaster atau duodenum, alergi terhadap kayu manis dan
cinnamaldehyde.
i. Peringatan:
Hati-hati pada pasien dengan kerusakan hati (karena
kandungan coumarin), gangguan jantung.
j. Efek samping:
Dapat mencegah pembekuan darah karena itu hati-hati
bila dikombinasi dengan obat pengencer darah. Alergi
(dermatitis, stomatitis, gingivitis, glositis, perioral dermatitis,
cheilitis).
k. Interaksi:
Dapat menurunkan jumlah trombosit setelah
penggunaan lama. Secara teoritis dengan obat antikoagulan
dan antiplatelet meningkatkan risiko perdarahan tetapi tidak
ada laporan klinis. Efek aditif dengan obat hipoglikemik.
Sinergi dengan obat antiaritmia, herba ginko biloba, cengkeh,
artemisia, ephedra.
l. Posologi:
2 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari

3. Pare
Momordica charantia L
Suku : Cucurbitaceae

Gambar 10. Pare

~ 69 ~
- 42 -

a. Nama daerah
Paria, pare, pare pahit, pepareh, prieu, peria, foria,
pepare, kambeh, paria. Paya, paria, truwuk, paita, paliak,
pariak, pania, pepule, poya, pudu, pentu, paria belenggede,
palia, papariane, pariane, papari, kakariano, taparipong,
papariano, popare, pepare.
b. Bagian yang digunakan
Buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak menjalar, dengan buah tipe peppo, memanjang,
berjerawat tidak beraturan, oranye, pecah sama sekali dengan
3 katup, 5-7 cm (liar) hingga 30 cm (ditanam). Daun pare
berbentuk membulat, bergerigi dengan pangkal bentuk
jantung, garis tengah 4-7 cm, tepi berbagi 5-9 lobus,
berbintik-bintik tembus cahaya, taju bergigi kasar hingga
berlekuk menyirip, memiliki sulur daun dan berwarna agak
kekuningan dan terasa pahit. Bunga jantan dan bunga betina
tumbuh pada ketiak daun. Daun dari pare yang tumbuh liar,
dinamakan daun tundung. Daun ini dikatakan lebih
berkhasiat bila digunakan untuk pengobatan.
d. Kandungan kimia
Buah pare mengandung steroid, karantin, momordikosid,
asil glikosil sterol, asam amino dan asam fenolat. Senyawa
triterpen yang telah dilaporkan antara lain momordikosid (A-
L), goya glikosida (A-H), momordisin, momordisinin,
kukurbitan I-III, dan goya saponoin I-III. Bijinya mengandung
lektin, terpenoid, momordikosid (A- E), visin, asam amino dan
asam lemak, serta polipeptida-p (protein mirip insulin).
Senyawa yang telah diisolasi dari herba adalah saponin,
sterol, glikosida steroid, alkaloid, asam amino dan protein.
Selain itu telah diisolasi triterpenoid lainnya, yaitu
momordikosida dan goya glikosida. Komponen ekstrak pare
dengan elektroforesis dan analisis spektrum infra merah,
mirip dengan struktur insulin binatang.
e. Data keamanan
LD50 jus buah: 91,9 mg/100 g BB dan LD50 ekstrak
alkohol per oral : 362 mg/ 100 g BB pada tikus.
Momorcharins, diisolasi dari biji menginduksi aborsi pada

~ 70 ~
- 43 -

kehamilan muda dan midterm pada mencit dan teratogenik


pada kultur embrio tikus pada tahap awal organogenesis.
f. Data manfaat
Uji klinik:
Uji pada sukarelawan pria normal 20-30 tahun dibagi
menjadi 3 kelompok masing-masing diberi ekstrak pare setara
dengan 0,9; 1,8 dan 2,25 kg. Pemberian dosis setara dengan
1,8 kg buah menurunkan kadar glukosa darah secara
bermakna.Ekstrak air buah pare (50 mg) pada diabetes tipe 2
dapat menurunkan glukosa darah. Pemberian bubur buah
pare pada 100 penderita diabetes tipe-2 memberikan efek
hipoglikemik pada 86 kasus (86%) dan 5 kasus (5%)
menunjukkan pengurangan glukosa darah puasa saja.
Studi kasus (n = 8) perbaikan toleransi glukosa dan
kadar glukosa darah puasa diamati pada pasien (38–50
tahun) diabetes tipe-2 yang diberi serbuk buah kering 2 x 50
mg/kg BB/hari selama 1 minggu. Ekskresi glukosa urin
menurun pada hari ke-3 dan hilang sama sekali setelah 7
hari. Rerata kadar glukosa darah pasca terapi menurun
dibanding nilai pra-terapi yaitu 248 mg/dL menjadi 155
mg/dL (p < 0.001) perbedaan lebih besar setelah pemberian
glukosa 60 g. Tidak ditemukan efek samping.
Studi lain pada 10 pasien diabetes tipe-2 yang diberi
serbuk buah 2,0 g/hari selama 11 hari, memperlihatkan
penurunan kadar glukosa dan kolesterol total 10,02%.
Penurunan kadar glukosa selama GTT sangat bermakna,
10,64–15,15% (p < 0,001).
Mekanisme kerja dengan menurunkan glukoneogenesis
di hati, meningkatkan sintesis glikogen hati, dan
meningkatkan oksidasi glukosa perifer di eritrosit dan
adiposit. Ada data terbatas bahwa buah pare meningkatkan
sekresi insulin di pankreas. Penurunan kadar glukosa
dimulai setelah 30 menit, mencapai maksimum 4 jam dan
berakhir dalam 12 jam.
g. Indikasi
Diabetes melitus (Grade C)
h. Kontraindikasi
Kehamilan, menyusui dan anak

~ 71 ~
- 44 -

i. Peringatan
Semua bagian tanaman pare dapat menurunkan
fertilitas baik pria maupun wanita (khususnya buah dan biji).
j. Efek Samping
Koma hipoglikemi dan konvulsi pada anak, peningkatan
kadar glutamil transferase dan fosfatase alkali, sakit kepala.
k. Interaksi
Pare dapat meningkatkan aktivitas insulin/obat
antidiabetes lainnya dan obat penurun kadar kolesterol.
l. Posologi
2 x 2 kapsul (500 mg ekstrak)/hari

4. Salam
Syzygium polyanthum Weight
Suku : Myrtaceae

Gambar 11. Salam

a. Nama daerah
Meselangan, ubar serai, salam, kastolan
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon, bertajuk rimbun, tinggi sampai 25 meter. Daun
tunggal, bila diremas berbau harum, bertangkai pendek,
panjang tangkai daun 5-10 mm. helai daun berbentuk jorong
memanjang. Panjang 7-15 cm, lebar 5-10 cm. Ujung dan
pangkal daun meruncing, tepi rata. Permukaan atas berwarna
cokelat tua. Tulang daun menyirip dan menonjol pada
permukaan bawah. Tulang cabang halus. Perbungaan berupa
malai, keluar dari ranting, berbau harum.

~ 72 ~
- 45 -

d. Kandungan kimia
Minyak atsiri, tanin, flavonoid
e. Data keamanan
LD50 pada mencit per oral: 5g/kg BB. Uji toksisitas
subkronik dosis 2 g/kg BB tidak menunjukkan gangguan,
namun pada dosis 3 g/kg BB menunjukkan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin plasma serta peningkatan enzim
hati.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik :
Ekstrak air daun salam tidak larut etanol dengan
dosis 700 mg/kg BB terhadap mencit menunjukkan efek
menurunkan konsentrasi glukosa darah mencit normal,
menurunkan konsentrasi glukosa darah pada mencit
diabetes diinduksi aloksan, dan mempercepat toleransi
glukosa pada mencit diabetes diinduksi aloksan.
Uji aktivitas hipoglikemik ekstrak etanol daun salam
30% dan 70% pada kelinci jantan yang dibebani dengan
glukosa menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05).
Kandungan yang teridentifikasi adalah golongan
flavonoid. Tidak terlihat tanda stimulasi terhadap saraf
parasimpatik setelah perlakuan.
Ekstrak daun salam secara oral pada tikus berefek
hipoglikemik. Metabolit yang berada di urin, feses, dan
darah menunjukkan bahwa ekstrak pada feses adalah
0%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
ekstrak diserap oleh tubuh. Pada sampel darah maupun
urin metabolit utama ekstrak tidak terdeteksi
disebabkan karena ekstrak mengalami proses
metabolisme dalam tubuh.
2) Uji klinik :
65 individu DM tipe II terdiri atas 30 perempuan
dan 35 laki-laki dengan usia 35 tahun keatas (rerata
usia 48 tahun) dibagi dalam dua kelompok, yaitu
perlakuan (50 orang) dan kontrol (15 orang).
Ekstrak daun salam diberikan 4 kali sehari 2 kapsul
atau 2 g/hari) Terjadi penurunan rerata gula darah
puasa dari 192,2/dL menjadi 140,3/dL (p<0.05) pada

~ 73 ~
- 46 -

kelompok perlakuan sedangkan pada kontrol tidak ada


perubahan bermakna.
g. Indikasi
Diabetes Melitus
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Tidak dianjurkan pada kelainan hepar dan ginjal
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 sachet (5 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas

C. HERBAL UNTUK HIPERTENSI


1. Mengkudu
Morinda citrifolia L
Suku : Rubiaceae

Gambar 12. Mengkudu

a. Nama daerah
Pace, kemudu, cengkudu, kodhuk, wengkudu, noni.
b. Bagian yang digunakan
Buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi 4-8 m. batang berkayu bulat, kulit kasar,
penampang batang muda segi empat, coklat kekuningan.
Daun tunggal bulat telur, ujung & pangkal runcing, tepi rata,
panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, tangkai pendek berwarna

~ 74 ~
- 47 -

hijau. Bunga majemuk berbentuk bonggol, bertangkai di


ketiak daun. Buah bonggol, permukaan tidak teratur,
berdaging panjang 5-10 cm, hijau kekuningan. Biji keras,
segitiga, coklat kemerahan. Simplisia berupa irisan buah,
warna cokelat, bau khas, rasa sedikit pahit, dengan ketebalan
± 1 cm, diameter 3-5 cm, dengan tonjolan-tonjolan biji.
d. Kandungan kimia
Alkaloid seronin, plant sterois, alisarin, lisin, sosium,
asam kaprilat, arginin, prokseronin, antrakuinin, trace
elements, fenilalanin, magnesium, terpenoid, dll.
e. Data keamanan
LD50 ekstrak air etanol buah, daun, akar pada mencit: >
10 g/kg BB. LD50 ekstrak etanol daun per oral pada tikus: >
2000 mg/kg BB.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Sediaan 70% ekstrak aqua-ethanol akar M. citrifolia
pada sediaan atrium kanan guinea-pig, Morinda
menghambat kekuatan dan rate kontraksi atrium. Pada
sediaan aorta torakalis kelinci, Morinda menghambat
kontraksi yang ditimbulkan oleh phenylephrine (1.0 μM)
pada Kerb’s solutions dengan Ca++ normal dan tanpa
Ca++- dan oleh kadar K+ tinggi setara dengan verapamil.
Pada sediaan aorta torakalis tikus, Morinda juga
merelaksasi kontraksi yang diinduksi oleh phenylephrine
(1.0 μM). Vasodilatasi ini tidak berubah dengan adanya
L-NAME (0.1 mM) atau atropine (1.0 μM) dan
pengangkatan endothelium. Hasil menunjukan bahwa
efek spasmolitik dan vasodilatasi, diduga terjadi melalui
penghambatan kanal Kalsium dan pelepasan Ca intra
sel.
Jus buah dibandingkan dengan furosemid per oral
5 dan 10 mg/kg BB pada tikus untuk menguji efek
diuretik. Jus meningkatkan volume urin (6.82 + 1.18
ml/100 g/24 jam dan 7.87 + 1.15 ml/100 g/24 jam) dan
meningkatkan indeks diuretik menjadi 2.04 dan 2.36
untuk 5 mL/ kgBB dan 10 mL/kg BB dibanding kontrol

~ 75 ~
- 48 -

(107 + 5.18 mmol/L). Walaupun ada penurunan ekskresi


potasium namun tidak bermakna.
2) Uji Klinik:
Studi Preliminary (Pre-Post) pada 10 subjek
hipertensi berusia 28-56 tahun. Tiap subjek mendapat 2
x 200 jus sehari selama satu bulan. Tekanan darah rata-
rata pre dan post adalah 144/83 mmHg dan 132/76
mmHg. Diduga mekanisme kerja dengan menghambat
ACE dan reseptor AT.
Studi lain menggunakan 30 pria sebagai subyek.
Data yang diukur adalah tekanan darah sistolik dan
diastolik sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol
mengkudu. Hasil menunjukkan bahwa rerata tekanan
darah setelah minum ekstrak mengkudu sebesar
111,10/69,75 mmHg lebih rendah daripada tekanan
darah rata-rata sebelum minum ekstrak etanol
mengkudu yaitu sebesar 116,64/72,35 mmHg (p<0,05).
Disimpulkan bahwa ekstrak etanol buah mengkudu
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
g. Indikasi :
Hipertensi
h. Kontraindikasi
Kehamilan, laktasi, anak, hiperkalemia, alergi.
i. Peringatan
Hati-hati terhadap penderita gastritis karena
bersifat asam. Dengan obat antidiabetes dapat terjadi
hipoglikemia dan hipotensi, karena dapat menurunkan kadar
glukosa dan kalium darah. Warna urin dapat menjadi merah
muda sampai merah kecoklatan.
j. Efek Samping
Sedasi, mual, muntah, alergi, hiperkalemia.
k. Interaksi
Dengan obat ACE inhibitor, antagonis reseptor
angiotensin II, diuretik hemat kalium. Dapat mengurangi efek
obat imunosupresan.
l. Posologi
2 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.

~ 76 ~
- 49 -

2. Rosela
Hibiscus sabdarifa Linn.
Suku : Malvaceae

Gambar 13. Rosela

a. Nama daerah
Gamet walanda, kasturi roriha, merambos ijo, kesew
jawe, asam rejang, asam jarot.
b. Bagian yang digunakan
Kelopak bunga
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tumbuhan berupa semak, tumbuh tegak tinggi dapat
mencapai 3 m. Batang berbentuk bulat, berkayu lunak, tegak
bercabang-cabang berwarna merah. Daun bentuk bulat telur
dengan ujung tumpul dan tepi daun bergerigi.Tangkai bunga
keluar dari ketiak daun. Bunga tunggal, kelopak bunga
bentuk lanset, berdaging tebal, berwarna merah tua.
d. Kandungan kimia
Kelopak bunga mengandung senyawa antosianin,
vitamin C, dan B. Kandungan lainnya adalah kalsium, beta
karoten serta asam amino esensial.
Rosella memiliki banyak unsur kimia yang menunjukkan
ektivitas farmakologis.15-20% merupakan asam-asam
tumbuhan yang meliputi asam sitrat, asam malat, asam
tartar dan asam (+)-allo-hidroksisitrat.
e. Data keamanan
LD50: Di atas 5000 mg/kg BB per oral pada tikus. Fraksi
ekstrak larut air dari ekstrak hidroalkohol kelopak bunga
rosela dengan dosis sampai 250 mg/kg BB pada mencit. Pada
dosis 15 mg/kg BB terlihat ada perubahan kadar albumin,

~ 77 ~
- 50 -

namun pada gambaran histologi tak ada perubahan. Pada


pria sehat, dapat menurunkan konsentrasi kreatinin, asam
urat, sitrat, tartrat, kalsium, natrium, kalium, dan fosfat pada
urin.
f. Data manfaat
Uji klinik:
Penderita hipertensi usia 30-80 tahun diberi infusa dosis
0,5 L (setara dengan 9,6 mg antosianin), setiap hari sebelum
sarapan, sebagai kontrol kaptopril 2 kali 25 mg/hari. Infusa
dapat menurunkan tekanan sistolik 139,05 ke 123,73 mmHg,
dan diastolik dari 90,8 ke 79,5 mmHg. Efek ini tidak berbeda
dengan kapropril 50 mg. Ekstrak hibiscus dapat menurunkan
tekanan sistol dan diastol pada pasien dengan hipertensi
ringan hingga sedang. Dalam studi lain, ekstrak yang telah
distandarisasi dibandingkan efek hipotensinya dengan
kaptopril, penghambat enzim pengkonversi angiotensin
(ACEI).
Uji klinik RCT dilakukan pada 65 orang usia 30–70
tahun dengan pra- dan hipertensi ringan, yang tidak minum
obat antihipertensi, diberi teh Hibiscus 3 x 240 mL /hari atau
plasebo selama 6 minggu. Setelah 6 minggu, teh Hibiscus
menurunkan tekanan darah sistolik (SBP) dibanding plasebo
(−7.2 ± 11.4 vs. −1.3 ± 10.0 mm Hg; P = 0.030). Tekanan
Diastolik juga menurun walau tidak berbeda bermakna
dibanding plasebo (−3.1 ± 7.0 vs. −0.5 ± 7.5 mm Hg; P =
0.160), rerata tekanan darah arteri berbeda borderline
dibanding plasebo (−4.5 ± 7.7 vs. −0.8 ± 7.4 mm Hg; P =
0.054). Orang dengan SBP yang lebih tinggi pada baseline
menunjukkan respons lebih besar terhadap terapi Hibiscus (r
= −0.421 untuk perubahan SBP; P = 0.010). Teh Hibiscus
menurunkan tekanan darah pada pra- dan hipertensi ringan.
Pada 31 pasien dengan hipertensi esensial moderat diberi
Hibiscus vs. kontrol selama 12 hari, menghasilkan penurunan
tekanan darah sistolik 11,2% dan tekanan darah diastolik
10,7% .
Studi RCT dilakukan pada 65 orang usia 30-70 tahun
dengan SBP 120-150 mm Hg dan DBP < 95 mmHg. Subjek

~ 78 ~
- 51 -

tidak makan obat antihipertensi atau obat lain yang


mempengaruhi tensi.
Studi RCT untuk melihat efektivitas terapi, tolerabilitas,
dan keamanan, juga efek terhadap elektrolit dan efek
penghambat ACE dari ekstrak kering calyx H. sabdariffa
(HsHMP) dibanding lisinopril pada pasien hipertensi (HT).
Pasien berusia, 25-61 tahun, dengan hipertensi stadium I
atau II, diterapi setiap hari selama 4 minggu dengan HsHMP
(250 mg anthocyanins/dosis), atau 10 mg lisinopril. Analisis
pada 171 subjek (100 kelompok HsHMP), menunjukkan
bahwa HsHMP menurunkan tensi dari 146,48/97,77 menjadi
129,89/85,96 mmHg, penurunan absolut 17,14/11,97
mmHg (11,58/12,21 %, p < 0,05). Efektivitas terapi 65,12 %
dengan tolerabilitas dan keamanan 100 %. Penurunan tensi
dan efektivitas terapi lebih rendah dari lisinopril (p < 0,05).
Dengan HsHMP terjadi peningkatan kadar chlorine
serum dari 91,71 menjadi 95,13 mmol/L (p = 0,0001), kadar
sodium menunjukkan tendensi penurunan (139,09 menjadi
137.35, p = 0,07), kadar potassium tidak berubah. Aktivitas
ACE plasma dihambat HsHMP dari 44,049 menjadi 30,1 Units
(Us; p = 0.0001). kesimpulan, HsHMP memperlihatkan
efekivitas antihipertensi, juga menurunkan aktivitas ACE
plasma secara bermakna, serta memperlihatkan tendensi
penurunan kadar Na serum tanpa mempengaruhi kadar
potassium (K).
Studi RCT dilakukan pada pasien berusia 30-80 tahun
dengan diagnosis hipertensi tanpa terapi minimal 1 bulan,
untuk membandingkan efektivitas antihipertensi dan
tolerabilitas ekstrak terstandar H. sabdariffa dalam bentuk
infusa 10 g calyx kering/hari (dalam air 0,51 setara 9,6 mg
anthocyanins), sebelum makan pagi, dan captopril 2 x 25
mg/hari, selama 4 minggu. Analisis 39 kelompok H.
sabdariffa dan 36 captopril menunjukkan bahwa H.
sabdariffa menurunkan tekanan sistolik dari 139,05 menjadi
123,73mm Hg (p < 0,03) dan tekanan darah diastolik dari
90,81 menjadi 79,52mm Hg (p < 0,06). Tidak ada perbedaan
bermakna antara kedua kelompok (p > 0,25). Rate efektivitas
terapi pada H. sabdariffa 0,7895 dan pada captopril 0,8438

~ 79 ~
- 52 -

(Chi2, p > 0,560),dan tolerabilitas 100% pada keduanya.


Efek natriuretik diamati pada ekstrak H. Sabdariffa. Ekstrak
terstandar mengandung 9,6 mg anthocyanin, dan captopril
50 mg/hari, tidak menunjukkan perbedaan bermakna efek
hipotensif, efektivitas antihipertensi, dan tolerabilitas.
Studi RCT pada 193 pasien dengan hipertensi ringan
sampai sedang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok I
menerima ekstrak H. sabdariffa (terstandar mengandung 250
mg anthocyanin) setiap hari, kelompok II mendapat lisinopril
10 mg/hari. Pada akhir minggu ke 4, kelompok hibiscus
menunjukkan penurunan tensi bermakna dengan rerata 17
mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 12 mm Hg untuk
tekanan diastolik. Pasien H. sabdariffa memperlihatkan
penurunan kadar sodium tetapi tidak potassium.
Studi RCT dengan kontrol plasebo dilakukan untuk
menilai efek teh hibiscus pada 54 pasien dengan hipertensi
sedang. Setelah 15 hari kelompok Hibiscus menunjukkan
rerata penurunan bermakna tekanan darah sistolik 11,2%
dan tekanan diastolik 10,7%.
Mekanisme kerja: hibiscus mengandung anthocyanin
yaitu flavonoid yang mempunyai efek antioksidan. Pada
jaringan binatang diamati adanya efek hipotensi dan
vasorelaksan, juga aktivitas kardioprotektif dan inhibitor
ACE.
g. Indikasi
Hipertensi ringan dan sedang (Grade B)
h. Kontraindikasi
Anak
i. Peringatan
Gastritis erosif berdasarkan laporan kasus, karena
bersifat sangat asam.
j. Efek Samping
Walaupun rosela sering digunakan sebagai teh, data
keamanan yang dilaporkan masih terbatas. Rosela
seharusnya dihindari oleh pasien yang mempunyai alergi atau
hipersensitif terhadap rosela atau kandungannya. Pemberian
pada dosis tinggi harus hati-hati.

~ 80 ~
- 53 -

k. Interaksi
Menurunkan kadar fluorokuinolon sehingga tidak
berefek. Asetaminofen ditambah dengan pemberian rosela
dapat mengubah waktu paruh obat asetaminofen pada
sukarelawan. Rosela memiliki aktivitas estrogen meskipun
belum ada perubahan klinis yang jelas. Interaksi dapat terjadi
dengan senyawa estrogen lain.
Tes histologi: Rosela mempunyai efek antikanker pada
studi laboratorium dan hewan coba dan secara teoritis dapat
berinteraksi dengan senyawa antineoplastik.
Tes fungsi ginjal: pada pria sehat, mengkonsumsi Rosela yang
dapat menyebabkan penurunan konsentrasi kreatinin, asam
urat, sitrat, tartrat, kalsium, natrium, kalium, dan fosfat pada
urin, tetapi bukan oksalat.
l. Posologi
3 x 1 tea bag (3 g serbuk)/hari, seduh dalam 1 cangkir
air 1 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.

3. Seledri
Apium graveolens L
Suku : Apiaceae

Gambar 14. Seledri

a. Nama daerah
Seledri, saladri
b. Bagian yang digunakan
Herba

~ 81 ~
- 54 -

c. Deskripsi tanaman/simplisia
Terna tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau
aromatik yang khas. Batang persegi, beralur, beruas, tidak
berambut, bercabang banyak, berwarna hijau. Daun
majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7 helai. Anak
daun bertangkai 1-2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh,
pangkal dan daun runcing, tepi beringgit, panjang 2-7,5 cm,
lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau
keputihan. Bunga berbentuk payung 8-12 buah, kecil-kecil
berwarna putih, mekar secara bertahap. Buah kotak,
berbentuk kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau
kekuningan.
d. Kandungan kimia
Flavonoid, saponin, tannin 1%, minyak atsiri 0,033%,
flavor-glukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase, asparagin, zat
pahit, vitamin (A,B,C). Setiap 100 g herba seledri
mengandung air 93 ml, protein 0,9 g, lemak 0,1 g,
karbohidrat 4 g, serat 0,9 g, kalsium 50 mg, besi 1 mg, fosfor
40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg,
vitamin A 130 IU, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin
0,03 mg, nikotinamid 0,4 mg. Akar mengandung asparagin,
manit, minyak atsiri, pentosan, glutamin, dan tirosin. Ekstrak
diklorometan akar seledri mengandung senyawa poliasetilen
falkarinol, falkarindiol, panaksidiol dan 8-O-metilfalkarindiol.
Biji mengandung apiin, minyak atsiri, apigenin, alkaloid.
Senyawa yang memberi bau aromatic adalah ftalides (3-
butilftalid & 5,6-dihidro turunan sedanenolid).
e. Data keamanan
LD50 peroral pada tikus > 5 g/kg BB. Tidak toksis pada
pemberian subkronik dengan dosis per oral 5 g/kg BB pada
tikus
f. Data manfaat
1) Uji Preklinik:
Infusa daun seledri 20; 40% dosis 8 mL/ekor pada
tikus putih dengan pembanding furosemida dosis 1,4
mg/ekor, dapat memperbanyak urin secara bermakna.
Pemberian perasan daun seledri menurunkan tekanan
darah kucing sebesar 13-17 mmHg. Pada penelitian lain

~ 82 ~
- 55 -

ekstrak daun seledri menurunkan tekanan darah kucing


sebesar 10-30 mmHg.
2) Uji klinik :
Yang melibatkan 49 penderita hipertensi diberi
tingtur (setara 2 g/mL ekstrak herba seledri) 3 kali sehari
30-45 tetes. Hasil, memberikan efek terapetik pada
26,5%, efek moderat pada 44,9% dan tidak memberikan
efek pada 28,6%. Penambahan madu dan sirup pada jus
herba segar dosis 40 mL/3 x sehari menunjukkan
efektivitas pengobatan pada 14 dari 16 kasus hipertensi
sedangkan 2 kasus tidak efektif.
g. Indikasi
Hipertensi
h. Kontraindikasi
Karena diuretik kuat maka tidak digunakan pada
gangguan ginjal akut, infeksi ginjal, dan kehamilan. Buah
seledri mengandung fuanokumarin yang berefek fototoksik
dan dapat memicu terjadinya reaksi alergi.
i. Peringatan
Herba seledri segar lebih dari 200 g sekali minum dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah secara tajam
sehingga mengakibatkan syok. Dosis 200 g juga
menyebabkan efek diuretik. Biji seledri menimbulkan
fotosensitisasi, perlu menggunakan tabir surya bila kena
sinar matahari.
j. Efek Samping
Penderita yang sensitif terhadap tanaman Apiaceae bisa
menyebabkan dermatitis alergika. Beberapa senyawa kumarin
kemungkinan mempunyai efek tranquilizer.
k. Interaksi
Meningkatkan efek obat antihipertensi dan diuretik. Biji
seledri dapat mengencerkan darah, sehingga tidak digunakan
pada orang yang menggunakan pengencer darah, termasuk
aspirin, dan Warfarin. Pasien yang menggunakan diuretik
tidak boleh mengkonsumsi biji seledri.
l. Posologi
3 x 1 tablet (2 g serbuk biji)/hari. 3 x 1 kapsul (100 mg
ekstrak herba)/hari.

~ 83 ~
- 56 -

D. HERBAL UNTUK HIPERURISEMIA


1. Anting-anting
Acalypha indica (L), Indian Nettle
Suku: Euphorbiaceae

Gambar 15. Anting-anting

a. Nama daerah
Anting-anting, lateng, akar kucing, rumput bolong-
bolong, rumput kokosongan.
b. Bagian yang digunakan
Akar
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tinggi tanaman sekitar 1,5 meter 60 cm dengan batang
tegak, bulat, berambut halus, dan berwarna hijau. Daunnya
merupakan daun tunggal berbentuk belah ketupat dengan
pangkal membulat, tepi bergerigi, ujung-ujungnya runcing
dan pertulangan menyirip. Panjang daun 3-4 cm dan
lebarnya 2-3 cm. Tangkai daun berbentuk silindris dengan
panjang 3-4 cm berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga
majemuk berbentuk bulir dan berkelamin satu, terletak di
ketiak daun dan ujung cabang. Mahkota bunga berbentuk
bulat telur, berambut, dan berwarna hijau merah. Buahnya
berbentuk kotak berwarna hitam dengan biji bulat panjang
berwarna coklat. Akarnya merupakan akar tunggang
berwarna putih kotor.
d. Kandungan kimia
Akar anting-anting mengandung senyawa-senyawa dari
golongan alkaloid (pyranoquinolinone alkaloid flindersin),
tannin (antara lain tri-O-methyl ellagic acid), sterol, flavonoid
(biorobin, kaempferol derivatives nicotiflorin, clitorin,
mauritianin) dan glikosida sianogenik (acalyphin 0,3%,

~ 84 ~
- 57 -

turunan 3-cyanopyridone). acalyphamide, aurantiamide,


succinimide. Senyawa dari akar yang diduga dapat
menurunkan kadar asam urat adalah tanin sebagai
penghambat xantin oksidase.
e. Data keamanan
Pada uji toksisitas akut, nilai LD50 ekstrak air herba A.
indica Linn. pada mencit per oral adalah 8,13 g/kg BB,
Toksisitas subkronik rebusan akar anting-anting dengan
dosis 13,5; 27; dan 54 g/kg BB tikus selama 90 hari maupun
pada hari ke-115 tidak mempengaruhi fungsi organ jantung,
hati, ginjal, dan hematologinya, baik pada kelompok tikus
jantan maupun betina.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
Pemberian rebusan akar anting-anting dosis 2,7; 5,4 dan
10,8 g/200 g BB selama 15 hari pada tikus putih yang
diinduksi dengan kafein dapat menurunkan kadar asam
urat darah. Penelitian pada tikus yang mengalami
hiperurisemia yang diinduksi dengan kalium oksonat,
pemberian rebusan akar anting-anting dengan dosis 2,7; 5,4
dan 10,8 g/200 g BB selama 2 minggu dapat menurunkan
kadar asam urat darah. Namun efek tersebut masih lebih
rendah dibandingkan dengan alopurinol 36 mg/200 g BB.
g. Indikasi
Hiperurisemia.
h. Kontraindikasi
Penderita defisiensi G6PD, infertilitas.
i. Peringatan
Alergi, ulkus peptikum, perlu perhatian bila terjadi
perubahan warna darah menjadi coklat akibat efek toksik
turunan siano-glikosida.
j. Efek Samping
Sejauh ini tidak dijumpai efek samping kecuali
pemberian dosis tinggi menyebabkan iritasi pada lambung
dan usus. Dermatitis kontak dengan getah tanaman segar.

~ 85 ~
- 58 -

k. Interaksi
Estrogen, tanaman lain yang mengandung glikosida
sianiogenik misalnya singkong, biji apel, pir, plum, dan
aprikot.
l. Posologi
4 x 1 kapsul (520 mg serbuk ekstrak)/hari

2. Sidaguri
Sida rhombifolia L
Suku : Malvaceae

Gambar 16. Sidaguri

a. Nama daerah
Sadaguri, sidaguri, guri, saliguri, otok-otok, taguri,
kahindu, dikira, hutugamu, bitumu, digo, sosapu.
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput,
hutan, ladang, dan tempat-tempat dengan sinar matahari
cerah atau sedikit terlindung. Perdu tegak bercabang ini
tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut
rapat. Daun tunggal, letak berseling, bentuknya bulat telur
atau lanset, tepi bergerigi, ujung runcing, pertulangan
menyirip, bagian bawah berambut pendek warnanya abu-abu,
panjang 1,5-4 cm, lebar 1–1,5 cm. Bunga tunggal berwarna
kuning cerah yang keluar dari ketiak daun, mekar sekitar
pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam kemudian. Buah
dengan 8-10 kendaga, diameter 6-7 mm.

~ 86 ~
- 59 -

d. Kandungan kimia
Sidagori memiliki sifat khas manis dan mendinginkan.
Kandungan utama tanaman adalah tanin, flavonoid, saponin,
alkaloid dan glikosida. Di samping itu juga ditemui kalsium
oksalat, fenol, steroid, efedrine dan asam amino. Kadar kimia
zat tersebut ditemui pada kisaran yang berbeda-beda pada
jaringan tanaman. Pada akar ditemui alkaloid, steroid dan
efedrin. Pada daun ditemui juga alkaloid, kalsium oksalat,
tanin, saponin, fenol, asam amino dan minyak atsiri, pada
batang ditemui kalsium oksalat dan tanin.
e. Data keamanan
LD50 : ekstrak air pada tikus per oral 8,5 g/kg BB.
Ekstrak air bersifat non toksik pada tikus sampai dengan
dosis 10 g/kg BB.
Toksisitas subkronik peroral pada tikus dengan dosis 300,
600 dan 1200 mg/kg BB tidak menimbulkan perubahan pada
organ.
f. Data manfaat
Uji praklinik :
Ekstrak gabungan sidaguri dengan seledri dapat
digunakan sebagai antigout dengan mekanisme menghambat
aktivitas enzim xantin oksidase.
Ekstrak etanol daun Sida rhombifolia menunjukkan aktivitas
anti-inflamasi.
Edema yang diinduksi dengan
menyuntikkan karagenan mengalami penurunan pada
perlakuan pemberian ekstrak (400 mg / kg BB) secara
oral dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,05).
Hasil ini mendukung penggunaan ekstrak etanol daun
S. rhombifolia dalam mengurangi peradangan.Flavonoids dari
ekstrak Sidaguri invitro menghambat aktivitas xanthine
oxidase (XO) sampai 55% sehingga mempunyai efek antigout
dan efek inhibisinya 48-71% (100-800 mg/L). Studi kinetik
mendapatkan inhibisi flavonoids adalah inhibisi kompetitif
dengan afinitas (α) 2.32 dan p < 0.01. Fraksionasi
menghasilkan 11 fraksi dengan aktivitas paling tinggi pada
fraksi 4 yaitu 79%. Analisis GC-MS dari fraksi 4
menunjukkan ada 39 senyawa organik dan fragmen flavonoid.

~ 87 ~
- 60 -

g. Indikasi
Hiperurisemia
h. Kontraindikasi
Kehamilan dan menyusui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 sachet (15 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

E. HERBAL UNTUK ANALGETIK-ANTIPIRETIK


1. Jambu Mede
Anacardium occidentale L
Suku : Anacardiaceae

Gambar 17. Jambu Mede

a. Nama daerah:
Jambu monyet
b. Bagian yang digunakan:
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Jambu mede atau jambu monyet, tersebar di daerah
tropik dan ditemukan pada ketinggian antara 1-1.200 m dpl.
Pohon, tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang
banyak. Batang melengkung, berkayu, bergetah, percabangan
mulai dari bagian pangkalnya. Daun tunggal, bertangkai,

~ 88 ~
- 61 -

panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5-15 cm. helaian daun berbentuk


bulat telur sungsang, tepi rata, pengkal meruncing, ujung
membulat dengan lekukan kecil di bagian tengah,
pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bunga berumah satu
memiliki bunga betina dan bunga jantan, tersusun bentuk
malai, keluar di ketiak daun atau di ujung percabangan.
Buahnya buah batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya
lama kelamaan akan menggelembung menjadi buah semu
yang lunak, seperti buah peer, berwarna kuning, kadang-
kadang bernoda merah, rasanya manis agak sepat, banyak
mengandung air dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung
pipih, warnanya coklat tua.
Daun muda bisa dimakan sebagai lalap (mentah atau
dikukus terlebih dahulu). Buah semu rasanya sepat dan bisa
dimakan sebagai rujak, dibuat minuman, anggur dan selai.
Jika sudah diolah, harga biji jambu mede cukup mahal,
dikenal dengan nama kacang mede.
d. Kandungan kimia:
Simplisia daun jambu mete mengandung senyawa
golongan flavonoid, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid.
Dari ekstrak n-heksana diperoleh isolat yang menghasilkan
bercak berwarna merah-ungu setelah disemprot penampak
bercak Liebermann Burchard. Isolat diduga merupakan suatu
senyawa triterpenoid yang memiliki gugus –OH, -CH
alifatik, dan -C=O.
e. Data keamanan
LD50 per oral pada mencit jantan dan betina 16 g/kg BB.
LD50 ekstrak dehidro-etanol dengan efek menghambat lesi
lambung adalah 150 mg/kg BB. Uji toksisitas subkronis:
dosis 2; 6; 10 mg/kg BB pemberian berulang selama 56 hari,
menyebabkan penurunan asupan makanan, berat badan,
perubahan fungsi liver dan ginjal, serta perubahan tingkah
laku mencit. Dalam studi lain, pemberian ekstrak <2 g/kg BB
tidak menunjukkan gejala toksik akut.
f. Data manfaat
1) Uji pra-klinik:
Pemeriksaan efek analgesik daun jambu mede telah
dilakukan dengan metode hot-plate pada mencit.

~ 89 ~
- 62 -

Pemeriksaan efek analgesik infusa daun muda jambu


mede dengan dosis 600 mg/200 g BB dan 1200 mg/200
g BB memberikan efek analgesik pada tikus dengan
metode tail flick, namun aktivitasnya yang lebih lemah
dibandingkan dengan obat analgesik Dipiron.
Infusum 10% daun jambu mede menunjukkan efek
mirip morfin dan fenotiazin pada tikus albino dan pada
dosis 30 mL/kg BB dapat memperpanjang waktu reaksi
pada mencit mirip morfin dan metamizol. Pemberian
secara intraperitoneal, dosis sebesar 50 mL/kg BB
menghambat conditional avoidance escape response
sebesar 87%.
Ekstrak etil asetat 47 mg/20 g BB mencit dan
ekstrak butanol 26 mg/20 g BB mempunyai efek
analgetik yang tidak berbeda bermakna dengan efek
asam asetil salisilat dosis 1,30 mg/20 g BB.
Pada dosis >100 mg/kg BB efek tersebut lebih baik
dibandingkan lansoprazol 30 mg/kg BB Efek hambatan
terjadinya lesi lambung akibat induksi etanol/HCl
tersebut merupakan kerja dari glycosylated quercetin,
turunan amentoflavone dan tetramer proanthocyanidin.
2) Uji Klinik:
Efek analgetik infusa jambu mede telah dilakukan
pada uji pendahuluan terhadap sukarelawan sehat
dengan metode dengan disain randomized blind
crossover, dengan sukarelawan 12 orang sehat, dosis
infusa dengan dosis setara 25 g/50 kg BB secara
peroral. Sebagai pembanding parasetamol dosis 600
mg/50 kg BB. Pengukuran dengan analgesimeter. Efek
analgesik jambu mede lebih lemah dibandingkan dengan
parasetamol.
g. Indikasi:
Analgesik
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Getah kulit buah bersifat iritasi pada mukosa karena
mengandung kardol

~ 90 ~
- 63 -

j. Efek Samping
Dosis tinggi (ekstrak > 6 g/kg BB) menunjukkan efek
toksik berupa asthenia, anoreksia, diare, dan sinkop.
k. Interaksi
Obat analgetik golongan salisilat, morfin dan metamizol.
l. Posologi
1 x 1 sachet (10 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

2. Kencur
Kaempferia galanga L
Suku : Zingiberaceae

Gambar 18. Kencur

a. Nama daerah
Ceuku, tekur, kaciwer, kopuk, cakue, cokur, cikur,
kencor, cekor, cekuh, cekur, cekir, sokus, souk, hume, pete,
tukulo, tadosi, cakuru, asuli, sauro, saulo, onega, bataka,
ukap.
b. Bagian yang digunakan:
Rimpang
c. Diskripsi tanaman/simplisia:
Terna tahunan tinggi ±20 cm. Batang semu, pendek
membentuk rimpang, coklat keputihan. Daun tunggal,
menempel di permukaan tanah, melonjong membundar,
panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung melancip, pangkal
menjantung, membundar, tepi rata, hijau. Bunga majemuk,
kelopak membentuk tabung, bercuping memita, benang sari
panjang 4 mm, kuning, staminodium melonjong membundar

~ 91 ~
- 64 -

telur sungsang, putih, putik putih, putih keunguan. Akar


serabut, coklat kekuningan, membentuk umbi, membulat
telur-membulat, putih di bagian dalam.
d. Kandungan Kimia
Rimpang Kencur mengandung pati (4,14 %), mineral
(13,73 %), dan minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam
metil kanil dan penta dekaan, asam sinnamat, etil aster,
asam sinamik, borneol, kamfen, paraeumarin, asam anisikα,
alkaloid dan gom.
e. Data Keamanan
Belum ada data
f. Data Manfaat
1) Uji praklinik:
Studi untuk meneliti aktivitas antinociceptive pada
mencit dan tikus menggunakan ekstrak K. galanga per
oral dengan dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB terhadap
geliat yang diinduksi asam asetat, formalin, lempeng
panas dan tail-flick tests, memperlihatkan aktivitas
antinyeri yang tergantung dosis dan waktu. Ekstrak 200
mg/kg BB, memperlihatkan efek > aspirin (100 mg/kg
BB, p.o.) namun < morphine (5 mg/kg BB, s.c.). Naloxone
(2 mg/kg BB, i.p.) menghilangkan efek antinyeri
tersebut. Disimpulkan ekstrak metanol K. galanga
memperlihatkan aktivitas antinyeri pada binatang
percobaan. Efek antinosiseptif terlihat melalui
mekanisme perifer dan sentral dan diduga melibatkan
reseptor opioid.
Sebuah studi dilakukan untuk menentukan efek
antinyeri dan anti-inflamasi ekstrak air daun K. galanga
dosis 30, 100, dan 300 mg/kg BB, subkutan pada
mencit/tikus. Ekstrak yang diberikan 30 menit sebelum
pengujian memperlihatkan aktivitas anti nyeri yang
bermakna (P < 0,05) pada uji konstriksi abdomen,
lempeng panas dan formalin, yang tergantung dosis.
Aktivitas antinyeri ekstrak K. galanga dihilangkan secara
bermakna (P < 0,05) dengan pemberian naloxone 10
mg/kg BB.

~ 92 ~
- 65 -

Ekstrak juga memperlihatkan efek antiinflamasi


yang bermakna (P < 0,05) pada uji udem telapak kaki
yang diinduksi carragen. Disimpulkan daun K. galanga
memperlihatkan efek antinyeri dan anti-inflamasi.
2) Uji Klinik :
Penelitian sari kencur maupun beras kencur
terhadap efek analgesik dilakukan pada manusia. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa 200 ml sari kencur 10
% yang diberikan secara oral mempunyai khasiat
analgesik yang tidak berbeda dengan metampiron 500
mg. Sedangkan penelitian dengan beras kencur
menunjukkan bahwa beras kencur mempunyai efek
analgesik yang tidak berbeda dengan novalgin.
g. Indikasi:
Analgetik, antiinflamasi.
h. Kontraindikasi:
Alergi, kehamilan, gangguan GI kronik
i. Peringatan:
Belum diketahui
j. Efek Samping:
Heart burn, alergi
k. Interaksi:
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 tea bag (5 g serbuk)/hari, diseduh dalam 1 cangkir
air, ac.

3. Pule
Alstonia scholaris L
Alstonia spectabilis R.Br/ Echites scholaris Linn.
Suku : Apocynaceae

Gambar 19. Pule

~ 93 ~
- 66 -

a. Nama daerah
Pulai, kayu gabus, lame, polay, kaliti, reareangou,
baringao, kita raringau, wariangou, deddeangou, rite, tewer,
hange, hanjalutung, aliag.
b. Bagian yang digunakan
Kulit kayu
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Potongan kulit kayu, menggulung atau kadang-kadang
berbentuk pipa, tebal sampai lebih kurang 3 mm, warna
cokelat kehitaman; tidak berbau; rasa pahit yang tidak
mudah hilang. Permukaan luar sangat kasar, tidak rata,
mudah mengelupas, banyak retak-retak membujur dan
melintang; warna permukaan hijau kelabu, cokelat muda
atau cokelat kehitaman; lenti sel berbentuk lonjong, warna
putih kelabu, terletak melintang.
Permukaan dalam bergaris halus, juga terdapat retak-
retak melintang; warna permukaan kuning kecokelatan
sampai cokelat kelabu tua. Mudah dipatahkan, bekas
patahan kasar dan agak berserat.
d. Kandungan kimia
Reserpina, dereserpidina, alstonina, tetrahidroalstonina,
alstonidina, yohimbina. Kulit kayu mengandung alkaloid
ditain, ditamin (ekitamina), ekitanina, alstonin, ekitanin,
ekitamidin, ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin dan triterpen
(lupeol, α-amirin).
e. Data keamanan
Efek toksik ekstrak hidroalkoholik dari kulit batang pule
tergantung pada musim pengumpulan. Kulit batang yang
dikumpulkan pada musim panas nilai LD50 900 mg/kg BB;
yang dikumpulkan pada musim dingin nilai LD50 1075 mg/kg
BB sedangkan yang dikumpulkan pada musim hujan nilai
LD50 1200 mg/kg BB.
Pemberian dosis 490 dan 980 mg/kg BB menyebabkan
efek teratogenik dan hidrosefalus ringan pada tikus putih
galur Wistar. Ekstrak etanol dosis >240 mg/kg BB (terutama
360 mg atau 480 mg/kg BB) menunjukkan efek toksik
(teratogenik) pada mencit karena mengandung ekitamin.

~ 94 ~
- 67 -

f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Infus kulit batang pule dosis 7,5; 10 dan 12,5 g/kg BB
dapat menghambat rangsangan sakit mencit yang diinduksi
fenilkinon. Tapi efeknya masih lebih kecil dibanding
fenilbutazon maupun asetosal.
Ekstrak kulit batang pule dosis 3,75; 11,25 dan 37,5
mg/10 g BB; asetosal dosis 0,52 mg/10 g BB dan akuades
sebagai kontrol negatif diberikan pada mencit yang diinduksi
asam asetat. Hasil, ekstrak dosis 3,75 mg/10 g BB dapat
mengurangi jumlah geliat sebagai parameter berkurangnya
rasa sakit dan dosis 37,5 mg/10 g BB mempunyai efek
sebanding dengan asetosal dalam mengurangi jumlah geliat.
Infus kulit batang pule dosis 7,5; 10; 12,5 dan 15 g/kg BB
dapat menurunkan suhu tikus yang diinduksi pepton 5% 0,6
mL/ekor. Makin besar dosis semakin besar penurunan
suhunya.
g. Indikasi
Analgetik, antipiretik
h. Kontraindikasi
Kehamilan, hipotensi
i. Peringatan
Penggunaan > 9 g/kg BB menyebabkan gangguan
refleks. Penggunaan dosis berlebihan dapat membahayakan
kerja jantung.
j. Efek Samping
Pada dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan jantung
dan hipotensi berat karena kandungan reserpin.
k. Interaksi
Obat antihipertensi, tanaman Rauwolfia dan tanaman
yang mengandung yohimbin.
l. Posologi
2 x 1 sachet (6 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

~ 95 ~
- 68 -

4. Sambiloto
Andrographis paniculata (Burm.) F, Nees
Suku : Acanthaceae

Gambar 20. Sambiloto

a. Nama daerah
Papaitan, ki oray, ki peurat, takilo, bidara, sadilata,
sambilata, takila, ampadu.
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tidak berambut, tebal 2-6 mm, persegi empat,
batang bagian atas seringkali dengan sudut agak berusuk.
Daun bersilang berhadapan, umumnya terlepas dari batang,
bentuk lanset sampai bentuk lidah tombak, rapuh, tipis,
tidak berambut, pangkal daun runcing, ujung meruncing, tepi
daun rata. Permukaan alas berwarna hijau tua atau hijau
kecokelatan, permukaan bawah berwarna hijau pucat.
Tangkai daun pendek.
Buah berbentuk jorong, pangkal dan ujung tajam,
kadang-kadang pecah secara membujur. Permukaan luar
kulit buah berwarna hijau tua hingga hijau kecokelatan,
permukaan dalam berwarna putih atau putih kelabu. Biji
agak keras, permukaan luar berwarna cokelat muda dengan
tonjolan.
d. Kandungan kimia
Kandungan utama adalah lakton diterpen termasuk
andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid,
andrografisid, deoksiandrografisid dan andropanosid (1, 3, 6,
7, 9,). Senyawa diterpen termasuk andrografolid,
isoandrografolid, 14-deoksiandrografolid (DA), 14-deoksi-

~ 96 ~
- 69 -

11,12-didehidroandrografolid (DDA), 14-deoksi-11-


oksoandrografolid, neoandrografolid, di-deoksiandrografolid
(andro-grafisid), 14-deoksiandro-grafosid (andropanosid),
andrograpanin, deoksiandrografolid-19-D-glukosid, 14-
deoksi-11,12-dihidroandrografisid, 6’-asetil-neoandrografolid,
bis-andrografolid A,B,C,D. Dari akar sambiloto diisolasi satu
senyawa flavones glukosida, andrografidin A dan 5 flavon
glukosida, andrografidin B,C,D,E,F bersama 5-hidroksi-
7,8,2’,3’-tetrametoksiflavon, dan 7,8-dimetoksi-5-hidroflavon.
Daun dan cabang : lakltone, berupa deoksi-andrografolid,
andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11, 12
didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Akar :
flavonoid, berupa polimetoksiflavon, andrografin, panikolin,
mono-o-metilwitin dan apigenin-7,4-dimetil eter, alkan, keton,
aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam kersik.
Andrografolid 1 %, kalmegin (zat amorf), hablur kuning, pahit
sampai sangat pahit.
e. Data keamanan
LD50 peroral dengan dosis 27,54 g/kg BB praktis tidak
toksik. Uji toksisitas akut ekstrak etanol 50% sambiloto dosis
15 g/kg BB pada mencit tidak menimbulkan efek toksik. Nilai
LD50 ekstrak sambiloto yang diberikan peroral maupun
subkutan > 15 g/kg BB dan nilai LD50 yang diberikan secara
intraperitoneal adalah 14,98 g/kg BB.
Ekstrak sambiloto dosis 75, 150 dan 225
mg/mencit/hari selama masa organogenesis memiliki
aktifitas abortifum. Andrografolid (zat aktif sambiloto)
mempunyai efek antifertilitas pada mencit betina.
Menyebabkan gangguan refleks setelah pemberian bahan uji
dosis 9 g/kg BB pada mencit galur Swiss Webster
Ekstrak daun sambiloto yang diberikan secara subkutan
pada kelinci dengan dosis 10 mL/kg BB tidak
memperlihatkan efek toksik. Pemberian per oral suspensi
serbuk daun 2 g/kg BB; ekstrak etanol 2,4 g/kg BB maupun
andrografolid 3 g/kg BB tidak memperlihatkan efek toksik
pada mencit jantan maupun betina. Pemberian suspensi
serbuk daun sambiloto dosis 200 dan 400 mg/kg BB selama
4 minggu pada mencit tidak terlihat adanya efek toksik

~ 97 ~
- 70 -

terhadap pertumbuhan, organ visceral mayor, kesuburan


ataupun teratogenik. Pemberian per oral serbuk daun dengan
dosis 50; 100 dan 150 mg/kg BB selama 14 minggu pada
tikus tidak memperlihatkan efek toksik tapi dosis 150 mg/kg
BB menghambat pertumbuhan tikus.
Ekstrak daun sambiloto pada hewan uji tidak
menimbulkan efek toksik pada fungsi hati dan ginjal, pada
pemakaian subkronik. LD50 pada mencit dengan dosis 19.473
g/kg BB praktis tidak toksik.
Uji teratogenik pada mencit dengan dosis 5 kali dosis
lazim tidak menunjukkan kelainan morfologi pada janin.
Merusak sel trofasit dan trofoblas.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Ekstrak etanol 500 mg/kg BB menurunkan suhu
badan tikus yang diinduksi ragi dan efektifitasnya
sebanding dengan aspirin 200 mg/kg BB.
Deoxyandrographolide, andrografolide,
neoandrographolide atau 11,12-didehydro-14-
deoxyandrographolide 100 mg/kg BB dapat menurunkan
demam yang diinduksi oleh 2,4-dinitrophenol atau
endotoksin pada mencit, tikus, dan kelinci.
2) Uji Klinik:
Uji klinik RCT untuk menguji efikasi simplisia A.
paniculata (6 g /hari) dibanding paracetamol (1 kapsul
325 mg) untuk mengatasi gejala faringotonsilitis pada
152 orang dewasa, mendapatkan bahwa terapi A.
paniculata selama 3 hari sama efektifnya dengan
paracetamol dalam mengurangi nyeri tenggorok dan
demam.
Uji klinik RCT dilakukan pada 152 pasien dengan
faringotonsillitis, secara random diberi parasetamol, A.
paniculata 3 g/hari atau A. paniculata 6 g/hari selama 7
hari. Efektivitas parasetamol dan A. paniculata dosis 6
g/hari lebih besar secara bermakna dibanding A.
paniculata 3 g/hari pada hari ke-3, dalam
menghilangkan demam dan nyeri tenggorok, namun efek
ini tidak berbeda pada hari ke-7. Efek samping minimal

~ 98 ~
- 71 -

ditemukan pada 20% pasien semua kelompok dan


menghilang dengan sendirinya.
3) Indikasi
Antipiretik
g. Kontraindikasi
Kehamilan, laktasi, alergi, anak (dengan supervisi medik).
h. Peringatan
Air perasan dapat menimbulkan bengkak pada mata.
Hati-hati pada pasien yang diterapi antikoagulan seperti
warfarin atau heparin, atau obat anti-platelet seperti
ibuprofen karena kemungkinan inhibisi agregasi platelet oleh
Andrographis.
i. Efek Samping
Alergi pada pasien yang peka terhadap famili
Acanthaceae. Pernah ada laporan urtikaria setelah minum
rebusan sambiloto. Aman dan ditoleransi baik pada dosis
yang direkomendasikan. Dosis besar menimbulkan rasa tidak
enak di abdomen, vomitus dan anoreksia, mungkin karena
rasa pahit andrographolide.
j. Interaksi
Hindari penggunaan jangka panjang bersamaan obat
imunosupresan. Hati-hati pada pasien kardiovaskular, bila
dikonsumsi bersamaan obat antiplatelet atau antikoagulan
karena sambiloto dapat menghambat agregasi platelet.
Dengan daun salam dapat menurunkan kadar gula darah
lebih stabil. Ekstrak berefek sinergis dengan isoniazid.
k. Posologi
4 x 1 kapsul (300 mg ekstrak)/hari.

F. HERBAL UNTUK OBESITAS


1. Jati Belanda
Guazuma ulmifoliae Lamk.
Suku : Sterculiaceae

Gambar 21. Jati Belanda

~ 99 ~
- 72 -

a. Nama daerah
Jati londo; Jati sabrang
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tanaman pohon, tinggi lebih kurang 10 meter. Batang
keras, bulat, permukaan kasar, banyak alur, berkayu,
bercabang, warna hijau keputih-putihan. Daun tunggal, bulat
telur, permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung runcing,
pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, panjang 10-16 cm,
lebar 3-6 cm, warna hijau. Bunga tunggal, bulat di ketiak
daun, warna hijau muda. Buah kotak, bulat, keras,
permukaan berduri, warna hitam.
d. Kandungan kimia
Tanin, Lendir, Zat pahit, damar, 0,2% kamferetin,
kuersetin & kaemferol, daunnya mengandung 0.09-0.14%
alkaloid. Bunga segar jati belanda mengandung 0,2%
kamferetin, kuersetin dan kaemferol, daunnya mengandung
0,09-0,14% alkaloid, lendir, dammar, flavanoid, saponin dan
tannin. Hasil analisis GC/MS minyak atsiri daun
menunjukkan adanya komponen utama prekosen I (56,0%),
β-kariofilen (13,7%), dan (2Z,6E)-farnesol (6,6%).
e. Data keamanan
LD50: 6324,14 mg/kg BB (tikus, per oral). Pemberian
ekstrak kering daun jati belanda dosis 2 g/kg BB, 4 g/kg BB
dan 8 g/kg BB pada tikus jantan sekali sehari selama 3 bulan
tidak menaikkan kadar keratinin dan urea plasma serta
ukuran diameter rata-rata glomerulus ginjal tikus. Hasil
pengamatan mikroskopik preparat histologi ginjal juga tidak
memperlihatkan adanya perbedaan dengan kelompok kontrol
tanpa perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
jangka panjang daun jati belanda tidak menganggu fungsi
ginjal. Uji serupa telah dilakukan pula terhadap granul kering
daun jati belanda dengan kesimpulan yang sama yaitu tidak
mempengaruhi fungsi ginjal.
Uji mutagenik ekstrak etanol 50% daun jati belanda telah
dilakukan dengan metode Ames menggunakan lima galur
bakteri Salmonella typhi yang telah dimutasikan dan tanpa

~ 100 ~
- 73 -

aktivator metabolik. Hasil penelitian yang memperlihatkan


bahwa ekstrak etanol daun jati belanda tidak bersifat
mutagen, yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya mutasi
DNA dan kerusakkan kromosom bakteri uji.
f. Data manfaat
1. Uji Praklinik:
Studi pada 30 tikus dengan BB 150-200 g dibagi
secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok I mendapat
ekstrak etanol daun 10% dengan dosis 0,5 mL/200 g
BB/hari, kelompok II ekstrak etanol 20% dan kelompok
III ekstrak etanol 30%, kelompok IV mendapat 2 mL
aquades, kelompok V mendapat orlistat (inhibitor lipase)
2,16 mg/200 g BB /hari, selama 30 hari. Hasil
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jati belanda
10, 20, dan 30% serta orlistat mampu menurunkan
aktivitas lipase pankreas secara nyata, berturut-turut
sebesar 8,33±9,27; 9,33±6,34; 15,33±7,61; dan
13,33±7,33 IU/L. Pada kelompok kontrol negatif justru
terjadi peningkatan aktivitas enzim lipase sebesar
15,17±14,79 IU/L. Disimpulkan ekstrak etanol daun jati
belanda menurunkan aktivitas serum lipase secara
bermakna (p < 0,05).
2. Uji Klinik :
Penelitian kuasi eksperimental dengan disain pre
dan postes, pada 30 penderita obesitas yang memperoleh
perlakuan pemberian ekstrak daun jati belanda. Data
yang diukur adalah berat badan. Hasil penelitan
menunjukkan bahwa adanya penurunan berat badan
penderita obesitas sesudah pemberian ekstrak daun jati
belanda. Rata-rata sebelum perlakuan berat badan
penderita 75,5 kg dan sesudahnya 73,9 kg. ( p< 0.05)
g. Indikasi
Obesitas
h. Kontraindikasi
Kehamilan, laktasi dan anak.
i. Peringatan
Konsumsi yang berlebihan mengakibatkan kerusakan
usus karena tingginya kandungan tanin.

~ 101 ~
- 74 -

j. Efek Samping
Kemungkinan dapat terjadi diare karena iritasi lambung
k. Interaksi
Dapat menghambat absorpsi obat lain yang diberikan
secara bersamaan
l. Posologi
3 x 1 tea bag (5 g serbuk)/hari, seduh dalam 1 cangkir
air.

2. Kemuning
Murraya paniculata (L,)Jack
Suku : Rutaceae

Gambar 22. Kemuning

a. Nama daerah
Kamuning, kamuri, kamoni, kamone, kemuning, kajeri
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tanaman berupa pohon, tinggi 3-7 m. Batang berkayu,
beralur, warna kecokelatan kotor. Daun majemuk, anak daun
4-7, permukaan licin, bentuk corong, ujung dan pangkal
runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warna hijau. Bunga
majemuk, bentuk tandan, panjang mahkota 6-27 mm, lebar
4-10 mm, warna putih. Buah buni, diameter lebih kurang 1
cm, buah muda berwarna hijau setelah tua merah.
d. Kandungan kimia
Daun kemuning mengandung kadinen, metil-antranilat,
bisabolen, ß-karyofilen, geraniol, karen-3, eugenol, sitronelol,

~ 102 ~
- 75 -

metil-salisilat, s-guiazulen, ostol, panikulatin, tanin dan


kumurayin. Kulit batang mengandung meksotioin, 5-7-
dimetoksi-8-(2,3-dihidroksiisopentil) kumarin. Sedangkan
bunga kemuning mengandung skopoletin, dan buahnya
mengandung semi-a-karotenom.
e. Data keamanan
LD50 infusa daun per oral pada tikus: > 15 g/kg BB.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Infusa daun kemuning 10, 20, 30 dan 40% sebanyak 0,5
mL pada mencit dapat menurunkan berat badan secara
bermakna.
g. Indikasi
Obesitas
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 sachet (15 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

G. HERBAL UNTUK ANOREKSIA


1. Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Suku : Zingiberaceae

Gambar 23. Temulawak

~ 103 ~
- 76 -

a. Nama daerah
Temulawak, koneng gede, temu labak.
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perawakan terna berbatang semu, tinggi dapat mencapai
2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang
sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap,
bagian dalam berwarna jingga, rasanya agak pahit. Setiap
individu tanaman mempunyai 2-9 daun, berbentuk lonjong
sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang
sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang
tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan
berupa bunga majemuk bulir, muncul di antara 2 ruas
rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 10-37 cm berambut,
daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garus,
berambut halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir
lonjong, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, berdaun pelindung
banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga, berbentuk bulat telur sungsang (terbalik)
sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau putih
dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian
bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm,
lebar 1,5-3,5 cm.
d. Kandungan kimia
Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid (0,8-2%)
terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin, minyak atsiri
(3-12%) dengan komponen α-kurkumen, xanthorizol, β-
kurkumen, germakren, furanodien, furanodienon, ar-
turmeron, β-atlantanton, d-kamfor. Pati (30 40 %)
e. Data keamanan
LD50 ekstrak etanol per oral pada mencit: > 5 g/kg BB.
LD50 kurkumin per oral pada tikus dan guinea pig: > 5 g/kg
BB. Uji klinik fase I dengan 28 orang sehat dengan dosis
sampai 8000 mg/hari selama 3 bulan tidak menunjukkan
efek toksik. Dari lima penelitian pada manusia dengan dosis

~ 104 ~
- 77 -

1125-2500 mg kurkumin per hari tidak menunjukkan adanya


toksisitas.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Serbuk rimpang dapat meningkatkan aktivitas
musin dalam cairan lambung. Disamping itu rebusan
rimpang dapat menurunkan kontraksi usus halus.
2) Uji Klinik:
Uji klinik dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh
serbuk temulawak pada penderita anoreksia primer.
Secara acak 56 orang dibagi menjadi kelompok
temulawak dan kontrol. Jumlah penderita kelompok
temulawak yang mengalami peningkatan nafsu makan
lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
nafsu makan ini semakin nyata dengan semakin
lamanya pemberian temulawak. Peningkatan masukan
kalori dan protein makanan juga dialami kelompok
temulawak. Pada uji klinis terbukti adanya peningkatan
aktivitas pencernaan, termasuk peningkatan absorbsi
dalam usus halus. Asupan oral ekstrak kasar temulawak
dengan dosis 50 mg per hari selama 35 hari dapat
meningkatkan nafsu makan pada pasien anoreksia
primer kelompok dewasa muda.
g. Indikasi
Anoreksia.
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu
i. Peringatan
Gastritis pada dosis besar. Hati-hati pada nefrolithiasis
dan penggunaan bersama dengan obat pengencer darah.
j. Efek Samping
Dosis besar atau pemakaian yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan iritasi membran mukosa lambung.
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (200 mg ekstrak)/hari

~ 105 ~
- 78 -

H. HERBAL UNTUK DIURETIK


1. Alang-alang
Imperata cylindrica (L)/ Imperata arundinacea (Cyr)
Suku : Poaceae

Gambar 24. Alang-alang

a. Nama daerah
Naleueng lakoe, hilalang, tingen, puang, padang,buhang,
belalang, bolalang, eurih, kebut, ambengan, pandengo,
padanga.
b. Bagian yang digunakan
Akar (rimpang)
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba rumput, berimpang dengan permukaan luar
hitam, merayap di bawah tanah. Batang tegak membentuk
satu perbungaan, padat, pada bukunya berambut jarang.
d. Kandungan kimia
Flavonoid turunan fluvonal, asam-asam vanillat-, ferulat-
, p-kumarat-, p-hidroksibenzoat dalam bentuk bebas, dan
asam kafeat dalam bentuk ester.
e. Data keamanan
LD50 ekstrak air akar peroral pada tikus lebih besar 5000
mg/kg BB. Tidak menunjukkan toksisitas subkronik pada
pemberian ekstrak air sampai dosis per oral 1200 mg/kg BB
pada tikus.
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Efek diuretik akar alang-alang dilakukan pada tikus
dengan pembanding hidroklorotiazid (HCT). Kelompok I
diberi infusa akar alang-alang dengan dosis 6,4 g/kg BB.
Kelompok II dengan dosis 3,2 g/kg BB, Kelompok III

~ 106 ~
- 79 -

dengan dosis 1,6 g/kg BB, Kelompok IV dengan dosis 0,8


g/kg BB, Kelompok V diberi suspensi HCT dalam tween
80 dengan dosis 1,68 mg/kg BB dan kelompok VI diberi
aquades 3 mL/ekor (20 mL/kg BB). Dari hasil analisis
disimpulkan bahwa infusa akar alang-alang dengan
dosis 1,6 dan 0,8 g/kg BB mempunyai efek diuretik yang
sama dengan HCT. Disimpulkan bahwa akar alang-alang
mempunyai efek diuretik yang sama dengan HCT.
Efek diuretik dari ekstrak akar I.cylindrica, Zea
mays, dan daun pisang diteliti pada mencit dengan
pembanding furosemid. Ekstrak diberikan dalam 2 dosis,
500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB dengan interval 2
hari.
Hasil menunjukkan bahwa ekstrak akar I.
cylindrica, Zea mays, dan daun pisang meningkatkan
diuresis air. Ekstrak daun pisang 1000 mg/kg BB
memperlihatkan efek diuretik tertinggi diikuti Zea mays,
dan akar I cylendrica.
2) Uji Klinik :
Penelitian menggunakan Imperata cylindrica
mengukur jumlah diuresis setiap 5 jam, Hasil
menunjukkan bahwa Imperata cylindrica mempunyai
efek diuresis pada sukarelawan dewasa dan efeknya
dapat menggantikan obat modern.
g. Indikasi
Diuretik
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Pusing, mual, ingin defekasi
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 sachet (10 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

~ 107 ~
- 80 -

2. Kumis kucing
Orthosiphon stamineus Benth.
Sinonim : Orthosiphon .aristatus (Bl) Miq
Suku : Labiatae

Gambar 25. Kumis Kucing

a. Nama daerah
Kumis ucing, brengos kucing, songot koceng, remujung,
sesaseyan, kumis kucing, songot koceng.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tumbuh tegak, pada bagian bawah berakar di bagian
buku-bukunya, tinggi sampai 2 m. Batang bersegi 4 agak
beralur, berambut pendek atau gundul dan mudah
dipatahkan. Helai daun berbentuk bulat telur lonjong, atau
belah ketupat, panjang 1 cm-10 cm, lebar 7,5 mm-5 cm. Urat
daun sepanjang tepi berambut tipis atau gundul, kedua
permukaan berbintik-bintik, panjang tangkai 3 cm.
Perbungaan berupa tandan yang keluar diujung cabang,
panjang 7-29 cm, ditutupi rambut pendek berwarna ungu
dan kemudian menjadi putih, gagang rambut pendek dan
jarang, panjang 1-5 mm. Kelopak bunga berkelenjar, arat dan
pangkal berambut pendek dan jarang sedangkan di bagian
paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota berwarna ungu
pucat atau putih, panjang 13-27 mm, di bagian atas ditutupi
rambut pendek yang berwarna ungu atau putih seperti kumis
kucing, panjang tabung 10-18 mm, panjang bibir 4,5-10 mm,
helai bunga tumpul, bundar. Benang sari lebih panjang dari
tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Bunga
geluk berwarna coklat gelap, panjang 1,75- 2 mm. Dikenal 3

~ 108 ~
- 81 -

varietas kumis kucing yaitu yang berbunga biru, berbunga


putih dengan batang serta tulang dan tangkai bunga coklat
kemerahan, dan yang berbunga putih.
d. Kandungan kimia
Glikosid ortosifonin; Zat lemak; Minyak atsiri; Minyak
lemak; Saponin; Sapofonin; Garam kalium.
e. Data keamanan
LD(50) per oral pada tikus: > 5000 mg/kg BB. NOAEL
ekstrak terstandar O. stamineus 50% selama 28 hari: 3500
mg/hari. Toksisitas kronis sampai dengan 6000 mg/kg BB
tikus putih pemberian selama 3 bulan tidak menunjukkan
kelainan pada organ penting.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Infusa 5% diberikan secara intravena pada kelinci
memperlihatkan efek diuretik. Efek diuretik juga
diperlihatkan pada penelitian secara subkutan sediaan
ekstrak air pada kelinci dan anjing. Ekstrak kering
alkohol air diberikan secara peroral pada tikus terjadi
peningkatan jumlah urin dibandingkan air sebagai
control. Selain itu terjadi peningkatan sekresi natrium.
Selain itu terjadi peningkatan sekresi natrium, tetapi
tidak mengganggu kadar kalium karena kadar Kalium O.
stamineus tinggi yaitu 600–700 mg/100 g daun segar.
Methylripariochromene A (MRC) yang diisolasi dari daun
O. Stamineus menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik dan laju kerja jantung setelah pemberian secara
subkutan pada SHRSP (Stroke-prone spontaneously
hypertensive rats). MRC menurunkan tekanan kontraksi
endothelium aorta torakalis tikus yang diinduksi oleh K+
tinggi, 1-fenilefrin atau prostaglandin F2α. MRC
menghambat daya kontraktil tanpa reduksi yang
signifikan pada kontraksi atrium marmut yang diisolasi.
MRC meningkatkan jumlah urin dan sekresi Na+, K+, dan
Cl- selama 3 jam setelah pemberian oral pada tikus.
Dapat disimpulkan methylripariochromene A (MRC)
memiliki khasiat yang berhubungan dengan penurunan
tekanan darah, seperti vasodilatasi, penurunan curah

~ 109 ~
- 82 -

jantung, dan diuretik. Efektivitas antihipertensi


ditimbulkan oleh senyawa methylripariochromene A
(MRC) dalam daun O. stamineus.
Studi untuk melihat efek diuretik dan hipourisemia
ekstrak daun O stamineus dilakukan pada tikus dengan
ekstrak metanol dan metanol-air (1:1). Sebagai kontrol
positif digunakan hydrochlorothiazide (10 mg/kg BB).
Ekstrak Metanol dan metanol-air (1:1) diberikan 0,5
g/kgBB selama 7 hari. Aktivitas hipourisemia ekstrak
metanol-air (1:1) dilakukan dengan pemberian dosis
tunggal (0,25; 0,5; 1 dan 2 g/kg BB) dan allopurinol
sebagai kontrol positif. Hasil menunjukkan bahwa
ekskresi sodium dan potassium meningkat bermakna (p
< 0,05 dan p < 0,01) 8 jam pasca dosis tunggal (2 g/kg
BB) setara dengan diuretik hydrochlorothiazide. Dosis
berulang ekstrak methanol-air (1:1) 0,5 g/kg BB
meningkatkan volume urin (p <0.01) dan ekskresi
elektrolit (Na+ dan K+) (p < 0,05 dan p < 0,01) secara
bermakna dari hari ke-3 sampai hari ke-7. Ekstrak
metanol-air (1:1) 0,5; 1 dan 2 g/kg BB serta allopurinol
menurunkan kadar asam urat serum pada tikus
hiperurisemia pada jam ke-6. Disimpulkan ekstrak
metanol-air (1:1) menimbulkan efek diuretik dan
hipourisemia.
Ekstrak air O. stamineus diberikan per oral dengan
dosis 0,5 dan 10 mg/kg BB pada tikus dengan
pembanding furosemide atau hydrochlorthiazide 10
mg/kg BB. Ekstrak O. stamineus memperlihatkan
aktivitas diuretik yang tergantung dosis. Ekskresi Na+
dan Cl- tidak jelas meningkat, tetapi ekskresi K+ urin
meningkat secara bermakna.
Ekstrak O. stamineus juga meningkatkan kadar
BUN serum, kreatinin dan gula darah, walau berbeda
bermakna dibanding kontrol, tetapi masih dalam batas
normal. Disimpulkan O. stamineus memperlihatkan efek
diuretik namun kurang poten dibanding furosemide dan
hydrochlorothiazide. Perlu kehati-hatian karena diamati
ada peningkatan enzim fungsi ginjal sedikit.

~ 110 ~
- 83 -

Ekstrak etanol 50% (v/v) atau etanol 70% (v/v) daun


O. stamineus dengan dosis masing-masing 700 mg/kg
BB, diuji efek diuretiknya pada tikus, dengan air, dan
Furosemide (30 mg/kg BB, per oral) sebagai kontrol.
Volume urin meningkat 2,5 kali pada terapi furosemide
dibanding kontrol, meningkat 1,3 kali pada ekstrak
etanol 50% dan tidak meningkat pada ekstrak etanol
70%. Ekskresi sodium meningkat pada semua kelompok
dibanding kontrol, dan efek natriuretik ekstrak etanol
50% lebih besar daripada furosemide. Ekskresi
Potassium meningkat, tetapi < furosemide. Eliminasi
asam urat juga membaik.
Efek diuretik ekstrak metanol dan metanol-air (1:1)
daun O. stamineus diuji pada tikus dengan dosis tunggal
(2000 mg/kg BB) atau dosis berulang (500 g/kg BB/hari
selama 7 hari), dengan Hydrochlorothiazide (10 mg/kg
BB) sebagai kontrol positif. Dosis metanol tunggal atau
ekstrak metanol-air tidak menginduksi peningkatan
output urin yang bermakna, terbalik dari
hydrochlorothiazide. Peningkatan pH urin, dan ekskresi
sodium dan potassium terjadi pada ke-2 ekstrak.
Pemberian berulang ekstrak metanol-air (1:1) 500
mg/kgBB meningkatkan output urin bermakna sejak
hari ke-3 dibanding kontrol negatif. Pada kelompok
ekstrak metanol, terlihat peningkatan bermakna volume
urin kumulatif pada hari ke-7.
Kedua ekstrak meningkatkan ekskresi sodium dan
potassium dari hari ke-4 dan ke-7.
Methylripariochromene A (MRC) diisolasi (2.3%) dari
fraksi yang larut dalam kloroform dari dekokta daun O.
stamineus. Tikus diberi MRC (25, 50 and 100 mg/kg BB)
dengan kontrol pelarut (solutio 0.5% Tween 80), dan
hydrochlorothiazide (25 mg/kg BB). Urin dikumpulkan 3
jam pasca pemberian, dengan hasil pada dosis sampai
50 mg/kg BB MRC tidak ada perubahan. Peningkatan
volume urin 3 kali didapat pada dosis 100 mg/kg BB dan
kelompok hydrochlorothiazide. Ekskresi ion (Na+, K+, Cl-)
juga meningkat secara bermakna. Intensitas efek ½ dari

~ 111 ~
- 84 -

hydrochlorothiazide dalam hal ekskresi ion sodium dan


chloride , sedangkan jumlah ekskresi potassium urin 2
kali kontrol pada tikus yang mendapat 100 mg/kg BB
dan hydrochlorothiazide. Kadar tiap ion dalam urin
tidak dimodifikasi oleh MRC, sedangkan
hydrochlorothiazide meningkatkan kadar ion sodium dan
chloride urin secara bermakna. Disimpulkan mekanisme
diuretik MRC mungkin tidak sama dengan
hydrochlorothiazide.
2) Uji Klinik:
Pada 14 pasien yang menerima 12% sediaan infusa
(500 mL/hari) selama 10 hari terjadi peningkatan efek
diuretik dan eliminasi klorida dan urea.
Studi lain pada 67 pasien yang menderita urathic
diathesis tidak mempengaruhi diuresis, filtrasi
glomerulus, kandungan plasma dan ekskresi kalsium,
fosfat anorganik dan asam urat selama 3 bulan
pemberian infusa daun kumis kucing.
g. Indikasi
Diuretik
h. Kontraindikasi
Penderita hipersensitivitas terhadap komponen aktif
kumis kucing, udem karena gangguan jantung atau ginjal.
i. Peringatan :
Hindari penggunaan kumis kucing dalam jangka waktu
lama. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (2 liter atau
lebih per hari), ketika menggunakan kumis kucing. Harus
disertai asupan cairan yang cukup.
j. Efek Samping
Tidak ada efek samping pada penggunaan secara benar
sesuai dengan dosis terapi
k. Interaksi
Belum Diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (280 mg ekstrak)/hari

~ 112 ~
- 85 -

3. Meniran
Phylanthus niruri (Val.)
Suku : Euphorbiaceae

Gambar 26. Meniran

a. Nama daerah
Gosau na dungi; Gosau madungi roriha; Daun gendong
anak, Meniran, Memeniran.
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak, tanaman semusim. Terna tumbuh tegak, tinggi
50 cm – 1 m, bercabang berpencar, cabang mempunyai daun
tunggal yang berseling dan tumbuh mendatar dari batang
pokok. Batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan.
Batang masif, bulat licin, tidak berambut, diameter 3 mm.
Daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, berwarna hijau.
Bentuk daun bundar telur sampai bundar memanjang,
panjang daun 5 mm-10 mm, lebar 2,5 mm- 5 mm,
permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik kelenjar, tepi
rata, ujung tumpul, pangkal membulat. Bunga
berwarnaputih, tunggal. Bunga keluar dari ketiak daun.
Bunga jantan terletak di bawah ketiak daun, berkumpul 2-4
bunga, gagang bunga 0,5 mm-1 mm, helai mahkota bunga
berbentuk bundar telur terbalik, panjang 0,75 mm-1 mm,
berwarna merah pucat. Bunga betina di bagian atas ketiak
daun, gagang bunga 0,75-1 mm, helai mahkota bunga
berbentuk bundar telur sampai bundar memanjang, tepi
berwarna hijau muda, panjang 1,25 mm-2,5 mm. Buah
kotak, bulat, diameter 2 mm, berwarna hijau keunguan, licin,

~ 113 ~
- 86 -

panjang gagang buah 1,5-2 mm. Biji kecil, keras, berwarna


coklat.
d. Kandungan kimia
Katekin, galokatekin, epikatekin, epikatekin-3-galat,
epigalokatekin, 4-hidroksilintetralin, 4-hidroksisesamin,
epigalokatekin-3-O-galat, limonen, norserurinin, 4-metoksi-
norserurinin, 2,3-dimetoksi-isolintetralin, 24-isopropil
kolesterol, asam askorbat, astragalin, β- sitosterol, korilagin,
simen, demetilenedioksi nirantin, asam dotriakontanat, asam
elagat, eriodiktiol-7-O-α-L-ramnosid, estradiol, fisetin-41-O-β-
D-glukosid, asam galat, geranin, hinokinin, hidroksinirantin,
hipofilantin, isolintetralin, isokuersitrin, kaemferol-4-O-α-L-
ramnosid, linantin, asam linoleat, asam linolenat, lintetralin,
lupeol asetat, lupeol, nirantin, nirfilin, nirtetralin, nirurin,
nirurinetin, norsekurinin, filantenol, filantenon, filanteol,
filantin, filnirurin, filokrisin, filetetrin, kuersetin, asam
repandusinat, asam rikinoleat, rutin, metal ester asam
salisilat, seko-4-hidroksi-lintetralin, trans-fitol. Filantin,
hipofilantin, damar, kalium, tanin. Filantina; hipofilantina;
kalium; damar tannin
e. Data keamanan
LD50 :1.588 mg/kg BB mencit per oral. Toksisitas
subkronik: Dosis s/d 4800 mg/kg BB tikus diberikan selama
3 bulan per oral tidak menimbulkan kelainan pada organ
vital. Pada tikus hamil 7 hari dosis 96, 960, 4800 mg/kg BB
setiap hari selama 16 hari tidak menimbulkan efek
teratogenik.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Ekstrak air P. niruri diuji pada tikus untuk efek
diuretik, dengan dosis tunggal per oral (200 mg/kg BB
dan 400 mg/kg BB) dan hidroklorotiazid (10 mg/kg BB)
sebagai kontrol. Didapat peningkatan volume urin dan
ekskresi sodium, potasium serta klorida bermakna setara
dengan hidroklorotiazid, pH urin tidak berubah
(perlakukan 8,2 versus 8,5 dengan hidroklorotiazid). Efek
diuretik, pengaruh terhadap fungsi ginjal dan hati serta
daya melarutkan batu ginjal asam urat dari dekokta dan

~ 114 ~
- 87 -

infusa herba P. niruri (A dan B) 10% b/v diberikan oral


pada tikus. Dosis 500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB P.
niruri (A) memperlihatkan efek diuretik sedang.
Dekokta P. niruri (B) meskipun meningkatkan
diuresis namun tidak memenuhi kriteria sebagai diuretik
sedang. Infusa P. niruri (A) mempunyai efek diuretik kuat
dan meningkatkan ekskresi ion natrium dan kalium
dalam urin, tetapi tidak mempengaruhi ekskresi ion
kalsium. Sebuah penelitian dilakukan pada 5 kelompok
tikus, kelompok I (Gp I) mendapat pelarut, Gp II
hidroklorotiazid, Gp III (ekstrak petroleum ether bahan
100 mg/kg BB), Gp IV (ekstrak bahan 200 mg/kg BB),
dan Gp V (ekstrak bahan 400 mg/kg BB) selama 28 hari.
Hasil menunjukkan bahwa P. niruri bekerja sebagai
diuretik yang efektif (meningkatkan volume urin,
ekskresi Na, K dan Cl).
2) Uji Klinik:
Efek diuretik P. niruri dilakukan pada 9 pasien
hipertensi (4 di antaranya juga diabetes mellitus) yang
diberi herba P. niruri selama 10 hari. Didapat
peningkatan bermakna dari volume urin 24 jam, kadar
Na urin dan serum. Tidak diamati ada efek samping
berbahaya. Disimpulkan P. niruri merupakan diuretik
yang potential.
3) Indikasi
Diuretik
4) Kontraindikasi
Kehamilan, penyakit jantung, hipoglikemia.
5) Peringatan
Dosis tinggi dapat menimbulkan aborsi. Pemakaian
berlebih dapat menyebabkan impotensi.
6) Efek Samping
Pemakaian secara luas tidak dilaporkan mempunyai
efek samping berbahaya. Hipotensi, hipoglikemia,
gangguan keseimbangan elektrolit.
7) Interaksi
Meningkatkan efek insulin dan obat antidiabetes.
Mengandung graniin yang dilaporkan mempunyai efek

~ 115 ~
- 88 -

inotropik dan kronotropik negatif, hipotensi, karena itu


dapat meningkatkan efek obat antihipertensi, ACE
inhibitor, α-blocker dan obat jantung lain. Ekstrak etanol
menghambat enzim sitokrom P450 invivo dan invitro.
8) Posologi
2 x 1 kapsul (25 mg ekstrak)/hari.

4. Seledri
Apium graveolens L
Suku : Apiacea

Gambar 27. Seledri

a. Bagian yang digunakan


Herba
b. Nama daerah
Seledri
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Terna tumbuh tegak, tinggi sekitar 50 cm dengan bau
aromatik yang khas. Batang persegi, beralur, beruas, tidak
berambut, bercabang banyak, berwarna hijau. Daun
majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7 helai. Anak
daun bertangkai 1-2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh,
pangkal dan daun runcing, tepi beringgit, panjang 2-7,5 cm,
lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau
keputihan. Bunga berbentuk payung 8-12 buah, kecil2
berwarna putih, mekar secara bertahap. Buah kotak,
berbentuk kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau
kekuningan.

~ 116 ~
- 89 -

d. Kandungan kimia
Flavonoid, saponin, tannin 1%, minyak atsiri 0.033%,
flavor-glukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase, asparagin, zat
pahit, vitamin (A,B,C). Setiap 100 g herba seledri
mengandung air 93 ml, protein 0.9 g, lemak 0,1 g,
karbohidrat 4 g, serat 0,9 g, kalsium 50 mg, besi 1 mg, fosfor
40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg,
vitamin A 130 IU, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin
0,03 mg, nikotinamid 0,4 mg. Akar mengandung asparagin,
manit, minyak atsiri, pentosan, glutamin, dan tirosin. Ekstrak
diklorometan akar seledri mengandung senyawa poliasetilen
falkarinol, falkarindiol, panaksidiol dan 8-O-metilfalkarindiol.
Biji mengandung apiin, minyak atsiri, apigenin, alkaloid.
Senyawa yang memberi bau aromatik adalah ftalides (3-
butilftalid & 5,6-dihidro turunan sedanenolid).
e. Data keamanan
LD50 peroral pada tikus : 7,55 g/kg BB
LD50 peroral pada tikus lebih besar 5000 mg/kg BB. Tidak
toksik pada pemberian subkronik dengan dosis per oral 5000
mg/kg BB pada tikus.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Infusa daun seledri 20; 40% dosis 8 mL/ekor pada tikus
putih dengan pembanding furosemida dosis 1,4 mg/ekor,
dapat memperbanyak urin secara bermakna.
g. Indikasi
Diuretik
h. Kontraindikasi
Karena diuretik kuat maka tidak digunakan pada
gangguan ginjal akut, infeksi ginjal, kehamilan. Buah seledri
mengandung fuanokumarin yang berefek fototoksik dan dapat
memicu terjadinya reaksi alergi.
i. Peringatan:
Herba seledri segar lebih dari 200 g sekali minum dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah secara tajam
sehingga mengakibatkan syok. Dosis 200 g juga
menyebabkan efek diuretik.

~ 117 ~
- 90 -

j. Efek Samping:
Alergi
k. Interaksi
Meningkatkan efek obat antihipertensi dan diuretik.Biji
seledri dapat mengencerkan darah, sehingga tidak digunakan
pada orang yang menggunakan pengencer darah, termasuk
aspirin, dan Warfarin. Pasien yang menggunakan diuretik
tidak boleh mendapat biji seledri.
l. Posologi
2 x 1 sachet (2 g serbuk biji)/hari, seduh dalam 1 cangkir
air. 1 x 1 kapsul (100 mg ekstrak daun)/hari.

I. HERBAL UNTUK NEFROLITIASIS


2. Alang-alang
Imperata cylindrica (L)/ Imperata arundinacea (Cyr)
Suku : Poaceae

Gambar 28. Alang-alang

a. Nama daerah
Naleueng lakoe, hilalang, tingen, puang, padang,
buhang, belalang, bolalang, eurih, kebut, ambengan,
pandengo, padanga.
b. Bagian yang digunakan
Akar (rimpang)
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba rumput, berimpang dengan permukaan luar
hitam, merayap di bawah tanah. Batang tegak membentuk
satu perbungaan, padat, pada bukunya berambut jarang.
d. Kandungan kimia

~ 118 ~
- 91 -

Flavonoid turunan fluvonal, asam-asam vanillat-, ferulat-


p-kumarat-, p-hidroksibenzoat dalam bentuk bebas, dan
asam kafeat dalam bentuk ester.
e. Data keamanan
LD50 ekstrak air akar peroral pada tikus lebih besar 5000
mg/kg BB. Tidak menunjukkan toksisitas subkronik pada
pemberian ekstrak air sampai dosis per oral 1200 mg/kg BB
pada tikus.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
In vitro fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol 70%
dapat melarutkan batu ginjal kalsium.
g. Indikasi
Nefrolitiasis
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Pusing, mual, ingin defekasi
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 sachet (10 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

2. Keji beling
Strobilanthus crispus L
Sinonim : Stachytarpheta mutabilis Vahl, Sericocalyx crispus L.
Suku: Acanthaceae

Gambar 29. Keji Beling

~ 119 ~
- 92 -

a. Nama Daerah
Keji beling, ngokilo
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Berbatang basah dan sepintas lalu menyerupai rumput
berbatang tegak. Di Jawa tanaman ini banyak terdapat di
pedesaan yang tumbuh sebagai semak. Batang pohonnya
berdiameter antara 0,2-0,7 cm. Kulit luar berwarna ungu
dengan bintik-bintik hijau dan apabila menjadi tua berubah
menjadi coklat. Daun ngokilo berbentuk bulat telur, pada
tepinya bergerigi dengan jarak agak jarang, berbulu halus
hampir tak kelihatan. Panjang helaian daun (tanpa tangkai)
berkisar antara 5-8 cm (ukuran normal) dan lebar daun kira-
kira 2-5 cm.
d. Kandungan Kimia
Kalium, natrium, kalsium dan beberapa unsur lainnya.
e. Data Keamanan
LD50 ekstrak daun per oral pada tikus: > 5 g/kg BB.
Toksisitas subkronik daun keji beling menunjukkan
parameter SGOT, SGPT, ureum, kreatinin dan Hb serta hasil
analisis perubahan histopatologis organ-organ penting tikus
percobaan seperti hati, paru, ginjal, jantung, lambung dan
usus tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara
kelompok kontrol dan kelompok yang diberi bahan uji ekstrak
etanol 70% daun keji beling sampai dengan dosis 125 mg/100
g BB
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Ekstrak S. crispa dapat menghambat pertumbuhan
kristal kalsium oksalat. Efektivitas ekstrak air lebih besar
daripada ekstrak aseton 70% dan metanol. Hambatan ekstrak
S. Crispa lebih kecil daripada sodium sitrat sebagai kontrol
positif.
g. Indikasi
Nefrolithiasis

~ 120 ~
- 93 -

h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 2 kapsul (500 mg ekstrak)/hari

3. Meniran
Phylanthus niruri (Val.)
Suku : Euphorbiaceae

Gambar 30. Meniran

a. Nama daerah
Gosau na dungi; gosau madungi roriha; daun gendong
anak, meniran, memeniran
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak, tanaman semusim. Terna tumbuh tegak, tinggi
0,5-1 m, bercabang berpencar, cabang mempunyai daun
tunggal yang berseling dan tumbuh mendatar dari batang
pokok. Batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan.
Batang masif, bulat licin, tidak berambut, diameter 3 mm.
Daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, berwarna hijau.
Bentuk daun bundar telur sampai bundar memanjang,
panjang daun 5-10 mm, lebar 2,5-5 mm, permukaan daun

~ 121 ~
- 94 -

bagian bawah berbintik-bintik kelenjar, tepi rata, ujung


tumpul, pangkal membulat. Bunga berwarna putih, tunggal.
Bunga keluar dari ketiak daun. Bunga jantan terletak di
bawah ketiak daun, berkumpul 2-4 bunga, gagang bunga 0,5
mm-1 mm, helai mahkota bunga berbentuk bundar telur
terbalik, panjang 0,75-1 mm, berwarna merah pucat. Bunga
betina di bagian atas ketiak daun, gagang bunga 0,75-1 mm,
helai mahkota bunga berbentuk bundar telur sampai bundar
memanjang, tepi berwarna hijau muda, panjang 1,25-2,5 mm.
Buah kotak, bulat, diameter 2 mm, berwarna hijau keunguan,
licin, panjang gagang buah 1,5-2 mm. Biji kecil, keras,
berwarna coklat.
d. Kandungan kimia
Katekin, galokatekin, epikatekin, epikatekin-3-galat,
epigalokatekin, 4-hidroksilintetralin, 4-hidroksisesamin,
epigalokatekin-3-O-galat, limonen, norserurinin, 4-metoksi-
norserurinin, 2,3-dimetoksi-isolintetralin, 24-isopropil
kolesterol, asam askorbat, astragalin, β- sitosterol, korilagin,
simen, demetilenedioksi nirantin, asam dotriakontanat, asam
elagat, eriodiktiol-7-O-α-L-ramnosid, estradiol, fisetin-41-O-β-
D-glukosid, asam galat, geranin, hinokinin, hidroksinirantin,
hipofilantin, isolintetralin, isokuersitrin, kaemferol-4-O-α-L-
ramnosid, linantin, asam linoleat, asam linolenat, lintetralin,
lupeol asetat, lupeol, nirantin, nirfilin, nirtetralin, nirurin,
nirurinetin, norsekurinin, filantenol, filantenon, filanteol,
filantin, filnirurin, filokrisin, filetetrin, kuersetin, asam
repandusinat, asam rikinoleat, rutin, metal ester asam
salisilat, seko-4-hidroksi-lintetralin, trans-fitol. Filantin,
hipofilantin, damar, kalium, tanin. Filantina; hipofilantina;
kalium; damar tanin
e. Data keamanan
LD50 : 1,588 mg/kg BB mencit per oralToksisitas
subkronik: Dosis s/d 4800 mg/kg BB tikus diberikan selama
3 bulan per oral tidak menimbulkan kelainan pada organ
vital. Pada tikus hamil 7 hari dosis 96, 960, 4800 mg/kg BB
setiap hari selama 16 hari tidak menimbulkan efek
teratogenik

~ 122 ~
- 95 -

f. Data manfaat
Uji klinik:
Efek P. niruri terhadap pembentukan batu (calcium stone
forming/CSF) dilakukan pada 69 pasien yang dialokasi secara
random untuk mendapat P. niruri (n=33) (3 x 1 kapsul
450 mg) atau plasebo (n=36) selama 3 bulan. Diamati P. niruri
menurunkan kalsium urin secara bermakna pada pasien
hiperkalsiuri (4.8±1.0 vs 3.4±1.1 mg/kg/24 jam, P < 0.05).
Studi dilakukan pada 150 pasien batu ginjal kalsium
oksalat dengan ukuran 25 mm. 72 pasien (48%) kontrol
mendapat ESWL 1 - 3 kali, 78 (52%) ESWL dikombinasi
dengan ekstrak P. niruri (2 g/hari) selama 3 bulan. Setelah
180 hari kondisi stone-free rate (tidak ada batu atau ada
residu < 3 mm) adalah 93.5% pada ESWL dan 83.3% pada
kelompok kombinasi (p = 0.48).
Untuk batu yang lokasi lebih bawah (56 pasien) stone-
free rate pada kelompok 1 adalah 93,7% dan pada kontrol
70,8% (p = 0.01). Disimpulkan stone-free rate berbeda
bermakna sehingga meningkatkan efektivitas ESWL pada
batu yang terletak lebih rendah. P. niruri juga
memperlihatkan efek antispasmodik bermakna, yang
merelaksasi otot polos sehingga batu lewat lebih mudah. P.
niruri juga menunjukkan efek analgesik.
g. Indikasi
Nefrolithiasis
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Dapat menimbulkan aborsi. Pemakaian berlebih dapat
menyebabkan impotensi.
j. Efek Samping
Pemakaian secara luas tidak dilaporkan mempunyai efek
samping berbahaya.
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 kapsul (450 mg ekstrak)/hari.

~ 123 ~
- 96 -

4. Sembung
Blumea balsamifera (L) DC
Suku: Compositae

Gambar 31. Daun Sembung

a. Nama daerah
Sembung utan, kemandin, sembung gontung, sembung
gula, sembung kuwak, sembung iningsa, sembung langu,
afoat, sembung lelet, capa, capo.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perdu tinggi lebih dari 4 m. Batang tegak bulat, warna
hijau, bagian atas batang berbulu lebat dan aromatis. Daun
tunggal, tersebar, bagian bawah berbulu rapat dan halus
seperti beludru, bagian atas agak kasar, berbentuk lonjong,
panjang 6-40 cm dan lebar 1,5-20 cm, pangkal dan ujung
daun meruncing. Tepi bergerigi, pertulangan daun menyirip.
Terdapat 2-3 daun tambahan pada pangkal daun. Bunga
majemuk, bertangkai, berbentuk tandan, terdapat di ketiak
daun dan ujung batang, warna mahkota bunga putih
kekuningan. Bentuk buah kotak silendris, keras, berambut,
warna putih kecoklatan. Biji pipih, berwarna putih. Akar
tunggang warna putih susu.
d. Kandungan kimia
Mengandung minyak atsiri (sineol, borneol, limonene),
asam miristat, asam palmitat, flavonoid total tidak kurang
dari 1.20% (dihidrokuersetin-4’ metal eter dan
dihidrokuersetin-7,4’-dimetil eter). Daun mengandung 3,4’,5-

~ 124 ~
- 97 -

trihidroksi-3’,7-dimetoksiflavanon, 3’,4’,5-trihidroksi-7-
metoksiflavanon dan senyawa 3-O-7’-biluteolin
e. Data keamanan
LD50 : 62 g/kg AAM = 40 kg dosis tunggal serbuk
sembung = 80,000 dosis tunggal tablet. LD50 = 500 mg/dosis .
f. Data manfaat
Dari ekstrak metanol Blumea balsamifera,
dihydroflavonol, (2R,3S)-(−)-4′-O-Methyldihydro quercetin, dan
7 senyawa diisolasi. Senyawa 1–4 dan 6–8 memperlihatkan
aktivitas inhibitor xanthine oxidase yang bermakna yang
tergantung konsentrasi, senyawa 1,6 dan 8 memperlihatkan
aktivitas inhibisi yang lebih poten, dengan IC50 antara 0,23-
1,91 µm, daripada kontrol positif allopurinol (IC50 2,50 µm).
Uji klinik:
Uji klinik terbuka untuk mengevaluasi efektivitas dan
keamanan tablet sembung 40 mg/kg BB/hari (dibagi menjadi
3 dosis) terhadap 18 pasien usia 22-60 tahun dengan batu
ginjal (diameter terbesar > 5 mm) selama 6 minggu disertai
minum minimal 3 L/hari. Mayoritas batu soliter (78%),
multipel (22%), dan 90% radio-opaque. Kebanyakan terletak
di calyx (89%) dan 83% diameter yang soliter > 5-10 mm.
Setelah 6 minggu tidak ada perubahan bermakna volume urin
24 jam, protein, kreatinin, kalsium atau asam urat. Asam
urat serum, kalsium, FBS, BUN, kreatinin, potassium, klorida
tidak dipengaruhi oleh sembung. Pada radiografi pasasi
komplit terdapat pada 10 pasien (55,6%), pada 6 pasien
(33,6%) jumlah batu berkurang dan pada 2 pasien tidak ada
perubahan. Perbaikan radiografi keseluruhan 89.2% dengan
keluarnya urin berpasir. Efek samping pada 2 pasien (11%)
yaitu nyeri epigastrik dan konstipasi. Disimpulkan sembung
40 mg/kg BB/hari selama 6 minggu menghasilkan perbaikan
objektif (radiografik atau keluar batu) pada 89.2% pasien.
Evaluasi global menunjukkan sembuh sempurna 55,6; parsial
33,6 dan gagal 11,1%.
Studi untuk menentukan aktivitas inhibisi xanthine oxidase
dilakukan dengan allupurinol sebagai kontrol positif dengan
nilai IC 50 6,1 μg/mL. Persen inhibisi aktivitas inhibitor
xanthine oxidase ditentukan melalui slope absorbance

~ 125 ~
- 98 -

terhadap waktu (detik). Nilai IC50 diperoleh melalui slope


kadar (200, 100, 25 μg/mL) terhadap persen inhibisi dari tiap
konsentrasi.
Ekstrak metanol B. Balsamifera 100 μL memperlihatkan
inhibisi > 25%. Nilai IC50 yang menghambat > 50% yaitu
79,67%. Uji klinik fase II membandingkan plasebo dan tablet
sembung 40 mg/hari pada 23 pasien dengan urolithiasis,
selama 4 minggu. Kebanyakan pasien mempunyai batu soliter
(80%) dengan ukuran > 5 mm dan radio-opaque. Hasil
menunjukkan plasebo dan sembung tidak mempengaruhi,
volume urin, pH, protein, kreatinin, serta asam urat dan
kalsium urin dan serum secara bermakna. Efektivitas
keseluruhan 72% dibanding plasebo. Hasil radiografik
menunjukkan penurunan ukuran batu, dan kombinasi
penurunan jumlah dan/atau ukuran batu terjadi pada 77%
subjek secara bermakna dibanding 10% pada plasebo. Efek
samping baik frekuensi dan beratnya sama pada sembung
dan plasebo.
g. Indikasi
Nefrolithiasis
h. Kontraindikasi
Pasien stroke dan anak-anak dengan pembengkakan
limpa kronik. Kehamilan dan laktasi
i. Peringatan
Pada obstruksi ginjal
j. Efek Samping
Dapat terjadi alergi pada pemakaian topikal seperti rasa
terbakar, gatal, urtikaria, eritema edematosis, erupsi papular.
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 tablet (20 mg ekstrak)/hari.

~ 126 ~
- 99 -

5. Tempuyung
Sonchus arvensis L
Suku : Asteraceae

Gambar 32. Tempuyung

a. Nama daerah
Jombang, lalakina, lempung, galibug, rayana.
b. Bagian yang digunakan :
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) adalah tanaman semak
yang tumbuh secara pesat pada daerah berketinggian 50-
1,650 meter di atas permukaan laut, tingginya sekitar 2 m.
Akarnya besar dan lurus, tangkainya berbentuk silinder dan
mengeluarkan getah, Daunnya berbentuk tombak dan
rasanya pahit, biasanya daun mudanya di makan sebagai
sayuran (lalab/celur). berbentuk bongkol berwarna putih
kekuningan dan mudah diterbangkan angin, dan buahnya
berwarna merah tua mengandung getah putih, dengan akar
tunggang yang kuat. Batang berongga dan berusuk. Daun
tunggal, bagian bawah tumbuh berkumpul pada pangkal
membentuk roset akar. Helai daun berbentuk lanset atau
lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi berbagi
menyirip tidak teratur, panjang 6-48 cm, lebar 3-12 cm,
warnanya hijau muda. Daun yang keluar dari tangkai bunga
bentuknya lebih kecil dengan pangkal memeluk batang, letak
berjauhan, berseling. Perbungaan berbentuk bonggol yang
tergabung dalam malai, bertangkai, mahkota bentuk jarum,
warnanya kuning cerah, lama kelamaan menjadi merah
kecokelatan. Buah kotak, berusuk lima, bentuknya
memanjang sekitar 4 mm, pipih, berambut, cokelat

~ 127 ~
- 100 -

kekuningan. Ada keaneka-ragaman tumbuhan ini. Yang


berdaun kecil disebut lempung, dan yang berdaun besar
dengan tinggi mencapai 2 m disebut rayana. Batang muda
dan daun walaupun rasanya pahit bisa dimakan sebagai
lalap.
d. Kandungan kimia
Alfa-laktoserol, mannitol, inositol, silica, kalium,
flavonoid, dan taraksasterol.
e. Data keamanan
LD50 ekstrak methanol akar per oral pada mencit: > 3,2
g/kg BB. LD50 pada tikus: > 5000 mg/kg BB.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Penelitian pengaruh ekstrak air dan ekstrak alkohol
daun tempuyung terhadap volume urine tikus in vivo dan
pelarutan batu ginjal in vitro, menghasilkan kesimpulan
sebagai berikut: a. daun tempuyung tidak secara jelas
mempunyai efek diuretik, namun mempunyai daya
melarutkan batu ginjal oleh ekstrak air lebih baik daripada
ekstrak alkohol.
Studi untuk mengevaluasi efek Tempuyung terhadap
batu ginjal dilakukan in vitro. Tigapuluh dua (32) buah batu
staghorn dari pasien pasca bedah dengan komposisi urat,
kalsium dan magnesium amonium fosfat diletakkan dalam
infusa tempuyung 10% dengan pH 4,5; 8,0; 7,0 dan 6,2
sebagai standar, selama 24 jam. Hasil: batu larut dan
mengecil pada infusa Tempuyung pH 4,5 dan 6,2.
Disimpulkan infusa tempuyung dapat melarutkan batu ginjal
yang tergantung pH.
Penelitian untuk meneliti kadar teh daun tempuyung
kering dan berat calcium oxalate yang dapat menimbulkan
solubilitas maksimum, dengan frekuensi penggunaan teh
daun kering l x sehari dan 2 x sehari, selama 7 hari, yang
diulang selama 5 kali. Hasil menunjukkan bahwa efek teh
tempuyung 2 x sehari lebih besar dengan solubilitas calcium
Oxalat 27,49%. Makin lama diberikan, makin besar
solubilitas. Studi perbandingan efek diuretik dan kadar
sodium dan potassium darah setelah pemberian ekstrak

~ 128 ~
- 101 -

etanol daun Sonchus arvensis dan furosemide pada 7


kelompok tikus. 3 kelompok diberi ekstrak etanol 100, 300
dan 1000 mg/kg BB 3 kelompok lain diberi furosemide dosis
0,36; 0,72 dan 1,14 mg/kg BB. Dudapat hasil ekstrak S.
arvensis dosis 300 mg/kg BB menunjukkan efek diuretik
lebih kuat (6,85 mL) dari furosemide dosis 0,72 mg/kg BB
(6,575 mL dan plasebo 5,075 mL).
g. Indikasi
Nefrolithiasis
h. Kontraindikasi
Gangguan hati, gangguan ginjal berat, kehamilan,
laktasi, dan anak.
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping :
Belum diketahui
k. Interaksi :
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (25 mg ekstrak)/hari

J. HERBAL UNTUK ANTIEMETIK


1. Jahe
Zingiber officinale Rosc
Suku : Zingiberaceae

Gambar 33. Jahe

a. Nama daerah
Halia, bahing, sipode, lahia, alia, jae, sipodeh, jahi, lai,
jae, alia, lea , melito, leya, marman.

~ 129 ~
- 102 -

b. Bagian yang digunakan


Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tegak. Daun kerap kali jelas 2 baris dengan
pelepah yang memeluk batang dan lidah diantara batas
pelepah dan helaian daun. Bunga zygomorph berkelamin 2.
Kelopak berbentuk tabung, dengan ujung bertaju, kerap kali
terbelah serupa pelepah. Rimpang agak pipih, bagian ujung
bercabang, cabang pendek pipih, bentuk bulat telur terbalik,
pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam.
Potongan bagian luar berwarna coklat kekuningan, beralur
memanjang, kadang ada serat bebas.
d. Kandungan kimia
Minyak astiri (bisabolene, cineol, phellandrene, citral,
borneol, citronellol, geranial, linalool, limonene, zingiberol,
zingiberene, camphene), oleoresin (gingerol, shogaol), fenol
(gingerol, zingeron), enzim proteolitik (zingibain), vit B6, vit C,
Kalsium, magnesium, fosfor, kalium, asam linoleat, gingerol
(gol alkohol pada oleoresin), mengandung minyak astiri 1-3%
diantaranya bisabolen, zingiberen dan zingiberol.
e. Data keamanan
LD50 6-ginggerol dan 6-shogaol adalah 250-680 mg/kg
BB. LD50 ekstrak air pada mencit adalah 33,5 g/kg BB.
Pemberian pada wanita hamil tidak menunjukkan efek
teratogenik
f. Data manfaat
Uji klinik:
Pemberian serbuk jahe 940 mg lebih efektif dari
dimenhydrinate 100 mg untuk mencegah gejala GI pada
motion sickness. Diduga jahe mempunyai efek langsung pada
GI melalui sifat aromatik, karminatif dan adsorben, dengan
meningkatkan motilitas gaster dan adsorbsi toxin dan asam.
Uji klinik Randomized Control Trial lain menunjukkan bahwa
pemberian jahe lebih baik dari plasebo untuk menurunkan
kejadian muntah dan keringat dingin 4 jam setelah
pemberian pada mabuk laut.

~ 130 ~
- 103 -

Penelitian lain membandingkan obat anti muntah OTC untuk


mencegah mabuk laut pada 1489 subyek dan mendapatkan
bahwa jahe sama efektif dengan obat anti muntah lain.
Studi RCT disain menyilang pemberian 4 kali 250 mg jahe
efektif mengobati hiperemesis gravidarum.
Sebuah RCT lain menilai mual dan muntah pada 60
pasien pascabedah yang diberi jahe memperlihatkan hasil
efektif secara bermakna dibanding dengan plasebo. Efek jahe
juga dilaporkan sama baiknya dengan metoklopramid. Sifat
antiemetik ini diakibatkan adanya kerja sinergis dari zingeron
dan shogaol.
Studi klinik menunjukkan bahwa serbuk jahe dengan dosis
90 mg lebih efektif dibandingkan dimenhidrinat (100 mg)
untuk menekan gejala kinetosis (mabuk perjalanan).
Mekanisme kerja: efek antiemetik ditimbulkan oleh
komponen diterpentenoid yaitu gingerol, shaogaol,
galanolactone. Invitro pada binatang menunjukkan
antiserotoninergik dan antagonis reseptor 5-HT3 yang
berperan pada nausea & vomitus pascabedah.
g. Indikasi
Emesis, hiperemesis gravidarum (Grade B); motion
sickness; pascabedah, mabuk kendaraan, mabuk laut,
pascakemoterapi
h. Kontraindikasi
Meskipun pada penelitian klinik tidak ditemukan efek
teratogenik pada bayi yg dilahirkan,namun sebaiknya tidak
digunakan pada wanita hamil, ibu menyusui dan anak < 6
tahun. Batu empedu, pasien berisiko perdarahan (karena
dapat menghambat aktivitas tromboksan).
i. Peringatan
Dilaporkan 6 gram serbuk jahe kering menunjukkan
peningkatan eksfoliasi sel epithel permukaan lambung yang
dapat berakibat ulkus, sebab itu direkomendasikan
penggunaan pada perut kosong tidak lebih dari 6 gram
j. Efek Samping
Sedikit nyeri abdomen, rasa tidak enak di ulu hati atau
heart burn dan dermatitis kontak.

~ 131 ~
- 104 -

k. Interaksi
Pemberian bersama obat antikoagulan, antiplatelet,
trombolitik, secara teori dapat meningkatkan risiko
perdarahan. Hasil uji klinik menunjukkan dosis 10 gram
meningkatkan risiko perdarahan secara bermakna. Pasien
dengan obat antikoagulan dan gangguan perdarahan agar
menghindar penggunaan dalam dosis besar.
l. Posologi
Mabuk kendaraan: (Dewasa dan anak > 6 tahun) 1-2 x
1 kapsul (500 mg ekstrak), 30 menit sebelum bepergian. Jika
gejala berlanjut, minum 1-2 kapsul setiap 4 jam.
Pasca kemoterapi: 3 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.
Emesis dan hiperemesis gravidarum: 2 x 1 kapsul (500 mg
ekstrak)/hari.
Pasca bedah: 1 x 2 kapsul (500 mg ekstrak), 1 jam sebelum
induksi.
Dosis maksimum: 4 g/hari.

K. HERBAL UNTUK PALIATIF DAN SUPPORTIF KANKER


1. Ceplukan
Physalis minima L
Sinonim : P. angulata L
Suku : Solanaceae

Gambar 34. Ceplukan

~ 132 ~
- 105 -

a. Nama daerah
Letup-letup, leletup, ubat pekong, daun kopo-kopi, daun
loto-loto, leletop, cecendet, cicendet, ciplukan dan ceplokan.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perdu yang rendah. Bunganya berwarna kuning, buahnya
berbentuk bulat dan berwarna hijau kekuningan bila masih
muda, tetapi bila sudah tua berwarna coklat dengan rasa
asam-asam manis. Buah Ciplukan yang muda dilindungi
kerudung penutup buah. Daun tunggal, bertangkai, bagian
bawah tersebar, diatas berpasangan, helaian daun, berbentuk
bulat telur, bulat memanjang, lanset dan ujung runcing,
ujung tidak sama, runcing tumpul, bertepi rata atau
bergelombang.
d. Kandungan kimia
Fisalin B, fisalin D, fisalin F, withangulatin A, asam
palmitat, asam stearat, flavonoid (luteolin), saponin, alkaloid.
Buah ceplukan matang, mengandung vitamin C 24,5 mg; gula
6 %; protein 7 % per 100 ml jus.
e. Data keamanan
LD50 Infusa per oral:4305 mg/kg BB tikus
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Beberapa kandungan aktif menunjukkan efek
sitotoksisitas terhadap Ca sel squamosa kepala dan leher
human, melanoma, dan fibroblast fetal normal (MRC5).
Ekstrak Physalis minima memperlihatkan efek inhibisi
terhadap sel Ca mamae human T-47D, menginduksi
apoptosis. Sifat anti-kanker dan efek sitotoksik juga terlihat
pada NCI-H23 (adenocarcinoma paru human).
Studi tentang efek anti Ca ekstrak kloroform P. minima
memperlihatkan aktivitas sitotoksik terhadap sel line NCI-H23
(adenocarcinoma paru human) yang tergantung pada dosis
dan waktu (setelah inkubasi 24, 48 dan 72 jam). Analisis
tentang mekanisme kematian sel memperlihatkan bahwa
ekstrak tersebut mempengaruhi apoptosis pada sel NCI-H23
dengan fragmentasi DNA yang khas, yang merupakan tanda

~ 133 ~
- 106 -

biokimia dari apoptosis. Observasi morfologi dengan


mikroskop transmisi elektron (TEM) juga memperlihatkan
karakteristik apoptosis, termasuk penggumpalan dan
marginasi kromatin, diikuti convolusi nukleus dan budding
dari sel untuk menghasilkan ikatan membran- apoptotic
bodies. Berbagai tahap apoptotic programed cell death seperti
juga externalisasi phosphatidylserine dapat dilihat dengan
pewarnaan annexin V dan propidium iodide. Paparan akut
terhadap ekstrak menghasilkan pengaturan bermakna dari
ekspresi c-myc, caspase-3 and p53mRNA pada cell line.
Ekstrak kloroform P. minima menghasilkan inhibisi
pertumbuhan yang bermakna terhadap sel Ca mamae human
T-47D dengan nilai EC50: 3.8 µg/mL. Analisis tentang
mekanismse kematian sel memperlihatkan bahwa ekstrak
merangsang apoptosis. Analisis ekspresi mRNA
memperlihatkan coregulation gen apoptosis yaitu, c-myc ,
p53, and caspase-3. c-myc diinduksi oleh ekstrak kloroform
secara bermakna pada fase terapi yang lebih awal, diikuti p53
dan caspase-3. Uji biokimia dan pengamatan ultrastruktur
memperlihatkan efek apoptosis pada sel yang diterapi
termasuk fragmentasi DNA, blebbing dan convolution dari
membrane sel, penggumpalan dan marginasi kromatin, dan
menghasilkan ikatan membran- apoptotic bodies.
Studi bagian P. minima (batang dan buah) untuk
memebuktikan efek anti-neoplastik memberi hasil nilai
inhibisi paling bermakna dari buah yaitu 97% untuk limfoma
pada mencit; 93% untuk carcinoma Erlich bila diuji dengan
MGTS-1-2ai dan MGTS-1-1ai.
g. Indikasi
Paliatif kanker (Adenokarsinoma Paru, Ca mamae,
Leukemia, Ca hepar, Ca renal, Ca ovarium )
h. Kontraindikasi
Pasien dengan gangguan perdarahan seperti hemofilia,
yang minum obat jantung atau pengencer darah, dan
hipotensi

~ 134 ~
- 107 -

i. Peringatan
Tidak mengonsumsi buah yang tidak matang karena
bersifat toksik seperti famili solanacea lain. dapat
mengencerkan darah dan menimbulkan hipotensi.
j. Efek Samping
Belum ada data
k. Interaksi
Tanaman famili solanacea lain.
l. Posologi
2 x 1 tea bag (4 g serbuk)/hari, seduh dalam 1 cangkir
air.

2. Keladi Tikus
Typhonium flagelliforme Lodd.
Sinonim : T. divaricum L.
Suku : Araceae

Gambar 35. Keladi tikus

a. Nama daerah
Bira kecil, daun panta susu, kalamayong, ileus, kibabi,
trenggiling mentik, nama asingnya rodenttuber.
b. Bagian yang digunakan
Umbi
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Keladi tikus salah satu jenis tanaman obat yang
merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak ditemui di
Pulau Jawa dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-
300m di atas Permukaan laut (ESSAI, 1986).
Keladi Tikus termasuk golongan herba yang bentuknya
menyerupai talas tumbuh berumpun di alam bebas pada
tanah gembur, lembab dan teduh. Di pulau Jawa Keladi Tikus
banyak ditemukan di hampir semua tempat baik dataran

~ 135 ~
- 108 -

tinggi maupun dataran rendah. Pada tanaman yang masih


kecil daunnya biasanya berbentuk bulat sedikit lonjong. Daun
berikutnya mulai meruncing seperti daun talas. Keladi Tikus
yang sudah tua daunnya hijau halus berujung runcing
menyerupai anak panah. Bunga berwarna putih kekuningan
dan kelopaknya menyerupai ekor tikus.
Akarnya berwarna putih membesar membentuk umbi.
Tinggi tanaman dewasa 10-20 cm (yang berkualitas bagus)
dengan berat 10-20 gram setiap rumpun. Umbi Keladi Tikus
berbentuk bulat londong. Untuk tanaman dewasa yang siap
digunakan diameter umbi antara 1-2 cm.
d. Kandungan kimia
Alkaloid, saponin,steroid dan glikosida, namun belum
diketahui bahan aktif yang spesifik pada keladi tikus yang
berperan dalam menyembuhkan penyakit kanker. Senyawa
aktifnya ialah fitol, asam heksadekanoat, asam oktadekanoat,
koniferin, beta-sitosterol, beta-daukosterol, serebrosida, asam
laurat, dan asam kaprat.
e. Data keamanan
LD50 pada pemberian suspensi keladi tikus 600-1200 mg
ialah 961,6123 mg/20 kg BB mencit atau 48,081 g/kg BB
intraperitoneal.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Fitol dalam keladi tikus merangsang proses bunuh diri
sel kanker. Keladi tikus menghambat perkembangan sel
kanker dengan cara memotong DNA sel kanker. Kandungan
beberapa jenis asam lemak seperti asam laurat dan asam
kaprat menyebabkan Keladi tikus juga bersifat antibakteri.
Efek farmakologi inilah yang menjadi obat utama untuk
mengatasi kanker stadium lanjut.
Bagian yang digunakan untuk pengobatan adalah
keseluruhan dari tanaman tersebut. Mulai dari akar (umbi),
batang, daun hingga bunga. Efek tersebut akan bertambah
baik bila diberikan bersama-sama dengan tanaman lainnya,
seperti sambiloto, rumput mutiara dan temu putih.
Di Cina tanaman ini di teliti oleh Zhong Z, Zhou G, Chen
X, dan Huang P dari Guangxi Institute of Traditional Medical

~ 136 ~
- 109 -

and Pharmaceutical Sciences, Nanning. Penelitian tersebut


dilakukan untuk mengetahui efek farmakologis dari T.
flagelliforme. Diketahui bahwa ekstrak air dan alkohol dari
Typhonium flagelliforme mempunyai efek mencegah batuk,
menghilangkan dahak, antiasmatik, analgesik, antiinflamasi,
dan bersifat sedatif. Pada konsentrasi 720 g/kg ekstrak air,
900 g/kg ekstrak alkohol dan 3240 g/kg ekstrak ester
tanaman ini dapat meracuni tubuh. Ekstraknya memang
mengandung zat antikanker namun konsentrasinya lemah.
g. Indikasi
Antineoplastik, dapat mengatasi efek sampingan dari
kemoterapi, seperti rambut rontok, mual, perasaan tidak
nyaman dan berkurangnya nafsu makan.
h. Kontraindikasi
Kehamilan, pascaoperasi, tidak boleh bersamaan dengan
kemoterapi-radioterapi (dihentikan minimal 2 hari sebelum
kemoterapi dan 2 hari setelahnya (Minimal 5 hari). Sifat
Keladi Tikus yang melakukan detoksifikasi (pembuangan
racun) akan menganggap zat-zat kimia dari kemoterapi
sebagai racun yang otomatis akan dikeluarkan dari tubuh. Ini
akan membuat kemoterapi tidak efektif.
i. Peringatan
Terdapat tumbuhan yang mirip dengan Keladi Tikus
yaitu Typhonium trilobatum. T.trilobatum dalam literatur obat
Cina disebut Half Summer. T. trilobatum daunnya berombak
dan berwarna hujau agak pudar. Di bagian ujung daun yang
masih kuncup berwarna keunguan dan akarnya berwarna
coklat tua. Kelopak bunga T.trilobatum melebar menyerupai
lidah serta berwarna ungu. T. trilobatum mengandung zat
yang bersifat racun. Karena itu hindarilah kekeliruan. Pasca
bedah, harus menunggu 2 minggu.
j. Efek samping:
Nausea, vomitus, diare sedikit, letargi
k. Interaksi:
Belum diketahui
l. Posologi:
3 x 1 sachet (3 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas

~ 137 ~
- 110 -

3. Kunyit putih
Kaempferiae rotunda (L)
Suku : Zingiberaceae

Gambar 36. Kunyit Putih

a. Nama daerah
Kunyit putih, temu putrid, kunci pepet, temu rapet,
koneng bodas, konce pet, kunyit kunot, ardong
b. Bagian yang digunakan :
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tanaman herba tinggi sampai 0,65 m. Batang berupa
rimpang bercabang, pendek sangat kuat, aromatik, berwarna
putih kekuningan, batang semu kokoh, merah kecoklatan
minimal 25 cm. Umbi berbentuk bulat, akar tunggang sangat
kecil, rasanya wangi, cabang rhizome berbentuk kepala,
mengandung banyak air. Daun kelihatan menempel pada
permukaan tanah, mirip kencur. Bunga terdiri dari beberapa
kuntum yang satu atau dua diantaranya mekar bersama.
Kelompok bunga berwarna putih dengan mahkota bergaris-
garis, bau harum, rimpangnya pendek, menggerombol,
berbau aromatis. Akarnya berdaging membentuk umbi
sebesar telur puyuh.
d. Kandungan kimia
Saponin, tanin, minyak atsiri, kamfor, sineol. Rimpang
mengandung 0,22% minyak atsiri yang terdiri dari 5 senyawa
utama piperiton, p-simen-8-ol, verbenon, kariofilen,
kariofilenoksida, dan 3 senyawa minor, serta krotepoksida.
Menurut Bos et al (2004), minyak atsiri mengandung benzil

~ 138 ~
- 111 -

benzoat 69,7%, n-pentadecan 22,9% dan kamfen 1,0%. Sirat


et al (2005) melaporkan kandungan minyak atsiri adalah
pentadekan 25,4%, bornil acetat 24,9%, benzil benzoat 15,3%
dan kamfor 12,1%.
e. Data keamanan
LD50 per oral 2375 mg/kg BB tidak menimbulkan efek
toksik. LD50 oral pada tikus: > 5 g/kg BB
f. Data manfaat
Uji pra klinik:
Lectin yang dimurnikan dari ekstrak K. rotunda (KRL)
menunjukkan aktivitas antiproliferatif terhadap sel Ehrlich
ascites carcinoma (EAC). In vivo pada mencit dengan dosis
injeksi 1,25 mg/kg BB/hari dan 2,5 mg/kg BB/hari selama 5
hari menunjukkan inhibisi 51 dan 67% .
Pengukuran MDA dan 4-HNE berkorelasi langsung
dengan kapasitas inhibisi lipid peroxidasi. Ekstrak 100
μg/mL dan 200 μg/mL berefek antioksidan moderat yang
bermakna tetapi ekstrak 500 dan 1000 μg/ml tidak
bermakna. Efek antioksidan mungkin karena kandungan
crotepoxide yang meningkatkan peroxidasi. Sifat antioksidan
berhubungan terbalik dengan dosis, tinggi pada dosis rendah
dan sebaliknya. Lectin (KRL) yang dimurnikan dari ekstrak
rimpang K. rotunda memperlihatkan toksisitas terhadap
brine shrimp nauplii dengan aktivitas agglutinasi kuat
terhadap 7. Bacteri patogen LC50 18±6 µ g/ml. Crotepoxide
yang diisolasi dari K. rotunda menunjukkan aktivitas
antitumor dan anti-inflamasi. Dilakukan penelitian tentang
efek crotepoxide terhadap NF-kappaB-mediated cellular
response pada sel Ca human. Ditemukan bahwa crotepoxide
mempotensiasi tumor necrosis factor (TNF), dan apoptosis
yang diinduksi obat kemoterapi serta menginhibisi ekspresi
NF-kappaB-regulated gene products yang melibatkan anti-
apoptosis (Bcl-2, Bcl-xL, IAP1, MCl-1, survivin, dan TRAF1),
apoptosis (Bax, Bid), inflamasi (COX-2), proliferasi (cyclin D1
and c-myc), invasi (ICAM-1 and MMP-9), dan angiogenesis
(VEGF). Crotepoxide juga menginhibisi aktivasi inducible dan
constitutive NF-kappaB. Inhibisi NF-kappaB tidak inducer-
specific; crotepoxide menginhibisi aktivasi NF-kappaB yang

~ 139 ~
- 112 -

diinduksi oleh TNF, phorbol 12-myristate 13-acetate,


lipopolysaccharide, dan asap rokok. Supresi 1 NF-kappaB
tidak spesifik karena aktivasi NF-kappaB diinhibisi pada sel
mieloid, lekemia, epitel. Crotepoxide juga menginhibisi
aktivasi TAK1, sehingga timbul supresi IkappaB alpha kinase,
penghentian fosforilasi dan degradasi IkappaB alpha,
translokasi nuclear p65, dan suppresi NF-kappaB-dependent
reporter gene expression. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa crotepoxide mensensitisasi sel tumor terhadap
cytokines dan obat kemoterapi melalui inhibisi NF-kappaB
dan NF-kappaB-regulated gene products, sehingga
crotepoxide dapat menekan inflamasi dan karsinogenesis.
g. Indikasi
Paliatif kanker (Ehrlich ascites carcinoma/EAC)
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 tea bag (7 g serbuk)/hari, seduh dalam 1 cangkir
air.

4. Manggis
Garcinia mangostana (L)
Suku : Cluciaceae

Gambar 37. Buah manggis

~ 140 ~
- 113 -

a. Nama daerah
Manggu, manggus, manggusto, manggista.
b. Bagian yang digunakan
Kulit buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tanaman yang pertumbuhannya paling lambat, berasal
dari biji umumnya membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai
berbuah. Tinggi 10-25 m dan tajuk berbentuk piramida.
Diameter batang 25-35 cm, kulit berwarna cokelat gelap atau
hampir hitam, kasar dan cenderung mengkelupas. Getah
berwarna kuning. Letak daun berhadapan, tangkai pendek,
panjang 1,5-2 cm berbentuk bulat telur, bulat panjang atau
elip dengan panjang 15-25 cm dan lebar 7-13 cm, mengkilap,
tebal dan kaku, ujung daun meruncing dan licin. Daun baru
berwarna agak merah muda yang berubah menjadi hijau
gelap. Bunga uniseks terdapat pada pucuk ranting muda
dengan diameter 5-6 cm, pedikelnya pendek, tebal dan
panjang 1,8-2 cm terletak pada dasar bunga. Buah dihasilkan
secara partenogenesis, berbentuk bundar, berdaging lunak
saat masak, pada bagian dasarnya dan bagian bawah
terdapat petal yang tebal dan rongga-rongga stigma, sisa
rongga stigma ini tetap tinggal pada ujung buah. Buah
berbentuk bulat atau agak pipih dengan diameter 3,5-8 cm.
Kulit buah mengandung getah kuning yang pahit. Kulit buah
tebal 0,8-1 cm berwarna keunguan biasanya mengandung
cairan kekuningan yang pahit dan mengandung tanin dan
mangostin. Biji merupakan biji apomik yang terbentuk dari
sel- nuselus pada buah partenokarpi, berwarna coklat dengan
panjang 2-2,5 cm; lebar 1,5-2,0 cm dan tebalnya 0,7-1,2 cm.
d. Kandungan kimia:
Kulit buah yang setengah matang menghasilkan derivat
polyhydroxy-xanthone yaitu mangostin, α-mangostin, ß-
mangostin, γ-mangostin, dan methoxy-β-mangostin. Kulit
buah yang matang mengandung xanthones, gartanin, 8-
disoxygartanin, dan normangostin.

~ 141 ~
- 114 -

e. Data keamanan:
LD50: semu > 8.96 g/kgBB. LD50 per oral pada mencit: >
5 g/kg BB. Pemberian ekstrak G. Mangostana 1,2 dan 3 g/kg
BB per oral pada hewan uji selama 14 hari, tidak terjadi
perubahan bermakna pada perilaku dan parameter biokimia
darah. Toksisitas subkronik: ekstrak per oral 400, 600, dan
1200 mg/kg BB pada tikus setiap hari selama 12 minggu,
tidak menunjukkan perubahan tingkah laku, pola makan dan
minum, pertumbuhan atau kesehatan, juga nilai hematologi.
f. Data manfaat:
Uji praklinis:
Pemberian intragastrik ekstrak kulit buah mangis pada
mencit albino Swiss dosis tunggal 2 dan 5 g/kg BB tidak
menghasilkan toksisitas selama 14 hari observasi. Untuk
toksisitas subkronik, ekstrak pada dosis 400, 600, dan 1200
mg/kg BB diberikan secara oral pada tikus jantan dan betina
galur Wistar setiap hari selama 12 minggu. Secara
kesuluruhan, konsumsi ekstrak tidak menunjukkan efek
perubahan tingkah laku, pola makan dan minum,
pertumbuhan atau kesehatan. Nilai hematologi tidak
menunjukkan perubahan dibandingkan dengan kontrol.
Setelah 12 minggu, tidak terdapat perbedaan konsentrasi
dalam parameter biokimia darah pada kelompok betina,
namun pada kelompok jantan, terdapat peningkatan dosis
bervariasi pada bilirubin dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian ekstrak G. Mangostana 1,2 dan 3 g/kg BB pada
hewan uji secara oral selama 14 hari, Tidak terjadi perubahan
yang signifikan pada perilaku dan parameter biokomia darah
dari hewan uji.
Hasil uji praklinis produk Manggis dilakukan di
Universitas Muhammadiyah Surakarta: dari hasil pengujian
aktivitas antioksidan, produk Manggis terbukti mempunyai
aktivitas antioksidan yang kuat (in vitro dan in vivo)
Studi untuk menentukan aktivitas antiproliferatif,
apoptotik dan antioxidatif ekstrak metanol kulit G.
mangostana dilakukan pada human breast cancer (SKBR3)
cell line. Ekstrak tersebut memperlihatkan aktivitas
antiproliferasi, antioksidasi yang poten dan induksi

~ 142 ~
- 115 -

apoptosis. Disimpulkan bahwa ekstrak G. mangostana


berpotensi untuk kemopreventif kanker.Aktivitas
antiproliferative terhadap SKBR3 human breast
adenocarcinoma cell line yang menggunakan uji MTT,
menunjukkan bahwa G. mangostana memperlihatkan
aktivitas yang paling poten.
Penelitian terhadap 6 xanthone dari kulit G. mangostana,
dilakukan untuk melihat efek inhibisi terhadap pertumbuhan
human leukemia cell line HL60. Semua xanthone
memperlihatkan efek penghambatan pertumbuhan terutama
α-mangostins.
Penelitian menggunakan ekstrak 6 senyawa xanthone
dari kulit buah G. mangostana, dilakukan untuk menguji efek
sitotoksiknya terhadap 14 human cancer cell lines termasuk
6 hepatoma cell lines. Hasil menunjukkan bahwa 1 derivat
xanthone yaitu garcinone E mempunyai efek sitotoksik yang
poten terhadap semua HCC cell lines juga terhadap gastric
and lung cancer cell lines.
Penelitian menunjukkan bahwa α-mangostin, xanthone
dari kulit G. mangostana, menginduksi caspase-3-dependent
apoptosis pada HL60 cells. Studi tentang mekanisme
apoptosis yang diinduksi oleh α-mangostin pada HL60 cells,
memperlihatkan aktivasi caspase-9 dan -3 tidak -8, sehingga
diasumsikan bahwa α-mangostin memediasi mitochondrial
pathway dalam apoptosis. Parameter disfungsi mitokondria
termasuk pembengkakan, hilangnya membran potential
(ΔΨm), penurunan ATP intrasel, akumulasi ROS, dan
pelepasan cytochrome c/AIF, diamati 1 atau 2 jam pasca
intervensi. Pemberian α-mangostin tidak mempengaruhi
ekspresi protein bcl-2 dan aktivasi MAP kinase. Penemuan
ini menunjukkan bahwa α-mangostin mempengaruhi fase
awal di mitokondria menghasilkan apoptosis sel HL60. Juga
diteliti hubungan struktur–aktivitas antara derivat xanthone
termasuk α-mangostin dan potensi ΔΨm-loss pada sel HL60.
Penggantian gugus hydroxyl dengan methoxy menurunkan
potensi secara jelas, juga diperlihatkan bahwa sitotoksisitas
berkorelasi kuat dengan penurunan ΔΨm. Hasil

~ 143 ~
- 116 -

menunjukkan bahwa α-mangostin dan analognya potensial


untuk terapi Ca.
In vitro ekstrak α-mangostin, mangostanol, dan
garcinone D dari kulit batang dan akar G. mangostana
menunjukkan efek sitotoksik terhadap CEM-SS cell line.
Efikasi dan potensi xanthone garcinone E, dibandingkan
dengan 6 obat kemoterapi terhadap 4 hepatoma cell lines.
Garcinone E sama atau lebih poten dibanding mitoxantrone
terhadap hepatoma cell lines dan mungkin lebih efektif dari
methothrexate, vincristine, 5-fluorouracil (5-FU), dan
cisplatin. α mangostin menginduksi penghambatan
pertumbuhan sel DLD-1 human colon cancer dengan potensi
yang sama dengan 5-FU. Mekanisme kerja xanthones dari
G. mangostana dihubungkan dengan penghentian siklus sel
dengan mempengaruhi ekspresi cyclin, cdc2, dan p27;
penghentian siklus sel G1 oleh α-mangostin dan β-
mangostin, dan penghentian siklus S oleh γ-mangostin. α-
mangostin juga menginduksi apoptosis yang dimediasi oleh
intrinsic pathway melalui mitokondria dan mengatur growth-
related signal transduction pathways. Studi lain mendapatkan
inhibisi pertumbuhan human colon cancer DLD-1 cells
dengan kombinasi terapi α-mangostin dan 5-FU.
Sebuah studi meneliti efek anti-proliferative 4
prenylated xanthone dari kulit G. mangostana; α-mangostin,
β-mangostin, γ-mangostin, dan methoxy-β-mangostin pada
berbagai sel Ca human. Kecuali methoxy-β-mangostin, ke-3
xanthone menginhibisi pertumbuhan sel pada kadar rendah
dari 5 - 20 μM pada sel human colon cancer DLD-1. Studi
mengenai mekanisme kerja α-mangostin-dalam menginduksi
inhibisi pertumbuhan sel DLD-1 menunjukkan efek anti-
proliferatif yang dihubungkan dengan penghentian siklus sel
dengan mempengaruhi ekspresi cyclin, cdc2, and p27;
penghentian fase G1 oleh α- mangostin dan β-mangostin,
serta penghentian fase S oleh γ-mangostin. α-Mangostin
menginduksi apoptosis melalui aktivasi jalur intrinsik
menyusul down-regulation of signaling cascades yang
melibatkan MAP kinases dan serine/threonine kinase Akt.
Efek sinergistik terlihat dari terapi kombinasi α-mangostin

~ 144 ~
- 117 -

dan obat 5-FU. α-Mangostin mempunyai efek preventif


terhadap µkanker pada bioassay carcinogenesis pada tikus
dan α-mangostin serta γ- mangostin, memperlihatkan
peningkatan aktivitas sel NK pada mencit.
Penelitian mengenai efek dari 6 xanthones dari kulit G.
Mangostana terhadap penghambatan pertumbuhan human
leukemia cell line HL60. Semua xanthones menunjukkan
efek inhibisi pertumbuhan dan diantara ke 6 nya, alpha-
mangostin menunjukkan inhibisi komplit pada 10 microM
melalui induksi apoptosis.
Studi untuk menentukan sifat antiproliferatif, apoptotik
and antioksidatif ekstrak metanol (CME) dari kulit buah G.
mangostana menggunakan human breast cancer (SKBR3) cell
line sebagai model. SKBR3 cells dikultur dengan CME pada
berbagai konsentrasi (0-50 microg/ml) selama 48 jam dan
persentase cell viability dievaluasi dengan uji 3-(4,5-
dimethylthiazol-2-yl)-2,5-di phenyl tetrazolium bromide (MTT).
CME memperlihatkan inhibisi yang tergantung dosis terhadap
proliferasi sel dengan ED(50) 9.25+/-0.64 µg/ml. Efek
antiproliferatif CME berhubungan dengan apoptosis breast
cancer cell line dengan menentukan perubahan morfologi dan
fragmen oligonucleosomal DNA. CME pada berbagai
konsentrasi dan waktu inkubasi juga menghambat produksi
ROS. Disimpulkan bahwa ekstrak metanol kulit buah G.
mangostana mempunyai sifat antiproliferasi yang kuat,
antioksidan yang poten dan induksi apoptosis. G. mangostana
potential untuk Ca kemopreventif.
Sebuah studi meneliti efek γ-mangostin yang dipurifikasi
dari kulit G. mangostana terhadap ekskresi spontan
prostaglandin E(2) (PGE(2)) genase dan inducible cyclooxy-2
(COX-2) gene expression pada sel glioma C6 tikus. Perlakuan
dengan γ-mangostin selama 18 jam menginhibisi pelepasan
PGE(2) spontan yang dependen terhadap konsentrasi dengan
IC(50) kira-kira 2 µM, tanpa mengganggu viabilitas sel bahkan
pada 30 µM. Dengan immunoblotting dan reverse-transcription
polymerase chain reaction, dilihat bahwa γ-mangostin
menginhibisi lipopolysaccharide (LPS)-induced expression dari
COX-2 protein dan mRNA nya, tetapi tidak COX-1

~ 145 ~
- 118 -

cyclooxygenase. Karena LPS diketahui akan menstimulasi


inhibitor kappaB (IkappaB) kinase (IKK)-mediated
phosphorylation dari IkappaB yang diikuti dengan degradasi
nya, yang kemudian akan menginduksi nuclear factor (NF)-
kappaB nuclear translocation diikuti kemudian oleh aktivasi
transcripsi COX-2 gene, efek γ-mangostin terhadap
IKK/IkappaB cascade yang mengendalikan aktivasi NF-
kappaB diteliti. Pengujian in vitro IKK menggunakan IKK
protein immunoprecipitated dari sel C6 . Ekstrak G.
mangostana menginhibisi aktivitas IKK yang tergantung
kadar, dengan IC(50) kira-kira 10 µM. Secara konsisten γ-
mangostin juga diamati menurunkan LPS-induced IkappaB
fosforilasi dan degradasi yang tergantung konsentrasi diuji
dengan immunoblotting. Selanjutnya, γ-mangostin
mengurangi LPS-inducible activation NF-kappaB-dan human
COX-2 gene promoter region-dependent transcription. γ-
Mangostin juga menginhibisi udem pada kaki tikus yang
diinduksi oleh carrageenan. Hasil ini menunjukkan bahwa γ-
mangostin menghambat secara langsung aktivitas IKK dan
karenanya mencegah transkripsi gen COX-2, suatu gen target
NF-kappaB, mungkin produksi agen inflamasi yang
distimulasi PGE(2) in vivo.
g. Indikasi
Paliatif kanker (Ca mammae, Ca gaster, Ca paru, Ca
kolon, lekemia, hepatoma)
h. Kontraindikasi
Alergi, kehamilan, laktasi.
i. Peringatan
Manggis memiliki efek antioksidan yang dapat
berinteraksi dengan obat kemoterapi tertentu dan terapi
radiasi. Untuk pasien diabetes diharapkan berhati-hati pada
penggunaan jus manggis karena mengandung gula.
j. Efek samping
Minum jus manggis setiap hari selama 12 bulan, dapat
mengalami asidosis laktat berat, diduga akibat alpha-
mangostin menyebabkan disfungsi mitochondria.

~ 146 ~
- 119 -

k. Interaksi
Sinergis dengan antibiotik gentamisin, vankomisin,
ampisilin, dan minosiklin untuk mengatasi bakteri VRE
(Vancomycin-Resistant Enterococci) dan MRSA (Multiresistant
Staphylococcus aureus). Mungkin berinteraksi dengan obat
kemoterapi anthracycline, platinum, dan pengalkilasi, karena
efek antioksidannya. Efek adiksi dengan antihistamin.
l. Posologi:
2 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.

5. Sambiloto
Andrographis paniculata (Burm.) F, Nees
Suku : Acanthaceae

Gambar 38. Sambiloto

a. Nama daerah
Papaitan, ki oray, ki peurat, takilo, bidara, sadilata,
sambilata, takila, ampadu.
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tidak berambut, tebal 2-6 mm, persegi empat,
batang bagian atas seringkali dengan sudut agak berusuk.
Daun bersilang berhadapan, umumnya terlepas dari batang,
bentuk lanset sampai bentuk lidah tombak, rapuh, tipis,
tidak berambut, pangkal daun runcing, ujung meruncing, tepi
daun rata. Permukaan alas berwarna hijau tua atau hijau
kecokelatan, permukaan bawah berwarna hijau pucat.
Tangkai daun pendek. Buah berbentuk jorong, pangkal dan

~ 147 ~
- 120 -

ujung tajam, kadang-kadang pecah secara membujur.


Permukaan luar kulit buah berwarna hijau tua hingga hijau
kecokelatan, permukaan dalam berwarna putih atau putih
kelabu. Biji agak keras, permukaan luar berwarna cokelat
muda dengan tonjolan.
d. Kandungan kimia
Kandungan utama adalah lakton diterpen termasuk
andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid,
andrografisid, deoksiandrografisid dan andropanosid (1, 3, 6,
7, 9,). Senyawa diterpen termasuk andrografolid,
isoandrografolid, 14-deoksiandrografolid (DA), 14-deoksi-
11,12-didehidroandrografolid (DDA), 14-deoksi-11-
oksoandrografolid, neoandrografolid, di-deoksiandrografolid
(andro-grafisid), 14-deoksiandro-grafosid (andropanosid),
andrograpanin, deoksiandrografolid-19-D-glukosid, 14-
deoksi-11,12-dihidroandrografisid, 6’-asetil-neoandrografolid,
bis-andrografolid A,B,C,D. Dari akar sambiloto diisolasi satu
senyawa flavones glukosida, andrografidin A dan 5 flavon
glukosida, andrografidin B,C,D,E,F bersama 5-hidroksi-
7,8,2’,3’-tetrametoksiflavon, dan 7,8-dimetoksi-5-hidroflavon.
Daun dan cabang : lakltone, berupa deoksi-andrografolid,
andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11, 12
didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Akar :
flavonoid, berupa polimetoksiflavon, andrografin, panikolin,
mono-o-metilwitin dan apigenin-7,4-dimetil eter, alkan, keton,
aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam kersik.
Andrografolid 1 %, kalmegin (zat amorf), hablur kuning, pahit
sampai sangat pahit.
e. Data keamanan
Ekstrak sambiloto dosis 75, 150 dan 225
mg/mencit/hari selama masa organogenesis memiliki
aktifitas abortifum. Andrografolid (zat aktif sambiloto)
mempunyai efek antifertilitas pada mencit betina.
Menyebabkan gangguan refleks setelah pemberian bahan
uji dosis 9 g/kg BB pada mencit galur Swiss Webster
Uji toksisitas akut ekstrak etanol 50% sambiloto dosis 15
g/kg BB pada mencit tidak menimbulkan efek toksik. Nilai
LD50 ekstrak sambiloto yang diberikan peroral maupun

~ 148 ~
- 121 -

subkutan > 15 g/kg BB dan nilai LD50 yang diberikan secara


intraperitoneal adalah 14,98 g/kg BB.
Ekstrak daun sambiloto yang diberikan secara subkutan
pada kelinci dengan dosis 10 mL/kg BB tidak
memperlihatkan efek toksik. Pemberian per oral suspensi
serbuk daun 2 g/kg BB; ekstrak etanol 2,4 g/kg BB maupun
andrografolid 3 g/kg BB tidak memperlihatkan efek toksik
pada mencit jantan maupun betina. Pemberian suspensi
serbuk daun sambiloto dosis 200 dan 400 mg/kg BB selama
4 minggu pada mencit tidak terlihat adanya efek toksik
terhadap pertumbuhan, organ visceral mayor, kesuburan
ataupun teratogenik. Pemberian per oral serbuk daun dengan
dosis 50; 100 dan 150 mg/kg BB selama 14 minggu pada
tikus tidak memperlihatkan efek toksik tapi dosis 150 mg/kg
BB menghambat pertumbuhan tikus. LD50 peroral dengan
dosis 27,54 g/kg BB praktis tidak toksik. Ekstrak daun
sambiloto pada hewan uji tidak menimbulkan efek toksik
pada fungsi hati dan ginjal, pada pemakaian subkronik. LD50
pada mencit dengan dosis 19,473 g/kg BB praktis tidak
toksik. Uji teratogenik pada mencit dengan dosis 5 kali dosis
lazim tidak menunjukkan kelainan morfologi pada janin.
Merusak sel trofasit dan trofoblas.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
Fraksi diklorometan menghambat perkembangbiakan sel
HT-29 (kanker colon). Tiga senyawa diterpen dari fraksi
diklorometan yaitu andrografolid, 14-deoksiandrografolid
(DA), 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid (DDA),
dilaporkan dapat menghambat perkembangbiakan sel kanker
in vitro dengan menghambat siklus sel fase G0/G1 melalui
induksi penghambatan siklus sel protein p27, dan
mengurangi aktivitas cyclin-dependent kinase 4 (CDK4).
Andrografolid juga meningkatkan produksi TNF-α sehingga
meningkatkan aktivitas sitotoksis limfosit terhadap sel kanker
yang secara tidak langsung berefek antikanker.
g. Indikasi:
Paliatif kanker (lekemia, Ca kolon, Ca mamae, melano
Ca), supportif kanker.

~ 149 ~
- 122 -

h. Kontraindikasi
Kehamilan, menyusui.
i. Peringatan
Air perasan dapat menimbulkan bengkak pada mata.
j. Efek Samping
Alergi pada pasien yang peka terhadap famili
Acanthaceae. Pernah ada laporan urtikaria setelah minum
rebusan sambiloto.
k. Interaksi
Hindari penggunaan jangka panjang bersamaan obat
imunosupresan. Hati-hati pada pasien kardiovaskular, bila
dikonsumsi bersamaan obat antiplatelet atau antikoagulan
karena sambiloto dapat menghambat agregasi platelet.
Dengan daun salam dapat menurunkan kadar gula darah
lebih stabil.
l. Posologi
3 x 1 kapsul (300 mg ekstrak)/hari.

6. Sirsak
Annona muricata L
Suku : Annonaceae

Gambar 39. Sirsak

a. Nama daerah
Deureuyan, tarutung olanda, durio olanda, durian
belanda, nangka belanda, nangka buris, nangka elan,
nangka muka walanda, durian batawi, duian batawi, jambu
landa, nangkawalanda, angka londa, nangka manila, nangka
sabrang, mulwa londa, surikaya welonda, srikaya welandi,
nangka moris, lange lo walanda, sirikaya balanda, Srikaya

~ 150 ~
- 123 -

jawa, Naka, Annona, Atis, mangka walanda, anad walanda,


tafena warata, anal wakano, naka loanda, naka lada.
b. Bagian yang digunakan
Daun dan buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tanaman bentuk pohon, daun tunggal, warna kehijauan
sampai hijau kecoklatan, helaian daun seperti kulit, bentuk
bundar panjang, lanset atau bundar telur terbalik. Panjang
helaian daun 6-18 cm, lebar 2-6 cm. Ujung daun meruncing
pendek, pangkal daun runcing, tepi rata, panjang tangkai
daun lebih kurang 0,7 cm. Permukaan licin agak mengkilat,
tulang daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada
permukaan bawah. Daun berbau agak keras, rasa agak kelat.
d. Kandungan kimia
Minyak atsiri, sineol 50-65%, α-pinen, limonene dan
dipenten. mengandung senyawa asetoginin, antara lain
asimisin, bulatasin dan skuamosin. Pada konsentrasi tinggi,
senyawa asetogenin memiliki keistimewan sebagai
antifeedent.
e. Deskripsi Tanaman/simplisia
Daun sirsak berbentuk bulat telur agak tebal dan
permukaan pada bagian atas yang halus berwarna hijau tua
sedangkan pada bagian bawahnya mempunyai warna yang
lebih muda.
f. Data Keamanan
LD50 ekstrak air dari daun per oral: > 5 g/kg BB pada
tikus.
g. Data Manfaat:
Uji Praklinik :
Daun sirsak mengandung annonaceous acetogenins
10.000 kali lebih kuat membunuh sel kanker daripada zat
adriamycin. Ekstrak A. muricata menunjukkan efek sitotoksik
terhadap sel hepatoma dan sel adenocarcinoma mamae
human yang resisten terhadap doxorubicin dengan
menghambat penggunaan ATP dan menginhibisi aktivitas
glycoprotein membran plasma. Bullatacin, acetogenin yang
diisolasi dari buah Annona atemoya, menginduksi apoptosis,
dimulai dari kromatin marginasi dan kondensasi sel tumor.

~ 151 ~
- 124 -

Acetogenin annonaceae lain , seperti muricins A–G,


muricatetrocin A dan B, longifolicin, corossolin, serta
corossolone, in vitro juga menunjukkan sitotoksisitas selektif
bermakna terhadap sel tumor.
Fraksinasi biji A. muricata diisolasi 5 senyawa yaitu cis-
annonacin (1), cis-annonacin-10-one (2), cis-goniothalamicin
(3), arianacin (4), and javoricin (5). Tiga senyawa pertama (1-3)
merupakan cincin cis mono-tetrahydrofuran acetogenin.
Senyawa 1 menunjukkan efek sitotoksik selektif terhadap sel
adenocarcinoma colon (HT-29) dengan potensi 10,000 kali
adriamycin.
Acetogenin mempunyai rantai karbon panjang ( C 35 – C
39 ) dengan 0-2 THF (dan hydroxyl) dan akhiran lactone
(OC=O). Lebih dari 450 acetogenin specifik di identifikasi.
Yang paling aktif adalah squamocin , asimicin , trilobacin,
and bullatacin (rolliniastatin-2), semua isomers dari C 37 H
66 O 7 . Acetogenin dapat membunuh sel maligna secara
selektif Acetogenin berikatan dengan mitokhondria complex I,
menguras energi (ATP) tumor dan menginduksi apoptosis.
Ekstrak A. muricata memperlihatkan efek sitotoksik
terhadap sel hepatoma dan sel adenocarcinoma mamae
human yang resisten doxorubicin dengan menghambat
penggunaan ATP dan menginhibisi aktivitas glikoprotein
membran plasma.
Efek sitotoksik acetogenin, bullatacin, diteliti pada sel
adenocarcinoma mammae human (MCF-7/Adr) yang
multidrug-resistant (MDR) dibanding sel parental non-
resistant wild type (MCF-7/wt). Bullatacin menunjukkan
sitotoksik efektif terhadap sel MCF-7/Adr dan lebih sitostatik
pada sel MCF-7/wt. Mekanisme kerja acetogenin yaitu
dengan menguras ATP sehingga efektif untuk kemoterapi
tumor MDR yang tergantung ATP.
Empat belas (14) acetogenin yang berbeda dari
Annonaceae, mewakili 3 kelompok utama bis-adjacent, bis-
nonadjacent, dan cincin tunggal-THF, diuji efek inhibisinya
terhadap pertumbuhan sel adenocarcinoma mamae human
yang resisten terhadap adriamycin (MCF-7/Adr). Cell line ini
resisten terhadap terapi dengan adriamycin, vincristine, dan

~ 152 ~
- 125 -

vinblastine /multidrug-resistant (MDR). Diantara serial


cincin acetogenins bis-adjacent THF, yang memiliki
stereochemistry threo-trans-threo-trans-erythro (dari C-15 to
C-24) paling poten yaitu 250 kali potensi adriamycin.
Jarak 13 karbon antara hydroxyl cincin THF dan
gamma-unsaturated lactone mempunyai aktivitas optimum
sedang jarak 11 dan 9 karbon kurang aktif secara bermakna.
Beberapa senyawa cincin tunggal-THF juga cukup poten,
dengan gigantetrocin A merupakan senyawa paling poten.
Acetogenin mempunyai potensi kemoterapi , terutama
terhadap tumor MDR. Penelitian pada human cell-line
memperlihatkan bahwa beberapa senyawa aktif acetogenin
membunuh sel maligna dari 12 jenis sel Ca yang berbeda
termasuk Ca mamae , Ca ovarium, adenocarcinoma colon,
adenocarcinoma prostat, Ca hepar, Ca paru, Ca pankreas
dan limfoma maligna, dan adenocarcinoma mamae multi-
drug resistant.
Mekanisme kerja: acetogenin, merupakan inhibitor
NADH: ubiquinone oxidoreductase yang poten yang
merupakan enzim esensial dalam complex I untuk fosforilasi
oksidatif dalam mitochondria. Acetogenin memperlihatkan
aktivitas langsung terhadap ubiquinone-catalytic site(s) pada
complex I dan pada glucose dehydrogenase mikroba. Juga
menginhibisi ubiquinone-linked NADH oxidase yang khas
untuk membran plasma sel Ca.
h. Indikasi:
Paliatif kanker (Ca mamae, adeno Ca mamae yang
resisten multi-drug, Ca ovarium, adeno Ca kolon, adeno Ca
prostat, Ca hepar, Ca paru, Ca pankreas, limfoma maligna).
i. Kontraindikasi:
Hipotensi, kehamilan, laktasi.
j. Peringatan
Bila merasa sedasi atau somnolen, nausea atau vomitus,
dosis perlu dikurangi. Bila digunakan > 30 hari perlu
diberikan probiotik atau enzim pencernaan karena in vitro
menunjukkan efek eliminasi bakteri GI.

~ 153 ~
- 126 -

k. Efek samping:
Gangguan pergerakan dan mieloneuropati dengan gejala
serupa penyakit Parkinson.
l. Interaksi:
Dapat potensiasi efek obat antihipertensi, cardiac
depressant, antidepresan dan penghambat MAO.
m. Posologi
3 x 2 kapsul (500 mg ekstrak daun)/hari.

7. Temu kunci
Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlechter,
Sinonim : Curcuma rotunda (L)
Kaempferia rotunda (Don)
Suku : Zingiberaceae

Gambar 40. Temu Kunci

a. Nama daerah
Kunci, temu konci, konceh, temo kunceh, kunce
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba rendah, merayap di tanah. Batang asli di dalam
tanah sebagai rimpang, berwarna kuning coklat, aromatik,
menebal, 5-30 x 0,5-2 cm, batang di atas tanah berupa
batang semu (pelepah daun). Daun: umumnya berdaun
sebanyak 2-7 helai, daun bawah berupa pelepah daun
berwarna merah tanpa helaian daun, tangkai daun beralur,
tidak berambut, panjang 7-16 cm, lidah-lidah berbentuk.
Segitiga melebar, menyerupai selaput, panjang 1-1,5 cm,
pelepah daun sering sama panjang dengan tangkai daun;

~ 154 ~
- 127 -

helai daun tegak, bentuk lanset lebar atau agak jorong, ujung
daun runcing, permukaan halus tetapi bagian bawah agak
berambut terutama sepanjang pertulangan, warna helai daun
hijau muda, lebar 5-11 cm. Bunga: susunan bulir tidak
berbatas, di ketiak daun, dilindungi oleh 2 spatha, panjang
tangkai 411 cm, umumnya tangkai tersembunyi dalam 2 helai
daun terujung. Kelopak: 3 buah lepas, runcing. Mahkota: 3
buah daun mahkota, merah muda atau kuning-putih, tabung
50-52 mm., bagian atas tajuk berbelah-belah, berbentuk
lanset dengan lebar 4 mm dan panjang 18 mm. Benang sari:
1 fertil besar, kepala sari bentuk garis membuka secara
memanjang. Lainnya berupa bibir-bibiran (staminodia) bulat
telur terbalik tumpul, merah muda atau kuning lemon,
gundul, 6 pertulangan, 25×7 cm. Putik: bakal buah 3 ruang,
banyak biji dalam setiap ruang. Morfologi rimpang tersusun
seperti kunci yang digantung.
d. Kandungan kimia
Minyak atsiri, saponin dan polifenol
e. Data keamanan
LD50 oral pada mencit: > 21 g/kg BB. Tidak ada
kematian pada pemberian pinocembrin dan pinostrobin dosis
tunggal 500 mg/kg BB per oral pada tikus. Uji toksisitas akut
pada 36 tikus galur Sprague Dawley yang diberi ekstrak temu
kunci dosis 2 dan 5 g/kgBB per oral diamati selama 14 hari
menunjukkan tidak adanya manifestasi toksisitas. Data hasil
observasi klinik, biokimia darah, hematologi dan histopatologi
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
kelompok perlakuan dengan kontrol.
f. Data manfaat:
Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas anti
kanker pinostrobin yang diisolasi dari Kaempferia pandurata
terhadap kultur sel myeloma. Sel myleoma di inkubasi dalam
media RPMI, Fetal Bovine Serum 10%. Konsentrasi
pinostrobin 1, 10, 100, 500 dan 1000 ug/mL, yang
sebelumnya dilarutkan dalam DMSO, kemudian ditambahkan
padakultur sel myeloma dan diinkubasi selama 24 jam, pada
37oC dalam inkubator CO2. Aktivitas antikank ditentukan
menggunakan metode eksklusi tripan blue, yang

~ 155 ~
- 128 -

parameternya adalah viabilitas sel myeloma. Hasil


menunjukkan bahwa pinostrobin mempunyai aktivitas
antikanker terhadapkultur sel myeloma dengan LD50: 232,78
ug/mL, dan tidak mempunyai aktivitas fragmentasi DNA.
Efek pinocembrin, 5, 7-dihydroxyflavanone yaitu
flavanon dari rimpang B.pandurata terhadap fase I dan II
enzim metabolism xenobioticpada hati tikus. Didapat bahwa
aktivitas heme oxygenase meningkat secara bermakna pada
kelompok yang mendapat pinocembrin 10 dan 100 mg/kgBB
(p<0.05). Pinocembrin tidak mempengaruhi akivitas NADPH:
cytochrome P450 reductase, NADPH: quinone reductase,
UDP-glucuronosyltransferase dan glutathione-S-transferase.
Juga tidak mempengaruhi ekspresi dari fase I enzime
metabolisme, termasuk CYP1A1, CYP2B1, CYP2C11, CYP2E1,
CYP3A2, dan NADPH: cytochrome P450 reductase.
Disimpulkan bahwa terapi jangka pendek pinocembrin
pada tikus meningkatkan aktivitas heme oxygenase tapi tidak
aktivitas phase II xenobiotic-metabolizing enzymes yang lain
atau ekspresi enzime cytochrome P450.
g. Indikasi
Paliatif Ca (Ca paru, Ca mamae, Ca kolon, Ca cervix, Ca
prostat, Ca hepar)
h. Kontraindikasi:
Belum diketahui
i. Peringatan:
Belum diketahui
j. Efek Samping :
Konsumsi harian tidak lebih dari 30 g. Konsumsi
berlebih (> 50 g/hari selama seminggu berturut-turut), bisa
memicu terjadinya kemandulan pada wanita.
k. Interaksi :
Belum diketahui
l. Posologi:
2 x 1 tetes (1 ml Tingtur).

~ 156 ~
- 129 -

L. HERBAL UNTUK SUPPORTIF PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH


DARAH
1. Bawang Putih
Allium sativum L
Suku : Liliaceae

Gambar 41. Bawang Putih

a. Nama daerah
Bawang puteh, bawang basihong, lasun, lasuna,
palasuna, dasun, bawang handak, bawang pulak, ghabang
pote, kesuna, lasuna mabida, lasuna mawuru, yantuna
mopusi, pia moputi.
b. Bagian yang digunakan
Umbi
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Bentuk berupa umbi lapis, warna putih atau putih
keunguan, bau khas, rasa agak pahit. Umbi berlapis
majemuk berbentuk hampir bundar, garis tengah 4-6 cm,
terdiri dari 8-20 siung seluruhnya diliputi 3-5 selaput tipis
serupa kertas berwarna putih, tiap suing diselubungi 2
selaput serupa kertas, selaput luar warna agak putih dan
agak longgar.
Bau khas aromatik tajam, rasa agak pedas lama
kelamaan menimbulkan rasa agak tebal di bibir, warna
kekuningan. Merupakan tanaman perennial tinggi 25-70 cm,
memiliki batang yang lurus kaku atau sedikit membengkok.
Daun memiliki permukaan yang datar dan lebar dari 4-25
mm.

~ 157 ~
- 130 -

d. Kandungan kimia
Alliin (alkilsistein sulfoksida), allylalliin, profenil alliin,
dan allisin (termasuk gama glutamil). Umbi yang telah kering
dan kemudian dilembabkan kembali dengan ragi akan
menghasilkan minyak yaitu oligosulfida, ajoens (dialkil-
trithiaalkana-monoksida) dan vinil dithiin fruktosa, saponin
allisin, dan selenium.
e. Data keamanan
LD50 3034 mg/kg BB pada kelinci, per oral.
Karsinogenitas, mutagenitas, teratogenitas, dan gangguan
fertilitas. Allii Sativi bulbus tidak mutagenik secara in-vitro.
Tidak diketahui toksisitas oral dari umbi bawang putih. Pada
tikus menyebabkan perubahan pada hati, berat paru-paru,
menurunnya jumlah sel darah merah, dan sel darah putih.
Juga dapat menyebabkan ulkus pada gaster.
f. Data manfaat
Uji klinik:
Uji klinik menunjukkan penghambatan penggumpalan
trombosit, yang dilihat dengan peningkatan waktu
pendarahan dan pembekuan darah serta peningkatan
aktivitas fibrinolitik.
Bawang putih menunjukkan penghambatan
penggumpalan trombosit, yang dilihat dengan peningkatan
waktu pendarahan dan pembekuan darah serta peningkatan
aktivitas fibrinolitik. Peningkatan aktivitas fibrinolitik serum
pada pasien aterosklerosis dilihat setelah pemberian ekstrak
air, minyak atsiri, dan serbuk bawang putih. Uji klinik
menunjukkan bawang putih mengaktifkan fibrinolisis
endogen, dan efek terdeteksi beberapa jam setelah pemberian,
dan efek meningkat bila digunakan secara regular selama
beberapa bulan.
Pemberian sebuk bawang putih 800 mg/hari selama 4
minggu menurunkan persentase agregat platelet sirkulasi dan
agregasi platelet spontan secara bermakna dibanding plasebo.
Studi pada pasien hiperkolesterolaemia yang diterapi dengan
minyak maserasi bawang putih selama 3 bulan,
menunjukkan penurunan adhesi dan agregasi platelet secara
bermakna.

~ 158 ~
- 131 -

Mekanisme kerja: aktivitas antikolesterolemia dan


antihiperlipidemia diduga karena kandungan diallyl disulfide
dan trisulfide yang menghambat hepatic-hydroxy-
methylglutaryl-CoA(HMG-CoA) reductase dan juga
peningkatan ekskresi garam empedu ke dalam feses dan
mobilisasi lemak jaringan ke dalam sirkulasi.
g. Indikasi
Antiplatelet (Grade C), menghambat pembekuan darah
(Grade C)
h. Kontraindikasi
Alergi terhadap bawang putih.
i. Peringatan
Mengkonsumsi dalam jumlah yang besar akan
meningkatkan resiko pendarahan pascaoperasi. Hati-hati
pada kehamilan dan menyusui.
j. Efek Samping
Gastritis. Orang yang belum pernah memakai obat ini
mengalami sedikit alergi.
k. Interaksi
Pasien dalam terapi warfarin harus diperingatkan bahwa
mengkonsumsi allii sativa Bulbus akan meningkatkan waktu
pendarahan. Waktu lamanya pendarahan telah dilaporkan
meningkat 2x untuk pasien
l. Posologi
1 x 1 kapsul lunak (500 mg ekstrak)/hari.

2. Kunyit
Curcuma domestica Val
Sinonim: C.longa Linn.
Suku : Zingiberaceae

Gambar 42. Kunyit

~ 159 ~
- 132 -

a. Nama daerah
Rimpang kunyit, koneng, kunir, konyet, kunir bentis,
temu koneng, temu kuning, guraci
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak tinggi ±70 cm, batang semu, tegak, bulat,
membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan. Daun
tunggal membentuk lanset memanjang. Helai daun 3-8, ujung
dan pangkal daun runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar
8-12 cm. Pertulangan daun menyirip, daun berwarna hijau
pucat. Bunga majemuk berambut bersisik. Panjang tangkai
16-40 cm. panjang mahkota 3 cm, lebar 1 cm, berwarna
kuning. Kelopak silindris,bercangap 3, tipis dan berwarna
ungu. Pangkal daun pelindung putih. Akar serabut berwarna
coklat muda. Rimpang warna kuning jingga, kuning jingga
kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan.
d. Kandungan kimia
Kurkuminoid yaitu campuran dari kurkumin
(diferuloilmetan), monodeksmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin. Struktur fenolnya memungkinkan
untuk menghilangkan radikal bebas. Minyak atsiri 5,8%
terdiri dari a-felandren 1%, sabinen 0,6%, sineol 1%, borneol
0,5%, zingiberen 25%, dan seskuiterpen 53%. Mono- dan
seskuiterpen termasuk zingiberen, kurkumen, α- dan β-
turmeron.
e. Data Keamanan
LD50 ekstrak air pada mencit intraperitoneal: 18,72
(16,30-21,50 mg/10g BB). Monyet diberi kurkumin 0,8 /hari
dan tikus 1,8 mg/kg BB/hari selama 90 hari tidak
menunjukan efek samping. Invitro tidak bersifat mutagenik.
Per oral pada tikus dan mencit tidak teratogenik. Mencit yang
diberi 1% and 5% selama 14 hari menunjukkan
hepatotoksisitas. FDA mengklasifikasi sebagai GRAS
(Generally Recognized as Safe). Tidak ada efek samping pada
pasien artritis rematoid yang diberi 1200 mg/hari kurkumin
selama 2 minggu. Tidak ada efek toksik setelah pemberian

~ 160 ~
- 133 -

oral 8,000 mg atau 2.2 g tumerik (setara 180 mg


kurkumin)/hari selama 4 bulan.
f. Data manfaat
Uji klinik:
Penelitian efek suplementasi diet dengan ekstrak
rimpang kurkuma terhadap faktor risiko aterogenesis dan
penyakit kardiovaskular terkait. Pada orang sehat, asupan
ekstrak 200 mg menurunkan lipid peroksidase darah total
juga HDL dan LDL-lipid peroksidase. Efek anti-aterogenik
diikuti oleh kurkuma antioxidant-induced normalisasi kadar
fibrinogen plasma dan ratio apo B/apo A, yang juga
menurunkan risiko kardiovaskular.
Studi untuk mengevaluasi potensi kardioprotektif C.
longa pada model ischemia-reperfusion (I/R) dari infark
miokard (MI). Tikus dibagi menjadi 3 kelompok, yang
mendapat saline per oral (sham/ kontrol I/R) dan C. longa
100 mg/kg (CL-100) selama 1 bulan. Pada hari ke 31,
kelompok kontrol I/R dan Cl mengalami oklusi arteri koroner
LAD selama 45 menit dan di reperfusi selama 1 jam. I/R
mengalami nekrosis kardial bermakna, depresi fungsi
ventrikel kiri, penurunan status antioksidan dan peningkatan
lipid perodixation pada kontrol I/R dibanding kontrol sham.
Infark miokard setelah I/R berkurang secara bermakna pada
kelompok Cl. Terapi Cl menghasilkan restorasi status
antioksidan miokard dan merubah parameter hemodinamik
dibanding kontrol I/R. I/R-induced lipid peroxidation
dihambat secara bermakna oleh terapi Cl. Efek
kardioprotektif juga terlihat pada pemulihan fungsi jantung.
Efek kardioprotektif Cl mungkin sebagai hasil supresi stres
oksidatif dan berkorelasi dengan perbaikan fungsi ventrikel.
Kurkumin, berperan protektif terhadap nekrosis miokard
pada tikus.
Efek antioksidan mungkin karena gugus phenol dan
methoxy dalam hubungan dengan 1,3-diketone-conjugated
diene system, untuk scavenging radikal oksigen. Kurkumin
memperlihatkan peningkatan aktivitas enzim detoksifikasi
seperti glutathione-S-transferase in vivo. Kurkumin juga

~ 161 ~
- 134 -

menghambat pembentukan radikal bebas pada iskemia


miokard pada tikus.
g. Indikasi
Antiplatelet (Grade C)
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu, kolesistitis. Untuk batu
empedu konsul ke dokter. Hipersensitivitas, Gagal ginjal akut,
anak < 12 tahun
i. Peringatan
Penggunaan pada masa kehamilan: keamanan
pemakaian rimpang kunyit selamam kehamilan belum
dibuktikan. Sebagai perhatian sebaiknya tidak digunakan
selama kehamilan, kecuali ada petunjuk medis. Penggunaan
pada masa menyusui: ekskresi obat melalui air susu dan
efeknya terhadap bayi belum dibuktikan. Sampai data
tersedia, rimpang kunyit sebaiknya tidak digunakan kecuali
atas petunjuk medis.
j. Efek Samping
Penggunaan pada kehamilan dan menyusui harus
dengan pengawasan dokter. Mual pada dosis tinggi.
k. Interaksi
Dapat meningkatkan aktivitas obat antikoagulan,
antiplatelet, heparin, trombolitik sehingga meningkatkan
risiko perdarahan. Interaksi kurkumin dengan herbal yang
lain: Orang sehat diberi 2 g curcumin dikombinasi dengan 20
mg piperine, bioavailabilitas kurkumin meningkat 20 kali. Teh
hijau meningkatkan efek kurkumin.
l. Posologi
2 x 1 kapsul (200 mg ekstrak)/hari.

3. Miana
Coleus forskohlii (Willd)

Gambar 43. Miana

~ 162 ~
- 135 -

a. Nama daerah
Belum diketahui
b. Bagian yang digunakan
Herba, akar
c. Diskripsi tanaman
Tanaman hias dengan daun dua warna. Coleus terkenal
dengan keunikannya karena memiliki kombinasi daun warna
warni dalam gabungan warna merah, kuning, ungu dan
merah jambu. Ketinggian maksimum tiga meter. Bunga
kombinasi warna hijau, kuning kemerahan dan keputihan.
d. Kandungan kimia
Forskolin, caffeic acid, rosmarinic acid
e. Data manfaat:
1) Praklinik:
Forskolin mengaktifkan adenilat siklase dan
meningkatkan siklik adenosin monofosfat (cAMP) yang
mengatur dan mengaktifkan enzim penting yang
dibutuhkan untuk energi sel. Forskolin meningkatkan
siklik adenosin monofosfat (cAMP) dan fungsi cAMP-
mediated, melalui pengaktifan adenilat siklase enzim,
yang meningkatkan produksi adenosin monofosfat siklik
(cAMP) dalam sel otot jantung.
Efek farmacologi dari coleonol, yaitu diterpene,yang
diisolasi dari C. forskohlii diteliti. Efek dominannya yaitu
menurunkan tekanan darah pada tikus dan kucing yang
dianestesi juga tikus dengan hipertensi karena efek
relaksasi otot polos pembuluh darah. Pada dosis kecil
menunjukkan efek inotropik positif pada jantung kelinci
yang diisolasi juga pada jantung kucing in vivo. Coleonol
juga memperlihatkan aktivitas spasmolitik nonspesifik
pada otot polos gastrointestinal pada berbagai spesies
tapi tidak pada otot bronkhus guinea pig. Dosis besar
coleonol mempunyai efek depresan SSP. Efek forskolin
berasal dari aktivasi adenylate cyclase, diikuti
peningkatan cAMP, aktivasi cAMP-dependent protein
kinase, fosforilasi protein atau enzim, dan inhibisi
aktivitas sodium-potassium-ATPase. Kejadian ini dapat
menuntun pertukaran sodium dan calcium melalui

~ 163 ~
- 136 -

membran sel bersama dengan peningkatan kadar


calcium intrasel dan inotropik positif.
Gagal miokardium tahap akhir ditandai dengan
force-frequency relationship (FFR) negatif, mungkin
sebagai hasil penurunan kapasitas ambilan SR Ca2+.
Dilakukan penelitian terhadap stimulator langsung
adenylate cyclase, forskolin, terhadap tenaga kontraksi
dan FFR miockardium manusia yang diisolasi dari 7
nonfailing hearts (NF) dan end-stage failing hearts (NYHA
IV) karena iskhemik (ICM; n = 13) atau kardiomiopati
dilatasi (DCM; n = 16).
2) Uji klinik:
Empat puluh Sembilan (49) subyek usia 50-80
tahun dengan tekanan darah suboptimal diberi Coleus
forskohlii tablet atau tablet kunyah. Hasil menunjukkan
bahwa ke-2 sediaan C. forskohlii meningkatkan tekanan
darah. Hasil menunjukkan bahwa C.s forskohlii
mendukung perbaikan tekanan darah pada orang lebih
tua.
f. Indikasi:
Kardiomiopati (Grade B)
g. Kontraindikasi:
Kehamilan, laktasi
h. Peringatan:
Hipotensi, ulkus peptikum
i. Efek samping:
Aritmia, flushing, hipotensi, sakit kepala.
j. Interaksi:
Secara teoritis (tidak ada laporannya) dapat berinteraksi
dengan makanan dan minuman asam. Hati-hati gunakan
bersama obat yang yang tergantung pH dan aktivitas gaster
untuk aktivasi dan pemecahannya seperti cephalosporin
baru, itrakonozol, ketokonazol. Pemberian bersama
antikoagulan, antiplatelet, termasuk NSAID, dapat
meningkatkan risiko perdarahan (Coleus merupakan anti
agregasi platelet yang poten in vivo dan in vitro). Pemberian
bersama obat antihipertensi dan kardiovaskuler seperti

~ 164 ~
- 137 -

penghambat beta, clonidine, hydralazine harus dengan


pengawasan dokter.
k. Posologi:
2 x 1 kapsul (50 mg ekstrak)/hari.

4. Pegagan
Centella asiatica (L) Urban
Suku : Umbelliferae

Gambar 44. Pegagan

a. Nama daerah
Pegagan, antanan gede, gagan-gagan, gangganan, kerok
batok, pantegowang, panigowang, rending, calingan rambut ,
pegaga, daun kaki kuda, pegago, bebele, sarowati, wisu-wisu,
sandanan, dogauke
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba tahunan tanpa batang dengan rimpang pendek
dan stolon-stolon yang melata, panjang 10-80 cm. Daun
tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2-10 daun,
kadang agak berambut. Tangkai daun panjang sampai 50
mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar dan bundar dengan
garis tengah 1-7 cm, pinggir daun beringgit sampai bergerigi
terutama kearah pangkal daun.Bunga umumnya 3, yang di
tengah duduk, yang di samping bergagang pendek. Buah
pipih, kurang lebih 7 mm dan tinggi kurang lebih 3 mm,
berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan,
berdinding agak tebal.

~ 165 ~
- 138 -

d. Kandungan kimia
Triterpen: termasuk asam asiatik dan asam mandekasik
(6-hidroksi asam asiatik), asam terminolik, serta derivat ester
triterpen glikosida: termasuk asiatikosida, asiatikosida A,
asiatikosida B dan madekassosida.
e. Data keamanan
Tidak toksik sampai dosis 350 mg/kg BB. Terdapat
kemungkinan terjadi efek Karsinogenik pada kulit tikus pada
penggunaan berulang. Dilaporkan adanya kasus ikterus pada
3 orang yang mengkonsumsi herba pegagan selama 20-60
hari, efek ierus hilang saat penggunaan dihentikan dan
diberikan asam ursodeoksikolat 10 mg/kg BB/hari.
Pemberian ekstrak pegagan hingga dosis 2000 mg/kg BB
pada mencit per oral, menunjukkan tidak ada hewan uji yang
mati, terjadi 20% kematian pada dosis 10g/kg BB. Pada uji
toksisitas asiatikosida oral,tidak memperlihatkan efek toksik
hingga dosis 1 g/kg BB, sedangkan dosis toksis pemberian
intramuscular pada mencit dan kelinci adalah 40 dan 50 g/kg
BB
Uji teratogenik ekstrak pegagan pada kelinci
menunjukkan tidak ada efek teratogenik.
f. Data manfaat
Uji Klinik:
40 pasien venous hypertensive angiopathy dengan
hipertensi vena berat, pembengkakan pergelangan kaki, dan
lipodermatosklerosis, dirandom untuk menerima TTFCA 2 x
60 mg/hari atau plasebo selama 8 minggu. Hasil: pasien yang
mendapat ekstrak mengalami penurunan bermakna dari skin
flux dan rate pembengkakan pergelangan kaki dibanding nilai
baseline (p<0.05). Juga perbaikan klinis cepat yang terlihat
sebagai pengurangan gejala (udem, nyeri, restless limbs,
pembengkakan, dan perubahan kondisi/warna kulit) dari
skor 9,5 pada baseline menjadi 4,5.
Pada studi lain evaluasi dilakukan dengan Laser doppler.
Subjek mendapat TTFCA 2 x 60 mg selama 6 minggu
memperlihatkan hasil penurunan resting flux 29% (p<0.05),
peningkatan respons venoarteriolar 52% (p<0.05), dan reduksi

~ 166 ~
- 139 -

volume tungkai 66-mL , peningkatan pO2 sebesar 7,2% dan


reduksi pCO2 sebesar 9,6-percent (p<0.05).
g. Indikasi
Insufisiensi vena kronik, venous hypertension.
h. Kontraindikasi
Kehamilan, menyusui, anak – anak, alergi, gangguan
hepar dan epilepsi
i. Peringatan
Efek abortif dan mengganggu siklus menstruasi, jangan
digunakan lebih dari 6 minggu
j. Efek Samping
Infertilitas, alergi kulit pada pemakaian topikal, dan efek
sedatif/menekan sistem saraf.
k. Interaksi
Berinteraksi dengan obat-obat penurun gula darah dan
penurun kolesterol serta antidepresan.
l. Posologi
3 x 1 kapsul (30 mg ekstrak)/hari.

M. HERBAL UNTUK GASTRITIS


1. Jahe
Zingiberis officinale (Rosc)
Suku : Zingiberaceae

Gambar 45. Jahe

a. Nama Daerah
Halia, bahing, sipode, lahia, alia, jae, sipodeh, jahi, lai,
jae, alia, lea , melito, leya, marman.
b. Bagian yang digunakan
Rimpang

~ 167 ~
- 140 -

c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tegak. Daun kerap kali jelas 2 baris dengan
pelepah yang memeluk batang dan lidah diantara batas
pelepah dan helaian daun. Bunga zygomorph berkelamin 2.
Kelopak berbentuk tabung, dengan ujung bertaju, kerap kali
terbelah serupa pelepah. Rimpang agak pipih, bagian ujung
bercabang, cabang pendek pipih, bentuk bulat telur terbalik,
pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam.
Potongan bagian luar berwarna coklat kekuningan, beralur
memanjang, kadang ada serat bebas.
d. Kandungan kimia
Minyak astiri (bisabolene, cineol, phellandrene, citral,
borneol, citronellol, geranial, linalool, limonene, zingiberol,
zingiberene, camphene), oleoresin (gingerol, shogaol), fenol
(gingerol, zingeron), enzim proteolitik (zingibain), vit B6, vit C,
Kalsium, magnesium, fosfor, kalium, asam linoleat, gingerol
(gol alkohol pada oleoresin), mengandung minyak astiri 1-3%
diantaranya bisabolen, zingiberen dan zingiberol.
e. Data keamanan
LD50 6-ginggerol dan 6-shogaol adalah 250-680 mg/kg
BB. LD50 ekstrak air pada mencit adalah 33,5 g/kg BB.
Pemberian pada wanita hamil tidak menunjukkan efek
teratogenik.
f. Data manfaat:
Uji praklinik:
Ekstrak jahe invitro menghambat pertumbuhan
Helicobacter pylori. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
ekstrak jahe terstandar menghambat pertumbuhan H. pylori
invitro dengan kadar hambat minimal 0,78-12,5 μg/mL. Pada
studi ini ekstrak jahe diuji pada model rodent yang diinduksi
infeksi H. pylori untuk menguji efek preventif dan eradikasi
infeksi. Ekstrak diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari
selama 3 minggu sebelum infeksi atau 6 minggu pasca
infeksi. Terapi dengan ekstrak jahe terstandar mereduksi
jumlah H. pylori dibanding kontrol dan secara bermakna
(P<0,05) mengurangi inflamasi mukosa dan submukosa baik
yang akut maupun kronik, cryptitis, juga degenerasi epitel
dan erosi yang diinduksi oleh H. pylori.

~ 168 ~
- 141 -

Ekstrak tidak meningkatkan morbiditas atau mortalitas.


Mekanisme menunjukkan bahwa ekstrak jahe menghambat
aktivitas cyclooxygenase-2, IC50: 8,5 μg/mL in vitro,
menghambat respon transkripsional nuclear factor-κB pada
kBZ Jurkat cells (human T lymphocytes) dengan IC50 : 24,6
μg/mL, dan menghambat secara bermakna pelepasan
interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α dari
lipopolysaccharide-stimulated human peripheral blood
mononuclear cells dengan IC50 : 3,89; 7,7; 8,5 dan 8,37
μg/mL. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak jahe berguna
untuk mengurangi inflamasi karena H. pylori dan sebagai
kemopreventif untuk Ca gaster.
Jahe secara tradisional digunakan untuk terapi
gangguan GI seperti mabuk perjalanan, dispepsia dan
hiperemesis gravidarum, dan dilaporkan mempunyai efek
kemopreventif pada model binatang. Karena H. pylori
merupakan penyebab primer yang berhubungan dengan
dispepsia, ulkus peptikum, dan perkembangan Ca gaster dan
kolon, dilakukan uji efek jahe secara in vitro terhadap H.
pylori. Fraksi ekstrak metanol jahe mengandung 6-,8-,10-
gingerol dan 6-shogaol, yang diuji terhadap 19 strains H.
pylori, termasuk strain 5 CagA+.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol
menghambat pertumbuhan 19 strain in vitro dengan MIC
6,25-50 µg/mL. Gingerol menghambat pertumbuhan 19
strain dengan MIC 0,78 -12,5 µg/mL dengan aktivitas
bermakna terhadap strain CagA+. Disimpulkan bahwa
ekstrak jahe yang mengandung gingerol menghambat
pertumbuhan H. pylori strain CagA+ in vitro dan dapat
berefek kemopreventif.
g. Indikasi:
Gastritis/ulkus peptik karena infeksi H pylori (Grade C).
h. Posologi:
3 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)

~ 169 ~
- 142 -

2. Kapulaga
Elletteria cardamomum
Suku: Zingiberaceae

Gambar : 46. Kapulaga

a. Nama daerah:
Kapulaga sebrang, kapol, palago, karkolaka
b. Bagian yang digunakan
Biji
c. Deskripsi tanaman/simplisia:
Tumbuhan membentuk rumpun seperti tumbuhan jahe,
dapat mencapai 2-3 meter, berbatang basah, berpelepah
daun yang membalut batang, letak berseling-seling. Bunga
tandan keluar dari rimpang. Buah berbentuk bulat telur,
berbulu, dan berwarna kuning kelabu. Buah berkumpul
dalam tandan kecil dan pendek. Bila masak, buah akan
pecah dan membelah berdasarkan ruang-ruangnya. Di
dalamnya terdapat biji yang berbentuk bulat telur
memanjang.
Buah yang sudah kering menjadi keriput, bergaris-garis,
berisi 4-7 butir biji kecil coklat kemerah-merahan. Rasanya
agak pedas seperti jahe, dengan bau sedap.
d. Kandungan kimia:
Komponen utama minyak cardamom yaitu α-pinene, β-
pinene, sabinene, myrcene, α-phellandrene, limonene, 1,8-
cineole, γ-terpinene, p-cymene, terpinolene, linalool, linalyl
acetate, terpinen-4-oil, α-terpineol, α-terpineol acetate,
citronellol, nerol, geraniol, methyl eugenol and trans-nerolidol.
e. Data keamanan :
LD50 oral pada tikus: 5.000 mg/kg BB.

~ 170 ~
- 143 -

f. Data manfaat :
Uji praklinik:
Penelitian terhadap efek inhibisi E. cardamomum dan
Amomum subulatum terhadap ulkus gaster pada tikus,
mendapatkan bahwa pemberian minyak atsiri E.
cardamomum dan Amomum subulatum masing-masing 50
mg/kg BB dapat menghambat pembentukan ulkus gaster
yang diinduksi etanol secara bermakna yaitu sebesar 60,96%
untuk Amomum subulatum (P < 0,001) dan 76,36% untuk E.
cardamomum (P < 0,001). Efek inhibisi terhadap ulkus gaster
yang diinduksi aspirin juga bermakna yaitu sebesar 45,45%
untuk Amomum subulatum (P < 0,05) dan 100% untuk E.
cardamomum (P < 0,001). Disimpulkan bahwa efek inhibisi ini
karena penurunan motilitas gaster dan efek inhibisi 5-
lipooxygenase oleh beberapa senyawa dari E. cardamomum
dan Amomum subulatum. Sebuah studi pada tikus
menggunakan ekstrak metanol (TM), minyak esensial (EO),
fraksi ekstrak metanol yang larut dalam petroleum eter
soluble (PS) dan fraksi yang tidak larut (PI) dengan dosis
masing-masing 100-500; 12,5-50; 12,5-150 dan 450 mg/kg
BB, tentang kemampuan menghambat lesi gaster yang
diinduksi aspirin, etanol dan ligasi pilorus, juga efek terhadap
produksi mukus dan asam lambung. Semua fraksi (TM, EO,
PS, PI) menghambat lesi gaster secara bermakna yang
diinduksi oleh etanol dan aspirin tetapi tidak yang diinduksi
oleh ligasi pilorus. TM mengurangi lesi 70% pada ulkus yang
diinduksi etanol pada 500 mg/kg BB. Fraksi PS mereduksi
lesi 50% pada 50 dan 100mg/kg BB dengan efek yang sama
dengan fraksi PI pada 450 mg/kg BB. Pada ulkus gaster yang
diinduksi aspirin, efek gastroprotektif terbaik ditemukan pada
fraksi PS, yang menghambat lesi hampir 100% pada 12,5
mg/kg BB. Pada eksperimen ini, ekstrak PS dosis >
12,5mg/kg BB dibuktikan lebih aktif daripada ranitidin 50
mg/kg BB.
Ekstrak metanol, fraksi minyak esensial, petroleum eter,
dan etil asetat menghambat secara bermakna lesi gaster yang
diinduksi etanol, tetapi tidak pada yang diinduksi aspirin dan
ligasi pilorus. Fraksi etil asetat meningkatkan produksi

~ 171 ~
- 144 -

mukus pada ligasi pilorus. Hasil menunjukkan efek proteksi


langsung fraksi etil asetat pada mukosa gaster. Penurunan
motilitas gaster oleh minyak esensial dan fraksi petroleum
eter menunjukkan efek gastroprotektif. Penelitian ini
mendukung penggunaan Cardamomum pada gangguan
gastrointestinal.
b. Indikasi
Gastritis
c. Kontraindikasi
Kehamilan, laktasi dan anak < 18 tahun
d. Peringatan:
Penggunaan maksimum: 10 hari kemudian istirahat 5
hari sebelum menggunakan obat ini lagi.
e. Efek samping:
Sangat sedikit. Alergi (dermatitis kontak), meningkatkan
risiko perdarahan, hipotensi, dapat memicu kolik pada pasien
dengan gangguan empedu.
f. Interaksi:
Dengan obat depresan SSP, dapat menimbulkan kantuk
atau sedasi. Meningkatkan efek obat lain yang dimetabolisme
oleh sitokrom P450. Dapat berefek aditif dengan obat
antikolinergik dan menimbulkan mulut kering, urinasi
berkurang, atau penglihatan kabur. Meningkatkan risiko
perdarahan dengan obat seperti aspirin, antikoagulan seperti
warfarin, heparin, antiplatelet seperti clopidogrel, dan NSAID
seperti ibuprofen atau naproxen, juga herbal seperti Ginkgo
biloba, A. sativum, dan Saw palmetto.
g. Posologi:
3 x 1 kapsul (500 mg serbuk)/hari.

3. Kunyit
Curcuma domestica (Vahl)/Curcuma longa (L)

Gambar 47. Kunyit

~ 172 ~
- 145 -

a. Nama daerah
Rimpang kunyit, koneng, kunir, konyet, kunir bentis,
temu koneng, temu kuning, guraci
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Data manfaat:
1) Uji praklinik:
Efek C. domestica terhadap ulkus peptikum
dilakukan dengan menghambat reseptor H2 (H2R) tikus
(pylorus-ligated). Didapat hasil C. domestica melindungi
mukosa gaster sama efektif seperti ranitidine.
Penelitian lain mendapatkan bahwa ekstrak etanol
per oral menghambat asam lambung, sekresi gaster dan
pembentukan ulkus yang setara dengan efek ranitidine.
C. domestica juga menekan produksi cAMP yang
diinduksi histamin, dengan inhibisi langsung H2R.
Peneliti lain meneliti aktivitas antiulkus dari ekstrak
etanol. Pemberian ekstrak etanol menurunkan indeks
ulkus dan keasaman lambung. Pemberian ekstrak C.
domestica mengurangi intensitas ulkus yang diinduksi
indomethacin atau reserpin. Pemberian ekstrak C.
domestica mengurangi keparahan lesi yang diinduksi
oleh berbagai necrotizing agents. Pemberian ekstrak C.
domestica menurunkan gastric mucosal non-protein
sulfhydryl yang diinduksi oleh etanol 80%.
2) Uji klinik:
Uji klinik fase II pada 25 pasien yang didiagnosis
ulkus peptikum dengan endoskopi, diberi serbuk C.
domestica 5 x 600 mg/hari. Ulkus menyembuh pada
48% pasien setelah 4 minggu dan 72% setelah 12
minggu. Tidak ada efek samping yang terjadi. Studi
membandingkan efek C. domestica dengan antasid
mendapatkan pengurangan besar ulkus 51.9% pada
kelompok C. domestica dibanding 34,8% pada kelompok
antasid.
Dua uji klinik lain menunjukkan bahwa pemberian
serbuk C. domestica 4 x 500 mg/hari selama 7 hari,
menunjukkan respon bermakna, menyembuhkan ulkus

~ 173 ~
- 146 -

dan menurunkan nyeri abdomen, gas, atau dispepsia


atonik.
Studi tanpa kontrol pada 25 pasien ulkus peptikum
yang diberi C. domestica 5 x 600 mg/hari selama 12
minggu, memberi hasil ulkus menghilang pada 19
pasien. Studi RCT multisenter dilakukan pada 106
pasien dengan dispepsia (nyeri abdomen, nyeri
epigastrik, flatulens atau bersendawa), diterapi dengan 2
g C. domestica selama 7 hari (n=38). Sebagai kontrol
diberikan kombinasi herbal cascara, nux vomica dan
jahe (n=30) atau plasebo (n=38). Pada akhir studi 87%
kelompok C. domestica, 83% kelompok campuran
ekstrak herbal dan 53% kelompok plasebo
memperlihatkan perbaikan menonjol. Kelompok C.
domestica secara klinis berbeda bermakna dibanding
plasebo (p=0.003).
d. Indikasi:
Gastritis, ulkus peptikum (Grade C)
e. Posologi:
3 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari

4. Pegagan
Centella asiatica (L) Urban
Suku : Umbellifer

Gambar 48. Pegagan

1) Nama daerah
Pegagan, antanan gede, gagan-gagan, gangganan, kerok
batok, pantegowang, panigowang, rending, calingan rambut ,
pegaga, daun kaki kuda, pegago, bebele, sarowati, wisu-wisu,
sandanan, dogauke

~ 174 ~
- 147 -

2) Bagian yang digunakan


Herba
3) Deskripsi tanaman/simplisia
Herba tahunan tanpa batang dengan rimpang pendek
dan stolon-stolon yang melata, panjang 10-80 cm. Daun
tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2-10 daun,
kadang agak berambut. Tangkai daun panjang sampai 50
mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar dan bundar dengan
garis tengah 1-7 cm, pinggir daun beringgit sampai bergerigi
terutama kearah pangkal daun.Bunga umumnya 3, yang di
tengah duduk, yang di samping bergagang pendek. Buah
pipih, kurang lebih 7 mm dan tinggi kurang lebih 3 mm,
berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan,
berdinding agak tebal.
4) Kandungan kimia
Triterpen: termasuk asam asiatik dan asam mandekasik
(6-hidroksi asam asiatik), asam terminolik, serta derivat ester
triterpen glikosida: termasuk asiatikosida, asiatikosida A,
asiatikosida B dan madekassosida.
5) Data keamanan
Tidak toksik sampai dosis 350 mg/kg BB. Terdapat
kemungkinan terjadi efek Karsinogenik pada kulit tikus pada
penggunaan berulang. Dilaporkan adanya kasus ikterus pada
3 orang yang mengkonsumsi herba pegagan selama 20-60
hari, efek ierus hilang saat penggunaan dihentikan dan
diberikan asam ursodeoksikolat 10 mg/kg BB/hari.
Pemberian ekstrak pegagan hingga dosis 2000 mg/kg BB
pada mencit per oral, menunjukkan tidak ada hewan uji yang
mati, terjadi 20% kematian pada dosis 10g/kg BB. Pada uji
toksisitas asiatikosida oral, tidak memperlihatkan efek toksik
hingga dosis 1 g/kg BB, sedangkan dosis toksis pemberian
intramuscular pada mencit dan kelinci adalah 40 dan 50 g/kg
BB. Uji teratogenik ekstrak pegagan pada kelinci
menunjukkan tidak ada efek teratogenik.
6) Data manfaat
i. Uji praklinik:
Ekstrak herba efektif mengurangi ulkus lambung
dan duodenum yang timbul karena stres. Mekanisme

~ 175 ~
- 148 -

kerja dihubungkan dengan aktivitas depresan SSP


sehingga meningkatkan kadar GABA di SSP.
ii. Uji klinik :
Limabelas (15) pasien dengan ulkus peptikum dan
duodenum diobati dengan ekstrak herba 60 mg/hari.
Didapat 93% pasien memperlihatkan perbaikan jelas dari
gejala subjektif dan pada 73% pasien, pemeriksaan
endoskopi dan radiologi menunjukkan ulkus sembuh.
Jus ekstrak Centella 2 x 200 mg dan 600 mg/kg
BB/hari memperlihatkan efek proteksi terhadap ulkus
peptikum yang diinduksi oleh aspirin dan etanol dengan
efek serupa dengan obat sukralfat. C. asiatica
menginduksi sekresi mucin gaster dan produksi
glikoprotein sel mukosa, marker untuk peningkatan
faktor daya pertahanan mukosa gaster.
Ekstrak C. asiatica memperlihatkan efek proteksi
mucosa gaster secara bermakna terhadap ulkus yang
ditimbulkan etanol, yang tergantung dosis ditandai
dengan pengurangan besar ulkus dan pengurangan
udem dan infiltrasi lekosit di submukosa. Proteksi paling
jelas pada dosis ekstrak 400 mg/kg BB.
Efek penyembuhan ekstrak air C. asiatica dan
asiaticoside, dilakukan pada tikus yang diinduksi ulkus
peptikum. Hasil menunjukkan bahwa C. asiatica
mengurangi ukuran ulkus pada hari ke-3 dan ke-7
secara tergantung dosis, dengan pengurangan aktivitas
myeloperoxidase pada jaringan ulkus. Terlihat
peningkatan proliferasi sel epitel dan angiogenesis.
Ekspresi basic fibroblast growth factor, faktor
angiogenik juga meningkat pada jaringan ulkus.
Disimpulkan C. asiatica dan kandungan aktifnya
potensial merupakan obat anti ulkus peptikum.
Studi efek protektif C. asiatica dilakukan pada tikus
ulkus peptikum yang diinduksi etanol. Gastric
transmucosal potential difference (PD) berkurang dengan
aplikasi etanol 50% pada gastric ex-vivo chamber model
dan C. asiatica mempercepat pemulihannya. Pemberian
oral C. asiatica (0.05 g/kg BB, 0.25 g/kg BB dan 0.50

~ 176 ~
- 149 -

g/kg BB) sebelum pemberian etanol, menghambat


pembentukan ulkus secara bermakna (58% - 82%) dan
penurunan aktivitas myeloperoxidase mukosa (MPO)
secara tergantung dosis. Hasil menunjukkan bahwa C.
asiatica mencegah pembentukan ulkus peptikum yang
diinduksi etanol dengan memperkuat pertahanan
mukosa dan mengurangi efek kerusakan karena radikal
bebas.
Studi efek ekstrak air C. asiatica dan kandungan
aktifnya, asiaticoside, terhadap ekspresi dan aktivitas
inducible nitric oxide synthase (iNOS) selama
penyembuhan ulkus peptikum dilakukan dengan
berbagai konsentrasi C. asiatica (0,10 g/kg BB dan 0,25
g/kg BB) dan asiaticoside (5 mg/kg BB dan 10 mg/kg
BB) yang diberikan per oral pada tikus yang diinduksi
ulkus peptikum dengan asam asetat. Dilihat
pengurangan ukuran ulkus pada hari ke-1, 3 dan 7
secara tergantung dosis, diikuti penurunan aktivitas
iNOS dan ekspresi protein pada jaringan ulkus. Kadar
nitrit dan nitrat (NO(X)-), produk akhir yang stabil dari
nitric oxide, pada jaringan ulkus juga menurun. N-[3-
(aminomethyl)benzyl]acetamidine (1400W), inhibitor
iNOS yang sangat selektif, menginhibisi aktivitas iNOS
yang lebih poten pada dosis 0,1 mg/kg BB. Hasil
mengindikasikan bahwa C. asiatica dan asiaticoside
mempunyai efek antiinflamasi melalui inhibisi sintesis
nitric oxide sehingga menyembuhkan ulkus. Studi efek
ekstrak etanol C. asiatica pada ulkus mukosa gaster
tikus (yang diinduksi etanol absolut) dilakukan dengan
pemberian larutan karboksi metil selulosa (CMC) sebagai
kontrol, Omeprazole 20 mg/kg BB, dan ekstrak daun C.
asiatica 100, 200 and 400 mg/kg BB dalam larutan CMC
(1 jam sebelum induksi). Hasil menunjukkan pada
kontrol timbul ulkus mukosa yang parah dengan udem
dan infiltrasi lekosit pada submukosa, sedang yang
mendapat ekstrak C. asiatica memperlihatkan proteksi
mukosa gaster dan kurang atau hilangnya udem serta
infiltrasi lekosit.

~ 177 ~
- 150 -

7) Indikasi
Ulkus peptikum dan duodenum
8) Kontraindikasi
Kehamilan, menyusui, anak-anak, alergi, gangguan
hepar dan epilepsi.
9) Peringatan
Efek abortif dan dapat mengganggu siklus menstruasi
jika digunakan lebih dari 6 minggu.
10) Efek Samping
Infertilitas, dan efek sedatif/menekan sistem saraf.
11) Interaksi
Berinteraksi dengan obat-obat penurun gula darah dan
penurun kolesterolserta antidepresan.
12) Posologi
3 x 1 kapsul (60 mg ekstrak)/hari.

5. Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Suku : Zingiberaceae

Gambar 49. Temu lawak

a. Nama daerah
Temulawak, koneng gede, temu labak.
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perawakan terna berbatang semu, tinggi dapat mencapai
2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang
sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap,
bagian dalam berwarna jingga, rasanya agak pahit. Setiap
individu tanaman mempunyai 2-9 daun, berbentuk lonjong

~ 178 ~
- 151 -

sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang


sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang
tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan
berupa bunga majemuk bulir, muncul di antara 2 ruas
rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 10-37 cm berambut,
daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garus,
berambut halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir
lonjong, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, berdaun pelindung
banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga, berbentuk bulat telur sungsang (terbalik)
sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau putih
dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian
bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm,
lebar 1,5-3,5 cm.
d. Kandungan kimia
Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid (0,8-2%)
terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin, minyak atsiri
(3-12%) dengan komponen α-kurkumen, xanthorizol, β-
kurkumen, germakren, furanodien, furanodienon, ar-
turmeron, β-atlantanton, d-kamfor. Pati (30-40%)
e. Data keamanan
Dari lima penelitian pada manusia dengan dosis 1125-
2500 mg kurkumin per hari tidak menunjukkan adanya
toksisitas. Uji klinik fase I dengan 28 orang sehat
menggunakan dosis sampai 8000 mg/hari selama 3 bulan
tidak menunjukkan efek toksik akibat kurkumin.
f. Data Manfaat
Uji praklinik:
Serbuk rimpang meningkatkan aktivitas musin dalam
cairan lambung. Disamping itu rebusan rimpang dapat
menurunkan kontraksi usus halus.
g. Indikasi
Dispepsia, gastritis
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu, ikterus
i. Peringatan
Gastritis pada dosis besar. Hati-hati pada nefrolithiasis.
Efek yang tidak diinginkan:

~ 179 ~
- 152 -

Dosis besar atau pemakaian yang berkepanjangan dapat


mengakibatkan iritasi membrane mukosa lambung. Tidak
dapat digunakan pada penderita radang saluran empedu akut
atau ikterus. Hati-hati menggunakan temulawak bersama
dengan obat pengencer darah.
j. Efek Samping
Belum pernah dilaporkan
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (500 mg ekstrak)/hari.

6. Temu manga
Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe
Sinonim: Curcuma alba, Curcuma mangga (Val.), C. zedoaria (Berg)
Roscoe
Suku: Zingiberaceae

Gambar 50. Temu Mangga

a. Nama daerah
Temu mangga atau temu putih, Koneng lalab (Sunda),
Temo pao (Madura).
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba setahun, dapat lebih dari 2 m. Batang
sesungguhnya berupa rimpang yang bercabang di bawah
tanah, berwama coklat muda coklat tua, di dalamnya putih
atau putih kebiruan, memiliki umbi bulat dan aromatik.
Daun tunggal, pelepah daun membentuk batang semu,
berwarna hijau coklat tua, helaian 2-9 buah, bentuk
memanjang lanset 2,5 kali lebar yang terlebar, ujung runcing-

~ 180 ~
- 153 -

meruncing, berambut tidak nyata, hijau atau hijau dengan


bercak coklat ungu di tulang daun pangkal, 43-80 cm atau
lebih. Bunga majemuk susunan bulir, diketiak rimpang
primer, tangkai berambut. Daun pelindung berjumlah
banyak, spatha dan brachtea; rata-rata 3-8 x l,5-3,5cm.
Kelopak 3 daun, putih atau kekuningan, bagian tengah
merah atau coklat kemerahan, 3 -4 cm. Mahkota: 3 daun,
putih kemerahan, tinggi rata-rata 4,5 cm. Bibir bibiran
membulat atau bulat telur terbalik, ujung 2 lobe, kuning atau
putih, tengah kuning atau kuning jeruk, 14-18 x 14-20 mm.
Benang sari 1 buah, tidak sempuma, bulat telur terbalik,
kuning terang, 12-16 x 10-115 mm, tangkai 3 5 x 2-4 mm,
kepala sari putih, 6 mm. Buah: berambut, rata-rata 2 cm.
d. Kandungan kimia
Kurkumin, minyak atsiri, saponin dan polifenol Minyak
atsiri, saponin, polifenol, labdan diterpen glukosida,
kurkumanggosida, labda-8(17),12-diena-15,16-dial,
kalkaratarin A, zerumin B, skopoletin, demetoksikurkumin,
bisdemetoksikurkumin, 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-
heptatrien-3-on, kurkumin, dan asam p-hidroksisinamat.
e. Data keamanan
LD50: per oral pada tikus: > 5000 mg/kg BB
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Studi menggunakan serbuk rimpang C. zedoaria 200
mg/kg BB pada tikus mendapatkan hasil pengurangan pH
gaster, jumlah asam bebas, asam total dan indeks ulkus
secara bermakna. Hasil ini setara dengan obat standar
omeperazol 30 mg/kg BB i.p. Disimpulkan bahwa rimpang C.
zedoaria efektif untuk proteksi terhadap hiperasiditas dan
ulkus gaster.
g. Indikasi
Gastritis/ulkus peptikum
h. Kontraindikasi
Kehamilan, menyusui
i. Peringatan
Belum diketahui

~ 181 ~
- 154 -

j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 2 kapsul (250 mg ekstrak)/hari, ac.

N. HERBAL UNTUK ARTRITIS


1. Cabe
Capsicum annuum Vahl
Suku : Solanaceae

Gambar 51. Cabe

a. Bagian yang digunakan


Buah
b. Nama Daerah
Cabe , lombok merah, lombok sabrang, mengkreng, rica,
malita, risa, tabia
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Buah mengangguk atau menggantung, panjang dan
sempit, meruncing pada bagian ujungnya, permukaan licin.
Buah muda hijau dan bila tua menjadi merah, berbentuk
bulat telur sampai bulat, panjang 10-15 cm, lebar 1-2 cm.
d. Kandungan kimia
Capsaicinoid (amida vanillil amine dengan asam lemak
pada C8-C13): komponen utama capsaicin (32-38%), dihidro-
capsaicin (18-52%). Karoten (0,3-0,8%): sebagian dalam
bentuk kapsanthin, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin.
Lutein.

~ 182 ~
- 155 -

e. Data keamanan
Dosis toksik menimbulkan hipotermia karena
mempengaruhi termoreseptor. Pemberian dosis tinggi pada
waktu lama dapat menimbulkan kerusakan lambung kronik,
kerusakan hati, dan efek neurotoksik.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
Zat aktif yang paling penting adalah capsaicin, yang
menghasilkan efek hyperemic cutaneus nociceptor atau saraf
sensorik perifer cabang saraf sensorik primer yang diaktivasi
oleh stimulus noxious. Saraf perifer menghasilkan respon
lokal seperti edema, kemerahan, dan vasodilatasi, sementara
serabut aferen menyampaikan informasi noxiceptive ke SSP
dan menghasilkan sensasi nyeri dan terbakar. Desensitasi
jangka panjang terjadi setelah penggunaan capsaicin berulang
dan menghasilkan hilangnya sensasi nyeri. Capsaicin terikat
pada reseptor vanilloid tipe-C (VR1) dan membuka saluran
kation sehingga terjadi influks kalsium berlebih yang
kemudian terjadi pelepasan neuropeptida (substansi P) yang
bertanggung jawab terhadap nyeri kemogenik, regulasi suhu
dan neurogenik. Penghambatan saluran kalsium akan
mengakibatkan penurunan substansi P dalam saraf sensoris
dan hilangnya rasa nyeri.
g. Indikasi
Membantu menghilangkan ketegangan otot, rematik
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Penggunaan topikal pada bayi atau anak-anak harus
berhati-hati karena dapat mengenai mukosa. Reaksi alergi
jarang terjadi dan sensitisasi spontan dapat terjadi.
j. Efek Samping
Uji topikal dengan campuran mengandung 1-5% ekstrak
buah Capsicum selama 48 jam, menginduksi eritema samar
pada 1 dari 10 sukarelawan. Uji topikal berulang dengan
ekstrak buah Capsicum 0,025% pada 103 subjek tidak
menimbulkan iritasi atau dermatitis kontak alergik. US FDA
menyatakan bahwa capsaisin aman dan efektif sebagai

~ 183 ~
- 156 -

analgesik eksternal. Aplikasi topikal krim capsaicin dapat


menimbulkan rasa terbakar pada kebanyakan orang beberapa
hari pertama, yang akan menghilang pada aplikasi berulang.
Eritema sering menyertai rasa terbakar. Kontaminasi tidak
sengaja, terutama pada mata,mulut atau regio perineal
regions, dapat terjadi karena tidak mencuci tangan setelah
menggunakan krim, yang dapat dihilangkan dengan mencuci
dengan air bersih atau minyak dingin. Capsaicin dan
capsaicinoid adalah iritan kuat untuk selaput mukosa dan
dapat menimbulkan dermatitis.
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
Linimen : 10-20% capsaicin selama 2 hari, dapat diulang
kembali setelah 2 minggu.
Ointment : 1/8 bagian capsaicin.
Oleoresin : kekuatan maksimum 2,5%.
Krim : 4 x 0,025-0,075% capsaicin/hari, paling sedikit
selama 2 minggu.

2. Jahe
Zingiber officinale Rosc
Suku : Zingiberaceae

Gambar 52. Jahe

a. Nama daerah
Halia, bahing, sipode, lahia, alia, jae, sipodeh, Jahi, Lai,
jae, alia, lea , melito, leya, marman.
b. Bagian yang digunakan
Rimpang

~ 184 ~
- 157 -

c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tegak. Daun kerap kali jelas 2 baris dengan
pelepah yang memeluk batang dan lidah diantara batas
pelepah dan helaian daun. Bunga zygomorph berkelamin 2.
Kelopak berbentuk tabung, dengan ujung bertaju, kerap kali
terbelah serupa pelepah. Rimpang agak pipih, bagian ujung
bercabang, cabang pendek pipih, bentuk bulat telur terbalik,
pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam.
Potongan bagian luar berwarna coklat kekuningan, beralur
memanjang, kadang ada serat bebas.
d. Kandungan kimia
Minyak astiri (bisabolene, cineol, phellandrene, citral,
borneol, citronellol, geranial, linalool, limonene, zingiberol,
zingiberene, camphene), oleoresin (gingerol, shogaol), fenol
(gingerol, zingeron), enzim proteolitik (zingibain), vit B6, vit C,
Kalsium, magnesium, fosfor, kalium, asam linoleat, gingerol
(gol alkohol pada oleoresin), mengandung minyak astiri 1-3%
diantaranya bisabolen, zingiberen dan zingiberol.
e. Data keamanan
LD50 6-ginggerol dan 6-shogaol adalah 250-680 mg/BB.
Pemberian pada wanita hamil tidak menunjukkan efek
teratogenik.
f. Data manfaat
Uji klinik:
Sebuah studi pada 113 pasien nyeri rheumatik dan nyeri
punggung bawah, diinjeksi dengan 5-10% ekstrak jahe pada
titik nyeri, menghilangkan nyeri baik seluruhnya atau parsial,
mengurangi pembengkakan sendi dan perbaikan fungsi sendi.
Pemberian serbuk jahe per oral pada pasien rheumatism dan
gangguan muskuloskeletal dilaporkan dapat mengurangi
maupun menghilangkan berbagai tingkat rasa nyeri dan
pembengkakan. Mekanisme kerja: menghambat biosintesis
prostaglandin melalui inhibisi COX-1 dan COX-2. In vitro juga
menghambat proliferasi sel T, produksi IL-1α, aktivitas dan
sintesis makrofag.
Lima puluh enam (56) pasien (28 rematoid artritis, 18
osteoartritis dan 10 gangguan muskular) diberi serbuk jahe.
Pada pasien artritis > 3/4, berkurang nyeri dan

~ 185 ~
- 158 -

pembengkakannya. Semua pasien gangguan muskular


berkurang nyerinya. Tidak ada efek samping pada
penggunaan 3 bulan- 2,5 tahun. Diperkirakan mekanismenya
berhubungan dengan penghambatan biosintesis
prostaglandin dan leukotriene, yaitu dual inhibitor biosintesis
eicosanoid.
RCT multisenter terhadap efikasi dan keamanan ekstrak
terstandar 2 species jahe, Zingiber officinale dan Alpinia
galanga (EV.EXT 77), dilakukan pada 261 pasien
osteoarthritis (OA) genu dengan nyeri moderate-berat. Setelah
washout, pasien menerima ekstrak jahe atau plasebo 2 x/hari
dengan acetaminophen sebagai rescue. Responder adalah
yang pengurangan nyeri pada VAS > 15 mm. Hasil dari 247
pasien yang dievaluasi, responder pada kelompok ekstrak
jahe yang mengalami pengurangan nyeri genu pada saat
berdiri, superior dibanding kontrol (63% vs 50%; P = 0.048).
Nilai rerata pengurangan nyeri genu saat berdiri (24.5 mm vs
16.4 mm; P = 0.005), pengurangan nyeri genu saat berjalan
50 feet (15.1 mm vs 8.7 mm; P = 0.016), pengurangan indeks
komposit osteoartritis (Western Ontario dan McMaster
Universities) 12.9 mm vs 9.0 mm; P = 0.087. Perubahan
status global dan pengurangan intake obat rescue > pada
ekstrak jahe. Perubahan kualitas hidup sama pada ke-2
kelompok. Pasien yang mendapat ekstrak mengalami efek
samping gastrointestinal (GI) ringan > plasebo (59 vs 21
pasien). Disimpulkan bahwa ekstrak jahe terstandar
mengurangi gejala OA genu secara moderat dan bermakna.
RCT pada 43 OA (menurut kriteria Altman 1991 dan
tingkat 1, 2, dan 3 menurut kriteria Kellgren-Lawrence), diberi
ekstrak jahe atau acetaminophen 3 X/hari. Setelah terapi 7
hari, parameter nyeri dan inflamasi tidak berbeda bermakna,
kecuali perbaikan nyeri saat naik dan turun tangga,
acetaminophen superior (P 0,003). Setelah terapi 14 hari
kelompok ekstrak jahe superior dalam memperbaiki
parameter inflamasi, kaku sendi (11-3,018), range of motion
(ROM) (P 0,002), diameter lutut (P 0,002) dan Lequesne index
(160,006). Hanya 1 pasien pada kelompok jahe yang merasa
nausea. Tidak ada perbedaan hasil laboratorium antar ke-2

~ 186 ~
- 159 -

kelompok. Disimpulkan bahwa ekstrak jahe superior untuk


memperbaiki inflamasi setelah terapi 14 hari. Tidak ada
perbedaan bermakna dalam mengurangi nyeri sendi antar
ekstrak jahe dan kelompok acetaminophen. Pada kelompok
jahe ditemukan gangguan gastrointestinal ringan.
g. Indikasi
Osteoarthritis, rematoid artritis (Grade C)
h. Kontraindikasi
Meskipun pada penelitian klinik tidak ditemukan efek
teratogenik pada bayi yang dilahirkan, namun sebaiknya
tidak digunakan pada kehamilan, laktasi dan anak < 6 tahun.
Batu empedu dan pasien berisiko perdarahan (karena dapat
menghambat aktivitas tromboksan).
i. Peringatan
Dilaporkan 6 g serbuk jahe kering menunjukkan
peningkatan eksfoliasi sel epithel permukaan lambung yang
dapat berakibat ulkus, sebab itu direkomendasikan
penggunaan pada perut kosong tidak lebih dari 6 g.
j. Efek Samping
Sedikit nyeri abdomen. Rasa tidak enak di ulu hati atau
heart burn dapat terjadi. Dermatitis kontak.
k. Interaksi
Pemberian bersama obat antikoagulan, antiplatelet,
heparin, trombolitik, secara teori dapat meningkatkan risiko
perdarahan. Hasil uji klinik menunjukkan dosis 10 g
menunjukkan efek bermakna. Pasien dengan obat
antikoagulan dan gangguan perdarahan agar menghindar
penggunaan dalam dosis besar.
l. Posologi
2 x 1 kapsul (250mg ekstrak)/hari

~ 187 ~
- 160 -

3. Kayu Putih
Melaleuca leucadendra L.
Suku : Myrtaceae

Gambar 53. Kayu Putih

a. Nama daerah
Kapape, kapuka, aren, nggela sole, inggolom, gelam,
kayu gelang, kayu putih, baru galang, waru gelang, ngglelak,
iren, sakelan, irano, ai kelane, irono, ilano, elan.
b. Bagian yang digunakan
Daun dan kulit batang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi 10-25 m. batang berkayu, kulit batang
mudah mengelupas, batang bercabang banyak, penampang
bulat, warna batang putih abu-abu. Daun tunggal, berbentuk
jorong atau lanset,, ujung runcing dan pangkal runcing atau
bulat, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10-22 cm,
lebar 3-9 cm, panjang tangkai 3-4 cm, warna hijau keputih-
putihan.
Daun dan kulit bila memar berbau kayu putih. Bunga
majemuk, berbentuk mayang berambut atau tidak berambut,
tumbuh di ketiak daun atau di ujung. Buah bentuk lonceng,
2,5-7 mm, lebar 3-4 mm. Biji kecil-kecil bulat berwarna
coklat.
d. Kandungan kimia
Minyak atsiri, sineol 50%-65%, α-pinen, limonen dan
dipenten. 1,8-sineol (54-95%), α-pinen (2,6%), p-simen (2,7%),
aromadendren, kulminaldehid, globulol dan pinokarveol.

~ 188 ~
- 161 -

e. Data keamanan
Tidak teratogenik bila diberi subkutan 135 mg/kg BB pd
mencit hamil pg hari 6-15 kehamilan. Eucaliptol subkutan
500 mg/kg BB dilaporkan penetrasi melalui plasenta dan
mencapai kadar dlm darah yg cukup untuk stimulasi
aktivitas enzim metabolisme.
f. Data manfaat
3) Uji praklinik:
Minyak esensial menghambat biosintesis
prostaglandin in vitro pada konsentrasi 37 µmol/L.
4) Uji klinik:
Uji klinik RCT disain bersilang dengan kontrol
plasebo pada 32 pasien untuk melihat efektivitas
kombinasi minyak eucaliptus dan Aetheroleum Menthae
Piperitae (minyak pepermint) untuk nyeri kepala. Lima
formulasi berbeda (semua dlm etanol 90%) digunakan
yaitu 10 g minyak pepermint & 5 g minyak eucaliptus; 10
g minyak pepermint & sangat sedikit minyak eucaliptus;
sangat sedikit minyak pepermint & 5 g minyak
eucaliptus; sangat sedikit minyak pepermint & sangat
sedikit minyak eucaliptus; atau plasebo. Semua
diberikan topikal pada pelipis dan dahi, dan parameter
neurofisiologi, psikologi, dan algesimetrik eksperimental
diukur. Semua formulasi memperbaiki kognitif, dan
menimbulkan relaksasi otot dan mental dibanding
plasebo tetapi tidak terhadap nyeri kepala. Mekanisme
kerja: komponen utama sineol diamati menghambat
produksi sitokin dan metabolisme asam arakidonat
g. Indikasi
Analgesia, antiinflamasi topikal (Grade C untuk sakit
kepala)
h. Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan per oral pada anak, inflamasi
saluran cerna, gangguan kandung empedu, gangguan hati,
kehamilan, dan menyusui (dengan supervisi medik).
i. Peringatan
Tidak boleh diaplikasikan ke muka, terutama hidung
bayi dan anak kecil. Jauhkan dari jangkauan anak. Tidak

~ 189 ~
- 162 -

boleh digunakan sebagai nasal spray, karena menghambat


gerak silia dan dapat menimbulkan lipid pneumonia.
j. Efek Samping
Umumnya pemberian topikal tidak merangsang, tidak
menimbulkan alergi, dan tidak fototoksik. Antara 1981-1992
efek keracunan diobservasi pada 59% dari 109 anak setelah
tidak sengaja terminum minyak esensial 2-10 mL. Gejalanya
adalah depresi tapi sadar (28%), mengantuk (25%), tidak
sadar (3%) dan gejala ini tergantung dosis. Gejala lain rasa
terbakar di epigastrium, nausea, vomitus, pusing, kelemahan
otot, miosis, merasa sulit bernafas, sianosis, delirium, dan
konvulsi. Alergi pernah dilaporkan pada penggunaan lozenges
mengandung minyak esensial.
Antara 1889-1992, dilaporkan 17 kematian karena
keracunan karena meminum minyak esensial. Dosis 3,5 mL
fatal, namun data ini sudah tua dan kemurnian minyak juga
tidak diketahui.
k. Interaksi
Studi pada hewan menunjukan kemungkinan induksi
enzim metabolisme hati dan menurunkan efek obat yang
diberikan bersamaan.
l. Posologi
Ekstrak cair dalam formulasi berbasis alkohol 5-10%.

4. Sereh
Cymbopogon nardus (L) Rendle
Suku : Gramineae

Gambar 54.Sereh

~ 190 ~
- 163 -

a. Nama daerah
Sere mangat, seere, sang-sange, sarai, sorai, sere, serai,
belangkak, salai, segumau, see, pataha mpori, kendaung
witu, nau sina, bumuke, tenian malai, rimanil, tonti, timbu
ale, longio, towobane, sare, tapisa-pisa, hisa-hisa, isalo, bias,
bewuwu, gara mahusu.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Merupakan keluarga rumput yang rimbun dan
berumpun besar, aroma kuat dan wangi, juga merupakan
tanaman tahunan yang hidup liar. Tinggi sampai 1,2 m. Akar
merupakan akar serabut yang berimpang pendek. Batang
tanaman tumbuh tegak lurus, bergerombol, berumbi
berwarna putih kekuningan atau putih keunguan dan
kemerahan, lunak, bersifat kaku dan mudah patah serta
berongga.
Isi batang berupa pelepah umbi untuk pucuk. Daun
berwarna hijau, tepi tajam dan kasar, panjang 50-100 cm,
lebar 2 cm, daging daun tipis, serta pada permukaan dan
dalamnya berbulu halus, tidak bertangkai, kesat, panjang,
runcing, hamper menyerupai daun lalang, bentuk seperti
pita yang makin keujung makin runcing dan berbau citrus
ketika diremas, tulang daun tersusun sejajar, letaknya pada
batang tersebar. Jarang sekali memiliki bunga bila ada tidak
memiliki mahkota dan mengandung bulir.
d. Kandungan kimia
Mengandung 1% minyak atsiri dengan komponen
sitronelal (32-45%), geraniol (12-25%), geranil asetat (3-8%),
sitronelil asetat (1-4%). Komponen lain adalah mirsen (12-
25%, diterpen, metilheptanon, sitronelol, linalool, farnesol,
alkohol, aldehid, terpineol dan lebih 12 komponen lain.
e. Data keamanan
Di USA daun sereh termasuk Generally recognized as
safe (GRAS). Infusa daun sereh per oral pada tikus selama 2
bulan, dengan pemberian 2 kali sehari tidak menunjukkan
efek toksik. Meskipun demikian pernah dilaporkan 2 kasus

~ 191 ~
- 164 -

toksik alveolitis pada penggunaan minyak atsiri secara


inhalasi.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
Pengujian ekstrak air panas dosis 15 mL/kg BB pada 20
tikus yang diinduksi edema oleh karagenan menunjukkan
inhibisi edema sebesar 18,6%. Pada pemberian dekokta 20%
menggunakan pembanding indometasin menunjukkan efek
inhibisi 58,6%.
Efek analgesik perifer dari myrcene diuji terhadap
hiperalgesia yang diinduksi oleh prostaglandin pada kaki
tikus dan terhadap kejatan yang diinduksi oleh injeksi
iloprost intraperitoneal pada mencit. Berbeda dengan efek
morfin sebagai analgesik sentral, myrcene tidak menimbulkan
toleransi pada pemberian berulang.Minyak atsiri berefek
analgesik terhadap nyeri kepala, kejang otot, spasme,
reumatik, myalgia dan neuralgia.
g. Indikasi
Analgetik-antiinflamasi
h. Kontraindikasi
Alergi dan kehamilan.
i. Peringatan
Penggunaan secara topikal dapat menyebabkan alergi
pada kulit
j. Efek yang tidak diinginkan :
Belum diketahui
k. Interaksi :
Belum diketahui
l. Posologi
Minyak atsiri

~ 192 ~
- 165 -

O. HERBAL UNTUK KONSTIPASI


1. Daun Sendok
Plantago major (L)/ P. psyllium (L)/ P. lanceolata (L)
Suku: Plantaginaceae

Gambar 55. Daun sendok

a. Nama daerah
Daun urat, otot-ototan, torongoat, ki urat, ekor angin,
kuping menjangan, deuli, sangkabuwah, sembung otot, suri
panda
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Diskripsi tanaman/simplisia
Herba semusim tinggi 6-50 cm. Batang pendek, bulat
berwarna coklat. Daun tunggal, berbentuk bulat telur sampai
lanset, ujung tumpul, pangkal meruncing, tepi rata atau
bergerigi tak beraturan, panjang 5-30 cm. lebar 3-10 cm,
permukaan licin, tangkai 1-25 cm, pertulangan melengkung,
warna hijau muda sampai hijau. Bunga majemuk, bentuk
bulir, panjang 40 cm, berwarna putih. Buah panjang 2-4 mm,
berisi 6-34 bji berwarna hijau. Biji kecil, ketika muda coklat
setelah tua hitam.
d. Kandungan kimia
Glycoside aucubin, tannins, mucus, vitamins (vitamin C,
provitamin A), ascorbic acid, uronic acid. Dalam biji: steroidal
saponins, 44% phlegm, 22% fatty oil, 0,16-0,17% planteozy
carbohydrate, 22% protein and 16% amino acids. Daun segar

~ 193 ~
- 166 -

mengandung flavonoid, karbohidrat mannitol, potassium dan


citric acid.
e. Data keamanan
LD50 per oral: > 4g kg BB pada tikus. LD50 per oral
ekstrak air-etanol (1:1) daun: 11,9 g/kg BB pada mencit.
f. Data manfaat
Uji klinik:
Studi pada 50 orang sehat yang diberi diet mengandung
serat 8,8 g dari 15 g/hari kulit biji Plantago selama 7 hari,
menunjukkan peningkatan viskositas, kelembaban, dan
berat feses secara bermakna. Berbeda dengan serat lain yang
difermentasi komplit di kolon, komponen ini tidak
difermentasi. Gel ini melubrikasi dan memfasilitasi propulsi
isi kolon serta feses yang lebih bervolume dan lembab
dibanding serat lainnya.
Studi multisenter, random, tersamar ganda, disain
paralel dilakukan pada 170 subyek konstipasi kronik
idiopatik terdiri dari fase baseline (plasebo) 2 minggu, diikuti
fase terapi dengan psyllium (2 x 5,1 g/hari) atau docusate
sodium (2 x 100 mg/hari) selama 2 minggu. Psyllium
meningkatkan kandungan air dalam feses dibanding baseline
vs. docusate (psyllium 2.33% vs. docusate 0,01%, P = 0,007).
Psyllium meningkatkan berat feses (psyllium 84,0 g/BM;
docusate 71,4 g/BM; P = 0,04), feses total (psyllium 359,9
g/minggu: docusate 271,9 g/minggu; P = 0,005), skor
konstipasi objektif (psyllium 475,1; docusate 403,9; P =
0,002). Frekuensi peristalsis (BM) lebih besar secara
bermakna pada psyllium (3,5 BM/minggu) vs. docusate (2,9
BM/minggu) (P = 0,02), dan tidak ada perbedaan bermakna
antara ke-2 jenis terapi (P > 0,05) (3,3 vs. 3,1 BM/minggu).
Disimpulkan bahwa Psyllium superior dari docusate sodium
untuk melembutkan feses dengan meningkatkan kandungan
air, dan merupakan laksan yang efektif pada subjek dengan
konstipasi kronik idiopatik.
g. Indikasi
Konstipasi (Grade B)
h. Kontraindikasi
Kehamilan, laktasi, obstruksi usus, alergi.

~ 194 ~
- 167 -

i. Peringatan
Anak < 6 tahun (harus dengan supervisi dokter)
j. Posologi
3 x 1 sachet (2 g serbuk)/hari.

2. Daun Wungu
Graptophyllum pictum (L) Griff.
Suku : Acanthaceae

Gambar 56. Daun Wungu

a. Nama daerah
Sumatra: pudin, dangora, daun putri, puding, puding
peraha; Jawa: daun ungu, daun teman-teman, handeuleum,
demung, tulak, wungu, karotan, karotong; Bali: temen;
Maluku: kabi-kabi, dongo-dong, daun alifuru.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak tegak atau perdu, tidak berambut, tinggi dapat
mencapai 3 m, cabang bersudut tumpul, berbentuk galah
dengan berbuku-buku nyata. Daun tunggal, letak daun
bersilang dan berhadapan, helauan daun bulat memanjang
atau lanset, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, pangkal
berbentuk segitiga berbalik (pasak), ujung meruncing, tepi
daun bergelombang, warna daun ungu kehijauan, ungu
berbercak hijau, ungu berbecak putih, atau hijau, panjang
tangkai daun 0,5-1 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk,
mahkota bunga merah tua. Buah berbentuk kapsul.
d. Kandungan kimia
Alkaloid non toksik, glikosid steroid, saponin, lendir,
tanin galat, antosianin, leukoantosianin, asam protokatekuat,

~ 195 ~
- 168 -

dan flavonoid (berupa 4,5,7-trihidoksi flavonol; 4,4-dihidroksi


flavon; 3,4,7-trihidoksi flavon dan luteolin-7-glukosida).
Senyawa aktif lain berupa asam-asam fenolat, yaitu asam
protokatekuat, asam p-hidroksi benzoat, asam kafeat, asam
p-kumarat, asam vanilat, asam siringat, dan asam ferulat,
juga mengandung senyawa serupa alkaloid.
e. Data keamanan
LD50 daun handeleum = 117,3 (107,0-128,87) mg/10g
BB mg/10g BB. mencit ip atau LD50> 15 g/kg BB tikus oral ,
dikategorikan aman digunakan . Serbuk daun ungu dapat
menaikkan kadar glukosa darah tikus secara signifikan,
sebesar 25%; 33,9%; dan 56,7% dan kenaikan BB.
f. Data manfaat
Uji Praklinik :
Infusa daun dosis 498 mg/100 g BB pada tikus dapat
memperkecil rasio jarak usus yang dilalui zat penanda norit
terhadap panjang usus seluruhnya. Juga dapat
meningkatkan frekuensi, menurunkan konsistensi dan massa
feses. Jadi daun dapat dipakai sebagai obat sembelit.
g. Indikasi
Konstipasi
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan:
Belum diketahui
j. Efek Samping:
Belum diketahui
k. Interaksi:
Belum diketahui
l. Posologi:
2 x 1 sachet (5 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

~ 196 ~
- 169 -

3. Lidah buaya
Aloe vera (L) Burm,F
Suku : Liliaceae

Gambar 57. Lidah buaya

a. Nama daerah
Ilat boyo; letah buaya; Jadam, lidah buaya
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tumbuhan berair, panjang daun 30-50 cm dan lebarnya
sekitar 10 cm; berwarna hijau (pada waktu muda terdapat
bercak putih pada daunnya); bunga berbentuk pipa berwarna
kuning terang, tersusun rapat dan memanjang, 25-35 cm.
Ekstrak yang dikeringkan berasal dari sel-sel persikel
yang berbatasan dengan parenkim daun, dan secara spontan
mengikuti potongan daun, disediakan dalam bentuk kering
baik dengan atau tanpa pemanasan. Gel Aloe vera berupa
musilago tidak berwarna, yang dihasilkan dari sel-sel
parenkim daun Aloe vera (L.) Burm. F.
d. Kandungan kimia
Kandungan utama dari aloe berupa senyawa turunan
hidroksiantron, sebagian besar jenis aloe-emodin-antron C-
glikosida. Kandungan utama dikenal sebagai barbaloin (aloin)
(15-40%). Juga mengandung hidroksiaolin (sekitar 3%).
Babarloin merupakan campuran dari aloin A (10S) dan B.
e. Data keamanan
LD50 gel Aloe vera per oral pada tikus: > 64,0 mL/kg
BB. Ekstrak tidak menimbulkan efek teratogenik pada tikus,
sampai dosis oral 1000 mg/kg BB, dan aloin A sampai dosis
200 mg/kg BB. NOEL Aloe polysaccharide, acemannan pada

~ 197 ~
- 170 -

tikus 50,000 ppm atau 4,1-4,6 g/kg BB/hari. Pada dosis


efektif sebagai laksan pada tikus dan mencit memperlihatkan
toksisitas akut dan subkronik yang lemah. Tidak
memperlihatkan tanda-tanda toksisitas sampai dosis 50
mg/kg BB perhari untuk ekstrak selama 12 minggu dan 60
mg/kg BB perhari selama 20 minggu yang diberikan pada
mencit. Tidak menimbulkan efek teratogenik, fetotoksik
sampai dosis 1000 mg/kg BB untuk ekstrak dan 200 mg/kg
BB untuk aloin A setelah pemberian oral pada tikus.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik :
Mekanisme kerja: glikosid antraquinon (aloin, aloe
emodin, dan barbaloin) merupakan merupakan laksan
yang poten, mempengaruhi motilitas usus besar
(penghambatan pompa Na+/K+ dan kanal Cl- pada
membran kolon), mengakibatkan percepatan waktu
transit pada kolon, dan mempengaruhi proses sekresi
mukus dan klorida yang mengakibatkan peningkatan
volume cairan. Komponen aloe-emodin-9-anthrone
meningkatkan kadar air pada usus besar tikus.
Defekasi terjadi sekitar 6-12 jam karena diperlukan
waktu transpor antraquinon ke kolon dan dimetabolisme
manjadi senyawa aktif.
2) Uji klinik:
Pemberian jus 0,04-0,17 g (setara 10-30 mg
hidroksiantraquinon) bermanfaat pada pasien dengan
konstipasi. Efek laksan Aloe terutama karena kandungan
1, 8-dihydroxyanthracene glycosides, aloin A dan B
(barbaloin). Setelah pemberian oral, aloin A dan B, (yang
tidak diabsorbsi di GI atas) dihidrolisis di kolon oleh
bakteri usus dan menjadi metabolit aktif (terutama aloe-
emodin-9-anthrone), yang bekerja sebagai stimulan dan
iritan pada traktus GI. Efek laksan Aloe umumnya tidak
terlihat sebelum 6 jam pasca pemberian, kadang sampai
24 jam atau lebih.
g. Indikasi
Konstipasi (Grade B)

~ 198 ~
- 171 -

h. Kontraindikasi
Obstruksi usus, stenosis, atoni, diare, atau konstipasi
kronis. Inflamasi pada saluran cerna, anak < 10 tahun,
kehamilan dan laktasi (dalam supervisi dokter). Kejang,
hemoroid, nefritis, atau gejala gastrointestinal yang belum
dapat didiagnosis seperti nyeri, mual dan muntah.
i. Peringatan
Hanya digunakan bila dengan diet atau sediaan
pembentuk massa tidak berefek. Bila setelah 24 jam terjadi
perdarahan per rektal atau tidak terjadi efek laksan,
menandakan kondisi serius.
Penggunaan kronik dapat menimbulkan ketergantungan
dan kebutuhan untuk meningkatkan dosis, gangguan
keseimbangan air dan elektrolit (hipokalemia), dan atonia
kolon dengan gangguan fungsi. Penggunaan > 2 minggu
memerlukan supervisi medik. Semua laksan golongan
anthroquinone (aloe, senna, cascara sagrada) dapat
menimbulkan melanosis coli, colon katartik, dan mungkin
peningkatan risiko Ca colorectal. Melanosis coli umumnya
ditemukan setelah penggunaan minimum 9-12 bulan.
Pigmentasi ini secara klinis tidak berbahaya dan akan hilang
4-12 bulan setelah obat dihentikan.
j. Efek Samping
Spasme dan nyeri perut bisa terjadi pada pemberian
dosis tunggal. Penggunaan berlebih menimbulkan gejala mual
dan diare hebat. Jumlah elektrolit khusus kalium harus
dimonitor khususnya pada anak dan orangtua. Penggunaan
kronis dapat menimbulkan hepatitis, hipokalemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik, malabsorbsi, penurunan
berat badan, albuminuria, dan haematuria, pigmentasi
melanosik mukosa kolon (pseudomelanosis coli) biasanya bisa
terjadi lagi dalam 4-12 bulan setelah pemberian
diberhentikan.
k. Interaksi
Jangka panjang yang menyebabkan hipokalemia dapat
meningkatkan potensi glikosida kardiotonik (digitalis,
strofantus) dan obat antiaritmia seperti kuinidin.

~ 199 ~
- 172 -

l. Posologi
Dosis tunggal 1 kapsul (100 mg ekstrak), malam (mulai
kerja 8 jam). Aloe digunakan untuk periode singkat, maksimal
8-10 hari.

P. HERBAL UNTUK BATUK


1. Adas Manis
Pimpinella anisum (L) /Anisum officinarum (Moench)
Suku : Apiaceae

Gambar 58. Adas Manis

a. Nama daerah
Adasa, jinten manis, adas pedas
b. Bagian yang digunakan
Buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Tanaman tahunan, tinggi hingga 60 cm batang halus,
beralur dan berbulu, berbentuk silindris, banyak
dibudidayakan di Eropa dan Amerika. Daun tersusun dua
baris, panjang hingga 5 cm, pada posisi batang lebih tinggi
terbagi menjadi banyak anak daun. Bunga putih kekuningan,
bergerombol, membentuk seperti payung. Buah bentuk
lonjong, biji warna hijau agak cokelat. Simplisia berbentuk
bulat telur, ukuran 3-5 mm, lebar 1-2 mm, berbau aromatis
khas, rasa manis, tangkai buah kecil panjang, warna hijau
kecokelatan, permukaan kasar. Beberapa pustaka
mensyaratkan kadar minyak atsiri tidak kurang dari 2%
(v/b). Minyak Adas merupakan cairan jernih, tidak berwarna
atau kuning muda, berbau aromatis khas, rasa manis, jika

~ 200 ~
- 173 -

didinginkan akan menjadi padatan, praktis tidak larut dalam


air, dapat bercampur dengan alkohol, eter.
d. Kandungan kimia
Mengandung minyak atsiri 1,5-5,0%, dengan komponen
antara lain trans-anetol (80-90%), linalool, terpineol, estragole
(metilkhavikol), isoanetol, trans-anetol, cis- anetol, limonena,
anisaldehida.
e. Data keamanan
Minyak Anise berstatus GRAS. LD50 oral minyak pada
tikus: 2,25 g/kg BB. LD50 ekstrak etanol 50% dari buah
kering dalam NaCl fisiologis: 750 mg/kgBB mencit , dan dosis
maksimum: 500 mg/kg BB. LD50 minyak atsiri oral pada
tikus: 2,7g/kg BB. LD50 trans-anetol: 1,82-5,0 g pada mencit;
2,1-3,2 g pada tikus dan 2,16 g pada marmot. LD50 anethol
pada tikus per oral: 2090 mg/kg BB. Pada uji toksisitas akut,
tikus mati dalam 4-18 jam karena depresi SSP. LD50 oral pada
guinea-pig: 1,26 g/kg BB. LD50 anethole pada tikus: 2090
mg/kg BB, dan dosis berulang 695 mg/kg BB menimbulkan
gangguan hati ringan berupa perubahan warna, berbintik dan
ujung lobus menjadi tumpul. Insidens tumor hati pada diet
trans-anethole 550,0 mg/kg BB/hari. Senyawa ini
menunjukkan aktivitas estrogenik, antiprogestasional,
androgenik dan antiandrogenik. Aktivitas antifertilitas dan
antiimplantasi 100% diamati pada tikus dengan dosis 80
mg/kg BB.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Buah, 1,0 mmol/L, mempunyai efek relaksan
bermakna (P < 0,05) pada cincin trakhea guinea-pig yang
berkontraksi dan bronkhodilator in vitro. Buah juga
menginduksi shift paralel ke kanan pada kurva respons
methacholine, yang menunjukkan bahwa efek
bronkhodilator mungkin karena inhibisi pada reseptor
muscarinik.
Anetol dapat menstimulasi dan merelaksasi saluran
pernapasan, dan merangsang sekresi kelenjar saluran
napas.

~ 201 ~
- 174 -

2) Uji Klinik:
62 pasien usia rata-rata 50 tahun dengan batuk
iritasi karena common cold (n=29), bronkhitis (n=20) atau
gangguan saluran pernafasan dengan mukus kental
(n=15). Rerata- asupan per hari 10 ml (7.5-15) sirup, and
rerata lama terapi 12 hari (3-23 hari). Semua skor gejala
menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan baseline.
g. Indikasi
Batuk produktif (ekspektoran)
h. Kontraindikasi
Alergi terhadap anetol, anak < 12 tahun, kehamilan dan
laktasi.
i. Peringatan
Kandungan trans-anetol dilaporkan mempunyai aktivitas
estrogenik, antiprogestasional, androgenik dan
antiandrogenik.
j. Efek Samping
Kadang terjadi alergi pada mukosa saluran pernafasan
yang dapat menimbulkan asma, mual. Toksisitas anethole
pernah dilaporkan dengan gejala hipertonia, pergerakan
okular atipik, twitching, sianosis, anoreksia dan vomitus.
k. Interaksi
Pemberian adas bersamaan dengan siprofloksasin dapat
mempengaruhi absorpsi, distribusi, eliminasi, serta
mengurangi ketersediaan hayati siprofloksasin hampir satu
setengah kalinya.
l. Posologi
2 x 1 tea bag (3 g serbuk)/hari, seduh dengan 1 cangkir
air.

~ 202 ~
- 175 -

2. Timi
Thymus vulgaris (L)/ Thymus zygis (L)
Suku: Lamiace

Gambar 59. Timi

a. Nama daerah:
timo, teem
b. Bagian yang digunakan:
daun
c. Diskripsi tanaman/simplisia:
Tanaman tahunan yang sangat aromatik dapat mencapai
ketinggian sekitar 40 cm. dengan daun berbentuk tombak,
sedikit abu-abu-hijau dan bunga mulai dari putih menjadi
merah muda ke ungu. Bentuk bunganya sepintas mirip
bunga terompet dengan ukuran lebih mini.
d. Kandungan kimia:
Senyawa utama adalah thymol dan carvacrol (> 64%),
linalool, p-cymol, cymene, thymene, α-pinene, apigenin,
luteolin, dan 6-hydroxyluteolin glycosides, juga di-, tri- dan
tetramethoxylated flavones, semua disubstitusi pada posisi 6
(mis. 5,4'-dihydroxy-6,7-dimethoxyflavone, 5,4'-dihydroxy-
6,7,3'-trimethoxyflavone and its 8-methoxylated derivative
5,6,4'-trihydroxy- 7,8,3'-trimethoxyflavone).
e. Data keamanan:
LD50 ekstrak per oral pada mencit: 0,5-3,0 g/kg BB
setara 4,3-26,0 g simplisia kering. LD50 minyak atsiri p.o:
2,84 g/kg BB pada tikus. Diet mengandung daun T. vulgaris
10% pada tikus selama 6 minggu, tidak memperlihatkan efek
toksik. LD50 ekstrak etanol dalam 5% Tween 80 pada tikus
>5g/kg BB.

~ 203 ~
- 176 -

f. Data manfaat:
1) Uji praklinik:
Studi efek relaksan otot polos traktus respiratorius
dilakukan pada cincin trakhea guinea-pigs yang diberi
ekstrak air Thymus vulgaris (0,25; 0,5; 0,75 dan 1.0 g %)
dibanding kontrol saline dan theophylline (0,25; 0,5; 0,75
dan 1,0 mm). Efek relaksan diuji pada trahea
berkontraksi diinduksi KCl 60 mm dan methacholine 10
µm pada 2 kondisi: non-incubated tissues dan incubated
tissues dengan 1 µm propranolol dan 1 µm
chlorphenamine. Terdapat korelasi bermakna antara efek
relaksan dan kadar ekstrak serta theophylline pada
semua kelompok eksperimen (p < 0,01 - p < 0,001). Hasil
memperlihatkan efek relaksan T. vulgaris yang poten
sebanding dengan theophylline.
Penelitian eksperimental menunjukkan minyak
atsiri mempunyai aktivitas sekretomotorik, yang
dihubungkan dengan ekstrak saponinnya. Juga
dilaporkan stimulasi pergerakan silia pada mukosa
faring kodok yang diberi solusio minyak timi, thymol
atau carvacrol. Diamati juga peningkatan sekresi mukus
bronkhus setelah pemberian ekstrak timi.
Studi In vitro menunjukkan bahwa flavone dan
ekstrak T. vulgaris menghambat respons agonis reseptor
spesifik seperti acetylcholine, histamine dan L-
norepinephrine, juga pada agen yang tidak memerlukan
reseptor spesifik, seperti barium chloride. Kandungan
flavone bekerja sebagai antagonis nonkompetitif dan
non-spesifik dan memperlihatkan efek antagonis Ca2+
dan muskulotropik yang bekerja langsung pada otot
polos. Eksperimen menunjukkan bahwa efek spasmolitik
T. vulgaris disebabkan oleh kandungan
polymethoxyflavone.
Bukti eksperimen lain menunjukkan bahwa minyak
timi mempunyai aktivitas sekretomotorik yang
berhubungan dengan saponin yang diekstrak dari T.
vulgaris. Dilaporkan stimulasi pergerakan silia mukosa
faring kodok yang diberi minyak timi, thymol atau

~ 204 ~
- 177 -

carvacrol. Pemberian ekstrak timi meningkatkan sekresi


mukus dalam bronkhi.
2) Uji klinik:
Studi RCT pada 60 orang dengan batuk produktif
karena infeksi traktus respiratorius atas tanpa
komplikasi diberi sirup timi (3 x 10 mL/hari, n=31) atau
preparat bromhexine (n=29) selama 5 hari. Tidak ada
perbedaan bermakna antara sirup timi dan bromhexine
pada pelaporan gejala pada terapi hari ke-2 dan ke-5.
Sebuah studi multisenter terbuka (Dentinox 1997,
dalam ESCOP (2003), 154 anak usia 2 bulan sampai 14
tahun (rerata 4,4 tahun) dengan bronkhial katar atau
bronkhitis diterapi dengan 15-30 mL sirup timi yang
mengandung 97,6 mg ekstrak cair timi (2-2,5: 1) per mL,
selama 7-14 hari (rerata 7,9 hari); 46 pasien tidak
menerima co-medikasi. Dibanding kondisi awal didapat
perbaikan intensitas batuk pada 93,5 % pasien.
g. Indikasi:
Batuk (ekspektoran) (Grade C)
h. Kontraindikasi:
Kehamilan , laktasi.
i. Peringatan:
Alergi, sensitivitas silang dengan alergi terhadap seledri
dan serbuk sari.
j. Efek samping:
Dermatitis kontak.
k. Interaksi:
Belum diketahui
l. Posologi:
Anak lebih besar atau sama dengan 1 tahun dan dewasa:
2 x 1 sendok makan (250 mg ekstrak cair).

~ 205 ~
- 178 -

Q. HERBAL UNTUK GASTROENTERITIS


1. Daun Jambu biji
Psidium guajava L
Suku : Myrtaceae

Gambar 60. Jambu biji

a. Nama daerah
Glima breueh, galiman, masiambu, biawas, jambu biji,
jambu partikel, jambu susu, Jambu klutuk, bayawas, jambu
krutuk, petokal, jhmabhu bhender, jhambhu bighi, sotong,
guawa, gothawas, kuyabas, koyabas, diabuto, kayawase,
kojawase.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon, tinggi mencapai 10 meter, tumbuh pada
ketinggian 1-1200 m di atas permukaan laut. Batang bulat
berkayu, kulit kayu licin, mengelupas, bercabang, warna
coklat kehijauan. Daun tunggal bertangkai pendek,
berhadapan, elips, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi
rata, panjang hingga 14 cm, lebar hingga 6 cm, tulang daun
menyirip, warna hijau kekuningan. Bunga di ketiak daun,
mahkota warna putih kekuningan, berkumpul 1-3 bunga.
Buah bentuk bundar telur, warna putih kekuningan, kulit
tipis, berdaging tebal, beraroma wangi, rasa manis asam.
d. Kandungan kimia
Senyawa flavonoid : guaijavarin, kuersetin, kuersitrin,
isokuersetin, guajavarin (kuersetin 3-O-α-L-arabinosida) dan
asam guajavolat. Glukosida flavonoid: 3-O-α-L-liksopiranosida
dan morin-3-O-alfa-L-arabopiranosida, serta minyak atsiri,
tanin, sitosterol.

~ 206 ~
- 179 -

e. Data keamanan:
LD50 mencit intraperitoneal: 13,12 (8,95-19,23 mg/10 g
BB). LD50 ekstrak air per oral adalah 5 g/kg BB. LD50 ekstrak
Petroleum eter 5 g/kg BB; ekstrak kloroform: 5 g/kg BB;
ekstrak etil asetat: 2 g/kg BB; ekstrak methanol: 2 g/kg BB;
ekstrak air: 2 g/kg BB.
f. Data manfaat
a. Uji praklinik :
Kandungan kuersetin dalam daun menunjukkan
efek menurunkan kontraksi ileum melalui efek antagonis
kalsium, serta menghambat sekresi asetilkolin dalam
lambung.
Ekstrak air daun menunjukkan adanya efek
antidiare dengan mengurangi efek peristaltik, khasiat
antiamuba dan antibakteri, antara lain Shigella flexnerri,
Salmonella thyphi, Bacillus sp., Clostridium sp. Secara in
vitro ekstrak heksana, metanol dan air menunjukkan
aktivitas spasmolitik, sedangkan ekstrak etanol juga
mempunyai aktivitas terhadap enterobakteri. Flavonoid
dari daun jambu biji seperti morin, kuersetin dan
glikosidanya dapat menghambat mikroba patogen.
Ekstrak metanol daun jambu biji pemberian secara oral
dengan dosis 50-200 mg/kg BB dapat menghambat diare
pada tikus yang diinduksi dengan minyak jarak. Selain
itu juga dapat meningkatkan konsistensi feses. Efek
antispasmodik dan antidiare ekstrak daun jambu melalui
penghambatan motilitas usus. Efek spasmolitik ini
berhubungan dengan kandungan flavonoid pada daun
jambu biji, yaitu turunan kuersetin. Ekstrak air daun
jambu dosis 50-400 mg/kg BB per oral pada tikus dan
mencit menunjukkan pengurangan motilitas usus
dengan mekanisme kerja seperti atropin dosis 1 mg/kg
BB, menurunkan frekuensi dan keparahan diare seperti
loperamid 10 mg/kg BB.
Ekstrak metanol pada dosis 200 mg/kg BB
menunjukkan efek hepatoprotektor yang setara dengan
silimarin 100 mg/kg BB.

~ 207 ~
- 180 -

b. Uji klinis :
Mekanisme antispasmodik disebabkan karena
inhibisi terhadap sekresi Na+ dan K+ dan berkurangnya
transpor air melalui dinding membran.
g. Indikasi
Diare ringan
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Pada kulit yang sensitif, bulu-bulu halus pada helai
daun berpotensi menimbulkan reaksi alergi. Ekstrak daun
berpotensi memperpanjang waktu pembekuan darah. Buah
yang masih mentah tidak dicerna oleh lambung dan
mengakibatkan rasa mual. Jangan digunakan lebih dari dosis
dan lama pemberian yang direkomendasikan.
j. Efek Samping
Konstipasi, alergi.
k. Interaksi
Menghambat absorpsi zat besi.
l. Posologi
4 x 1 tablet (500 mg ekstrak)/hari, diminum saat makan.

2. Sambiloto
Andrographis paniculata (Burm.) F, Nees
Suku : Acanthaceae

Gambar 61. Sambiloto

a. Nama daerah
Papaitan, ki oray, ki peurat, takilo, bidara, sadilata,
sambilata, takila, ampadu
b. Bagian yang digunakan
Herba

~ 208 ~
- 181 -

c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tidak berambut, tebal 2-6 mm, persegi empat,
batang bagian atas seringkali dengan sudut agak berusuk.
Daun bersilang berhadapan, umumnya terlepas dari batang,
bentuk lanset sampai bentuk lidah tombak, rapuh, tipis,
tidak berambut, pangkal daun runcing, ujung meruncing, tepi
daun rata. Permukaan alas berwarna hijau tua atau hijau
kecokelatan, permukaan bawah berwarna hijau pucat.
Tangkai daun pendek. Buah berbentuk jorong, pangkal dan
ujung tajam, kadang-kadang pecah secara membujur.
Permukaan luar kulit buah berwarna hijau tua hingga hijau
kecokelatan, permukaan dalam berwarna putih atau putih
kelabu. Biji agak keras, permukaan luar berwarna cokelat
muda dengan tonjolan.
d. Kandungan kimia
Kandungan utama adalah lakton diterpen termasuk
andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid,
andrografisid, deoksiandrografisid dan andropanosid (1, 3, 6,
7, 9,). Senyawa diterpen termasuk andrografolid,
isoandrografolid, 14-deoksiandrografolid (DA), 14-deoksi-
11,12-didehidroandrografolid (DDA), 14-deoksi-11-
oksoandrografolid, neoandrografolid, di-deoksiandrografolid
(andro-grafisid), 14-deoksiandro-grafosid (andropanosid),
andrograpanin, deoksiandrografolid-19-D-glukosid, 14-
deoksi-11,12-dihidroandrografisid, 6’-asetil-neoandrografolid,
bis-andrografolid A,B,C,D. Dari akar sambiloto diisolasi satu
senyawa flavones glukosida, andrografidin A dan 5 flavon
glukosida, andrografidin B,C,D,E,F bersama 5-hidroksi-
7,8,2’,3’-tetrametoksiflavon, dan 7,8-dimetoksi-5-hidroflavon.
Daun dan cabang: lakltone, berupa deoksi-andrografolid,
andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11, 12
didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Akar :
flavonoid, berupa polimetoksiflavon, andrografin, panikolin,
mono-o-metilwitin dan apigenin-7,4-dimetil eter, alkan, keton,
aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam kersik.
Andrografolid 1 %, kalmegin (zat amorf), hablur kuning, pahit
sampai sangat pahit.

~ 209 ~
- 182 -

e. Data keamanan
Ekstrak sambiloto dosis 75, 150 dan 225
mg/mencit/hari selama masa organogenesis memiliki
aktifitas abortifum. Andrografolid (zat aktif sambiloto)
mempunyai efek antifertilitas pada mencit betina.
Menyebabkan gangguan refleks setelah pemberian bahan
uji dosis 9 g/kg BB pada mencit galur Swiss Webster
Uji toksisitas akut ekstrak etanol 50% sambiloto dosis 15
g/kg BB pada mencit tidak menimbulkan efek toksik. Nilai
LD50 ekstrak sambiloto yang diberikan peroral maupun
subkutan > 15 g/kg BB dan nilai LD50 yang diberikan secara
intraperitoneal adalah 14,98 g/kg BB.
Ekstrak daun sambiloto yang diberikan secara subkutan
pada kelinci dengan dosis 10 mL/kg BB tidak
memperlihatkan efek toksik. Pemberian per oral suspensi
serbuk daun 2 g/kg BB; ekstrak etanol 2,4 g/kg BB
maupun andrografolid 3 g/kg BB tidak memperlihatkan efek
toksik pada mencit jantan maupun betina. Pemberian
suspensi serbuk daun sambiloto dosis 200 dan 400 mg/kg
BB selama 4 minggu pada mencit tidak terlihat adanya efek
toksik terhadap pertumbuhan, organ visceral mayor,
kesuburan ataupun teratogenik. Pemberian per oral serbuk
daun dengan dosis 50; 100 dan 150 mg/kg BB selama 14
minggu pada tikus tidak memperlihatkan efek toksik tapi
dosis 150 mg/kg BB menghambat pertumbuhan tikus.
LD50 peroral dengan dosis 27.54 g/kg BB praktis tidak
toksik. Ekstrak daun sambiloto pada hewan uji tidak
menimbulkan efek toksik pada fungsi hati dan ginjal, pada
pemakaian subkronik. LD50 pada mencit dengan dosis 19.473
g/kg BB praktis tidak toksik. Uji teratogenik pada mencit
dengan dosis 5 kali dosis lazim tidak menunjukkan kelainan
morfologi pada janin. Merusak sel trofasit dan trofoblas
f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Andrographolide 1 mg sama efektif dengan
loperamide terhadap endotoksin E. coli yang labil
terhadap panas, dan sedikit kurang aktif dari loperamide
untuk endotoksin yang stabil terhadap panas.

~ 210 ~
- 183 -

Mekanisme kerja melalui stimulasi adenyl cyclase


bagi endotoksin yang labil terhadap panas dan melalui
guanylate cyclase untuk yang stabil terhadap panas.
Analisis Western blot memperlihatkan bahwa
andrographolide menghambat ekspresi isoform yang
diinduksi oleh nitrit oksida sintetase karena syok
disebabkan endotoksin.
2) Uji klinik:
Kombinasi antara andrographolide dan
neoandrographolide dilaporkan lebih efektif dari
furazolidine atau chloramphenicol untuk disentri basiler.
Uji klinik RCT pada 200 pasien membandingkan serbuk
herba dengan tetracycline 4 x 500 mg selama 3 hari
untuk diare akut dan disentri basiler. Serbuk herba
menurunkan frekuensi dan jumlah diare. Serbuk herba
juga lebih efektif untuk diare karena shigellosis.
g. Indikasi:
Diare
h. Kontraindikasi:
Kehamilan dan laktasi.
i. Peringatan
Air perasan dapat menimbulkan bengkak pada mata.
j. Efek Samping
Alergi pada pasien yang peka terhadap famili
Acanthaceae. Pernah ada laporan urtikaria setelah minum
rebusan sambiloto.
k. Interaksi
Hindari penggunaan jangka panjang bersamaan obat
imunosupresan. Hati-hati pada pasien kardiovaskular, bila
dikonsumsi bersamaan obat antiplatelet atau antikoagulan
karena sambiloto dapat menghambat agregasi platelet.
Dengan daun salam dapat menurunkan kadar gula darah
lebih stabil.
l. Posologi
3 x 2 tablet (500 mg ekstrak)/hari pc.

~ 211 ~
- 184 -

R. HERBAL UNTUK INSOMNIA


1. Pala
Myristica fragrans Hout
Suku : Myristicaceae

Gambar 62. Pala

a. Nama daerah
Falo, kapala, bubula, pal, pahalo, gosora
b. Bagian yang digunakan
Biji
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi 15 m, bertajuk rimbun. Batang tegak,
berkayu, bulat, percabangan simpodial dan berwarna putih
susu. Daun tunggal berbentuk lonjongujung dan pangkal
runcing, tepi rata, panjang 8-10 cm dan lebar 3-5 cm,
pertulangan menyirip, hijau mengkilat. Bunga majemuk
berbentuk malai, tumbuh di ketiak daun, bunga jantan
berbentuk periuk, bunga betina 1-2 helai, daun pelindung
built, mahkota bertajuk dabn berwarna kuning. Buah licin,
agak bulat, berwarna kuning panjang 3-6 cm dan lebar 3-5.5
cm. biji kecil, bulat telur, kulit ari berwarna putih kekuningan
26026kemudian berubah menjadi merah tua, mengkilat dan
berbau wangi, berwarna hitam kecoklatan. Akar tunggang
warna putih susu.
d. Kandungan kimia
Minyak atsiri (kamfen, sinen, diterpen), minyak lemak
e. Data keamanan
LD50 tikus oral :> 15 g/kgBB, dikategorikan aman.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:

~ 212 ~
- 185 -

Efek sedatif seduhan biji pala dicoba pada mencit jantan,


pada konsentrasi 60%. Efek sedatif pada kelompok mencit
yang diberi infus buah pala pada dosis 67,5 mg/10 g BB
menyebabkan perpanjangan waktu tidur akibat pemberian
fenobarbital, dibandingkan kelompok yang diberi akuades.
g. Indikasi
Insomnia
h. Kontraindikasi:
Kehamilan , laktasi, mono amine oxidase inhibitor (MAOI)
i. Peringatan
Dapat merangsang kontraksi uterus. Dosis besar
menimbulkan abortus, perlemakan hati, nyeri epigastrium,
aritmia, nausea, vomitus, sakit kepala dan delirium.
j. Efek Samping:
Radang kulit pada yang peka, diare dan rasa panas di
perut/lambung. Dosis berlebih dapat menimbulkan delusi,
halusinasi dan rasa tidak nyaman.
k. Interaksi:
Potensiasi waktu tidur phenobarbitone. Interaksi dengan
etanol (karena pala mempunyai efek halusinogenik dan
penghambat MAO), benzodiazepine seperti lorazepam atau
diazepam, narkotik seperti kodein, beberapa antidepresan.
Obat yang dimetabolisme melalui enzim cytochrome P450.
l. Posologi
3 x 1 kapsul (300 mg serbuk)/hari

2. Valerian
Valeriana officinalis (L)
Sinonim : Valeriana alternifolia (Ledeb)
Valeriana excels (Poir)
Valeriana sylvestris (Grosch)
Suku : Valerianaceae

Gambar 63. Valerian

~ 213 ~
- 186 -

a. Nama daerah
Ki Saat
b. Bagian yang digunakan
Akar dan daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Bagian herba yang di bawah tanah terdiri dari rimpang
vertikal dengan banyak cabang dan 1 atau lebih stolon.
Batang berlubang dapat mencapai tinggi 2 m, bercabang di
bagian atas. Bunga kecil, putih atau merah jambu.
d. Kandungan kimia
Minyak atsiri (0,2-2,8%) dg kandungan utama bornil
asetat dan bornil isovalerat, β-kariofilen, valeranon, varenal,
asam asetoksivalerenat, asam valerenat, dan seskuiterpenoid
dan monoterpen lain. Kandungan penting lain (0,05-0,67%)
adalah non-glikosidat bisiklik iridoid monoterpen eoksi-ester
yg dikenal dg valepotriat, yaitu valtrat dan isovaltrat.
Dihidrovaltrat, isovaleroksi-hidroksidihidrovaltrat, 1-
asevaltrat. Valpotriat agak tidak stabil cepat hilang pada
penyimpanan dan pemrosesan, terutama bila tidak
dikeringkan dengan baik. Produk degradasinya adalah
baldrinal, homobaldrinal dan valtroksal.
e. Data keamanan
LD50: 15.000 mg/kg BB (oral pada tikus Pemberian
valpotriat menimbulkan efek sitotoksik in vitro, namun tidak
in vivo walau pada dosis 1350 mg/kg. Tidak terlihat efek
teratogenik pada pemberian per oral jangka lama.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik :
Sebagai sedatif ringan dan obat tidur. Sering
digunakan sebagai substitusi dari sedatif sintetik yang
lebih kuat seperti benzodiazepin pada terapi neurosis
dan ansietas yang menimbulkan kesulitan tidur. In vitro,
ekstrak air dari akar V. officinalis menghambat re-uptake
dan menstimulasi pelepasan GABA yang dilabel
radioaktif pada sinaptosom yang diisolasi dari sediaan
korteks otak tikus. Aktivitas ini dapat meningkatkan
kadar GABA ekstrasel pada celah sinaps sehingga
meningkatkan efek biokimia dan sifat GABA.

~ 214 ~
- 187 -

2) Uji Klinik:
Pada studi tersamar ganda, valerian (ekstrak air dari
akar 450 mg atau 900 mg) secara bermakna mengurangi
masa laten tidur dibanding plasebo, sedangkan dosis
yang lebih tinggi tidak meningkatkan efek lebih lanjut.
Ekstrak akar secara bermakna juga meningkatkan
kualitas tidur, pada orang yang sulit tidur. Terlihat
peningkatan gelombang lambat pada pasien dengan nilai
basal yang rendah, tanpa perubahan REM. Pemberian
ekstrak akar memperlihatkan penekanan pada aktivitas
SSP, namun tapi tidak pada pemberian masing-masing
kandungan bahan kimianya. Flavonoid glikosida linarin,
flavon 6-metilapigenin & flavanon glikosida 2S(-)
hesperidin yang diduga menimbulkan efek ansiolitik dan
sedatif.
Sebuah studi menunjukkan valerian memperbaiki
skor HAM-A dan STAI-trait setelah 4 minggu
penggunaan. Data menunjukkan valerian memperbaiki
kualitas tidur dan latensi tidur untuk 4-6 minggu, dan
efek lebih baik pada yang bermasalah tidur.
Uji klinik multisenter terbuka tanpa kontrol
terhadap 11.000 penderita yang diberi ekstrak air akar
valerian (15-20%) dengan dosis 45 mg sehari sukses
mengatasi insomnia. Dengan perincian untuk kesulitan
mulai tidur (72%), kesulitan untuk meneruskan tidur
setelah terbangun (76%) dan kurang istirahat serta
tekanan pikiran (72%).
g. Indikasi
Antiansietas (Grade C) dan insomnia (Grade B)
h. Kontraindikasi:
Kehamilan, laktasi dan gangguan fungsi hati.
i. Peringatan:
Hanya digunakan untuk waktu singkat, bila tidak maka
dapat menimbulkan sakit kepala, spasme otot, palpitasi, dan
depresi. Jangan mengemudi atau menjalankan mesin. Jangan
dikonsumsi bersama dengan alkohol atau obat sedatif lain.
Jangan diberikan pada anak <12 tahun tanpa pengawasan
dokter.

~ 215 ~
- 188 -

j. Efek samping:
Penggunaan kronik dapat menimbulkan efek samping
ringan seperti sakit kepala, ketegangan, rasa tidak nyaman
dan insomnia. Dosis sangat besar dapat menimbulkan
bradikardi dan aritmia serta penurunan motilitas saluran
cerna. Pertolongan pertama dengan pemberian bilas lambung,
karbon aktif, sodium sulfat. Dosis 20 kali dosis terapi hanya
menimbulkan efek samping ringan yang akan hilang dalam
24 jam.
k. Interaksi:
Valerian dapat meningkatkan durasi tidur dengan
golongan barbiturat, obat anestesi dan depresan SSP lainnya.
l. Posologi:
Anxietas: 1 x 1 kapsul (100 mg ekstrak akar).
Insomnia: 1 x 1 kapsul (600 mg ekstrak akar), 30 menit
sebelum tidur.

S. HERBAL UNTUK PENYAKIT KULIT (PANU, KADAS, KURAP)


1. Ketepeng Cina
Cassia alata (L)Roxb.
Suku : Fabace

Gambar 64. Ketepeng Cina

a. Nama daerah
Ketepeng kebo, ketepeng badak, acon-aconan, sajamera,
kupang-kupang, tabankun, daun kupang, daun kurap,
gelenggang, uru'kap.
b. Bagian yang digunakan
Daun

~ 216 ~
- 189 -

c. Deskripsi tanaman/simplisia
Habitus: Perdu, tinggi ± 5 m.
Batang: Berkayu, bulat, percabangan simpodial, coklat kotor.
Daun: Majemuk, menyirip genap, anak daun delapan sampai
dua puluh empat pasang, bentuk bulat panjang, ujung
tumpul, tepi rata, pangkal membulat, panjang 3,5-15 cm,
lebar 2,5-9 cm, pertulangan menyirip, tangkai pendek, hijau.
Bunga: Majemuk, bentuk tandan, kelopak berbagi lima,
benang sari tiga, kuning, daun peiindung pendek, jingga,
mahkota bentuk kupu-kupu, kuning.
Buah: Polong, panjang, bersegi empat, panjang ± 18 cm, lebar
± 2,5 cm, masih muda hijau setelah tua hitam kecoklatan.
Biji: Segi tiga lancip, pipih, masih muda hijau setelah tua
hitam.
Akar: Tunggang, bercabang, bulat, kehitaman.
d. Kandungan kimia
Rein aloe-emodina, rein aloe-emodina-diantron, rein, aloe
emodina, asam krisofanat, (dihidroksimetilantrakuinon),
tanin.
e. Data keamanan
LD50 per oral pada mencit: 18.50 g/kg BB. LD50 ekstrak
alcohol per oral pada mencit: > 15 g/kg BB. LD50 subkutan: >
15 g/kg BB. Pada uji toksisitas kronik tidak terlihat
abnormalitas pada organ-organ.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Ekstrak metanol, air, garam alkaloid dan basa
alkaloid daun C. alata menunjukkan aktivitas sangat
kuat dan bermakna terhadap 2 mikroba (Dermatophylus
congoensis, Actinomyces bovis dan 5 jamur yaitu
Microsporum canis, Blastomyces dermatitidis,
Trichophyton mentagrophytes, Candida albicans,
Aspergillus flavus. Aktivitas yang paling kuat diamati
pada ekstrak metanol. Hasil ini menunjang penggunaan
ekstrak C. alata sebagai antijamur di kulit.
2) Uji Klinik:
Penelitian RCT pada 33 pasien di penjara (19 studi
dan 14 kontrol) dengan infeksi kulit Tineasis versicolor

~ 217 ~
- 190 -

dan Tinea corporis (mikroskopis terlihat infeksi jamur


Epidermophyton floccusum dan Cryptococcus sp) diminta
untuk mandi dan menggosokkan sabun (serbuk daun C.
alata, NaOH, dan minyak kelapa 1,5% w.w) pada kulit
yang sakit 2 x sehari selama 1 bulan. Hasil
menunjukkan bahwa 16 pasien (94.1%) yang diberi
sabun C. alata hilang infeksi kulitnya secara bermakna,
sedang kelompok kontrol tidak ada perubahan. Hasil
mengkonfirmasi penggunaan C. alata sebagai terapi
untuk dermatitis karena jamur. Efek terapi ekstrak daun
C. alata terhadap Pityriasis versicolor dilaporkan dari
studi manusia selama 10 tahun yang menunjukkan
bahwa ekstrak daun efektif untuk terapi Pityriasis
versicolor.
g. Indikasi:
Infeksi jamur di kulit
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Kebersihan perorangan perlu diutamakan.
j. Efek samping
Penelitian 10 tahun sebagai terapi dermatitis fungal di
kulit di India melaporkan tidak ada efek samping.
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
Ointment: 2 x 1/hari
Sabun : 2 x 1/hari

~ 218 ~
- 191 -

2. Pegagan
Centella asiatica (L) Urban
Suku: Umbelliferae

Gambar 65. Pegagan

a. Bagian yang digunakan


Herba
b. Nama daerah
Pegagan, antanan gede, gagan-gagan, gangganan, kerok
batok, pantegowang, panigowang, rending, calingan rambut ,
pegaga, daun kaki kuda, pegago, bebele, sarowati, wisu-wisu,
sandanan, dogauke.
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba tahunan tanpa batang dengan rimpang pendek
dan stolon-stolon yang melata, panjang 10-80 cm. Daun
tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2-10 daun,
kadang agak berambut. Tangkai daun panjang sampai 50
mm, helai daun berbentuk ginjal, lebar dan bundar dengan
garis tengah 1-7 cm, pinggir daun beringgit sampai bergerigi
terutama kearah pangkal daun.Bunga umumnya 3, yang di
tengah duduk, yang di samping bergagang pendek. Buah
pipih, kurang lebih 7 mm dan tinggi kurang lebih 3 mm,
berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan,
berdinding agak tebal.
d. Kandungan kimia
Triterpen: termasuk asam asiatik dan asam mandekasik
(6-hidroksi asam asiatik), asam terminolik, serta derivat ester
triterpen glikosida: termasuk asiatikosida, asiatikosida A,
asiatikosida B dan madekassosida.

~ 219 ~
- 192 -

e. Data keamanan
Tidak toksik sampai dosis 350 mg/kg BB Terdapat
kemungkinan terjadi efek Karsinogenik pada kulit tikus pada
penggunaan berulang.
Dilaporkan adanya kasus ikterus pada 3 orang yang
mengkonsumsi herba pegagan selama 20-60 hari, efek ierus
hilang saat penggunaan dihentikan dan diberikan asam
ursodeoksikolat 10 mg/kg BB/hari. Pemberian ekstrak
pegagan hingga dosis 2000 mg/kg BB pada mencit per oral,
menunjukkan tidak ada hewan uji yang mati, terjadi 20%
kematian pada dosis 10g/kg BB. Pada uji toksisitas
asiatikosida oral, tidak memperlihatkan efek toksik hingga
dosis 1 g/kg BB, sedangkan dosis toksis pemberian
intramuscular pada mencit dan kelinci adalah 40 dan 50 g/kg
BB. Uji teratogenik ekstrak pegagan pada kelinci
menunjukkan tidak ada efek teratogenik.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:
Ekstrak salep 1%, atau serbuk 2% mempercepat
penyembuhan luka. Sebuah formulasi yg mengandung
Asiaticoside menyembuhkan 64% luka kotor dan luka kronik
yang resisten terhadap terapi biasa. Pada open study, terapi
20 pasien dengan luka kotor dan kronik menggunakan
sediaan mengandung 89,5% C. asiatica menyembuhkan luka
64% dan perbaikan 16%.
Aplikasi topikal ekstrak pada luka bakar derajat 2 dan 3
mempercepat penyembuhan, mencegah parut dan
pembengkakan karena infeksi dan mencegah timbul jaringan
parut hipertropik.
Pada sebuah uji klinik, ekstrak herba efektif
menyembuhkan ulkus tungkai yang sulit diobati. Pada uji
klinik yang lain, pemberian C. asiatica atau asiaticoside dan
kapsul KCl pada pasien lepra sama efektifnya dengan terapi
dapsone. Pada 90 pasien lepra dengan ulkus tungkai
perforata, pemberian salep C. asiatica secara bermakna lebih
baik dari plasebo.
g. Indikasi
Luka bakar, keloid, mempercepat penyembuhan luka.

~ 220 ~
- 193 -

h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Alergi kulit pada pemakaian topical
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
Ointment dan krim (1%)

T. HERBAL UNTUK HEPATOPROTEKTOR


1. Kunyit
Curcuma domestica Val
Sinonim : C.longa Linn.
Suku : Zingiberaceae

Gambar 66. Kunyit

a. Nama daerah
Rimpang kunyit, koneng, kunir, konyet, kunir bentis,
temu koneng, temu kuning, guraci
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak tinggi ±70 cm, batang semu, tegak, bulat,
membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan. Daun
tunggal membentuk lanset memanjang. Helai daun 3-8, ujung
dan pangkal daun runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar
8-12 cm. Pertulangan daun menyirip, daun berwarna hijau
pucat. Bunga majemuk berambut bersisik. Panjang tangkai

~ 221 ~
- 194 -

16-40 cm. panjang mahkota 3 cm, lebar 1 cm, berwarna


kuning. Kelopak silindris,bercangap 3, tipis dan berwarna
ungu. Pangkal daun pelindung putih. Akar serabut berwarna
coklat muda. Rimpang warna kuning jingga, kuning jingga
kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan.
d. Kandungan kimia
Kurkuminoid yaitu campuran dari kurkumin
(diferuloilmetan), monodeksmetoksikurkumin dan
bisdesmetoksikurkumin. Struktur fenolnya memungkinkan
untuk menghilangkan radikal bebas. Minyak atsiri 5.8%
terdiri dari a-felandren 1%, sabinen 0.6%, sineol 1%, borneol
0.5%, zingiberen 25%, dan seskuiterpen 53%. Mono- dan
seskuiterpen termasuk zingiberen, kurkumen, α- dan β-
turmeron.
e. Data Keamanan
Monyet diberi 0.8 mg/kg BB kurkumin/hari dan tikus
1.8 mg/kg BB/hari selama 90 hari tidak menunjukan efek
samping. Invitro tidak bersifat mutagenik. Per oral pada tikus
dan mencit tidak teratogenik Mencit yang diberi 1 dan 5%
selama 14 hari menunjukkan hepatotoksisitas. FDA
mengklasifikasi sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe).
Tidak ada efek samping pada pasien artritis rematoid yang
diberi 1200 mg/hari kurkumin selama 2 minggu. Tidak ada
efek toksik setelah pemberian oral 8,000 mg atau 2,2 g
tumerik (setara 180 mg kurkumin)/hari selama 4 bulan.
f. Data manfaat
Farmakokinetik: Dosis sampai 5 μg/ml kurkumin yang
ditambahkan ke suspensi mikrosom dan hepatosit
menghilang dalam 30 menit. Pada tikus, 40-75% kurkumin
per oral diekskresi melalui feces. Kadar dalam darah < 5
μg/mL menandakan absorbsi gastrointestinal yang buruk.
Kurkumin dimetabolisme secara cepat dan diekskresi di feses.
Pada manusia estimasi bioavailabilitas setelah pemberian oral
adalah 65%. Kurkumin menghambat sitokrom P450 isoenzim
1A1 dan dimetabolisme oleh glukuronidase.
Uji praklinik:
Kunyit menunjukan aktivitas hepatoprotektor in vitro
maupun in vivo pada mencit, tikus dan itik yang diinduksi

~ 222 ~
- 195 -

hepatotoksik dengan karbon tetraklorida, aflatoksin B1,


parasetamol, besi dan cyclophosphamide. Pemberian 30
mg/kg BB kurkumin/hari selama 10 hari efektif sebagai
protektor. Pemberian kunyit 80% dan kurkumin pada
konsentrasi 2 µg dapat menghambat induksi mutagen yaitu
aflatoksin B1 pada percobaan pembiakan Salmonella
thyphimurium Strain TA98 dan TA100. Pemberian kunyit 5%
dan 10% merangsang enzim (arylhidrokarbon hidroksilase,
UDP glukuronil transferase, glutathion-S-transferase) yang
memetabolisme xenobiotik. Kurkumin merupakan
penghambat sitokrom 450 IA yang kuat yaitu isoenzim yang
terlibat pada beberapa toksin, termasuk benzopyren.
Curcumin melindungi sel terhadap lipid peroxidation
yang diinduksi parasetamol, mungkin karena efek antioxidatif
gugus fenol pada curcumin. Curcumin menurunkan aktivitas
aspartate transaminase and serum fosfatase alkali, serta
kadar asam lemak bebas, kolesterol and fosfolipid. Ekstrak
air C. domestica (10 mg/mL) menghambat produksi toxin 99%
pada duckling yang diinduksi oleh aflatoxin. Extrak alkohol
menunjukkan penghambatan yang sama namun lebih lemah.
Terapi kunyit dan curcumin menunjukkan perbaikan hampir
sempurna dari perlemakan dan nekrosis yang diinduksi
aflatoxin.
g. Indikasi
Hepatoprotektor
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu, kolesistitis. Untuk batu
empedu konsul ke dokter. Hipersensitivitas, Gagal ginjal akut,
anak < 12 tahun.
i. Peringatan
Penggunaan pada masa kehamilan: keamanan
pemakaian rimpang kunyit selamam kehamilan belum
dibuktikan. Sebagai perhatian sebaiknya tidak digunakan
selama kehamilan, kecuali ada petunjuk medis. Penggunaan
pada masa menyusui: ekskresi obat melalui air susu dan
efeknya terhadap bayi belum dibuktikan. Sampai data
tersedia, rimpang kunyit sebaiknya tidak digunakan kecuali
atas petunjuk medis.

~ 223 ~
- 196 -

j. Efek Samping
Penggunaan pada kehamilan dan menyusui harus
dengan pengawasan dokter. Mual pada dosis tinggi.
k. Interaksi
Dapat meningkatkan aktivitas obat antikoagulan,
antiplatelet, heparin, trombolitik sehingga meningkatkan
risiko perdarahan. Interaksi kurkumin dengan herbal yang
lain: Orang sehat diberi 2 g curcumin dikombinasi dengan 20
mg piperine, bioavailabilitas kurkumin meningkat 20 kali. Teh
hijau meningkatkan efek curcumin.
l. Posologi
3 x 1 tablet (500 mg ekstrak)/hari.

2. Meniran
Phylanthus niruri (Val.)
Suku : Euphorbiaceae

Gambar 67. Meniran

a. Nama daerah
Gosau na dungi; Gosau madungi roriha; Daun gendong
anak, Meniran, Memeniran
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak, tanaman semusim. Terna tumbuh tegak, tinggi
0,5-1 m, bercabang berpencar, cabang mempunyai daun
tunggal yang berseling dan tumbuh mendatar dari batang
pokok. Batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan.
Batang masif, bulat licin, tidak berambut, diameter 3 mm.
Daun majemuk, berseling, anak daun 15-24, berwarna hijau.

~ 224 ~
- 197 -

Bentuk daun bundar telur sampai bundar memanjang,


panjang daun 5 mm-10 mm, lebar 2,5-5 mm, permukaan
daun bagian bawah berbintik-bintik kelenjar, tepi rata, ujung
tumpul, pangkal membulat. Bunga berwarna putih, tunggal.
Bunga keluar dari ketiak daun. Bunga jantan terletak di
bawah ketiak daun, berkumpul 2-4 bunga, gagang bunga 0,5-
1 mm, helai mahkota bunga berbentuk bundar telur terbalik,
panjang 0,75-1 mm, berwarna merah pucat. Bunga betina di
bagian atas ketiak daun, gagang bunga 0,75-1 mm, helai
mahkota bunga berbentuk bundar telur sampai bundar
memanjang, tepi berwarna hijau muda, panjang 1,25-2.5 mm.
Buah kotak, bulat, diameter 2 mm, berwarna hijau keunguan,
licin, panjang gagang buah 1,5-2. Biji kecil, keras, berwarna
coklat.
d. Kandungan kimia
Katekin, galokatekin, epikatekin, epikatekin-3-galat,
epigalokatekin, 4-hidroksilintetralin, 4-hidroksisesamin,
epigalokatekin-3-O-galat, limonen, norserurinin, 4-metoksi-
norserurinin, 2,3-dimetoksi-isolintetralin, 24-isopropil
kolesterol, asam askorbat, astragalin, β- sitosterol, korilagin,
simen, demetilenedioksi nirantin, asam dotriakontanat, asam
elagat, eriodiktiol-7-O-α-L-ramnosid, estradiol, fisetin-41-O-β-
D-glukosid, asam galat, geranin, hinokinin, hidroksinirantin,
hipofilantin, isolintetralin, isokuersitrin, kaemferol-4-O-α-L-
ramnosid, linantin, asam linoleat, asam linolenat, lintetralin,
lupeol asetat, lupeol, nirantin, nirfilin, nirtetralin, nirurin,
nirurinetin, norsekurinin, filantenol, filantenon, filanteol,
filantin, filnirurin, filokrisin, filetetrin, kuersetin, asam
repandusinat, asam rikinoleat, rutin, metal ester asam
salisilat, seko-4-hidroksi-lintetralin, trans-fitol. Filantin,
hipofilantin, damar, kalium, tanin.
Filantina; hipofilantina; kalium; damar tannin
e. Data keamanan
LD50 :1.588 mg/kg BB mencit per oral. Toksisitas
subkronik: Dosis s/d 4800 mg/kg BB tikus diberikan selama
3 bulan per oral tidak menimbulkan kelainan pada organ
vital. Pada tikus hamil 7 hari dosis 96, 960, 4800 mg/kg BB

~ 225 ~
- 198 -

setiap hari selama 16 hari tidak menimbulkan efek


teratogenik.
f. Data manfaat
Uji klinik:
P. niruri memperlihatkan aktivitas antihepatitis B virus
surface antigen pada studi in vivo dan in vitro. Studi pada 37
pasien dengan hepatitis B kronik diterapi dengan P. niruri 600
mg/hari selama 30 hari, memberikan hasil 59% pasien
HBsAg negatif 2 minggu pasca terapi. Pada evaluasi 9 bulan,
P. niruri dapat menghambat proliferasi virus dengan
menghambat replikasi materi genetik.
g. Indikasi
Hepatoprotektor
h. Kontraindikasi
Kehamilan, penyakit jantung dan hipoglikemia.
i. Peringatan
Dapat menimbulkan aborsi. Pemakaian berlebih dapat
menyebabkan impotensi.
j. Efek Samping
Pemakaian secara luas tidak dilaporkan mempunyai efek
samping berbahaya. Hipotensi, hipoglikemia, gangguan
keseimbangan elektrolit.
k. Interaksi
Meningkatkan efek insulin dan obat antidiabetes.
Mengandung graniin yang dilaporkan mempunyai efek
inotropik dan kronotropik negatif, hipotensi, karena itu dapat
meningkatkan efek obat anti hipertensi, ACE inhibitor , α-
blocker dan obat jantung. Ekstrak etanol menghambat enzim
sitokrom P450 in vivo dan in vitro.
l. Posologi
2 x 1 kapsul (25 mg ekstrak)/hari.

~ 226 ~
- 199 -

3. Paliasa
Kleinhovia hospital Folium Linn.
Suku : Malvaceae

Gambar 68. Paliasa

a. Bagian yang digunakan


Daun
b. Nama daerah
Kalimaha, manger, tangkele, timaha, kadanga, kauwasa,
ayupali, ngaru
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi 5-20 m. Daun bertangkai panjang,
berbentuk jantung 4,5-27 cm, lebar 3,2-24 cm. Pangkal daun
bertulang dan menjari. Daun berwarna hijau, berbau khas,
berasa kelat. Habitus berupa pohon berbelukar, selalu hijau
dengan mahkota membulat dan taburan bunga yang tegak
dan buah berwarna pink, pepagan melekah, keabu-abuan di
luar, kekuningan di dalam, daun tunggal berseling bentuk
membulat sampai, membundar telur sampai menjantung,
gundul do kediua permukaan. Perbungaan malai terminal,
rnggang, bunga lebar sekitar 5 mm, daun bunga, nenita,
melanset, daun mahkota berwarna kuning. Buah kapsul
berselaput dan membulat, merekah pada rongganya, masing-
masing rangga berbiji 1-2. Biji bulat keputihan.
d. Kandungan kimia
Kuersetin, kaemferol, tanin, rutin, tirterpen, asam
prusid, minyak atsiri, saponin, cardenolin & bufadienol serta
antrakinon.
e. Data keamanan
LD50: 18,5/ kg BB

~ 227 ~
- 200 -

f. Data manfaat
1) Uji praklinik:
Uji khasiat dan manfaat daun paliasa terhadap
tikus penderita radang hati. Digunakan 63 ekor tikus
Ekstrak daun paliasa diberikan per oral. Sebelum
penelitian dimulai semua tikus kecuali kelompok kontrol
diberi 0,55 mg/kg BB CCl4 untuk merusak organ
hatinya. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) terdiri dari 7 perlakuan dan 9 ulangan.
Masing-masing perlakuan terdiri dari pemberian :
Akuades sebagai (Kn) Kontrol negatif, CCl4 sebagai (Kp)
Kontrol positif, CCl4 + ekstrak daun paliasa dengan dosis
250 mg/kg BB (P1). CCl4 + ekstrak daun paliasa 500
mg/kg BB (P2), CCl4 + ekstrak daun paliasa dengan dosis
750 mg/kg BB (P3), CCl4 + ekstrak daun paliasa dengan
dosis 1000 mg/kg BB (P4) serta CCl4 + ekstrak daun
paliasa dengan dosis 1250 mg/kg BB (P5). Pada ketujuh
kelompok tikus tersebut dilakukan pengukuran kadar
SGPT, kandungan peroksida lipid hati dan derajat
kerusakan sel hati. Pada hari kedua atau jam ke 50
semua tikus dimatikan dan dilakukan pengambilan
darah serta pemeriksaan histopatologi. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa ketiga parameter tersebut secara
statistik tidak berbeda bermakna antar masing-masing
perlakuan dengan ekstrak daun paliasa, sebaliknya
berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok
positif CCl4 (Kp) (P < 0,05). Maka kesimpulannya: ekstrak
daun paliasa semua dosis perlakuan secara efektif dapat
mengurangi kerusakan sel hati yang ditimbulkan oleh
karbon tetraklorida (CCl4). Peningkatan dosis ekstrak
daun paliasa (1250 mg/kg BB) menimbulkan
pengurangan efek perbaikan sel hati dan dosis ini
kurang efektif untuk pengobatan radang hati.
Ekstra daun paliasa ternyata berkhasiat untuk
pengobatan radang hati pada dosis 250, 500, 750 dan
1000 mg/kg BB.

~ 228 ~
- 201 -

2) Uji Klinik:
Penelitian Randomized Clinical Trial (RCT), pada
pasien hepatitis di beberapa RS Sampling secara random
dan terdiri dari:
Kel 1: 30 sample yang memperoleh terapi suportif dan
ekstrak paliasa
Kel 2: 30 sample yang memperoleh terapi suportif.
Dengan menilai kadar SGPT dan SGOT pre dan post
intervensi dengan kriteria inklusi penderita Hepatitis
Kronis dengan kadar enzim transaminase (SGPT) lebih
besar 2 kali nilai normal dan kriteria eksklusi sedang
hamil dan menyusui serta penderita Hepatoma.
Hasil penelitian adalah ekstrak daun paliasa
memiliki efektifitas dalam menurunkan kadar SGPT dan
SGOT penderita hepatitis.
g. Indikasi
Hepatitis
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan:
Belum diketahui
j. Efek yang tidak diinginkan
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (250 mg ekstrak)/hari minum selama 7
hari.

~ 229 ~
- 202 -

4. Temulawak
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Suku : Zingiberaceae

Gambar 69. Temu lawak

a. Nama daerah
Temulawak, koneng gede, temu labak.
b. Bagian yang digunakan
Rimpang
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perawakan terna berbatang semu, tinggi dapat mencapai
2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang
sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap,
bagian dalam berwarna jingga, rasanya agak pahit. Setiap
individu tanaman mempunyai 2-9 daun, berbentuk lonjong
sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang
sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang
tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan
berupa bunga majemuk bulir, muncul di antara 2 ruas
rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 10-37 cm berambut,
daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garus,
berambut halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir
lonjong, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, berdaun pelindung
banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga, berbentuk bulat telur sungsang (terbalik)
sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau putih
dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian
bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm,
lebar 1,5-3,5 cm.

~ 230 ~
- 203 -

d. Kandungan kimia
Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid (0,8-2%)
terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin, minyak atsiri
(3-12%) dengan komponen α-kurkumen, xanthorizol, β-
kurkumen, germakren, furanodien, furanodienon, ar-
turmeron, β-atlantanton, d-kamfor. Pati (30-40%)
e. Data keamanan
Dari lima penelitian pada manusia dengan dosis 1125-
2500 mg kurkumin per hari tidak menunjukkan adanya
toksisitas.
f. Data manfaat
Uji praklinik:
Xanthorrhizol (200 mg/kg BB/hari, po) selama 4 hari
ternyata mencegah hepatotoksisitas yang diinduksi cisplatin
(45 mg/kg BB, ip) secara bermakna. Juga menghilangkan
cisplatin-induced DNA-binding activity of nuclear factor-kappaB
(NF-κB), sehingga mempengaruhi kadar ekspresi mRNA dari
NF-κB-dependent genes, inducible nitric oxide synthase (iNOS),
dan cyclooxygenase-2 (COX-2), walaupun sebagian. Juga
melemahkan supresi cisplatin terhadap DNA-binding activity
of activator protein 1 (AP-1). Terapi kombinasi xanthorrhizol
dan cisplatin memberi keuntungan dibanding terapi tunggal
cisplatin pada terapi Ca.
g. Indikasi
Hepatoprotektor
h. Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu dan ikterus
i. Peringatan
Gastritis pada dosis besar. Hati-hati pada nefrolithiasis.
j. Efek Samping
Dosis besar atau pemakaian yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan iritasi membrane mukosa lambung. Tidak
dapat digunakan pada penderita radang saluran empedu akut
atau ikterus. Hati-hati menggunakan temulawak bersama
dengan obat pengencer darah
k. Efek Samping:
Belum pernah dilaporkan

~ 231 ~
- 204 -

l. Interaksi :
Belum diketahui
m. Posologi :
2 x 1 kapsul (250 mg ekstrak)/hari selama 30 hari.

U. HERBAL UNTUK DISFUNGSI EREKSI


1. Cabe Jawa
Piper retrofractum Vahl
Suku : Piperaceae

Gambar 70. Cabe Jawa

a. Nama daerah
Lada panjang; cabai jawa, cabai panjang; cabean, cabe
alas, cabe areuy, cabe jawa, cabe sula; cabhi jhamo, cabi
onggu, cabi solah ; cabai.
b. Bagian yang digunakan
Buah
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Perawakan semak berkayu, dibagian pangkal batang,
memanjat dengan akar pelekat pada batang pohon, membelit
atau merayap dipermukaan tanah, tinggi atau panjang batang
dapatv mencapai 10 m. Daun tunggal, letak daun tersebar,
helaian daun berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal
daun berbentuk jantung atau membulat, ujungb daun
runcing, bintik-bintik kelenjar tenggelam di permukaan
bawah, panjang helai daun 8,5-30 cm, lebar 3-13 cm,
panjang tangkai daun 0,5-3 cm. Perbungaan berupa bunga
mejemuk untai tegak atau sedikit mengangguk, panjang
tangkai 0,5-2 cm, daun pelindung berbentuk bulat telur,
panjang 1,5-2 mm, berwarna kuning waktu bunga mekar.
Bulir jantan: panjang 2,5-8,5 cm, benang sari 2 kadang-

~ 232 ~
- 205 -

kadang 3, pendek. Bulir betina: panjang ,5-3 cm, putik


berjumlah 2-3 buah. Bunga berbentuk bulat, lonjong,
berwarna merah cerah. Biji berukuran 2-2,5 mm.
d. Kandungan kimia
Buah cabe jawa mengandung minyak atsiri 0,9%, zat
pedas piperin 4-6%, resin (kavisin), asam palmitik, 1-
undecylenyl-3-4-methylenedioxy benzen, piperidin, sesamin.
Senyawa lain adalah asam palmitat, asam tetrahidropiperat,
N-isobutyl decatrans-2
e. Data keamanan
Nilai LD50 ekstrak etanol buah cabe jawa adalah 2,324
mg/kg BB per oral pada tikus. Pemberian ekstrak buah cabe
jawa dosis 1,25; 3,75 dan 12,5 mg/kg BB selama 90 hari
tidak menimbulkan kerusakan organ.
Teratogenik pada dosis bertingkat 140, 1400, 14000
mg/kg BB tikus hamil 7 hari. Diberikan setiap hari sampai
hari ke-16 kehamilan. LD50 oral ekstrak etanol-air 1:1 pada
mencit sebesar 3,32 mg/10 g mencit. Uji subkronik selama 90
hari dengan dosis ekstrak etanol 12,5 mg/200 g BB tikus
tidak menimbulkan kerusakan pada organ penting.
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Infusa buah cabe jawa dosis 0,21; 2,1 dan 21
mg/10 g BB yang diberikan pada tikus putih jantan
selama 33 hari, pembanding metiltestosteron 12,5 µg/10
g BB, hasil dosis 2,1 mg/10 g BB memberikan efek
androgenik dan anabolik maksimal.
2) Uji Klinik:
Ekstrak buah cabe jawa dosis 100 mg/hari
diberikan pada 9 pria hipogonad, hasil 7 dari 9 pria
hipogonad mengalami peningkatan kadar testosteron,
bersifat androgenik lemah dan 9 pria tersebut meningkat
frekuensi koitusnya.
g. Indikasi
Disfungsi ereksi dan aprodisiak
h. Kontraindikasi
Alergi

~ 233 ~
- 206 -

i. Peringatan
Reaksi anafilaksis pada orang yang alergi
j. Efek samping
Dapat menimbulkan respiratory distress syndrome bila
terinhalasi.
k. Interaksi
Dapat meningkatkan absorpsi dan kadar obat fenitoin,
propranolol dan teofilin dalam darah apabila obat tersebut
digunakan bersama dengan herbal ini.
l. Posologi
1x1 kapsul (100 mg ekstrak)/hari.

2. Pasak Bumi
Eurycoma longifolia (Jack)
Suku: Simarubaceae

Gambar 71. Pasak bumi

a. Nama daerah
Babi kurus, kebel, mempoleh, tungke ali.
b. Bagian yang digunakan
Batang dan akar.
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Pohon tinggi sampai 15 m, tidak bercabang, kalau
bercabang hanya 1-2 cabang saja. Daun majemuk, panjang
dan rimbun pada ujung batang. Saat daun gugur akan
meninggalkan bekas luka yang cukup lebar pada batang.
Daun berbentuk bulat telur sampai lanset, tidak bertangkai
atau hampir tidak bertangkai dan berhadapan. Bunga
terdapat pada tangkai yang bercabang, kebanyakan besar dan
keluar pada pangkal daun. Bunga dewasa umumnya memiliki

~ 234 ~
- 207 -

rambut-rambut halus dan pendek. Buah berbentuk elips atau


bulat telur, panjang 10-20 mm dan lebar 5-12 mm, berwarna
hijau sampai merah kehitaman saat matang.
d. Kandungan Kimia
Quassinoids, termasuk eurycomanol, eurycomanol-2-O-
beta-D-glycopyranoside, 13 beta, 18-dihydroeurycomanol,
14,15p-dihydroxyklaineanone, dan 6 alpha-
hydroxyeurycomalactone. Derivat squalene,
biphenylneolignans dan alkaloid.
e. Data keamanan
LD50 > 15.000 mg/kg BB oral pada tikus (praktis tidak
toksik). Gejala toksisitas yaitu depresi, respirasi dangkal, dan
konvulsi.
f. Data manfaat
g. Uji Praklinik:
Efek ekstrak E. longifolia per oral dengan dosis 2 x 200,
400 dan 800 mg/kg BB selama 10 hari sebelum dan selama
pengujian terhadap inisiasi kinerja seksual dan berat aksesori
seksual pada tikus yang dikastrasi. Sebagai kontrol
testosterone 15 mg/kg BB/hari subkutan selama 32 hari.
Hasil menunjukkan bahwa E. longifolia meningkatkan kinerja
seksual secara tergantung dosis pada tikus yang diterapi E.
longifolia, tetapi lebih rendah dari kelompok testosterone
dalam hal mounting, intromission dan ejakulasi. E. longifolia
meningkatkan pertumbuhan prostat bagian ventral dan
vesikula seminalis dibanding kontrol, tetapi pertumbuhan
aksesori seksual pada fraksi butanol, metanol, air dan
kloroform dari E. longifolia 800 mg/kg BB lebih kecil dari
pada kelompok testosterone. Studi ini memperlihatkan efek E.
longifolia sebagai aphrodisiak.
Studi terhadap kualitas seksual tikus usia pertengahan
dilakukan dengan pemberian E. longifolia 0,5 g/kg BB dengan
kontrol mendapat 3 mL/kg BB saline, setiap hari selama 12
minggu. Hasil menunjukkan bahwa longifolia
meningkatkan kualitas seksual dengan menurunkan
hesitation time dibanding kontrol dengan berbagai fraksi E.
longifolia yang menghasilkan 865-916 (91-96), 860-914 (92-
98), 850-904 (93-99), 854-890 (95-99), 844-880 (94-98), 840-

~ 235 ~
- 208 -

875 (94-98), 830-870 (94-98), 825-860 (94-98), 820-850 (96-


99), 800-840 (93-98), 750-795 (94-99) dan 650-754 detik (82-
95%) kontras dengan kontrol yang menghasilkan 950 (100),
934 (100), 910 (100), 900 (100), 895 (100), 890 (100), 885
(100), 880 (100), 855 (100), 860 (100), 800 (100) dan 790 detik
(100%).
Juga ada peningkatan sementara dalam persentase tikus
yang berespon pada pilihan yang benar setelah pemberian
kronik 0,5 g/kg BB E. longifolia, dengan skor > 50% pilihan
benar setelah terapi 2 minggu dan tidak ada peningkatan
pada kontrol dan pilihan benar hanya 45-55%. Disimpulkan
E. longifolia meningkatkan kualitas seksual tikus, dan efek
aphrodisiak.
h. Uji Klinik:
Kombinasi ekstrak Eurycoma longifolia dan Polygonum
minus (antioksidan) 300 mg digunakan sebagai aprodisiaka
pada 12 laki-laki berumur 40-65 tahun selama 12 minggu
secara RCT, dengan kontrol plasebo (14). Hasil menunjukkan
peningkatan skor bermakna terhadap fungsi ereksi maksimal
(P < 0.05 ).
Studi lain menggunakan 300 mg ekstrak air Eurycoma
longifolia atau plasebo selama 12 minggu terhadap 109 laki-
laki usia 30-55 tahun. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui kualitas hidup melalui kuisioner SF-36 dan
Sexual Well-Being melalui International Index of Erectile
Function (IIEF) and Sexual Health Questionnaires (SHQ);
Seminal Fluid Analysis (SFA), massa lemak dan profil
keamanan. Kelompok perlakuan secara bermakna
meningkatkan Physical Functioning dari SF-36, dari baseline
dibandingkan plasebo.
i. Indikasi
Disfungsi ereksi dan aprodisiak
j. Kontraindikasi
Kehamilan dan laktasi.

~ 236 ~
- 209 -

k. Peringatan
Belum diketahui
l. Efek samping
Insomnia, gelisah, dan tidak sabar.
m. Posologi:
1 x 1 kapsul (400 mg ekstrak batang/akar).

3. Purwoceng
Pimpinella pruatjan (Molkenb)
Suku : Apiaceae

Gambar 72. Purwoceng

a. Nama daerah
Kiurai, purwoceng, antanan gunung, gebongan depok,
rumput dempo, suripandak abang.
b. Bagian yang digunakan
Herba dan akar
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Terna yang hampir menutupi tanah, tidak berbatang,
hanya pokok akar dimana daun dan tunas tumbuh. Daun
majemuk, menyirip ganjil, tangkai silindri, masif, panjang
daun 5-30 cm, berwarna hijau atau unguanak daun bentuk
bulat atau bulat telur, tepi beringgit, panjang 1-4 cm, lebar 1-
3 cm, berwarna hijau. Bunga majemuk bentuk payung,
kelopak kecil, berwarna hijau atau putih kehijauan, mahkota
berbagi 5, kecil, berwarna putih. Buah berupa buah padi,
bentuk bulat telur, panjang 1-2 mm, permukaan beralur,
berwarna coklat. Akar tunggang, sedikit bercabang, berwarna
putih kecoklatan.

~ 237 ~
- 210 -

d. Kandungan kimia
Purwoceng mengandung senyawa kumarin (bergapten
dan Isobergapten serta xantotoksin, umbeliferon dan
marmesin), saponin dan sterol (stigmasterol dan y-sitosterol),
furanokumarin (bergapten, isobergapten, psoralen dan
sfondin), saponin, sterol dan alkaloid).
e. Data keamanan
LD 50 = 66,36 (45,70-96,36 mg/10 g BB mencit ip).
f. Data manfaat
1) Uji Praklinik:
Penelitian pada tikus jantan usia 40 hari
menunjukkan bahwa pemberian po ekstrak purwoceng
25 mg selama 53 hari meningkatkan spermatogenesis,
meningkatkan jumlah dan motilitas sperma dibanding
control akuades (P < 0,01). Penelitian lainnya pada tikus
jantan usia 90 hari menunjukkan bahwa pemberian 2
mL po ekstrak purwoceng 25 mg/mL (2,5% b/v) selama 7
hari meningkatkan kadar testosteron dan LH yang
diukur dengan metode RIA.
2) Uji Klinik:
Penelitian dilakukan terhadap 40 laki-laki berumur
40 tahun dibagi dalam 2 klompok. Kelompok pertama
diberikan kapsul plasebo dan Kelompok kedua kapsul
ekstrak purwoceng 50 mg/hari untuk 15 hari. Hasil
menunjukkan ekstrak purwoceng meningkatkan kadar
LH, indeks androgen bebas dan indeks defisiensi
androgen.
g. Indikasi
Aprodisiak dan disfungsi ereksi.
h. Kontraindikasi
Gagal ginjal, hipertensi, kelainan jantung.
i. Peringatan
Konsumsi Purwoceng secara berlebihan mengakibatkan
iritasi ginjal.
j. Efek samping:
Belum diketahui
k. Interaksi :
Belum diketahui

~ 238 ~
- 211 -

l. Posologi
1 x 2 kapsul (500 mg ekstrak akar), diminum 1 jam
sebelum melakukan aktivitas.

4. Som Jawa
Talinum paniculatum Gaertn
Suku : Portulacaceae

Gambar 73. Som Jawa

a. Nama daerah
Som jawa, ginseng jawa, gelang porsle
b. Bagian yang digunakan
Akar
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Herba menahun tinggi bisa mencapai 75 cm. Batang
bulat berkayu, berwarna ungu. Daun tunggal, bentuk bulat
telur memanjang, pangkal tumpul, tepi rata, permukaan
mengkilat dan berwarna hijau. Bunga majemuk dengan tipe
malai. Mahkota berjumlah lima, berbentuk bulat telur dan
berwarna merah kecoklatan. Biji bulat kecil dan berwarna
hitam kemerahan. Akarnya berbentuk seperti akar ginseng,
akar berdaging rasanya manis.
d. Kandungan kimia
saponin, flavonoida dan tanin.
e. Data keamanan
LD50 pada tikus per oral > 15.000 mg/kg BB, menurut
batasan Gleason dalam Weil, CS termasuk kategori praktis
tidak toksik.
f. Data manfaat
Uji Praklinik:

~ 239 ~
- 212 -

Pemberian infusa Som Jawa dosis 0,35; 3,5 dan 10,5


mg/10 g BB bahan diberikan selama 50 hari pada mencit
(satu siklus spermatogenesis). Hasil, dosis 0,35; 3,5 dan 10,5
mg/10 g BB dapat meningkatkan motilitas spermatozoa
mencit secara bermakna (P<0,05).
Infusa Som jawa dosis 0,7; 7 dan 70 mg/20 g BB dan
heptamil dosis 0,78 mg/20 g BB diberikan pada mencit untuk
menguji ketahanan renang. Hasil, dosis 70 mg/20 g BB
dapat meningkatkan lama berenang secara bermakna
(P<0,05) dibanding heptamil. Akar Som jawa berkhasiat
sebagai obat disfungsi ereksi.
g. Indikasi
Disfungsi ereksi dan aprodisiak
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
1 x 1 tea bag (50 g serbuk akar/serbuk umbi)/kali,
seduh dengan 2 cangkir air.

V. HERBAL UNTUK ISPA


1. Sambiloto
Andrographis paniculata (Burm.) F, Nees
Suku : Acanthaceae

Gambar 74. Sambiloto

~ 240 ~
- 213 -

a. Nama daerah
Papaitan, ki oray, ki peurat, takilo, bidara, sadilata,
sambilata, takila, ampadu.
b. Bagian yang digunakan
Herba
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Batang tidak berambut, tebal 2-6 mm, persegi empat,
batang bagian atas seringkali dengan sudut agak berusuk.
Daun bersilang berhadapan, umumnya terlepas dari batang,
bentuk lanset sampai bentuk lidah tombak, rapuh, tipis,
tidak berambut, pangkal daun runcing, ujung meruncing, tepi
daun rata. Permukaan alas berwarna hijau tua atau hijau
kecokelatan, permukaan bawah berwarna hijau pucat.
Tangkai daun pendek. Buah berbentuk jorong, pangkal dan
ujung tajam, kadang-kadang pecah secara membujur.
Permukaan luar kulit buah berwarna hijau tua hingga
hijau kecokelatan, permukaan dalam berwarna putih atau
putih kelabu. Biji agak keras, permukaan luar berwarna
cokelat muda dengan tonjolan.
d. Kandungan kimia
Kandungan utama adalah lakton diterpen termasuk
andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid,
andrografisid, deoksiandrografisid dan andropanosid (1, 3, 6,
7, 9,). Senyawa diterpen termasuk andrografolid,
isoandrografolid, 14-deoksiandrografolid (DA), 14-deoksi-
11,12-didehidroandrografolid (DDA), 14-deoksi-11-
oksoandrografolid, neoandrografolid, di-deoksiandrografolid
(andro-grafisid), 14-deoksiandro-grafosid (andropanosid),
andrograpanin, deoksiandrografolid-19-D-glukosid, 14-
deoksi-11,12-dihidroandrografisid, 6’-asetil-neoandrografolid,
bis-andrografolid A,B,C,D. Dari akar sambiloto diisolasi satu
senyawa flavones glukosida, andrografidin A dan 5 flavon
glukosida, andrografidin B,C,D,E,F bersama 5-hidroksi-
7,8,2’,3’-tetrametoksiflavon, dan 7,8-dimetoksi-5-hidroflavon.
Daun dan cabang : lakltone, berupa deoksi-andrografolid,
andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11, 12
didehidroandrografolid, dan homoandrografolid.

~ 241 ~
- 214 -

Akar : flavonoid, berupa polimetoksiflavon, andrografin,


panikolin, mono-o-metilwitin dan apigenin-7,4-dimetil eter,
alkan, keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam kersik.
Andrografolid 1 %, kalmegin (zat amorf), hablur kuning, pahit
sampai sangat pahit.
e. Data keamanan
Ekstrak sambiloto dosis 75, 150 dan 225
mg/mencit/hari selama masa organogenesis memiliki
aktifitas abortifum. Andrografolid (zat aktif sambiloto)
mempunyai efek antifertilitas pada mencit betina.
Menyebabkan gangguan refleks setelah pemberian bahan
uji dosis 9 g/kg BB pada mencit galur Swiss Webster
Uji toksisitas akut ekstrak etanol 50% sambiloto dosis 15
g/kg BB pada mencit tidak menimbulkan efek toksik. Nilai
LD50 ekstrak sambiloto yang diberikan peroral maupun
subkutan > 15 g/kg BB dan nilai LD50 yang diberikan secara
intraperitoneal adalah 14,98 g/kg BB.
Ekstrak daun sambiloto yang diberikan secara subkutan
pada kelinci dengan dosis 10 mL/kg BB tidak
memperlihatkan efek toksik. Pemberian per oral suspensi
serbuk daun 2 g/kg BB; ekstrak etanol 2,4 g/kg BB maupun
andrografolid 3 g/kg BB tidak memperlihatkan efek toksik
pada mencit jantan maupun betina. Pemberian suspensi
serbuk daun sambiloto dosis 200 dan 400 mg/kg BB selama
4 minggu pada mencit tidak terlihat adanya efek toksik
terhadap pertumbuhan, organ visceral mayor, kesuburan
ataupun teratogenik. Pemberian per oral serbuk daun dengan
dosis 50; 100 dan 150 mg/kg BB selama 14 minggu pada
tikus tidak memperlihatkan efek toksik tapi dosis 150 mg/kg
BB menghambat pertumbuhan tikus. LD50 peroral dengan
dosis 27,54 g/kg BB praktis tidak toksik. Ekstrak daun
sambiloto pada hewan uji tidak menimbulkan efek toksik
pada fungsi hati dan ginjal, pada pemakaian subkronik. LD50
pada mencit dengan dosis 19,473 g/kg BB praktis tidak
toksik. teratogenik pada mencit dengan dosis 5 kali dosis
lazim tidak menunjukkan kelainan morfologi pada janin.
Merusak sel trofasit dan trofoblas

~ 242 ~
- 215 -

f. Data manfaat
Uji klinik:
Studi RCT dilakukan untuk menguji efikasi ekstrak
terstandar (mengandung 4% andrographolide) untuk common
cold dan sinusitis pada 50 pasien yang menerima ekstrak
sambiloto 1020 mg/hari atau plasebo selama 5 hari. Hasil
menunjukkan hari sakit yang lebih singkat pada kelompok
yang diterapi dibanding plasebo (0,21 hari dibanding 0,96
hari), dan sembuh total 68% dibanding 36% pada plasebo,
serta 55% merasa perjalanan penyakit lebih ringan dibanding
19% pada plasebo.
Studi RCT untuk menguji efikasi ekstrak terstandar
(mengandung 4% andrographolide) untuk pencegahan
common cold pada 107 anak sekolah yang diberi ekstrak 200
mg/hari atau plasebo selama 3 bulan. Pada bulan ke-3
terlihat perbedaan bermakna (P<0.05) kejadian common cold
(30%) dibanding plasebo (62%).
Studi RCT pada 152 orang dewasa dengan
faringotonsilitis untuk menguji efikasi simplisia A. paniculata
(6 g/hari) dibanding parasetamol (1 kapsul 325 mg) untuk
mengatasi gejala. Setelah terapi 3 hari terlihat A. paniculata
sama efektifnya dengan parasetamol dalam mengurangi nyeri
tenggorok dan demam.
Tujuh uji klinik tersamar ganda dengan kontrol (n =
896), mendapatkan bahwa A. paniculata superior dibanding
plasebo untuk menghilangkan gejala subjektif ISPA.
g. Indikasi
ISPA
h. Kontraindikasi
Kehamilan dan laktasi
i. Peringatan
Air perasan dapat menimbulkan bengkak pada mata.
j. Efek Samping
Alergi pada pasien yang peka terhadap famili
Acanthaceae. Pernah ada laporan urtikaria setelah minum
rebusan sambiloto.

~ 243 ~
- 216 -

k. Interaksi
Hindari penggunaan jangka panjang bersamaan obat
imunosupresan. Hati-hati pada pasien kardiovaskular, bila
dikonsumsi bersamaan obat antiplatelet atau antikoagulan
karena sambiloto dapat menghambat agregasi platelet.
Dengan daun salam mempunyai efek aditif.
l. Posologi
2 x 1 kapsul (400 mg ekstrak)/hari.

W. HERBAL UNTUK HEMOROID


1. Daun Wungu
Graptophyllum pictum (L) Griff.
Suku : Acanthaceae

Gambar 75. Daun Wungu

a. Nama daerah
Sumatra: pudin, dangora, daun putri, puding, puding
peraha; Jawa: daun ungu, daun teman-teman, handeuleum,
demung, tulak, wungu, karotan, karotong; Bali: temen;
Maluku: kabi-kabi, dongo-dong, daun alifuru.

b. Bagian yang digunakan


Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia
Semak tegak atau perdu, tidak berambut, tinggi dapat
mencapai 3 m, cabang bersudut tumpul, berbentuk galah
dengan berbuku-buku nyata. Daun tunggal, letak daun
bersilang dan berhadapan, helauan daun bulat memanjang
atau lanset, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, pangkal
berbentuk segitiga berbalik (pasak), ujung meruncing, tepi
daun bergelombang, warna daun ungu kehijauan, ungu
berbercak hijau, ungu berbecak putih, atau hijau, panjang

~ 244 ~
- 217 -

tangkai daun 0,5-1 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk,


mahkota bunga merah tua. Buah berbentuk kapsul.
d. Kandungan kimia
Alkaloid non toksik, glikosid steroid, saponin, lendir,
tanin galat, antosianin, leukoantosianin, asam protokatekuat,
dan flavonoid (berupa 4,5,7-trihidoksi flavonol; 4,4-dihidroksi
flavon; 3,4,7-trihidoksi flavon dan luteolin-7-glukosida).
Senyawa aktif lain berupa asam-asam fenolat, yaitu asam
protokatekuat, asam p-hidroksi benzoat, asam kafeat, asam
p-kumarat, asam vanilat, asam siringat, dan asam ferulat,
juga mengandung senyawa serupa alkaloid.
e. Data keamanan
LD50 daun handeleum = 117,3 (107,0-128,87) mg/10 g
BB. mencit ip atau LD50> 15 g/kg BB tikus oral,
dikategorikan aman digunakan. Serbuk daun ungu dapat
menaikkan kadar glukosa darah tikus secara signifikan,
sebesar 25%, 33,9%, dan 56,7%, dan kenaikan BB.
f. Data Manfaat
Uji Pra klinik :
Infusa daun wungu dapat meningkatkan frekuensi,
konsistensi dan massa feses. Sifat laksan daun ungu ringan,
hanya membuat feses menjadi lunak dan bukan diare. Daun
wungu meningkatkan kandungan mukus 35%. Seratnya
dapat mengatasi dan mencegah hemoroid dan konstipasi.
g. Indikasi
Hemoroid
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek Samping
Belum diketahui
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
2 x 1 sachet (5 g serbuk)/hari, rebus dengan 2 gelas air
sampai menjadi 1 gelas.

~ 245 ~
- 218 -

X. HERBAL UNTUK MENINGKATKAN AIR SUSU IBU/ASI


(LAKTOGOGUM)
1. Katuk
Sauropus androgynus (L) Merr

Gambar 76. Katuk


a. Nama daerah
Memata, simani, kebing, katukan, kerakur.
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia:
Tanaman perdu, tinggi mencapai 2-3 m. Cabang agak
lunak dan terbagi. Daun tersusun selang-seling pada satu
tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan panjang
2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm. Bunga tunggal atau berkelompok
tiga berwarna merah gelap atau kuning dengan bercak merah
gelap. Buah bertangkai panjang 1,25 cm.
d. Kandungan kimia:
Ekstrak heksana menunjukkan senyawa alifatik. Pada
ekstrak eter terdapat komponen utama monometil suksinat,
asam benzoat dan asam 2-fenilmalonat; serta komponen
minor meliputi: terbutol, 2-propagiloksan, 4H-piran-4-on, 2-
metoksi-6-metil, 3-peten-2-on, 3-(2-furanil), dan asam
palmitat. Pada ekstrak etil asetat komponen utama: sis-2-
metil-siklopentanol asetat, komponen minor meliputi protein,
lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C. pirolidinon,
dan metil piroglutamat serta p-dodesilfenol.
e. Data keamanan:
LD50: jus daun pada tikus: > 5000 mg/ kg BB. Infusa
daun kadar 20 %, 40 %, dan 80 % pada mencit selama
periode organogenesis tidak teratogenik.

~ 246 ~
- 219 -

f. Data manfaat:
1) Uji praklinik:
Penelitian pada tikus membuktikan bahwa 631,6
mg ekstrak daun katuk memberikan efek sebagai
laktagogum. Penelitian pengaruh pemberian daun katuk
terhadap peningkatan produksi susu domba
mendapatkan hasil bahwa ekstrak daun katuk 20% yang
diberikan secara in vitro dapat meningkatkan produksi
air susu > 20%. Komposisi susu tidak berubah, terjadi
peningkatan aktifitas metabolisme glukosa sebesar >
50%.
2) Uji klinik:
Penelitian pada manusia membuktikan efek
laktagogum daun katuk pada dosis 900 mg/hari. Suatu
penelitian dilakukan mengetahui potensi daun katuk
sebagai laktagogum. Subyek penelitian yaitu ibu
menyusui dibagi menjadi 2 yaitu kelompok yang diberi
ekstrak daun katuk 3 x 300 mg/hari dan kelompok
plasebo selama 15 hari. Hasil penelitian menemukan
peningkatan produksi ASI secara bermakna sebesar
50,7% pada kelompok ekstrak daun katuk dibandingkan
dengan plasebo.
g. Indikasi
Meningkatkan produksi ASI (Laktagogum)
h. Kontraindikasi
Belum diketahui
i. Peringatan
Belum diketahui
j. Efek samping
Sukar tidur, anoreksia dan bronkiolitis obliterans (dosis
150 mg setelah penggunaaan selama 7 bulan terutama yang
dikonsumsi sebagai jus mentah).
k. Interaksi
Belum diketahui
l. Posologi
3 x 1 kapsul (300 mg ekstrak)/hari.

~ 247 ~
- 220 -

2. Torbangun
Coleus amboinicus (Lour.)
Suku : Lamiaceae

Gambar 77. Torbangun

a. Nama daerah
Bangun-bangun, cumin, ajeran, daun jinten, daun iwak
b. Bagian yang digunakan
Daun
c. Deskripsi tanaman/simplisia:
Daun bangun-bangun bertulang lunak, beruas,
melingkar, dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah
dan ujungnya sekitar 10 mm ± 5 mm. Daun yang masih segar
bentuknya tebal, berwarna hijau tua, kedua permukaan daun
licin.
d. Kandungan kimia:
Alkaloid, flavonoid, tannin.
e. Data keamanan:
LD50: > 5000 mg/Kg BB pada tikus.
f. Data manfaat:
1) Uji praklinik:
Studi pada kambing memperlihatkan peningkatan
jumlah sel kelenjar mamae diikuti peningkatan aktivitas
sekresi air susu pada periode laktasi dini. Studi lain
pada sapi memperlihatkan meningkatan produksi air
susu karena peningkatan aktivitas sekresi kelenjar
mamae tanpa peningkatan jumlah sel kelenjar.

~ 248 ~
- 221 -

2) Uji klinik:
Ibu usia 20-40 yang melahirkan normal dengan bayi
minimal 2.5 kg, yang menyusui secara eksklusif selama
minimum 4 bulan, dialokasi secara random untuk
mendapat simplisia torbangun (Coleus amboinicus Lour)
atau plasebo. Dimulai pada hari ke-2 pasca persalinan,
25 subjek dialokasi untuk mendapat 150 g simplisia
torbangun/hari sebagai suplemen 6 hari seminggu; 3 x 1
kapsul Klabet/hari (n = 25); atau 3 x 1 tablet salut gula
Moloco+B12/hari (n = 25) selama 30 days. Duapuluh tiga
subjek kelompok torbangun, 22 subjek kelompok Klabet
dan 22 subjek kelompok Moloco+B12 menyelesaikan
penelitian. Tujuan utama adalah meneliti perubahan
volume dan kualitas nutrisi ASI. Perbedaan BB bayi
sebelum dan sesudah terapi dalam gram digunakan
untuk mengukur volume ASI, yang kemudian dikonversi
menjadi mL menggunakan faktor konversi 0.983 mL/g
disesuaikan dengan densitas ASI. Tidak ada perbedaan
nilai dari ke-3 kelompok pada nilai basal. Pada hari ke-
28, rerata volume ASI kelompok torbangun adalah 479
mL (meningkat 65%), kelompok Klabet 400 mL
(meningkat 20%), dan Moloco+B12 adalah 385 mL
(peningkatan 10%). Peningkatan kelompok torbangun
bermakna (P < .05). Data pada hari ke- 42 dan 56
menunjukkan peningkatan volume ASI kelompok
torbangun tetap lebih tinggi disbanding ke-2 kelompok
lain. Disimpulkan bahwa simplisia torbangun
meningkatkan produksi ASI, dan efeknya menetap.
g. Indikasi:
Meningkatkan produksi ASI (Laktagogum) (Grade C)
h. Kontraindikasi:
Alergi
i. Peringatan:
Gangguan tiroid, pasien DM karena colenol dari coleus
merangsang pelepasan insulin, pasien dg riwayat perdarahan
& gangguan hemostatik, hipotensi, gangguan jantung &
asma.

~ 249 ~
- 222 -

j. Efek samping:
Meningkatkan risiko perdarahan, hentikan paling sedikit
2 minggu sebelum operasi atau cabut gigi.
k. Interaksi:
Dengan obat pengencer darah, obat antidepresan,
antihistamin, antihipertensi, obat asma, beta- bloker, obat
inotropik, obat tiroid, cephalosporin, itraconazole,
ketoconazole, warfarin, Ginkgo biloba and garlic.
l. Posologi:
3 x 1 sachet (50 g serbuk)/hari, rebus dengan 3 gelas air
sampai tersisa 1 1/2 gelas.

3. Klabet
Trigonella foenum-graceum (L.)
Sinonim: Foenum-graecum officinale (Moench.)
Suku: Fabaceae

Gambar 78. Klabet

a. Nama daerah
Kelabet
b. Bagian yang digunakan
Biji
c. Deskripsi tanaman/simplisia:
Kelabet merupakan tanaman herba tahunan, tinggi dapat
mencapai 60 cm. Daun trifoliate, berbentuk lanset. Biji warna
coklat, bentuk belah ketupat.
d. Kandungan kimia:
Proteins, lipid( terutama asam linoleic dan linolenic),
galactomannans, 4-Hydroxyisoleucine , pseudo alkaloid,
trigonelline, fenol (coumarin, flavonoid), minyak atsiri

~ 250 ~
- 223 -

(terutama g-lactone, sotolone), steroid (sterol bebas terutama


sitosterol), musilago, tannicacid, diosgenin, trigocoumarin,
trigomethyl coumarin, steroidal saponin seperti gitogenin,
trigogenin dan vitamin A.
e. Data keamanan:
LD50: 7 g/kgBB per oral pada mencit. Ekstrak air etanol
(1:1) 10 g/kg BB intragaster pada mencit diamati tidak ada
toksik. Oleh US FDA digolongkan GRAS (Generally Recognized
As Safe). Pemberian biji kelabet praktis tidak toksik. LD50
Trigonelline oral pada tikus: 5 g/kgBB. Toksisitas subkronis
90 hari dengan dosis 0-10% hematologi, berat organ vital dan
strukutur histologi tidak mengalami perubahan. Pengujian
pada tikus selama 90 hari dengan dosis 5-20%. Pemberian
biji kelabet tidak mempengaruhi asupan makanan, berat
badan rasio efesiensi makanan, juga parameter biokimia
darah tidak ada perbedaan bermakna.
f. Data manfaat:
Uji klinik:
Sebuah penelitian yang bertujuan untuk meneliti efek
Klabet terhadap produksi ASI dilakukan pada 10 ibu
menyusui selama 2 minggu. Minggu I merupakan produksi
ASI basal. Selama minggu ke II ibu diberi 3 x 3 kapsul
klabet/hari. Rerata volume ASI yang dipompa pada minggu I
dibandingkan dengan rerata volume ASI pada minggu ke II.
Rerata volume ASI minggu I yaitu 207 mL sedangkan volume
ASI minggu ke II yaitu 464 mL, dan peningkatan ini
bermakna (P=0.004). Disimpulkan bahwa Klabet dapat
meningkatkan produksi ASI secara bermakna.
Sebuah studi RCT dilakukan pada 66 ibu yang
mempunyai bayi aterm sehat yang memberikan ASI eksklusif
dan bersedia menggunakan pompa ASI pada hari ke-3 pasca
persalinan. Ibu dialokasikan untuk mendapat terapi 3 x 1
cangkir the mengandung 100 mg Klabet (n = 22), plasebo
mendapat teh apel (n = 22), dan control mendapat nasihat
rutin (n = 22).Ibu dipompa selama 15 menit dengan pompa
listrik untuk mengukur volume ASI. Hasil menunjukkan
bahwa rerata volume ASI pada kelompok terapi Klabet adalah
73.2 mL, placebo 38.8 mL, dan control 31.1 mL, (P < .05).

~ 251 ~
- 224 -

Penurunan BB maksimum paling rendah pada kelompok


terapi (P < .05). Bayi pada kelompok terapi juga mencapai BB
lahir lebih cepat daripada ke-2 kelompok lain (P < .05).
Disimpulkan bahwa teh herbal mengandung Klabet dapat
meningkatkan produksi ASI secara bermakna.
g. Indikasi:
Meningkatkan produksi ASI (Grade C). Peningkatan ASI
biasanya terlihat dalam 24 - 72 jam setelah dosis pertama.
h. Kontraindikasi:
Kehamilan, anak < 18 tahun.
i. Peringatan:
Penggunaan > 100 g/hari dapat menimbulkan kembung,
diare dan nausea. Pada pasien asma dapat memperberat
penyakitnya. Diabetes atau hipoglikemia. Dosis > dosis yang
direkomendasikan menurunkan kadar gula darah, juga
menurunkan kadar kolesterol. Alergi terhadap kacang,
chickpeas dan kacang-kacangan lain mungkin alergi juga
pada Klabet
j. Efek samping:
Keringat, urin, ASI yang berbau sirup maple, diare
ringan, alergi.
k. Interaksi:
Dapat menurunkan absorpsi obat/herbal yang diberikan
bersamaan karena kandungan musilagonya. Diduga dapat
berefek aditif dengan obat antidiabetik oral dan Insulin.
Heparin, Warfarin dan antikoagulan lain, ticlopidine dan
platelet inhibitor lain karena Klabet mngandung coumarin.
Walau pada berbagai studi tidak menunjukkan masalah,
namun potensial menimbulkan perdarahan bila diberikan
bersamaan. MAOI, Klabet mengandung amine dan potential
meningkatkan efek obat ini.
l. Posologi:
3 x 3 kapsul (600 mg ekstrak)/hari
10 hari pertama 3 x 3 kapsul/hari. 10 hari kedua 2 x 3
kapsul/hari;
10 hari ketiga 1 x 3 kapsul/hari.
German Commission E merekomendasikan dosis harian 6 g.

~ 252 ~
- 225 -

BAB V
PENUTUP

Formularium Herbal Asli Indonesia ini merupakan pedoman bagi


tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya) yang
akan melakukan praktek herbal medik di fasilitas pelayanan kesehatan
terutama untuk pelayanan kesehatan primer di Puskesmas. Formularium
herbal ini akan menjadi acuan terapi sebagai komplementer dalam
pengobatan konvensional, atau bisa juga sebagai pengobatan alternatif,
pada kasus-kasus tertentu atau pada pasien yang tidak tahan dengan obat-
obat kimia atau atas permintaan pasien sendiri setelah mendapatkan
penjelasan dari dokter. Di samping sebagai pengobatan alternatif dan
komplementer, formularium herbal ini juga diutamakan sebagai promotif
dan preventif untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan agar tetap sehat
dan bugar dengan mengkonsumsi obat herbal.
Dengan tersedianya Formularium Herbal Asli Indonesia ini diharapkan
para dokter atau tenaga kesehatan yang melakukan praktek alternatif dan
komplementer dapat memberikan terapi yang tepat dengan menggunakan
obat-obat herbal yang sudah terstandar.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

~ 253 ~
~ 254 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 31 TAHUN 2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN
IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian perlu
disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
hukum;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

~ 255 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322);

~ 256 ~
-3-

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015


tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA
KEFARMASIAN.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322) diubah
sebagai berikut :

1. Nomenklatur yang berbunyi Surat Izin Kerja harus


dibaca dan dimaknai sebagai Surat Izin Praktik.

2. Ketentuan ayat (2) Pasal 17 diubah, sehingga Pasal 17


berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17

(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan


menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. SIPA bagi Apoteker; atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.

~ 257 ~
-4-

3. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga Pasal 18


berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18

(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian hanya


diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) SIPA bagi Apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian.
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat Izin
Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan hanya
dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas
pelayanan kefarmasian lain.
(4) SIPTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3
(tiga) tempat fasilitas kefarmasian.

4. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga Pasal 19


berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal


17 diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang
di kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian
menjalankan praktiknya.

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

~ 258 ~
-5-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1137

~ 259 ~
~ 260 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 53 TAHUN 2016
TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin perlindungan kepada


masyarakat serta untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian, perlu penataan
penyelenggaraan fasilitas pelayanan kefarmasian;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat
perlu disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

~ 261 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
6. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat;

~ 262 ~
-3-

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1137);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
1162) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1169);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK
RAKYAT.

~ 263 ~
-4-

Pasal 1
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 264 ~
-5-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 1749

~ 265 ~
~ 266 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun


2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit masih belum memenuhi
kebutuhan hukum di masyarakat sehingga perlu
dilakukan perubahan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

~ 267 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian

~ 268 ~
-3-

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015


Nomor 322);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau
dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku.
5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

~ 269 ~
-4-

patologi dalam rangka penetapan diagnosis,


pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi tubuh.
8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang
ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
9. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.
10. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
11. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
12. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
13. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
selanjutnya disingkat Kepala BPOM adalah Kepala
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

~ 270 ~
-5-

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).

Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pemilihan;
b. perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

~ 271 ~
-6-

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);


i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
(4) Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan
steril sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf j
hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit yang
mempunyai sarana untuk melakukan produksi
sediaan steril.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan
standar prosedur operasional.
(2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan peralatan.
(3) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan
tanggung jawab serta hubungan koordinasi di
dalam maupun di luar Pelayanan Kefarmasian yang
ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
(4) Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

~ 272 ~
-7-

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya


kefarmasian dan pengorganisasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 5
(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, harus dilakukan Pengendalian Mutu
Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengendalian Mutu
Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
terjangkau.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
melalui sistem satu pintu.
(3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab.
(4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit dapat dibentuk satelit farmasi sesuai
dengan kebutuhan yang merupakan bagian dari
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

~ 273 ~
-8-

Pasal 7
(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang menyelenggarakan
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit wajib
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Setiap pemilik Rumah Sakit, direktur/pimpinan
Rumah Sakit, dan pemangku kepentingan terkait
di bidang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
harus mendukung penerapan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

Pasal 8
Rumah Sakit wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri,
kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan organisasi profesi.

Pasal 10
(1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala
dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Ayat (1), khusus terkait dengan pengawasan sediaan
farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a
dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.

~ 274 ~
-9-

(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Kepala BPOM dapat melakukan pemantauan,
pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap
pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah
dan masyarakat di bidang pengawasan sediaan
farmasi.

Pasal 11
(1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
pengawasan yang dilakukan oleh Kepala BPOM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 12
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1223) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
34 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1168), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 275 ~
-10-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 49

~ 276 ~
-11-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinik.
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut
untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian
dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi
Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan
paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat
memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para
Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di
negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus
merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian
secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial
maupun farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara
memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada
fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini

~ 277 ~
-12-

akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh


kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan
farmasi klinik secara intensif.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian,
dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di
Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang
selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan
praktik kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang
diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut
dan perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan
suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri
Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

B. Ruang Lingkup
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung
oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian
tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang
disebut dengan manajemen risiko.

~ 278 ~
-13-

BAB II
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN
BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,


Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan
kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat
Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa
alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan
untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi
sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:

~ 279 ~
-14-

1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
4. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
5. pemantauan terapi Obat;
6. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
8. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen
pengunaan Obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang
sekurang- kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat
membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari
perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang
berkelanjutan.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat
untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai
(high- alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan
serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi
Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert
diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%,
dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat sitostatika.

~ 280 ~
-15-

A. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan
daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh
Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua
penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah
Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus
secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan
kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi
dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah
Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf
Medik Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau
standar pelayanan medik;
b. mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;

~ 281 ~
-16-

c. membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi


dan Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari
pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim
Farmasi dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF
untuk mendapatkan umpan balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium
Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit
kepada staf dan melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah
Sakit:
a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan
aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan
untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap
formularium Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai
kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat
dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan

~ 282 ~
-17-

hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria


tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang
telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai
dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan,
pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi
yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan
oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan
tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara
lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data
Sheet (MSDS).

~ 283 ~
-18-

c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali
untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau
pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di Rumah
Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa
yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan
kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah
dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu
apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih
kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam
penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).

~ 284 ~
-19-

Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi


persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan
pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah
Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi
kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah
Sakit.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi
fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu
dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian.
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian
yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

~ 285 ~
-20-

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:


a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk
mempersiapkan Obat diberi label yang secara jelas terbaca
memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi
label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang
hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara
khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat
disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan
api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan
diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan
pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada
isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan

~ 286 ~
-21-

yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan


berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi
yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk
kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit
pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan
cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang
rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat harus
dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas
farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka
pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung

~ 287 ~
-22-

jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan
obat floor stock kepada petugas farmasi dari
penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang
disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui
Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan
yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien
rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c
atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat
dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini
tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai
kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau
Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat

~ 288 ~
-23-

digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah
persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan
oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim
Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;

~ 289 ~
-24-

b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan


c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam
waktu tiga bulan berturut-turut (death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan
yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan
Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan
peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan
4) dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen;

~ 290 ~
-25-

2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif


mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi; dan
3) laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan
maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan
anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan
informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan
yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan
penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan
cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak
terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

B. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian
yang dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko
terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga
pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan melalui beberapa langkah
yaitu:
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Risiko
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
antara lain:

~ 291 ~
-26-

a. ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi,


Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai selama
periode tertentu;
b. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai tidak melalui jalur resmi;
c. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang belum/tidak teregistrasi;
d. keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
e. kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis,
bentuk sediaan) dan kuantitas;
f. ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak
terhadap pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
g. ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya
kerusakan dan kesalahan dalam pemberian;
h. kehilangan fisik yang tidak mampu telusur;
i. pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan
j. kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko
Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif,
dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan
memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi. Pendekatan
kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan data
sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan
kebijakan pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan perundang-
undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan
Direktur) serta menentukan prioritas masalah yang harus segera
diatasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan pengukuran
berdasarkan target yang telah disepakati.
5. Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah
Sakit;

~ 292 ~
-27-

b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;


c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan
e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi
menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko,
menahan risiko, dan mengendalikan risiko.

~ 293 ~
-28-

BAB III
PELAYANAN FARMASI KLINIK

A. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang
diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan
outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping
karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. konseling;
6. visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya
masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat
harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker
harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan
pasien;
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. tanggal Resep; dan
d. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

~ 294 ~
-29-

b. dosis dan Jumlah Obat;


c. stabilitas; dan
d. aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).
Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep
akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses
untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan
Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data
rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk
mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang
diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan
informasi tambahan jika diperlukan;
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
menggunakan Obat;
f. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap

~ 295 ~
-30-

Obat yang digunakan;


h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan
alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids);
k. mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri
tanpa sepengetahuan dokter; dan
l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan
pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan:
a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada
pasien/keluarganya; dan
b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat
pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan,
frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi;
dan
c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat
yang tersisa).
Petunjuk teknis mengenai penelusuran riwayat penggunaan
Obat akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication
error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah
Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan
primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien;

~ 296 ~
-31-

b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak


terdokumentasinya instruksi dokter; dan
c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang
dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis,
frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan
dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping
Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek
samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek
yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien,
keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada
pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep
maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses
rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang
hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik
pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja
(intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun
tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu
adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi.

~ 297 ~
-32-

Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi


kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh
Apoteker adalah:
1) menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut
disengaja atau tidak disengaja;
2) mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan,
atau pengganti; dan
3) memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi
yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
Obat yang diberikan.
Petunjuk teknis mengenai rekonsiliasi Obat akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak
lain di luar Rumah Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
c. menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. menjawab pertanyaan;
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;

~ 298 ~
-33-

d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit


(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap;
e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya; dan
f. melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
a. sumber daya manusia;
b. tempat; dan
c. perlengkapan.
Petunjuk teknis mengenai Pelayanan Informasi Obat akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat
atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada
pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat
yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-
effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan
pasien;
b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
penggunaan Obat dengan penyakitnya;
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan;
f. mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;

~ 299 ~
-34-

g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya


dalam hal terapi;
h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan
meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang
penggunaan Obat melalui Three Prime Questions;
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan
Obat;
d. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah pengunaan Obat;
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek
pemahaman pasien; dan
f. dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
1) pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan
fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui);
2) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(TB, DM, epilepsi, dan lain-lain);
3) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan
instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid dengan
tappering down/off);
4) pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, phenytoin);
5) pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi);
dan
6) pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan:
1) ruangan atau tempat konseling; dan
2) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
Petunjuk teknis mengenai konseling akan diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal

~ 300 ~
-35-

6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat
inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim
tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau
terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki,
meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan
informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar
Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai
dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan
Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan
diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan
memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
Petunjuk teknis mengenai visite akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses
yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang
aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat,
respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
a. pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut.

~ 301 ~
-36-

Faktor yang harus diperhatikan:


a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis
terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Best
Medicine);
b. kerahasiaan informasi; dan
c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
Petunjuk teknis mengenai pemantauan terapi Obat akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan:
a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin
terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan;
c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
ESO;
d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak
dikehendaki; dan
e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki (ESO);
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai
risiko tinggi mengalami ESO;
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub
Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:

~ 302 ~
-37-

a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang


rawat; dan
b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Petunjuk teknis mengenai monitoring efek samping Obat
akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program
evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola
penggunaan Obat;
b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu
tertentu;
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat;
dan
d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Kegiatan praktek EPO:
a. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif; dan
b. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. indikator peresepan;
b. indikator pelayanan; dan
c. indikator fasilitas.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi penggunaan Obat akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
10. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi
Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis
yang dibutuhkan;
b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan

~ 303 ~
-38-

d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.


Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
a. Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran Obat steril sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan
stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan.
Kegiatan:
1) mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;
2) melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk
dengan pelarut yang sesuai; dan
3) mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) ruangan khusus;
2) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
3) HEPA Filter.
b. Penyiapan Nutrisi Parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral
yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis
sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas
sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur
yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus:
1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin,
mineral untuk kebutuhan perorangan; dan
2) mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi;
2) sarana dan peralatan;
3) ruangan khusus;
4) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
5) kantong khusus untuk nutrisi parenteral.
c. Penanganan Sediaan Sitostatik
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan
Obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas

~ 304 ~
-39-

maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi,


dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan
pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses
pemberian kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.
Secara operasional dalam mempersiapkan dan
melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan
alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
1) melakukan perhitungan dosis secara akurat;
2) melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang
sesuai;
3) mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan
protokol pengobatan;
4) mengemas dalam kemasan tertentu; dan
5) membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang
sesuai;
2) lemari pencampuran Biological Safety Cabinet;
3) HEPA filter;
4) Alat Pelindung Diri (APD);
5) sumber daya manusia yang terlatih; dan
6) cara pemberian Obat kanker.
Petunjuk teknis mengenai dispensing sediaan steril akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan
interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi
yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:
a. mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan
b. memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi:
a. melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan
Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
b. mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan

~ 305 ~
-40-

Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); dan


c. menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) dan memberikan rekomendasi.
Petunjuk teknis mengenai pemantauan Kadar Obat dalam
Darah akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan
pelayanan farmasi klinik adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
akan berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi.
Faktor risiko tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status
kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi
hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor
yaitu: tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat
keparahan, tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan
penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien
meliputi: toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute
dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute
dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial
terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker
kemudian harus mampu melakukan:
1. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif
dan semi kuantitatif.
2. Melakukan evaluasi risiko; dan
3. Mengatasi risiko melalui:
a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah
Sakit;
b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan

~ 306 ~
-41-

e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi


menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko,
menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
terlibat dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah
satu prioritas perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian
layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim
(baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lain/multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang
memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat
Darurat (UGD), dan kamar operasi (OK).

~ 307 ~
-42-

BAB IV
SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang
lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan
jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah
Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi
harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit
setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM
Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman,
maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus
mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis
pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi
Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

~ 308 ~
-43-

Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi


diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker
yang merupakan Apoteker penanggung jawab seluruh Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi
diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi
Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.
3. Beban Kerja dan Kebutuhan
a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan
faktor-faktor yang berpengaruh pada kegiatan yang
dilakukan, yaitu:
1) kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);
2) jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan
(manajemen, klinik dan produksi);
3) jumlah Resep atau formulir permintaan Obat (floor
stock) per hari; dan
4) volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
b. Penghitungan Beban Kerja
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban
kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang
meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan
farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,
penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
pemantauan terapi Obat, pemberian informasi Obat,
konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban
kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang
meliputi pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan
farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan
Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling,
idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1
Apoteker untuk 50 pasien.

~ 309 ~
-44-

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan


Kefarmasian rawat inap dan rawat jalan, maka kebutuhan
tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan farmasi
yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit
produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi
Obat dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan
tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi
Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan
Kefarmasian di rawat inap dan rawat jalan, diperlukan
juga masing-masing 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan
Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:
1) Unit Gawat Darurat;
2) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric
Intensive Care Unit (PICU);
3) Pelayanan Informasi Obat;
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada
unit rawat intensif dan unit gawat darurat, maka
diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian
pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Peran Kepala Instalasi Farmasi dalam pengembangan
staf dan program pendidikan meliputi:
1) menyusun program orientasi staf baru, pendidikan
dan pelatihan berdasarkan kebutuhan pengembangan
kompetensi SDM.
2) menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk
meningkatkan kompetensi yang diperlukan.
3) menentukan staf sebagai
narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan
kompetensinya.

~ 310 ~
-45-

d. Penelitian dan Pengembangan


Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian
mandiri atau berkontribusi dalam tim penelitian
mengembangkan praktik Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Apoteker yang terlibat dalam penelitian harus
mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai
dengan kaidah-kaidah penelitian yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan
Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan situasi
perkembangan kefarmasian terkini.
Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat
yang dilakukan di Rumah Sakit dengan mengelola Obat-
Obat yang diteliti sampai dipergunakan oleh subyek
penelitian dan mencatat Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama penelitian.

B. Sarana dan Peralatan


Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan
perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus
menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara
fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung
kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang
dilengkapi penanganan limbah.
Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus
dilakukan kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai
pengujian kesehatan dan/atau institusi yang berwenang. Peralatan
harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan.
1. Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan
kuantitas agar dapat menunjang fungsi dan proses Pelayanan
Kefarmasian, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk
petugas, dan memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit.
a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi
Farmasi, terdiri dari:

~ 311 ~
-46-

1) Ruang Kantor/Administrasi
Ruang Kantor/Administrasi terdiri dari:
a) ruang pimpinan
b) ruang staf
c) ruang kerja/administrasi tata usaha
d) ruang pertemuan
2) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai
Rumah Sakit harus mempunyai ruang
penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan, serta harus memperhatikan
kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin
mutu produk dan keamanan petugas, terdiri dari:
a) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan:
(1) Obat jadi
(2) Obat produksi
(3) bahan baku Obat
(4) Alat Kesehatan
b) Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan:
(1) Obat termolabil
(2) bahan laboratorium dan reagensia
(3) Sediaan Farmasi yang mudah terbakar
(4) Obat/bahan Obat berbahaya
(narkotik/psikotropik)
3) Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai terdiri dari distribusi
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat
inap (satelit farmasi).
Ruang distribusi harus cukup untuk melayani
seluruh kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai Rumah Sakit. Ruang
distribusi terdiri dari:

~ 312 ~
-47-

a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di


mana ada ruang khusus/terpisah untuk
penerimaan resep dan peracikan.
b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap,
dapat secara sentralisasi maupun desentralisasi
di masing-masing ruang rawat inap.
4) Ruang konsultasi / konseling Obat
Ruang konsultasi/konseling Obat harus ada
sebagai sarana untuk Apoteker memberikan
konsultasi/konseling pada pasien dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien.
Ruang konsultasi/konseling harus jauh dari hiruk
pikuk kebisingan lingkungan Rumah Sakit dan
nyaman sehingga pasien maupun konselor dapat
berinteraksi dengan baik. Ruang konsultasi/konseling
dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan maupun
rawat inap.
5) Ruang Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang
tersendiri dengan dilengkapi sumber informasi dan
teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka dan
telepon.
6) Ruang produksi;
Persyaratan bangunan untuk ruangan produksi
harus memenuhi kriteria:
a) Lokasi
Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan
(udara, tanah dan air tanah).
b) Konstruksi
Terdapat sarana perlindungan terhadap:
(1) Cuaca
(2) Banjir
(3) Rembesan air
(4) Binatang/serangga
c) Rancang bangun dan penataan gedung di ruang
produksi harus memenuhi kriteria:

~ 313 ~
-48-

(1) Disesuaikan dengan alur barang, alur


kerja/proses, alur orang/pekerja.
(2) Pengendalian lingkungan terhadap:
(a) Udara;
(b) Permukaan langit-langit, dinding, lantai
dan peralatan/sarana lain;
(c) Barang masuk;
(d) Petugas yang di dalam.
(3) Luas ruangan minimal 2 (dua) kali daerah
kerja + peralatan, dengan jarak setiap peralatan
minimal 2,5 m.
(4) Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk
lalu lintas petugas dan barang.
d) Pembagian ruangan
(1) Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan
baku;
(2) Ruang terpisah untuk setiap proses produksi;
(3) Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan
Obat dalam;
(4) Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila
ada);
(5) Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%;
(6) Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan
pintu harus:
(a) Kedap air;
(b) Tidak terdapat sambungan;
(c) Tidak merupakan media pertumbuhan
untuk mikroba;
(d) Mudah dibersihkan dan tahan terhadap
bahan pembersih/desinfektan.
e) Daerah pengolahan dan pengemasan
(1) Hindari bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat
epoxy/enamel;
(2) Persyaratan ruang produksi dan ruang
peracikan harus memenuhi kriteria sesuai
dengan ketentuan cara produksi atau
peracikan obat di Rumah Sakit. Rumah Sakit

~ 314 ~
-49-

yang memproduksi sediaan parenteral steril


dan/atau sediaan radiofarmaka harus
memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB).
7) Ruang Aseptic Dispensing
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi
persyaratan:
a) Ruang bersih: kelas 10.000 (dalam Laminar Air
Flow = kelas 100)
b) Ruang/tempat penyiapan :kelas 100.000
c) Ruang antara :kelas 100.000
d) Ruang ganti pakaian :kelas 100.000
e) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang
telah disiapkan
Tata ruang harus menciptakan alur kerja yang
baik sedangkan luas ruangan disesuaikan dengan
macam dan volume kegiatan
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi
spesifikasi:
a) Lantai
Permukaan datar dan halus, tanpa
sambungan, keras, resisten terhadap zat kimia dan
fungi, serta tidak mudah rusak.
b) Dinding
(1) Permukaan rata dan halus, terbuat dari
bahan yang keras, tanpa sambungan,
resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta
tidak mudah rusak.
(2) Sudut-sudut pertemuan lantai dengan
dinding dan langit-langit dengan dinding
dibuat melengkung dengan radius 20 – 30 mm.
(3) Colokan listrik datar dengan permukaan dan
kedap air dan dapat dibersihkan.

~ 315 ~
-50-

c) Plafon
Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas
plafon, dan lampu rata dengan langit-langit/plafon
dan diberi lapisan untuk mencegah kebocoran
udara.
d) Pintu
Rangka terbuat dari stainles steel. Pintu
membuka ke arah ruangan yang bertekanan lebih
tinggi.
e) Aliran udara
Aliran udara menuju ruang bersih, ruang
penyiapan, ruang ganti pakaian dan ruang antara
harus melalui HEPA filter dan memenuhi
persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara
minimal 120 kali per jam.
f) Tekanan udara
Tekanan udara di dalam ruang bersih
adalah 15 Pascal lebih rendah dari ruang lainnya
sedangkan tekanan udara dalam ruang penyiapan,
ganti pakaian dan antara harus 45 Pascal lebih
tinggi dari tekanan udara luar.
g) Temperatur
Suhu udara diruang bersih dan ruang steril,

dipelihara pada suhu 16 – 25° C.


h) Kelembaban
1) Kelembaban relatif 45 – 55%.
2) ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti
pakaian steril dan ruang ganti pakaian kerja
hendaknya mempunyai perbedaan tekanan
udara 10-15 pascal. Tekanan udara dalam
ruangan yang mengandung risiko lebih tinggi
terhadap produk hendaknya selalu lebih tinggi
dibandingkan ruang sekitarnya. Sedangkan
ruang bersih penanganan sitostatika harus
bertekanan lebih rendah dibandingkan ruang
sekitarnya.

~ 316 ~
-51-

8) Laboratorium Farmasi
Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan yang membutuhkan
ruang laboratorium farmasi, maka harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a) Lokasi
1) Lokasi terpisah dari ruang produksi.
2) Konstruksi bangunan dan peralatan tahan
asam, alkali, zat kimia dan pereaksi lain
(harus inert); aliran udara, suhu dan
kelembaban sesuai persyaratan.
b) Tata ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur
kerja
c) Perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai
persyaratan
9) Ruang produksi Non Steril
10) Ruang Penanganan Sediaan Sitostatik
11) Ruang Pencampuran/Pelarutan/Pengemasan Sediaan
Yang Tidak Stabil
12) Ruang Penyimpanan Nutrisi Parenteral
b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi
Farmasi, terdiri dari:
1) Ruang tunggu pasien;
2) Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang rusak;
3) Tempat penyimpanan Obat di ruang perawatan;
4) Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.
2. Peralatan
Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk
perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan
steril, non steril, maupun cair untuk Obat luar atau dalam.
Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran
dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk
peralatan t ertentu setiap tahun.
Peralatan yang paling sedikit harus tersedia:

~ 317 ~
-52-

a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan


Obat baik steril dan nonsteril maupun aseptik/steril;
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan
Informasi Obat;
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika;
e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat yang
termolabil;
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan
limbah yang baik;
g. Alarm.
Macam-macam Peralatan
a. Peralatan Kantor:
1) Mebeulair (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet
dan lain-lain);
2) Komputer/mesin tik;
3) Alat tulis kantor;
4) Telepon dan faksimili.
b. Peralatan sistem komputerisasi
Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan
secara optimal untuk kegiatan sekretariat, pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Sistem informasi farmasi
ini harus terintegrasi dengan sistem informasi Rumah Sakit
untuk meningkatkan efisiensi fungsi manajerial dan agar
data klinik pasien mudah diperoleh untuk monitoring terapi
pengobatan dan fungsi klinik lainnya. Sistem komputerisasi
meliputi:
1) Jaringan
2) Perangkat keras
3) Perangkat lunak (program aplikasi)
c. Peralatan Produksi
1) Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan
pembuatan Obat, baik nonsteril maupun steril/aseptik.
2) Peralatan harus dapat menunjang persyaratan
keamanan cara pembuatan Obat yang baik.

~ 318 ~
-53-

d. Peralatan Aseptic Dispensing:


1) Biological Safety Cabinet/Vertical Laminar Air Flow
Cabinet
(untuk pelayanan sitostatik);
2) Horizontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk pelayanan
pencampuran Obat suntik dan nutrisi parenteral);
3) Pass-box dengan pintu berganda (air-lock);
4) Barometer;
5) Termometer;
6) Wireless intercom.
e. Peralatan Penyimpanan
1) Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum
a) lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan;
b) lantai dilengkapi dengan palet.
2) Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus:
a) Lemari pendingin dan AC untuk Obat yang
termolabil;
b) Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus
divalidasi secara berkala;
c) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
dan Obat psikotropika;
d) Peralatan untuk penyimpanan Obat, penanganan
dan pembuangan limbah sitotoksik dan Obat
berbahaya harus dibuat secara khusus untuk
menjamin keamanan petugas, pasien dan
pengunjung.
3) Peralatan Pendistribusian/Pelayanan
a) Pelayanan rawat jalan (Apotik);
b) Pelayanan rawat inap (satelit farmasi);
c) Kebutuhan ruang perawatan/unit lain.
4) Peralatan Konsultasi
a) Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet,dan brosur
dan lain-lain;
b) Meja, kursi untuk Apoteker dan 2 orang pelanggan,
lemari untuk menyimpan profil pengobatan pasien;
c) Komputer;

~ 319 ~
-54-

d) Telpon;
e) Lemari arsip;
f) Kartu arsip.
5) Peralatan Ruang Informasi Obat
a) Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan
Pelayanan Informasi Obat;
b) Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak;
c) Komputer;
d) Telpon – Faxcimile;
e) Lemari arsip;
f) Kartu arsip;
g) TV dan VCD player.
6) Peralatan Ruang Arsip
a) Kartu Arsip;
b) Lemari/Rak Arsipp.

~ 320 ~
-55-

BAB V
PENGORGANISASIAN

Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan


pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab
Rumah Sakit. Berikut adalah beberapa orang di Rumah Sakit yang terkait
dengan kefarmasian:
A. Instalasi Farmasi
Pengorganisasian Instalasi Farmasi harus mencakup
penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen
mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan
tetap menjaga mutu.
Tugas Instalasi Farmasi, meliputi:
1. menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang
optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi;
2. melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan
risiko;
4. melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
5. berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
6. melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian;
7. memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium Rumah Sakit.
Fungsi Instalasi Farmasi, meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai
a. memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;

~ 321 ~
-56-

b. merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,


dan Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan
optimal;
c. mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku;
d. memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit;
e. menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku;
f. menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian;
g. mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah
Sakit;
h. melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
i. melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari;
j. melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila
sudah memungkinkan);
k. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
l. melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah
tidak dapat digunakan;
m. mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai;
n. melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik
a. mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau
permintaan Obat;
b. melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;

~ 322 ~
-57-

c. melaksanakan rekonsiliasi Obat;


d. memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik
berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada
pasien/keluarga pasien;
e. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
f. melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga
kesehatan lain;
g. memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
h. melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)
1) Pemantauan efek terapi Obat;
2) Pemantauan efek samping Obat;
3) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
i. melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. melaksanakan dispensing sediaan steril
1) Melakukan pencampuran Obat suntik
2) Menyiapkan nutrisi parenteral
3) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
4) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang
tidak stabil
k. melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada
tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan
institusi di luar Rumah Sakit;
l. melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

B. Komite/Tim Farmasi dan Terapi


Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim
Farmasi dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker
Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan
kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang
berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.

~ 323 ~
-58-

Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang


dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka
sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker,
maka sekretarisnya adalah dokter.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara
teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar
rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi
dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar
Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:
1. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di
Rumah Sakit;
2. melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit;
3. mengembangkan standar terapi;
4. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat;
5. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional;
6. mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki;
7. mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
8. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit.

C. Komite/Tim lain yang terkait


Peran Apoteker dalam Komite/Tim lain yang terkait
penggunaan Obat di Rumah Sakit antara lain:
1. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit;
2. Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
3. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit;
4. perawatan paliatif dan bebas nyeri;
5. penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes);
6. Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS);
7. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA);

~ 324 ~
-59-

8. Transplantasi;
9. PKMRS; atau
10. Terapi Rumatan Metadon.

~ 325 ~
-60-

BAB VI
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan


penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan
sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu
serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil. Melalui
pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu
Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang
dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang
sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan
evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian
yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan
kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan
kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja);
2. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang
ditetapkan;
2. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahapan program pengendalian mutu:
a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam
bentuk kriteria;
b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan;
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila
diperlukan;
d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
e. Up date kriteria.

~ 326 ~
-61-

Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi:


a. memilih subyek dari program;
b. tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
prioritas;
c. mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan;
d. mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki;
e. dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya;
f. melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria;
g. apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari
kekurangan tersebut;
h. merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan;
i. mengimplementasikan formula yang telah direncanakan;
j. reevaluasi dari mutu pelayanan.
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan
diperlukan indikator, suatu alat/tolok ukur yang hasil menunjuk pada
ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator
dibedakan menjadi:
a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan
lingkungan.
b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan
yang diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:
a. sesuai dengan tujuan;
b. informasinya mudah didapat;
c. singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi;
d. rasional.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian
dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat
dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit
internal.

~ 327 ~
-62-

Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian


secara terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik
perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.
Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses tata
kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga)
jenis program evaluasi, yaitu:
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan
dilaksanakan, contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman.
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker,
peracikan Resep oleh Asisten Apoteker.
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi
barang, audit internal.
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian
atas semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara
berkala. Kualitas pelayanan meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan,
tata cara/standar prosedur operasional, waktu tunggu untuk
mendapatkan pelayanan.
Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari:
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai
standar.
b. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber
daya, penulisan Resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket
atau wawancara langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan
penyerahan Obat.

~ 328 ~
-63-

BAB VII
PENUTUP

Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan


kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus
merupakan tantangan bagi Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya.
Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk
menjadi orientasi pasien untuk itu kompetensi Apoteker perlu
ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat
diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diperlukan
komitmen, kerjasama dan koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi serta seluruh pihak terkait.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

~ 329 ~
~ 330 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun


2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek masih belum memenuhi
kebutuhan hukum di masyarakat sehingga perlu
dilakukan perubahan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);

~ 331 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);
8. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun

~ 332 ~
-3-

2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan


Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 322);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau
dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku.
5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.

~ 333 ~
-4-

6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk


produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi tubuh.
8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang
ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
9. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
10. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
12. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
selanjutnya disingkat Kepala BPOM adalah Kepala
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

~ 334 ~
-5-

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy
care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

~ 335 ~
-6-

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan pelayanan farmasi klinik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber
daya kefarmasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien.
(2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan prasarana.

Pasal 5
(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan
Kefarmasian.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu
Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 6
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

Pasal 7
Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek wajib
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri ini.

~ 336 ~
-7-

Pasal 8
Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan
kementerian kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 9
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri,
kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan organisasi profesi.

Pasal 10
(1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala
dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
Ayat (1), khusus terkait dengan pengawasan sediaan
farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a
dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala BPOM dapat melakukan pemantauan,
pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap
pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah
dan masyarakat di bidang pengawasan sediaan
farmasi.

~ 337 ~
-8-

Pasal 11
(1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
pengawasan yang dilakukan oleh Kepala BPOM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 12
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.

Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1162)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1169),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 338 ~
-9-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 50

uju

~ 339 ~
-10-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI APOTEK

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat
atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat serta pengembangan
Obat, bahan Obat dan Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan,
Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula
hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang
menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan
pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan
Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta
pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional. Pekerjaan
kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran Apoteker
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan

~ 340 ~
-11-

perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.


Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi
Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses
pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah
terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan
farmasi sosial (socio- pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal
tersebut, Apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar
pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk
mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan
praktik tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan
monitoring penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk
melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan
Kefarmasian.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan
Kefarmasian dari pengelolaan Obat sebagai komoditi kepada
pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam
pengertian tidak saja sebagai pengelola Obat namun dalam
pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian
informasi untuk mendukung penggunaan Obat yang benar dan
rasional, monitoring penggunaan Obat untuk mengetahui tujuan
akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.

B. Ruang Lingkup
Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

~ 341 ~
-12-

BAB II
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN
MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
A. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

B. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

D. Penyimpanan
1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

~ 342 ~
-13-

5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)


dan FIFO (First In First Out)

E. Pemusnahan dan penarikan


1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat
kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain
yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)
tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh
Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri.

~ 343 ~
-14-

F. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan
sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan,
kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa
persediaan.

G. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

~ 344 ~
-15-

BAB III
PELAYANAN FARMASI KLINIK

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan


Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. dispensing;
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
4. konseling;
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

A. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas; dan
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping
Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.

~ 345 ~
-16-

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian


maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error).
Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

B. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat.
Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai
berikut:
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
a. menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep;
b. mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa
dan keadaan fisik Obat.
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. warna putih untuk Obat dalam/oral;
b. warna biru untuk Obat luar dan suntik;
c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan
menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

~ 346 ~
-17-

4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;


5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang
terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan Obat dan lain-lain;
6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil;
7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau
keluarganya;
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan);
9. Menyimpan Resep pada tempatnya;
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan
menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan
dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam
segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain,
pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat
Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik
dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan);
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

~ 347 ~
-18-

4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa


farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk
membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat
dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan
Informasi Obat :
1. Topik Pertanyaan;
2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain
seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui,
data laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data
Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

D. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan
three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai
rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga
pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB, DM, AIDS, epilepsi).

~ 348 ~
-19-

3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus


(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian
Obat Anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan Obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda
tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang
diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7
sebagaimana terlampir.

E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya.
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi :
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan

~ 349 ~
-20-

2. Identifikasi kepatuhan pasien


3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di
rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.
Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien
yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan
riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga
pasien atau tenaga kesehatan lain
3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat
antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian
Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu
tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak
diinginkan atau terjadinya interaksi Obat
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi
akan terjadi

~ 350 ~
-21-

5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi


rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki
6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang
telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga
kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat
dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan:
1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

~ 351 ~
-22-

BAB IV
SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia


Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin
Praktik
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus
memenuhi kriteria:
1. Persyaratan administrasi
1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda
pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing
Professional Development (CPD) dan mampu memberikan
pelatihan yang berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap
peraturan perundang undangan, sumpah Apoteker, standar
profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar
kompetensi dan kode etik) yang berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus
menjalankan peran yaitu:
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi
dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya
pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

~ 352 ~
-23-

2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil
keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang
ada secara efektif dan efisien.
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien
maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi
pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan
berkomunikasi yang baik.
4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta
kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia,
fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus
mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan Obat.
6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan
(Continuing Professional Development/CPD)
7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah
dalam mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan
Pelayanan Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam
pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.

B. Sarana dan Prasarana


Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan
prasarana Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik
Pelayanan Kefarmasian.

~ 353 ~
-24-

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang


Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki
fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari
tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta
1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan
pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi
sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan
meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya
disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum
(air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas
Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan
Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar
mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat
dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat
yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja
dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet,
poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan
formulir catatan pengobatan pasien.
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin
mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus
dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan
(AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika
dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur
suhu dan kartu suhu.

~ 354 ~
-25-

6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang
berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian
dalam jangka waktu tertentu.

~ 355 ~
-26-

BAB V
EVALUASI MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap:


A. Mutu Manajerial
1. Metode Evaluasi
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan
kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang
memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang
berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena
itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,
menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan.
Contoh:
1. audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai lainnya (stock opname)
2. audit kesesuaian SPO
3. audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
b. Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan
Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar.
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan
seluruh sumber daya yang digunakan.
Contoh:
1. pengkajian terhadap Obat fast/slow moving
2. perbandingan harga Obat
c. Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan
Farmasi.
Contoh:
1. observasi terhadap penyimpanan Obat
2. proses transaksi dengan distributor
3. ketertiban dokumentasi

~ 356 ~
-27-

2. Indikator Evaluasi Mutu


a. kesesuaian proses terhadap standar
b. efektifitas dan efisiensi

B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik


1. Metode Evaluasi Mutu
a. Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi
klinik.
Contoh:
1. audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker
2. audit waktu pelayanan
b. Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap pelayanan farmasi klinik dan seluruh
sumber daya yang digunakan.
Contoh: review terhadap kejadian medication error
c. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan
hasil monitoring terhadap mutu pelayanan dengan
menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung
Contoh: tingkat kepuasan pasien
d. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau
proses dengan menggunakan cek list atau perekaman.
Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring
terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik.
Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan
2. Indikator Evaluasi Mutu
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu
pelayanan adalah:
a. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari
medication error;
b. Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;

~ 357 ~
-28-

c. Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit;


d. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa
kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya
gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala,
memperlambat perkembangan penyakit.

~ 358 ~
-29-

BAB VI
PENUTUP

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai


acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan
komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan. Hal tersebut
akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di Apotek semakin optimal dan
dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada
akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

~ 359 ~
Formulir 1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN OBAT KADALUWARSA/RUSAK

Pada hari ini ........................ tanggal................ bulan..................... tahun


..................... sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek , kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek : ……………………………………
Nomor SIPA : ……………………………………
Nama Apotek : ……………………………………
Alamat Apotek : ……………………………………

Dengan disaksikan oleh :


1 Nama : ………………………………………
NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………
2 Nama : ………………………………………
NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………

Telah melakukan pemusnahan Obat sebagaimana tercantum dalam daftar


terlampir.
Tempat dilakukan pemusnahan :................................................................

Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh


tanggung jawab.
Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :
1.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
2.Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4.Arsip di Apotek

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara


1
……………………………………… ………………………………………
NIP. NO. SIPA.

2
……………………………………..
NIP

~ 360 ~
DAFTAR OBAT YANG DIMUSNAHKAN

No. Nama Obat Jumlah Alasan


Pemusnahan

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara


1
……………………………………… ………………………………………
NIP. NO. SIPA.

2
……………………………………..
NIP

~ 361 ~
Formulir 2

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini ........................ tanggal................ bulan..................... tahun


..................... sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek , kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek : ……………………………………
Nomor SIPA : ……………………………………
Nama Apotek : ……………………………………
Alamat Apotek : ……………………………………

Dengan disaksikan oleh :


1 Nama : ………………………………………
NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………
2 Nama : ………………………………………
NIP : ………………………………………
Jabatan : ………………………………………

Telah melakukan pemusnahan Resep pada Apotek kami, yang telah


melewati batas waktu penyimpanan selama 5 (lima) tahun, yaitu :
Resep dari tanggal....................sampai dengan tanggal ..............................
Seberat .............................. kg.
Resep Narkotik.................. lembar
Tempat dilakukan pemusnahan : ……………………………………………………

Demikianlah berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh


tanggung jawab.

Berita acara ini dibuat rangkap 4 (empat) dan dikirim kepada :


1.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
2.Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan
3.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
4.Arsip di Apotek

……………………………….20……..

Saksi-saksi yang membuat berita acara


1
……………………………………… ………………………………………
NIP. NO.SIPA.

2
……………………………………..
NIP

~ 362 ~
Formulir 3

FORMULIR PELAPORAN PEMAKAIAN NARKOTIKA

Nama Sat Saldo Pemasukan Pemasukan Penggunaan Penggunaan Saldo


Narkotika uan Awal Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir

…….………….,...........20….

Apoteker

~ 363 ~
Formulir 4

FORMULIR PELAPORAN PEMAKAIAN PSIKOTROPIKA

Nama Satuan Saldo Pemasuk Pemasukan Penggunaan Penggunaan Saldo


Psikotropika Awal an Dari Jumlah Untuk Jumlah Akhir

…….………….,...........20….

Apoteker

~ 364 ~
Formulir 5

CATATAN PENGOBATAN PASIEN

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :

No Tanggal Nama Nama Catatan Pelayanan


Dokter Obat/Dosis/Cara Apoteker
Pemberian

~ 365 ~
Formulir 6

DOKUMENTASI PELAYANAN INFORMASI OBAT

No. …..... Tanggal : …………………………….. Waktu : …… Metode :


Lisan/Tertulis/Telepon )*
1. Identitas Penanya
Nama ………………………………………………….. No. Telp.
…………………………………
Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan
(………………………………………..)*
2. Data Pasien
Umur : …….tahun; Tinggi : ….... cm; Berat : ………kg; Jenis kelamin :
Laki-laki/Perempuan )*
Kehamilan : Ya (……minggu)/Tidak )* Menyusui :
Ya/Tidak )*
3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
………………………………………………………………………………………………
……………..
………………………………………………………………………………………………
……………..
………………………………………………………………………………………………
……………..
Jenis Pertanyaan:
Identifikasi Obat Stabilitas Farmakokinetika
Interaksi Obat Dosis Farmakodinamika
Harga Obat Keracunan Ketersediaan Obat
Kontra Indikasi Efek Samping Lain-lain
Cara Pemakaian Obat …………………..
Penggunaan
Terapeutik
4. Jawaban
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
5. Referensi
……………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………..
6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 jam/Lebih dari 24 jam )*
Apoteker yang menjawab :
…………………………………………………………………………
Tanggal : ……………………………… Waktu : ………………………………….
Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*

~ 366 ~
Formulir 7

DOKUMENTASI KONSELING

Nama Pasien :
Jenis kelamin :
Tanggal lahir :
Alamat :
Tanggal konseling :
Nama Dokter :
Diagnosa :
Nama obat, dosis :
dan cara
pemakaian
Riwayat alergi :
Keluhan :
Pasien pernah : Ya/tidak
datang konseling
sebelumnya:
Tindak lanjut

Pasien Apoteker
.................... .................

~ 367 ~
Formulir 8

DOKUMENTASI PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH


(HOME PHARMACY CARE)

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :

No Tanggal Kunjungan Catatan Pelayanan


Apoteker

................... 20....
Apoteker

~ 368 ~
Formulir 9

DOKUMENTASI PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telepon :

No Tanggal Catatan Nama Obat, Identifikasi Rekomendasi/


Pengobatan Dosis, Cara Masalah Tindak Lanjut
Pasien Pemberian terkait Obat
Riwayat
penyakit

Riwayat
penggunaan
obat

Riwayat alergi

........................,20....

Apoteker

~ 369 ~
Formulir 10
FORMULIR MONITORING EFEK SAMPING OBAT (MESO)

Nama Apotek :
Alamat :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :
Triwulan/Tahun :

Informasi Obat

Informasi Pasien Ben No Obat Pemberian KTD/ESO


Na tuk Bets yang Nama
No ma Sedi digun Pelapor
Ob aan akan
at bersa

~ 370 ~
maan
Riwayat
Nama/ Jenis Um Ca Dosis/ Tang Tang Desk Tang Tangg Kesud KTD/ESO
Inisial Kelam ur ra Waktu gal gal ripsi gal al ahan yang
pasien in Mula Akhir Mula Akhir pernah
dialami
1.
2.
3.
4.
…….………….,...........20…

Apoteker
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 74 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun


2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas masih belum memenuhi
kebutuhan hukum di masyarakat sehingga perlu
dilakukan perubahan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);

~ 371 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);
8. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun

~ 372 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 322);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yangd imaksud dengan:
1. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
4. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.

~ 373 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
5. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
6. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang
ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
7. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker.
8. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
9. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
selanjutnya disebut Kepala BPOM adalah Kepala
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).

~ 374 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi
standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. perencanaan kebutuhan;
b. permintaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan:
e. pendistribusian;
f. pengendalian;
g. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan
h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pengkajian resep, penyerahan Obat, dan
pemberian informasi Obat;
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
c. konseling;
d. ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat
inap);
e. pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
f. pemantauan terapi Obat; dan
g. evaluasi penggunaan Obat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelayanan
farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

~ 375 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan
standar prosedur operasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan prasarana.
(3) Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan
tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam
maupun di luar pelayanan kefarmasian yang
ditetapkan oleh pimpinan Puskesmas.
(4) Ketentuan mengenai sumber daya kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 5
(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, harus dilakukan pengendalian mutu
Pelayananan Kefarmasian meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
mutu Pelayananan Kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa
ruang farmasi.

~ 376 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
(2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung
jawab.

Pasal 7
Setiap Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas wajib mengikuti Standar Pelayanan
Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.

Pasal 8
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri,
kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan organisasi profesi.

Pasal 9
(1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala
dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
Ayat (1), khusus terkait dengan pengawasan Sediaan
Farmasi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a
dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala BPOM dapat melakukan pemantauan,
pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap
pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah
dan masyarakat di bidang pengawasan obat.

~ 377 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Pasal 10
(1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan
pengawasan yang dilakukan oleh Kepala BPOM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 11
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
bagi Puskesmas yang belum memiliki Apoteker
sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan
Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan
oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga
kesehatan lain yang ditugaskan oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
(2) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
b. pelayanan resep berupa peracikan Obat,
penyerahan Obat, dan pemberian informasi
Obat.
(3) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara
terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada
di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang
ditunjuk oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.

~ 378 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
(4) Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 13
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 906)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
1170), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 379 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 206isetujui

~ 380 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI PUSKESMAS

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas merupakan
fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya
kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia termasuk Puskesmas.
Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar yang ada di
Puskesmas dilakukan sejalan dengan perkembangan kebijakan yang
ada pada berbagai sektor. Adanya kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi diikuti pula dengan menguatnya kewenangan daerah
dalam membuat berbagai kebijakan. Selama ini penerapan dan
pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar Puskesmas
yang sudah ada sangat beragam antara daerah satu dengan daerah
lainnya, namun secara keseluruhan belum menunjukkan hasil yang
optimal.
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang
berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus

~ 381 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata
pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

B. Ruang Lingkup
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan,
yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi
klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia
dan sarana dan prasarana.

~ 382 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
BAB II
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari
perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan
keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan
tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai yang baik.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
A. Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
1. perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang mendekati kebutuhan;
2. meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
3. meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang
Farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi
Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi,
dan rencana pengembangan. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas

~ 383 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola
program yang berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun
dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan
kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi
Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang
tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer
stock, serta menghindari stok berlebih.

B. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai adalah memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan
kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

C. Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil
pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang
telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi yang
diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat, dan mutu.
Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung
jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya.
Tenaga Kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan,
mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Sediaan Farmasi,
bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi dokumen LPLPO,

~ 384 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga Kefarmasian
dapat mengajukan keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima
disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu
bulan.

D. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi
yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di
puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan.
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. bentuk dan jenis sediaan;
2. kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan
Sediaan Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan
kelembaban;
3. mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
4. narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
5. tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.

E. Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan
jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi
sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.

~ 385 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
1. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
2. Puskesmas Pembantu;
3. Puskesmas Keliling;
4. Posyandu; dan
5. Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima
(floor stock), pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis
unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan
Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock).

F. Pemusnahan dan penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM.
Penarikan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai bila:
1. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
2. telah kadaluwarsa;
3. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
4. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai terdiri dari:
1. membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akan dimusnahkan;
2. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;

~ 386 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
3. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
4. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
5. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.

G. Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai


Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di
unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
1. Pengendalian persediaan;
2. Pengendalian penggunaan; dan
3. Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

H. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh
rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai, baik Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
1. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan;
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
3. Sumber data untuk pembuatan laporan.

I. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan


Medis Habis Pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan
untuk:

~ 387 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
1. mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
2. memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
3. memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional.
Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.
Contoh standar prosedur operasional sebagaimana terlampir.

~ 388 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
BAB III
PELAYANAN FARMASI KLINIK

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan


Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat

A. Pengkajian dan pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah Obat.

~ 389 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket, menyerahan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian.
Tujuan:
1. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan.
2. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi
pengobatan.

B. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker
untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan
lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat
oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus
memiliki alat penyimpanan yang memadai).
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen
secara pro aktif dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.

~ 390 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
3. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding
dan lain-lain.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai.
6. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1. Sumber informasi Obat.
2. Tempat.
3. Tenaga.
4. Perlengkapan.

C. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan
Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain
tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan
Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan
penggunaan Obat.
Kegiatan:
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan
oleh dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka
(open-ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter
mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan Obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.

~ 391 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kriteria pasien:
a. Pasien rujukan dokter.
b. Pasien dengan penyakit kronis.
c. Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi.
d. Pasien geriatrik.
e. Pasien pediatrik.
f. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
2. Sarana dan prasarana:
a. Ruangan khusus.
b. Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas,
lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas
pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau
kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana
menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang
bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat.

D. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
1. Memeriksa Obat pasien.
2. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat
dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
3. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan Obat.
4. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan,
pembuatan dokumentasi dan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri:
a. Untuk Pasien Baru

~ 392 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi
dan jadwal pemberian Obat.
3) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari
rumah, mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada
catatan pengobatan pasien.
4) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan
masalah terkait Obat yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah
pemberian Obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian
masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam
setiap kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim:
a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa
catatan pegobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien
dan/atau keluarga pasien terutama tentang Obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan,
seperti Obat yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan
lain- lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan
penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan
kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud

~ 393 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.

E. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
1. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang
sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
1. Menganalisis laporan efek samping Obat.
2. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping Obat.
3. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
1. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.
2. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait
dengan Obat.
Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

~ 394 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.
Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Membuat catatan awal.
3. Memperkenalkan diri pada pasien.
4. Memberikan penjelasan pada pasien.
5. Mengambil data yang dibutuhkan.
6. Melakukan evaluasi.
7. Memberikan rekomendasi.

G. Evaluasi Penggunaan Obat


Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat
secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat
yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
(rasional).
Tujuan:
1. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus
tertentu.
2. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat
tertentu.
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan
sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional
(SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di
tempat yang mudah dilihat. Contoh standar prosedur operasional
sebagaimana terlampir.

~ 395 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
BAB IV
SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia


Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal
harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai
penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian sesuai kebutuhan.
Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan
rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta
memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk
menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas bila memungkinkan
diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda
registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga
kefarmasian yang disampaikan kepada yang bersangkutan dan
didokumentasikan secara rahasia. Hasil penilaian kinerja ini akan
digunakan sebagai pertimbangan untuk memberikan penghargaan
dan sanksi (reward and punishment).
Semua tenaga kefarmasian di Puskesmas harus selalu
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam rangka
menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Upaya peningkatan
kompetensi tenaga kefarmasian dapat dilakukan melalui
pengembangan profesional berkelanjutan.
1. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau
upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang
kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian
secara berkesinambungan untuk mengembangkan potensi dan
produktivitas tenaga kefarmasian secara optimal. Puskesmas
dapat menjadi tempat pelaksanaan program pendidikan,
pelatihan serta penelitian dan pengembangan bagi calon tenaga
kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.

~ 396 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Tujuan Umum:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu
melaksanakan rencana strategi Puskesmas.
b. Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon
tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
c. Terfasilitasinya program penelitian dan pengembangan bagi
calon tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan Khusus:
a. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.
b. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan
Pelayanan Kefarmasian.
c. Terfasilitasinya studi banding, praktik dan magang bagi calon
tenaga kefarmasian internal maupun eksternal.
d. Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan
konseling tentang Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
e. Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.
f. Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang
optimal.
g. Tersedianya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
h. Terkembangnya kualitasdanjenispelayana ruang farmasi
Puskesmas.
2. Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan
Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan
dan keterampilan tenaga kefarmasian maka Puskesmas
menyelenggarakan aktivitas sebagai berikut:
a. Setiap tenaga kefarmasian di Puskesmas mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya.
b. Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus
memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun
program pengembangan staf.
c. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawabnya.
d. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bagi tenaga kefarmasian.

~ 397 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
e. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program
yang diadakan oleh organisasi profesi dan institusi
pengembangan pendidikan berkelanjutan terkait.
f. Memberikan kesempatan bagi institusi lain untuk melakukan
praktik, magang, dan penelitian tentang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi
Puskesmas berupaya berkomunikasi efektif dengan semua pihak
dalam rangka optimalisasi dan pengembangan fungsi ruang
farmasi Puskesmas.

B. Sarana dan Prasarana


Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep,
1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada
bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan
secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja
peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan,
timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,
sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin,
termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat,
buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar
sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur
agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika
memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner)
sesuai kebutuhan.
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat,
buku pencatatan penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang
penyerahan Obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan
resep.

~ 398 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
4. Ruang konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan,
leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling,
formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan
pengobatan pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet),
serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan.
5. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi
sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga
memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang
penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat,
pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari
penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang
berkaitan dengan pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan
aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam
rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan,
persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud
‘ruangan’ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan.
Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan
secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1
(satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.

~ 399 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
BAB V
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan


untuk mencegah terjadinya masalah terkait Obat atau mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan pengobatan/medikasi
(medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety).
Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan:
1. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana, dan Standar Prosedur Operasional.
2. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja
sama.
3. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya,
respon dan tingkat pendidikan masyarakat.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan
program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang
dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring
dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai standar.
2. Pelaksanaan, yaitu:
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja); dan
b. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
a. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
b. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses
berlangsung untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai
dengan yang direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga
kefarmasian yang melakukan proses. Aktivitas monitoring perlu
direncanakan untuk mengoptimalkan hasil pemantauan.
Contoh: monitoring pelayanan resep, monitoring penggunaan Obat,
monitoring kinerja tenaga kefarmasian.
Untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian,
dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan

~ 400 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
yang diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara, dan teknik
pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
1. Retrospektif:
Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh: survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
2. Prospektif:
Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan
pelayanan. Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan
dengan waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan
kebutuhan.
Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
1. Langsung (data primer):
Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh
pengambil data.
Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan
kefarmasian.
2. Tidak Langsung (data sekunder):
Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung. Contoh:
catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:
1. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Contoh: survei kepuasan pelanggan.
2. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses
dengan menggunakan cek list atau perekaman. Contoh: pengamatan
konseling pasien.
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
1. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas
pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang memberikan
pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan
standar yang dikehendaki dan dengan menyempurnakan kinerja
tersebut. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai,
mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan kefarmasian secara
sistematis.

~ 401 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Terdapat 2 macam audit, yaitu:
a. Audit Klinis
Audit Klinis yaitu analisis kritis sistematis terhadap
pelayanan kefarmasian, meliputi prosedur yang digunakan untuk
pelayanan, penggunaan sumber daya, hasil yang didapat dan
kualitas hidup pasien. Audit klinis dikaitkan dengan pengobatan
berbasis bukti.
b. Audit Profesional
Audit Profesional yaitu analisis kritis pelayanan kefarmasian
oleh seluruh tenaga kefarmasian terkait dengan pencapaian
sasaran yang disepakati, penggunaan sumber daya dan hasil
yang diperoleh. Contoh: audit pelaksanaan sistem manajemen
mutu.

2. Review (pengkajian)
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap
pelaksanaan pelayanan kefarmasian tanpa dibandingkan dengan
standar. Contoh: kajian penggunaan antibiotik.

~ 402 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
BAB VI
PENUTUP

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas ditetapkan sebagai


acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Untuk
keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
ini diperlukan komitmen dan kerja sama semua pemangku kepentingan
terkait. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien
dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas
dan kepuasan pasien atau masyarakat.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Kepala Biro Hukum dan Direktur Jenderal Sekretaris Jenderal


Organisasi Kefarmasian dan Alat Kementerian Kesehatan
Kesehatan

~ 403 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PEMINDAHAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1


Sarana Pelayanan PEMINDAHAN OBAT DAN BAHAN MEDIS No..……………………
.................................. HABIS PAKAI Tanggal berlaku
BAGIAN SEKSI …………………….......

Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.


…………………….. ……………………....... ……….....……………. ………………...............
Tanggal................... Tanggal....................... Tanggal....................... Tanggal........................

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk meminimalkan kesalahan pengambilan dan mempercepat
proses penyerahan obat dan bahan medis habis pakai

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker /Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas

3. PROSEDUR
a. Memastikan sediaan yang diambil dari tempat persediaan adalah benar dan sesuai
dengan resep yang diterima
b. Memeriksa dengan teliti label sediaan seperti No. Batch dan tanggal kadaluwarsa
c. Memindahkan obat dan bahan medis habis pakai dilakukan secara FIFO (First In
First Out) atau FEFO (First Expired First Out)
d. Memastikan bahwa bagian strip yang terpotong memuat No. Batch dan tanggal
daluwarsa pada saat memotong strip

Catatan :
- Hati-hati saat memotong strip, karena pada saat memotong strip berlebihan dapat
memperlihatkan tablet/kapsul di dalam strip
- Jangan menyimpan obat dan bahan medis habis pakai dalam satu wadah dengan
kekuatan yang berbeda

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 404 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PELAYANAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1


Sarana Pelayanan PELAYANAN OBAT DAN BAHAN MEDIS HABIS No..……………………
................................ PAKAI Tanggal berlaku
BAGIAN SEKSI …………………….......

Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.


…………………….. ……………………........ ……….....……………. ………………...............
Tanggal................... Tanggal......................... Tanggal...................... Tanggal........................

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari
dokter dan dokter gigi

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker /Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas

3. PROSEDUR
a. Skrining Resep
1) Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter,
nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf
dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2) Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan, dosis,
frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat
3) Mengkaji aspek klinis dengan cara melakukan patient assessment kepada pasien
yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat
dan kondisi khusus lainnya), keluhan pasien dan hal lain yang terkait dengan
kajian aspek klinis. Instruksi kerja : patient assessment terlampir (contoh:
menggunakan metode 3 prime question)
4) Menetapkan ada tidaknya masalah terkait obat (drug related problem = DRP) dan
membuat keputusan profesi (komunikasi dengan dokter, merujuk pasien ke sarana
kesehatan terkait dan sebagainya)
5) Mengkomunikasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan
6) Membuat kartu/catatan pengobatan pasien (patient medication record)

b. Melakukan penyiapan dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai ke pasien

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 405 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PENYIAPAN DAN PENYERAHAN RESEP RACIKAN

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 2


Sarana Pelayanan PENYIAPAN DAN PENYERAHAN RESEP No..……………………
................................ RACIKAN Tanggal berlaku
BAGIAN SEKSI …………………….......

Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.


…………………….. ……………………........ ……….....……………. ………………...............
Tanggal................... Tanggal......................... Tanggal....................... Tanggal.......................

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari
dokter dan dokter gigi

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker /Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas

3. PROSEDUR
Penyiapan obat racikan
1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
2) Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum
3) Mengambil obat dan pembawanya dengan menggunakan sarung tangan/alat/
spatula/sendok
4) Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat
semula (untuk tablet dalam kaleng)
5) Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok
6) Bahan baku obat ditimbang pada timbangan yang sesuai (jika ada)
7) Untuk bahan obat yang jumlahnya lebih kecil dari 30 mg maka harus dibuat
pengenceran dengan zat netral
8) Jika memungkinkan selalu dibuat bobotnya 0.5 gram
9) Dengan memperhatikan faktor inkompatibilas obat, lakukan penggerusan dan
campur hingga homogen
10) Serbuk dibagi-bagi menurut penglihatan, sebanyak-banyaknya 10 bungkus. Untuk
serbuk yang akan dibagi dalam jumlah lebih dari 10 bungkus, serbuk dibagi
dengan jalan menimbang dalam sekian bagian, sehingga dari setiap bagian
sebanyak-banyaknya dapat dibuat 10 bungkus serbuk. Penimbangan satu persatu
diperlukan jika pasien memperoleh dosis yang lebih dari 80 % takaran maksimum
untuk sekali atau dalam 24 jam.
11) Serbuk dikemas dengan kertas perkamen, kapsul atau kemasan plastik lekat.
12) Menyiapkan etiket warna putih.
13) Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara pakai sesuai permintaan
pada resep serta petunjuk dan informasi lain.

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 406 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PENYIAPAN DAN PENYERAHAN SIRUP KERING

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1


Sarana Pelayanan PENYIAPAN DAN PENYERAHAN SIRUP No..……………………
.................................. KERING Tanggal berlaku
BAGIAN SEKSI …………………….......
Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.
…………………….. ……………………........ ……….....……………. ………………...............
Tanggal................... Tanggal........................ Tanggal...................... Tanggal........................

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan pelayanan terhadap permintaan tertulis dari
dokter dan dokter gigi

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker /Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas.

3. PROSEDUR
a. Peracikan sediaan farmasi
1) Menyiapkan sirup kering sesuai dengan permintaan pada resep
2) Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok
3) Membuka botol obat, apabila pengenceran dilakukan di Puskesmas
4) Mengencerkan sirup kering dengan air yang layak minum sesuai takaran
5) Menyiapkan etiket warna putih dan label kocok dahulu
6) Menulis nama pasien, nomor resep, tanggal resep, cara pakai sesuai permintaan
pada resep serta petunjuk dan informasi lain.

b. Penyerahan obat sirup kering


1) Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan resep)
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3) Memeriksa identitas dan alamat pasien
4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5) Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah disampaikan
6) Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
7) Mendokumentasikan semua tindakan apoteker dalam Catatan Pengobatan Pasien
(patient medication record = PMR)
8) Monitoring ke pasien tentang keberhasilan terapi, efek samping dan sebagainya.

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 407 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PELAYANAN INFORMASI OBAT

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1


Sarana Pelayanan PELAYANAN INFORMASI OBAT No..……………………
............................... Tanggal berlaku
BAGIAN SEKSI …………………….......
…………………… ………………….
Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.
…………………….. ……………………........ ……….....……………. ………………...............
Tanggal................... Tanggal.......................... Tanggal..................... Tanggal........................

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual,
terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker /Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas

3. PROSEDUR
a. Memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep atau catatan pengobatan
pasien (patient medication record) atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun
tertulis
b. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis untuk
memberikan informasi
c. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis
dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis
d. Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien :
1) Jumlah, jenis dan kegunaan masing-masing obat
2) Bagaimana cara pemakaian masing-masing obat yang meliputi : bagaimana cara
memakai obat, kapan harus mengkonsumsi/menggunakan obat, seberapa
banyak/dosis dikonsumsi sebelumnya, waktu sebelum atau sesudah makan,
frekuensi penggunaan obat/rentang jam penggunaan
3) Bagaimana cara menggunakan peralatan kesehatan
4) Peringatan atau efek samping obat
5) Bagaimana mengatasi jika terjadi masalah efek samping obat
6) Tata cara penyimpanan obat
7) Pentingnya kepatuhan penggunaan obat
e. Menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet, dan lain-lain)
f. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 408 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
KONSELING

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1


Sarana Pelayanan KONSELING No..……………………
.................................. Tanggal berlaku
BAGIAN SEKSI …………………….......
……………….. …………………
Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.
…………………….. ……………………........ ……….....……………. ………………...............
Tanggal................ Tanggal………………. Tanggal..................... Tanggal.........................

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk melakukan kegiatan konseling pasien dengan resep, sesuai
dengan kondisi pasien

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker/Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas

3. PROSEDUR
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
b. Menanyakan 3 (tiga) pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question).

Untuk resep baru bisa dengan 3 prime question :


1) Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini ?
2) Bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian ?
3) Apa hasil yang diharapkan dokter dari pengobatan ini ?

Untuk resep ulang :


1) Apa gejala atau keluhan yang dirasakan pasien?
2) Bagaimana cara pemakaian obat?
3) Apakah ada keluhan selama penggunaan obat?
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat tertentu (inhaler,
suppositoria, obat tetes, dan lain-lain)
d. Melakukan verifikasi akhir meliputi :
1) Mengecek pemahaman pasien
2) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan terapi
e. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 409 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
PELAYANAN HOME CARE

Sarana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 1


Pelayanan PELAYANAN HOME CARE No
........................... ……………………
.... BAGIAN SEKSI Tanggal berlaku
…………………. ………………… ………………….
Disusun oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh Mengganti No.
…………………….. ……………………...... ……………....…… ………………........
. . … ..
Tanggal Tanggal Tanggal Tanggal
........................... ............................... …......................... ...........................
.... ..... .... ....

1. TUJUAN
Prosedur ini dibuat untuk melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian
yang diberikan di rumah untuk pasien yang keadaan fisiknya tidak
memungkinkan datang ke Apotek

2. PENANGGUNG JAWAB
Apoteker /Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas

3. CARA HOME CARE


a. Dengan melakukan kunjungan langsung ke rumah pasien
b. Dengan melalui telepon

4. RUANG LINGKUP
a. Informasi penggunaan obat
b. Konseling pasien
c. Memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisi
pasien setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam
minum obat

5. PROSEDUR
a Melakukan seleksi pasien melalui kartu/ catatan pengobatan pasien
(patient medication record = PMR)
b Menawarkan kepada pasien untuk dilakukan pelayanan home care.
c Mempelajari riwayat pengobatan pasien dari catatan pengobatan
pasien (patient medication record = PMR).
d Melakukan kesepakatan untuk melaksanakan kunjungan ke rumah.
e Melakukan kunjungan ke rumah.
f Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi
yang ada atau kunjungan berikutnya secara berkesinambungan.
g Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan setelah kunjungan
dan tindak lanjut yang telah dilakukan.

Disusun oleh: Diperiksa oleh: Disetujui oleh:

~ 410 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT

No. …..... Tanggal : …………………………….. Waktu : …… Metode :


Lisan/Tertulis/Telepon )*
1. Identitas Penanya
Nama ………………………………………………….. No. Telp.
……………………………………
Status : Pasien / Keluarga Pasien / Petugas Kesehatan
(………………………………………..)*
2. Data Pasien
Umur : …….tahun; Tinggi : ….... cm; Berat : ………kg; Jenis kelamin : Laki-
laki/Perempuan )*
Kehamilan : Ya (……minggu)/Tidak )* Menyusui : Ya/Tidak )*
3. Pertanyaan
Uraian Pertanyaan :
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
Jenis Pertanyaan:
Identifikasi Obat Stabilitas Farmakokinetika
Interaksi Obat Dosis Farmakodinamika
Harga Obat Keracunan Ketersediaan Obat
Kontra Indikasi Efek Samping Obat Lain-lain
Cara Pemakaian Penggunaan …………………..
Terapeutik
4. Jawaban
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
5. Referensi
…………………………………………………………………………………………………………
…..
…………………………………………………………………………………………………………
…..
6. Penyampaian Jawaban : Segera/Dalam 24 jam/Lebih dari 24 jam )*
Apoteker yang menjawab : …………………………………………………………………………
Tanggal : ……………………………… Waktu : ………………………………….
Metode Jawaban : Lisan/Tertulis/Telepon )*
*) coret yang tidak perlu

~ 411 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
FORMULIR KUESIONER KEPUASAN PASIEN

KUESIONER KEPUASAN PASIEN

Persepsi Konsumen Terhadap Harapan dalam Pelayanan


Kefarmasian di Puskesmas

Beri tanda contreng (√) pada kolom yang sesuai dengan penilaian
Bapak/Ibu Sdr/Sdri.

Sangat Tidak
Puas
No Jenis Pelayanan Puas Puas
3 2 1
Ketanggapan Apoteker
1
terhadap Pasien
2 Keramahan Apoteker
Kejelasan Apoteker dalam
3
Memberikan Informasi Obat
4 Kecepatan Pelayanan Obat
Kelengkapan Obat dan Alat
5
Kesehatan
6 Kenyamanan Ruang Tunggu
7 Kebersihan Ruang Tunggu
Ketersediaan Brosur, Leaflet,
8 Poster, dan lain-lain sebagai
Informasi Obat/Kesehatan
SKOR TOTAL

Saran : _________________________________________
_________________________________________
_________________________________________

~ 412 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
LEMBAR CHECKLIST PEMBERIAN INFORMASI OBAT PASIEN RAWAT
JALAN
PERIODE …………….

Puskesmas : ………………
Hari/Tgl :…………........

INFORMASI YANG DIBERIKAN

KONTRAINDIKASI
NAMA

EFEK SAMPING
PENYIMPANAN
CARA PAKAI
NAMA OBAT

NO UMUR POLI Dx PENUNJANG Petugas

STABILITAS

INTERAKSI

LAIN-LAIN
SEDIAAN

INDIKASI
PASIEN
DOSIS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Dst..

Catatan:
- Kolom (2) : diisi dengan nama pasien rawat jalan
- Kolom (3) : diisi dengan umur pasien
- Kolom (4) : diisi dengan asal poliklinik
- Kolom (5) : diisi dengan diagnosis pasien
- Kolom (6) : diisi dengan pemeriksaan penunjang pasien (misal pemeriksaan lab)
- Kolom (7) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang nama obat
- Kolom (8) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang jenis sediaan
- Kolom (9) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang dosis obat
- Kolom (10) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang cara pemakaian obat
- Kolom (11) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang cara penyimpanan
- Kolom (12) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang indikasi obat
- Kolom (13) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang kontraindikasi obat
- Kolom (14) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang stabilitas
- Kolom (15) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang efek samping
- Kolom (16) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang interaksi
- Kolom (17) : diisi dengan tanda (√) bila diberi informasi tentang hal lain
- Kolom (18) : diisi dengan nama dan paraf petugas farmasi

~ 413 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Form. PMR
CATATAN PENGOBATAN PASIEN
Nama/No.Reg. : ______________________________________ Pekerjaan : ______________________________________
Alamat : ______________________________________ Jenis Kelamin & Umur : ______________________________________
No. Telp/HP : ______________________________________ TB/BB/Gol. Darah : ______________________________________

Terapi
No Tgl. Nama Dokter Kasus Catatan Pelayanan Apoteker/Pengelola Obat
(Nama Obat/Dosis/Cara Pemberian)

http://binfar.kemkes.go.id/jdih
~ 414 ~
Form. 1

LAPORAN BULANAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS


Nama Puskesmas :…………………………...................................... Perawatan/Non Perawatan : …………….
Kabupaten/Kota : ……………………………………………………….
Provinsi : …………………………………………...................
Laporan Bulan/tahun : ………………………………/tahun ……………...

Jenis Pelayanan Resep Konseling Informasi Obat


No Tanggal
Rawat Jalan Rawat Inap
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

~ 415 ~
TOTAL N

……………,………….20……
Yang Melaporkan, Mengetahui,
Pengelola Obat Kepala Puskesmas

………………………………………… …………………………………….
NIP. ………………………………. NIP. ……………………………………

Catatan:
- Kolom (3) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat jalan dalam satu hari
- Kolom (4) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat inap dalam satu hari
- Kolom (5) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan konseling obat serta didokumentasikan
Kolom (6) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan informasi obat tentang penggunaan, cara penyimpanan, efek samping dll serta
didokumentasikan
- n : diisi jumlah TOTAL lembar resep yang diterima dari rawat jalan dan rawat inap dalam satu hari

Laporan ditujukan kepada (fax/ email):


1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (sebagai tembusan)
3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian – Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes (fax : 021-5203878 / email: ditbinayanfar@yahoo.co.id
(sebagai tembusan)

http://binfar.kemkes.go.id/jdih
REKAP DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA Form. 2
LAPORAN BULANAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

Kabupaten/Kota : ……………………………………………………………………………
Provinsi : ……………………………………………………………………………
Laporan Bulan/tahun : …………………………………/tahun ……………..
Total Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non perawatan di Kab/Kota (Kondisi 1 Januari tahun berjalan) : …………………

No Nama Puskesmas Jumlah R/ Jumlah Konseling Jumlah Informasi Obat


(Perawatan/Non Perawatan)
(1) (2) (3) (4) (5)

…………………………,…………………….20……
Yang melaporkan, Mengetahui
Petugas/Penanggung Jawab Farmasi Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota
Dinas Kesehatan Kab/Kota

……………………………………. …… ………………………………………….
NIP. ……………………………………. NIP. ……………………………………

Catatan:
- Kolom (2) : diisi nama puskesmas perawatan/ non perawatan yang melaporkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian
- Kolom (3) : diisi jumlah TOTAL lembar resep yang diterima dari rawat jalan dan rawat inap satu hari
- Kolom (4) : diisi jumlah pasien puskesmas perawatan/ non perawatan yang mendapatkan konseling obat serta didokumentasikan
- Kolom (5) : diisi jumlah pasien puskesmas perawatan/ non perawatan yang mendapatkan informasi obat tentang penggunaan, cara penyimpanan, efek samping dll serta didokumentasikan
- N : diisi jumlah TOTAL Puskesmas perawatan dan non perawatan yang melaporkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Kab/Kota

Laporan ditujukan kepada (fax/ email):


1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian – Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes (fax : 021-5203878 / email: ditbinayanfar@yahoo.co.id ) (sebagai tembusan)

http://binfar.kemkes.go.id/jdih
~ 416 ~
Form. 3
REKAPITULASI DINAS KESEHATAN PROVINSI
LAPORAN BULANAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

Provinsi : ……………………………………………………………………………
Laporan Bulan/tahun : …………………………………/tahun ……………..
Total Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perawatan (Kondisi 1 Januari tahun berjalan) : ......(Y)...

Total puskesmas perawatan dan non perawatan yang


No Kabupaten
melaksanakan Pelayanan kefarmasian
(1) (2) (3)

TOTAL N
PERSENTASE %

……….……,……….20………
Yang Melaporkan, Mengetahui
Petugas/Penanggung Jawab Farmasi Penanggung Jawab Farmasi
Dinas Kesehatan Provinsi

……………………………………. …… ………………………………………….
NIP. ……………………………………. NIP. ……………………………………

Catatan:
- Kolom (2) : diisi nama Kabupaten/ Kota yang melaporkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas
- Kolom (3) : diisi jumlah puskesmas perawatan dan non perawatan yang melaporkan pelaksanaan kefarmasian di Kab/ Kota
- N : diisi jumlah TOTAL puskesmas perawatan dan non perawatan yang melaporkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di provinsi
- % : diisi persentase puskesmas perawatan dan non perawatan yang melaporkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di provinsi ( %=N/Y x 100% )
-
Laporan ditujukan kepada (fax/ email):
1. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian –Ditjen Bina kefarmasian dan Alat kesehatan (fax: 021-5203878 / email: ditbinayanfar@yahoo.co.id)

http://binfar.kemkes.go.id/jdih
~ 417 ~
KOMPILASI LAPORAN BULANAN PROVINSI DI INDONESIA Form. 4

TAHUN …………….

Periode : Triwulan 1 / 2 / 3 / 4

JUMLAH PUSKESMAS YANG


JUMLAH KABUPATEN YANG
No PROVINSI JUMLAH KABUPATEN JUMLAH PUSKESMAS MELAKSANAKAN PELAYANAN
MELAPOR
KEFARMASIAN
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

TOTAL n A B C D

PERSENTASE E

…………………………,…………………….20……
Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian

……………………………………. ……
NIP. …………………………………….

Catatan:
n : Jumlah Total Provinsi yang melapor
A : Jumlah Total Kabupaten di Indonesia per 1 Januari tahun berjalan
B : Jumlah kabupaten yang melapor
C : Total dari jumlah total puskesmas per Prop per 1 Januari tahun berjalan
D : Total dari Jumlah Puskesmas yang melapor
E : Total % dari Jumlah Puskesmas yang melakukan pelayanan Kefarmasian sesuai standar (=D/C x 100 %)

http://binfar.kemkes.go.id/jdih
~ 418 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 75 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN UJI MUTU OBAT PADA INSTALASI FARMASI
PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melindungi masyarakat dari bahaya


yang disebabkan oleh obat yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, khasiat dan
mutu pada instalasi farmasi pemerintah, perlu
dilakukan pengujian terhadap mutu obat secara
berkala;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun
2016 tentang Penyelenggaran Uji Mutu Obat Pada
Instalasi Farmasi Pemerintah perlu disesuaikan
dengan kebutuhan hukum di masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyelenggaran Uji Mutu Obat pada Instalasi Farmasi
Pemerintah;

~ 419 ~ www.binfar.kemkes.go.id
-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 32);

~ 420 ~
www.binfar.kemkes.go.id
-3-

6. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang


Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PENYELENGGARAAN UJI MUTU OBAT PADA INSTALASI
FARMASI PEMERINTAH.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Instalasi Farmasi Pemerintah adalah sarana
tempat penyimpanan dan penyaluran sediaan
farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
dalam rangka pelayanan kesehatan.
2. Sampel adalah sejumlah obat yang diambil sesuai
dengan tujuan dan prosedur pengambilan Sampel
yang ditetapkan.
3. Uji Mutu adalah pengujian laboratorium yang
dilakukan untuk membuktikan mutu obat selalu
konsisten memenuhi standar dan persyaratan.
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya
disingkat BPOM adalah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian yang mempunyai tugas untuk
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan makanan.
5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
6. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
selanjutnya disingkat Kepala BPOM adalah Kepala
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang

~ 421 ~ www.binfar.kemkes.go.id
-4-

mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas


pemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan penyelenggaraan uji mutu obat pada
Instalasi Farmasi Pemerintah bertujuan untuk
mendukung pemastian mutu obat yang diadakan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pasal 3
(1) Penyelenggaraan uji mutu obat pada Instalasi
Farmasi Pemerintah dilakukan oleh BPOM melalui
kegiatan:
a. pengambilan Sampel;
b. uji laboratorium; dan
c. pelaporan hasil uji.
(2) Penyelenggaraan uji mutu obat pada Instalasi Farmasi
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan prioritas sampling BPOM.
(3) Dalam menetapkan prioritas sampling sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), BPOM mempertimbangkan
masukan usulan prioritas sampling dari Instalasi
Farmasi Pemerintah.
(4) Pengambilan Sampel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilaksanakan setelah
berkoordinasi dengan:
a. Direktur Jenderal untuk Instalasi Farmasi
Pemerintah milik kementerian kesehatan; dan
b. kepala dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota untuk Instalasi
Farmasi Pemerintah milik pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota.

~ 422 ~
www.binfar.kemkes.go.id
-5-

Pasal 4
(1) Obat yang dijadikan Sampel meliputi semua jenis
obat terutama obat yang tercantum dalam
formularium nasional dan obat program kesehatan.
(2) Jumlah dan jenis obat yang dijadikan Sampel
dengan memperhitungkan aspek ketersediaan obat
pada Instalasi Farmasi Pemerintah.

Pasal 5
Setiap pengambilan Sampel harus dibuat Berita Acara
Pengambilan Sampel (BAP), Berita Acara Serah Terima
(BAST), dan Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) yang
ditandatangani oleh petugas BPOM atau Balai
Besar/Balai POM dan penanggung jawab Instalasi
Farmasi Pemerintah dengan menggunakan contoh
Formulir 1, Formulir 2, dan Formulir 3 terlampir.

Pasal 6
(1) Hasil pelaksanaan uji mutu obat terdiri atas:
a. Memenuhi Syarat (MS); atau
b. Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
(2) Hasil pelaksanaan uji mutu obat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada:
a. Direktur Jenderal untuk Sampel obat yang
diambil pada Instalasi Farmasi Pemerintah
milik kementerian kesehatan; dan
b. kepala dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal untuk Sampel yang
diambil di Instalasi Farmasi Pemerintah
provinsi/kabupaten/kota.
(3) Penyampaian hasil pelaksanaan uji mutu obat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
dengan ketentuan:
a. secara berkala setiap 3 (tiga) bulan untuk hasil
uji mutu obat memenuhi syarat (MS); dan

~ 423 ~ www.binfar.kemkes.go.id
-6-

b. paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak


ditetapkan hasil uji mutu obat tidak memenuhi
syarat (TMS).
(4) Terhadap hasil pelaksanaan uji mutu obat tidak
memenuhi syarat (TMS) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, dilakukan penarikan dan
pemusnahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Perintah penarikan dan pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada industri
farmasi dengan tembusan Direktur Jenderal atau
kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota.

Pasal 7
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala
BPOM, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.

Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Uji Mutu Obat pada Instalasi Farmasi
Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1167), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 424 ~
www.binfar.kemkes.go.id
-7-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 51

~ 425 ~ www.binfar.kemkes.go.id
Formulir 1

BERITA ACARA PENGAMBILAN SAMPEL

Pada hari ini ................................. tanggal ........... bulan .................


tahun..........................., yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Jabatan :
NIP :

berdasarkan surat tugas nomor ........................ tanggal


................................................................ telah dilakukan pengambilan
sampel dalam rangka Pengujian Mutu Obat pada Instalasi Farmasi
Kementerian/Provinsi/Kabupaten/Kota.........................................................
yang beralamat di
......................................................................................................................
................................... dengan jenis dan jumlah sampel obat sebagaimana
terlampir.
Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya.

Mengetahui,
Penanggung Jawab Petugas Pengambil Sampel Obat
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

1..........................

( ................................................... ) 2 .........................

3..........................

Saksi – saksi
1 ...................................................
2 ...................................................
3....................................................

~ 426 ~
www.binfar.kemkes.go.id
Formulir 2

BERITA ACARA SERAH TERIMA BARANG MILIK NEGARA


BERUPA OBAT ………………
TAHUN …………
DARI SATUAN KERJA …………….
KEPADA ..........................................

NOMOR : ……………………………………

Pada hari ini, ......... tanggal ........ bulan ………. tahun ............... kami yang
bertanda tangan di bawah ini :

1. N a m a : …………………
NIP : …………………
Jabatan : …………………
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
………………………………………………………………………………………… (Nama
Satuan Kerja yang menyerahkan barang), yang selanjutnya disebut

PIHAK PERTAMA

2. N a m a : …………………
NIP : …………………
Jabatan : …………………
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
…………………………………………………………………………………………. (Nama
Satuan Kerja yang menerima barang), yang selanjutnya disebut

PIHAK KEDUA

Berdasarkan kepada :

1. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang


Milik Negara/Daerah;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara


Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara;

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 31/KM.6/2008 tentang Pelimpahan


Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Kepada Kepala
Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Untuk dan
Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan/atau
Keputusan Menteri Keuangan;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara


Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Negara;

~ 427 ~ www.binfar.kemkes.go.id
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara;

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata


Cara Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk melakukan serah


terima Barang Milik Negara dengan ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1

PIHAK PERTAMA menyerahkan kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA


menerima dari PIHAK PERTAMA sejumlah Barang Milik Negara berupa Obat
………… Tahun ……… dalam keadaan baik dan lengkap, dengan rincian
terlampir.

Pasal 2

PIHAK KEDUA berhak mempergunakan dan berkewajiban untuk mencatat,


memelihara, merawat, menjaga/mengamankan Barang Milik Negara yang
diserahkan tersebut serta melaporkan kondisinya kepada PIHAK PERTAMA
apabila sewaktu-waktu diperlukan atau diminta m PIHAK PERTAMA.

Pasal 3

Dengan dilaksanakannya serah terima barang milik negara sebagaimana


tersebut pada Pasal 1, status kepemilikan dan tanggung jawab
Penatausahaan Barang Milik Negara tersebut beralih dari PIHAK PERTAMA
kepada PIHAK KEDUA.

Pasal 4

Berita Acara Serah Terima Barang ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan di dalamnya akan diadakan perbaikan atau perubahan
sebagaimana mestinya.

Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sesungguhnya untuk


dipergunakan seperlunya.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA

………………………… …………………………
NIP. ………………….. NIP. …………………..

~ 428 ~
www.binfar.kemkes.go.id
Formulir 3
SURAT BUKTI BARANG KELUAR
NOMOR …………………………

KOMPOSISI NAMA NO NO
NAMA BENTUK TOTAL WAKTU
NO ZAT INDUSTRI IZIN BATCH HARGA SATUAN JUMLAH
OBAT SEDIAAN HARGA KADALUWARSA
BERKHASIAT FARMASI EDAR
1.
2.
3.
4.
5.

Total Harga :
(Tempat), (Tanggal/Bulan/Tahun)
Yang Menerima Yang Menyerahkan

(…………………) (………………..)

Mengetahui :

(…………………)

*harga satuan adalah harga pada saat perolehan

www.binfar.kemkes.go.id

~ 429 ~
~ 430 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 9 TAHUN 2017
TENTANG
APOTEK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,


keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kefarmasian
kepada masyarakat, perlu penataan penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Apotek;

Mengingat : 1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen


Ordonanntie, Staatsblad 1949:419);

~ 431 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

~ 432 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5126);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5419);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5942);
12. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1137);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 50);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
74);
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

~ 433 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG APOTEK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
2. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan
untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker.
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi dan Analis Farmasi.
6. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya
disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
konsil tenaga kefarmasian kepada apoteker yang telah
diregistrasi.
7. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk
menyelenggarakan Apotek.
8. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat
SIPA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker
sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan
praktik kefarmasian.
9. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang
selanjutnya disingkat SIPTTK adalah bukti tertulis yang

~ 434 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
kepada tenaga teknis kefarmasian sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian.
10. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
atau dokter hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk
kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
bagi pasien.
11. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
12. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.
13. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang
ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
14. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia.
15. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
yang selanjutnya disebut Kepala Balai POM adalah
kepala unit pelaksana teknis di lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
16. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang
selanjutnya disebut Kepala Badan, adalah Kepala Badan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengawasan obat dan makanan.
17. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah kepala
daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota.

~ 435 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada
Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kefarmasian di Apotek; dan
c. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
dalam memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.

BAB II
PERSYARATAN PENDIRIAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri
dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek
bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.

Pasal 4
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. lokasi;
b. bangunan;
c. sarana, prasarana, dan peralatan; dan
d. ketenagaan.

~ 436 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Bagian Kedua
Lokasi

Pasal 5
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan
akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
kefarmasian.

Bagian Ketiga
Bangunan

Pasal 6
(1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.
(2) Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
(3) Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat merupakan bagian dan/atau terpisah
dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah
kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.

Bagian Keempat
Sarana, Prasarana, dan Peralatan

Pasal 7
Bangunan Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
a. penerimaan Resep;
b. pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas);
c. penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
d. konseling;
e. penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. arsip.

~ 437 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Pasal 8
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
a. instalasi air bersih;
b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara; dan
d. sistem proteksi kebakaran.

Pasal 9
(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas
obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem
pencatatan mutasi obat, formulir catatan pengobatan
pasien dan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.
(3) Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan catatan mengenai
riwayat penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat
Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan
pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien.

Pasal 10
Sarana, prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 harus dalam keadaan
terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Bagian Kelima
Ketenagaan

Pasal 11
(1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek
dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
(2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki surat
izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

~ 438 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
BAB III
PERIZINAN

Bagian Kesatu
Surat Izin Apotek

Pasal 12
(1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
(2) Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa SIA.
(4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan.

Pasal 13
(1) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi:
a. fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;
d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan
e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak
menerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi
kelengkapan dokumen administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
Apotek dengan menggunakan Formulir 2.
(4) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas:

~ 439 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
a. tenaga kefarmasian; dan
b. tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan
prasarana.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim
pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan
hasil pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.
(6) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan dinyatakan
memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi dengan
menggunakan Formulir 4.
(7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dinyatakan masih belum memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus
mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam
waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan menggunakan
Formulir 5.
(8) Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan
diterima.
(9) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat
Penolakan dengan menggunakan Formulir 6.
(10) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
menerbitkan SIA melebihi jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), Apoteker pemohon dapat
menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP
sebagai pengganti SIA.

~ 440 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Pasal 14
(1) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), maka
penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk
Apoteker pemegang SIA.
(2) Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.

Bagian Kedua
Perubahan Izin

Pasal 15
(1) Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan
Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus
dilakukan perubahan izin.
(2) Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang
sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi,
perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek,
wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di
lokasi yang sama atau perubahan nama Apotek
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak perlu
dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa.
(4) Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang
melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi atau
perubahan Apoteker pemegang SIA sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

BAB IV
PENYELENGGARAAN

Pasal 16
Apotek menyelenggarakan fungsi:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai; dan

~ 441 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
b. pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.

Pasal 17
(1) Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada:
a. Apotek lainnya;
b. Puskesmas;
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
d. Instalasi Farmasi Klinik;
e. dokter;
f. bidan praktik mandiri;
g. pasien; dan
h. masyarakat.
(2) Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal:
a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi;
dan
b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas
pelayanan kesehatan.
(3) Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e sampai dengan huruf h hanya dapat dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 18
(1) Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:
a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit
informasi mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan
alamat; dan

~ 442 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling
sedikit informasi mengenai nama Apoteker, nomor
SIPA, dan jadwal praktik Apoteker.
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dipasang di dinding bagian depan bangunan atau
dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah
terbaca.
(3) Jadwal praktik Apoteker sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b harus berbeda dengan jadwal praktik
Apoteker yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain.

Pasal 19
Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus
bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati
hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.

Pasal 20
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus
menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat,
dan terjangkau.

Pasal 21
(1) Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
(2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek
dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek
dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien.
(3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek
atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di
dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat setelah
berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk
pemilihan obat lain.

~ 443 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
(4) Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat
kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus
memberitahukan kepada dokter penulis Resep.
(5) Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tetap pada pendiriannya, maka Apoteker
tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep
dengan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter
sesuai dengan pendiriannya.

Pasal 22
(1) Pasien berhak meminta salinan Resep.
(2) Salinan Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disahkan oleh Apoteker.
(3) Salinan Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 23
(1) Resep bersifat rahasia.
(2) Resep harus disimpan di Apotek dengan baik paling
singkat 5 (lima) tahun.
(3) Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan
kepada dokter penulis Resep, pasien yang bersangkutan
atau yang merawat pasien, petugas kesehatan atau
petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 24
(1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA
dengan mencantumkan nomor SIPA.

Pasal 25
(1) Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan dan asuransi lainnya.

~ 444 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota.

BAB V
PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 26
(1) Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli
waris Apoteker wajib melaporkan kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus menunjuk Apoteker lain
untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
(3) Apoteker lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
melaporkan secara tertulis terjadinya pengalihan
tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua
puluh empat) jam dengan menggunakan Formulir 7.
(4) Pengalihan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disertai penyerahan dokumen Resep Apotek,
narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci
penyimpanan narkotika dan psikotropika.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 27
Pembinaan dilakukan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan
provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota secara
berjenjang sesuai dengan kewenangannya terhadap segala
kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian di
Apotek.

Pasal 28
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi,

~ 445 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat melibatkan Organisasi Profesi.

Pasal 29
(1) Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri, kepala
dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1), khusus terkait dengan pengawasan sediaan
farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi dilakukan
juga oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Badan dapat melakukan pemantauan, pemberian
bimbingan, dan pembinaan terhadap pengelolaan
sediaan farmasi di instansi pemerintah dan masyarakat
di bidang pengawasan sediaan farmasi.

Pasal 30
(1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan
pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dilaporkan secara berkala kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.

Pasal 31
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; dan

~ 446 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
c. pencabutan SIA.

Pasal 32
(1) Pencabutan SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (2) huruf c dilakukan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota berdasarkan:
a. hasil pengawasan; dan/atau
b. rekomendasi Kepala Balai POM.
(2) Pelaksanaan pencabutan SIA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah dikeluarkan teguran
tertulis berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan dengan
menggunakan Formulir 8.
(3) Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang
membahayakan jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan
terlebih dahulu.
(4) Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota disampaikan langsung kepada Apoteker
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, kepala
dinas kesehatan provinsi, dan Kepala Badan dengan
menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.
(5) Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, selain ditembuskan kepada
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), juga ditembuskan
kepada dinas kabupaten/kota.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33
(1) Permohonan izin Apotek yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas

~ 447 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik.
(2) Izin Apotek yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dengan 5 (lima) tahun sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan.
(3) Apotek yang telah melakukan pelayanan kefarmasian
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 2
(dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

Pasal 34
(1) Apotek rakyat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek
Rakyat yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53
Tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang
Apotek Rakyat harus menyesuaikan diri menjadi Apotek
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal apotek rakyat tidak menyesuaikan diri
menjadi Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
apotek rakyat dapat menyesuaikan diri menjadi toko

~ 448 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
obat/pedagang eceran obat mengikuti ketentuan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat.
(3) Penyesuaian diri apotek rakyat menjadi Apotek atau toko
obat/pedagang eceran obat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) paling lama 6 (enam) bulan sejak
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016
tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat
diundangkan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 36
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 449 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2017

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Februari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 276

~ 450 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Lampiran:
Formulir 1

Hal : Permohonan Surat Izin Apotek (SIA)

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan/Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu *)

Kabupaten/Kota ...............................
di
...........................

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama Lengkap : ...................................................................................
No. KTP : ...................................................................................
Alamat : ...................................................................................
...................................................................................
Telepon ......................................................................
NPWP : ...................................................................................
No. STRA : ...................................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ...........................................(tanggal bulan tahun)
Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Apotek,
pada:

Nama Apotek : ...................................................................................


Alamat Apotek : ...................................................................................
...................................................................................
Telepon : ...................................................................................
Desa/Kelurahan : ...................................................................................
Kecamatan : ...................................................................................
Kabupaten/Kota : ...................................................................................

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :


a. fotokopi STRA;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk;
c. fotokopi NPWP;
d. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan;
e. daftar prasarana, sarana, dan peralatan;

Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.

Pemohon,

(………………………….…..)
Nama Lengkap

*) : Diisi sesuai dengan permohonan

~ 451 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 2

DINAS KESEHATAN/
PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU *)

KABUPATEN / KOTA ................................................

Nomor : (tanggal bulan tahun)


Lampiran :
Perihal : Penugasan Pemeriksaan

Kepada Yth.
Ketua Tim Pemeriksa Apotek
di-
...................................................

Sehubungan dengan surat dari Apoteker......................................................... (nama


pemohon) Tanggal ......................................................... (tanggal/bulan/tahun)
perihal Permohonan Surat Izin Apotek (SIA), maka dengan ini kami tugaskan
Saudara segera melaksanakan pemeriksaan terhadap Apotek pada:
Nama Apotek : ………...................................................................................
Alamat Apotek : ............................................................................................
............................................................................................
Telepon : ............................................................................................
Desa/Kelurahan : ............................................................................................
Kecamatan : ............................................................................................
Kabupaten/Kota : ............................................................................................

Hasil pelaksanaan pemeriksaan tersebut supaya disampaikan dalam bentuk


Berita Acara Pemeriksaan (BAP) selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari
kerja sejak surat ini diterima.

Demikianlah untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)


Kabupaten / Kota …………………………………................

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.

~ 452 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 3

BERITA ACARA PEMERIKSAAN APOTEK

Pada hari ini, tanggal ................ bulan ................ tahun ................, kami yang
bertanda tangan di bawah ini:

1. Nama : ...................................................................................
NIP : ...................................................................................
Pangkat/Golongan : ...................................................................................
Jabatan : ...................................................................................

2. Nama : ...................................................................................
NIP : ...................................................................................
Pangkat/Golongan : ...................................................................................
Jabatan : ...................................................................................

Berdasarkan surat tugas dari Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara


Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten / Kota ………………………………....,
nomor .................................................. tanggal ..........................................,
hal Penugasan Pemeriksaan, telah melakukan pemeriksaan setempat terhadap:

Nama Apotek : ...................................................................................


Alamat Apotek : ...................................................................................
...................................................................................
Telepon : ...................................................................................
Desa/Kelurahan : ...................................................................................
Kecamatan : ...................................................................................
Kabupaten/Kota : ...................................................................................

~ 453 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
HASIL PEMERIKSAAN

Penilaian

Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
Hasil

syarat
No Perincian Persyaratan
Pengamatan

I. Lokasi 1. Memenuhi
Persyaratan
kesehatan
lingkungan
2. Apotek dapat
didirikan pada
lokasi yang sama
dengan kegiatan
pelayanan dan
komoditi lainnya
diluar sediaan
farmasi
II. Bangunan 1. Permanen
2. Memperhatikan
fungsi, keamanan,
kenyamanan dan
kemudahan dalam
pemberian
pelayanan serta
perlindungan dan
keselamatan bagi
semua orang
III.Sarana/prasarana
Sarana
1. Ruang Pendaftaran/ Ada sesuai kebutuhan
Penerimaan Resep
2. Ruang Pelayanan
Resep dan Peracikan
a. Timbangan minimal 1 set
miligram dan anak
timbangan yang
sudah ditera
b. Timbangan gram minimal 1 set
dengan anak
timbangan yang
sudah ditera

~ 454 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Penilaian

Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
Hasil

syarat
No Perincian Persyaratan
Pengamatan

c. Wadah pengemas ada dengan jumlah


dan pembungkus sesuai kebutuhan
obat
d. Etiket ada dengan jumlah
sesuai kebutuhan
e. Wastafel
3. Ruang Penyerahan
Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
4. Ruang untuk
konseling bagi pasien
a. Tempat untuk
mendisplai
informasi obat
b. Buku Referensi
- Buku standar
- Kumpulan
peraturan
perundang-
undangan yang
berhubungan
c. Dokumen
Pelayanan
Kefarmasian
- Formulir
Pelayanan
Informasi Obat
(PIO)
- Buku catatan
konseling
- Formulir catatan
pengobatan
pasien
- Formulir
Monitoring Efek
Samping Obat
- Formulir Home
Pharmacy Care

~ 455 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Penilaian

Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
Hasil

syarat
No Perincian Persyaratan
Pengamatan

5. Ruang penyimpanan Ada sesuai dengan


sediaan farmasi kebutuhan
a. Lemari dan rak
untuk
penyimpanan obat
b. Lemari pendingin
c. Lemari untuk
penyimpanan
narkotika dan
psikotropika
d. Pendingin ruangan
e. Pengatur suhu Harus memenuhi
(termohigrometer) persyaratan
6. Ruang administrasi
dan penyimpanan
data
a. Blanko pesanan ada dengan jumlah
obat sesuai kebutuhan
b. Blanko kartu stok ada dengan jumlah
obat sesuai kebutuhan
c. Blanko salinan ada dengan jumlah
Resep sesuai kebutuhan
d. Blanko faktur dan ada dengan jumlah
blanko nota sesuai kebutuhan
penjualan
e. Buku pencatatan ada dengan jumlah
obat narkotika sesuai kebutuhan
f. Buku pesanan ada dengan jumlah
obat narkotika sesuai kebutuhan
g. Form laporan obat
narkotika
7. Ruang lainnya sesuai
kebutuhan pelayanan
Prasarana
1. Instalasi air bersih Sumber air tersedia
2. Instalasi listrik Listrik tersedia dan PLN /
cukup generator

~ 456 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Penilaian

Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
Hasil

syarat
No Perincian Persyaratan
Pengamatan

3. Instalasi sirkulasi Ventilasi harus


udara memenuhi persyaratan
hiegene
Penerangan Harus cukup terang
sehingga menjamin
pelaksanaan tugas dan
fungsi praktik
Apoteker
4. Pencegahan dan Alat Pemadam Api
penanggulangan Ringan (APAR)
kebakaran
5. Prasarana lain sesuai
kebutuhan
a. Toilet
b. Tempat sampah
IV.Sumber Daya Manusia
(SDM)
1. Apoteker Sekurang-kurangnya 1 ..........
orang orang
2. Tenaga Teknis ..........
Kefarmasian orang

~ 457 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut di atas, maka Apotek
...................................................... dinyatakan memenuhi/tidak memenuhi
persyaratan**) untuk melaksanakan praktik kefarmasian.

Demikianlah Berita Acara kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung


jawab. Berita Acara ini dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan dikirim kepada :

1. Dinas Kesehatan Provinsi


2. Pemohon
3. Arsip

.................................................(tanggal bulan tahun)

Yang membuat Berita Acara

1. 2.
(…………………………………..............) (…………………………………..............)
NIP…………………………………........ NIP………………………………….........

Mengetahui,

Kepala Dinas Kesehatan/ Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)


Kabupaten / Kota …………………………………................

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.
**) : Coret yang tidak perlu.

~ 458 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 4

DINAS KESEHATAN/PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU


SATU PINTU *)
KABUPATEN / KOTA ................................................

SURAT IZIN APOTEK (SIA)


NOMOR .................................................................................

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/ Penyelenggara


Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota …………............. memberikan
Izin Apotek:

Nama Apotek : .............................................................................


Alamat Apotek : .............................................................................
.............................................................................
Telepon : .............................................................................
Desa/Kelurahan : .............................................................................
Kecamatan : .............................................................................
Kabupaten/Kota : .............................................................................
Masa berlaku SIA sampai : ...........................................(tanggal/bulan tahun)

kepada:
Nama Lengkap : ..............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ..............................................................................
Alamat Rumah : ..............................................................................
No. STRA : ..............................................................................
Masa berlaku STRA sampai: ............................................(tanggal/bulan tahun)
No. SIPA : ..............................................................................
Masa berlaku SIPA sampai : ...........................................(tanggal/bulan tahun)

Dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di Apotek harus mengikuti


standar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. SIA ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan angka 1 di atas dan
pekerjaan/praktik kefarmasian dilakukan tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam SIA.

Dikeluarkan di : …………………………………..................
Pada tanggal : …………………………………..................

~ 459 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Kepala Dinas Kesehatan/ Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)
Kabupaten / Kota …………………………………................

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin
dikeluarkan oleh penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
4. Kepala Balai Besar/Balai POM di ……………………………

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.

~ 460 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 5

DINAS KESEHATAN/
PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU *)

KABUPATEN/KOTA ................................................

Nomor : (tanggal bulan tahun)


Lampiran :
Perihal : Penundaan Pemberian Izin Apotek

Kepada Yth.
Apoteker ..........................................
di-
...................................................

Sehubungan dengan surat Saudara Tanggal .........................(tanggal/bulan/tahun)


perihal Permohonan Surat Izin Apotek (SIA), maka dengan ini kami beritahukan
bahwa kami belum dapat menyetujui permohonan izin tersebut karena:

1. .................................................................................................................
2. .................................................................................................................
3. .................................................................................................................
Selanjutnya kepada Saudara kami minta melengkapi kekurangan tersebut
selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat ini.

Demikianlah untuk dimaklumi.

Kepala Dinas Kesehatan/Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)


Kabupaten / Kota …………………………………................

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.

~ 461 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 6

DINAS KESEHATAN/
PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU *)

KABUPATEN/KOTA ................................................

Nomor : (tanggal bulan tahun)


Lampiran :
Perihal : Penolakan Pemberian Izin Apotek

Kepada Yth.
Apoteker ..........................................
di-
...................................................

Sehubungan dengan surat Saudara Tanggal .........................(tanggal/bulan/tahun)


perihal Permohonan Surat Izin Apotek (SIA), maka dengan ini kami beritahukan
bahwa kami tidak dapat menyetujui permohonan izin tersebut karena:

1. .................................................................................................................
2. .................................................................................................................
3. .................................................................................................................

Demikianlah untuk dimaklumi.

Kepala Dinas Kesehatan/Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu*)


Kabupaten / Kota …………………………………................

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.

~ 462 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 7

LAPORAN PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB


PELAYANAN KEFARMASIAN

Pada hari ini ...............tanggal ...................bulan...................tahun..................


sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. ...................................tentang
Apotek, saya yang bertanda tangan dibawah ini,
a. Apoteker Pemegang SIA yang baru/pengganti
Nama Lengkap : ...................................................................................
Nomor STRA : ...................................................................................
Alamat : ...................................................................................
Telepon : ...................................................................................

Telah menerima pengalihan tanggung jawab dari :

b. Apoteker Pemegang SIA yang Lama


Nama Lengkap : ...................................................................................
Nomor STRA : ...................................................................................
Alamat : ...................................................................................
Telepon : ...................................................................................
No. SIA : ...................................................................................
Nama Apotek : ...................................................................................
Alamat Apotek : ...................................................................................

Dalam pengalihan tanggung jawab ini telah dilakukan penyerahan :


1. Resep-resep
Dari tanggal ........................sampai dengan tanggal......................berjumlah
..........................lembar
2. Obat-obat Narkotika dan Psikotropika sebagaimana tercantum dalam daftar
terlampir. Kunci-kuci lemari penyimpanan terdiri dari ........................buah.
3. Obat Keras tertentu / Bahan Berbahaya dan obat lainnya sebagaimana
daftar terlampir. Kunci- kunci lemari penyimpanan terdiri dari ...........buah.
4. Lain-lain yang dianggap perlu.

Demikian Laporan Pengalihan Tanggung Jawab ini dibuat dengan sebenarnya.


Surat Surat Pengalihan Tanggung Jawab dibuat rangkap 2 (dua) dan
dikirimkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Nama Kota, tanggal bulan tahun


Apoteker Penanggungjawab Apotek Pengganti

(………………………….…..)

Nama Lengkap

~ 463 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 8

PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN/ KOTA ……………………………….

Nomor :
Lampiran : Peringatan ke satu/dua/tiga*

Kepada Yth.
Apotek ..............

di -

Sesuai dengan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) Nomor ……………. tanggal
………………atas nama …………….. untuk Apotek................ dengan nomor SIA
.................. tanggal.................. dengan lokasi ………….. setelah kami
mengadakan pemeriksaan diketahui bahwa Apotek Saudara tidak memenuhi
ketentuan perizinan yang berlaku antara lain :
1. ……………
2. ……………
3. ……………

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kami minta Saudara untuk


memenuhi ketentuan perizinan yang berlaku.
Demikian untuk kiranya menjadi perhatian Saudara.

Kepala Dinas Kesehatan / Kepala Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten/


Kota……………………

NIP….……………………………………………….

Tembusan Kepada Yth,


1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alkes
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
3. Arsip

Catatan :
*) pilih yang sesuai

~ 464 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
Formulir 9

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA ………………

NOMOR …………………………….

TENTANG

PENCABUTAN IZIN APOTEK

KEPALA DINAS KESEHATAN/ KEPALA PELAYANAN PERIZINAN TERPADU


KABUPATEN/KOTA……………………

MENIMBANG : Bahwa Apotek telah melakukan pelanggaran yaitu:


1. ……………………………………………
2. ……………………………………………
3. ……………………………………………
4. ……………………………………………
MENGINGAT : 1. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 No. 541)
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengaman Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 5044);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

~ 465 ~ http://binfar.kemkes.go.id/jdih
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 1137);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
50);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017
tentang Apotek.

Memperhatikan : Berita Acara Hasil Pemeriksaan Tim Pemeriksa


Kabupaten/Kota ……………….. Nomor ………………………..
perihal Usul Pencabutan Surat Izin Apotek .......................

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PENCABUTAN IZIN APOTEK ……

Kesatu : Mencabut Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan/


Kepala Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten/Kota
……………. Nomor ……………… Tanggal …………………..
Tentang Surat Izin Apotek ............
Kedua : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di …………………………
pada Tanggal …………………………

Kepala Dinas Kesehatan/ Kepala Pelayanan Perizinan Terpadu


Kabupaten/Kota ………

NIP……………………………………………

Tembusan Kepada Yth:


1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

~ 466 ~
http://binfar.kemkes.go.id/jdih
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terdapat peningkatan penyalahgunaan beberapa


zat baru yang memiliki potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan yang belum termasuk
dalam Golongan Narkotika sebagaimana diatur dalam
Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);

~ 467 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5419);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN
PENGGOLONGAN NARKOTIKA.

Pasal 1
Daftar Narkotika golongan I, golongan II dan golongan III
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 415), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 468 ~
-3-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2017

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 52

~ 469 ~
-4-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN
NARKOTIKA

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya


termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari
buah tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa
mengalami pengolahan sekedarnya untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu
rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan
dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan
lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang
cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa
memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau
bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara
langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka
yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

~ 470 ~
-5-

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua


bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan
tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja
dan hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk
stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
11. ASETORFINA : 3-O-Asetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-
metilbutil)-6,14-endo-etenooripavina
12. ASETIL-ALFA- : N-[1-(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
METILFENTANIL asetanilida
13. ALFA-METILFENTANIL : N-[1(α-Metilfenetil)-4-piperidil]
propionanilida
14. ALFA- : N-[1-]1-Metil-2-(2-tienil)etil]-4-
METILTIOFENTANIL piperidil]propionanilida
15. BETA- : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-4-piperidil]
HIDROKSIFENTANIL propionanilida
16. BETA-HIDROKSI-3- : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-3-metil-4-
METIL-FENTANIL piperidil]propionanilida
17. DESOMORFINA : Dihidrodesoksimorfina
18. ETORFINA : Tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-
metilbutil)-6,14-endo-etenooripavina
19. HEROINA : Diasetilmorfina
20. KETOBEMIDONA : 4-Meta-hidroksifenil-1-metil-4-
propionilpiperidina
21. 3-METILFENTANIL : N-(3-Metil-1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
22. 3-METILTIOFENTANIL : N-[3-Metil-1-[2-(2-tienil)etil]-4-
piperidil] propionanilida
23. MPPP : 1-Metil-4-fenil-4-piperidinolpropianat
(ester)
24. PARA-FLUOROFENTANIL : 4‘-Fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil)
propionanilida
25. PEPAP : 1-Fenetil-4-fenil-4-piperidinol asetat
(ester)

~ 471 ~
-6-

26. TIOFENTANIL : N-[1-[2-(2-Tienil)etil]-4-piperidil]


propionanilida
27. BROLAMFETAMINA, : (±)-4-Bromo-2,5-dimetoksi-α-
nama lain DOB metilfenetilamina
28. DET : 3-[2-(Dietilamino )etil] indol
29. DMA : (+)-2,5-Dimetoksi-α-metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1,2-Dimetilheptil)-7,8,9,10-
tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo
[b,d]piran-1-ol
31. DMT : 3-[2-( Dimetilamino )etil]indol
32. DOET : (±)-4-Etil-2,5-dimetoksi-α–
metilfenetilamina
33. ETISIKLIDINA, : N-Etil-1-fenilsikloheksilamina
nama lain PCE
34. ETRIPTAMINA : 3-(2-Aminobutil) indol
35. KATINONA : (-)-(S)-2-Aminopropiofenon
36. (+)-LISERGIDA, nama : 9,10-Didehidro-N,N-dietil-6-
lain LSD, LSD-25 metilergolina-8β-karboksamida
37. MDMA : (±)-N,α-Dimetil-3,4-(metilendioksi)
fenetilamina
38. MESKALINA : 3,4,5-Trimetoksifenetilamina
39. METKATINONA : 2-(Metilamino )-1-fenilpropan-1-on
40. 4- METILAMINOREKS : (±)-sis- 2-Amino-4-metil-5-fenil-2-
oksazolina
41. MMDA : 5-Metoksi-α-metil-3,4-(metilendioksi)
fenetilamina
42. N-ETIL MDA : (±)-N-Etil- α-metil-3,4-(metilendioksi)
fenetilamina
43. N-HIDROKSI MDA : (±)-N-[α-Metil-3,4-(metilendioksi)
fenetil]hidroksilamina
44. PARAHEKSIL : 3-Heksil-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-
trimetil-6H-dibenzo[b,d]piran-1-ol
45. PMA : p-Metoksi-α–metilfenetilamina
46. PSILOSINA, PSILOTSIN : 3-[2-(Dimetilamino )etil]indol-4-ol
47. PSILOSIBINA : 3-[2-(Dimetilamino)etil]indol-4-il
dihidrogen fosfat

~ 472 ~
-7-

48. ROLISIKLIDINA, : 1-(1-Fenilsikloheksil)pirolidina


nama lain PHP, PCPY
49. STP, DOM : 2,5-Dimetoksi-α,4-dimetilfenetilamina
50. TENAMFETAMINA, : α-Metil-3,4-
nama lain MDA (metilendioksi)fenetilamina
51. TENOSIKLIDINA, nama : 1- [1-(2-Tienil) sikloheksil]piperidina
lain TCP
52. TMA : (±)-3,4,5-Trimetoksi-α–
metilfenetilamina
53. AMFETAMINA : (±)-α-Metilfenetilamina
54. DEKSAMFETAMINA : (+)-α-Metilfenetilamina
55. FENETILINA : 7-[2-[(α-
Metilfenetil)amino]etil]teofilina
56. FENMETRAZINA : 3-Metil-2-fenilmorfolin
57. FENSIKLIDINA, : 1-(1-Fenilsikloheksil)piperidina
nama lain PCP
58. LEVAMFETAMINA : (-)-(R)-α-Metilfenetilamina
59. LEVOMETAMFETAMINA : (-)-N,α-Dimetilfenetilamina
60. MEKLOKUALON : 3-(o-klorofenil)-2-metil-4(3H)-
kuinazolinon
61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N,α–Dimetilfenetilamina
62. METAKUALON : 2-Metil-3-o-tolil-4(3H)-kuinazolinon
63. ZIPEPROL : α-(α-Metoksibenzil)-4-(β-
metoksifenetil)-1-piperazinetanol
64. Sediaan opium dan/atau campuran dengan bahan lain bukan
Narkotika
65. 5-APB : 1-(1-Benzofuran-5-il)propan-2-amina
66. 6-APB : 1-(1-Benzofuran-6-il)propan-2-amina
67. 25B-NBOMe : 2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)-N-[(2-
metoksifenil)metil]etanamina
68. 2-CB : 2-(4-Bromo-2,5-dimetoksifenil)
etanamina
69. 25C-NBOMe, nama lain : 2-(4-Kloro-2,5-dimetoksifenil)-N-[(2-
2C-C-NBOMe metoksifenil)metil]etanamina
70. DIMETILAMFETAMINA, : N,N-Dimetil-1-fenilpropan-2-amina
nama lain DMA

~ 473 ~
-8-

71. DOC : 1-(4-Kloro-2,5-dimetoksifenil)propan-


2-amina
72. ETKATINONA, : 2-(Etilamino)-1-fenilpropan-1-on
nama lain N-etilkatinona
73. JWH-018 : Naftalen-1-il(1-pentil-1H-indol-3-
il)metanona
74. MDPV, nama lain 3,4- : (R/S)-1-(Benzo[d][1,3]dioksol-5-il)-2-
METILENDIOKSIPIROVA (pirrolidin-1-il)pentan-1- on
LERON
75. MEFEDRON, : (RS)-2-Metilamino-1-(4-metilfenil)
nama lain 4-MMC propan-1-on
76. METILON, : (RS)-2-Metilamino-1-(3,4-
nama lain MDMC metilendioksifenil)propan-1-on
77. 4-METILETKATINONA, : (R/S)-2-Etilamino-1-(4-metilfenil)
nama lain 4-MEC propan-1-on
78. MPHP : 1-(4-Metilfenil)-2-(pirrolidin-1-il)
heksan-1-on
79. 25I-NBOMe, nama lain : 2-(4-Iodo-2,5-dimetoksifenil)-N-(2-
2C-I-NBOMe metoksibenzil)etanamina
80. PENTEDRON : (±)-2-(Metilamino)-1-fenilpentan-1-on
81. PMMA; p- : 1-(4-Metoksifenil)-N-metil-2-
METOKSIMETAMFETAMI propanamina
NA, nama lain PARA-
METOKSIMETILAMFETA
MIN, 4-MMA
82. XLR-11, : (1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-
nama lain il)2,2,3,3-tetrametilsiklopropil)-
5-FLUORO-UR-144 metanona
83. 5-FLUORO AKB 48, : N-(Adamantan-1-il)-1-(5-fluoropentil)-
nama lain 5F-APINACA 1H-indazol-3-karboksamida
84. MAM-2201 : [1-(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il](4-
metilnaftalen-1-il)-metanona
85. FUB-144, : (1-(4-Fluorobenzil)-1H-indol-3-il)
nama lain FUB-UR-144 (2,2,3,3-tetrametilsiklopropil)
metanona

~ 474 ~
-9-

86. AB-CHMINACA : N-[(1S)-1-(Aminokarbonil)-2-


metilpropil]-1-(sikloheksilmetil)-1H-
indazol-3-karboksamida
87. AB-FUBINACA : N-(1-Amino-3-metil-1-oksobutan-2-
il)-1-(4-fluorobenzil)-1H-indazol-3-
karboksamida
88. FUB-AMB, : Metil 2-({1-[(4-fluorofenil) metil]-1H-
nama lain AMB- indazol-3-karbonil} amino)-3-
FUBINACA metilbutanoat
89. AB-PINACA : N-(1-Amino-3-metil-1-oksobutan-2-
il)-1-pentil-1H-indazol-3-
karboksamida
90. THJ-2201 : [1-(5-Fluoropentil)-1H-indazol-3-il]
(naftalen-1-il) metanona
91. THJ-018 : 1-Naftalenil(1-pentil-1H-indazol-3-il)
metanona
92. MAB-CHMINACA, : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-oksobutan-
nama lain ADB- 2-il)-1-(sikloheksilmetil)-1H-indazol-
CHMINACA 3-karboksamida
93. ADB-FUBINACA : N-(1-Amino-3,3-dimetil-1-oksobutan-
2-il)-1-(4-fluorobenzil)-1H-indazol-3-
karboksamida
94. MDMB-CHMICA, : Metil 2-{[1-(sikloheksilmetil)indol-3-
nama lain MMB- karbonil] amino}-3,3- dimetilbutanoat
CHMINACA
95. 5-FLUORO-ADB : Metil 2-{[1-(5-fluoropentil)-1H-
indazol-3-karbonil]amino}-3,3-
dimetilbutanoat
96. AKB-48, : N-(Adamantan-1-il)-1-pentil-1H-
nama lain APINACA indazol-3-karboksamida
97. 4-APB : 1-(1-Benzofuran-4-il) propan-2-amina
98. ETILON, : (RS)-1-(1,3-Benzodioksol-5-il)-2-
nama lain bk-MDEA, (etilamino)propan-1-on
MDEC
99. TFMPP : 1-(3-(Trifluorometil)fenil) piperazin
100. ALFA-METILTRIPTAMINA : 2-(1H-Indol-3-il)-1-metil-etilamina

~ 475 ~
-10-

101. 5-MeO-MiPT : N-[2-(5-Metoksi-1H-indol-3-il)etil]-N-


metilpropan-2-amina
102. METOKSETAMINA, : (RS)2-(3-Metoksifenil)-2-(etilamino)
nama lain MXE sikloheksanona
103. BUFEDRON, : 2-(Metilamino)-1-fenilbutan-1-on
nama lain METILAMINO-
BUTIROFENON (MABP)
104. 4-KLOROMETKATINONA, : 1-(4-Klorofenil)-2-(metilamino)
nama lain 4-CMC, propan-1-on
KLEFEDRON
105. AH-7921 : 3,4-Dikloro-N-{[1-(dimetilamino)
sikloheksil]metil}benzamida
106. 4-MTA : 1-[4-(Metilsulfanil)fenil]propan-2-
amina
107. AM-2201, : 1-[(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il]-
nama lain JWH-2201 (naftalen-1-il)metanona
108. ASETILFENTANIL : N-[1-(2-Feniletil)-4-piperidil]-N-
fenilasetamida
109. MT-45 : 1-Sikloheksil-4-(1,2-difeniletil)
piperazin
110. ALFA-PVP : 1-Fenil-2-(pirrolidin-1-il)pentan-1-on
111. 4,4’-DMAR, : 4-Metil-5-(4-metilfenil)-4,5-dihidro-
nama lain 4,4’- 1,3-oksazol-2-amina
DIMETILAMINOREKS
112. METAMFETAMINA : (±)-N,α-Dimetilfenetilamina
RASEMAT
113 Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.
114. Tanaman KHAT (Catha edulis)

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II

1. ALFASETILMETADOL : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-


4,4difenilheptana
2. ALFAMEPRODINA : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-
4propionoksipiperidina

~ 476 ~
-11-

3. ALFAMETADOL : Alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanol
4. ALFAPRODINA : Alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
5. ALFENTANIL : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-
tetrazol-1il)etil]-4-(metoksimetil)-4-
piperidinil]-N-fenilpropanamida
6. ALLILPRODINA : 3-Allil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
7. ANILERIDINA : Asam 1-para-aminofenetil-4-
fenilpiperidina)-4-karboksilatetil ester
8. ASETILMETADOL : 3-Asetoksi-6-dimetilamino-4,4-
difenilheptana
9. BENZETIDIN : Asam 1-(2-benziloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
10. BENZILMORFINA : 3-benzilmorfina
11. BETAMEPRODINA : Beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
12. BETAMETADOL : Beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–
heptanol
13. BETAPRODINA : Beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
14. BETASETILMETADOL : Beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4-
difenilheptana
15. BEZITRAMIDA : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-
okso-3-propionil-
1-benzimidazolinil)piperidina
16. DEKSTROMORAMIDA : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]morfolina
17. DIAMPROMIDA : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]
propionanilida
18. DIETILTIAMBUTENA : 3-dietilamino-1,1-di-(2’-tienil)-1-
butena
19. DIFENOKSILAT : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester

~ 477 ~
-12-

20. DIFENOKSIN : Asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-


fenilisonipekotik
21. DIHIDROMORFINA
22. DIMEFHEPTANOL : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
23 DIMENOKSADOL : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-
difenilasetat
24. DIMETILTIAMBUTENA : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-
butena
25. DIOKSAFETIL BUTIRAT : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. DIPIPANONA : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27. DROTEBANOL : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-
6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan
ekgonina dan kokaina.
29. ETILMETILTIAMBUTENA : 3-Etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-
butena
30. ETOKSERIDINA : Asam 1-[2-(2-Hidroksietoksi)-etil]-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
31. ETONITAZENA : 1-Dietilaminoetil-2-para-
etoksibenzil-5-nitrobenzimedazol
32. FURETIDINA : Asam 1-(2-
Tetrahidrofurfuriloksietil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester)
33. HIDROKODONA : Dihidrokodeinona
34. HIDROKSIPETIDINA : Asam 4-Meta-hidroksifenil-1-
metilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
35. HIDROMORFINOL : 14-Hidroksidihidromorfina
36. HIDROMORFONA : Dihidrimorfinona
37. ISOMETADONA : 6-Dimetilamino-5-metil-4,4-difenil-
3-heksanona
38. FENADOKSONA : 6-Morfolino-4,4-difenil-3-heptanona
39. FENAMPROMIDA : N-(1-metil-2-piperidinoetil)
propionanilida

~ 478 ~
-13-

40. FENAZOSINA : 2'-Hidroksi-5,9-dimetil-2-fenetil-6,7-


benzomorfan
41. FENOMORFAN : 3-Hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. FENOPERIDINA : Asam 1-(3-Hidroksi-3-fenilpropil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
43. FENTANIL : 1-Fenetil-4-N-
propionilanilinopiperidina
44. KLONITAZENA : 2-(Para-klorbenzil)-1-dietilaminoetil-
5-nitrobenzimidazol
45. KODOKSIMA : Dihidrokodeinona-6-
karboksimetiloksima
46. LEVOFENASILMORFAN : (-)-3-Hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. LEVOMORAMIDA : (-)-4-[2-Metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-
pirolidinil)butil]morfolina
48. LEVOMETORFAN : (-)-3-Metoksi-N-metilmorfinan
49. LEVORFANOL : (-)-3-Hidroksi-N-metilmorfinan
50. METADONA : 6-Dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanona
51. METADONA : 4-Siano-2-dimetilamino-4,4-
INTERMEDIATE difenilbutana
52. METAZOSINA : 2-Hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-
benzomorfan
53. METILDESORFINA : 6-Metil-delta-6-deoksimorfina
54. METILDIHIDROMORFINA : 6-Metildihidromorfina
55. METOPON : 5-Metildihidromorfinona
56. MIROFINA : Miristilbenzilmorfina
57. MORAMIDA INTERMEDIAT : Asam 2-Metil-3-morfolino-1,1-
difenilpropana karboksilat
58. MORFERIDINA : Asam 1-(2-Morfolinoetil)-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
59. MORFINA-N-OKSIDA
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent
lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida, salah satunya
kodeina-Noksida

~ 479 ~
-14-

61. Morfina
62. NIKOMORFINA : 3,6-Dinikotinilmorfina
63. NORASIMETADOL : (±)-Alfa-3-asetoksi-6-metilamino-
4,4-difenilheptana
64. NORLEVORFANOL : (-)-3-Hidroksimorfinan
65. NORMETADONA : 6-Dimetilamino-4,4-difenil-3-
heksanona
66. NORMORFINA : Dimetilmorfina atau N-
demetilatedmorfina
67. NORPIPANONA : 4,4-Difenil-6-piperidino-3-
heksanona
68. OKSIKODONA : 14-Hidroksidihidrokodeinona
69. OKSIMORFONA : 14-Hidroksidihidromorfinona
70. PETIDINA INTERMEDIAT A : 4-Siano-1-metil-4-fenilpiperidina
71. PETIDINA INTERMEDIAT B : Asam 4-Fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
72. PETIDINA INTERMEDIAT C : Asam 1-Metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat
73. PETIDINA : Asam 1-Metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
74. PIMINODINA : Asam 4-Fenil-1-( 3-
fenilaminopropil)-piperidina-4-
karboksilat etil ester
75. PIRITRAMIDA : Asam 1-(3-Siano-3,3-difenilpropil)-
4(1piperidino)-piperdina-4-
karboksilat amida
76. PROHEPTASINA : 1,3-Dimetil-4-fenil-4-
propionoksiazasikloheptana
77. PROPERIDINA : Asam 1-Metil-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat isopropil ester
78. RASEMETORFAN : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan
79 RASEMORAMIDA : (±)-4-[2-Metil-4-okso-3,3-difenil-4-
(1-pirolidinil)butil]-morfolina
80. RASEMORFAN : (±)-3-Hidroksi-N-metilmorfinan
81. SUFENTANIL : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-
etil -4-piperidil] propionanilida

~ 480 ~
-15-

82. TEBAINA
83. TEBAKON : Asetildihidrokodeinona
84. TILIDINA : (±)-Etil-trans-2-(dimetilamino)-1-
fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat
85. TRIMEPERIDINA : 1,2,5-Trimetil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
86. BENZILPIPERAZIN (BZP), : 1-Benzilpiperazin
N-BENZILPIPERAZIN
87. META- : 1-(3-Klorofenil)piperazin
KLOROFENILPIPERAZIN
(MCPP)
88. DIHIDROETORFIN : 7,8-Dihidro-7α-[1-(R)-hidroksi-1-
metilbutil]-6,14-endo-
etanotetrahidrooripavina
89. ORIPAVIN : 3-O-Demetiltebain
90. REMIFENTANIL : Asam1-(2-Metoksikarboniletil)-4-
(fenilpropionilamino)-piperidina-4-
karboksilat metil ester
91. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas.

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III

1. ASETILDIHIDROKODEINA
2. DEKSTROPROPOKSIFENA : Alfa-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-
metil-2-butanol propionat
3. DIHIDROKODEINA
4. ETILMORFINA : 3-Etilmorfina
5. KODEINA : 3-Metilmorfina
6. NIKODIKODINA : 6-Nikotinildihidrokodeina
7. NIKOKODINA : 6-Nikotinilkodeina
8. NORKODEINA : N-Demetilkodeina
9. POLKODINA : Morfoliniletilmorfina
10. PROPIRAM : N-(1-Metil-2-piperidinoetil)-N-2-
piridilpropionamida

~ 481 ~
-16-

11. BUPRENORFINA : 21-Siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-


1,2,2-trimetilpropil]-6,14-endo-
entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
12. CB 13, nama lain : Naftalen-1-il[4-(pentiloksi)naftalen-
CRA 13 atau SAB-378 1-il]etanona
13. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
14. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika
15. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan
narkotika

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

~ 482 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 3 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa terdapat obat keras yang mempunyai potensi


mengakibatkan sindroma ketergantungan yang belum
termasuk dalam Golongan Psikotropika sebagaimana
diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan
Penggolongan Psikotropika;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);

~ 483 ~
-2-

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA.

Pasal 1
Daftar psikotropika golongan II dan golongan IV tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 324), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

~ 484 ~
-3-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2017

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 53

~ 485 ~
-4-

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN
PSIKOTROPIKA

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN II

No. Nama Lazim Nama Kimia


1. AMINEPTINA Asam 7-[(10,11-dihidro-5H-dibenzo[a,d]-
siklohepten-5-il)amino] heptanoat
2. METILFENIDAT Metil-alfa-fenil-2-piperidina asetat

3. SEKOBARBITAL Asam 5-alil-5-(1-metilbutil) barbiturat

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV

No. Nama Lazim Nama Kimia


1. ALLOBARBITAL Asam 5,5-dialilbarbiturat
8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-
2. ALPRAZOLAM
a][1,4] benzodiazepina
AMFEPRAMONA, 2-(Dietilamino)propiofenon
3.
nama lain Dietilpropion
4. AMINOREKS 2-Amino-5-fenil-2-oksazolina
5. BARBITAL Asam 5,5-dietilbarbiturat
6. BENZFETAMINA N-Benzil-N-α-dimetilfenetilamina
7-Bromo-1,3-dihidro-5-(2-piridil)-2H-1,4-
7. BROMAZEPAM
benzodiazepin-2-on
2-Bromo-4-(o-klorofenil)-9-metil-6H-
8. BROTIZOLAM
tieno[3,2-f]-s-triazolo[4,3-a][1,4]diazepina
9. BUTOBARBITAL Asam 5-butil-5-etilbarbiturat
7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
10. DELORAZEPAM
benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
11. DIAZEPAM
benzodiazepin-2-on

~ 486 ~
-5-

No. Nama Lazim Nama Kimia


8-Kloro-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]
12. ESTAZOLAM
benzodiazepina
ETIL AMFETAMINA, N-Etil-α- metilfenetilamina
13. nama lain
N-Etilamfetamina
Etil 7-kloro-5-(o-fluorofenil)-2,3-dihidro-2-
14. ETIL LOFLAZEPAT
okso-1H-1,4-benzodiazepina-3-karboksilat
15. ETINAMAT 1-Etinilsikloheksanolkarbamat
16. ETKLORVINOL 1-Kloro-3-etil-1-penten-4-in-3-ol
17. FENCAMFAMINA N-Etil-3-fenil-2-norbornanamina
18. FENDIMETRAZINA (+)-(2S,3S)-3,4-Dimetil-2-fenilmorfolina
19. FENOBARBITAL Asam 5-etil-5-fenilbarbiturat
20. FENPROPOREKS (±)-3-[(α-Metilfeniletil)amino] propionitril
21. FENTERMINA α,α-Dimetilfenetilamina
7-Kloro-5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-
22. FLUDIAZEPAM
2H-1,4-benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1-[2-(dietilamino)etil]-5-(o-
23. FLURAZEPAM fluorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4
benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2,2,2-
24. HALAZEPAM
trifluoroetil)-2H-1,4 benzodiazepin-2-on
10-Bromo-11b-(o-fluorofenil)-2,3,7,11b-
25. HALOKSAZOLAM tetrahidrooksazolo[3,2d][1,4]benzodiazepin-
6(5H)-on
7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-
26. KAMAZEPAM fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
dimetikarbamat (ester)
11-Kloro-8,12b-dihidro-2,8-dimetil-12b-
27. KETAZOLAM fenil-4H-[1,3]oksazino[3,2-d][1,4]
benzodiazepin-4,7(6H)-dion
7-Kloro-1-metil-5-fenil-1H-1,5-
28. KLOBAZAM
benzodiazepin-2,4(3H,5H)-dion
10-Kloro-11b-(o-klorofenil)-2,3,7,11b-
29. KLOKSAZOLAM tetrahidro-oksazolo-
[3,2d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-on

~ 487 ~
-6-

No. Nama Lazim Nama Kimia


5-(o-Klorofenil)-1,3-dihidro-7-nitro-2H-1,4-
30. KLONAZEPAM
benzodiazepin-2-on
Asam 7-kloro-2,3-dihidro-2-okso-5-fenil-1H-
31. KLORAZEPAT
1,4-benzodiazepina-3-karboksilat
7-Kloro-2-(metilamino)-5-fenil-3H-1,4-
32. KLORDIAZEPOKSIDA
benzodiazepina-4-oksida
5-(o-Klorofenil)-7-etil-1,3-dihidro-1-metil-
33. KLOTIAZEPAM
2H-tieno[2,3-e]-1,4-diazepin-2-on
LEFETAMINA, (-)-N,N-Dimetil-1,2-difeniletilamina
34.
nama lain SPA
6-(o-Klorofenil)-2,4-dihidro-2-[(4-metil-1-
35. LOPRAZOLAM piperazinil)metilen]-8-nitro-1H-imidazo[1,2-
a][1,4]benzodiazepin-1-on
7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-
36. LORAZEPAM
hidroksi-2H-1,4-bonzodiazepin-2-on
7-Kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-
37. LORMETAZEPAM
hidroksi-1-metil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
5-(p-Klorofenil)-2,5-dihidro-3H-imidazo[2,1-
38. MAZINDOL
a]isoindol-5-ol
7-Kloro-2,3-dihidro-1-metil-5-fenil-1H-1,4-
39. MEDAZEPAM
benzodiazepina
40. MEFENOREKS N-(3-Kloropropil)-α-metilfenetilamina
41. MEPROBAMAT 2-Metil-2-propil-1,3 propanadioldikarbamat
3-(α-Metilfenetil)-N-(fenilkarbamoil)
42. MESOKARB
sidnonimina
43. METILFENOBARBITAL Asam 5-etil-1-metil-5-fenilbarbiturat
44. METIPRILON 3,3-Dietil-5-metil-2,4-piperidina-dion
8-Kloro-6-(o-fluorofenil)-1-metil-4H-
45. MIDAZOLAM
imidazo[1,5-a][1,4] benzodiazepina
1,3-Dihidro-1-metil-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
46. NIMETAZEPAM
benzodiazepin-2-on
1,3-Dihidro-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-
47. NITRAZEPAM
benzodiazepin-2-on
7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-
48. NORDAZEPAM
benzodiazepin-2-on

~ 488 ~
-7-

No. Nama Lazim Nama Kimia


7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-5-fenil-2H-
49. OKSAZEPAM
1,4-benzodiazepin-2-on
10-Kloro-2,3,7,11b-tetrahidro-2-metil-11b-
50. OKSAZOLAM feniloksazolo[3,2-d][1,4]benzodiazepin-
6(5H)-on
51. PEMOLINA 2-Amino-5-fenil-2-oksazolin-4-on
7-Kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2-propinil)-
52. PINAZEPAM
2H-1,4-benzodiazepin-2-on
53. PIPRADROL 1,1-Difenil-1-(2-piperidil) metanol
54. PIROVALERONA 4’-Metil-2-(1-pirolidinil) valerofenon
7-Kloro-1-(siklopropilmetil)-1,3-dihidro-5-
55. PRAZEPAM
fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
56. SEKBUTABARBITAL Asam 5-sek-butil-5-etilbarbiturat
7-Kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-5-
57. TEMAZEPAM
fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
7-Kloro-5-(1-sikloheksen-1-il)-1,3-dihidro-1-
58. TETRAZEPAM
metil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
8-Kloro-6-(o-klorofenil)-1-metil-4H-s-
59. TRIAZOLAM
triazolo[4,3-a][1,4] benzodiazepina
60. VINILBITAL Asam 5-(1-metilbutil)-5-vinilbarbiturat
N,N,6-Trimetil-2-p-tolilimidazo[1,2-
61. ZOLPIDEM
a]piridina-3-asetamida
7-Bromo-5-(2-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-
62. FENAZEPAM
benzodiazepin-2-on

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

~ 489 ~
~ 490 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Yang terhormat,
1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
2. Para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia
3. Para Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia
4. Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia

SURAT EDARAN
NOMOR HK.03.03/MENKES/704/2016
TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 53 TAHUN 2016
TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT

Dalam rangka penataan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kefarmasian telah


ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang Pencabutan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek
Rakyat yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian.
Surat Edaran ini ditujukan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap
pelaksanaan dari ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016
tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007
tentang Apotek Rakyat.
Mengingat ketentuan:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5607);

~ 491 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-2-

4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan


Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
6. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang
Eceran Obat sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1162) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek; dan
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1508);

~ 492 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-3-

Bersama ini disampaikan sebagai berikut:


1. Izin Apotek Rakyat yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat harus
menyesuaikan perizinannya menjadi Apotek sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat
diundangkan.
2. Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik.
3. Dalam hal Apotek Rakyat tidak dapat menyesuaikan perizinannya menjadi
Apotek sebagaimana dimaksud pada angka 2, maka Apotek Rakyat dapat
menyesuaikan perizinannya menjadi Toko Obat/Pedagang Eceran Obat
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat paling lama 6 (enam)
bulan sejak Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2016 tentang
Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007
tentang Apotek Rakyat diundangkan.
4. Untuk Apotek Rakyat yang melakukan penyesuaian perizinan menjadi Toko
Obat/Pedagang Eceran Obat sebagaimana dimaksud pada angka 3, maka
semua obat keras dan dokumentasi pelayanan kefarmasian harus dilimpahkan
kepada Apotek lain berdasarkan Berita Acara Penyerahan yang diketahui oleh
Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat.

~ 493 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-4-

5. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 53 Tahun 2016 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat dilakukan oleh Menteri, Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mengikutsertakan organisasi
profesi sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan sebagaimana


mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2016

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

ttd

NILA FARID MOELOEK

~ 494 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Yang terhormat,
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia
3. Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
4. Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI)

SURAT EDARAN
NOMOR HK.02.02/MENKES/24/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 31
TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI,
IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

Bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di bidang


pelayanan kesehatan wajib memiliki izin dalam bentuk Surat Izin Praktik
(SIP). Salah satu jenis tenaga kesehatan yaitu tenaga kefarmasian yang dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat
tenaga kefarmasian tersebut bekerja. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 11
ayat (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
menyatakan bahwa jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok
tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum
terkait izin praktik, maka telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut
mengenai tata cara pemberian surat izin praktik bagi apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian yang akan melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

~ 495 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-2-

Mengingat ketentuan:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
59);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin

~ 496 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-3-

Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun


2016 Nomor 1137);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);

Berdasarkan hal tersebut, bersama ini disampaikan sebagai berikut:


A. Surat Izin Praktik
1. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
a. Setiap apoteker yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin berupa Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) sesuai tempat fasilitas kefarmasian.
b. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas
Produksi atau Fasilitas Distribusi/Penyaluran hanya dapat
diberikan 1 (satu) SIPA sesuai dengan tempatnya bekerja.
c. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian dapat diberikan untuk paling banyak
3 (tiga) SIPA, berupa:
1) SIPA Kesatu;
2) SIPA Kedua; dan/atau
3) SIPA Ketiga.
d. Dikecualikan dari butir 1.b bagi apoteker yang bekerja di
Instalasi Farmasi Pemerintah/TNI/POLRI dapat memiliki
paling banyak 3 (tiga) SIPA.
e. Apoteker hanya boleh mempunyai 1 (satu) Surat Izin Apotek
(SIA). Dalam hal apoteker telah memiliki SIA, maka apoteker
yang bersangkutan hanya dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada
fasilitas pelayanan kefarmasian lain.
f. Bagi apoteker sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja
di fasilitas pelayanan kefarmasian milik pemerintah harus
memiliki SIPA.
g. Dalam rangka permohonan untuk memperoleh SIA, apoteker
dapat menggunakan SIPA Kesatu, SIPA Kedua atau SIPA
Ketiga.

~ 497 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-4-

h. SIA bersifat melekat pada SIPA, dan memiliki masa berlaku


sesuai dengan SIPA.
i. Setiap apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas pelayanan kefarmasian wajib memasang papan nama
praktik yang mencantumkan:
1) Nama Apoteker;
2) SIPA/SIA; dan
3) Waktu praktik (hari/jam).
j. Fasilitas pelayanan kefarmasian hanya dapat memberikan
pelayanan kefarmasian sepanjang apoteker berada di tempat
dan memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
k. Apoteker yang telah memiliki SIPA atau SIKA berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, SIPA atau SIKA yang
bersangkutan berlaku sebagai SIPA sampai habis masa
berlakunya.
2. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK)
a. Setiap tenaga teknis kefarmasian yang akan menjalankan
pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin berupa Surat
Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) sesuai
dengan tempat fasilitas kefarmasian.
b. Tenaga teknis kefarmasian yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas kefarmasian dapat diberikan untuk
paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian, berupa:
1) SIPTTK Kesatu;
2) SIPTTK Kedua; dan/atau
3) SIPTTK Ketiga.
c. Tenaga teknis kefarmasian yang telah memiliki SIKTTK
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, SIKTTK yang bersangkutan
berlaku sebagai SIPTTK sampai habis masa berlakunya.

~ 498 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-5-

B. Tata Cara Pemberian Surat Izin Praktik


1. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
a. Apoteker mengajukan permohonan SIPA kepada kepala dinas
kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan.
b. Apoteker mengajukan permohonan SIPA sebagaimana
dimaksud pada butir a menggunakan formulir sebagai berikut:
1) Formulir 1 untuk SIPA di fasilitas pelayanan kefarmasian
(terlampir);
2) Formulir 2 untuk SIPA di fasilitas produksi (terlampir);
atau
3) Formulir 3 untuk SIPA di fasilitas distribusi/penyaluran
(terlampir).
c. Permohonan SIPA harus melampirkan:
1) fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
2) surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 4 terlampir atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari
pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 5 terlampir;
3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi apoteker
yang akan melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas kefarmasian dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir;
4) surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
d. Dalam hal apoteker mengajukan permohonan SIPA di fasilitas
pelayanan kefarmasian, untuk:
1) SIPA Kedua harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu;
atau

~ 499 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-6-

2) SIPA Ketiga harus melampirkan fotokopi SIPA Kesatu dan


SIPA Kedua.
e. Dalam mengajukan permohonan SIPA harus dinyatakan
secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan
kefarmasian.
f. Kepala dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota harus menerbitkan
SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
7, Formulir 8, atau Formulir 9 terlampir.
2. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK)
a. Tenaga teknis kefarmasian mengajukan permohonan untuk
masing-masing tempat fasilitas kefarmasian kepada kepala
dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) kabupaten/kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 10 terlampir.
b. Permohonan SIPTTK harus melampirkan:
1) fotokopi STRTTK dengan menunjukkan STRTTK asli;
2) surat pernyataan apoteker atau pimpinan tempat
pemohon melaksanakan pekerjaan kefarmasian dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 11 terlampir.;
3) surat persetujuan dari atasan langsung bagi tenaga teknis
kefarmasian yang akan melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas kefarmasian dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 12 terlampir;
4) surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun
Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
5) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
c. Dalam hal tenaga teknis kefarmasian mengajukan
permohonan untuk:

~ 500 ~
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

-7-

1) SIPTTK Kedua melampirkan fotokopi SIPTTK Kesatu; dan


2) SIPTTK Ketiga melampirkan fotokopi SIPTTK Kesatu dan
SIPTTK Kedua.
d. Dalam mengajukan permohonan SIPTTK harus dinyatakan
secara tegas permintaan SIPTTK untuk tempat pekerjaan
kefarmasian kesatu, kedua, atau ketiga.
e. Kepala dinas kesehatan atau penyelenggara Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) kabupaten/kota harus menerbitkan
SIPTTK paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat
permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
13 terlampir.

C. Pembinaan dan Pengawasan


Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran
ini dilakukan oleh Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi sesuai dengan
fungsi dan tugas masing-masing.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan


sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Januari 2017

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK


Tembusan:
1. Sekretaris Jenderal
2. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan

~ 501 ~
Formulir 1
Hal : Permohonan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
Kesatu/Kedua/Ketiga*)
di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan/Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten/Kota ...............................
di
...........................

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Lengkap : ...............................................................................


Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Pendidikan terakhir : ...............................................................................

Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA) Kesatu/Kedua/Ketiga*) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, pada:
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Waktu Praktik**) : Hari : ....................
Jam : .................... s.d. ....................

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :


a. fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian;
c. surat persetujuan atasan langsung;
d. surat rekomendasi dari organisasi profesi;
e. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
f. fotokopi SIPA Kesatu (untuk pengajuan SIPA Kedua dan Ketiga)
g. fotokopi SIPA Kedua (untuk pengajuan SIPA Ketiga).

~ 502 ~
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.

Pemohon,

(………………………….…..)
Nama Lengkap

Tembusan :
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ...............................

*) : Diisi sesuai dengan permohonan


**) : Jika praktik dilaksanakan pada setiap hari pada waktu yang sama, cukup
disebutkan setiap hari dan disebutkan waktunya dari Jam berapa sampai
dengan Jam berapa. Jika praktik dilaksanakan tidak setiap hari, sebutkan
hari praktik dan waktu praktik

~ 503 ~
Formulir 2
Hal : Permohonan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
Di Fasilitas Produksi

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan/Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten/Kota ...............................
di
...........................

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Lengkap : ...............................................................................


Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Pendidikan terakhir : ...............................................................................

Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA) di Fasilitas Produksi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, pada:
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :
a. fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
b. surat pernyataan dari pimpinan fasilitas produksi;
c. surat persetujuan atasan langsung;
d. surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
e. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.

Pemohon,

(………………………….…..)
Nama Lengkap

~ 504 ~
Tembusan :
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ...............................
Formulir 3
Hal : Permohonan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
Di Fasilitas Distribusi/Penyaluran

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan/Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten/Kota ...............................
di
...........................

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Lengkap : ...............................................................................


Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Pendidikan terakhir : ...............................................................................

Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA) di Fasilitas Distribusi/Penyaluran sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, pada:
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :


a. fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
b. surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian;
c. surat persetujuan atasan langsung;
d. surat rekomendasi dari organisasi profesi;
e. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.
f. fotokopi SIPA Kesatu (untuk pengajuan SIPA Kedua dan Ketiga)
g. fotokopi SIPA Kedua (untuk pengajuan SIPA Ketiga).

~ 505 ~
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.

Pemohon,

(………………………….…..)
Nama Lengkap
Tembusan :
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ...............................

~ 506 ~
Formulir 4

SURAT PERNYATAAN MEMPUNYAI TEMPAT PRAKTIK PROFESI

Yang bertandatangan di bawah ini ,


Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Dengan ini menyatakan bahwa saya memiliki tempat praktik profesi Apoteker pada :
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya sebagai kelengkapan


persyaratan permohonan SIPA.

Nama Kota, tanggal bulan tahun


Yang membuat pernyataan,

Materai

(………………………….…..)
Nama Lengkap

~ 507 ~
Formulir 5

SURAT KETERANGAN PIMPINAN FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN/


FASILITAS PRODUKSI/FASILITAS DISTRIBUSI*)

Yang bertandatangan di bawah ini ,


Nama Lengkap : ...............................................................................
Jabatan : ...............................................................................
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................

Dengan ini menerangkan bahwa saya bersedia menerima :


Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

untuk bekerja sebagai Apoteker di Fasilitas yang saya pimpin.

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya sebagai kelengkapan


persyaratan permohonan SIPA.

Nama Kota, tanggal bulan tahun


Yang membuat keterangan,

(………………………….…..)
Nama Lengkap

*) : Pilih sesuai permohonan yang diajukan

~ 508 ~
Formulir 6
SURAT PERSETUJUAN PIMPINAN

Yang bertandatangan di bawah ini ,


Nama Lengkap : ...............................................................................
Jabatan : ...............................................................................
Nama Instansi/Fasilitas : ...............................................................................
Alamat Instansi/Fasilitas : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................

Dengan ini memberikan persetujuan kepada :


Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

untuk bekerja sebagai Apoteker pada :


Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................

Demikian Surat Persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya sebagai kelengkapan


persyaratan permohonan SIPA.

Nama Kota, tanggal bulan tahun

(………………………….…..)
Nama Lengkap

~ 509 ~
Formulir 7

DINAS KESEHATAN
/PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU *)
KABUPATEN / KOTA ................................................

SURAT IZIN PRAKTIK APOTEKER (SIPA) KESATU/KEDUA/KETIGA **)


NOMOR .................................................................................

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara


Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota …………......................
memberikan Izin Praktik Apoteker Kesatu/Kedua/Ketiga **) kepada:
Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Untuk melakukan praktik di:


Nama Tempat Praktik : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Waktu Praktik**) : Hari : ....................
Jam : .................... s.d. ....................
Masa berlaku SIPA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di fasilitas pelayanan
kefarmasian harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. SIPA ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan angka 1 di atas dan
pekerjaan/praktik kefarmasian dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam SIPA.

Dikeluarkan di : ………………………………
Pada tanggal : ………………………………

Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan


Terpadu Satu Pintu*)
PAS FOTO 4 x 6 Kabupaten / Kota …………………………………........

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

~ 510 ~
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2. Ketua Komite Farmasi Nasional
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin
dikeluarkan oleh penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
5. Organisasi Profesi

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.
**) : Diisi sesuai permohonan perizinan SIPA

~ 511 ~
Formulir 8

DINAS KESEHATAN/PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU *)


KABUPATEN / KOTA ................................................

SURAT IZIN PRAKTIK APOTEKER (SIPA) DI FASILITAS PRODUKSI


NOMOR .................................................................................

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/ Penyelenggara


Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota …………......................
memberikan Izin Praktik Apoteker di Fasilitas Produksi kepada:
Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Untuk melakukan praktik di:


Nama Fasilitas : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Masa berlaku SIPA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di fasilitas produksi harus
mengikuti standar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. SIPA ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan angka 1 di atas dan
pekerjaan/praktik kefarmasian dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam SIPA.

Dikeluarkan di : ………………………………
Pada tanggal : ………………………………

Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan


Terpadu Satu Pintu*)
PAS FOTO 4 x 6 Kabupaten / Kota …………………………………........

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2. Ketua Komite Farmasi Nasional
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………

~ 512 ~
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin
dikeluarkan oleh Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
5. Organisasi Profesi

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.

~ 513 ~
Formulir 9

DINAS KESEHATAN/PENYELENGGARA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU *)


KABUPATEN / KOTA ................................................

SURAT IZIN PRAKTIK APOTEKER (SIPA) DI FASILITAS


DISTRIBUSI/PENYALURAN
NOMOR .................................................................................

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/ Penyelenggara


Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota …………......................
memberikan Izin Praktik Apoteker di Fasilitas Distribusi/Penyaluran kepada:
Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
No. STRA : ...............................................................................
Masa berlaku STRA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Untuk melakukan praktik di:


Nama Fasilitas : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Masa berlaku SIPA sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di fasilitas
distribusi/penyaluran harus mengikuti standar dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. SIPA ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan angka 1 di atas dan
pekerjaan/praktik kefarmasian dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam SIPA.

Dikeluarkan di : ………………………………
Pada tanggal : ………………………………

Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan


Terpadu Satu Pintu*)
PAS FOTO 4 x 6 Kabupaten / Kota …………………………………........

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2. Ketua Komite Farmasi Nasional
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………

~ 514 ~
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin
dikeluarkan oleh penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
5. Organisasi Profesi

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.

~ 515 ~
Formulir 10

Hal : Permohonan Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK)


Kesatu/Kedua/Ketiga*)

Yang terhormat,
Kepala Dinas Kesehatan / Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten/Kota**) ...............................
di
...........................

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama Lengkap : ...............................................................................


Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRTTK : ...............................................................................
Masa berlaku STRTTK sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)
Pendidikan terakhir : ...............................................................................

Dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Praktik Tenaga
Teknis Kefarmasian (STRTTK) Kesatu/Kedua/Ketiga*) sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian, pada:
Nama Tempat Praktik : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................
Waktu Praktik**) : Hari : ....................
Jam : .................... s.d. ....................

Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :


a. fotokopi STRTTK dengan menunjukkan STRTTK asli;
b. surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian;
c. surat persetujuan dari atasan langsung;
d. surat rekomendasi dari organisasi profesi;
e. pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

~ 516 ~
Demikian, atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan terima kasih.

Pemohon,

(………………………….…..)
Nama Lengkap

Tembusan :
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ...............................

*) : Diisi sesuai dengan permohonan


**) : Diisi sesuai dengan instansi pemberi izin
***) : Jika praktik dilaksanakan pada setiap hari pada waktu yang sama, cukup
disebutkan setiap hari dan disebutkan waktunya dari Jam berapa sampai
dengan Jam berapa. Jika praktik dilaksanakan tidak setiap hari, sebutkan
hari praktik dan waktu praktik.

~ 517 ~
Formulir 11

SURAT KETERANGAN PIMPINAN


FASILITAS PELAYANAN KEFARMASIAN/
FASILITAS PRODUKSI/FASILITAS DISTRIBUSI*)

Yang bertandatangan di bawah ini ,


Nama Lengkap : ...............................................................................
Jabatan : ...............................................................................
Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................

Dengan ini menerangkan bahwa saya bersedia menerima :


Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRTTK : ...............................................................................
Masa berlaku STRTTK sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

untuk bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian di Fasilitas yang saya pimpin.

Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan sebenarnya sebagai kelengkapan


persyaratan permohonan SIPA.

Nama Kota, tanggal bulan tahun


Yang membuat keterangan,

(………………………….…..)
Nama Lengkap

*) : Pilih sesuai permohonan yang diajukan

~ 518 ~
Formulir 12
SURAT PERSETUJUAN PIMPINAN

Yang bertandatangan di bawah ini ,


Nama Lengkap : ...............................................................................
Jabatan : ...............................................................................
Nama Instansi/Fasilitas : ...............................................................................
Alamat Instansi/Fasilitas : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................

Dengan ini memberikan persetujuan kepada :


Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
Telepon : ...............................................................................
Nomor Handphone : ...............................................................................
E-mail : ...............................................................................
No. STRTTK : ...............................................................................
Masa berlaku STRTTK sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

untuk bekerja sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian pada :


Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................
Alamat : ...............................................................................

Demikian Surat Persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya sebagai kelengkapan


persyaratan permohonan SIPTTK.

Nama Kota, tanggal bulan tahun

(………………………….…..)
Nama Lengkap

~ 519 ~
Formulir 13

SURAT IZIN PRAKTIK TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN (SIPTTK)


KESATU/KEDUA/KETIGA **)
NOMOR .................................................................................

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara


Pelayanan Terpadu Satu Pintu*) Kabupaten/Kota …………......................
memberikan Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian Kesatu/Kedua/Ketiga **)
kepada:
Nama Lengkap : ...............................................................................
Tempat, tanggal lahir : ...............................................................................
Alamat Rumah : ...............................................................................
No. STRTTK : ...............................................................................
Masa berlaku STRTTK sampai : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Untuk melakukan praktik di:

Nama Fasilitas Kefarmasian : ...............................................................................


Alamat : ...............................................................................
Waktu Praktik**) : Hari : ....................
Jam : .................... s.d. ....................
Masa berlaku SIPTTK : ............................................(tanggal/bulan/tahun)

Dengan ketentuan sebagai berikut :


1. Penyelenggaraan pekerjaan/praktik kefarmasian di fasilitas kefarmasian harus
mengikuti standar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. SIPTTK ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan angka 1 di atas dan
pekerjaan/praktik kefarmasian dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum
dalam SIPTTK.

Dikeluarkan di : ………………………………
Pada tanggal : ………………………………

Kepala Dinas Kesehatan/penyelenggara Pelayanan


Terpadu Satu Pintu*)
PAS FOTO 4 x 6 Kabupaten / Kota …………………………………........

(…………………………………..................)
NIP………………………………….............

Tembusan :
1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
2. Ketua Komite Farmasi Nasional

~ 520 ~
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ……………………………
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota …………………………… (jika Izin
dikeluarkan oleh penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
5. Organisasi Profesi

Catatan:
*) : Diisi sesuai instansi pemberi izin.
**) : Diisi sesuai permohonan perizinan SIPTTK

~ 521 ~
~ 522 ~

Anda mungkin juga menyukai