Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PREKURSOR

OLEH :

MAHARANI AYU AMAR


70100116064

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

GOWA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prekursor Farmasi banyak digunakan untuk keperluan Industri Farmasi dalam memproduksi Obat


Mengandung Prekursor Farmasi yang dibutuhkan oleh   masyarakat   untuk   pengobatan.   Pengawasan  
Prekursor   Farmasi memiliki permasalahan yang komplek, karena pada satu sisi jika pengawasan yang
dilakukan terlalu ketat akan menghambat perkembangan industri dalam negeri sedangkan pada sisilain
pengawasan yang longgar akan mendorong terjadinya penyimpangan (diversi) Prekursor Farmasi oleh
sindikat narkoba dalam memproduksi narkotika secara ilegal. Kecenderungan ini dapat dilihatdari
meningkatnya temuan Prekursor Farmasi baik dalam bentuk bahan obat maupun obat mengandung
Prekursor Farmasi (efedrin/pseudoefedrin) di laboratorium  gelap (clandestine laboratorium) pada
beberapa tahun terakhir ini.
Kerjasama lintas sector dilingkungan pemerintah dengan pengelola Prekursor Farmasi dan/atau
obat mengandung Prekursor Farmasi merupakan bagian dari strategi pengawasan
yang harus ditingkatkan. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan, koordinasi lintas
sektor dan meningkatkan pemahaman serta kepedulian pengelola Prekursor Farmasi dan/atau obat
mengandung Prekursor Farmasi dalam upaya mencegah diversi dan kebocoran Prekursor Farmasi
dan/atau obat mengandung Prekursor Farmasi dari jalur legal ke jalur ilegal atau sebaliknya.
Berdasarkan Konvensi PBB Tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran
Gelap Narkotika dan Psikotropika yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1997 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika,1988 (UN Convention
Against Illicit Trafficin Narcotic Drugsand Psychotropics Substances, 1988), disebutkan bahwa setiap
negara yang telah meratifikasi konvensi   tersebut   wajib   melakukan  upaya   pencegahan   diversi   dan
kebocoran Prekursor Farmasi. Secara khusus, artikel 12 paragraf (9) dalam konvensi tersebut memberi
penekanan pada pentingnya kerja sama dengan industri farmasi untuk mencegah diversi ke jalur ilegal.

Salah satu bentuk kerja sama lintas sektor di lingkungan pemerintah dan pengelola Prekursor
Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor Farmasi untuk mencegah diversi dan kebocoran Prekursor
Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor Farmasi dari jalur legal ke jalur ilegal atau
sebaliknya adalah penyusunan code of conduct for handling precursor. Saat
ini konsep code of conduct telah dikembangkan dibanyak Negara dan menjadi 
perhatian International Narcotics Control Board (INCB). Sesuai dengan amanat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor dimana Badan POM merupakan salah satu institusi
pengawas prekursor memandang perlu untuk dilakukan penyusunan Pedoman Pengelolaan Prekursor
Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi bagi pengelola Prekursor Farmasi dan/atau obat
mengandung Prekursor Farmasi.
Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi
merupakan acuan bagi pengelola Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor Farmasi untuk
melakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan yang dimulai dari
pengadaan, penyimpanan, produksi, penyaluran/penyerahan, pemusnahan serta identifikasi diversi dalam
upaya pencegahan diversi dan kebocoran.
Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat Mengandung Prekursor Farmasi ini
disusun dengan mengacu pada Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini dan Pedoman
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) serta peraturan perundang-undangan terkait precursor namun 
hanya  difokuskan  pada pencegahan terjadinya diversi Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung
Prekursor Farmasi. Dengan demikian, pedoman ini merupakan ketentuan yang bersifat mengikat bagi
seluruh pengelola Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor Farmasi.

B. Landasan Hukum
1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende
Geneesmiddelen Ordonnantie; Staatsblad Tahun 1949; 419);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran
Negara Republik  Indonesia  Tahun  1997  Nomor  10,  Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang  
Pemberantasan   Peredaran   Gelap   Narkotika   dan Psikotropika,
1988 (United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances, 1988) (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1977 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673);
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Republik  Indonesia  Tahun  2009  Nomor  143,  Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik  Indonesia  Tahun  2009  Nomor  144,  Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Lembaran
Negara Republik  Indonesia  Tahun  2009  Nomor  153,  Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009    Nomor 124
, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia         Nomor 5044);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor (Lembaran Negara 
Republik  Indonesia  Tahun  2010  Nomor  60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5126);
10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi,dan TataKerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 3 Tahun 2013;
11. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
12. Keputusan  Menteri  Kesehatan  Nomor  167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran
Obat sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1331/MENKES/SK/X/2002;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993Tahun1993 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/
X/2002 tahun 2002;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1426/SK/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010      tentang Industri
Farmasi;
16. Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  1148/Menkes/Per/VI/2011  tentang Pedagang
Besar Farmasi;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 178);
18. Keputusan   Kepala   Badan   Pengawas Obat dan Makanan               Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
19. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan                     Nomor
HK.00.05.35.02771 Tahun 2002 tentang Pemantauan dan Pengawasan Prekursor;
20. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan                        Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun  2011  tentang  Kriteria  dan  Tata Laksana Registrasi
Obat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala  Badan  Pengawas  Obat  dan 
Makanan Nomor 3 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
540);
21. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan                        Nomor
HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara
Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 551);
22. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan                       Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Distribusi Obat yang Baik (Berita Negara Republik Indonesia     Tahun 2012 Nomor
1268);
23. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan                        Nomor
HK.03.1.33.12.12.8159 Tahun   2012   tentang   Penerapan   Cara
Pembuatan Obat yang Baik (Berita Negara Republik Indonesia           Tahun 2013 Nomor
122);
24. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32        Tahun 2013
tentang persyaratan dan Tata Cara Permohonan Analisa Hasil Pengawasan dalam
Rangka Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013     Nomor 729).
C. Tujuan
1. Memberikan informasi mengenai pedoman pengelolaan prekursor farmasi dan obat yang
mengandung prekursor farmasi.
2. Mencegah terjadinya penyimpangan (diversi) dan kebocoran prekursor farmasi dan/atau
obat mengandung prekursor farmasi dari jalur legal ke jalur ilegal atau sebaliknya.
3. Meningkatkan deteksi terhadap diversi dan kebocoran prekursor farmasi dan/atau obat
mengandung prekursor farmasi sedini mungkin.

D. Ruang Lingkup

Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi ini meliputi seluruh kegiatan pengelolaan
Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor
Farmasi di Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Apotek da
n Toko Obat Berizin.
Prekursor Farmasi dan/atau obat mengandung Prekursor Farmasi yang
dimaksud dalam pedoman ini adalah bahan obat yang dapat disalahgunakan untuk pembuatan nar
kotika dan psikotropika ilegal, termasuk produk antara, produk ruahan dan obat yang
mengandung Efedrin, Pseudoefedrin, Norefedrin (fenilpropanolamin), Ergometrin, Ergotamin
atau Kalium Permanganat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Prekursor Farmasi

Menurut PERMENKES nomor 3 tahun 2015, Prekursor Farmasi


adalah zat atau bahan pemula atau kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk
keperluan proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi/obat
jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamine, ergotamine, ergometrine atau potassium permanganat.

Prekursor di Indonesia peredarannya diawasi oleh pemerintah. Beberapa instansi yang


mengawasi peredaran prekursor antara lain, POLRI, BNN, Bea Cukai, BPOM, Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, serta Departemen Kesehatan. Precursor tersebut digtunakan untuk
keperluan proses produksi industri sediaan farmasi. Penyimpangan terhadap prekursor biasanya
digunakan untuk membuat narkotika dan psikotropika yang kemudian diperjual belikan secara ilegal.

B. Pengelolaan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Pengadaan
a) Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus  berdasarkan Surat Pesanan
(SP).
b) Surat Pesanan (SP) harus:
(1) Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip;
(2) Ditandatangani oleh Apoteker Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit disertai na
ma jelas dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)di Instalasi Farmasi 
Rumah Sakit, nomor dan tanggal SP
(3) Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/PBF/Rumah
Sakit tujuan pemesanan. Dalam keadaan mendesak Rumah Sakit diperbolehkan
memesan ke Apotek misalnya pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk
memenuhi kekurangan jumlah obat yang diresepkan.
(4) Mencantumkan nama obat mengandung Prekursor Farmasi, bentuk dan kekuatan
sediaan, jenis dan isi kemasan
(5) Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas
(6) Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari
surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan
huruf.
(7) Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan
nama penelpon yang berwenang), faksimili, email maka surat pesanan asli
harus diberikan pada saat serah terima barang, kecuali untuk daerah-
daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sulit transportasi dimana
pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli dikirimkan
tersendiri.
c) Rumah sakit yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Rumah sakit
harus membuat SP sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF.
d) Apabila karena suatu hal SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan
tersebut harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.
e) Apabila SP Rumah Sakit tidak bisa dilayani, Rumah Sakit harus
meminta surat penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF/Rumah Sakit pengirim.
f) Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat
Pengiriman Barang (SPB) antara lain:
(1) Kebenaran nama produsen, nama obat mengandung  Prekursor Farmasi, jumlah,
bentuk dan kekuatan sediaan, jenis dan isi kemasan.
(2) Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
(3) Apabila kemasan obat dalam kondisi dan penandaan
rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP, maka obat dapat
dikembalikan kepada pengirim disertai
dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan faktur penjualan dan
meminta nota kredit dari Industri Farmasi/PBF/Rumah Sakit pengirim.
g) Setelah dilakukan pemeriksaan Kepala Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  atau  tenaga 
teknis  kefarmasian  wajib menandatangani Surat Pengiriman Barang (SPB) dan
faktur penjualan dilengkapi dengan nama jelas, nomor SIPA/SITTK, dan stempel
Rumah Sakit.
h) SP obat mengandung Prekursor Farmasi dalam pengadaan tender dibuat terpisah dan
menjadi dokumen pendukung Surat Perjanjian Kontrak (SPK). Berita acara
penerimaan barang dibuat setelah obat mengandung Prekursor Farmasi diterima oleh
Panitia Penerima Barang.
 Pengadaan
a. Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus  berdasarkan Surat Pesanan (SP).
b. Surat Pesanan (SP) harus:
1) Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip;
2) Ditandatangani oleh Apoteker Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit disertai nama jelas
dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)di Instalasi Farmasi  Rumah Sakit, nomor
dan tanggal SP
3) Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/PBF/Rumah Sakit tujuan pemesanan.
Dalam keadaan mendesak Rumah Sakit diperbolehkan memesan ke Apotek misalnya
pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan jumlah obat
yang diresepkan.
4) Mencantumkan nama obat mengandung Prekursor Farmasi, bentuk dan kekuatan
sediaan, jenis dan isi kemasan
5) Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas
6) Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari surat
pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf.
7) Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelpon yang
berwenang), faksimili, email maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat serah
terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sulit
transportasi dimana pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli
dikirimkan tersendiri.
c. Rumah sakit yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Rumah sakit harus membuat SP
sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF.
d. Apabila karena suatu hal SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan
tersebut harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.
e.  Apabila SP Rumah Sakit tidak bisa dilayani, Rumah Sakit harus
meminta surat penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF/Rumah Sakit pengirim.
f. Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman
Barang (SPB) antara lain:
1) Kebenaran nama produsen, nama obat mengandung  Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk
dan kekuatan sediaan, jenis dan isi kemasan.
2) Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
3) Apabila kemasan dalam kondisi dan penandaan
rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP, maka obat dapat dikembalikan
kepada pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan faktur
penjualan dan meminta nota kredit dari Industri Farmasi/PBF/Rumah Sakit pengirim.
g. Setelah dilakukan pemeriksaan Kepala Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  atau  tenaga  teknis 
kefarmasian  wajib menandatangani Surat Pengiriman Barang (SPB) dan faktur
penjualan dilengkapi dengan nama jelas, nomor SIPA/SITTK, dan stempel Rumah Sakit.
h. SP obat mengandung Prekursor Farmasi dalam pengadaan tender dibuat terpisah dan
menjadi dokumen pendukung Surat Perjanjian Kontrak (SPK). Berita acara penerimaan
barang dibuat setelah obat mengandung Prekursor Farmasi diterima oleh Panitia
Penerima Barang.

 Penyimpanan
a. Obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan ditempat yang aman berdasarkan analisis risiko
masing-masing Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
b. Apabila memiliki obat mengandung Prekursor Farmasi yang disimpan tidak dalam
wadah asli, maka wadah harus dilengkapi dengan
identitas obat meliputi nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, jenis dan isi kemasan, nomor
batch, tanggal kadaluwarsa, dan nama produsen.
c. Memisahkan dan menyimpan dengan aman obat mengandung Prekursor Farmasi yang:
1) Rusak
2) Kadaluawarsa
3) Izin edar dibatalkan
d. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali dan mendoku
mentasikannya.
e.  Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan mendokumentasik
an hasil investigasi.

 Penyerahan
a. Penyerahan obat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang berwenang di
instalasi farmasi rumah sakit setelah dilakukan skrinning terhadap resep (obat keras).
b. Penyerahan obat ke depo/unit antara lain rawat inap, rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat
darurat harus disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi kepada depo/unit.
c. Penyerahan obat harus memperhatikan kewajaran jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan
terapi.
d. Penyerahan obat diluar kewajaran harus dilakukan oleh Apoteker setelah
dilakukan screening terhadap permintaan obat.
e. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pembelian obat mengandung prekursor farmasi:
1) Pembelian dalam jumlah besar
2) Pembelian secara berulang

 Penarikan obat
Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib melakukan penarikan kembali obat (recall)
sesuai pemberitahuan dari pemilik izin edar.

 Pemusnahan
a. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat yang rusak dan telah kadaluwarsa.
b. Harus tersedia daftar inventaris obat yang akan dimusnahkan mencakup nama produsen, bentuk
dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor batch,dan tanggal kadaluwarsa.
c. Pelaksanaan  pemusnahan  harus  dibuat  dengan  memperhatikan pencegahan diversi dan
pencemaran lingkungan. Kegiatan
pemusnahan ini dilakukan oleh penanggungjawab instalasi farmasi rumah sakit dan disaksikan
oleh petugas Balai Besar/Balai POM/ Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat. Kegiatan ini
didokumentasikan dalam Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh Apoteker dan saksi.
d. Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus ditandatangani juga oleh
saksi dari pihak ketiga.

C.    Pengelolaan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Di Apotek


1.      Pengadaan
Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus berdasarkan Surat Pesanan (SP). Ketentuan
mengenai surat pesanan adalah sebagai berikut:
a.       Asli dan dibuat tindasannya sebagai arsip.
b.      Ditandatangani  oleh   Tenaga   Teknis   Kefarmasian   dengan mencantumkan nama lengkap dan
nomor SIKTTK, nomor dan tanggal SP, dan kejelasan identitas pemesan (antara lain nama dan alamat
jelas, nomor telepon/faksimili, nomor ijin, dan stempel Toko Obat Berizin);
c.       Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/PBF tujuan pemesanan;
d.      Mencantumkan nama obat mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan,
isi dan jenis kemasan;
e.       Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain yang dapat
tertelusur;
f.       Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari surat pesanan obat
lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf.
g.      Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelfon yang
berwenang), faksimili, email maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat serah terima barang,
kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sulit transportasi dimana pengiriman
menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli dikirimkan tersendiri.
h.      Apabila SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan tersebut harus tetap diarsipkan
dengan diberi tanda pembatalan yang jelas. Pada  saat  penerimaan obat  mengandung  Prekursor 
Farmasi,  harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau SPB
yang meliputi:
1)      Kebenaran nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi, jumlah,
bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;
2)      Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa;
3)      Apabilaobat perkusor yang dipesan dalam kondisi kemasan termasuk segel dan penandaan
rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP, maka obat tersebut harus dikembalikan kepada
pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan faktur penjualan serta dilengkapi
nota kredit dari Industri Farmasi/PBF pengirim.
i.        Setelah dilakukan pemeriksan, Tenaga Teknis Kefarmasian wajib
menandatangani faktur penjualan dan SPB dilengkapi dengan stempel apotek.
2.      Penyerahan
Sebagaimana yang tercantum dalam PERMENKES RI Nomor 3 Tahun 2015 penyerahan prekursor
farmasi  hanya dapat dilakukan oleh apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi
klinik, dokter,dan toko obat berizin. Apotek hanya dapat menyerahkan prekursor farmasi golongan obat
keras kepada apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, dokter dan pasien.
Penyerahan prekursor farmasi golongan obat bebas terbatas oleh apotek kepada apotek lainnya,
puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik dan toko obat hanya dapat dilakukan
untuk memenuhi kekurangan kebutuhan harian prekursor farmasi golongan obat bebas terbatas yang
diperlukan untuk pengobatan. Penyerahan prekursor farmasi oleh apotek kepada dokter hanya dapat
dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan tugas atau praktik didaerah terpencil yang tidak ada
apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.      Pelaporan
Instalasi farmasi pemerintah daerah wajib membuat, menyimpan dan menyampaikan laporan pemasukan
dan penyaluran narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi kepada kepala dinas
kesehatan provinsi atau kabupaten/kota setempat dengan tembusan kepada kepala balai setempat.
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) paling sedikit terdiri atas:
a.         Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika dan atau prekursor farmasi.
b.         Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.
c.         Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
d.        Jumlah yang diterima.
e.         Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran.
f.          Jumlah yang disalurkan.
g.         Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan awal dan akhir.
Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, lembaga ilmu pengetahuan, dan dokter
praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan
atau penggunaan narkotika dan psikotropika, setiap bulan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan  tembusan kepala balai setempat.
Pelaporan paling sedikit terdiri atas:
a.       Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika dan atau prekursor farmasi.
b.      Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.
c.       Jumlah yang diterima.
d.      Jumlah yang diserahkan.
Dapat menggunakan sistem pelaporan narkotika, psikotropika, dan atau prekursor farmasi secara
elektronik. Laporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
D.      Contoh Obat Prekursor
1.      Tremenza
Kandungan          :            Pseudoefedrin Hcl 60 mg,
Triprolidin HCl 2,5 mg
Indikasi                :           Meringankan gejala flu karena alergi pada
saluran nafas atas yang memerlukan
dekongestan dan antihistamin.
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3x sehari
1 tablet, anak-anak 6-12 tahun ½ tablet.
2.      Rhinofed
Kandungan          :           Pseudoefedrin 30 mg, Terfenadin 40 mg
Indikasi                :           Rinitis alergi dan rhinitis vascomotor
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3x sehari
1 tablet, anak < 12 tahun 3x sehari 1-2 sdtk.
3.      Noza
Kandungan          :           Triprolidin HCl 2,5 mg,
Pseudoefedrin HCl 30 mg
Indikasi                :           Antinfluenza, Dekongestan
4.      Methergin tablet
Kandungan          :           Metilergometrin Hidrogen
Maleat 0,125 mg/tablet
Indikasi                :           Menghentikan pendarahan uterus setelah
plasenta lepas
5.      Hufagrip BP
Kandungan          :           Dekstometrorphan HBr 7,5 mg,
Pseudoefedrin 30 mg, CTM 0,5 mg/5ml
Indikasi                :           Meringankan batuk tidak berdahak dan pilek
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3 x sehari
2 sdtk , 6-12 tahun 3x sehari 1 sdtk,
2-6 tahun 3 x sehari ½ sdtk
6.      Trifed tablet
Kandungan          :           Pseudoefedrin Hcl 60 mg,
Triprolidin Hcl 2,5 mg
Indikasi                :           Mengatasi rinitis alergi dan flu dengan
gejala hidung gatal, bersin-bersin, ingusan
dan tersumbat
7.      Decolsin
Kandungan          :           Asetaminofen 250 mg (400 mg),
Pseudoefedrin HCl 15 mg (300 mg), Klorfeniramin Maleat 1 mg (1 mg), Dekstrometorphan HBr 5 mg
(10 mg), Gliseril Guaikolat 50 mg (50 mg)/5 ml (kap)
Indikasi                :           Untuk meringankan gejala flu seperti
demam, sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin
Dosis                    :           Suspensi ; anak 6-12 tahun 3 x sehari 2,5 ml,
sirup ; anak 6-12 tahun 3 x sehari 5 ml,
sirup dewasa  dan anak > 12 tahun 3 x sehari
10 ml, dewasa 3 x sehari 1 kapsul
Efek Samping      :           Mengantuk, gangguan pencernaan,
gangguan psikomotor
8.      Bodrex Flu dan Batuk
Kandungan          :           Paracetamol 500 mg (150 mg),
Pseudoefedrin HCl 30 mg (10 mg), Dextometorphan HBr 12 mg (4 mg)/tab (5ml)
Indikasi                :           Meredakan gejala flu seperti demam, sakit
kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin
disertai batuk.
Dosis                    :           3 x sehari 1 kapsul / 1 sdtk
9.      Sudafed
Kandungan          :           Pseudoefedrin HCl 60 mg
Indikasi                :           Gejala kongesti nasal seperti pada sinusitis.
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3 x sehari
1 tablet.
10.  OBB
Kandungan          :           Efedrin HCl 10 mg,
Gliseril Guaikolat 50 mg,
Klorfeniramin Maleat 2 mg/5 ml
Indikasi                :           Meredakan batuk yang tidak berdahak,
gatal-gatal pada tenggorokan.
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3x sehari
1 sdtk, 6-12 tahun 3x sehari ½ sdtk
11.  Aldisa SR
Kandungan          :           Loratadin 5 mg,
Pseudoefedrin Sulfat 120 mg
Indikasi                :           Mengurangi gejala-gejala hidung tersumbat,
bersin, karena alergi dan influenza
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 2x sehari
1 kapsul
12.  Rhinos SR
Kandungan          :           Loratadin 5 mg, Pseudoefedrin HCl 120 mg
tiap kapsul
Indikasi                :           Meringankan gejala rinitis alergi
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 1 kapsul
setiap 12 jam
Efek Samping      :           Mual, muntah, sakit perut dan mulut kering
13.  Siladex Cough dan Cold
Kandungan          :           Dextrometorphan HBr 7,5 mg,
Doxylamine Succinate 2 mg,
Pseudoefedrin HCl 15 mg/5 ml
Indikasi                :           Batuk dan pilek
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3x sehari 2 sdt,
anak 6-12 tahun 3x sehari 1 sdt, 4-6 tahun
3x sehari ½ sdt
14.  Actifed Ekspektoran
Kandungan          :           Triprolidin HCl 1,25 mg,
Pseudoefedrin HCl 30 mg,
Guaifenesin 100 mg/5 ml
Indikasi                :           Ekspektoran dan dekongestan saluran nafas
bagian atas
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3x sehari
2 sdtk, anak 6-12 tahun 3x sehari 1 sdtk,
2-5 tahun 3x sehari ½ sdtk
15.  Cough En Ekspektoran
Kandungan          :           CTM 2 mg, Fenilpropanolamin 15 mg,
Amonium Klorida 90 mg, Na-Sitrat 40 mg tiap 5 ml sirup.
Indikasi                :           Batuk berdahak atau alergi
Dosis                    :           Dewasa; 3x sehari 1 sendok takar
16.  Lapifed Ekspektoran
Kandungan          :           Tripolidin HCl 1,5 mg,
Pseudoefedrin HCl 30 mg, Dekstrometorphan Hbr 30 mg,
Guaikolat 100 mg/5 ml
Indikasi                :           Meringankan gejala peradangan saluran
pernafasan bagian atas disertai batuk
produktif
Dosis                    :           Dewasa dan anak > 12 tahun 3x sehari
2 sdtk sirup, anak 6-12 tahun 3x sehari
1 sdtk sirup, anak 2-6 tahun 3x sehari
½ sdtk sirup
17.  Inza
Kandungan          :           Paracetamol 500 mg (125 mg),
Pseudoefedrin HCl 30 mg (7,5 mg),
Kloramfeniramin Maleat 1 mg (0,5 mg)
tiap tablet (5 ml sirup)
Indikasi                :           Meringankan gejala flu seperti demam, sakit
kepala, hidung tersumbat dan bersin-bersin
Dosis                    :           Tablet anak 2-6 tahun 3x sehari ¼ tablet,
6-12 tahun 3x sehari ½ tablet, dewasa
3 x sehari 1 tablet, sirup 6-12 tahun
3 x sehari 1 sdtk sirup,
dewasa 3 x sehari 4 sdtk sirup
18.  Mixagrip
Kandungan          :           Paracetamol 125 mg,
Fenilpropanolamine HCl 6 mg,
Klorfeniramin Maleat 1 mg/5 ml
Indikasi                :           Flu, demam dan sakit kepala
Dosis                    :           3 x sehari
19.  New Coldin
Kandungan          :           N-asetil-p-aminofenol 400 mg,
Fenilpropanolamine HCl 15 mg, Klorfeniramin Maleat 2 mg, Kofein 25 mg
Indikasi                :           Flu disertai pilek, demam dan sakit kepala,                                             nyeri
otot, letih dan lesu
Dosis                    :           Dewasa 3x sehari 1 tablet, anak 3x sehari
½ tablet
20.  Flutamol
Kandungan          :           Paracetamol 500 mg (125 mg),
Fenilpropanolamin HCl 15 mg (3,5 mg), Gliserin Guaikolat 50 mg (12,5 mg), Klorfeniramin Maleat 2 mg
(0,5 mg)/kapsul (5 ml)
Indikasi                :           Influenza disertai gejala demam, sakit
kepala, batuk, pilek dan alergi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau kimia yang dapat digunakan sebagai bahan


baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk
ruahan dan produk jadi/obat jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamine, ergotamine, ergometrine atau potassium permanganat.

Pengelolaan obat mengandung prekursor farmasi meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan,


pemusnahan, pencatatan dan pelaporan. Dalam pengadaan obat prekursor farmasi harus
menggunakan surat pesanan khusus prekursor rangkap 3 (lembar 1 warna putih untuk arsip,
lembar 2 untuk PBF, dan lembar 3 untuk DINKES provinsi atau kabupaten setempat), yang
ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab atau tenaga teknis kefarmasian yang memiliki
surat izin kerja. Penyimpanan obat prekursor di tempatkan didalam lemari khusus prekursor.
Penyerahan obat prekursor farmasi dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang berwenang.
Pemusnahan obat prekursor farmasi yang rusak dan kadaluarsa harus dibuatkan berita acara
pemusnahan yang dilakukan oleh apoteker penanggungjawab dan disaksikan oleh petugas Balai
Besar/BalaiPOM/ Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat.

B.     Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah pemerintah beserta masyarakat harus bekerjasama
untuk mencegah upaya penyalahgunaan dan peredaran prekursor yang menyimpang ke jalur
yang tidak resmi untuk dijadikan pembuatan narkotika dan psikotropika.

Anda mungkin juga menyukai