Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KODE ETIK DAN PERATURAN TENTANG KEFARMASIAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi dan Undang – Undang
yang Diampu Oleh :

Guruh S.P, S.Farm., M.Hkes

Disusun Oleh : Kelompok 2


Ariani Aprilia (01018085)
Irma Mulyani (01018127)
Istiqomah Wati (01018093)
Khoerotun Nisa (01018096)
Muhammad Hamim H. (01018101)
Nurul Laelatul F. (01018138)
Riza Chaerunnisa (01018146)
Viviana Putri U. (01018153)

SEKOLAH TINGGI FARMASI (STF) CIREBON


YAYASAN PENDIDIKAN IMAM BONJOL
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
tentang Kode Etik dan Peraturan Kefarmasian.

Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.

Terlepas dari semua hal tersebut, Kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata, kami harap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
maupun inspirasi untuk pembaca.

Cirebon, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian .................................................... 3
2.1.1 Macam – Macam Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian .............. 4
2.1.2 Tujuan Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian ............................... 6
2.1.3 Fungsi Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian ............................... 6
2.2 Kode Etik Apoteker Indonesia ................................................................ 7
2.2.1 Kewajiban Seorang Apoteker Terhadap Pekerjaan, Rekan Sejawat
Dan Profesi Kesehatan Lain ............................................................. 8
2.2.2 Interaksi Profesi Farmasi Dengan Tenaga Kesehatan Lain Dalam
Praktek Pelayanan Kefarmasian ...................................................... 17
2.3 Undang – Undang yang Mengatur Tentang Kefarmasian....................... 19
2.4 Pelanggaran Kode Etik ............................................................................ 27
2.4.1 Penyebab Pelanggaran Kode Etik .................................................... 27
2.4.2 Sanksi Pelanggaran .......................................................................... 27
2.4.3 Praktik Pelaksanaan Kode Etik ........................................................ 29
2.4.4 Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Apoteker ............................. 30

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 33
3.2 Saran .......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya peningkatan kualitas kesehatan manusia merupakan usaha yang
sangat luas dan menyeluruh. Pelayanan kesehatan dilakukan dengan tujuan
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan di
Indonesia terdiri dari upaya promosi kesehatan melalui peningkatan
pengetahuan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan
(kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif).
Pelayanan obat sebagai bagian dalam upaya pelayanan kesehatan adalah hal
penting dalam upaya penyembuhan pasien. Peraturan tentang pelayanan obat
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
(selanjutnya disebut Undang-Undang Kesehatan) diikuti peraturan peraturan
pelaksana yang terkait dengan pelayanan obat. Menurut Undang-Undang
Kesehatan, pemberian obat dilakukan oleh tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya, seperti dokter, bidan atau perawat dengan syarat dan dalam
kondisi tertentu.
Seorang tenaga kefarmasian dalam pelayanan pemberian obat harus
menguasai etika, hukum, dan standar pelayanan farmasi sebagai landasan dalam
memberikan pelayanan kefarmasian. Selain itu juga harus menguasai Kode Etik
Tenaga Teknis Kefarmasian Indonesia, pengetahuan faktual tentang hukum
dalam bidang farmasi.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar
atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai atau yang membutuhkan. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak profesional. Kode etik dibuat untuk mengatur tingkah laku
moral suatu kelompok yang berguna untuk kepercayaan masyarakat akan suatu
profesi. Kode etik berfungsi sebagai pemandu sikap dan perilaku, manakala
menjadi fungsi dari nurani.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dipaparkan adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Kode Etik ?
2. Bagaimanakah Kode Etik Tenaga Teknik Kefarmasian dan Apoteker
Indonesia ?
3. Bagaimana Undang – Undang yang mengatur tentang Kefarmasian ?
4. Bagaimana Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik dalam Praktek
Kefarmasian ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Etika Profesi dan Undang – Undang. Untuk mengetahui dan memahami
Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian dan bagaimana Undang – Undang yang
mengaturnya.

1.4 Manfaat Penulisan


Mengetahui dan memahami Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian & apoteker
dan Undang – Undang yang mengatur tentang kefarmasian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian


Kode adalah tanda – tanda atau symbol – symbol yang berupa kata-kata,
tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya
untuk menjamin suatu berita, keputusan atau kesepakatan suatu organisasi. Kode
juga berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kata etik (etika) berasal dari
kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subjek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki individu
ataupun sekelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Profesi adalah pekerjaan
yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan
yang mengandalkan suatu keahlian.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan
berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak
adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan
efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-
instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita – cita dan nilai – nilai yang
hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Kode etik profesi adalah pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari.
Profesi adalah suatu Moral Community (Masyarakat Moral) yang memiliki
cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang
segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang
menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu
moral profesi itu dimata masyarakat. Apoteker adalah kesehatan profesional
yang membantu individu dalam penggunaan terbaik dari obat. Kode etik ini
dipersiapkan dan didukung oleh apoteker, dimaksudkan untuk menyatakan
secara terbuka prinsip – prinsip yang membentuk dasar fundamental dari peran
dan tanggung jawab apoteker. Prinsip-prinsip ini, berdasarkan: kewajiban moral
dan kebajikan, ditetapkan untuk membimbing apoteker dalam hubungan dengan
pasien, profesional kesehatan, dan masyarakat.
2.1.1 Macam – macam Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian
a. Kewajiban terhadap Profesi
1. Seorang asisten Apoteker harus menjunjung tinggi serta memelihara
martabat, kehormatan profesi, menjaga integritas dan kejujuran serta
dapat dipercaya.
2. Seorang Asisten Apoteker berkewajiban untuk meningkatkan keahlian
dan pengetahuan sesuai dengan perkembangan teknologi.
3. Seorang Asisten Apoteker senantiasa harus melakukan pekerjaan
profesinya sesuai dengan standar operasional prosedur, standar profesi
yang berlaku, dan kode etik profesi.
4. Seorang Asisten Apoteker senantiasa harus menjaga profesionalisme
dalam memenuhi panggilan tugas dan kewajiban profesi.
b. Kewajiban Ahli Farmasi terhadap teman sejawat
1. Seorang ahli Farmasi Indonesia memandang teman sejawat sebagaimana
dirinya dalam memberikan penghargaan.
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa menghindari perbuatan yang
merugikan teman sejawat secara material maupun moral.
3. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa meningkatkan kerja sama dan
memupuk keutuhan martabat jabatan kefarmasian, mempertebal rasa
saling percaya didalam menunaikan tugasnya.

c. Kewajiban terhadap Pasien atau Pemakai Jasa


1. Seorang asisten Apoteker harus bertanggung jawab dan menjaga
kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada pasien secara
professional.
2. Seorang asisten Apoteker harus menjaga rahasia kedokteran dan rahasia
kefarmasian, serta hanya memberikan kepada pihak yang berhak.
3. Seorang asisten Apoteker harus berkonsultasi atau merujuk kepada
teman sejawat untuk mendapatkan hasil yang akurat dan baik.
d. Kewajiban terhadap Masyarakat
1. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagai suri teladan ditengah-tengah
masyarakat.
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia dalam pengabdian profesinya
memberikan semaksimal mungkin pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki.
3. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu aktif mengikuti perkebangan
peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan khususnya dibidang
farmasi.
4. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu melibatkan diri dalam
usaha-usaha pembangunan Nasional khususnya dibidang kesehatan.
5. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagai pusat informasi sesuai
bidang profesinya kepada masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
e. Kewajiban Ahli Farmasi Indonesia terhadap Profesi Kesehatan lainnya
1. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa harus menjalin kerjasama
yang baik, saling percaya, menghargai dan menghormati terhapa profesi
kesehatan lainnya.
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus mampu menghindarkan diri
terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan, menghilangkan
kepercayaan, penghargaan masyarakat terhadap profesi lainnya.

2.1.2 Tujuan Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian


1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
2.1.3 Fungsi Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan
etika dalam keanggotaan profesi.

Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan


kesehatan sesuai dengan bidang keahlian/kewenangan yang bersangkutan.
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati pasien. Seseorang Asisten apoteker harus
berbudi luhur dan memberikan contoh yang baik di dalam lingkungan kerjanya,
bersedia menyumbangkan keahlian dan pengetahuannya. Asisten apoteker harus
aktif mengikuti perkembangan perundang – undangan, juga menjadi sumber
informasi sesuai dengan profesinya dan hendak menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan untuk dirinya yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. Setiap orang berhak
atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
Sedangkan asisten apoteker membentuk ikatan profesi yang berwarna PAFI
(Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) yang telah ada sebelum ISFI (Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia) didirikan.
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan
farmasi yang beredar. Pengamanan terhadap sediaan farmasi yang berupa
narkotika, psikotropika, obat keras dan bahan berbahaya, dilaksanakan secara
khusus sesuai UU yang berlaku. Pengamanan penggunaan bahan yang
mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Bahan yang
mengandung zat adiktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan
kerugian bagi dirinya atau masyarakat sekelilingnya. Produksi, peredaran dan
penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan
atau persyaratan yang ditentukan. Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif
yang dikandung oleh bahan tersebut dapat ditekan untuk mencegah beredarnya
obat palsu. Penetapan persyaratan penggunaan bahan yang mengandung zat
adiktif ditujukan untuk menekan dan mencegah penggunaan yang mengganggu
atau merugikan kesehatan orang lain.

2.2 Kode Etik Apoteker Indonesia


Berdasarkan keputusan Kongres Nasional XVIII/2009 Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, Nomor 006/Kongers XVIII/ISFI/2009, Mukadimah :
 Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya
serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan
bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
 Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji
Apoteker.
 Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu Kode Etik Apoteker Indonesia
Dalam Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
Setiap apoteker dalam melakukan pengabdian dan pengamalan ilmunya harus
didasari oleh sebuah niat luhur untuk kepentingan makhluk lain sesuai dengan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa. Sumpah dan janji Apoteker adalah komitmen
seorang apoteker yang harus dijadikan landasan moral dalam pengabdian
profesinya. Kode etik sebagai kumpulan nilai-nilai atau prinsip harus diikuti oleh
apoteker sebagai pedoman dan petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak
dan mengambil keputusan.
2.2.1 Kewajiban Seorang Apoteker Terhadap Pekerjaan, Rekan Sejawat Dan
Profesi Kesehatan Lain

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA


DALAM PELAKSANAAN PEKERJAAN KEFARMASIAN
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Sumpah/Janji
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah / janji Apoteker.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


Sumpah / janji apoteker yang diucapkan seorang apoteker untuk dapat
diamalkan dalam pengabdiannya, harus dihayati dengan baik dan dijadikan
landasan moral dalam setiap tindakan dan perilaku.
Dalam sumpah apoteker ada beberapa poin yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Melaksanakan asuhan kefarmasian
2. Merahasiakan kondisi pasien, resep dan medication record untuk pasien
3. Melaksanakan praktik profesi sesuai landasan praktik profesi yaitu ilmu,
hukum dan etik.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan kode etik apoteker
Indonesia dinilai dari : ada tidaknya laporan masyarakat, ada tidaknya laporan
dari sejawat apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain, serta tidak ada
laporan dari sejawat apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain, serta tidak
ada laporan dari dinas kesehatan. Pengaturan pemberian sanksi ditetapkan
dalam peraturan organisasi (PO).

Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Setiap apoteker Indonesia harus mengerti, menghayati dan mengamalkan
kompetensi sesuai dengan standar kompetensi apoteker Indonesia. Kompetensi
yang dimaksud adalah : keterampilan, sikap, dan perilaku yang berdasarkan
pada ilmu, hukum, dan etik.
 Ukuran kompetensi seorang apoteker dinilai lewat uju kompetensi
 Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap
tindakan dan keputusan seorang apoteker Indonesia.
 Bilamana suatu saat bila seorang apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung
jawab professional, maka dari berbagai opsi yang ada, seorang apoteker harus
memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta
masyarakat.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Seorang apoteker harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya secara terus menerus
 Aktivitas seorang apoteker dalam mengikuti perkembangan dibidang
kesehatann, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari hasil uji kompetensi.
 Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh apoteker ditetapkan dalam
peraturan organisasi.

Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus menghindari diri dari
perbuatan yang akan merusak atau seseorang ataupun merugikan orang lain
 Seorang apoteker dalam menjalankan tugasya dapat memperoleh imbalan dari
pasien dan masyarakat atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang
teguh kepada prinsip mendahulukan kepentingan pasien.
 Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam peraturan organisasi.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Seorang apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas profesi yang
disandangkan dengan jujur dan penuh integritas.
 Seorang apoteker tidak menyalahgunakan kemampuan profesionalnya kepada
orang lain
 Seorang apoteker harus menjaga perilakunya dihadapan publik

Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Seorang apoteker memberikan informasi kepada pasien / masyarakat harus
dengan cara yang mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi tersebut harus
sesuai, relevan, dan ‘up to date’.
 Sebelum memberikan informasi apoteker harus menggali informasi yang
dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui apoteker
mengenai oasien serta penyakitnya.
 Seorang apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan kepada
pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat
 Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas,
melakukan monitoring penggunaan obat dan sebagainya.
 Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai SKP.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada
khususnya.
Implementasi – Jabaran Kode Etik :
Tidak ada alasan bagi apoteker tidak tahu perundangan yang terkait dengan
kefarmasian. Untuk itu setiap apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan peraturan, sehingga setiap apoteker dapat menjalankan
profesinya dengan tetap berada dalam koridor peraturan perundangan yang
berlaku.

Apoteker harus membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai


pedoman kerja bagi seluruh personil di industri, dan sarana kefarmasian sesuai
kewenangan atas dasar peraturan perundangan yang ada.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA

Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita
dan melindungi makhluk hidup insani.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Kepedulian kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari
seorang apoteker
 Setiap tindakan dan keputusan profesional dari apoteker harus berpihak
kepada kepentingan pasien dan masyarakat
 Seorang apoteker harus mampu mendorong pasien untuk terlibat dalam
keputusan pengobatan mereka
 Seorang apoteker harus mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan
pasien khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang yang dalam kondisi lemah.
 Seorang apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien
adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, dan khasiat dan cara pakai obat
yang tepat.
 Seorang apoteker harus menjaga kerahasiaan pasien, rahasia kefarmasian,
dan rahasia kedokteran dengan baik
 Seorang apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah ditetapkan
oleh dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya
 Dalam hal seorang apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan
permintaan seorang dokter, maka apoteker harus melakukan komunikasi
dengan dokter tersebut, kecuali peraturan perundangan memnolehkan apoteker
mengambil keputusan demi kepentingan pasien.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Setiap apoteker harus menghargai teman sejawatnya, termasuk rekan kerjanya
 Bilamana seorang apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang problematik,
baik secara moral atau peraturan perundangan yang berlaku, tentang
hubungannya dengan sejawatnya, maka komunikasi antar sejawat harus
dilakukan dengan baik dan santun.
 Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun majelis Pembina etik
apoteker dalam menyelesaikan permasalahan dengan teman sejawat.

Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


Bilamana seorang apoteker mengetahui sejawatnya melanggar kode etik,
dengan cara yang santun dia harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya
tersebut untuk mengingatkan kekeliruan tersebut. Bilamana ternyata yang
bersangkutan sulit menerima maka dia dapat menyamoaikan kepada pengurus
cabang dan atau MPEAD secara berjenjang.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


 Seorang apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan sejawat
apoteker lainnya
 Seorang apoteker harus membantu teman sejawatnya dalam menjalankan
pengabdian profesinya
 Seorang apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnya dalam menjalin,
memelihara kerjasama.

BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT
PETUGAS KESEHATAN LAIN

Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati Sejawat Petugas Kesehatan.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


Apoteker harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tenaga profesi
kesehatan lainnya secara seimbang dan bermartabat.

Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
sejawat petugas kesehatan lain.
Implementasi – Jabaran Kode Etik :
Bilamana seorang apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari pelayanan
profesi kesehatan lainnya, maka apoteker tersebut harus mampu
mengkomunikasikannya dengan baik kepada profesi tersebut, tanpa yang
bersangkutan harus merasa dipermalukan.

BAB V
PENUTUP

Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau
tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib
mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi
Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Implementasi – Jabaran Kode Etik :


Apabila Apoteker melakukan pelanggaran kode etik apoteker, yang
bersangkutan dikenakan sanksi organisasi. Sanksi dapat berupa pembinaan,
peringatan, pencabutan keanggotaan sementara, dan pencabutan keanggotaan
tetap. Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam peraturan organisasi, dan
ditetapkan setelah melalui kajian yang mendalam dai MPEAD.

Selanjutnya MPEAD menyampaikan hasil telaahnya kepada pengurus cabang,


pengurus daerah, dan MPEA.

Ditetapkan : Jakarta
Pada Tanggal : 08 Desember 2009
3.2.2 Interaksi Profesi Farmasi Dengan Tenaga Kesehatan Lain Dalam Praktek
Pelayanan Kefarmasian
A. Peran Farmasi (Apoteker)
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan
dibidang kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri pendidikan dan
bidang lainnya yang masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Peran
farmasi yaitu :
a) Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagian pemastian
mutu, produksi dan pengawasan mutu.
b) Sebagai penanggungjawab fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu di
apotek, rumah sakit, puskesmas, klinik obat atau praktek bersama.
c) Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik
yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lainnya atas
persetujuan dokter dan/atau pasien.
d) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seseorang apoteker
pendamping yang memiliki SIPA.
B. Bidang Pelayanan Kefarmasian
a) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini diperlukan dalam upaya
penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Informasi yang perlu
diberikan kepada pasien adalah kapan obat digunakan dan berapa
banyak; lama pemakaian obat yang dianjurkan; cara penggunaan
obat; dosis obat; efek samping obat; obat yang berinteraksi dengan
kontrasepsi oral; dan cara menyimpan obat
b) Pelayanan Konseling Obat
Konseling obat adalah suatu proses komunikasi dua arah yang
sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan
memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan obat. Apoteker
perlu memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan
dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang
salah, terutama untuk penderita penyakit kronis seperti
kardiovaskular, diabetes, tuberkulosis dan asma
c) Home Care
Pelayanan Residensial (home care) adalah pelayanan apoteker
sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah pasien,
khususnya untuk kelompok lansia, pasien kardiovaskular, diabetes,
tuberkulosis, asma, dan penyakit kronis lainnya. Untuk kegiatan ini
apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (patient
medication record).
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 disebutkan
pelayanan resep atau penyerahan obat resep dokter di pelayanan
kefarmasian (salah satunya puskesmas) harus dilakukan oleh
apoteker.1 Menurut Uyung Pramudiarja (2011) hanya 10%
puskesmas yang memiliki apoteker.4 Masalah penelitian adalah
belum diketahui bagaimana peran apoteker di puskesmas dan
permasalahan pelayanan kefarmasi-an di puskesmas. Tujuan
penelitian adalah mendapatkan informasi tentang peran apoteker dan
permasalahannya dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas
perawatan. Hasil penelitian diharapkan sebagai masukan bagi pihak
yang terkait untuk meningkatkan ketersediaan apoteker dalam
pelayanan kefarmasian di puskesmas.

2.3 Undang – Undang yang Mengatur Tentang Kefarmasian


Hierarki peraturan perundang – undangan menurut Undang Undang No. 10
Tahun 2004 adalah :
1. UUD 1945
2. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti UU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
1) Perda Provinsi
2) Perda Kabupaten / Kota
3) Perdes / Perturan yang setingkat Peraturan perundang – undangan
kefarmasian tentunya akan mengatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan kefarmasian.
Peraturan perundang – undangan akan mengatur mulai dari pekerjaan
kefarmasian untuk Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian, juga mengenai
pengelolaan dari sediaan farmasi. Peraturan perundang – undangan pengelolaan
dari sediaan farmasi akan mengatur mulai dari pengadaan sampai dengan
pemusnahan dari sediaan farmasi.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tahun 2014 tentang standar
pelayanan kefarmasian di apotek, pada Pasal 1 telah dijelaskan beberapa
pengertian sebagai berikut :
1. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
2. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
3. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
4. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
5. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
6. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung


jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian ini merupakan bagian dari pekerjaan kefarmasian.
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter,
pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat
tradisional. Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena
terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan
Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Tenaga Kefarmasian
adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker (menurut PMK 51 tahun 2009). Tenaga teknis
kefarmasian tersebut masih berlaku sampai tahun 2020, namun setelah itu tenaga
menengah farmasi/asisten apoteker bukan lagi tergolong tenaga teknis
kefarmasian melainkan sebagai asisten tenaga kesehatan.
Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib
menyimpan Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. Rahasia Kedokteran
dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien,
memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan
pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki
keahlian dan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada :
1. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri
bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain
untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu.
2. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan
melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan
Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
3. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Keahlian dan kewenangan Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan


Pekerjaan Kefarmasian harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Profesi.
Dalam melaksanakan kewenangan tersebut harus didasarkan pada Standar
Kefarmasian, dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas
kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian itu dilakukan. Standar Profesi
sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan.

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di


Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi
diperuntukkan bagi Apoteker berupa Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
dan Tenaga Teknis Kefarmasian berupa Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK). Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. Bagi Apoteker yang baru lulus
pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara
langsung setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji
kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian.

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah


sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker. Apoteker tersebut wajib memiliki
STRA. Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian tersebut, Apoteker
dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
Surat izin tersebut adalah Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker
yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi
farmasi rumah sakit, SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping, Surat Izin Kerja (SIK) bagi
Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar
Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit, dan SIK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas
Kefarmasian. Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang
di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. Kriteria, tugas -
tugas dan dasar hukum menjalankan tugas sebagai tenaga teknis kefarmasian
tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014,
sebagaimana yang tertulis di bawah ini:

BAB I mengenai ketentuan umum tenaga kesehatan


Pasal 1:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang
Diploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
4. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat.
5. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga
Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap
profesional untuk dapat menjalankan praktik.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang Kesehatan.
7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik di
seluruh Indonesia setelah lulus uji Kompetensi.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan
praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang
telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara
hukum untuk menjalankan praktik.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan
kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi.

BAB III mengenai kualifikasi dan pengelompokan tenaga kesehatan


Pasal 8
Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas Tenaga Kesehatan; dan Asisten
Tenaga Kesehatan.
Pasal 9
1. Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus
memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Mentri.
Pasal 10
Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus
memiliki kualifikasi minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan.

Dasar hukum menjalankan tugas sebagai tenaga kefarmasian di rumah


sakit diatur dalam Peraturan Menteri kesehatan nomor 72 tahun 2016.
Pasal 1
Ayat 11. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan
untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Dasar hukum
menjalankan tugas sebagai tenaga kefarmasian di apotek diatur dalam
Peraturan Menteri kesehatan nomor 73 tahun 2016.

BAB IV
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.
Pasal 3
1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar :
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik.
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. perencanaan;
b. pengadaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pemusnahan;
f. pengendalian; dan
g. pencatatan dan pelaporan.
3. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 4
1. Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien.
2. Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan prasarana.
Pasal 5
1. Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek, harus
dilakukan evaluasi mutu Pelayananan Kefarmasian.

Pasal 6
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

2.4 Pelanggaran Kode Etik


2.4.1 Penyebab Pelanggaran Kode Etik
1. Apoteker tidak faham/tidak mengetahui kode etik.
Misal: melaporkan teman sejawat sehingga mencoreng nama profesi,
mengadu domba organisasi.
2. Persaingan kerja. Misal: ingin mendapatkan status, sehingga menerima gaji
tidak sesuai standar.
3. Lemahnya kinerja organisasi profesi dalam pembinaan anggotanya (kurang
komunikasi).
4. Peraturan perundang – undangan dan sistem regulasi yang kurang kondusif
(interpretasi ganda, tumpang tindih).
5. Pekerjaan kefarmasian masih ditempatkan sebagai lahan komersial, bukan
sebagai pelayanan profesi. Misal: Pada PBF dan industri farmasi,
penanggung jawab memang apoteker namun tidak memahami fungsinya.
Tugas apoteker di PBF: Pengawasan penyimpanan obat, quality control,
Pengaturan FEFO dan FIFO, Pelayanan, memahami kriteria dari masing-
masing obat, Pemusnahan obat
Tugas apoteker di industri farmasi, antara lain: Pembuatan obat yang baik
dan benar, Pengawasan pembuatan obat.
2.4.2 Sanksi Pelanggaran
Setiap pelanggaran apoteker terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan
sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif
yang diberikan menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/
SK/ X/ 2002 dan Permenkes No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah :
a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing – masing dua bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan
pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta.
c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek
tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan
dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah
dipenuhi.
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat
pelanggaran terhadap :
a. Undang- Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541).
b. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu
dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena
tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode
etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor
jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan
akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode
ituberasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan
kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun
demikian, dalam praktek sehari-hari control ini tidak berjalan dengan mulus
karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota-anggota profesi, seorang
profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan
pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega
ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik
profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan
etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-
masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru
kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi
merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan
dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas
dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya
norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode
etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas
serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa
yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh
seorang profesional.
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan
bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang
bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan
Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik
Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi
kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan
swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin
memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan
karena itu pada prinsipnya patut dinilai positif.
2.4.3 Praktik Pelaksanaan Kode Etik
1. Kewajiban Umum
a. Sumpah apoteker
b. Kode etik
c. Menjalankan sesuai standar kompetensi.
d. Aktif mengikuti perkembangan dibidang kesehatan dan farmasi.
2. Di dalam melaksanakan praktik, apoteker menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan semata bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur
kefarmasian.
3. Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh baik bagi orang lain.
4. Tidak ada praktik kefarmasian dengan prinsip ekonomi (melalui usaha
sekecil-kecilnya namun mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya).
Tetapi yang terpenting patient safety dengan terapi yang rasionala dengan
harga terjangkau.
5. Apoteker menjadi sumber informasi.
2.4.4 Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Apoteker
Kasus 1
Tn Y 25 tahun adalah seorang apoteker yang mendirikan apotek dengan modal
sendiri. Apotek tersebut sudah berjalan selama 2 tahun tetapi omset perbulan
tidak lebih dari 10 juta. Dia mempunyai 3 karyawan untuk membantunya di
Apotek. Pada suatu hari ia didatangi petugas dari sebuah RS yang menawarkan
beberapa obat, dan obat tersebut dititipkan untuk dijualkan kembali karena sudah
tidak terpakai. Petugas RS juga menawarkan kerja sama yaitu apabila ada resep
dari rumah sakitnya maka pasien akan ditujukan ke apotek tersebut, dengan
catatan beliau di beri jasa 15 %. Dan akhirnya Tn Y menyetujui penawaran kerja
sama tersebut.

Pembahasan :

Pada kasus tersebut tindakan Tn Y sebagai apoteker menyimpang dari kode etik
profesi apoteker karena :

1. Apoteker haruslah mampu memilah mana yang harus diutamakan. Mengingat


perannya yang penting dalam peredaran obat serta profesi ini sebagai satu-
satunya pihak yang berkompeten, maka ia harus bisa mengutamakan
kepentingan kesehatan masyarakat dibanding kepentingan perseorangan. Ia
juga harus menghormati hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kondisinya.
Pelanggaran Pasal 5 : Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus
menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

2. Oleh karena Apoteker merupakan orang yang mengerti bahaya penggunaan


obat dan penyalahgunaan obat disamping kemanfaatan obat , maka ia harus
berusaha memilihkan obat yang baik, aman, dan rasional, serta
kemanfaatannya lebih besar daripada resikonya.
Obat yang diberikan ke apotek Tn Y dapat dikatakan sebagai “obat bekas”
karena sudah tidak dipakai oleh RS, sehingga obat tersebut tentunya tidak dapat
dijamin keutuhannya. Dikhawatirkan, obat tersebut telah rusak dan dapat
merugikan pasien.

Pelanggaran Pasal 9 : Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian


harus mengutamakan kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien
dan melindungi makhluk hidup insani.

Dengan demikian, secara tidak langsung apoteker tersebut juga melanggar :

Pasal 1

Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


Sumpah / Janji Apoteker.

Pasal 2

Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan


mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Pasal 15

Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik


Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.

Kasus 2
Apotek Pelangi Farma berada di sebuah kota, buka setiap hari jam 10.00 - 21.00,
pasien setiap harinya cukup ramai, jumlah resep yang di layani rata-rata perhari
100 lembar, dan pasien yang melakukan swamedikasi juga cukup banyak. Apotek
tersebut memiliki 1 apoteker, 3 Asisten Apoteker dan 3 karyawan. Ketika
penyerahan obat mereka tidak sempat memberikan informasi yg cukup, karena
banyaknya pasien yg di layani. Apoteker datang setiap hari pada jam 17.00, karena
pegawai dinas kesehatan setempat.

Pembahasan :

A. Sumpah Apoteker
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan
2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian

Pada kasus tersebut Apoteker melanggar Sumpah Profesi Apoteker karena


Apoteker tersebut tidak menjalanakan tugas dengan sebaik-baiknya, Apoteker
dating terlambat dan tidak memberikan informasi kepada pasien sehingga
penggunaan obat oleh pasien tidak dilakukan dengan baik, hak pasien juga
tidak dipenuhi, akibatnya MESO (Monitoring Efek Samping Obat)n tidak
terlaksana, sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran pada
kepentingan perikemanusiaan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap Apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian harus bersungguh-
sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Tenaga Teknis
Kefarmasian dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Bila
seorang Apoteker baik sengaja atau tidak sengaja melanggar atau tidak
memenuhi Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian Indonesia maka dia wajib
mengakui dan menerima sanksi dari Pemerintah, Ikatan atau Organisasi
Profesi Farmasi yang menanganinya (ISFI) dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.2 Saran
Mematuhi Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai dengan peraturan
yang berlaku agar menjadi seorang Apoteker yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

file:///E:/SEMESTER%202/Etika%20danPerUU/BETUL%201%20Peraturan%20Perund
ang-undangan_.pdf
file:///E:/SEMESTER%202/Etika%20danPerUU/PMK_No._9_ttg_Apotek.pdf
file:///E:/SEMESTER%202/Etika%20danPerUU/kode-etik-apoteker-indonesia.pdf
https://id.scribd.com/doc/230169299/Kode-Etik-Farmasi
https://independent.academia.edu/RizqiChairunnisa
https://independent.academia.edu/GLine
https://id.scribd.com/doc/96281173/Kode-Etik-Apoteker-Indonesia
https://id.scribd.com/document/383810596/Kode-Etik-Tenaga-Teknis-Kefarmasian-
Asisten-Apoteker
https://www.academia.edu/8794455/KUMPULAN_MATERI_ETIKA_KEFARMASIAN
_KASUS_DAN_KODE_ETIK_SERTA_IMPLEMENTASINYA
https://wawasancemerlang.blogspot.com/2017/10/kode-etik-tenaga-teknis-
kefarmasian.html?m=1
https://www.google.com/amp/alamipedia.com/kode-etik-apoteker-dengan-tabel-dan-
pasalnya/amp/
https://id.scribd.com/document/359673421/Kasus-Kode-Etik-Apoteker

Anda mungkin juga menyukai