Ketentuan
Pasal 1
Umum
Definisi : lzin edar, Obat, Produk biologi, Registrasi, Obat kontrak, Pemberi
kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat palsu,
Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi paten,
Menteri, Kepala Badan.
Pasal 2
1. Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus
dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar;
2. Izin Edar diberikan oleh Menteri;
3. Menteri melimpahkan pemberian Izin Edar kepada Kepala
Badan;
4. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk:
a. Obat penggunaan khusus atas permintaan dokter;
b. Obat Donasi;
c. Obat untuk Uji Klinik;
d. Obat Sampel untuk Registrasi.
Pasal 3
1. Obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dapat
dimasukkan ke wilayah Indonesia melalui Mekanisme Jalur
Khusus.
2. Ketentuan tentang Mekanisme Jalur Khusus ditetapkan oleh
Menteri.
Tujuan
-
Pasal 23
Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kepala
Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin
edar apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut:
a. Tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
berdasarkan data terkini.
b. Penandaan dan promosi menyimpang dari persetujuan izin
Sanksi
edar
c. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21.
d. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut obat yang
bersangkutan tidak diproduksi, diimpor atau diedarkan.
e. lzin lndustri Farmasi, yang mendaftarkan, memproduksi atau
mengedarkan dicabut.
f. Pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi
dan/atau peredaran obat.
Pasal 24
1. Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi
dokumen registrasi sebelum diberlakukannya peraturan ini
tetap akan diproses sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi;
2. Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi yang habis masa berlakunya setelah
ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk paling
lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya
Peraturan ini.
Aturan
Pasal 25
Peralihan /
Penutup Semua ketentuan tentang tata cara registrasi obat jadi yang telah
dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan ini, masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan ini.
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 949/MENKES/PER/Vl/2000 tentang Registrasi Obat Jadi
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 27
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
.
Dasar Hukum
10. Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419)
11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3274);
12. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Tahun 1997 No.
10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3671);
13. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3821);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
15. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
16. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986
tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan
dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3330);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995
tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara
Nomor 3596);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3778);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009
tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4975);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010
tentang Prekursor (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 5126);
23. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987
tentang Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha
Industri;
24. Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005
tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen;
25. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
Ketentuan Umum
Pasal 1
Definisi : Obat, Bahan Obat, Industri Farmasi, Pembuatan Obat,
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
Farmakogivilans, Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Direktur Jenderal, Menteri.
Tujuan
-
1. Ketentuan Umum
2. Izin Industri Farmasi (Umum, Tata Cara
Pemberian Persetujuan Prinsip, Permohonan
Izin Industri Farmasi)
Materi Farmasi
3. Penyelenggaraan
4. Pelaporan
5. Pembinaan dan Pengawasan
Sanksi
Pasal 26
1. Pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara
waktu dan/atau perintah untuk penarikan
kembali obat atau bahan obat dari
peredaran bagi obat atau bahan obat yang
tidak memenuhi standar dan persyaratan
keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat,
jika terbukti tidak memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
d. penghentian sementara kegiatan;
e. pembekuan izin industri farmasi; atau
f. pencabutan izin industri farmasi.
2. Penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d dapat dikenakan untuk seluruh kegiatan
atau sebagian kegiatan.
3. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d
diberikan oleh Kepala Badan.
4. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e dan huruf f diberikan
oleh Direktur Jenderal atas rekomendasi
Kepala Badan.
Aturan Peralihan /
Penutup Pasal 30
1. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
persetujuan prinsip yang telah dimiliki tetap
berlaku sebagai salah satu tahap untuk
memperoleh izin Industri farmasi
berdasarkan Peraturan ini.
2. Permohonan izin industri farmasi yang telah
diajukan sebelum berlakunya Peraturan ini
tetap diproses berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Usaha Industri Farmasi.
3. Izin industri farmasi yang dikeluarkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi
dinyatakan masih tetap berlaku.
4. Izin industri farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus diperbaharui sesuai
dengan persyaratan dalam Peraturan ini
paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal
pengundangan.
Pasal 31
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan
pelaksanaan dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan ini
dan/atau belum diganti berdasarkan ketentuan
Peraturan ini.
Pasal 32
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
.
2. Sampel
3. Uji Mutu
Sanksi -
Aturan -
Peralihan /
Penutup
ANATOMI
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NO. HK.02.02/MENKES/262/2016
TENTANG LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI TENAGA KESEHATAN
Pasal 48
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
ANATOMI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO. 007 TAHUN 2012
TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
ASPEK PMK 007/2012
Judul Registrasi Obat Tradisional
Latar Belakang / Alasan a. Bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari
Diterbitkan peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu
perlu dilakukan penilaian melalui registrasi obat
tradisional sebelum diedarkan;
b. Bahwa pengaturan pendaftaran obat tradisional dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan hukum;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Registrasi Obat Tradisional.
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Dasar Hukum Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,
TambahanLembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat
Tradisional Nasional;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225).
Definisi : Obat Tradisional, Izin Edar, Registrasi, Importir, Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, Industri Obat
Tradisional, Usaha Obat Kecil Tradisional, Usaha Mikro
Obat Tradisional, Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu
Ketentuan Umum Gendong, Simplisia, Sediaan Galenik, Obat Tradisional
Produksi dalam Negeri, Obat Tradisional Kontrak, Obat
Tradisional Lisensi, Obat Tradisional Impor, Pemberi
Kontrak, Penerima Kontrak, Sertifikat Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik.
1. Untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat
tradisional yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu;
2. Untuk memperbaharui Peraturan Menteri Kesehatan
Tujuan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional karena sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kebutuhan hukum;
7. Izin Edar
8. Persyaratan Registrasi
a. Registrasi Obat Tradisional Produksi dalam
Negeri
b. Registrasi Obat Tradisional Kontrak
c. Registrasi Obat Tradisional Lisensi
Materi Muatan / Aspek d. Registrasi Obat Tradisional Impor
yang Diatur e. Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor
9. Tata Cara Registrasi
a. Umum
b. Evaluasi
c. Pemberian Izin Edar
d. Peninjauan Kembali
e. Pelaksanan Izin Edar
10. Evaluasi Kembali
11. Kewajiban Pemegang Nomor Izin Edar
12. Sanksi
Definisi : Obat Tradisional, Izin Edar, Registrasi, Importir, Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, Industri Obat
Tradisional, Usaha Obat Kecil Tradisional, Usaha Mikro
Obat Tradisional, Usaha Jamu Racikan, Usaha Jamu
Materi Farmasi Gendong, Simplisia, Sediaan Galenik, Obat Tradisional
Produksi dalam Negeri, Obat Tradisional Kontrak, Obat
Tradisional Lisensi, Obat Tradisional Impor, Pemberi
Kontrak, Penerima Kontrak, Sertifikat Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik.
(1) Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif
berupa pembatalan izin edar apabila:
a. Obat tradisional tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
berdasarkan data terkini;
b. Obat tradisional mengandung bahan yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
c. Obat tradisional dibuat dan/atau diedarkan dalam
bentuk sediaan yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8;
d. Penandaan dan informasi obat tradisional
menyimpang dari persetujuan izin edar;
e. Pemegang nomor Izin edar tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22;
f. Izin IOT, UKOT, UMOT, dan importir OT yang
mendaftarkan, memproduksi atau mengedarkan
dicabut;
g. Pemegang nomor izin edar melakukan
Sanksi pelanggaran di bidang produksi dan/atau
peredaran obat tradisional;
h. Pemegang nomor izin edar memberikan dokumen
registrasi palsu atau yang dipalsukan; atau
i. Terjadi sengketa dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2) Selain dapat memberikan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan
dapat memberikan sanksi administratif lain berupa
perintah penarikan dari peredaran dan/atau
pemusnahan obat tradisional yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan.
Pasal 24
(1) Permohonan registrasi yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses
Aturan Peralihan / berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Penutup Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional.
(2) Izin edar obat tradisional yang dikeluarkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional dinyatakan
masih tetap berlaku.
(3) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
diperbarui sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan
Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan
Menteri ini diundangkan.
Pasal 25
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin
Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat
Tradisional dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan
Menteri ini.
Pasal 26
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
181/Menkes/Per/VII/1976 tentang Pembungkusan dan
Penandaan Obat Tradisional;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar Simplisia
Impor;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
sepanjang yang mengatur pendaftaran obat tradisional
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini;
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
661/Menkes/Per/VII/1994 tentang Persyaratan Obat
Tradisional; dan
e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran Obat
Tradisional Impor; dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Pasal 6
Penyelenggaraan Akreditasi meliputi kegiatan:
a. persiapan Akreditasi;
b. pelaksanaan Akreditasi; dan
c. pascaakreditasi
Pasal 19
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Pasal 34
(1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi
administratif berupa penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf
b, pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat
dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah
Sanksi membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan
administratif dan teknis sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF
berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari
Kepala Badan.
(3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif
dalam rangka pengawasan berupa Peringatan dan
Penghentian Sementara Kegiatan PBF dan/atau PBF
Cabang.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi
sanksi administratif berupa peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang, dan
pencabutan pengakuan PBF Cabang.
(5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi
administratif kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan
pemberian sanksi administratif kepada Direktur
Jenderal.
Pasal 35
(1) PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin
dan/atau pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini
diundangkan, wajib menyesuaikan perizinan dan
penyelenggaraan usahanya paling lama 2 (dua) tahun sejak
Aturan Peralihan / mulai berlakunya Peraturan Menteri ini.
Penutup (2) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah
diajukan sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri ini
tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan,
Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat.
Pasal 36
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor
1191/MENKES/SK/IX/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar
Farmasi; dan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976 tentang Ketentuan
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan
Baku; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 37
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
1. Paket Pelayanan
2. Prestasi
Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu: