Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan secara menyeluruh
agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Upaya kesehatan
adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan atau masyarakat (UU Nomor 36 Tahun 2009).
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu komponen yang tak
tergantikan dalam pelayanan kesehatan baik primer, sekunder dan tersier. Akses
terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak azasi manusia.
Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi
pemerintah dan lembaga pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki peran yang besar


dalam upaya pembangunan kesehatan yakni melaksanakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar prosedur dan kriteria, dan
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pemantauan, evaluasi serta pelaporan
dibidang kesehatan. Salah satu Direktorat Jenderal di bawah Kementerian
Kesehatan yang berperan dalam upaya peningkatan pelayanan kefarmasian
adalah Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Kementerian
Kesehatan RI, 2015).

1
Pelayanan kefarmasian yang ideal dan merata di seluruh wilayah Indonesia
perlu didukung dengan adanya suatu standar dan kebijakan. Perumusan standar
dan kebijakan tersebut merupakan peran dari Direktorat Jenderal kefarmasian
dan alat kesehatan, yang telah disebutkan sebelumnya. Namun standar dan
kebijakan yang telah disusun tidak dapat berfungsi dengan optimal jika
pelaksana pelayanan kefarmasian tidak memahami standar dan kebijakan
tersebut dengan baik. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Universitas
muhammadiyah Prof. DR. HAMKA menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dengan demikian, diharapkan calon apoteker dapat memperoleh gambaran nyata
tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat Tata
Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

B. Tujuan PKPA
1. Memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
2. Mengetahui peran apoteker di pemerintahan khususnya di Direktorat Tata
Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dalam meningkatkan pelayanan
kefarmasian.

2
BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Sejarah Singkat
Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk
mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan.

B. Visi, Misi dan StrukturOrganisasi


1. Visi dan Misi
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi dan misi Presiden
Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berdasarkan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini
adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu :
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritime
dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai Negara kepulauan.
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berdasarkan
Negara hukun.
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai Negara maritime.
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional.
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

3
2. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 64 Tahun 2015, Struktur
organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas:
a. SekretariatJenderal
b. Direktorat Jenderal KesehatanMasyarakat
c. Direktorat Jenderal Pencegahan dan PengendalianPenyakit
d. Direktorat Jenderal PelayananKesehatan
e. Direktorat Jenderal Kefarmasian dan AlatKesehatan
f. Inspektorat Jenderal
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang EkonomiKesehatan.
j. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
k. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan
l. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan
m. Pusat Data dan Informasi
n. Pusat Analisis Determinan Kesehatan
o. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
p. Pusat Krisis Kesehatan
q. Pusat Kesehatan Haji

Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Perencanaan dan PenilaianKetersediaan
b. Subdirektorat Pengendalian Harga dan PengaturanPengadaan
c. Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
d. Subdirektorat Pemantauan Pasar Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
e. Subbagian Tata Usaha
f. Kelompok JabatanFungsional

4
C. Tugas dan Fungsi Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan perumusan dan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang tata kelola obat publik dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perencanaan dan penilaian
ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan, serta
pengendalian dan pemantauan pasar obat publik dan perbekalan kesehatan.
2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan penilaian
ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan, serta
pengendalian dan pemantauan pasar obat publik dan perbekalankesehatan.
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
perencanaan dan penilaian ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan
pengadaan, serta pengendalian dan pemantauan pasar obat publik dan
perbekalankesehatan.
4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perencanaan
dan penilaian ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan,
serta pengendalian dan pemantauan pasar obat publik dan perbekalan
kesehatan.
5) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perencanaan dan penilaian
ketersediaan, pengendalian harga dan pengaturan pengadaan, serta
pengendalian dan pemantauan pasar obat publik dan perbekalankesehatan.
6) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tanggaDirektorat.
Bagan Struktur dan Organisasi Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan bisa dilihat di Lampiran3.

5
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Perencanaan dan Penilaian Ketersediaan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Perencanaan dan Penilaian
Ketersediaan menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang perencanaan dan penilaian
ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan
2) Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan
penilaian ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3) Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang perencanaan dan penilaian ketersediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan.
4) Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang perencanaan dan
penilaian ketersediaan obat publik dan perbekalankesehatan.

b. Subdirektorat Pengendalian Harga dan Pengaturan Pengadaan


Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengendalian Harga dan
Pengaturan Pengadaan menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang pengendalian harga dan
pengaturan pengadaan obat publik dan perbekalankesehatan.
2) Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian harga dan
pengaturan pengadaan obat publik dan perbekalankesehatan.
3) Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang pengendalian harga dan pengaturan pengadaan obat publik dan
perbekalankesehatan.
4) Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengendalian
harga dan pengaturan pengadaan obat publik dan perbekalankesehatan
c. Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Dalam melaksanakan tugas Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang pengendalian obat publik
dan perbekalankesehatan.

6
2) Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian obat publik
dan perbekalankesehatan.
3) Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan.
4) Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengendalian
obat publik dan perbekalankesehatan.
d. Subdirektorat Pemantauan Pasar Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pemantauan Pasar Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang pemantauan pasar obat
publik dan perbekalankesehatan.
2) Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang pemantauan pasar obat
publik dan perbekalankesehatan.
3) Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang pemantauan pasar obat publik dan perbekalankesehatan
4) Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi di bidang pemantauan
pasar obat publik dan perbekalan kesehatan.
5) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pemantauan pasar obat
publik dan perbekalan kesehatan.

e. Subbagian TataUsaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi
penyusunan rencana, program, dan anggaran, pengelolaan keuangan dan
barang milik negara, evaluasi dan pelaporan, urusan kepegawaian, tata
laksana, kearsipan, dan tata persuratan, serta kerumahtanggaan Direktorat.

7
BAB III
HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan Harian
Kegiatan harian yang dilakukan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker di
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dari tanggal 7
Agustus 2017 sampai 18Agustus 2017, dapat dilihat pada tabel berikut:

No Hari/Tanggal Kegiatan
1. Senin Direktorat Jendral Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
7 Agustus 2017
Perkenalan dan pengarahan mahasiswa PKPA
mengenai Direktorat Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
2. Selasa Penjelasan umum mengenai Diektorat Tata
Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
8 Agustus 2017
Sekretariat KFN (Komite Farmasi Nasional)

3. Rabu Subdirektorat Pengendalian Harga dan


Penilaian Ketersediaan
9 Agustus 2017
Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan

4. Kamis Studi Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan
10 Agustus 2017
5. Jumat Subdirektorat Pemantauan Pasar Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan
11 Agustus 2017
Subdirektorat Perencanaan dan Penilaian

8
Ketersediaan

6 Senin - Selasa Peninjuan Instalasi Farmasi pusat

14–15 Agustus 2017

7 Rabu Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan


16 Agustus 2017 Perbekalan Kesehatan
Sekretariat KFN (Komite Farmasi Nasional)

8 Jumat Penyerahan Laporan PKPA ke Pembimbing


18 Agustus 2017 LapanganDan Diskusi

B. Pembahasan
1. Subdirektorat Perencanaan dan PenilaianKetersediaan
Subdirektorat Perencanaan dan Penilaian Ketersediaan terdiri atas Seksi
Perencanaan dan Seksi Penilaian Ketersediaan.
a. Seksi Perencanaan
Perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilakukan menggunakan
sistem dari bawah ke atas (bottom-up), yaitu data kebutuhan obat diperoleh dari
data pemakaian obat oleh Puskesmas setiap bulan yang kemudian dikompilasi dan
dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan selama satu tahun.
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan
LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). Di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota data LPLPO direkap kemudian dihitung menjadi suatu
kebutuhan tahunan yang selanjutnya diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi
untuk dilakukan rekapitulasi dan analisis.Fasilitas kesehatan yang melayani BPJS
yakni rumah sakit pemerintah/ swasta, apotek rujuk balik juga membuat Rencana
kebutuhan Obat selama setahun selanjutnya dikirimkan ke kementerian kesehatan.
Fungsi utama adalah menyusun kebutuhan obat program untuk pengadaan
yang diadakan di Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Obat Program adalah obat yang digunakan untuk kebutuhan program kesehatan
yang telah ditetapkan secara nasional.

9
Fungsi kedua dalam melakukan perencanaan sebagai dasar untuk menetapkan
harga di e-katalog. Subdit ini menyiapkan format di e-monev katalog obat yang
harus diisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk merekap rencana
kebutuhan obat di kabupaten/kota yang ada di wilayahnya. Format tersebut berisi
sisa stok, pemakaian rata-rata, rencana kebutuhan dan rencana pengadaan.
Selanjutnya sistem ini akan secara otomatis merekap kebutuhan per provinsi yang
ada di Indonesia. Data inilah yang akan diberikan ke LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah) untuk dilakukan lelang atau negosiasi.
Untuk menetapkan harga juga dipengaruhi oleh jumlah obat yang dibutuhkan,
semakin banyak obat yang dibutuhkan untuk diadakan maka semakin kompetitif
harga yang didapat.
Beberapa tahapan dalam merencanakan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan adalah meliputi :
1) Tahap pemilihan obat yang bertujuan untuk menentukan obat yang benar-benar
diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Pemilihan obat didasarkan pada obat
yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar (PKD), obat yang
digolongkan penyelamat jiwa, obat yang digolongkan sering digunakan (fast
moving), obat yang dibutuhkan untuk KLB dan bencana yang sering terjadi di
masing-masing propinsi, dan obat Generik terutama yang tercantum dalam
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada
FormulariumNasional.
2) Tahap kompilasi pemakaian obat yaitu rekapitulasi data pemakaian obat di
unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat
digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok awal, jumlah penggunaan
obat, dan sisastok.Tahap perhitungan kebutuhan obat yang dapat dilakukan
dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.
Metode konsumsi yaitu metode yang didasarkan atas analisis data
konsumsi/penggunaan obat tahun sebelumnya. Sedangkan metode morbiditas
yaitu perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit atau kunjungan
kasus.Pola perhitungan kebutuhan obat buffer stok menggunakan metode

10
konsumsi dan metode morbiditas yang berdasarkan data:
(a) Pola penyakit(epidemiologi)
(b) Penggunaan tahun sebelumnya(konsumsi)
(c) Sisastok
(d) Jenis KLB dan bencana yang pernahterjadi
(e) Perkiraan kemungkinan terjadinya KLB danbencana
3) Tahap proyeksi kebutuhan obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara
komprehensif dengan mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa
stok pada periode yang masih berjalan. Selain itu juga diperhitungkan jumlah
obat yang harus tersedia selama masa tunggu (lead time) pengadaan obat.
4) Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar
(PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran, antara lain APBN, APBD
Provinsi dan Kota/Kabupaten, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari
APBN untuk keperluan khusus dan persyaratan tertentu untuk daerah
yangmengajukan.
b. Seksi Penilaian Ketersediaan
Penilaian ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan secara rutin
dilakukan dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan
kesehatan yang bermutu, berkhasiat, dan bermanfaat guna mencapai peningkatan
derajat kesehatan. Penilaian ketersediaan obat publik dilakukan dengan dua cara
yaitu meninjau langsung ke Instalasi Farmasi Propinsi/Kabupaten/Kota dan
dengan menggunakan aplikasi softwar e- Logistic System bank data online yaitu
(www.bankdataelog.kemkes.go.ig/e-logistik-dc).
Saat ini penilaian ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan
sistem e-logistic menjadi program unggulan di Kementerian Kesehatan RI.
Penilaian ketersediaan dengan sistem e-logistic dilakukan di setiap daerah yaitu
Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota. Input data penerimaan dan
pengeluaran obat dilakukan di Instalasi Farmasi Propinsi dan Kabupaten/Kota. Di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota data yang diinput bersumber dari Puskesmas

11
melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat yang dimasukan
kedalam sistem e-logistic pada setiap bulan.

Evaluasi yang dilakukan adalah dengan cara melihat tingkat ketersediaan


setiap item obat baik yang ada di Instalasi Farmasi Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dan mempercepat informasi
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan dalam rangka mengantisipasi
kekurangan obat di pelayanan kesehatan dasar.

2. Subdirektorat Pengendalian Harga dan Pengaturan Pengadaan


Subdirektorat Pengendalian Harga dan Pengaturan Pengadaan terdiri atas
Seksi Pengendalian Harga dan Seksi Pengaturan Pengadaan.
a. Seksi Pengendalian Harga
Harga obat yang dikendalikan oleh pemerintah adalah harga obat generik
melalui Surat Keputusan (SK) Harga Eceran Tertinggi (HET) yang langsung ke
masyarakat melalui penjualan di apotek dan rumah sakit swasta untuk menjamin
akses masyarakat terhadap obat dan harga untuk pengadaan pemerintah melalui e-
catalog. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan memberikan
tugas dan tanggung jawab kepada Kementerian Kesehatan untuk mengendalikan
harga obat generik yang termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).
Penetapan harga obat dilakukan dengan tetap memberikan peluang margin
keuntungan yang memadai bagi industri farmasi untuk dapat memproduksi obat
generik sesuai standar yang berlaku.
Harga eceran tertinggi (HET) adalah harga tertinggi yang boleh dijual oleh
pengecer (retailer) dimana harga tersebut ditentukan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan agar harga jual obat dapat dikendalikan sehingga obat dapat
digunakan oleh masyarakat dari berbagai tingkat ekonomi, guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Selanjutnya, Menteri Kesehatan menerbitkan
himbauan agar produsen obat mencantumkan HET pada setiap kemasan obat guna
terlaksananya pengendalian harga obat.
Selain menentukan HET, Subdirektorat ini juga menyusun Harga Perkiraan

12
Sendiri (HPS) yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam proses
tender harga yang dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP). Harga obat disusun berdasarkan provinsi, sehingga untuk 1
item obat ada 34 harga sesuai dengan jumlah provinsi yang ada di Indonesia.
Keseluruhan hasil dari harga obat yang telah ditetapkan akan masuk ke dalam
sistem e-katalog yang dapat selalu diakses secara online, untuk memudahkan
pemesanan obat-obatan dan keperluan kesehatan. Sistem e-katalog diharapkan
dapat memenuhi informasi dan mempermudah pemesanan kebutuhan kesehatan
di setiap kota, kabupaten, dan provinsi. Untuk itu perlu dilakukan
pemantauan secara berkala, untuk memantau harga obat yang beredar di sarana
kesehatan yang sudah sesuai dengan harga obat yang sudah ditetapkan
pemerintah.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka penetapan HET dan HPS
adalah sebagai berikut:
1) Harga dasar obat
Komponen harga obat generik meliputi : bahan aktif, bahan pembantu,
bahan kemasan, biaya produksi dan biaya Quality Control, biaya umum, biaya
modal dan biaya distribusi.
2) Monitoring harga obat
Monitoring dilakukan untuk memastikan bahwa obat generik tidak dijual
diatas HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3) Membandingkan dengan harga internasional
Untuk menetapkan HET Subdirektorat Pengendalian Harga dan
Pengaturan Pengadaan juga membandingkan harga obat-obatan yang beredar
di Indonesia dengan harga obat-obatan yang sama/sejenis dengan harga obat-
obatan di negara lain. Harga obat dibandingkan melalui 2 cara, yaitu:
(a) Membandingkan harga obat di Indonesia dengan negara-negara disekitar
Indonesia seperti Singapura, Malaysia, Australia, dan lain lainnya
secaralangsung.
(b) Dengan melihat website-website Internasional seperti International Drug
Price, MIMS dan website-website resmi lainnya. Setelah memperoleh

13
data-data harga obat-obatan yang dibutuhkan melalui 2 cara tersebut
Subdirektorat Pengendalian Harga dan Pengaturan Pengadaan kemudian
akan membawa data tersebut kepada teamharga.
b. Seksi Pengaturan Pengadaan
Untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yang aman, bermutu
dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, perlu
dilaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien serta hasilnya
dapatdipertanggungjawabkan.
Pengadaan obat oleh Satuan Kerja di bidang kesehatan baik pusat maupun
daerah dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan dalam pengadaan obat baik untuk program Jaminan
Kesehatan Nasional maupun program kesehatan lainnya agar dilaksanakan
berdasarkan E-katalog obat dengan metode pembelian secara elektronik (E-
Purchasing) sebagaimana tercantum dalam E-katalog obat yang ditetapkan oleh
Kepala LKPP (dapat dilihat dalam website resmi LKPP : inaproc.lkpp.go.id).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang perubahan
keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, E-katalog merupakan sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai
penyedia barang/jasa pemerintah.
Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar katalog Portal Pengadaan
nasional harus dilakukan dengan E-Purchasing, yaitu tata cara pembelian
Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik. Portal Pengadaan Nasional adalah
pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi
Pengadaan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP.

3. Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan PerbekalanKesehatan


Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi
menjadi dua seksi yaitu Seksi Pengendalian Obat Publik dan Seksi Pengendalian
Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan bertujuan agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-

14
baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang
berobat ke unit pelayanan kesehatan dasar. Subdirektorat ini mempunyai tugas
antara lain; mengatur cara pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Pusat, Provinsi
dan Kabupaten/Kota, membuat pedoman-pedoman pengelolaan obat di
Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), pedoman obat haji, pedoman
pengelolaan vaksin dan lain-lain. Selain pedoman juga dibuat materi pelatihan
yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang dilakukan pengelola
obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota danPuskesmas.
Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian
kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluas :
a. Penyimpanan Obat dan PerbekalanKesehatan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
obat dan perbekalan kesehatan. Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk
memelihara mutu obat, menghindari penyalahgunaan, menjaga kelangsungan
ketersediaan serta memudahkan pencariaan dan pengawasan. Penyimpanan obat
buffer stok provinsi di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi.Kegiatan
penyimpanan obat meliputi :
1) Sarana penyimpanan
Ketersediaan sarana yang ada di unit pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan bertujuan untuk mendukung jalannya organisasi.
2) Pengaturan tata ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang
gudang dengan baik. Pengaturan tata ruang selain harus memperhatikan
kebersihan dan menjaga gudang dari kebocoran dan hewan pengerat juga
harus diperhatikan.
3) Penyusunan stok obat
Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First In First Out)

15
dan FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat yang
pertama keluar adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti
bahwa obat yang pertama keluar adalah obat yang pertama kadaluwarsa.
Sistem yang digunakan bertujuan untuk menghindari terjadinya penumpukan
obat dan perbekalan kesehatan yang beresiko kadaluwarsa sehingga akan
menimbulkan kerugian.
4) Pengamatan mutu obat
Mutu obat yang disimpan diruang penyimpanan dapat mengalami
perubahan fisik baik karena faktor fisik maupun kimiawi yang dapat diamati
secara visual. Jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak
dapat ditetapkan dengan cara organoleptik, harus dilakukan sampling untuk
pengujian laboratorium. Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti
rusak/kadaluwarsa adalah :
(a) Dikumpulkan, inventarisasi dan disimpan terpisah denganpenandaan
(b) Dikembalikan/diklaim sesuai aturan yangberlaku
(c) Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku serta dibuat beritaacaranya
b. Distribusi Obat dan PerbekalanKesehatan
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan unit unit pelayanan kesehatan.Tujuan
distribusi meliputi :
1) Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saatdibutuhkan.
2) Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saatpendistribusian.
3) Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit
pelayanan kesehatan.
4) Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan
programkesehatan.

16
c. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara
tertib baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang
digunakan di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya. Tujuan pencatatan
dan pelaporan yaitu tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan,
persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh
rangkaian kegiatan mutasi obat.

Kabupaten/Kota dan unit pelayanan kesehatan pemerintah lainnya sebagai


penerima melaporkan penggunaan dan sisa stok obat diterimanya setiap bulan
kepada Dinkes Provinsi. Formulir Laporan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi
adalah Dinamika Logistik Kabupaten/Kota. Dinkes Provinsi berkewajiban
melaporkan pemaikan dan sisa stok obat setiap bulannya Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alkes.

d. Monitoring danevaluasi
1) Pusat ke Provinsi
Monitoring akan dilakukan secara berkala ke Provinsi / Kabupaten /
Kota, Unit Yankes penerima obat buffer stok nasional oleh staf Direktorat
Tata Kelola Obat Publik dan PerbekalanKesehatan.
2) Provinsi ke Kabupaten
Monitoring akan dilakukan secara berkala ke Kabupaten/Kota. Unit
Yankes penerima obat buffer stok Provinsi oleh Dinkes Provinsi. Sedangkan
evaluasi akan dilaksanakan secara reguler setiap bulan.Evaluasi meliputi:
jumlah dan jenis obat yang didistribusikan, nilai obat yang didistribusikan,
sasaran yang memanfaatkan obat buffer stok, jumlah Kabupaten/Kota dan
yankes lain penerima obat.

17
4. Subdirektorat Pemantauan Pasar Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan Pasar Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
terdiri atas Seksi Pemantauan Pasar Obat Publik dan Seksi Pemantauan Pasar
Perbekalan Kesehatan. Subdirektorat ini efektif pada awal tahun 2016,
sebelumnya adalah Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat
Publik dan PerbekalanKesehatan. Tugas dan fungsi adalah mengidentifikasi
kondisi pasar obat dan perbekalan kesehatan di Indonesia dengan dasar laporan
katalog obat atau obat-obat yang ada di Formularium Nasional dan laporan dari
informasi PBF yang ada didirektorat distribusi dan produksi. Selain itu juga
dilakukan pemantauan melalui indikator obat publik dan perbekalan kesehatan,
indikatornya adalah ketersediaan obat dan vaksin dipuskesmas, presentase
instalasi farmasi Kabupaten/Kota yang sesuai standar dan presentase penerapan
aplikasi e-logistik di instalasi farmasiKabupaten/Kota di Indonesia.

5. KOMITE FARMASI NASIONAL (KFN)


Komite Farmasi Nasional adalah unit non struktural di Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang bertanggung jawab kepada Menteri
melalui Direktur Jenderal. Susunan organisasi KFN terdiri dari:
a. Divisi Sertifikasi dan Registrasi bertugas :
1) Menyiapkan rancangan cetak biru sertifikasi dan registrasi
2) Menyusun pedoman tata laksana sertifikasi dan registrasi
3) Melaksanakan registrasi.
b. Divisi Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan bertugas :
1) Menyusun cetak biru pengembangan pendidikan berkelanjutan
2) Menyusun pedoman pengembangan pendidikan berkelanjutan
3) Menetapkan angka Satuan Kredit Profesi (SKP) pada pelaksanaan
pengembangan pendidikan berkelanjutan.
c. Divisi Pembinaan dan Pengawasan bertugas Melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian

18
Sekretariat KFN mempunyai tugas :
a. memberikan pelayanan administrasi umum untuk mendukung pelaksanaan
tugas KFN.
b. memproses penerbitan, pengesahan, dan mengirimkan STRA.
c. mengelola keuangan, kearsipan, personalia, dan kerumahtanggaan KFN.

19
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, maka dapat
disimpulkan :
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari lima Direktorat salah
satunya yaitu Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,
maka dapat disimpulkan:
1. Subdirektorat perencanaan dan penilaian ketersediaan memastikan
ketersediaan obat atau kebutuhan obat, dalam kegiatan perencanaan obat
publik dan perbekalan kesehatan dilakukan berdasarkan metode komsumsi
dan metode morbiditas.
2. Subdirektorat pengendalian harga dan pengaturan pengadaan bertanggung
jawab dalam menstandarkan atau merasionalisasikan harga obat. Program
Pemerintah baru yaitu e-katalog merupakan sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai
penyedia barang/jasa pemerintah.
3. Subdirektorat pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan melakukan
kegiatan pengelolaan obat berupa siklus pengelolaan meliputi Perencanaan,
Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi dan Penggunaan. Kegiatan ini perlu
mendapat dukungan manajemen seperti SDM,dana, pencatatan pelaporan dan
sistem informasi (e-logistik).
4. Subdirektorat pemantauan pasar dan obat publik dan perbekalan kesehatan
bertanggung jawab dalam menilai tingkat keberhasilan dari pelaksanaan
program kerja Direktorat tata kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
dilihat dari tercapainya indikator atau data pemakaian obat.

20
B. Saran
1. Instalasi Farmasi Pusat mempunyai Pedoman mutu dan Prosedur mutu
mengenai pengelolaan Instalasi tersebut. Untuk memudahkan penggunaan
Pedoman mutu dan Prosedur Mutu sebaiknya dilengkapi dengan daftar isi
dari Pedoman Mutu dan Prosedur mutu tersebut.
2. Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan kesehatan sebaiknya
lebih menggalakkan satker di daerah untuk lebih tertib dalam mengisi e-
logistik agar proses pemantauan stok obat di setiap daerah lebih efektif dan
efisien.
3. Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis kerja di
Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2015. Peraturan Presiden Republik Indonesia


Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Presiden Republik Indonesia


Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan.2017. Laporan Kinerja


Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun
2016. Kementerian Kesehatan Republik Indonesi.

22
LAMPIRAN

Lampiran 1.StrukturOrganisasiKementerianKesehatanRepublik Indonesia

23
Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktora tJenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.

24
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Tata Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan

25

Anda mungkin juga menyukai