Anda di halaman 1dari 3

PENGGUNAAN OBAT YANG TIDAK RASIONAL

Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas; penentuan dosis, cara, dan lama pemberian yang
keliru, serta peresepan obat yang mahal merupakan sebagian contoh dari ketidakrasionalan
peresepan. Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif
yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak negatif di sini dapat
berupa:
a) Dampak klinik (misalnya terjadinya efek samping dan resistensi kuman)
b) Dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau)
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan sebagai berikut:
A. Peresepan berlebih (overprescribing)
Yaitu jika memberikan obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang
bersangkutan. Pemberian obat berlebihan memberi resiko lebih besar untuk timbulnya efek
yang tidak diinginkan seperti: Interaksi, Efek Samping , Intoksikasi
Contoh:
 Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan oleh virus)
 Pemberian obat dengan dosis yang lebih besar daripada yang dianjurkan.
 Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit
tersebut
B. Peresepan kurang (underprescribing)
Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam hal
dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan untuk
penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini.
Contoh :
 Pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia.
 Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare.
 Tidak memberikan tablet Zn selama 10 hari pada balita yang diare.
C. Peresepan majemuk (multiple prescribing)
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam
kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui
dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
Contoh:
Pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek berisi:
 Amoksisilin
 Parasetamol
 Gliseril guaiakolat
 Deksametason
 CTM
 Luminal.
D. Peresepan salah (incorrect prescribing)
Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi yang sebenarnya
merupakan kontraindikasi pemberian obat, memberikan kemungkinan resiko efek samping
yang lebih besar, pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan kepada
pasien, dan sebagainya.
Contoh :
 Pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofl oksasin & ofl oksasin) untuk
anak.
 Meresepkan asam mefenamat untuk demam dan bukannya parasetamol yang lebih
aman.
Contoh lain ketidakrasionalan penggunaan obat dalam praktek sehari hari:
1) Pemberian obat untuk penderita yang tidak memerlukan terapi obat
Contoh: Pemberian roboransia untuk perangsang nafsu makan pada anak padahal
intervensi gizi jauh lebih bermanfaat.
2) Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit.
Contoh: Pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu.
3) Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan.
Contoh:
 Cara pemberian yang tidak tepat, misalnya pemberian ampisilin sesudah
makan, padahal seharusnya diberikan saat perut kosong atau di antara dua
makan.
 Frekuensi pemberian amoksisilin 3 x sehari, padahal yang benar adalah
diberikan 1 kaplet tiap 8 jam.
4) Penggunaan obat yang memiliki potensi toksisitas lebih besar, sementara obat lain
dengan manfaat yang sama tetapi jauh lebih aman tersedia.
Contoh: Pemberian metilprednisolon atau deksametason untuk mengatasi sakit
tenggorok atau sakit menelan padahal tersedia ibuprofen yang jelas lebih aman
5) Penggunaan obat yang harganya mahal, sementara obat sejenis dengan mutu yang sama
dan harga lebih murah tersedia.
Contoh: Kecenderungan untuk meresepkan obat bermerek yang relatif mahal padahal
obat generik dengan manfaat dan keamanan yang sama dan harga lebih murah tersedia.
6) Penggunaan obat yang belum terbukti secara ilmiah manfaat dan keamanannya.
Contoh: Terlalu cepat meresepkan obat obat baru sebaiknya dihindari karena umumnya
belum teruji manfaat dan keamanan jangka panjangnya, yang justru dapat merugikan
pasien.
7) Penggunaan obat yang jelas-jelas akan mempengaruhi kebiasaan atau persepsi yang
keliru dari masyarakat terhadap hasil pengobatan.
Contoh: Kebiasaan pemberian injeksi roborantia pada pasien dewasa yang selanjutnya
akan mendorong penderita tersebut untuk selalu minta diinjeksi jika datang dengan
keluhan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Modul Penggunaan Obat Rasional. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Dapat diakses di http://farmalkes.kemkes.go.id/unduh/modul-penggunaan-obat-
rasional/

Anda mungkin juga menyukai