Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN DAN AKUNTANSI FARMASI

DISTRIBUSI OBAT

ANGGOTA GRUP B:
1. Fella Arifatul Wahyu Utami (4313419006)
2. Aeni Alkhorik (4313419008)
3. Sabda Dewi Alelintang (4313419022)
4. Arneta Evania (4313419024)
5. Ari Putri N (4313419042)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI
GUDANG FARMASI PSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO

A. PENDAHULUAN
Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang sangat penting
dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhanPengelolaan obat merupakan salah
satu segi manajemen rumah sakit yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan
secara keseluruhan. Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak tepat dapat berakibat pada
kerusakan obat, terganggunya distribusi obat dan terdapatnya obat yang kadaluarsa. Hal ini
dapat menyebabkan kerugian buat rumah sakit yang berimbas pada sistem pelayanan pasien.
Resiko lain dari kurang terjaminnya sistem penyimpanan dan pendistribusian yaitu besarnya
resiko penyalahgunaan akan obat. Oleh karena itu, dalam pemilihan sistem distribusi harus
dipilih dan disesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga pelayanan obat dapat dilaksanankan
secara tepat guna dan hasil guna (Sheina dkk, 2010).
Data primer adalah data yang didapat peneliti secara langsung melalui observasi dan
pengumpulan data lapangan dalam bentuk hasil wawancara. Sedangkan data sekunder adalah
data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada berupa dokumen pencatatan dan
pelaporan distribusi obat serta peraturan pemerintah mengenai penyimpanan dan
pendistribusian obat di rumah sakit.

B. METODE
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasi,
pengambilan data dan wawancara. Observasi dilakukan di Gudang Farmasi PSUP Prof. Dr.
R.D. Kandou Mando yang dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai Desember 2015 dengan
cara melihat secara langsung aktivitas yang dilakukan oleh tenaga kerja atau petugas kesehatan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Pengambilan data dilakukan di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Prof Dr R.D Kandou Manado berupa data primer dan sekunder.Wawancara dilakukan kepada
Koordinator perbekalan farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Prof DR. R.D Kandou Manado.

C. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Distribusi Obat Instalasi Farmasi Ke Depo A Rumah Sakit Prof. DR. R.D Kandou
Manado Dengan Ketentuan Dalam Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Permenkes
58 Tahun (2014)
No. Variabel evaluasi Hasil Keterangan
Ya Tidak
1 Menggunakan Metode Sentralisasi ✓
2 Menggunakan Metode Desentralisasi ✓
3 Menggunakan Resep Perorangan ✓
4 Menggunakan Sistem Floor Stock ✓
5 Menggunakan Sistem Dispensing dosis ✓
unit
6 Menggunakan Sistem Kombinasi ✓
Sistem pendistribusian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Prof. DR. R.D Kandou
Manado berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Permenkes 58 Tahun
(2014). Sistem distribusi obat berdasarkan hasil penelitian menggunakan metode
desentralisasi. Distribusi desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo
farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan
farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal
ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo
farmasi. Sistem distribusi obat dari Depo A ke pasien menggunkan sistem distribusi one daily
dose (ODD). Sistem distribusi ini pasien mendapat obat-obat yang sudah dipisah-pisah untuk
pemakaian sekali pakai, tetapi obat diserahkan untuk sehari pakai pada pasien.
EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI
GUDANG INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ADVENT MANADO
A. PENDAHULUAN
Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
Tujuan dari manajemen obat di Rumah Sakit yaitu agar obat yang diperlukan tersedia setiap
saat, dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan serta memberikan manfaat bagi
pasien dan Rumah Sakit. Pengelolaan obat adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dari
kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien agar obat yang diperlukan
tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung
pelayanan yang bermutu (Anief, 2003). Pengelolaan obat mencakup kegiatan seperti
penyimpanan dan pendistribusian. Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah
agar terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, mencakup terjamin
penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh obat yang dibutuhkan pada saat
diperlukan, terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai kepada
pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan
atau penyalahgunaan, terjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan penggunaannya,
terjamin penyimpanan obat yang aman dan sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan,
termasuk selama transportasi (BPOM RI, 2012).
Rumah Sakit Advent Manado melayani pasien rawat inap, rawat jalan dan instalasi gawat
darurat (IGD). Gudang instalasi farmasi Rumah Sakit Advent Manado menerapkan sistem
distribusi dengan metode sentralisasi. Berdasarkan observasi awal di Rumah Sakit Advent
Manado, peneliti menemukan beberapa permasalahan pada sistem penyimpanan dan
pendistribusian, seperti belum tersedianya rak khusus untuk obat-obatan yang sudah
kadaluarsa. Mengingat begitu besarnya dampak dari pengelolaan penyimpanan dan
pendistribusian obat, maka hal ini mendorong untuk dilakukannya penelitian untuk
mengevaluasi pengelolaan penyimpanan dan pendistribusian obat di Gudang Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Advent Manado.

B. METODE
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasi,
pengambilan data dan wawancara. Observasi dilakukan di Gudang Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Advent Manado dengan melihat secara langsung aktivitas yang dilakukan oleh tenaga
kerja atau petugas kesehatan Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado.
Pengambilan data dilakukan di Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado berupa
data primer dan sekunder. Data primer ialah data yang didapat peneliti secara langsung melalui
observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari
sumber yang sudah ada berupa dokumen pencatatan dan pelaporan penyimpanan dan distribusi
obat serta pedoman pengelolaan perbekalan farmasi Rumah Sakit. Wawancara dilakukan
kepada Kepala Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado, Apoteker, dan Kepala
Gudang penyimpanan obat di Rumah Sakit Advent Manado.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Obat Instalasi Farmasi ke Unit Pelayanan Rumah Sakit Advent
Manado sesuai dengan Ketentuan dalam Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit
Permenkes 72 Tahun (2016)
Standar Pelayanan Rumah Sakit Ya Tidak Keterangan
Menggunakan metode sentralisasi √ Semua pengeluaran obat
berasal dari IFRS
Menggunakan metode desentralisasi √
Menggunakan resep perorangan √ Resep perorangan ditujukan
untuk pasien rawat jalan
Menggunakan sistem Floor Stock √
Menggunakan sistem Unit Dosis √ IFRS Advent Manado
Dispensing menerapkan sistem ODD
Menggunakan sistem kombinasi √ Sistem kombinasi Resep
Perorangan dan Unit Dosis
Berdasarkan penelitian, sistem distribusi obat menggunakan metode sentralisasi.
Distribusi sentralisasi adalah sistem pendistribusian dimana semua pengeluaran obat hanya
dilakukan oleh IFRS kepada semua tempat perawatan penderita di Rumah Sakit tanpa adanya
cabang dari tempat perawatan lain. IFRS Advent juga menggunakan sistem resep perorangan,
dimana pendistribusian langsung dilakukan kepada pasien rawat jalan berdasarkan resep
perorangan yang diberikan oleh dokter. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado belum
menerapkan sistem distribusi floor stock, ini bertujuan untuk menghindari pengeluaran Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terkontrol yang bisa
merugikan pihak Rumah Sakit dan juga agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat dari
petugas kesehatan lain karena berdasarkan permenkes nomor 72 floor stock harus disiapkan
dan dikelola oleh petugas farmasi, mengingat jumlah petugas farmasi masih terbatas maka
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado belum menerapkan sistem distribusi Floor
Stock.
Untuk pasien rawat inap, alur distribusi obat berawal dari pemesanan yang dilakukan
oleh perawat yang disertakan dengan resep dokter kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Advent Manado, setelah resep diterima kemudian tenaga farmasi menyediakan obat yang
diperlukan. Obat yang sudah tersedia lalu diantarkan kepada perawat di unit rawat inap,
terkadang saat tenaga farmasi di IFRS Advent hanya sedikit, perawat yang mengambil obat di
IFRS, setelah itu perawat akan menyimpan obat dari masing-masing pasien di setiap kubik
yang sudah disediakan, perawat akan memberikan obat kepada pasien sekali minum dari setiap
dosis dan saat bersamaan pasien akan menandatangani kartu yang sudah disediakan oleh IFRS
Advent guna menghindari terjadinya kesalahpahaman antara pihak pasien dan Rumah Sakit di
kemudian hari. Sistem distribusi yang dilakukan disini adalah ODD atau one daily dose dimana
petugas farmasi memberikan obat berdasarkan resep persatu hari pemakaian, kemudian
petguas kesehatan lain seperti perawat yang akan memberikan langsung kepada pasien rawat
inap. Sistem Distribusi One daily dose bisa mengurangi biaya obat dari Rumah Sakit karena
mudah untuk terkontrol sudah berapa jumlah obat yang digunakan, jika pasien rawat inap sudah
pulang tetapi obat masih tersisa maka resep dari pasien rawat inap akan diganti dengan resep
individu sehingga obat bisa dibawa pulang oleh pasien.
Sistem distribusi One daily Dose mengharuskan pasien untuk membayar resep obat
persatu hari pemakaian, sehingga memberi keuntungan lebih dalam segi penjualan obat bagi
pihak Rumah Sakit. Rumah Sakit Advent Manado belum menerapkan sistem distribusi Unit
Dose Dispensing (UDD), padahal berdasarkan permenkes nomor 72 tahun 2016 Sistem
distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat
dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari
5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%
EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT DI
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT SILOAM MANADO
A. PENDAHULUAN
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan
rumah sakit bahwa sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum melakukan kegiatan
pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat beberapa kendala antara lain
kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi
farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit, serta terbatasnya pengetahuan pihak-
pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit.
Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus (Anonim, 2016). Pengelolaan obat sangat penting untuk menunjang
pelayanan kesehatan pada pasien. Pengelolaan obat salah satu pendukung penting dalam
pelayanan kesehatan hal ini perlu dilakukan agar dapat melakukan perbaikan kualitas dasar
(Anonim, 2010).
Sistem distribusi obat mencakup penghantaran sediaan obat yang telah didispensing
instalasi farmasi ke daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat,
ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu, metode pemberian, ketepatan personal
pemberi obat kepada penderita serta keutuhan mutu obat (Febriawati, 2013).
Rumah Sakit Siloam Manado melayani pasien rawat jalan, rawat inap, dan pasien pulang.
Gudang obat Siloam Hospitals Manado melakukan pendistribusian obat kepada pasien yaitu
berupa palayanan resep dari pasien rawat jalan, rawat inap dan Pasien pulang. Berdasarkan
survei awal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siloam Manado, peneliti mendapatkan beberapa
permasalahan pada sistem penyimpanan dan pendistribusian obat diantaranya yaitu ada
beberapa obat yang tidak diletakkan di atas rak dan penempatan obat tidak tertata dengan baik
sedangkan pada pendistribusian obat menggunakan Aerocom untuk obat yang mudah pecah
masih belum di lengkapi bahan anti pecah. Berdasarkan pengamatan tersebut, maka peneliti
melakukan penelitian tentang evaluasi penyimpanan dan pendistribusian obat di gudang obat
Rumah Sakit Siloam Manado.

B. METODE
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016 - Februari 2017 di Rumah Sakit Siloam
Manado. Penelitian ini menggunakan metode observasional yang bersifat deskriptif dan
evaluasi, dimana dilakukan pemantauan kegiatan yang sedang berjalan. Dengan metode
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian yaitu observasi, pengambilan data dan
wawancara. Pengambilan data dengan menggunakan alat tulis dan perekam untuk wawancara
serta kamera untuk pengambilan foto-foto dokumentasi. Sesuai dengan Peraturan Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) dan Peraturan Menteri Kesehatan (2014).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Obat Instalasi Farmasi ke Depo-depo/ruangan satelit Rumah Sakit
Siloam Manado Dengan Ketentuan Dalam Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah
Sakit Permenkes 58 Tahun (2014).

Standar Pelayanan Rumah Sakit Ya Tidak Keterangan


Menggunakan Metode Sentralisasi √
Menggunakan Metode Desentralisasi √
Menggunakan Resep Perorangan √
Menggunakan Sistem Floor Stock √
Menggunakan Sistem One Day Dose

Dispensing
Menggunakan Sistem Kombinasi √

Metode pendistribusian obat yang dipakai Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siloam
Manado yaitu metode sentralisasi. Metode sentralisasi merupakan penyimpanan dan
pendistribusian semua obat/barang farmasi setiap unit perawatan/pelayanan baik untuk
kebutuhan individu atau kebutuhan dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan
farmasi tersebut. Sehingga untuk persediaan penyimpanan ruangan satelit dan resep obat yang
diterima pasien dari dokter akan di layani langsung dari pusat pelayanan farmasi.
Resep perorangan ialah sistem ini memungkinkan semua resep dokter dapat dianalisis
langsung oleh apoteker dan terjalin kerja sama antara dokter, apoteker, perawat dan pasien.
Keuntungan dari sisten ini adalah resep dapat dikaji lebih dahulu oleh apoteker, ada interaksi
antara apoteker, dokter dan perawat dan adanya legalisasian persediaan. Kemudian sistem floor
stok, pada sistem ini perbekalan farmasi diberikan kepada masing-masing unit perawat sebagai
persediaan. Sistem ini memungkinkan perbekalan farmasi tersedia bila diperlukan. Misalnya
persediaan untuk obat emergensi. Dan sistem One Day Dose Dispensing. Sistem ini sebagai
obat-obatan yang diminta, disiapkan, digunakan dan dibayar dosis perhari yang berisi obat
dalam jumlah yang telah ditetapkan untuk satu hari pemakaian.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siloam Manado juga menyediakan alat Aerocom.
Aerocom merupakan alat transportasi resep dan bisa digunakan sebagai pengiriman obat ke
ruangan atas permintaan persediaan ruangan bila dalam jumlah sedikit karena mengingat
ukuran tabung aerocom yang sangat kecil, tetapi formulir sudah ditandatangi terlebih dahulu
sebelum melakukan pengiriman. Namun aerocom ini belum tersedia bahan anti pecah yang
berguna untuk melapisi obat yang kemasannya mudah pecah.
EVALUASI PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN VAKSIN DARI
DINAS KESEHATAN KOTA MANADO KE PUSKESMAS
TUMINTING, PUSKESMAS PANIKI BAWAH DAN PUSKESMAS
WENANG

A. PENDAHULUAN
Vaksin sangat rentan terhadap kerusakan, sehingga pengelolaan vaksin memerlukan
penanganan khusus. Untuk dapat mempertahankan mutu vaksin, maka penyimpanan dan
pendistribusiannya harus dalam suhu yang sesuai dari sejak dibuat hingga akan digunakan. Jika
tidak ditangani dengan sebaik-baiknya maka dapat mengakibatkan kerusakan vaksin,
menyebabkan potensi vaksin dapat berkurang bahkan hilang dan tidak dapat diperbaiki lagi
sehingga dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar (Nossal 2003).
Pemantauan suhu penyimpanan vaksin sangat penting dalam menetapkan secara cepat
apakah vaksin masih layak digunakan atau tidak, dengan cara selalu memperhatikan vaccine
vial monitor (VVM) yang ada pada setiap masing-masing vaksin untuk mengetahui apakah
vaksin masih layak untuk digunakan. Studi oleh Program Appropiate Technology in Health
(PATH) dan Departemen Kesehatan RI tahun 2001-2003 menyatakan bahwa 75% vaksin di
Indonesia telah terpapar suhu beku selama distribusi. Suhu beku dijumpai selama transportasi
dari provinsi ke kabupaten (30%), penyimpanan di lemari es kabupaten (40%) dan
penyimpanan di lemari es puskesmas (30%) (Depkes RI,2003)

B. METODE
Penelitian ini menggunakan metode observasional yang bersifat deskriptif dan evaluasi
dimana dilakukan pemantauan kegiatan yang sedang berjalan. Secara deskriptif karena
penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan serta menjelaskan suatu proses dan secara
evaluasi karena untuk menilai suatu proses yang sedang berjalan apakah sesuai dengan
pedoman. Dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara prospektif dengan
observasi, wawancara dan dokumentasi pada Dinas Kesehatan Kota Manado, Puskesmas
Tuminting, Puskesmas Paniki Bawah dan Puskesmas Wenang dari bulan Maret 2015 sampai
bulan Mei 2015.

C. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


No Pedoman Pengelolaan Cold Chain Realisasi
PKM PKM PKM
Tuminting Paniki Wenang
Bawah
1. Setiap pendistribusian vaksin harus x x x
menggunakan cold box yang berisi Cool pack
untuk vaksin TT, DT, Hepatitis B dan DPT-
HB, DPT-HB-Hib, serta Cold pack untuk
vaksin BCG, Polio dan Campak.
2. Apabila pendistribusian vaksin dalam jumlah ✓ ✓ ✓
kecil, dimana vaksin sensitif beku dicampur
dengan sensitif panas maka digunakan Cold
box yang berisi kotak dingin cair (Cool
pack).
3. Pengepakan vaksin sensititf beku harus x x x
dilengkapi dengan indikator pembekuan.
4. Cool pack yang akan digunakan sudah x x x
dimasukkan kedalam freezer selama 24 jam
pada suhu 2oC - 8oC.
5. Didalam cold box harus tersedia 4 buah Cool 1 1 1
pack.
6. Membersihkan Cold box sebelum dan x x x
sesudah digunakan.
7. Cold box jangan ada yang retak atau pecah ✓ ✓ ✓
serta harus kering.

Hasil observasi pendistribusian vaksin pada Puskesmas Tuminting, Paniki Bawah dan
Wenang. Penggunaan cold box yang berisi cool pack untuk vaksin freeze sensitive serta cold
pack untuk vaksin heat sensitive tidak dilakukan oleh ketiga Puskesmas disebabkan karena
terbatasnya cool pack dan pendistribusian vaksin dalam jumlah kecil, dimana vaksin freeze
sensitive dicampur dengan heat sensitive menggunakan cold box yang berisi cool pack
dilakukan oleh ketiga Puskesmas.
Indikator pembekuan dalam pengepakan vaksin tidak dilakukan, dikarenakan tidak
memiliki indikator pembekuan dan sementara dilakukan pengusulan. Menurut pedoman
Pengepakan vaksin freeze sensitive harus dilengkapi dengan indikator pembekuan agar dapat
mengetahui apakah selama diperjalanan vaksin mengalami pembekuan atau tidak sehingga
dapat segera dilakukan pengujian.
Perlakuan terhadap cool pack yang akan digunakan tidak sesuai dengan Pedoman
Pengelolaan Cold Chain yaitu sebelum digunakan harus dimasukkan kedalam freezer selama
24 jam pada suhu 2 oC-8 oC .Hal ini dapat merusak mutu vaksin karena cool pack yang
dimasukkan kedalam freezer selama 24 jam pada suhu 2 oC-8 oC dapat mempertahankan suhu
vaksin selama perjalanan ke Puskesmas.
Cold box harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan dan berisikan 4 buah cool
pack namun yang terlihat di lapangan setiap cold box hanya terdapat 1 cool pack dan cold box
tidak pernah dibersihkan sebelum maupun sesudah digunakan melainkan langsung disimpan
saja pada tempat penyimpanannya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya tempat dalam cold
box dan cold box selalu dalam keadaan bersih jadi tidak perlu dibersihkan lagi.
EVALUASI DISTRIBUSI DAN PENGGUNAAN OBAT PASIEN RAWAT
JALAN DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI

A. PENDAHULUAN
Manajemen obat yang baik merupakan salah satu aspek yang berpengaruh pada
pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Tujuan menejemen obat adalah tersedianya obat setiap
saat dibutuhkan baik jumlah, jenis maupun kualitas (Depkes RI, 2005). Tahap distribusi
merupakan tahapan dari siklus manajemen obat yang sangat penting dan kompleks, bahkan
pada proses penyimpanan dan distribusi dapat menghabiskan komponen biaya yang signifikan
dalam anggaran kesehatan (Quick et. al, 1997).
Penggunaan obat merupakan tahap yang penting dan menjadi orientasi utama dalam
pelayanan kefarmasian terutama pada sisi rasionalitasnya (Sudarmono dkk, 2011). Sejak tahun
1985 melalui konferensi yang diadakan di Nairobi, WHO telah berupaya untuk meningkatkan
praktek penggunaan obat rasional, berdasarkan komitmen itu WHO melalui International
Network for the Rational Use of Drug (INRUD) telah mengembangkan indikator penggunaan
obat terdiri dari indikator utama dan tambahan dan kemudian tahun 1993, ditetapkan sebagai
metode dasar untuk menilai penggunaan obat pada unit rawat jalan di fasilitas kesehatan yang
berkaitan dengan rasionalitas penggunaan obat di fasilitas kesehatan (WHO, 1985 cit.
Desalegn, 2013). Rumah Sakit Ortopedi Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta merupakan rumah sakit
khusus kelas A yang menyelenggarakan pelayanan orthopedi traumatologi dan rehabilitasi
medik dan telah ditetapkan sebagai pusat rujukan Nasional. Rumah Sakit Ortopedi Prof. DR.
R. Soeharso Surakarta membentuk pelayanan farmasi rumah sakit dengan tujuan untuk
menunjang pelayanan kesehatan bermutu di rumah sakit dimana farmasi rumah sakit
bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit.Berdasarkan
uraian tersebut diatas, maka penelitian ini akan mengevaluasi tahapan pengelolaan obat
terutama distribusi dan penggunaan obat pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Ortopedi
Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.

B. METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pengambilan data
secara retrospektif dan concurrent untuk mengevaluasi pengelolaan distribusi dan penggunaan
obat tahun 2013. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang terkait
dengan pengelolaan distribusi dan penggunaan obat. Data kuantitatif diperoleh dari
penelusuran dokumen rumah sakit tahun sebelumnya serta pengamatan langsung saat
penelitian. Berdasarkan panduan WHO (1993) untuk penelitian penggunaan obat difasilitas
kesehatan secara prospektif diperlukan sampel minimal 30 – 100 sampel. Pada penelitian ini
digunakan 100 pasien dan 660 lembar resep sebagai sampel penelitian. Pada pengolahan dan
analisis data, data hasil observasi dokumen dan wawancara diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif dianalisis dengan
mengidentifikasi temuan yang ada dan hasilnya disajikan dalam bentuk tekstual berupa narasi.
Data kuantitatif dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan yaitu indikator Depkes
(2008), Pudjaningsih (1996) dan indikator WHO (1993) kemudian disajikan dalam bentuk
tabel atau diagram.

C. HASIL PENELITIAN

➢ Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep


Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep obat jadi yaitu 7 menit. Waktu ini
masih dalam kategori cepat atau dibawah nilai pembanding dari Depkes (2008) yaitu 30 menit.
Pada penelitian ini tidak didapatkan sampel resep racikan dalam kurun waktu penelitian
dikarenakan jarangnya kasus resep racikan. Apabila merujuk pada data laporan kinerja instalasi
farmasi tahun 2013, didapatkan hasil bahwa waktu tunggu untuk resep racik yaitu kurang dari
20 menit. Waktu ini masih dibawah nilai pembanding dari Depkes (2008) yaitu 60 menit.
➢ Persentase obat yang diserahkan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui kepatuhan farmasi dalam menyediakan obat –
obat yang terdapat dalam formularium dan memenuhi permintaan resep dari dokter. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa persentase obat yang dapat diserahkan oleh apotek rawat jalan
adalah 100%. Bila dibandingkan dengan penelitian Pudjaningsih (1996) dan WHO (1993) yang
memberikan angka 100%, maka jumlah obat yang dilayani oleh instalasi farmasi telah
memenuhi standar yang ada sehingga bisa dikatakan efisien dalam pelayanan.
➢ Persentase keterjaringan resep
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak pasien menebus obat di apotek
rawat jalan rumah sakit Ortopedi. Dari hasil penelitian diketahui jumlah pasien rawat jalan
yang memeriksakan diri di Poliklinik menebus obatnya di instalasi farmasi rawat jalan rumah
sakit Ortopedi, atau tingkat keterjaringan pasien umum rawat jalan adalah 100%.
➢ Persentase tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Penilaian ini bertujuan untuk menilai apakah terjadi kesalahan pemberian obat baik itu
nama, jumlah maupun potensi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pasien. Dari hasil
penelitian diketahui selama kurun waktu tahun 2013 tidak ada laporan atau komplain pasien
terkait kejadian kesalahan pemberian obat. Hal ini telah sesuai dengan target kinerja dari
instalasi farmasi rumah sakit yaitu 100% tidak ada kejadian kesalahan pemberian obat dan
standar yang ditetapkan Depkes (2008).
DISKUSI /ANALISIS KELOMPOK TERKAIT JURNAL

No Masalah Penyebab Solusi & saran


1. Adanya ketidakcocokan jumlah Penilaian pengelolaaan obat di instalasi Berusaha melaksanakan
obat dengan kartu stok. logistik belum efisien dan belum pencatatan kartu stok dengan
maksimal. baik.
2. Adanya stok mati. Pengelolaan obat pada stok mati yang Berusaha mengelola perbekalan
belum efisien dan belum maksimal. farmasi sehingga stok mati dapat
diminimalisir.
3. Adanya obat yang diresepkan Rendahnya tingkat kepatuhan atau Berusaha meningkatkan
yang tidak sesuai dengan kurangnya kepatuhan dokter terhadap kepatuhan dokter rumah sakit
formularium rumah sakit. formularium rumah sakit dalam sehingga tingkat kepatuhan
meresepkan obat kepada pasien. dokter terhadap formularium
rumah sakit dalam meresepkan
obat kepada pasien menjadi
tinggi.
4. Belum diterapkannya sistem Jumlah petugas farmasi di Rumah Sakit Menambah jumlah petugas
distribusi floor stock Advent Manado masih terbatas farmasi agar dapat menerapkan
sistem distribusi floor stock
5. Belum diterapkannya sistem Belum adanya mesin pembungkus dan Berusaha melakukan pengadaan
distribusi Unit Dose Dispensing lemari pengobatan dana untuk membeli mesin
(UDD) pembungkus dan lemari
pengobatan
6. Belum menggunakan Metode Karena rumah sakit menggunakan Dengan menerapkan pusat
Sentralisasi metode desentralisasi, dimana pelayanan farmasi
penyimpanan dan pendistribusian
perbekalan farmasi ruangan tidak lagi
dilayani oleh pusat pelayanan farmasi.
7. Pada pendistribusian obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siloam Lebih memperhatikan lagi
menggunakan Aerocom untuk Manado juga menyediakan alat pendistribusian obat yang belum
obat yang mudah pecah masih Aerocom. Aerocom merupakan alat di terapkan, sesuai dengan
belum di lengkapi bahan anti transportasi resep dan bisa digunakan Peraturan Menteri Kesehatan RI.
pecah. sebagai pengiriman obat ke ruangan atas
permintaan persediaan ruangan bila
dalam jumlah sedikit karena mengingat
ukuran tabung aerocom yang sangat
kecil, tetapi formulir sudah ditandatangi
terlebih dahulu sebelum melakukan
pengiriman. Namun aerocom ini belum
tersedia bahan anti pecah yang berguna
untuk melapisi obat yang kemasannya
mudah pecah.
8. Stok vaksin dipuskesmas sering Penggunaan cold box yang berisi cool Menambah jumlah penggunaan
mengalami kerusakan pack untuk vaksin freeze sensitive serta coldpack dan selalu
dikarenakan saat pengambilan cold pack untuk vaksin heat sensitive mendinginkannya kedalam
vaksin tidak ada kendaraan dan tidak dilakukan oleh ketiga Puskesmas freezer selama 24 jam pada suhu
waktu tempuh cukup jauh, disebabkan karena terbatasnya cool pack 2oC - 8oC sebelum digunakan, dan
sering mengalami kemacetan, dan pendistribusian vaksin dalam jumlah menambah pemantau suhu
tidak memiliki alat pemantau kecil, dimana vaksin freeze sensitive didalam cold box.
suhu dalam cold box, dicampur dengan heat sensitive
terbatasnya cool pack dalam menggunakan cold box yang berisi cool
cold box sehingga tidak dapat pack dilakukan oleh ketiga Puskesmas
mempertahankan suhu vaksin
selama diperjalanan.
9. Indikator pembekuan dalam Indikator pembekuan dalam pengepakan Melengkapi pengepakan vaksin
pengepakan vaksin tidak vaksin tidak dilakukan, dikarenakan freeze sensitive dengan indikator
dilakukan. tidak memiliki indikator pembekuan dan pembekuan agar dapat
sementara dilakukan pengusulan. mengetahui apakah selama
diperjalanan vaksin mengalami
pembekuan atau tidak sehingga
dapat segera dilakukan pengujian.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Astuti, Widya Astuty Lolo, Gayatri Citraningtyas. 2016. Evaluasi Penyimpanan dan

Pendistribusian Obat di Gudang Farmasi PSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado.

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 2

Julyanti, dkk. 2017. Evaluasi Penyimpanan Dan Pendistribusian Obat Di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Siloam Manado. PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol.

6 No. 4. ISSN 2302 - 2493

Lumentut, G. P., Nancy C. P. , A. C. Wullur. 2015. Evaluasi Penyimpanan dan Pendistribusian

Vaksin Daro Dinas Kesehatan Kota Madano Ke Puskesmas Tuminting, Puskesmas

Paniki Bawah dan Puskesmas Wenang. PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi.-

UNSRAT Vol. 4 No. 3. ISSN 2302 - 2493

Sasongko, H., Satibi, S., & Fudholi, A. 2014. Evaluasi Distribusi Dan Penggunaan Obat Pasien

Rawat Jalan Di Rumah Sakit Ortopedi. JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN

FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice), Vol. 4 No. 2. ISSN 99-

104.

Susanto, Adi Kurniawan, dkk. 2017. Evaluasi Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di

Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado. PHARMACONJurnal Ilmiah

Farmasi – UNSRAT Vol. 6 No. 4. ISSN 87-96

Anda mungkin juga menyukai