Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EVALUASI PENGGUNAAN

ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS DAN DDD (DEFINED DAILY DOSE) DI


BANGSAL MAWAR DAN KENANGA

RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun Oleh:

Kelompok 5

IQBAL KURNIAWAN 180802347


ANGGITA PANDU LANGI 1920374091
ASRIANI BABA 20184040100
NANDA ELFA AMELIA 1808020279
AJENG WULANDARI 1808062180

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
PERIODE 01 OKTOBER – 30 NOVEMBER 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan
banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia digunakan
untuk pengadaan biaya obat-obatan. Berdasarkan data WHO tahun 2004, hampir setengah dari
obat-obatan termasuk antibiotik digunakan secara tidak tepat sehingga memperparah keadaan
ekonomi bagi negara miskin dan berkembang (WHO, 2007). Meluasnya penggunaan antibiotik
yang tidak tepat menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi
kesehatan, terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Dampak resistensi terhadap antibiotik
adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas, dan peningkatan biaya kesehatan. Biaya yang
dikeluarkan karena masalah resistensi antibiotik mencapai sekitar 400-500 juta dolar di Amerika
serikat dan 900 juta dolar di eropa (WHO, 2007; Kemenkes, 2011).

Peresepan antibiotik pada beberapa negara berkembang cukup tinggi yaitu sekitar 44-97%,
walaupun terkadang tidak dibutuhkan atau peresepan tersebut tanpa indikasi (Hadi dkk., 2008).
Beberapa laporan WHO mengenai penggunaan antibiotik yang tidak tepat di daerah ASEAN
diantaranya adalah penggunaan antibiotik pada kasus yang disebabkan infeksi virus sebanyak
50%, kasus pneumonia tidak mendapatkan antibiotik yang sesuai sebanyak 53%, kasus diare
akut yang tidak membutuhkan antibiotik sebesar 54%, dan 40% peresepan antibiotik yang
underdose (WHO, 2011). Antibiotik juga dapat diperoleh secara bebas tanpa resep dokter pada
beberapa negara di ASEAN walaupun hal tersebut bertentangan dengan peraturan yang ada.
Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali di Indonesia juga terlihat dari hasil penelitian di
Surabaya yang menyatakan bahwa hampir tiga perempat dari kios yang ada di sekitar RSUD Dr.
Soetomo dan dua Pusat Kesehatan Masyarakat menjual antibiotik secara bebas (Hadi dkk.,
2010).

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Peresepan
antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian
resistensi. Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong
berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan menyebar
melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara penggunaan atau kesalahan penggunaan
antibiotik dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Resistensi tidak
dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal
tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang efektif (Kemenkes,
2011).

Pengendalian pencegahan resistensi antibiotik menurut WHO tahun 2012 harus difokuskan
pada beberapa hal, yaitu pencegahan terjadinya resistensi antibiotik, meningkatkan penggunaan
antibiotik yang rasional termasuk pendidikan dan pengajaran terhadap tenaga kesehatan dan
masyarakat umum mengenai penggunaan antibiotik yang tepat, penegakkan hukum terhadap
penjualan antibiotika tanpa resep, dan pengendalian terhadap infeksi seperti cuci tangan terutama
pada fasilitas kesehatan. Menurut Kemenkes tahun 2011, upaya untuk mendorong penggunaan
antibiotik secara bijak tidak dapat lepas dari peran apoteker. Apoteker diharapkan dapat berperan
aktif dalam memberikan informasi, konseling, dan edukasi kepada pasien. Selain itu, apoteker
juga memiliki peran serta untuk mendorong penggunaan antibiotik yang bijak, diantaranya
adalah penggunaan antibiotik yang disesuaikan dengan pola kuman atau kultur, antibiotik yang
bermutu, dan antibiotik yang cost effective.

Peningkatan kualitas penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi
terhadap penggunaan antibiotik di rumah sakit. Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit
yang pernah digunakan diantaranya adalah kriteria Kunin, dengan menggunakan kategori yang
tidak spesifik yaitu ketepatan antibiotik, kemungkinan tepat antibiotik, tidak tepat karena ada
antibiotik yang lebih murah, antibiotik memerlukan penyesuaian dosis, dan antibiotik sangat
tidak tepat (Gyssens, 2005). Berdasarkan kategori tersebut, Gyssens mengembangkan beberapa
kategori yang lebih lengkap untuk menunjukkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada
kategori yang berbeda-beda sehingga lebih spesifik. Gyssens mengembangkan evaluasi
penggunaan antibiotik untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotik yang terdiri dari ketepatan
indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama
pemberian, dosis, interval, rute, dan waktu pemberian. Kriteria Gyssens dapat digunakan untuk
menilai kualitas penggunaan antibiotik, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk penelitian
secara mendalam mengenai peresepan antibiotik di rumah sakit baik oleh residen maupun
mahasiswa kedokteran, mikrobiologi, maupun farmasi klinis (Van Der Meer dan Gyssens, 2001;
Kemenkes, 2011).

Ketepatan penggunaan antibiotik yang masih minim di fasilitas kesehatan serta untuk
mengoptimalkan penggunaan antibiotik secara bijak di Rumah Sakit, maka perlu dilakukan
evaluasi terkait penggunaan antibiotik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

B. Rumusan Masalah
1. Berapakah persentasi ketepatan penggunaan antibiotik di bangsal Mawar dan
Kenanga RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Bagaimana pola penggunaan antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD
Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui ketepatan penggunaan obat Antibiotik pada Bangsal Penyakit Dalam
(Mawar dan kenanga) dengan metode Gyssen dan DDD (Define Daily Dose)
2. Mengetahui pola penggunaan Antibiotik pada Bangsal Penyakit Dalam (Mawar
dan kenanga) dengan metode Gyssen dan DDD (Define Daily Dose)
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Menjadi informasi kepada pihak rumah sakit terkait pola dan ketepatan
penggunaan obat antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Bagi Apoteker di Rumah Sakit
Menjadi informasi kepada apoteker rumah sakit terkait pola dan ketepatan
penggunaan obat antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Bagi Penulis
Menambah wawasan bagi penulis mengenai pola dan ketepatan
penggunaan obat antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibiotik

Antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme
(bakteri, jamur, dan actinomycota) yang dapat menekan pertumbuhan dan atau membunuh
mikroorganisme lainnya. Penggunaan umum sering meluas kepada agen antimikroba sintetik,
seperti sulfonamid dan kuinolon (Goodman Gillman).

Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan menembus
jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon
imun yg dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun
tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi
yang tepat harus mampu mencegah berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa
membahayakan host. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.
Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah bakteri
berkembangbiak). Pada kondisi immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau
infeksi di lokasi yg terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid
harus digunakan. Antibiotik bisa diklasifikasi menjadi dua (Permenkes RI, 2011).

1. Mekanisme kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ada empat Kelompok antibiotic, yaitu (Kemenkes,
2011):
a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, antara lain beta-laktam
(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase),
basitrasin, dan vankomisin.
Tabel. 1 Antibiotik Golongan Penisilin
Tabel. 2 Antibiotik Golongan Sefalosporin
b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein antara lain, aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
c. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain,
trimetoprim dan sulfonamid.
d. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon,
nitrofurantoin.

B. Prinsip Penggunaan Antibiotika Bijak (Prudent)


Penggunaan antibiotik memiliki prinsip-prinsip yang harus dilakukan sebagai pedoman
dalam penggunaanya. Prinsip tersebut antara lain penggunaan antibiotik bijak, terapi empiris dan
definitif, profilaksis bedah dan kombinasi. Terapi empiris dalam penggunaan antibiotik
merupakan penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri
penyebabnya. Tujuan terapi empiris yaitu eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri
yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil mikrobiologi. Sedangkan
penggunaan antibiotik dalam terapi definitif yaitu penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang
sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya. Antibiotik profilaksis
diindikasikan ketika besar kemungkinan terjadi infeksi, atau terjadinya infeksi kecil yang
berakibat fatal. Antibiotik profilaksis dibedakan menjadi antibiotik profilaksis bedah dan non
bedah (Permenkes RI, 2011):
1. Penggunaan antibiotika bijak yaitu penggunaan antibiotika dengan spektrum sempit, pada
indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat.
2. Kebijakan penggunaan antibiotika (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan
penggunaan antibiotika dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman
penggunaan antibiotika, penerapan penggunaan antibiotika secara terbatas (restriced),
dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotika tertentu (reserved antibiotics).
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit
infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti
mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotika tidak diberikan pada penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-
timited).
5. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada:
a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan terhadap
antibiotika.
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika.
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan
klinis pasien serta ketersediaan obat.
e. Cost effective : obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.
6. Penerapan penggunaan antibiotika secara bijak dilakukan dengan beberapa langkah
berikut:
a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotika secara
bijak.

b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan pada


laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi.
c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi

C. Penilaian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


Penilaian kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit, dapat
diukur dengan retrospektif dan prospektif melalui data rekam medik dan rekam
pemberian antibiotik (RPA). Beberapa tujuan dan penilaian kuantitas dan kualitas
penggunaan antibiotik adalah sebagai berikut (Permenkes RI, 2011) :
1. Mengetahui jumlah atau konsusmsi penggunaan antibiotik di rumah sakit.
2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit.
3. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans penggunaan antibiotik di rumah sakit
secara sistematik dan terstandar

Penilaian kuantitas penggunaan antibiotik di Rumah Sakit :

1. Kuantitas penggunaan antibiotik adalah jumlah penggunaan antibiotik di rumah Sakit


yang diukur secara retrospektif dan prospektif dan melalui studi validasi.
2. Studi Validasi adalah studi yang dilakukan secara prospektif untuk mengetahui
perbedaan antara jumlah antibiotik yang benat-benar digunakan pasien dibandingkan
dengan yang tertulis rekam medis.
3. Parameter perhitungan konsusmsi antibiotik:
a. Persentasi pasien yang mendapatkan terpi antibiotik selama rawat inap di rumah
sakit
b. Jumlah penggunaan antibiotik dinyatakan sebagai dosis harian ditetapkan dengan
Defined Daily Doses (DDD)/100 patient days.
4. DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotik untuk indikasi tertentu
pada orang dewasa. Untuk memperoleh data baku dan supaya dapat dibandingkan data
ditempat lain maka WHO merkomendasikan klasifikasi penggunaan antibiotik secara
Annatomical Therapeutic Chemical (ATC). Berikut rumus menghitung

DDD 100 patient day : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 AB 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 x 100

𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 𝐷𝐷𝐷 𝑊𝐻𝑂 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎m Total LOS


Penilaian kualitas penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit :
1. Kualitas penggunaan atibiotik dapat dinilai dengan melihat rekam pemberian antibiotik
dan rekam medis pasien
2. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan keseuaian diagnosis (gejala klinis dan
hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keaman dan harga.
3. Alur penilaian menggunakan kategori/ klasifikasi Gyssens.
4. Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut (Gyssens IC,
2005):
a. Kategori O : penggunaan antibiotik tepat (rasional)
b. Kategori I: tidak rasional oleh karena tidak tepat waktu
c. Kategori IIA: tidak rasional oleh karena dosis yang tidak tepat.
d. Kategori IIB: tidak rasional oleh karena dosis interval yang tidak tepat
e. Kategori IIC: tidak rasional oleh karena rute pemberian yang salah
f. Kategori IIIA : tidak rasional oleh karena pemberian antibiotik terlalu lama
g. Kategori IIIB: tidak rasional oleh karena pemberian antibiotik yang terlalu singat
h. Kategori IV A: tidak rasional oleh karena ada antibiotik lain yang lebih efektif
i. Kategori IV B: tidak rasional oleh karena ada antibiotik lain yang kurang toksik
j. Kategori IV C: tidak rasional oleh karena ada antibiotik lain yang lebih murah
k. Kategori IV D: tidak rasional oleh karena ada antibiotik lain yang spektrumnya
lebih sempit.
l. Kategori V : tidak rasional oleh karena tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
m. Kategori VI : data tidak lengkap atau tidak dapat dievaluasi

D. Drug Use Evaluation (DUE)


Drug Use Evaluation (DUE) atau lebih dikenal dengan evaluasi penggunaan obat
(EPO) adalah pemasaran, pendistribusian, peresepan, dan penggunaan obat di
masyarakat, terutama ditekankan yang dapat menimbulkan konsekuensi pada pengobatan,
sosial, dan ekonomi.

Tipe DUE ada dua jenis yaitu kuantitatif dan kualitatif, kualitatif bertujuan untuk:

1. Menghitung tingkat persentase, trend dan perkembangan waktu pemakaian obat pada
berbagai tingkat di sistem pelayanan kesehatan.
2. Estimasi penggunaan obat di populasi meliputi usia, jenis kelamin, kelas sosial dan
lain-lain, serta untuk mengidentifikasi dimana mungkin terjadi over atau under
utilization.
3. Memonitor kategori terapi yang beresiko terjadi efek samping untuk tindakan
antisipasi.
4. Untuk perubahan kebijakan, bila ada obat yang sebaiknya dikeluarkan dalam
formularium.
Sedangkan kuantitatif bertujuan untuk :
1. Menghubungkan antara data peresepan dengan alasan mengapa obat diresepkan.
2. Beda dengan kuantitatif, pada studi kualitatif ada pertimbangan “kelayakan”.
3. Kriteria obat yang digunakan harus meliputi parameter indikasi, dosis harian dan
lama terapi.
4. Kriteria peresepan yang buruk apabila terjadi kegagalan dalam pemilihan obat yang
lebih efektif dengan efek samping yang lebih ringan, pengunaan kombinasi yang
tidak diperlukan dan sejenisnya. Kegiatan dalam praktek DUE yaitu mengevaluasi
penggunaan obat secara kuantitatif dan mengevaluasi obat secara kualitatif. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam DUE yaitu indikator peresepan, indikator
pelayanan dan indikator fasilitas (Permenkes RI, 2011).
BAB III

METODE

A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif secara non-
eksperimental. Pengambilan data didapat dari catatan rekam medik pasien secara
restropektif. Data diambil pada tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 di Bangsal
Mawar dan Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengelompokan
data menggunakan program Microsoft Excel lalu dianalisis kuantitatif dengan metode
DDD (Defined Daily Dose) untuk melihat pola penggunaan antibiotik dan kualitatif
dengan metode Gyssens untuk melihat presentase ketepatan penggunaan antibiotic.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di bangsal penyakit dalam RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto dan pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Oktober
2019 – 2 November 2019 di Bangsal Mawar dan Kenanga.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah rekam medik pasien yang pulang (sampel) pada
tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 di Bangsal Mawar dan Kenanga RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Teknik pengambilan sampel menggunakan
desain total sampling
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Laptop
b) Microsoft Excel
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik pasien yang
pulang (sampel) pada tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 di Bangsal
Mawar dan Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
E. Skema Langkah Kerja
Tahap Persiapan

Tahap Persiapan
Mengumpulkan data mengenai pasien rawat inap pengguna
antibiotik tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019
2019 di Bangsal Penyakit dalam (Mawar) dan Bedah
(Kenanga) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Mencatat data dalam Lembar Pengumpul Data yang terdiri


dari: data penggunaan antibiotic di Bangsal Penyakit Dalam
(Mawar) dan Bedah (Kenanga)

Meganalisis data kuantitatif dengan metode DDD


(Defined Daily Dose) untuk melihat pola penggunaan
antibiotik dan kualitatif dengan metode Gyssens untuk
melihat presentase ketetapan penggunaan antibiotik

Evaluasi kuantitatif
Evaluasi Evaluasi kualitatif
dengan metode
deskriptif dengan metode gyssens
DDD 100 patients
day

Data Hasil DDD 100


karakteristik Kategori 0-IV
patients day
pasien

Melakukan penyajian hasil


F. Analisis Data
1. Melakukan pengambilan sampel pada tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019
di Bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Menganalisis data kuantitatif menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose) untuk
melihat pola penggunaan antibiotik dengan rumus :

DDD 100 patient day: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 AB 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 x 100

𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 𝐷𝐷𝐷 𝑊𝐻𝑂 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎m Total LOS


3. Menganalisis data kualitatif menggunakan metode Gyssens untuk melihat presentase
ketepataan penggunaan antibiotik.

Gambar 1. Diagram alir penilaian kualitas pemberian antibiotic metode Gyssen.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Jenis Antibiotik
Jenis antibiotik yang digunakan pasien rawat inap di bangsal Mawar dan Kenanga
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama 28 Oktober 2019 – 2 November
2019 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Golongan Nama Kode ATC Bentuk


Antibiotik Antibiotik sediaan
Cefalosporin Ceftriaxone J01DD04 Parenteral
Ceftazidim J01DD02 Parenteral
Cefadroxil J01DB05 Oral
Cefixime J01DD08 Oral
Cefotaxime J01DD01 Parenteral
Fluoroquinolone Ciprofloksasin J01MA02 Oral
Levofloxacin J01MA12 Oral
Nitroimidazoles Metronidazole J01XD01 Parenteral
Metronidazole P01AB01 Oral
Makrolida Clindamisin J01FF01 Oral
Sulfonamid dan
trimetoprim Cotrimoksazol J01EE01 Oral
Tabel 2.3 Jenis antibiotik pasien rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Berdasarkan data yang diperoleh dari sampel rekam medik pasien terdapat 11
jenis antibiotik yang digunakan pada pasien Rawat Inap bangsal Mawar dan Kenanga
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode 28 Oktober 2019 – 2
November 2019.
Jenis antibiotik yang digunakan kemudian diklasifikasikan berdasarkan kode ATC
sesuai Guideline for ATC classification and DDD assignment tahun 2019. Dari tabel
tersebut terdapat 5 jenis antibiotik yang digunakan selama periode 28 Oktober 2019 – 2
November 2019. Sistem klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dan Defined
Daily Dose (DDD) merupakan unit pengukuran direkomendasikan oleh WHO untuk
pemantauan dan penelitian pemanfaatan obat.
ANALISA KUALITATIF RAWAT INAP
80% 76%
70%
60%
50% 43%

PRESENTASE (%)
B. 40% 35%
30%
20% 14% 11% 10%
10%
0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0% 0% 0%0% 0%0% 0%0% 0% 0%
0%
i0 iI IA IB IC A B A B C D V VI
or g or riI riI riI i III i III i IV i IV i IV i IV ori
ori
g r r r r r r g
te te go go go go go go go go go te te
g
Ka Ka te te te te te te te te te Ka Ka
Ka Ka Ka Ka Ka K a Ka Ka Ka

KATEGORI GYSSENS
mawar kenanga
Evaluasi Penggunaan Antibiotik secara Kualitatif dengan Metode Gyssens pada
Bangsal Mawar dan Kenanga.
Menurut Permenkes tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk
terapi antibiotic, evaluasi penggunaan antibiotic secara kualitatif dapat dilakukan dengan
Metode Gyssens untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotic, meliputi ketepatan
dalam memilih jenis dosis, lama waktu pemberian, dan harga antibiotic. Evaluasi
ketepatan peresepan antibiotic secara kualitatif yang dievaluasi menggunakan alur
Gyssens (Gyseens & Meers, 2001) dibagi dalam beberapa kategori, yaitu kategori 0 -VI.

Gambar 1. Hasil Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens

Gambar 1. menunjukkan evaluasi antibiotik dengan metode Gyssens yang


menunjukan rasionalitas (kategori 0) peggunaan antibiotik terdapat pada pasien rawat
inap yang berada dibangsal mawar yaitu sebesar 76%. Pada kategori I tidak terdapat
pasien yang menggunakan antibiotik tidak tepat dalam pemberiannya baik di bangsal
mawar maupun di bangsal kenanga. Kategori II A tidak terdapat pasien yang
menggunakan antibiotik tidak tepat dosis baik di bangsal mawar maupun bangsal
kenanga. Kategori IIB tidak terdapat pasien yang menggunakan antibiotik tidak tepat
interval pemberian. Kategori II C tidak terdapat pasien yang menggunakan antibiotik
tidak tepat cara atau rute pemberian. Kategori III A tidak terdapat pasien yang
menggunakan antibiotik terlalu lama. Peresepan antibiotik yang termasuk kedalam
kategori IIA adalah dosis yang dipilih kurang tepat, kategori IIB adalah interval
pemberian kurang tepat, dan II C adalah rute pemberian yang dipilih kurang tepat.
Kategori I adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat waktu. Hasil penelitian pada
kategori IIA, IIB, IIC dan kategori I menunjukan tidak ada peresepan (0%) artinya
peresepan tersebut terdapat masalah pada kategori sebelumnya, sehingga tidak dapat
dievaluasi di kategori tersebut. Penggunaan antibiotik yang kurang tepat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tidak ada data tes kultur bakteri ataupun tes
kepekaan antibiotik, kurangnya penggalian informasi terkait kondisi pasien, dan
pencatatan rekam medik yang kurang lengkap merupakan faktor yang mempengaruhi
penggunaan antibiotik yang tidak rasional.
Kategori III B yang menunjukan penggunaan antibiotik terlalu singkat terdapat
pada pasien rawat inap yang berada dibangsal mawar sebesar 14% dan bangsal kenanga
sebesar 0%. Hal ini dikarenakan antibiotik yang digunakan pada banngsal mawar berbeda
setiap harinya dan durasi pemakaiannnya hanya satu hari pada pasien tersebut.
Peresepan antibiotik termasuk dalam kategori IVA apabila antibiotik yang dipilih
memiliki efektifitas rendah dan ada pilihan antibiotik lain yang lebih efektif untuk
dijadikan sebagai pilihan terapi. Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan antibiotik
yang masuk ke dalam kategori IVA pada bangsal Kenanga sebesar 10.7 %, dan bangsal
Mawar sebesar 0%. Jenis antibiotik yang paling banyak dalam kategori IVA adalah
Ceftriaxone ditujukan sebagai terapi empiris. Ceftriaxone merupakan jenis antibiotik
golongan sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas dibandingkan
dengan generasi kedua, terhadap bakteri gram negatif sehingga ditujukan sebagai terapi
empiris (BPOM, 2015).
Kategori IV B tidak terdapat pasien yang menggunakan antibiotik lain yang
kurang toksik atau lebih aman. Kategori IV C tidak terdapat pasien yang menggunakan
antibiotik lain yang lebih murah begitu pula pad kategori IV D tidak terdapat pasien yang
menggunakan antibiotik lainyang spektrum anti bakterinya lebih sempit.
Kategori V adalah kategori pengobatan tanpa indikasi. Pengobatan tanpa indikasi
yang dimaksud adalah pemberian antibiotik saat tidak menunjukkan adanya infeksi.
Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan antibiotik yang masuk ke dalam kategori V
pada bangsal Kenanga sebesar 10,7 %, dan bangsal Mawar sebesar 0 %.
Berdasarkan data tersebut diperoleh persentase yang paling tinggi sebesar 76%
dari bangsal mawar dan 35.7% dari bangsal kenanga dengan kategori 0 (nol) yang
artinya penggunaan antibiotik di bangsal kenanga sudah cukup efektif karena lebih dari
50% pasien mendapatkan antibiotik secara tepat dan bijak. Sehingga penggunaan
antibiotik yang tidak rasional dapat diminimalisir untuk mencegah resistensi antibiotik.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat meningkatkan resiko efek samping,
mahalnya biaya pengobatan, dan pada akhirnya menurunkan kualitas pelayanan.
Menurut Gyssens, I.C (2001), pemberian antibiotic dalam jagka panjang tidak
berarti akan memberikan efek yang lebih baik daripada pemberian jangka pendek.
Pemberian antibiotic akan mempengaruhi tiga populasi mikroorganisme: i.
mikroorganisme penyebab, ii. Mikroflora endogen pasien, iii. Mikroflora lingkungan.
Konsekuensinya, durasi pengobatan antibiotic seharusnya:
 Cukup panjang untuk membunuh mikroorganisme penyebab
 Cukup singkat untuk mempertahankan mikroflora endogen pasien
 Cukup singkat untuk mempertahankan mikroflora lingkungan
Respon pasien terhadap pemberian antibiotic sebaiknya dievaluasi setelah tiga
hari pemberian antibiotic tersebut (tergantung diagnose penyakit). Bila antibiotic yang
diberikan tidak memberikan respon, maka harus dievaluasi mengenai kemungkinan
komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi terhadap antibiotic atau kemugkinan salah
menegakkan diagnosis (Soedarmo, 2008).

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik secara Kuatitatif dengan Metode DDD (Defined


Daily Dose) di Bangsal Mawar dan Kenanga
Sistem Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)/Defined Daily Dose (DDD)
merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran penggunaan obat yang saat ini telah
menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian penggunaan obat.
WHO menyatakan sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional untuk
studi penggunaan obat, sekaligus menetapkan WHO Collaborating Centre for Drug
Statistic Methodology untuk memelihara dan mengembangkan sistem ATC/ DDD. Hasil
analisis kuantitatif penggunaan antibiotic rawat inap dapat dilihat pada Gambar 2.
Analisa Kuantitatif Rawat Inap
180 159.52
160
140
120
100
75.68
80
60
40 19.44 17.3
20 8.56 0.79 4.32 3.170 0.47 0.79 7.21 0.95 4.92 3.17 1.35 4.32 8.56
0
e V l) l) l) e il e l) al e
on lI ra im ra ra im ox im ra or ol
ir a
x
a z o ( O z i d ( O ( O fix
a dr
ta x
nte ol xaz
ft ni
d cin fta yc
in ci n Ce Ce
f fo re da
z
m
o
Ce tro oxa Ce m o xa ce ( pa o ni tri
o
m
e ofl da vo
fl cin et
r cl
pr Cl
in
Le xa m
Ci flo
ro
cip
kenanga mawar

Gambar 2. DDD Pasien Rawat Inap Bedah dan Non Bedah

Gambar 2. Antibiotik yang memiliki nilai DDD paling tinggi adalah antibiotik
Ceftriaxone dengan nilai DDD sebesar 75,68 pada pasien rawat inap bangsal mawar, dan
159,52 pada pasien rawat inap bangsal kenanga. Semakin besar nilai DDD 100 patient
days menunjukan bahwa semakin besar pula tingkat penggunaan atau kuantitas
penggunaan antibiotik (Sari dkk., 2016). Tingginya tingkat penggunaan antibiotic
dikhawatirkan dapat menyebabkan penggunaan yang tidak rasional pada pasien, terutama
kerasionalan pada tepat dosis dan ketepatan indikasi, serta dikhawatirkan dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan seperti resistensi (Laras, 2012).
Ketidakselektifan pemilihan antibiotic bisa disebabkan oleh beberapa factor misalnya
kemungkinan ketidaktepatan dalam indikasi sehingga akan berpengaruh pada
kerasionalan penggunaan antibiotiknya. Tingginya nilai Defined Daily Dose (DDD)
untuk beberapa jenis antibiotic yang melebihi nilai standar Defined Daily Dose (DDD)
WHO dalam Penelitian ini menunjukkan kemungkinan masih terdapat ketidakrasionalan
penggunaan antibiotic pada pasien rawat inap dibangsal RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto pada periode 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 dilihat dari segi
kuantitasnya.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosforin generasi ketiga.
Golongan sefalosporin generasi ketiga banyak digunakan karena efektif terhadap
Enterobacteriaceae termasuk strain penghasil penisilinase. Akan tetapi, penggunaan
golongan ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat meningkatkan resistensi
terhadap bakteri yang memproduksi ESBL (Extended spectrum β-lactamase) (Urbánek et
al., 2007).

Antibiotik Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan Sefalosporin generasi ketiga.


Antibiotik ini memiliki efek antibakterial dengan spektrum luas, aktif terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif, serta bakteri anaerob. Ceftriaxone memiliki mekanisme
kerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel mikroba, enzim transpeptidase
dihambat dengan pembentukan dinding sel (McEvoy, 2008).
Keuntungan dari metode Defined Daily Dose (DDD) ini adalah dapat digunakan
untuk membandingkan kuantitasnya penggunaan antibiotic antar bangsal di rumah sakit,
antar rumah sakit atau antar Negara. Namun metode Defined Daily Dose (DDD) memiliki
beberapa keterbatasan yaitu metode Defined Daily Dose (DDD) sebenarnya metode untuk
mengevaluasi penggunaan antibiotic yang ditunjukan untuk orang dewasa. Selain itu,
metode Defined Daily Dose (DDD) ini hanya untuk mengukur perbandingan secara
keseluruhan kemungkinan yang terjadi dari hasil nilai Defined Daily Dose (DDD) dan
bukan keadaan yang sebenarnya (WHO, 2012).
Keterbatasan lain terkait penggunaan dari metode Defined Daily Dose (DDD)
adalah metode Defined Daily Dose (DDD) tidak dapat secara penuh menggambarkan
kerasionalan penggunaan antibiotic dalam hal tepat indikasi dan tepat dosis karena hanya
diperkirakan dari jumlah (gram) antibiotic yang digunakan oleh pasien. Hasil yang
diperoleh dari nilai Defined Daily Dose (DDD) memberikan perkiraan awal akan adanya
ketidakrasionalan dari penggunaan antibiotic (WHO, 2012).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Total penggunaan antibiotik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode
28 Oktober 2019 – 2 November 2019 sebanyak 11 jenis antibiotik. Antibiotik yang paling
banyak digunakan adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftriaxone
dengan nilai DDD sebesar 75,68 pada pasien rawat inap bangsal mawar dan 159,52 pada pasien
rawat inap bangsal kenanga.
Hasil analisis secara kualitatif menunjukkan rasionalitas (kategori 0) penggunaan
antibiotik terdapat pada pasien rawat inap yang berada di bangsal Mawar yaitu sebesar 76%.

B. Saran
Untuk meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotik dalam pelayanan kesehatan perlu
disusun pedoman umum penggunaan antibiotik dengan memuat penanganan khusus antibiotik
yang diketahui mempunyai sensitivitas rendah berdasarkan pola bakteri di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
DAFTAR PUSTAKA

Birkett DJ. WHO Drug Information. World Health Organization; 2002.

Febiana T. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik di intensive care unit RSUP Dr. Kariadi
Semarang Periode Agustus– Desember 2011. Semarang: Universitas Dipenogoro; 2012.

Gould, I.M. dan Van der Meer, J.W.M. ( 2005 ). Antibiotic Policies : Theory and Practice. New
York : Kluwer Academic Publisher.

Mahmudah, F., Sri, A.S., Sri, H., 2016, Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan ATC/DDD
dan DU 90% di Bagian Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung, Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 5 No. 4 hlm 293- 298.

Nouwen, JL. 2006. Controlling Antibiotic Use and Antibiotika.

Permenkes RI. 2011. Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman Umum


Penggunaan Antibiotik. Depkes RI

Sari, A., Indah, S., 2016, Studi Penggunaan Antibiotik Pasien Pneumonia Anak di RS. PKU
Muhammadiyah Yoyakarta dengan Metode Defined Daily Dose (DDD), Jurnal Ilmiah Ibnu
Sina, 1(2), 151-162.

Van der Meer, J.W.M. dan Gyssens, I.C. ( 2001 ). Quality of antimicrobial drug prescription in
hospital. Clin Microbiol Infect, 7, 12-15.

World Health Organization, 2001, Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance.
Yuniftiadi F. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik di intensive care unit RSUP Dr. Kariadi
Semarang periode Juli–Desember 2009. Semarang: Universitas Dipenegoro; 2010.
L
A
M
P
I
R
A
N
1.      Metode DDD (Defined Daily Dose)
 DDD Pasien Rawat Bangsal Kenanga

Nama
Pasien
AB. Digunakan
 
Regimen
Dosis
Jumlah
Dosis
Rute
 
Kode
 
Lama
Terapi AB
Lama
Ranap di RS
Total
Dosis
Kode
DDD
DDD
 
Ny. D.M
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
9
9
18
J01DD04
9
Ny. S
-
-
-
-
-
 
4
-
-
 
Tn. A.D
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
4
4
8
J01DD04
4
Tn. A.P
Ceftriaxon
3x1000
3000
iv
mg
2
6
6
J01DD04
3
 
Levofloxacin (plg)
2x500
1000
p.o
mg
1
 
1
J01MA12
2
Nn. J
Ceftriaxon
1X1000
2000
iv
mg
4
4
8
J01DD04
4
 
Metronidazol
2x500
1500
iv
mg
4
 
6
J01XD01
4
Sdr. M
Ciprofloxacin
2x500
1000
p.o
mg
1
4
1
J01MA02
1
Tn. W
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
5
2
J01DD04
1
 
Metronidazol
3x500
1500
iv
mg
1
 
1.5
J01XD01
1
 
Clindamisin
2x300
600
p.o
mg
1
 
0.6
J01FF01
0.5
Tn.A. W
-
-
-
-
-
 
 
 
-
 
Tn. A.D
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
1
2
J01DD04
1
Ny. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
11
12
22
J01DD04
11
Tn. S
Ceftazidim
2x1000
2000
iv
mg
2
2
4
J01DD02
1
Tn. S
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
5
5
10
J01DD04
5
Ny. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
12
13
24
J01DD04
12
Tn. N
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
4
7
8
J01DD04
4
 
Metronidazol
3x500
1500
iv
mg
4
 
6
J01XD01
4
Ny. M
Ceftriaxon
3x1000
3000
iv
mg
3
5
9
J01DD04
4.5
 
Cefradoxil (Plng)
4x500
2000
p.o
mg
1
 
2
J01DB05
1
Ny. R
-
-
-
-
-
-
5
 
 
 
Ny. N.K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
2
3
4
J01DD04
2
 
Cefadroxil (Plg)
2x500
1000
p.o
mg
1
 
1
J01DB05
0.5
Tn. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
2
4
4
J01DD04
2
Tn. Y.S
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
5
2
J01DD08
1
 
Cefixim (Plg)
2X200
400
p.o
mg
1
 
0.4
J01DD08
1
Tn. K
Ceftriaxon
2X1000
2000
iv
mg
4
5
8
J01DD04
4
 
Metronidazol
3X500
1500
iv
mg
4
5
6
J01XD01
4
Ny . D
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
4
2
J01DD04
1
 
Cefixime (plg)
2X100
200
p.o
mg
1
 
0.2
J01DD08
0.5
Ny. S
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
5
5
10
J01DD04
5
Tn. R
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
10
10
20
J01DD04
10
Tn. S.Z
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
7
8
14
J01DD04
7
 
Metronidazol
2x500
1000
iv
mg
3
 
3
J01XD01
2
Ny. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
6
8
12
J01DD04
6
Ny. K
Cefixim (Plg)
2x200
400
p.o
mg
1
6
0.4
J01DD08
1
Tn. S
Ceftriaxon
1x2000
2000
iv
mg
1
4
2
J01DD04
1
 
Cefadroxil (Plg)
2x500
1000
p.o
mg
1
 
1
J01DB05
0.5
Tn. Y.R
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
3
4
6
J01DD04
3
 
Cefixim (Plg)
2x100
200
p.o
mg
1
 
0.2
J01DD08
0.5

LOS
 
126
 
 
 
 
Tot. DDD/rawat
Standart KODE NAMA TOTAL
inap*100
WHO DDD ANTIBIOTIK DDD
 
2 J01DD04 Ceftriaxone 201 159.52
1.5 J01XD01 metronidazol IV 24.5 19.44
1 J01MA02 Ciprofloxacin (Oral) 1 0.79
4 J01DD02 Ceftazidim 4 3.17
1.2 J01FF01 Clindamycin (Oral) 0.6 0.47
0.5 J01MA12 Levofloxacin (Oral) 1 0.79
0.4 J01DD08 Cefixime 1.2 0.95
2 J01DB05 Cefadroxil 4 3.17

DDD
Cefadroxil4
Cefixim
1.2
Levofloxacin (oral)1
Clindamycin (oral)
0.6
ANTIBIOTIK

Ceftazidim4
Ciprofloxacin (oral)1
Metronidazol 24.5
Ceftriaxon 201

0 50 100 150 200 250


Total DDD

 DDD Pasien Rawat Bangsal Mawar


Nama Regimen Jumlah Lama Terapi Lama Ranap Total
Pasien AB. Digunakan Dosis Dosis Rute KODE AB Di Rs Dosis
Tn. Teguh
8
sabar Metronidazole 4 x 500 2000 p.o mg 9 16
Ceftriaxone 2 x 2000 4000 iv mg 8 9 32
Cotrimoksazol 2 x 480 960 p.o mg 8 9 7.68

Ny. Tri
Handayani Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 4 5 8
Tn. Lili Cefotxime 2 x 1000 2000 iv mg 3 7 6
Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 2 7 4

Tn.
Kuswiarto Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 6 9 12

Ny.
Marsini Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 6 6 12

. Tn.
Turiman Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 8 10 16

Tn.
Maryoto CefIixime 2 x 100 200 p.o mg 4 4 0.8

Tn.
3
Suherman Cefixime 2 x 100 200 p.o mg 8 0.6
Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 3 8 6

Tn. Rizki Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 2 3 4


CefIixime 2 x 100 200 p.o mg 1 3 0.2

Tn.
Mintarso Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 5 5 10

Ny.
Kasminah Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 7 7 14

Tn. Supeno CefIixime 2 x 100 200 p.o mg 3 7 0.6

Tn.Marwid
i Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 3 3 6

Tn.
Marsudi Levofloxacin 1 x 500 500 iv mg 8 8 4

Ny. Sunarti Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 8 9 16

Ny. Darti Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 6 6 12

Ny. Amri Ciprofloxacin 2 x 400 800 iv mg 3 8 2.4


Metronidazole 3 x 500 1500 p.o mg 2 8 3

LOS 111 227


DDD
Clotrimoksazole 17.30

Metronidazole (Oral) 8.56

CefIixime 4.95

Cefotxime
1.35

Ceftriaxone 75.68

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

STANDA Tot DDD/rawat


R WHO KODE DDD NAMA ANTIBIOTIK TOTAL DDD inap*100
2 J01DD04 Ceftriaxone 84 75.68
4 J01DD01 Cefotxime 1.50 1.35
0.4 J01DD08 CefIixime 5.5 4.95
2 P01AB01 Metronidazole (Oral) 9.5 8.56
0.4 J01EE01 Clotrimoksazole 19.2 17.30
0.5 J01MA12 Levofloxaxin 8 7.21
0.5 J01MA02 Ciprofloxacin (Parenteral) 4.8 4.32

2. Metode Gyssens
 Pasien rawat inap bangsal kenanga
AB.
No Nama Pemeriksaan Tanggal Tanggal Regim
No.RM Diagnosa Digunakan
. Pasien Lab.Pendukung Masuk Keluar Dos
 
Plebitis DD DVT tungkai
1  Ny. D.M 2116049 Leukosit: 10.750 (N) 18/10/19 26/10/19 Ceftriaxon 2x10
kanan
      DM Hipoalbumin oa. KNEE Eosinofil :1.1 (L)        
Bilateral dengan Obesitas
      Batang: 1.7 (L)        
Berat
      LDS III Segm: 85.1 (H)        
        Hb: 9.3(L)        
                 
Open wound of other part of
2 Ny. S 2116314 Leukosit: 15.020 (H) 23/10/19 26/10/19 - -
head
        Hematokrit: 34 (L)        
        Eosinol: 5.9 (H)        
        Neutrofil: 72.5 (H)        
Trombosit: 590.000
               
(H)
                 
3 Tn. A.D 2116787 Susp.Ca.Colon Batang: 0.3(L) 24/10/19 27/10/19 Ceftriaxon 2x10
        Hb: 8.1 (L)        
        Hematokrit: 2.7 (L)        
        Limfosit: 13.8 (L)        
        Eosinofi: 0.3 (L)        
        Eritrosit: 3.0 (L)        
        Segmen: 73.6 (H)        
                 
Ulkus Decubitus Regio
4 Tn. A.P 2098513 Batang : 0.5 (L) 21/10/19 26/10/19 Ceftriaxon 3x10
Sacrum
Levofloxacin
        Eosinofil: 0.2 (L)     2x5
(plg)
        Hematokrit: 37(L)        
        Hb: 12.9 (L)        
        Leukosit: 13.020 (H)        
        Limfosit: 5.7(L)        
        Segmen: 89.2 (H)        
                 
Ileus obstruktif EC TB
5 Nn. J 2116491 Batang: 0.9 (L) 23/10/19 26/10/19 Ceftriaxon 1x20
Mesenterika
        Eosinofil: 0.1 (L)     Metronidazol 3x5
        Hematokrit: 34 (L)        
        Hb: 11 (L)        
        Leukosit: 11340 (H)        
        Limfosit: 6.8 (L)        
        Segmen: 83 (H)        
                 
`Neurofibromatosis Ciprofloxaci
6 Sdr. M 132960 Batang: 0.3(L) 23/10/19 26/10/19 2x5
(nonmalignant) n
        Hematokrit: 37(L)        
        Hb: 11.6(L)        
                 
Tumor Recti DD Haemoroid
7 Tn. W 2116547 Batang: 0.5 (L) 23/10/19 27/10/19 Ceftriaxon 2x10
Poslhc
      moroidektomi dan Biopsi Eosinofil: 0.3 (L)     Metronidazol 3x5
Clindamisin
        Leukosit: 17440 (H)     2x3
(Plg)
        Limfosit: 9.6 (L)        
        Segmen: 74.9 (H)        
                 
Multipolfiacture Costae 2-5
8 Tn.A. W 822885 Batang: 0.7 (L) 25/10/19 26/10/19 - -
Sinistra
        Eosinofil: 0.00 (L)        
        Leukosit: 13930 (H)        
        Limfosit: 7.5 (L)        
        Segmen: 84.2 (H)        
                 
Tumor Abdomen infiltrasi
9 Tn. A.D 2116979 - 27/10/19 27/10/19 Ceftriaxon 2x10
dinding
      Abdomen Insufisieri Renal          
                 
Tumor Abdomen Post
10 Ny. K 2115907 Batang: 0.6 (L) 17/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Laparotomi
Eksplorasi + Shunting Gastro
      Eosinofil:0.1 (L)        
Jejenostomi+
Shunting Ileo Transversum
      Leukosit: 14510 (H)        
side to side H+3
        Limfosit: 13.0 (L)        
        Segmen: 80 (H)        
                 
Obtruksi Jaundice Efusi
11 Tn. S 2115151 Eosinol:0.1 (L) 24/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Pleura Bilateral Post
      WSD Kanan H+3 Eritrosit : 4.2 (L)        
        Hematokrit: 29 (L)        
        Hb: 10.6 (L)        
        Leukosit: 40110 (H)        
        Limfosit: 1(L)        
        Segmen: 94.4 (H)        
                 
12 Tn. S 2116970 Septic Shock Batang: 1.2 (L) 27/10/19 28/10/19 Ceftazidim 2x10
        Eosinofil: 0.1 (L)        
        Hematokrit: 35 (L)        
        Hb: 11.1 (L)        
        Leukosit: 16050 (H)        
        Limfosit: 1.6 (L)        
        Segmen: 95.1 (H)        
                 
Kista Hepar, Asites
13 Ny.K 2100004 Batang: 8.7 (H) 16/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Permagna Post
      Laparatomy Eksplorasi H+9 Eosinofil: 0.1 (L)        
        Leukosit : 17990 (H)        
        Hematokrit: 31 (L)        
        Hb: 11 (L)        
        Segmen: 79.1 (H)        
                 
Fistula Post Laparotomi
14 Tn. N 2116394 Batang: 0.6 (L) 22/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Appendictomi
      post Debridement Hematokrit: 38 (L)     Metronidazol 3x5
        Hb: 11.6 (L)        
        Leukosit: 20260 (H)        
        Limfosit: 10.2 (L)        
        Segmen: 84.4 (H)        
                 
Tumor Parotis Sinistra Susp.
15 Ny. M 2116736 Batang: 0.3 (L) 24/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 3x10
Ganas
Cefradoxil
        Monosit: 8.2 (H)     4x5
(Plng)
                 
16 Ny.R 2108736 Contracture of muscle Batang: 0.6 (L) 25/10/19 29/10/19 - -
        Leukosit: 16210 (H)        
        Llimfosit: 19.3 (L)        
        Segmen: 73.1 (H)        
                 
Appendisitis + kista ovarit
17 Ny. N.K 91123 Batang: 0.6 (L) 27/10/19 29/10/19 Ceftriaxon 2x10
dextra post laparatomi
eksplorasi+ appendektomi Cefadroxil
      Eosinofil : 4.3 (H)     2x5
H+2 (Plg)
        Hb: 9.5 (L)        
        Hematokrit: 31 (L)        
                 
Fraktur kompresi L1 fraktur
18 Tn. K 2117018 Batang: 0.6 (L) 27/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2x10
Cistae 6-7
dextra trauma tumpul
      Leukosit: 11690 (H)        
abdomen
        Hb. : 10.1 (L)        
        Hematokrit: 30 (L)        
        Limfosit : 8.0 (L)        
        Segmen : 86.9 (H)        
                 
19 Tn. Y.S 2112101 Nyeri Akut Batang: 0.3 (L) 26/10/19 30/10/19 Cefixim (Plg) 2X2
        Hb: 12.3 (L)        
        Leukosit: 11.360 (H)        
        Limfosit: 18.7 (L)        
                 
Suspileus paralitik post
20 Tn. K 2048886 Batang: 1.3 (L) 26/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2X1
laparatomy
eksplorasi (Tgl 21/PO EC
      Eosinofil: 0.2 (L)     Metronidazol 3X5
periatonitis
generalisata ES
      Leukosit: 16510 (H)        
appendicitiss)
        Limfosit: 9.5 (L)        
        Segmen: 89.7 (H)        
                 
Tumor manus sinistra post
21 Ny . D 725412 Batang: 0.2 (L) 28/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2x10
eksisi biopsi H+1 B20
        Eosinofil: 0.7 (L)     Cefixim(Plg) 2X1
        Limfosit: 20.8 (L)        
        Segmen : 70.3 (H)        
                 
22 Ny. S 819355 Ileus paralitik Batang: 0.9 (L) 26/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2x10
 
211483 Obtruksi jaundice post
23 Tn. R 2 laparotomi eksplorasi Batang: 1.2 (L) 22/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
      drainase eksternal H+3 Eosinofil: 0.5 (L)        
        Eritrosit: 2.3 (L)        
        Hematokrit: 20 (L)        
        Hb: 7.2 (L)        
        Lleukosit: 14970(H)        
        Limfosit: 7.3(L)        
        Neutrofil: 83.6 (H)        
        Segmen: 82.4 (H)        
                 
211664 Sikatrik hepar pos
24 Tn. S.Z 9 laparotomi eksplorasi Batang: 0.5 (L) 24/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
        Eosinofil: 1.6 (L)     Metrinidazol 2x500
        Eritrosit: 4.0(L)        
        Hb: 11.3 (L)        
        Leukosit: 12570 (H)        
        Limfosit:9.9 (L)        
        Neutrofil: 77.6 (H)        
        Segmen: 77.1 (H)        
                 
211668 Cholelithiasis post
25 Ny.K 7 laparotomi eksplorasi Batang: 0.3(L) 24/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
      Cholesistectomy H+3 Eosinofil: 8.2 (H)        
        Eritrosit: 3.7 (L)        
        Hematokrit: 33 (L)        
        Neutrofil: 48.7 (L)        
        Segmen: 48.4 (L)        
211693
 26 Ny. K 3 Selulitis Ulkus Kronis Batang: 0.9 (L) 26/10/19 31/10/19 Cefixim (Plg) 2x200
        Hb: 11.5 (L)        
        Leukosit: 14050 (H)        
        Limfosit: 12.0 (L)        
        Segmen: 81.2 (H)        
                 
211715
27 Tn. S 2 STT Regio Colli Posterior Batang: 0.9 (L) 28/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 1x200
Cefadroxil
        Limfosit: 23.3 (L)     (Plg) 2x500
                 
211426 CA Testis dextra post radical
28 Tn. Y.R 2 orchidectomy H+2 Batang: 0.0 (L) 28/1019 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
        Eosinofil: 9.7 (H)     Cefixim (Plg) 2x100
Trombosit: 148000 (L)

 Pasien rawat inap bangsal mawar


No Nama No Rekam Diagnosa Pemeriksaan Tanggal Tanggal Lama AB Dosi
Pasien Medik Lab Pendukung Masuk Keluar Rana Digunakan
p Di
Rs
1 Tn. Teguh 943324 B20 Stadium IV infeksi Leukosit: 5690 17/10/201 26/10/201 9 Inj
sabar oportunistik intracranial 9 9 Ceftriaxon
toxoplasmosis CMV
Batang : 6,7 Po 4x5
metronidazol
e
Limfosit : 20 Cotrimoxazol 2x4
Segmen: 58,7
2 Ny. Tri 324320 Disentri Leukosit: 20060 22/10/201 26/10/201 5 inj cefriaxone 2x
handayani cholesistollithiasis 9 9
Batang: 0,4
Segmen: 90,2
3 Tn. Lili 2116347 Melena riwayat anema Albumin: 2.90 22/10/201 28/10/201 7 inj cefotaxim 2x1
penurunan kesadaran EC 9 9
massa intra cerebral
DD/infeksi intra
cerebral
Batang: 0.5 inj cefriaxone 2x
Hematokrit: 33
Hb: 9.8
Leukosit: 12050
Limfosit: 5
Monosit: 8.8
Neutrofil: 82.3
Segmen: 81.
4 Ny. Marsini 20311880 CA Recti meteorismus Albumin: 1.69 23/10/201 28/10/201 6 inj cefriaxone 2x1
DD Ileus Paralitik 9 9
CEA: 100
Batang: 0.5
Eusin ofil:0.1
Hematokrit: 30
Hb:99
Leukosit:10470
Limfosit:29.6
Monosit: 6.9
Segmen ; 62.7
5 Tn. 2116164 Limfadnopati Batang: 1.3 20/10/201 28/10/201 9 inj cefriaxone 2x1
Kuswiarto 9 9
Segmen:90.6
Eusinofil: 0.2
Eritrosit: 3.9
Hematocrit: 33
Hb: 10.7
Leukosit: 26620
Limfosit: 2.4
Neutrophil; 91.9
6 Tn. 2116079 ckd sindrom uremikum Batang : 15,6 20/10/201 29/10/201 10 inj cefriaxone 2x
Turiman hiperkalemia 9 9
eosinofil : 1
segmen : 66,3
leukosit : 4170
monosit : 8,9
neutrofil : 81,9
7 Tn. 919605 nausea & vommiting batang : 0,6 26/10/201 29/10/201 4 cefixime 2x1
Maryoto epictasis ispa 9 9
eosinofil : 0
leukosit : 13530
monosit : 0,7
neutrofil : 92,3
segmen : 91,7
8 Tn. 2110925 ckd stage 5 anemia batang : 1,3 23/10/201 30/10/201 8 cefixime 2x1
Suherman hipertensi 9 9
eosinofil : 0,4 8 cefriaxone 2x1
eritrosit : 2,2
leukosit : 11380
segmen : 88,9
9 Tn. Rizki 9191 ckd, chf, hipertensi albumin :3,15 28/10/201 30/10/201 3 cefixime 2x 1
9 9
batang : 0,5 3 inj 2x
ceftriaxone
eosinofil : 3,6
eritrosit : 3,6
leukosit : 8500
segmen : 9,8
10 Tn. 2083437 LMNH demam batang : 1,5 26/10/201 30/10/201 5 inj 2x
Mintarso 9 9 ceftriaxone
eusinofil : 0,4
eritrosit : 2,9
hemato : 24
hb : 8,6
segmen : 56
leukosit : 5340
11 Ny. 961257 trombositopenia anemia batang : 0,9 24/10/201 30/10/201 7 inj cefriaxone 2x
Kasminah 9 9
eosinofil : 0
eritrosin : 2,9
hematokrit : 22
Hb : 7,1
leukosit : 15270
segmen : 90,7
12 Tn.Supeno 2116637 CKD Batang: 0.8 25/10/201 31/10/201 7 cefixime PO 2x
9 9
Eusinofil; 1
Eritosit: 3.1
Leukosit: 12590
Segmen: 87.4
13 Tn.Marwidi 217047 Disentri Batang: 0.3 29/10/201 31/10/201 3 inj 1gra
9 9 ceftriaxone
Eusinofil: 0.1
Eritrosit: 4.5
Leukosit: 7130
Segmen: 68.3
14 Tn.Marsudi 930873 CKD Hyperkalemia Batang: 0.3 24/10/201 31/10/201 8 inj 1x
CHF PPOK 9 9 Levofloxacin
Eusinofil: 0.6
Eritrosit: 5.2
Leukosit: 10110
Segmen: 75.5
15 Ny. Sunarti 2113665 ckd stage 5 , nefropati batang : 0,4 24/10/19 1/11/2019 9 inj. 2x
selerotic , CHF , Ceftriaxone
Hipertensi stage 2
eusinofil : 0,4
eritrosit : 3,8
hematokrit : 31
leukosit : 9260
segmen : 80,5
16 Ny. Darti 2059967 ckd stage 5 ed dkd batang : 5,6 27/10/201 1/11/2019 6 inj. 2x1
anemia ringan NN on 9 Ceftriaxone
HD hiperkalemia DM
tipe 2 OBS jaundite et
causa suspeck
DD/intrahepatal
eosinofil : 0
eritrosit : 2,7
hemato : 24
hemoglobin : 8,1
leukosit : 26930
segmen : 89,1
17 Ny. Ambri 2017556 pleura effusion dyspenia batang : 1,1 24/10/201 1/11/2019 8 inj 2x
LMNH 9 ciprofloxacin
eosinofil : 1,1 8 metronidazol 3x
po
eritrosit : 3,9
hemato : 29
leukosit : 11520
segmen : 81

Anda mungkin juga menyukai