Disusun Oleh:
Kelompok 5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan
banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia digunakan
untuk pengadaan biaya obat-obatan. Berdasarkan data WHO tahun 2004, hampir setengah dari
obat-obatan termasuk antibiotik digunakan secara tidak tepat sehingga memperparah keadaan
ekonomi bagi negara miskin dan berkembang (WHO, 2007). Meluasnya penggunaan antibiotik
yang tidak tepat menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi
kesehatan, terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Dampak resistensi terhadap antibiotik
adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas, dan peningkatan biaya kesehatan. Biaya yang
dikeluarkan karena masalah resistensi antibiotik mencapai sekitar 400-500 juta dolar di Amerika
serikat dan 900 juta dolar di eropa (WHO, 2007; Kemenkes, 2011).
Peresepan antibiotik pada beberapa negara berkembang cukup tinggi yaitu sekitar 44-97%,
walaupun terkadang tidak dibutuhkan atau peresepan tersebut tanpa indikasi (Hadi dkk., 2008).
Beberapa laporan WHO mengenai penggunaan antibiotik yang tidak tepat di daerah ASEAN
diantaranya adalah penggunaan antibiotik pada kasus yang disebabkan infeksi virus sebanyak
50%, kasus pneumonia tidak mendapatkan antibiotik yang sesuai sebanyak 53%, kasus diare
akut yang tidak membutuhkan antibiotik sebesar 54%, dan 40% peresepan antibiotik yang
underdose (WHO, 2011). Antibiotik juga dapat diperoleh secara bebas tanpa resep dokter pada
beberapa negara di ASEAN walaupun hal tersebut bertentangan dengan peraturan yang ada.
Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali di Indonesia juga terlihat dari hasil penelitian di
Surabaya yang menyatakan bahwa hampir tiga perempat dari kios yang ada di sekitar RSUD Dr.
Soetomo dan dua Pusat Kesehatan Masyarakat menjual antibiotik secara bebas (Hadi dkk.,
2010).
Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Peresepan
antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian
resistensi. Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan mendorong
berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang akan menyebar
melalui infeksi silang. Terdapat hubungan antara penggunaan atau kesalahan penggunaan
antibiotik dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Resistensi tidak
dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang bijak. Hal
tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang efektif (Kemenkes,
2011).
Pengendalian pencegahan resistensi antibiotik menurut WHO tahun 2012 harus difokuskan
pada beberapa hal, yaitu pencegahan terjadinya resistensi antibiotik, meningkatkan penggunaan
antibiotik yang rasional termasuk pendidikan dan pengajaran terhadap tenaga kesehatan dan
masyarakat umum mengenai penggunaan antibiotik yang tepat, penegakkan hukum terhadap
penjualan antibiotika tanpa resep, dan pengendalian terhadap infeksi seperti cuci tangan terutama
pada fasilitas kesehatan. Menurut Kemenkes tahun 2011, upaya untuk mendorong penggunaan
antibiotik secara bijak tidak dapat lepas dari peran apoteker. Apoteker diharapkan dapat berperan
aktif dalam memberikan informasi, konseling, dan edukasi kepada pasien. Selain itu, apoteker
juga memiliki peran serta untuk mendorong penggunaan antibiotik yang bijak, diantaranya
adalah penggunaan antibiotik yang disesuaikan dengan pola kuman atau kultur, antibiotik yang
bermutu, dan antibiotik yang cost effective.
Peningkatan kualitas penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi
terhadap penggunaan antibiotik di rumah sakit. Evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit
yang pernah digunakan diantaranya adalah kriteria Kunin, dengan menggunakan kategori yang
tidak spesifik yaitu ketepatan antibiotik, kemungkinan tepat antibiotik, tidak tepat karena ada
antibiotik yang lebih murah, antibiotik memerlukan penyesuaian dosis, dan antibiotik sangat
tidak tepat (Gyssens, 2005). Berdasarkan kategori tersebut, Gyssens mengembangkan beberapa
kategori yang lebih lengkap untuk menunjukkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada
kategori yang berbeda-beda sehingga lebih spesifik. Gyssens mengembangkan evaluasi
penggunaan antibiotik untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotik yang terdiri dari ketepatan
indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama
pemberian, dosis, interval, rute, dan waktu pemberian. Kriteria Gyssens dapat digunakan untuk
menilai kualitas penggunaan antibiotik, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk penelitian
secara mendalam mengenai peresepan antibiotik di rumah sakit baik oleh residen maupun
mahasiswa kedokteran, mikrobiologi, maupun farmasi klinis (Van Der Meer dan Gyssens, 2001;
Kemenkes, 2011).
Ketepatan penggunaan antibiotik yang masih minim di fasilitas kesehatan serta untuk
mengoptimalkan penggunaan antibiotik secara bijak di Rumah Sakit, maka perlu dilakukan
evaluasi terkait penggunaan antibiotik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
1. Berapakah persentasi ketepatan penggunaan antibiotik di bangsal Mawar dan
Kenanga RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Bagaimana pola penggunaan antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD
Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui ketepatan penggunaan obat Antibiotik pada Bangsal Penyakit Dalam
(Mawar dan kenanga) dengan metode Gyssen dan DDD (Define Daily Dose)
2. Mengetahui pola penggunaan Antibiotik pada Bangsal Penyakit Dalam (Mawar
dan kenanga) dengan metode Gyssen dan DDD (Define Daily Dose)
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Menjadi informasi kepada pihak rumah sakit terkait pola dan ketepatan
penggunaan obat antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Bagi Apoteker di Rumah Sakit
Menjadi informasi kepada apoteker rumah sakit terkait pola dan ketepatan
penggunaan obat antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Bagi Penulis
Menambah wawasan bagi penulis mengenai pola dan ketepatan
penggunaan obat antibiotik di bangsal Mawar dan Kenanga RSUD Prof Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antibiotik
Antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme
(bakteri, jamur, dan actinomycota) yang dapat menekan pertumbuhan dan atau membunuh
mikroorganisme lainnya. Penggunaan umum sering meluas kepada agen antimikroba sintetik,
seperti sulfonamid dan kuinolon (Goodman Gillman).
Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan menembus
jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon
imun yg dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun
tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi
yang tepat harus mampu mencegah berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa
membahayakan host. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.
Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah bakteri
berkembangbiak). Pada kondisi immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau
infeksi di lokasi yg terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid
harus digunakan. Antibiotik bisa diklasifikasi menjadi dua (Permenkes RI, 2011).
1. Mekanisme kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ada empat Kelompok antibiotic, yaitu (Kemenkes,
2011):
a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, antara lain beta-laktam
(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase),
basitrasin, dan vankomisin.
Tabel. 1 Antibiotik Golongan Penisilin
Tabel. 2 Antibiotik Golongan Sefalosporin
b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein antara lain, aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
c. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain,
trimetoprim dan sulfonamid.
d. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon,
nitrofurantoin.
DDD 100 patient day : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 AB 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 x 100
Tipe DUE ada dua jenis yaitu kuantitatif dan kualitatif, kualitatif bertujuan untuk:
1. Menghitung tingkat persentase, trend dan perkembangan waktu pemakaian obat pada
berbagai tingkat di sistem pelayanan kesehatan.
2. Estimasi penggunaan obat di populasi meliputi usia, jenis kelamin, kelas sosial dan
lain-lain, serta untuk mengidentifikasi dimana mungkin terjadi over atau under
utilization.
3. Memonitor kategori terapi yang beresiko terjadi efek samping untuk tindakan
antisipasi.
4. Untuk perubahan kebijakan, bila ada obat yang sebaiknya dikeluarkan dalam
formularium.
Sedangkan kuantitatif bertujuan untuk :
1. Menghubungkan antara data peresepan dengan alasan mengapa obat diresepkan.
2. Beda dengan kuantitatif, pada studi kualitatif ada pertimbangan “kelayakan”.
3. Kriteria obat yang digunakan harus meliputi parameter indikasi, dosis harian dan
lama terapi.
4. Kriteria peresepan yang buruk apabila terjadi kegagalan dalam pemilihan obat yang
lebih efektif dengan efek samping yang lebih ringan, pengunaan kombinasi yang
tidak diperlukan dan sejenisnya. Kegiatan dalam praktek DUE yaitu mengevaluasi
penggunaan obat secara kuantitatif dan mengevaluasi obat secara kualitatif. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam DUE yaitu indikator peresepan, indikator
pelayanan dan indikator fasilitas (Permenkes RI, 2011).
BAB III
METODE
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif secara non-
eksperimental. Pengambilan data didapat dari catatan rekam medik pasien secara
restropektif. Data diambil pada tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 di Bangsal
Mawar dan Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengelompokan
data menggunakan program Microsoft Excel lalu dianalisis kuantitatif dengan metode
DDD (Defined Daily Dose) untuk melihat pola penggunaan antibiotik dan kualitatif
dengan metode Gyssens untuk melihat presentase ketepatan penggunaan antibiotic.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di bangsal penyakit dalam RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto dan pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Oktober
2019 – 2 November 2019 di Bangsal Mawar dan Kenanga.
C. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah rekam medik pasien yang pulang (sampel) pada
tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 di Bangsal Mawar dan Kenanga RSUD
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Teknik pengambilan sampel menggunakan
desain total sampling
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Laptop
b) Microsoft Excel
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rekam medik pasien yang
pulang (sampel) pada tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 di Bangsal
Mawar dan Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
E. Skema Langkah Kerja
Tahap Persiapan
Tahap Persiapan
Mengumpulkan data mengenai pasien rawat inap pengguna
antibiotik tanggal 28 Oktober 2019 – 2 November 2019
2019 di Bangsal Penyakit dalam (Mawar) dan Bedah
(Kenanga) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Evaluasi kuantitatif
Evaluasi Evaluasi kualitatif
dengan metode
deskriptif dengan metode gyssens
DDD 100 patients
day
DDD 100 patient day: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 AB 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 x 100
PEMBAHASAN
A. Jenis Antibiotik
Jenis antibiotik yang digunakan pasien rawat inap di bangsal Mawar dan Kenanga
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama 28 Oktober 2019 – 2 November
2019 dapat dilihat pada Tabel 2.3.
PRESENTASE (%)
B. 40% 35%
30%
20% 14% 11% 10%
10%
0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0% 0% 0%0% 0%0% 0%0% 0% 0%
0%
i0 iI IA IB IC A B A B C D V VI
or g or riI riI riI i III i III i IV i IV i IV i IV ori
ori
g r r r r r r g
te te go go go go go go go go go te te
g
Ka Ka te te te te te te te te te Ka Ka
Ka Ka Ka Ka Ka K a Ka Ka Ka
KATEGORI GYSSENS
mawar kenanga
Evaluasi Penggunaan Antibiotik secara Kualitatif dengan Metode Gyssens pada
Bangsal Mawar dan Kenanga.
Menurut Permenkes tahun 2011 tentang Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk
terapi antibiotic, evaluasi penggunaan antibiotic secara kualitatif dapat dilakukan dengan
Metode Gyssens untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotic, meliputi ketepatan
dalam memilih jenis dosis, lama waktu pemberian, dan harga antibiotic. Evaluasi
ketepatan peresepan antibiotic secara kualitatif yang dievaluasi menggunakan alur
Gyssens (Gyseens & Meers, 2001) dibagi dalam beberapa kategori, yaitu kategori 0 -VI.
Gambar 2. Antibiotik yang memiliki nilai DDD paling tinggi adalah antibiotik
Ceftriaxone dengan nilai DDD sebesar 75,68 pada pasien rawat inap bangsal mawar, dan
159,52 pada pasien rawat inap bangsal kenanga. Semakin besar nilai DDD 100 patient
days menunjukan bahwa semakin besar pula tingkat penggunaan atau kuantitas
penggunaan antibiotik (Sari dkk., 2016). Tingginya tingkat penggunaan antibiotic
dikhawatirkan dapat menyebabkan penggunaan yang tidak rasional pada pasien, terutama
kerasionalan pada tepat dosis dan ketepatan indikasi, serta dikhawatirkan dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan seperti resistensi (Laras, 2012).
Ketidakselektifan pemilihan antibiotic bisa disebabkan oleh beberapa factor misalnya
kemungkinan ketidaktepatan dalam indikasi sehingga akan berpengaruh pada
kerasionalan penggunaan antibiotiknya. Tingginya nilai Defined Daily Dose (DDD)
untuk beberapa jenis antibiotic yang melebihi nilai standar Defined Daily Dose (DDD)
WHO dalam Penelitian ini menunjukkan kemungkinan masih terdapat ketidakrasionalan
penggunaan antibiotic pada pasien rawat inap dibangsal RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto pada periode 28 Oktober 2019 – 2 November 2019 dilihat dari segi
kuantitasnya.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosforin generasi ketiga.
Golongan sefalosporin generasi ketiga banyak digunakan karena efektif terhadap
Enterobacteriaceae termasuk strain penghasil penisilinase. Akan tetapi, penggunaan
golongan ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat meningkatkan resistensi
terhadap bakteri yang memproduksi ESBL (Extended spectrum β-lactamase) (Urbánek et
al., 2007).
A. Kesimpulan
Total penggunaan antibiotik di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode
28 Oktober 2019 – 2 November 2019 sebanyak 11 jenis antibiotik. Antibiotik yang paling
banyak digunakan adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftriaxone
dengan nilai DDD sebesar 75,68 pada pasien rawat inap bangsal mawar dan 159,52 pada pasien
rawat inap bangsal kenanga.
Hasil analisis secara kualitatif menunjukkan rasionalitas (kategori 0) penggunaan
antibiotik terdapat pada pasien rawat inap yang berada di bangsal Mawar yaitu sebesar 76%.
B. Saran
Untuk meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotik dalam pelayanan kesehatan perlu
disusun pedoman umum penggunaan antibiotik dengan memuat penanganan khusus antibiotik
yang diketahui mempunyai sensitivitas rendah berdasarkan pola bakteri di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
DAFTAR PUSTAKA
Febiana T. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik di intensive care unit RSUP Dr. Kariadi
Semarang Periode Agustus– Desember 2011. Semarang: Universitas Dipenogoro; 2012.
Gould, I.M. dan Van der Meer, J.W.M. ( 2005 ). Antibiotic Policies : Theory and Practice. New
York : Kluwer Academic Publisher.
Mahmudah, F., Sri, A.S., Sri, H., 2016, Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan ATC/DDD
dan DU 90% di Bagian Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung, Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 5 No. 4 hlm 293- 298.
Sari, A., Indah, S., 2016, Studi Penggunaan Antibiotik Pasien Pneumonia Anak di RS. PKU
Muhammadiyah Yoyakarta dengan Metode Defined Daily Dose (DDD), Jurnal Ilmiah Ibnu
Sina, 1(2), 151-162.
Van der Meer, J.W.M. dan Gyssens, I.C. ( 2001 ). Quality of antimicrobial drug prescription in
hospital. Clin Microbiol Infect, 7, 12-15.
World Health Organization, 2001, Global Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance.
Yuniftiadi F. Kajian rasionalitas penggunaan antibiotik di intensive care unit RSUP Dr. Kariadi
Semarang periode Juli–Desember 2009. Semarang: Universitas Dipenegoro; 2010.
L
A
M
P
I
R
A
N
1. Metode DDD (Defined Daily Dose)
DDD Pasien Rawat Bangsal Kenanga
Nama
Pasien
AB. Digunakan
Regimen
Dosis
Jumlah
Dosis
Rute
Kode
Lama
Terapi AB
Lama
Ranap di RS
Total
Dosis
Kode
DDD
DDD
Ny. D.M
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
9
9
18
J01DD04
9
Ny. S
-
-
-
-
-
4
-
-
Tn. A.D
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
4
4
8
J01DD04
4
Tn. A.P
Ceftriaxon
3x1000
3000
iv
mg
2
6
6
J01DD04
3
Levofloxacin (plg)
2x500
1000
p.o
mg
1
1
J01MA12
2
Nn. J
Ceftriaxon
1X1000
2000
iv
mg
4
4
8
J01DD04
4
Metronidazol
2x500
1500
iv
mg
4
6
J01XD01
4
Sdr. M
Ciprofloxacin
2x500
1000
p.o
mg
1
4
1
J01MA02
1
Tn. W
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
5
2
J01DD04
1
Metronidazol
3x500
1500
iv
mg
1
1.5
J01XD01
1
Clindamisin
2x300
600
p.o
mg
1
0.6
J01FF01
0.5
Tn.A. W
-
-
-
-
-
-
Tn. A.D
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
1
2
J01DD04
1
Ny. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
11
12
22
J01DD04
11
Tn. S
Ceftazidim
2x1000
2000
iv
mg
2
2
4
J01DD02
1
Tn. S
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
5
5
10
J01DD04
5
Ny. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
12
13
24
J01DD04
12
Tn. N
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
4
7
8
J01DD04
4
Metronidazol
3x500
1500
iv
mg
4
6
J01XD01
4
Ny. M
Ceftriaxon
3x1000
3000
iv
mg
3
5
9
J01DD04
4.5
Cefradoxil (Plng)
4x500
2000
p.o
mg
1
2
J01DB05
1
Ny. R
-
-
-
-
-
-
5
Ny. N.K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
2
3
4
J01DD04
2
Cefadroxil (Plg)
2x500
1000
p.o
mg
1
1
J01DB05
0.5
Tn. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
2
4
4
J01DD04
2
Tn. Y.S
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
5
2
J01DD08
1
Cefixim (Plg)
2X200
400
p.o
mg
1
0.4
J01DD08
1
Tn. K
Ceftriaxon
2X1000
2000
iv
mg
4
5
8
J01DD04
4
Metronidazol
3X500
1500
iv
mg
4
5
6
J01XD01
4
Ny . D
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
1
4
2
J01DD04
1
Cefixime (plg)
2X100
200
p.o
mg
1
0.2
J01DD08
0.5
Ny. S
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
5
5
10
J01DD04
5
Tn. R
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
10
10
20
J01DD04
10
Tn. S.Z
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
7
8
14
J01DD04
7
Metronidazol
2x500
1000
iv
mg
3
3
J01XD01
2
Ny. K
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
6
8
12
J01DD04
6
Ny. K
Cefixim (Plg)
2x200
400
p.o
mg
1
6
0.4
J01DD08
1
Tn. S
Ceftriaxon
1x2000
2000
iv
mg
1
4
2
J01DD04
1
Cefadroxil (Plg)
2x500
1000
p.o
mg
1
1
J01DB05
0.5
Tn. Y.R
Ceftriaxon
2x1000
2000
iv
mg
3
4
6
J01DD04
3
Cefixim (Plg)
2x100
200
p.o
mg
1
0.2
J01DD08
0.5
LOS
126
Tot. DDD/rawat
Standart KODE NAMA TOTAL
inap*100
WHO DDD ANTIBIOTIK DDD
2 J01DD04 Ceftriaxone 201 159.52
1.5 J01XD01 metronidazol IV 24.5 19.44
1 J01MA02 Ciprofloxacin (Oral) 1 0.79
4 J01DD02 Ceftazidim 4 3.17
1.2 J01FF01 Clindamycin (Oral) 0.6 0.47
0.5 J01MA12 Levofloxacin (Oral) 1 0.79
0.4 J01DD08 Cefixime 1.2 0.95
2 J01DB05 Cefadroxil 4 3.17
DDD
Cefadroxil4
Cefixim
1.2
Levofloxacin (oral)1
Clindamycin (oral)
0.6
ANTIBIOTIK
Ceftazidim4
Ciprofloxacin (oral)1
Metronidazol 24.5
Ceftriaxon 201
Ny. Tri
Handayani Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 4 5 8
Tn. Lili Cefotxime 2 x 1000 2000 iv mg 3 7 6
Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 2 7 4
Tn.
Kuswiarto Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 6 9 12
Ny.
Marsini Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 6 6 12
. Tn.
Turiman Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 8 10 16
Tn.
Maryoto CefIixime 2 x 100 200 p.o mg 4 4 0.8
Tn.
3
Suherman Cefixime 2 x 100 200 p.o mg 8 0.6
Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 3 8 6
Tn.
Mintarso Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 5 5 10
Ny.
Kasminah Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 7 7 14
Tn.Marwid
i Ceftriaxone 2 x 1000 2000 iv mg 3 3 6
Tn.
Marsudi Levofloxacin 1 x 500 500 iv mg 8 8 4
CefIixime 4.95
Cefotxime
1.35
Ceftriaxone 75.68
2. Metode Gyssens
Pasien rawat inap bangsal kenanga
AB.
No Nama Pemeriksaan Tanggal Tanggal Regim
No.RM Diagnosa Digunakan
. Pasien Lab.Pendukung Masuk Keluar Dos
Plebitis DD DVT tungkai
1 Ny. D.M 2116049 Leukosit: 10.750 (N) 18/10/19 26/10/19 Ceftriaxon 2x10
kanan
DM Hipoalbumin oa. KNEE Eosinofil :1.1 (L)
Bilateral dengan Obesitas
Batang: 1.7 (L)
Berat
LDS III Segm: 85.1 (H)
Hb: 9.3(L)
Open wound of other part of
2 Ny. S 2116314 Leukosit: 15.020 (H) 23/10/19 26/10/19 - -
head
Hematokrit: 34 (L)
Eosinol: 5.9 (H)
Neutrofil: 72.5 (H)
Trombosit: 590.000
(H)
3 Tn. A.D 2116787 Susp.Ca.Colon Batang: 0.3(L) 24/10/19 27/10/19 Ceftriaxon 2x10
Hb: 8.1 (L)
Hematokrit: 2.7 (L)
Limfosit: 13.8 (L)
Eosinofi: 0.3 (L)
Eritrosit: 3.0 (L)
Segmen: 73.6 (H)
Ulkus Decubitus Regio
4 Tn. A.P 2098513 Batang : 0.5 (L) 21/10/19 26/10/19 Ceftriaxon 3x10
Sacrum
Levofloxacin
Eosinofil: 0.2 (L) 2x5
(plg)
Hematokrit: 37(L)
Hb: 12.9 (L)
Leukosit: 13.020 (H)
Limfosit: 5.7(L)
Segmen: 89.2 (H)
Ileus obstruktif EC TB
5 Nn. J 2116491 Batang: 0.9 (L) 23/10/19 26/10/19 Ceftriaxon 1x20
Mesenterika
Eosinofil: 0.1 (L) Metronidazol 3x5
Hematokrit: 34 (L)
Hb: 11 (L)
Leukosit: 11340 (H)
Limfosit: 6.8 (L)
Segmen: 83 (H)
`Neurofibromatosis Ciprofloxaci
6 Sdr. M 132960 Batang: 0.3(L) 23/10/19 26/10/19 2x5
(nonmalignant) n
Hematokrit: 37(L)
Hb: 11.6(L)
Tumor Recti DD Haemoroid
7 Tn. W 2116547 Batang: 0.5 (L) 23/10/19 27/10/19 Ceftriaxon 2x10
Poslhc
moroidektomi dan Biopsi Eosinofil: 0.3 (L) Metronidazol 3x5
Clindamisin
Leukosit: 17440 (H) 2x3
(Plg)
Limfosit: 9.6 (L)
Segmen: 74.9 (H)
Multipolfiacture Costae 2-5
8 Tn.A. W 822885 Batang: 0.7 (L) 25/10/19 26/10/19 - -
Sinistra
Eosinofil: 0.00 (L)
Leukosit: 13930 (H)
Limfosit: 7.5 (L)
Segmen: 84.2 (H)
Tumor Abdomen infiltrasi
9 Tn. A.D 2116979 - 27/10/19 27/10/19 Ceftriaxon 2x10
dinding
Abdomen Insufisieri Renal
Tumor Abdomen Post
10 Ny. K 2115907 Batang: 0.6 (L) 17/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Laparotomi
Eksplorasi + Shunting Gastro
Eosinofil:0.1 (L)
Jejenostomi+
Shunting Ileo Transversum
Leukosit: 14510 (H)
side to side H+3
Limfosit: 13.0 (L)
Segmen: 80 (H)
Obtruksi Jaundice Efusi
11 Tn. S 2115151 Eosinol:0.1 (L) 24/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Pleura Bilateral Post
WSD Kanan H+3 Eritrosit : 4.2 (L)
Hematokrit: 29 (L)
Hb: 10.6 (L)
Leukosit: 40110 (H)
Limfosit: 1(L)
Segmen: 94.4 (H)
12 Tn. S 2116970 Septic Shock Batang: 1.2 (L) 27/10/19 28/10/19 Ceftazidim 2x10
Eosinofil: 0.1 (L)
Hematokrit: 35 (L)
Hb: 11.1 (L)
Leukosit: 16050 (H)
Limfosit: 1.6 (L)
Segmen: 95.1 (H)
Kista Hepar, Asites
13 Ny.K 2100004 Batang: 8.7 (H) 16/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Permagna Post
Laparatomy Eksplorasi H+9 Eosinofil: 0.1 (L)
Leukosit : 17990 (H)
Hematokrit: 31 (L)
Hb: 11 (L)
Segmen: 79.1 (H)
Fistula Post Laparotomi
14 Tn. N 2116394 Batang: 0.6 (L) 22/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 2x10
Appendictomi
post Debridement Hematokrit: 38 (L) Metronidazol 3x5
Hb: 11.6 (L)
Leukosit: 20260 (H)
Limfosit: 10.2 (L)
Segmen: 84.4 (H)
Tumor Parotis Sinistra Susp.
15 Ny. M 2116736 Batang: 0.3 (L) 24/10/19 28/10/19 Ceftriaxon 3x10
Ganas
Cefradoxil
Monosit: 8.2 (H) 4x5
(Plng)
16 Ny.R 2108736 Contracture of muscle Batang: 0.6 (L) 25/10/19 29/10/19 - -
Leukosit: 16210 (H)
Llimfosit: 19.3 (L)
Segmen: 73.1 (H)
Appendisitis + kista ovarit
17 Ny. N.K 91123 Batang: 0.6 (L) 27/10/19 29/10/19 Ceftriaxon 2x10
dextra post laparatomi
eksplorasi+ appendektomi Cefadroxil
Eosinofil : 4.3 (H) 2x5
H+2 (Plg)
Hb: 9.5 (L)
Hematokrit: 31 (L)
Fraktur kompresi L1 fraktur
18 Tn. K 2117018 Batang: 0.6 (L) 27/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2x10
Cistae 6-7
dextra trauma tumpul
Leukosit: 11690 (H)
abdomen
Hb. : 10.1 (L)
Hematokrit: 30 (L)
Limfosit : 8.0 (L)
Segmen : 86.9 (H)
19 Tn. Y.S 2112101 Nyeri Akut Batang: 0.3 (L) 26/10/19 30/10/19 Cefixim (Plg) 2X2
Hb: 12.3 (L)
Leukosit: 11.360 (H)
Limfosit: 18.7 (L)
Suspileus paralitik post
20 Tn. K 2048886 Batang: 1.3 (L) 26/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2X1
laparatomy
eksplorasi (Tgl 21/PO EC
Eosinofil: 0.2 (L) Metronidazol 3X5
periatonitis
generalisata ES
Leukosit: 16510 (H)
appendicitiss)
Limfosit: 9.5 (L)
Segmen: 89.7 (H)
Tumor manus sinistra post
21 Ny . D 725412 Batang: 0.2 (L) 28/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2x10
eksisi biopsi H+1 B20
Eosinofil: 0.7 (L) Cefixim(Plg) 2X1
Limfosit: 20.8 (L)
Segmen : 70.3 (H)
22 Ny. S 819355 Ileus paralitik Batang: 0.9 (L) 26/10/19 30/10/19 Ceftriaxon 2x10
211483 Obtruksi jaundice post
23 Tn. R 2 laparotomi eksplorasi Batang: 1.2 (L) 22/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
drainase eksternal H+3 Eosinofil: 0.5 (L)
Eritrosit: 2.3 (L)
Hematokrit: 20 (L)
Hb: 7.2 (L)
Lleukosit: 14970(H)
Limfosit: 7.3(L)
Neutrofil: 83.6 (H)
Segmen: 82.4 (H)
211664 Sikatrik hepar pos
24 Tn. S.Z 9 laparotomi eksplorasi Batang: 0.5 (L) 24/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
Eosinofil: 1.6 (L) Metrinidazol 2x500
Eritrosit: 4.0(L)
Hb: 11.3 (L)
Leukosit: 12570 (H)
Limfosit:9.9 (L)
Neutrofil: 77.6 (H)
Segmen: 77.1 (H)
211668 Cholelithiasis post
25 Ny.K 7 laparotomi eksplorasi Batang: 0.3(L) 24/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
Cholesistectomy H+3 Eosinofil: 8.2 (H)
Eritrosit: 3.7 (L)
Hematokrit: 33 (L)
Neutrofil: 48.7 (L)
Segmen: 48.4 (L)
211693
26 Ny. K 3 Selulitis Ulkus Kronis Batang: 0.9 (L) 26/10/19 31/10/19 Cefixim (Plg) 2x200
Hb: 11.5 (L)
Leukosit: 14050 (H)
Limfosit: 12.0 (L)
Segmen: 81.2 (H)
211715
27 Tn. S 2 STT Regio Colli Posterior Batang: 0.9 (L) 28/10/19 31/10/19 Ceftriaxon 1x200
Cefadroxil
Limfosit: 23.3 (L) (Plg) 2x500
211426 CA Testis dextra post radical
28 Tn. Y.R 2 orchidectomy H+2 Batang: 0.0 (L) 28/1019 31/10/19 Ceftriaxon 2x100
Eosinofil: 9.7 (H) Cefixim (Plg) 2x100
Trombosit: 148000 (L)