HALAMAN JUDUL
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSEN
DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO
Disusun oleh :
Kelompok 2
Agung hidayatullah S
Aginasti priyawan A
Hermawan Susilo Sandi
Tionalfa P
Winda Afriani
Anggraini widya astuti
(USB)
(UMS)
(UAD)
(UII)
(Stifar)
(UAD)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
DAFTAR TABEL....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................7
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Hasil Penilaian Penggunaan Antibiotik Dengan Metode Gyssens. .13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur diagram Gyssens............................................................................9
Gambar 2. Persentasi Kategori IVa dan Kategori V..............................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Tujuan pelayanan farmasi di rumah
sakit, antara lain (Menkes, 2004):
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal, baik dalam
keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai
dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai
obat.
4. Menjalankan
pengawasan
obat
berdasarkan
aturan
yang
berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan.
7. Mengadakan
penelitian
dibidang
farmasi
dan
peningkatan
metode.
penggunaan
antibiotik.
Gyssens
mengembangkan
evaluasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba (terutama fungi)
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Syarif, et al.,
2007). Menurut Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana (2007), berdasarkan
mekanisme kerjanya antibiotik dibagi menjadi 2 yaitu kelompok antibiotik
bakterisid (mematikan/membunuh) dan kelompok antibiotik bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri). Kelompok bakterisid
dibagi lagi dalam 2 kelompok yaitu :
1
penisilin,
sefalosporin,
polipeptida
(polimiksin
dan
Antibiotik
bakteriostatik
yang
bekerja
menghentikan/menghambat
Penyebab Infeksi
Antibiotik
idealnya
diberikan
berdasarkan
hasil
pemeriksaan
mikrobiologis dan uji kepekaan kuman, namun dalam prakteknya tidak mungkin
melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai
menderita suatu penyakit. Untuk infeksi berat yang membutuhkan penanganan
segera, pemberian antibiotik dapat segera dimulai setelah pengambilan sampel
bahan biologis untuk biakan dan pemeriksaan kuman. Pemberian antibiotik tanpa
pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess yakni
penggunaan antibiotik didasarkan pada pemilihan antibiotik untuk organ yang
terkena infeksi dan pola resistensi kuman, tanpa melakukan pembiakan (Menkes,
1995).
9. Faktor Pasien
atau
menghambat
sintesis
protein,
misalnya
klaritromisin),
klindamisin,
mupirosin,
dan
spektinomisin.
11.Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat,
misalnya trimetoprim dan sulfonamid.
12.Mempengaruhi
sintesis
atau
metabolisme
asam
nukleat,
Evaluasi antibiotik dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan
menilai kelengkapan data pasien (Kemenkes RI, 2011).
1
Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis, atau ada
halaman rekam medis yang hilang. Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik pasien. Jika data lengkap, dilanjutkan pada pertanyaan,
apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotik?
13.Jika pemberian antibiotik tanpa indikasi, berhenti di kategori V.
Jika tidak ada pilihan antibiotik yang lebih efektif, maka dilanjutkan
pertanyaan, apakah ada antibiotik lain yang lebih aman?
15.Jika ada pilihan antibiotik lain yang lebih aman, berhenti di
kategori IVb.
Jika tidak ada pilihan antibiotik yang lebih aman, maka dilanjutkan
pertanyaan, apakah ada antibiotik yang lebih murah?
16.Jika ada pilihan antibiotik lain yang lebih murah, berhenti di
kategori IVc.
Jika tidak, maka dilanjutkan pada pertanyaan, apakah ada antibiotik lain yang
mempunyai spektrum yang lebih sempit?
17.Jika ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum yang lebih
sempit, berhenti di kategori IVd.
Jika tidak ada antibiotik lain dengan spektrum yang lebih sempit, maka
dilanjutkan dengan pertanyaan, apakah durasi pemberian antibiotik terlalu
lama?
18.Jika durasi pemberian antibiotik terlalu lama, berhenti di kategori
IIIa.
kategori IIIb.
BAB III
METODE PENELITIAN
A Desain Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A Hasil Penelitian
L/
P
Um
ur
20
22
49
12
22
83
45
52
50
10
61
11
35
12
45
13
57
14
45
15
20
16
21
17
18
53
19
67
No
RM
2569
32
2536
96
2491
00
2572
58
2569
63
2571
65
2516
48
2578
00
6265
77
2569
61
2452
49
2578
12
2545
70
2551
76
2537
69
2582
89
2569
25
9868
29
1407
Diagnosa
CKB-ICH
Post
Laparotomy
Tumor Cerebri
Post Craniotomy
Post
Laparotomy
SDH-Cron
Post Craniotomy
Post
Laparotomy
Post Colestasis
Post
Laparotomy
Post Craniotomy
Post Craniotomy
Post
Laparotomy
Post subtotal
lobectomy
Post VE + udem
paru
Post
Laparotomy
Prolonged Febris
Susp typhoid
Post
Laparotomy
Post
Antibioti
k
Ceftriaxon
e
Meropene
m
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Levofloxa
cin
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ceftriaxon
e
Ciprofloxa
aturan
pakai
2x1
gram
Kateg
ori
3 x 1 amp
2x1
gram
3x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
2x1
gram
1 x 750
mg
2x1
gram
2 x 500
mg
2x2
gram
1x1
V
V
V
V
V
V
V
IVa
V
IVa
V
V
IVa
IVa
IVa
IVa
V
20
34
26
2572
80
Laparotomy
Fusi Posterior
cin
Ceftriaxon
e
gram
2x2
gram
Persentase Perbandingan
Kategori IVa dan V
Kategori IVa
30%
Kategori
V
70%
D. Pembahasan
antibiotik untuk pasien-pasien pasca bedah walaupun belum ada hasil kultur yang
mennyatakan bahwa pasien tersebut terinfeksi bakteri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Gyssens, I.C. & Meer, V.D., 2001, Quality of Antimicrobial Drug Prescription in
Hospital, Clinical Microbiology and Infection, Volume 7, Supplement 6,
12-15, New York, Kluwer Academic Publishers
Gyssens, I.C., 2005, Audit for Monitoring the Quality of Antimicrobial
Prescription, 197- 226, New York, Kluwer Academic Publishers.
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Jakarta,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Menkes,
2004,
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor