Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Dosen Pembimbing : Apt Ummu Kalsum, S.Farm,MPH

BAHAN PENGAWET KOSMETIK

OLEH

KELOMPOK II

AFIFAH ANJANI SALSABILA D1B120198

INDAH PERMATA SARI D1B120190

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASAR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi

Maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-

Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada

kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kosmetologi dengan

judul “Bahan Pengawet Kosmtetik”.

Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada dosen pengampu mata kuliah Kosmetologi yakni Ibu Apt Ummu

Kalsum, S.Farm,MPH dan juga kepada teman-teman yang telah

membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa pada penyusunan

makalah ini masih memiliki kekurangan baik dari segi susunan kalimat

maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami

menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan

inspirasi kepada pembaca.

Makassar, 22 Januari 2021

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Pengawet

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawet

3. Mekanisme Kerja Pengawet

4. Contoh Bahan Pengawet Yang Aman dan Tidak Aman

Digunakan Beserta Konsentrasinya

5. Dampak Bahaya Bahan Pengawet

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kosmetik adalah sediaan yang diaplikasikan secara topikal

dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Prinsip dasar manfaat

kosmetik adalah untuk menghilangkan kotoran kulit, mempercantik

pewarnaan kulit sesuai yang diinginkan, mempertahankan komposisi

cairan kulit, melindungi dari paparan sinar ultraviolet, dan

memperlambat timbulnya kerutan. Setiap komponen yang ada di

dalam kosmetik akan mengadakan ikatan kimiawi terhadap sesama

bahan kandungannya. Penggunaan suatu jenis produk kosmetik,

kalau tidak hati-hati, kekuatan ikatan kimia akan berpengaruh pada

kondisi kulit. Bahkan boleh jadi memiliki manisfestasi negatif

terutama bagi seseorang yang sangat sensitive terhadap kandungan

bahan di dalam kosmetik tersebut (Jaelani, 2009).

Kosmetika merupakan hal yang sangat relevan berhubungan

dengan kehidupan sehari-hari kita. Rata-rata orang dewasa

menggunakan lebih dari 5 produk kosmetika berbeda setiap

harinya.Tujuan penggunaan dari kosmetika pun bermacam-macam

mulai dari untuk menjaga kebersihan diri, mempercantik diri, serta

meningkatkan rasa percaya diri. Oleh karena itu sangatlah penting

untuk menjaga dan mempertahankan komposisi serta stabilitas dari


produk kosmetika tersebut demi menjaga mutu dari produk tersebut

agar tetap efektif dan aman penggunaannya bagi tubuh kita.

Dalam hal ini zat pengawet memegang peranan yang sangat

penting untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan menghindarkan

produk kosmetika dari kerusakan. Oleh karena itu sangatlah penting

untuk mengetahui metode analisis yang dapat dipakai untuk

menetapkan kadar dari pengawet khususnya golongan paraben yang

paling sering dan paling banyak digunakan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Pengawet ?

2. Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Pengawet ?

3. Bagaimana Mekanisme Kerja Pengawet ?

4. Apa Saja Contoh Bahan Pengawet Yang Aman dan Tidak Aman

Digunakan Beserta Konsentrasinya ?

5. Bagaimana Dampak Bahaya Bahan Pengawet ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Pengawet

2. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pengawet

3. Untuk Mengetahui Mekanisme Kerja Pengawet

4. Untuk Mengetahui Contoh Bahan Pengawet Yang Aman dan

Tidak Aman Digunakan Beserta Konsentrasinya

5. Untuk Mengetahui Dampak Bahaya Bahan Pengawet


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengawet

Definisi zat pengawet menurut Permenkes RI

No.445/MENKES/PER/V/1998 adalah zat yang dapat mencegah

kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme. Istilah

“agen antimikroba” secara umum digunakan untuk agen kimia yang

terdapat dalam kosmetika atau produk rumah tangga baik yang

memiliki aktivitas bakterisida ataupun bakteriostatik selama

penggunaannya. Fungsi dari antibakteri adalah untuk melindungi

produk (Barel, et al., 2001). Mikroorganisme akan tumbuh pada

kondisi dimana terdapat nutrisi yang berlimpah, lingkungan yang

lembab, dan suhu yang sesuai. Berbagai kosmetik, khususnya

formulasi tipe emulsi, menyediakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri dan jamur (Butler, 2000). Dalam suatu

sediaan/produk sering ditambahkan pengawet untuk menstabilkan

sediaan dari degradasi kimia dan fisika yang berhubungan dengan

kondisi lingkungan (Barel, et al., 2001).

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawet

Pengawet adalah zat yang ditambahkan pada sediaan non-

steril untuk melindungi sediaan terhadap pertumbuhan mikroba yang

ada atau mikroba yang masuk secara tidak sengaja selama ataupun

sesudah proses produksi. Dalam sediaan steril dosis ganda,


pengawet ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba

yang mungkin masuk pada pengambilan berulang. Penambahan

pengawet juga diperlukan untuk sediaan yang pada proses sterilisasi

bahan aktif yang digunakan tidak tahan terhadap pemanasan dengan

suhu tinggi dan pada sediaan yang memiliki jaminan sterilitas yang

rendah misalnya proses sterilisasi dengan filtrasi (Depkes RI, 2009).

Keefektifan pengawet salah satunya dipengaruhi oleh pH

karena laju pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh pH. Setiap

bakteri memiliki pH optimum untuk pertumbuhannya (Waluyo, 2007).

Begitupula dengan konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi maka

kinetika pembunuhan bakteri akan semakin cepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet, aktivitas

pengawet dipengaruhi oleh faktor intrisik dan faktor ekstrinsik dari

organisme target. Yang termasuk faktor intrisik adalah struktur,

komposisi, kondisi mikroorganisme dan kapasitasnya untuk

menahan, merusak atau menginaktifkan pengawet. Sedangkan faktor

ekstrinsik berhubungan dengan lingkungan ekternal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pengawet yaitu

konsentrasi pengawet, pH, lingkungan yang meliputi jenis, jumlah,

usia dan sifat organisme, suhu, sifat fisik dan kimia substrat dan

pengaruh partisi dalam sistem multifasa. Pengawet yang ideal

disamping efektif mencegah kontaminasi berbagai mikroorganisme

juga stabil (Nyi Mekar, 2007).


C. Mekanisme Kerja Pengawet

Pengawet mempengaruhi dan mengganggu pertumbuhan

mikroba, multiplikasi, dan metabolisme melalui mekanisme modifikasi

permeabilitas membrane sel dan menyebabkan kebocoran

komponen penyusun sel (lisis parsial), penghambatan metabolisme

seluler seperti menghambat sintesis dinding sel, oksidasi komponen

seluler, koagulasi komponen sitoplasma yang tidak dapat

balik/irreversible, dan hidrolisis.

Pemilihan pengawet harus didasarkan pada pertimbangan

berikut yaitu pengawet dapat mencegah pertumbuhan tipe

mikroorganisme tertentu terutama yang sering mengkontaminasi

sediaan, pengawet cukup larut dalam air untuk mencapai konsentrasi

yang cukup dalam fase air dari sistem yang terdiri dari dua atau lebih

fase, komposisi pengawet tetap tidak terdisosiasi pada pH dimana

sediaan tersebut dapat mempenetrasi mikroorganisme dan

mengganggu integritasnya, konsentrasi pengawet yang diperlukan

tidak boleh mempengaruhi keamanan dan kenyamanan pasien

selama penggunaan sediaan tersebut (nonirritating, nonsensitizing,

dan nontoxic), pengawet harus stabil dan tidak berkurang

konsentrasinya akibat dekomposisi kimia dan penguapan sepanjang

umur dari sediaan, pengawet harus cocok/kompatibel dengan semua

komponen formula sediaan (tidak saling mengganggu aktivitas

masing-masing).
Mikroorganisme yang dimaksud dalam hal ini adalah kapang,

jamur, dan bakteri, dimana bakteri umumnya lebih menyukai medium

yang sedikit basa dan yang lainnya menyukai medium asam.

Pengawet yang dipilih tidak boleh terdisosiasi pada pH sediaan.

Pengawet yang bersifat asam seperti asam sorbat, benzoat, dan

borat tidak terdisosiasi dan lebih efektif dalam medium yang lebih

asam. Kebalikannya, pengawet yang bersifat basa kurang efektif

pada medium yang bersifat asam ataupun netral dan lebih efektif

dalam medium yang bersifat basa (Allen, et al., 2011).

Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara

senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya

sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba.

Larutan garam NaCl dan gula yang digunakan sebagai bahan

pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam sel

mikroorganisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dari sel dan sel

menjadi kering atau mengalami dehidrasi. Kerja asam sebagai bahan

pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan

mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang yang tumbuh

pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH

yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen (H +), dan

dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada

pertumbuhan mikroorganisme. Asam digunakan sebagai pengatur

pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme


dalam bahan pangan. Efektivitasnya suatu asam dalam menurunkan

pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam

dan konsentrasi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu (misalnya

molaritas). Jadi, asam keras lebih efektif dalam menurunkan pH

apabila dibandingkan dengan asam lemah pada konsentrasi yang

sama.

D. Contoh Bahan Pengawet Yang Aman dan Tidak Aman Digunakan

Beserta Konsentrasinya

1. Contoh bahan pengawet yang aman

a. Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Ammonium Lauryl Sulfate

(ALS)

Zat ini sering dikatakan berasal dari sari buah kelapa

untuk menutupi racun alami yang terdapat di dalamnya. Zat

ini sering digunakan untuk campuran shampoo, pasta gigi,

sabun wajah, pembersih badan dan sabun mandi. Jika

penggunaan berlebih SLS dapat menyebabkan iritasi kulit

yang hebat dan kedua zat ini dapat dengan mudah diserap

ke dalam tubuh. SLS juga berpotensi menyebabkan katarak

dan menganggu kesehatan mata. Batas konsentrasi 1%

(Lina Pangaribuan, 2017).

b. Propylene Glycol

Ditemukan pada beberapa produk kecantikan,

kosmetik dan pembersih wajah. Persyaratan propilen glikol


sebagai humectant pada sediaan topikal memiliki

konsentrasi maksimal 15%, sebagai pengawet pada sediaan

solutions dan semi solid memiliki rentang konsentrasi

maksimal 15–30% dan sebagai solvent atau cosolvent pada

sediaan topikal memiliki rentang konsentrasi 5-80%

(Raymond, 2003).

2. Contoh bahan pengawet yang berbahaya

a. Bahan Pengawet Paraben

Paraben digunakan terutama pada kosmetik,

deodoran, dan beberapa produk perawatan kulit lainnya.

Zat ini dapat menyebabkan kemerahan dan reaksi alergi

pada kulit. Penelitian terakhir di Inggris menyebutkan

bahwa ada hubungan antara penggunaan paraben dengan

peningkatan kejadian kanker payudara pada perempuan.

Disebutkan pula terdapat konsentrasi paraben yang sangat

tinggi pada 90% kasus kanker payudara yang diteliti.

Diantaranya penggunaan bahan Metil Paraben dan Propil

Paraben yang diperbolehkan dengan kadar maksimal

0,3%. Efek samping gatal, ruam kemerahan, kering dan

bersisik, bengkak, nyeri dan melepuh atau seperti terbakar

(Lina Pangaribuan, 2017).


b. Isopropyl Alcohol

Alkohol digunakan sebagai pelarut pada beberapa

produk perawatan kulit. Zat ini dapat menyebabkan efek

samping iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit

sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping

itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini. Dalam

kosmetik tidak lebih dari 40% karena dapat menimbulkan

iritasi dan mengeringkan kulit (Lina Pangaribuan, 2017).

c. DEA (Diethanolamine), TEA (Triethanolamine) dan MEA

(Monoethanolamine)

Bahan ini jamak ditemukan pada kosmetik dan

produk perawatan kulit. Bahan bahan berbahaya ini dapat

menyebabkan efek samping reaksi alergi dan penggunaan

jangka panjang diduga dapat meningkatkan resiko

terjadinya kanker ginjal dan hati.  1 % Monoethanolamine

(MEA), 1 % Diethanolamine (DEA) dan 1 %

Triethanolamine (TEA) (Lina Pangaribuan, 2017).

d. Aluminium

Aluminium sering digunakan pada produk

penghilang bau badan. Aluminium diduga daoat

menyebabkan penyakit pikun atau Alzheimer‟s.

Konsentrasi yang digunakan tidak lebih dari 0.5% (BPOM

2019).
e. Polyethylene Glycol (PEG)

Bahan ini digunakan untuk mengentalkan produk

kosmetik. PEG akan menganggu kelembaban alami kulit

sehingga menyebabkan efek samping terjadinya penuaan

dini dan kulit menjadi rentan terhadap bakteri. Konsentrasi

yang dianjurkan 0.005% (BPOM, 2019).

f. Formaldehida

Formaldehida adalah gas alami yang berperan

sebagai pengawet di beberapa produk kosmetik. Dalam

bentuk cair, zat tersebut dinamakan etilen glikol atau

formalin. Penggunaaan formalin atau formaldehid dalam

kosmetik sebagai pengawet dengan batas kadar maksimal

0,1% untuk sediaan hygiene mulut (pasta gigi), 0,2% untuk

sediaan kosmetik lainnya, formalin dilarang digunakan

pada sediaan aerosol. Efek samping dapat menyebabkan

tenggorokan sakit, batuk, mata terasa gatal, mimisan,

hingga terserang kanker. Jika terpapar formalin pada kadar

yang lebih tinggi, dapat menyebabkan ruam kulit, sesak

napas, hingga gangguan pernapasan (BPOM, 2019

E. Dampak Bahaya Bahan Pengawet

Selain mempunyai kelebihan, kosmetik berbahan kimia

mempunyai banyak kekurangan. Akibat penggunaan bahan kimia,

berbagai bahaya dapat terjadi antara lain :


1. Keracunan

Sebagai akibat masuknya bahan kimia kedalam tubuh

melalui paru-paru, mulut dan kulit. Keracunan bisa berakibat

fatal, misalnya hilang kesadaran atau gangguan kesehatan

yang baru dirasakan setelah beberapa tahun kemudian.

Keracunan yang terjadi pada kulit karena pemakaian kosmetik

berbahan kimia biasanya kulit menjadi mudah alergi, kulit

memerah, timbul flek hitam berlebihan, kulit menjadi tipis,

bahkan bisa menyebabkan kerusakan kulit secara permanen.

2. Iritasi

Sebagai akibat kontak dengan bahan kimia misalnya

peradangan pada kulit, mata dan saluran pernapasan. Apabila

terkena sinar matahari kulit yang iritasi mudah memerah, pori-

pori kulit semakin melebar dan hal ini dengan mudah debu akan

masuk kedalam poro-pori yang dapat mengakibatkan timbulnya

jerawat secara berlebihan.

3. Dapat memperlambat pertumbuhan janin

Efek dari pemkaian kosmetik berbahan kimia oleh ibu

hamil ternyata dapar menyebabkan lambatnya pertumbuhan

pada janin, dalam hal ini ibu yang sedang hamil dilarang keras

untuk memakai kosmetik jenis apapun. Karena dapat

mengakibatkan keguguran, pemakaian kosmetik dalam jangka


pendek atau panjang yang dilakukan oleh ibu hamil dapat

menyebabkan keguguran.

4. Flek hitam pada kulit akan memucat

Bila pemakaian dihentikan flek itu akan timbul lagi dan

bertambah parah. Pemakaian kosmetik berbahan kimia

menyebabkan kulit wajah menjadi pucat ataupun putih yang

tidak sehat. Tidak menunjukkan bahwa kulit wajah segar.

Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia pemerintah Indonesia membatasi penggunaan

bahan kimia berbahaya karena krim pemutih yang mengandung

bahan kimia berbahaya dapat menimbulkan toksisitas terhadap

organ-organ tubuh. Pemakaian kosmetik berbahaya dapat

menimbulkan berbagai hal, antara lain perubahan pada warna kulit,

yang kemudian bisa mengakibatkan bintik-bintik hitam pada kulit,

alergi, iritasi kulit, kerusakan permanent pada susunan syaraf, seperti

tremor, insomnia, kepikunan, gangguan penglihatan, gerakan tangan

abnormal, gangguan emosi, otak, ginjal dan gangguan

perkembangan janin. Bahkan paparan dalam jangka pendek dengan

dosis tinggi dapat mengakibatkan muntah-muntah, diare dan

kerusakan ginjal serta merupakan zat karsinogenik (menyebabkan

kanker) pada manusia (Ana Syarofatun, 2018).


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengawet adalah zat yang dapat mencegah kerusakan

kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Contoh bahan pengawet yang aman Sodium Lauryl Sulfate

(SLS) dan Ammonium Lauryl Sulfate (ALS) dengan konsentrasi 1%

dan Propylene Glycol dengan konsentrasi maksimal 15%.

Sedangkan contoh bahan pengawet yang berbahaya yaitu Bahan

Pengawet Paraben kadar maksimal 0,3%, Isopropyl Alcohol dengan

konsentrasi tidak lebih dari 40%, DEA (Diethanolamine), TEA

(Triethanolamine) dan MEA (Monoethanolamine) dengan konsentrasi

1 %, Aluminium dengan konsentrasi tidak lebih dari 0.5%,

Polyethylene Glycol (PEG) dengan konsentrasi 0.005%,

Formaldehida dengan batas kadar maksimal 0,1%.

B. Saran

Disarankan kepada pembaca agar lebih berhati-hati dalam

memilih kosmetik, terutama kosmetik yang mengandung bahan kimia

seperti pengawet. Karena pengawet dengan konsentrasi tertentu

akan berbahaya bila digunakan.


DAFTAR PUSTAKA

Allen, LV, Nicholas GP, Ansel HC. 2011. Ansel’s Pharmautical DoSAGE

form and Drug Delivery System, Diterjemahkan oleh Lucia

Hendriati, Kuncoro Foe. Jakarta : EGC. Hal 289.

Ana Syarofatun. 2018. Dampak Pemakaian Kosmetik Berbahan Kimia

Terhadap Perkembangan Usaha. Institus Agama Islam Negeri

(IAIN). Metro.

Barel A.O, Paye M dan Maibach H.I. 2009. Handbook of Cosmetic

Science and Technology 3rd Editio. Informa Healthcare USA Inc.

New York.

BPOM RI. 2019. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No.23

tahun 2019 Tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.

Butler, H. 2000. Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edition.

Kluwer Academic Publishers. London.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelaksanaan Program

Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB). Jakarta : Depkes RI.

Jaelani. 2009. Aroma Terapi. Jakarta. Pustaka Populer Obor.

Lina, Pangaribuan. 2017. Efek Samping Kosmetik dan Penanganan Bagi

Kaum Perempuan. Medan Vol 15. (2) Desember 2017, p-ISSN :

1693-1157, e-ISSN : 2527-9041.

Menkes RI. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 159b/MENKES/PER/II/1988 Tentang Rekan Medis.

Jakarta : Kementerian Republik Indonesia.


Nyi Mekar Saptarini. 2007. Pengaruh Penambahan Pengawet (Nipasol,

Nipagin, dan Kalsium Propionat) Terhadap Pertumbuhan Kapang

Pada Dodol Susu : Bandung.

Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Anda mungkin juga menyukai