Anda di halaman 1dari 7

a.

Rute Intravena

Pada rute ini obat diinjeksikan langsung ke dalam pembuluh vena (venous

vascular) dan masuk ke aliran darah. Penyuntikan dilakukan dengan menusukkan

syringe pada posisi sudut 45˚ dari permukaan kulit. Pemberian obat secara intravena

menghasilkan kerja obat yang cepat (aksi segera), tepat, dan akurat dibandingkan

dengan cara-cara pemberian lain. Dikarenakan absorpsi obat tidak menjadi masalah,

maka kadar darah optimal dapat dicapai dengan kecepatan dan kesegeraan yang tidak

mungkin didapat dengan cara-cara lain. Pada kondisi gawat atau darurat, pemberian

obat lewat intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan hidup karena

penempatan obat langsung ke sirkulasi darah dan kerja obat yang cepat terjadi, yakni

berkisar antara 30-60 detik saja. Namun, pada keadaan timbulnya reaksi-reaksi yang

merugikan akibat obat, maka obat tidak dapat dengan mudah dikeluarkan atau

dinetralkan dari sirkulasi seperti yang dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per-

oral, yaitu misalnya dengan cara dimuntahkan. Ini merupakan kekurangan dari

pemberian obat lewat intravena.

Rute intravena dapat diberikan dengan cara sebagai berikut :

1) Secara bolus, injeksi diberikan secara langsung dengan kadar tinggi dan pada

waktu yang pendek.

2) Secara intermitant infus, injeksi i.v diberikan melalui infus dengan periode

pemberian 20 menit sampai 4 jam dalam sehari.

3) Secara continous infus, injeksi i.v melalui infus dengan waktu pemberian lebih

dari 6 jam sampai 24 jam.


Walaupun hampir semua vena permukaan cocok untuk penusukan vena,

tetapi di daerah antecubital (di bagian depan siku) biasanya dipilih untuk suntikan

intravena langsung. Hal tersebut karena vena pada daerah tersebut besar,

dipermukaan, mudah dilihat, dan mudah ditusuk. Tindakan-tindakan aseptik yang

ketat harus dilakukan setiap waktu untuk menghindarkan risiko infeksi. Tidak hanya

larutan obat suntik yang digunakan yang harus steril, tetapi juga jarum dan alat

suntuk yang digunakan harus steril serta titik di mana jarum masuk harus dibersihkan

untuk mengurangi kemungkinan terbawanya bakteri dari kulit ke darah lewat jarum.

Larutan obat yang diberikan secara intravena bisa dalam volume besar

ataupun kecil. Obat-obat yang diberikan lewat intravena biasanya harus berupa

larutan air, bercampur dengan darah dan tidak mengendap. Keadaan tertentu dapat

menimbulkan terjadinya trombus dan kemudian menghalangi aliran darah. Trombus

adalah gumpalan darah yang terbentuk dalam pembuluh darah (atau jantung) yang

umumnya disebabkann oleh melambatnya aliran atau perubahan darah atau

pembuluh darah. Bila gumpalan itu beredar, maka gumpalan tersebut menjadi

embolus yang dibawa oleh aliran darah sampai tersangkut di pembuluh darah,

menghalangi dan mengakibatkan hambatan atau sumbatan yang disebut sebagai

emboli. Selain itu, pemberian obat dengan konsentrasi tinggi atau sangat pekat perlu

diperhatikan karena juga beresiko menyebabkan emboli.

b. Rute Intramuskular

Injeksi secara intramuskular dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam

jaringan otot rangka, pada posisi tegak lurus (sudut 90˚) dari permukaan kulit.

Pemberian obat lewat intramuskular menghasilkan efek obat yang lebih lama dari
yang dihasilkan oleh pemberian lewat intravena, biasanya sekitar 10-20 menit.

Besarnya volume yang diberikan berkisar antara 2-5 mL. Rute ini biasanya memiliki

vaskularitas yang lebih baik, sehingga obat yang masuk akan berdifusi secara pasif

menuju aliran darah. Larutan air atau minyak atau suspensi bahan obat dapat

diberikan lewat intramuskular. Biasanya obat suntik dalam bentuk larutan air lebih

cepat diabsorpsi daripada dalam bentuk suspensi, larutan minyak, dan emulsi.

Dengan demikian, melalui rute ini dapat diberikan pula obat-obatan yang memang

dimaksudkan untuk pelepasan terkontrol atau pelepasan diperlambat. Tempat

suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh-pembuluh

darah utama. Kerusakan akibat suntikan intramuskular biasanya berkaitan dengan

titik tempat jarum ditusukkan dan di mana obat ditempatkan. Kerusakan itu meliputi

paralisis akibat rusaknya saraf, abses, kista, emboli, hematon, terkelupasnya kulit,

dan pembentukkan parut. Pada orang dewasa, tempat yang paling sering digunakan

untuk suntikan intramuskular adalah ¼ bagian atas luar otot gluteus maksimus (di

bokong). Pada bayi daerah gluteal (bokong) sempit dan komponen utamanya adalah

lemak bukan otot. Otot di daerah tersebut tidak berkembang dengan baik.

Penyuntikan di daerah ini berbahaya sekali karena dekat dengan saraf sciatic,

terutama bila anak itu menolak disuntik dan menggeliat-geliat atau meronta-ronta.

Oleh karena itu, pada bayi dan anak kecil otot deltoid di lengan atas otot midlateral

di paha lebih disukai sebagai tempat penyuntikan intramuskular. Suntikan lebih baik

diberikan di bagian atas/bawah deltoid karena lebih jauh dari saraf radial. Deltoid

juga digunakan pada orang dewasa tetapi lebih terasa nyeri dibandingkan bila

disuntikkan di daerah gluteal


c. Rute Subkutan

Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak

merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Injeksi subkutan diberikan

dengan menusuk area di bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di

bawah dermis. Efeknya tidak secepat injeksi intramuscular atau intravena. Mudah

dilakukan sendiri, misalnya insulin pada penyakit gula. Pemberian rute subkutan

digunakan untuk menyuntikan sejumlah kecil obat. Obat disuntikkan di bawah

permukaan kulit yang umumnya dilakukan di jaringan interstitial longgar di bagian

lengan, lengan bawah, bagian anterior paha, bagian lower abdomen atau bokong.

Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral dan bersifat depo (absorpsinya lambat).

Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan mendekati

kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. Sediaan dapat ditambahkan bahan

vasokontriktor seperti Epinefrin untuk memperlambat absorbsi dengan menyebabkan

konstriksi pembuluh darah, sehingga difusi obat tertahan atau diperlambat. Absorpsi

obat juga dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase, suatu enzim yang

memecah mukopolisakharida dan matriks jaringan yang menyebabkan penyebaran

dipercepat. Melalui rute subkutan absorbsi lebih lambat dan konstan karena

pembuluh darah sekitar yang sedikit, sehingga efek yang ditimbulkan lebih lambat

apabila dibandingkan cara intramuskuler atau intravena.Tempat suntikan biasanya

berbeda bila suntikan diberikan terus menerus. Sebelum disuntikkan, tempat

penyuntikan harus dibersihkan dengan saksama. Volume suntikan subkutan jarang

lebih besar dari 2 ml. Karena itu alat suntik yang umum digunakan adalah yang 2 ml

dengan jarum sepanjang 5/8 inch yang berukuran 24-26 gauge (yang paling umum
25 gauge). Pada waktu penusukan, bila di alat suntik terlihat darah maka harus dicari

tempat lain untuk penyuntikan. Obat-obat yang mengiritasi atau yang berbentuk

larutan suspensi kental mugkin dapat menimbulkan sakit, lecet, atau abses dan

mungkin sangat nyeri sebaiknya tidak diberikan untuk suntikan subkutan.

d. Rute Intraarteri

Injeksi intrartrial disuntikkan kedalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi,

dalam volume antara 1-10 ml, dan tidak boleh mengandung bakterisida. Rute

intraarteri tidak sering digunakan. Injeksi obat pada terminal arterimerupakan sasaran

yang dapat merupakan suatu organ. Sifat dari obat dan fisiologi dari sistem sirkulasi

mensyaratkan penyuntikan intravena, di mana obat dikumpulkan dan diencerkan ke

seluruh sistem darah dan tidak langsung menuju organ atau jaringan dimana efek

akan terlokalisasi dan tidah digeneralisasi. Alasan lazim untuk memanfaatkan rute

intraarteri adalah untuk memasukkan material radio opak (bahan kontras) untuk

tujuan diagnostik, seperti untuk arteriogram. Beberapa obat neoplastik seperti

metrotreksat diberikan melalui rute ini. Selain itu, kemungkinan terjadi spasme arteri

yang selanjutnya dapat diikuti oleh gangren merupakan bagian risiko dari

penyuntikan dengan cara ini.

e. Rute Intradermal

Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan

"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi

anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betulbetul

kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek

sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya


biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan

sensitivitas terhadap mikroorganisme. Injeksi intradermal diberikan ke dalam dermis,

tepat di bawah epidermis. Jalur intradermal memiliki waktu absorpsi terlama dari

semua pareteral. Untuk alasan inilah injeksi intradermal digunakan untuk tes

sensitivitas, seperti tes tuberkulin dan tes alergi, serta anestesi lokal. Keuntungan

jalur intradermal untuk tes – tes ini adalah reaksi tubuh terhadap substansi tersebut

mudah diamati, dan derajat reaksi dapat dibedakan melalui studi perbandingan.

Lokasi yang umum digunakan adalah permukaan dalam lengan bawah dan punggung

bagian atas, di bawah skapula. Peralatan yang digunakan untuk injeksi intradermal

adalah siring tuberkulin yang dikalibrasi dalam puluhan dan ratusan ml dan jarum

berukuran ¼ – ½ inci, 26 atau 27 gauge. Dosis yang diberikan secara intradermal

kecil, biasanya kurang dari 0,5 ml. Sudut pemberian injeksi intradermal adalah 10 –

15 derajat. Sejumlah zat bisa diinjeksikan dengan efektif ke dalam corium, yang

merupakan lapisan kulit yang lebih vaskular di bawah epidermis. Zat-zat ini meliputi

berbagai zat untuk penentuan diagnosis, desensitisasi, atau imunisasi. Tempat injeksi

intradermal yang biasa adalah permukaan anterior dari muka lengan. Biasanya

digunakan jarum suntik yang pendek (3/8 inci) dan sempit (ukuran 23-26 gauge).

Jarum tersebut disisipkan secara horizontal ke dalam kulit sengan serongan

menghadap ke atas. Injeksi tersebut dimulai pada saat serongan mulai tidak terlihat

menuju ke corium. Biasanya dengan cara ini hanya bisa diberikan volume ± 0,1 ml.

Keuntungan :

1) Suplai darah sedikit sehingga absorbsi lambat

2) Bisa mengetahui adanya alergi terhadap obat tertentu


3) Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian

obat.

Kerugian :

1) Apabila obat sudah disuntikkan, maka obat tersebut tidak dapat ditarik lagi ini

berarti pemusnahan untuk obat yang mempunyai efek yang tidak baik atau

toksik maupun kelebihan dosis karena karena ketidakhati-hatian akan sukar

dilakukan.

2) Tuntutan sterilitas sangat ketat

3) Memerlukan petugas terlatih yang berwenang untuk melakukan injeksi

4) Adanya resiko toksisitas jaringan dan akan terasa sakit saat penyuntikan.

Anda mungkin juga menyukai