Anda di halaman 1dari 11

Review Jurnal Interaksi Obat

DOSEN : Yetti Hariningsih, M. Farm., Apt

Nama Kelompok :
1 . Alfian Gilar Phyrankat (202005016)
2. Desy Ika Wulandari (202005017)
3. Putri Novitasari (202005022)
4. Septi Anggraeni (202005027)
5. Sintya Devi Luktovia (202005029)
6. Wiwin Ridhowati (202005032)

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN


PRODI DIII FARMASI
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-NyA
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR ISI

Halaman Depan……………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar……...………………………………………………………………………...2
Daftar Isi…….…………………………………………………………………………….......3
BAB I………………………………………………………………………………………....4
1.1 Pendahuluan……………………………………………………………………………....4
1.2 Tujuan Pembuatan Makalah………………………………………………………………4
BAB II………………………………………………………………………………………...5
2.1 Macam Interaksi Obat………………………..…………………………………………...5
2.2 Interaksi Berdasarkan Kinerja Obat……………………………………………………….6
BAB III………………………………………………………………………………………..9
3.1 Contoh resep 1…………………………………………………………………………….9
3.2 Contoh resep 2…………………………………………………………………………….9
3.3 Contoh resep 3…………………………………………………………………………….9
Kesimpulan…………………………………………………………………………………..10
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….11
BAB I

1.1 Pendahuluan
Interaksi obat adalah berubahnya efek obat ketika dikonsumsi dengan obat lain atau makanan
maupun minuman tertentu. Hal ini bisa mengurangi efektivitas obat atau menimbulkan efek
samping yang berlebih.Ketika membaca label kemasan obat, Anda mungkin menemukan
informasi mengenai interaksi obat. Hal tersebut bisa menyebabkan kerja obat menjadi kurang
efektif, meningkatnya reaksi kandungan obat, atau menimbulkan efek samping yang berlebih.
Bahkan pada kasus tertentu dapat mengancam jiwa. Efek interaksi obat berdasarkan jenisnya
Interaksi obat melibatkan kombinasi obat dengan zat lain yang mengubah efek obat. Berdasarkan
jenisnya, berikut berbagai efek interaksi obat yang mungkin terjadi.
Interaksi obat adalah pengaruh efek suatu obat akibat adanya obat lain yang diberikan secara
bersamaan atau terpisah obat berinteraksi sehingga efektivitas atau toksisitas obat berubah.
Risiko interaksi obat-obat meningkat dengan jumlah obat yang digunakan, ketika dua obat
digunakan bersama, efeknya dapat menjadi aditif hasilnya adalah apa yang diharapkan ketika
menambahkan bersama efek dari masing-masing obat yang diminum secara independen, sinergis
menggabungkan obat mengarah ke efek yang lebih besar dari yang diharapkan, atau antagonis
menggabungkan obat-obatan mengarah ke efek yang lebih kecil dari yang diharapkan. Kategori
interaksi obat dengan obat ada 3 yaitu, kategori major (efek fatal, dapat menyebabkan kematian),
kategori moderate (efek sedang, dapat menyebabkan kerusakan organ), kategori minor (dapat
diatasi dengan baik). Polifarmasi meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat. Pengobatan
polifarmasi dihubungkan dengan kejadian DDIs, Adverse Drug Reactions (ADRs), Medications
Error dan peningkatan risiko rawat inap di rumah sakit. Apoteker harus bertanggung jawab untuk
memonitoring interaksi obat dan menginformasikan kepada dokter dan pasien tentang masalah
yang mungkin terjadi terkait interaksi tersebut.

1.2 Tujuan Pembuatan Makalah


Mereview jurnal mengenai Interaksi obat
BAB II

2.1 Macam Interaksi obat :


1. Interaksi obat dengan obat
Interaksi ini terjadi ketika Anda mengonsumsi dua obat atau lebih secara bersamaan. Semakin
banyak obat yang Anda konsumsi, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula.
Interaksi obat dengan obat bisa menyebabkan berkurangnya efektivitas obat atau munculnya efek
samping yang tak terduga. Misal, mengonsumsi warfarin bersama dengan flukonazol dapat
menyebabkan peningkatan pendarahan yang berpotensi bahaya.

2. Interaksi obat dengan perawatan tanpa resep


Ini merupakan interaksi antara obat dan perawatan tanpa resep yang meliputi, obat-obatan bebas
resep, herbal, vitamin, atau suplemen. Interaksi obat dengan perawatan tanpa resep dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan obat dalam menyembuhkan penyakit. Contoh,
mengonsumsi diuretik (pembersih tubuh dari kelebihan air dan garam) dan ibuprofen malah
membuat tubuh menahan garam dan cairan tersebut.

3. Interaksi obat dengan makanan atau minuman


Interaksi ini terjadi ketika Anda mengonsumsi obat bersama dengan makanan atau minuman
tertentu sehingga mengubah efek obat tersebut. Misalnya, beberapa obat statin untuk kolesterol
tinggi dapat berinteraksi dengan jus grapefruit. Obat pun bisa bertahan di dalam tubuh sehingga
meningkatkan risiko kerusakan hati atau gagal ginjal. Contoh lainnya adalah mengonsumi
warfarin bersama atau dalam waktu yang berdekatan dengan sayuran hijau, seperti bayam atau
kangkung dapat menurunkan efektivitas obat tersebut. Begitu pula dengan suplemen zat besi dan
teh yang bisa menurunkan kemampuan tubuh menyerap zat besi.

4. Interaksi obat dengan alkohol


Ini merupakan interaksi antara obat-obatan tertentu dengan alkohol. Seringkali, hal ini bisa
menyebabkan kelelahan dan reaksi yang tertunda. Tak hanya itu, interaksi yang terjadi juga
dapat meningkatkan risiko timbulnya efek samping yang berbahaya. Oleh sebab itu, obat-obatan
tertentu, seperti obat flu, obat pereda nyeri, obat penurun panas, obat pencernaan, dan obat
radang sendi tak boleh diminum dengan alkohol.
5. Interaksi obat dengan penyakit
Interaksi ini terjadi ketika penggunaan obat mengubah atau memperburuk suatu penyakit. Selain
itu, beberapa kondisi medis juga dapat meningkatkan risiko efek samping dari obat tertentu.
Misalnya, beberapa obat dekongestan untuk batuk pilek dapat meningkatkan tekanan darah. Ini
berpotensi berbahaya bagi orang yang memiliki riwayat hipertensi. Contoh lain adalah
metformin (obat diabetes) dan penyakit ginjal. Obat tersebut dapat menumpuk di ginjal penderita
sehingga meningkatkan risiko efek samping yang parah.

2.2 Interaksi berdasarkan kinerja obat yaitu :


 Interaksi farmakodinamik
Ketika dua obat digunakan bersama, efeknya dapat menjadi aditif (hasilnya adalah apa yang
Anda harapkan ketika Anda menambahkan bersama efek dari masing-masing obat yang
diminum secara independen), sinergis (menggabungkan obat mengarah ke efek yang lebih besar
dari yang diharapkan), atau antagonis (menggabungkan obat-obatan mengarah ke efek yang lebih
kecil dari yang diharapkan). Kadang-kadang ada kebingungan tentang apakah obat bersifat
sinergis atau aditif, karena efek individu dari masing-masing obat dapat berbeda dari pasien ke
pasien.Interaksi sinergis mungkin bermanfaat bagi pasien, tetapi juga dapat meningkatkan risiko
overdosis.

Sinergi dan antagonisme dapat terjadi selama fase interaksi yang berbeda antara obat, dan
suatu organisme. Sebagai contoh, ketika sinergi terjadi pada tingkat reseptor seluler ini disebut
agonisme, dan zat yang terlibat disebut agonis. Di sisi lain, dalam kasus antagonisme, zat yang
terlibat dikenal sebagai agonis terbalik. Respon berbeda dari reseptor terhadap aksi obat telah
menghasilkan sejumlah klasifikasi, seperti "agonis parsial", "agonis kompetitif", dll. Konsep-
konsep ini memiliki aplikasi mendasar dalam farmakodinamik interaksi ini. Proliferasi
klasifikasi yang ada pada tingkat ini, bersama dengan fakta bahwa mekanisme reaksi yang tepat
untuk banyak obat tidak dipahami dengan baik berarti bahwa hampir tidak mungkin untuk
menawarkan klasifikasi yang jelas untuk konsep-konsep ini. Bahkan mungkin saja banyak
penulis akan menyalahgunakan klasifikasi yang diberikan.

Perubahan dalam respons organisme terhadap pemberian obat merupakan faktor penting
dalam interaksi farmakodinamik. Perubahan-perubahan ini sangat sulit untuk diklasifikasi
mengingat beragam jenis tindakan yang ada, dan fakta bahwa banyak obat dapat menyebabkan
efeknya melalui sejumlah mekanisme berbeda. Keragaman yang luas ini juga berarti bahwa,
dalam semua kasus kecuali kasus yang paling jelas, penting untuk diselidiki, dan memahami
mekanisme ini. Ada kecurigaan yang beralasan bahwa ada lebih banyak interaksi yang tidak
diketahui daripada yang diketahui. Efek dari penghambatan kompetitif agonis oleh peningkatan
konsentrasi antagonis. Potensi obat dapat dipengaruhi (kurva respons bergeser ke kanan) dengan
adanya interaksi antagonistik. PA2 dikenal sebagai representasi Schild, model matematika
agonis: hubungan antagonis atau sebaliknya. NB: sumbu x diberi label yang salah dan harus
mencerminkan konsentrasi agonis, bukan konsentrasi antagonis.
Interaksi farmakodinamik dapat terjadi pada:
Reseptor farmakologis. Interaksi reseptor adalah yang paling mudah didefinisikan, tetapi mereka
juga yang paling umum. Dari perspektif farmakodinamik, dua obat dapat dianggap sebagai:
Homodynamic, jika mereka bertindak pada reseptor yang sama. Mereka, pada gilirannya dapat:
1. Agonis murni, jika mereka berikatan dengan lokus utama reseptor, menyebabkan efek
yang mirip dengan obat utama.
2. Agonis parsial jika, pada pengikatan ke salah satu situs sekunder reseptor, mereka
memiliki efek yang sama dengan obat utama, tetapi dengan intensitas yang lebih rendah.
3. Antagonis, jika mereka berikatan langsung dengan lokus utama reseptor tetapi efeknya
berlawanan dengan obat utama. Ini termasuk:

Antagonis yang kompetitif, jika mereka bersaing dengan obat utama untuk mengikat dengan
reseptor. Jumlah antagonis atau obat utama yang berikatan dengan reseptor akan tergantung pada
konsentrasi masing-masing dalam plasma.
Antagonis yang tidak kompetitif, ketika antagonis mengikat reseptor secara ireversibel dan tidak
dilepaskan sampai reseptor jenuh. Pada prinsipnya jumlah antagonis dan agonis yang berikatan
dengan reseptor akan tergantung pada konsentrasinya. Namun, kehadiran antagonis akan
menyebabkan obat utama dilepaskan dari reseptor terlepas dari konsentrasi obat utama, oleh
karena itu semua reseptor pada akhirnya akan ditempati oleh antagonis.

Pesaing heterodinamik, jika mereka bertindak berdasarkan reseptor yang berbeda.


Mekanisme transduksi sinyal: ini adalah proses molekuler yang dimulai setelah interaksi obat
dengan reseptor. Sebagai contoh, diketahui bahwa hipoglikemia (glukosa darah rendah) dalam
suatu organisme menghasilkan pelepasan katekolamin, yang memicu mekanisme kompensasi
sehingga meningkatkan kadar glukosa darah. Pelepasan katekolamin juga memicu serangkaian
gejala, yang memungkinkan organisme untuk mengenali apa yang terjadi dan yang bertindak
sebagai stimulan untuk tindakan pencegahan (makan gula). Jika pasien menggunakan obat
seperti insulin, yang mengurangi glikemia, dan juga menggunakan obat lain seperti beta-blocker
tertentu untuk penyakit jantung, maka beta-blocker akan bertindak untuk memblokir reseptor
adrenalin. Ini akan memblokir reaksi yang dipicu oleh katekolamin jika episode hipoglikemik
terjadi. Oleh karena itu, tubuh tidak akan mengadopsi mekanisme korektif dan akan ada
peningkatan risiko reaksi serius yang dihasilkan dari konsumsi kedua obat pada saat yang sama.
Sistem fisiologis antagonis. Bayangkan obat A yang bekerja pada organ tertentu. Efek ini akan
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi zat fisiologis S dalam organisme. Sekarang
bayangkan obat B yang bekerja pada organ lain, yang meningkatkan jumlah zat S. Jika kedua
obat tersebut dikonsumsi secara bersamaan, ada kemungkinan bahwa obat A dapat menyebabkan
reaksi yang merugikan pada organisme karena efeknya akan secara tidak langsung meningkat
oleh aksi obat B. Contoh aktual dari interaksi ini ditemukan dalam penggunaan bersamaan
digoxin dan furosemide. Yang pertama bekerja pada serat jantung dan pengaruhnya meningkat
jika ada kadar kalium (K) yang rendah dalam plasma darah. Furosemide adalah diuretik yang
menurunkan ketegangan arteri tetapi lebih menyukai hilangnya K +. Ini dapat menyebabkan
hipokalemia (kadar kalium dalam darah yang rendah), yang dapat meningkatkan toksisitas
digoxin.

• Interaksi farmakokinetik
Modifikasi dalam efek obat disebabkan oleh perbedaan dalam penyerapan, transportasi,
distribusi, metabolisme atau ekskresi satu atau kedua obat dibandingkan dengan perilaku yang
diharapkan dari setiap obat ketika diambil secara individual. Perubahan-perubahan ini pada
dasarnya adalah modifikasi dalam konsentrasi obat. Dalam hal ini, dua obat dapat bersifat
homergik jika mereka memiliki efek yang sama pada organisme dan heterergik jika efeknya
berbeda.
BAB III

3.1 Contoh resep 1


Pasien mendapatkan obat codeine 3x10 mg (oral); ofloxacin 2x400mg (oral); Kalnex®️3x1
(oral); HP pro 3x1 (oral); Lipofood®️2x1 (oral); Primperan®️3x10 mg (oral); Curliv plus®️3x1
(oral)
Interaksi Obat :
Penilaian Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama antara metoclopramid
(Primperan®️) (oral) dan codein (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut,
yaitu berupa berkurangnya efek metoclopramid (Primperan®️).
Rekomendasi :
Mengatur waktu pemberian metoclopramid (Primperan®️) dan codein agar tidak bersamaan.
3.3 Contoh resep 2
Pasien mendapatkan obat Parasetamol 3x500 mg (oral); Primperan®️3x10 mg (oral); metformin
3x500 mg (oral); simvastatin 1x10 mg mlm (oral); Digoxin 1x0,25mg (oral)
Interaksi Obat :
Penilaian Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama metoclopramid
(Primperan®️) (oral) dan digoxin (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut,
yaitu metoclopramid dapat menurunkan kadar digoxin dalam plasma sehingga menurunkan efek
terapinya.
Rekomendasi :
Mengatur waktu pemberian metoclopramid (Primperan®️) dan digoxin agar tidak bersamaan.
3.3 Contoh resep 3
Pasien mendapatkan obat Domperidon 3x10 mg (oral); Curcuma®️3x200 mg (oral); cefadroxyl
2x500mg (oral); parasetamol 3x500 mg b/p (oral); Multivitaplex®️2x1 (oral)
Interaksi Obat :
Penilaian Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama domperidon (oral) dan
parasetamol (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa
meningkatnya absorpsi dari parasetamol.
Rekomendasi :
Mengatur waktu pemberian domperidon dan parasetamol agar tidak bersamaan.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi diatas terjadinya interaksi obat dikarenakan kuranganya pemahaman
tentang penggunaan obat. Oleh sebab itu diperlukan adanya data tambahan berupa konsultasi
dokter dan apoteker, yang dapat membantu untuk menarik kesimpulan tentang permasalahan
utama terjadinya interaksi obat ini. Dengan adanya konseling yang diberikan Apoteker kepada
pasien dan kerabat pasien. Dalam konseling ini, informasi yang diberikan meliputi nama obat
dan indikasi, cara pakai / aturan pakai, frekuensi, cara penyimpanan, efek samping yang
mungkin dapat timbul, serta hal-hal lain yang dirasa diperlukan. Selain itu permasalahan juga
muncul dari konseling tidak dilakukan kepada semua pasien. Hal ini kemungkinan dikarenakan
apoteker hanya dapat melayani konseling untuk pasien-pasien tertentu dan bila situasi dan
kondisinya memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, BritishNasional Formulary 48, BMJ Publishing Group, Great Britain
Anonim, 2007, MIMS Indonesia petunjuk konsultasi, PT info master, Indonesia
Anonim, 2008, Nausea and fomiting,
http://www.nlm.nih.gov/medlinepush/nauseandvomiting.html, diakses tanggal 6 desember 2008,
Basse, B and Myers, L, 1998 Medication Error. Definition and procedur, hill country Memorial
Health System Frederickbug. Texas.
Cipolle, RJ and strand LM, 2004, Pharmacexatical care practice the cinician’s Guide, second
edition,. McGraw-Hill, New York.
Cohen, M.R,. 1991, Cause of medication Error in cohen. M.R., (Ed), Medication Error,
American Pharmaceutical Asoociation, Washington, DC
Dipiro, CV,. Taylor, A.T., Nausea dan Vamitus, dalam Dipiro, J. T., Talbert, R. L, Yee, G, C.,
Matzke, G, R, Wells, B, G, Posey., L. M. (Eds), Pharmacatherapy A Pathophysiologic Approach,
665, McFraw-Hill, USA
Dwiprahasto, L, Kristin, E, 2008, Masalah dan pencegahan Medication Error, Bagian
Farmakologi dan Toksikologi/clinical Epidemiology & Biostatustic Unit, Fak. Kedokteran
UGM/RS. Dr. Sardjito Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai