Anda di halaman 1dari 9

Majalah Farmaseutik Vol. 16 No.

1: 34-42
ISSN-p : 1410-590x
ISSN-e : 2614-0063

Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan


Pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati

Evaluation of Medicine Management in Planning and Procurement Stage in


the Health Office of Pati District

Nur Aisah1*, Satibi2, Sri Suryawati3


1 Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
2 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
3 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Corresponding author: Nur Aisah: Email: aishnoer32@gmail.com


Submitted: 22-07-2019 Revised: 08-08-2019 Accepted: 30-08-2019

ABSTRAK
Pengelolaan obat yang efektif dan efisien adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan
dan keterjangkauan obat. Rendahnya tingkat ketersediaan obat di fasilitas kesehatan dipengaruhi
ketepatan perencanaan dan gangguan suplai obat pada proses pengadaan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi permasalahan terkait pada proses perencanaan dan pengadaan di Dinas
Kesehatan Kabupaten Pati. Penelitian ini menggunakan desain diskriptif kualitatif. Metode
pengambilan data dengan wawancara mendalam kepada 7 informan terpilih yang menguasai
perencanaan dan pengadaan obat. Transkrip wawancara di analisis dengan content analysis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses perencanaan dan pengadaan belum berjalan dengan baik.
Pada proses perencanaan, kepatuhan terhadap formularium nasional masih kurang, perubahan
prevalensi penyakit mempengaruhi ketepatan dalam perencanaan obat. Pada proses pengadaan,
terjadi keterlambatan pengiriman dan kekosongan obat oleh indutri farmasi. Faktor-faktor yang
menghambat perencanaan dan pengadaan: (1) kegagalan suplai obat; (2) Kurangnya tenaga
apoteker di Puskesmas dan staf yang mempunyai sertifikat pengadaan (3) Belum optimalnya sistem
informasi e-logistik.
Kata kunci: stock out; drug suply; staf bersertifikat; e-logistik

ABSTRACT
Effective and efficient drug management is to ensure the availability, equity and affordability
of drugs. The low level of drug availability in health facilities is influenced by the accuracy of planning
and disruption of drug supply in the procurement process. This study aims to identify problems to
the planning and procurement process at Pati District Health Office. This research applied qualitative
descriptive design. Methods of data collection included in-depth interviews with 7 selected
informants who carried out the planning and procurement of drugs. Transcription were produced
and analyzed by of means content analysis. The results indicated that the planning and procurement
process had not gone well. In the planning process, compliance with the national formulary was still
lacking, changes in disease prevalence affected the accuracy of drug planning. In the procurement
process, there was a delay in the delivery and vacancy of the pharmaceutical industry. Factors that
hinder planning and procurement included (1) failure of suply; (2) inadequate pharmacist and
certified procurement staff; (3) inoptimal e-logitics implementation.
Keywords: stock out; drug supply; certified staff; e-logistics

PENDAHULUAN harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat


Obat merupakan salah satu komponen dibutuhkan (Depkes RI, 2006).
yang tak tergantikan dalam pelayanan Dalam upaya pelayanan kesehatan,
kesehatan. Obat sebagai salah satu unsur ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap,
penting dalam upaya kesehatan, mulai dari jumlah yang cukup terjamin khasiatnya, aman,
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, efektif, dan bermutu, merupakan sasaran yang
diagnosis, pengobatan dan pemulihan sehingga harus dicapai. Untuk menjamin ketersediaan,

34 DOI: 10.22146/farmaseutik.v16i1.47972 | MF Vol 16 No 1, 2020


Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan Pengadaan

pemerataan dan keterjangkauan obat, perlu 4) Penyedia tidak memenuhi kesepakatan


manajemen pengelolaan obat yang efektif dan waktu pengiriman sesuai kontrak sehingga
efisien. Manajemen pengelolaan obat meliputi mengakibatkan kekosongan obat dalam
kegiatan seleksi, pengadaan, distribusi dan pelayanan; 5) Dalam beberapa waktu
penggunaan (MSH, 2012). penyedia/pemasok dalam pelaksanaan
Proses perencanaan dan pengadaan pekerjaan tidak mampu dalam menjamin mutu
sangat berpengaruh pada ketersediaan obat obat khususnya dalam penyediaan obat dengan
maupun segi ekonomi. Prinsip-prinsip dasar masa kadaluwarsa pendek.
perencanaan dan pengadaan yang efisien telah Adanya permasalahan terkait dengan
dikenal selama beberapa dekade, dan proses perencanaan dan pengadaan, diperlukan
menghasilkan hasil positif dalam pengelolaan penelitian lebih lanjut terkait hal tersebut di
obat. Kuantifikasi obat yang baik mampu Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Penelitian ini
meningkatkan ketersediaan obat yang lebih bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
baik di Belize, Bhutan dan Zimbabwe (MSH, pelaksanaan perencanaan dan pengadaan obat
2012). Pengadaan yang kompetitif dapat di Dinas Kesehatan dan menganalisis hambatan
menghemat biaya obat seperti yang terjadi di dalam proses perencanaan dan pengadaan obat.
Brazil, Karibia Barat, Mozambik dan Thailand
(MSH, 2012). METODOLOGI
Rendahnya tingkat ketersediaan obat Penelitian ini merupakan penelitian
yang masuk dalam kategori aman dikarenakan kualitatif dengan fokus penelitian perencanaan
perencanaan obat yang dilakukan belum tepat dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan
sasaran (Rahayu S.T, 2017). Belum efektif dalam Kabupaten Pati pada tahun 2017. Penelitian
proses penentuan beberapa jumlah atau volume dilaksanakan bulan 01 Nopember sampai 31
obat yang direncanakan dan yang diadakan di Desember 2018. Sumber data berasal data
Instalasi Farmasi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou primer dari hasil wawancara mendalam kepada
Manado menyebabkan kekurangan bahkan 7 informan terpilih.
kelebihan obat (Mumek et al., 2016). Dalam Informan yang dipilih berdasarkan
proses pengadaan, faktor suplayer ikut jabatan dan penguasaan masalah terkait dengan
berperan dalam menjamin obat tersedia dalam proses perencanaan obat dan pengadaan obat
jumlah yang cukup sesuai kebutuhan (Quick et dengan masa kerja lebih dari 3 tahun. Informan
al., 1997). Keterlambatan pengiriman dan meliputi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
kegagalan memenuhi pesanan, dapat Pati, Kepala Seksi Kefarmasian dan Alkes, Staf
meningkatkan kekosongan obat di fasilitas Seksi Kefarmasian dan Alkes, Staf Gudang
kesehatan dan berdampak pada terhentinya Farmasi dan Kepala Unit Layanan Pengadaan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat (ULP) Kabupaten Pati, Pejabat Pembuat
(Kanyoma and Khomba, 2013). Meningkatnya Komitmen (PPK)/Pejabat Pengadaan, Tim
jumlah kekurangan obat memiliki dampak Penerima Hasil Pekerjaan. Protokol penelitian
negatif pada perawatan pasien dan berimplikasi telah mendapatkan surat kelaikan etik dari
pada pembiayaan yang mahal (Caulder et al., komisi etik penelitian Universitas Gadjah Mada
2015). no KE/FK/1313/EC/2018 dan semua informan
Dalam pelaksanaan studi awal menandatangani informed-consent.
perencanaan dan pengadaan obat, Dinas Untuk menghindari pertanyaan agar
kesehatan Kabupaten Pati mengalami beberapa tidak keluar dari tujuan penelitian, digunakan
kendala dan permasalahan antara lain : 1) pedoman wawancara yang disusun berdasarkan
Proses identifikasi kebutuhan tidak valid dan pengembangan pada observasi awal penelitian.
akurat sehingga mengakibatkan kelebihan stok Teknik wawancara bersifat semi terstruktur.
obat, stok obat rusak/kadaluwarsa; 2) Durasi tatap muka 30 menit - 2 jam. Semua
Kegagalan dalam proses pelaksanaan pemilihan informasi yang disampaikan oleh informan di
penyedia /pemasok menyebabkan pemenuhan rekam menggunakan alat perekam / tape
ketersediaan obat mengalami keterlambatan; 3) recorder. Data yang telah terkumpul, diolah dan
Penyedia tidak mampu menyediakan obat dianalisis dengan metode pendekatan analisis
sesuai dengan pemesanan (tepat jumlah); isi (content analysis).

MF Vol 16 No 1, 2020 35
Nur Aisah , et al

Tabel I. Gambaran proses perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati
Tahapan Indikator Hasil
A. Perencanaan Usulan kebutuhan Bottom up dari Puskesmas dan pengelola
program.
Metode penghitungan kebutuhan Konsumsi dan Mordibitas
Pedoman Penyusunan Kebutuhan Fornas, Pedoman pengobatan Dasar,
Usulan Dokter Puskesmas
Tim Perencana Obat Terpadu TPOT dibentuk melalui SK Kepala Dinas.
B. Pengadaan Frekuensi Pengadaan Sekali setahun
Metode pengadaan E-Tendering, E-Purchasing dengan e-
catalogue, Pengadaan langsung
C. Manajemen Organisasi Bagian dari Seksi Kefarmasian dan Alkes
support di Dinas Kesehatan
Terdapat Tim Pengadaan melalui SK
Kepala Dinas Kesehatan, kepanitian ULP
Sumber daya Manusia Apoteker di Dinas Kesehatan 4 org
Apoteker di Puskesmas 1 orang
Staf Farmasi bersertifikat pengadaan 1
orang
Sumber Anggaran DAK, APBD II, Dana Kapitasi Puskesmas
Sitem Informasi E-logistik, LPSE
Sumber : Dinas Kesehatan, ULP, Gudang Farmasi, 2018.

HASIL DAN PEMBAHASAN disesuaikan dengan anggaran yang tersedia di


Berdasarkan hasil wawancara mendalam fasilitas kesehatan.
kepada informan terpilih diperoleh gambaran Dalam penyusunan kebutuhan obat,
hasil penelitian pada tabel I. Dinas Kesehatan berpedoman pada
Formularium Nasional (Fornas), Pedoman
Perencanaan Obat Pengobatan Puskesmas dan usulan dari dokter
Perencanaan kebutuhan obat di Dinas di Puskesmas. Belum dilaksanakannya
Kesehatan Kabupaten Pati berdasarkan penyusunan kebutuhan yang sesuai dengan
wawancara mendalam, di awali dengan Fornas menandakan seleksi dan perencanaan
penyusunan jenis dan jumlah obat oleh yang dilakukan belum optimal. Ketidak patuhan
Pengelola obat Puskesmas dan Pemangku terhadap Fornas, dikhawatirkan dapat
Program. Usulan dari Puskesmas kemudian dikhawatirkan dapat menyebabkan irrasional
disatukan oleh bidang kefarmasian di Dinas pengobatan dan pengelolaan obat tidak efektif
Kesehatan. Selanjutnya dilakukan analisa dan efisien. Dengan diterapkannya
terhadap kebutuhan obat di Puskesmas oleh Formularium Nasional sebagai pedoman
Tim Perencanan Obat Terpadu (TPOT). penyusunan obat merupakan upaya untuk
Dalam menetukan kebutuhan obat meningkatkan ketepatan, keamanan,
pelayanan kesehatan dasar, dilakukan kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat
pendekatan dengan metode konsumsi pada (Kemenkes RI, 2015).
tahun sebelumnya. Sementara itu untuk Untuk menentukan jenis dan jumlah yang
menentukan kebutuhan obat program, tepat, sesuai dengan pelayanan kesehatan,
dilakukan pendekatan dengan metode diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam
mordibitas. Hal tersebut sesuai dengan PMK No. hal perencanaan kebutuhan obat. Oleh karena
30 Tahun 2014 tentang standart pelayanan itu, perlu ditetapkan Tim Perencanaan Obat
kefarmasian puskesmas bahwa dasar-dasar Terpadu (TPOT) (Direktorat Bina Obat Publik
perencanaan yang telah ditentukan untuk dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Dari hasil
menyusun kebutuhan obat antara lain dengan wawancara, Informan menyatakan TPOT Dinas
metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi Kesehatan terdiri dari bagian yang membidangi
metode konsumsi dan epidemiologi yang farmasi dan unsur terkait yang meliputi Dokter

36 MF Vol 16 No 1, 2020
Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan Pengadaan

Puskesmas, Pemangku program kesehatan, dan untuk pengadaan obat secara terpadu, maka
bagian yang membidangi perencanaan dan diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat
keuangan di Dinas Kesehatan. TPOT ditetapkan jenis, jumlah dan waktu serta mutu yang
melalui SK Kepala Dinas Kesehatan. terjamin (Direktorat Bina Obat Publik dan
TPOT memiliki peran yang sangat krusial Perbekalan Kesehatan, 2010).
dalam dalam merumuskan rancangan Perubahan prevalensi penyakit di Dinas
kebutuhan obat pada proses perencanaan. Tim kesehatan Kabupaten Pati mempengaruhi
ini melakukan pengkajian terkait dengan rekap ketepatan dalam proses perencanaan. Hasil
usulan dari Puskesmas dan pemangku program wawancara ini selaras dengan penelitian
terkait tentang penggunaan obat di layanan sebelumnya, menyebutkan bahwa perencanaan
kesehatan, informasi perkembangan pola yang kurang tepat dikarenakan kurang
penyakit dan data sasaran program yang di memperhatikan stok dan memprediksi
rencanakan. Elaborasi dengan unsur pengguna perkembangan pola penyakit (Silvania et al.,
(dokter puskesmas dan pemangku program) 2012). Kondisi ini menyebabkan stok berlebih
dapat memberikan gambaran terkait dengan di Gudang Farmasi. Beberapa obat yang sudah
kebutuhan obat dalam pelayanan kesehatan dan direncanakan tidak dapat diserap secara
skala prioritas terkait dengan pola optimal. Kondisi ini cukup riskan karena adanya
perkembangan penyakit. Dalam merumuskan stok berlebih akan meningkatkan pemborosan
rancangan kebutuhan untuk pengadaan obat dan kemungkinan obat mengalami kadaluwarsa
yang akan datang, Tim TPOT akan atau rusak dalam penyimpanan (Satibi, 2015).
mempertimbangkan juga tingkat kecukupan Peran tim TPOT perlu ditingkatkan kembali,
masing-masing obat, buffer stok dan sisa stok di terutama berkaitan dengan proses elaborasi
Gudang Farmasi untuk memperkirakan estimasi dengan pengguna obat dan pemangku program
kebutuhan. Setelah itu dilakukan koordinasi di Puskesmas. Historical data tren pola penyakit
terkait dengan penyediaan anggaran dengan tiga tahun sebelumnya akan membantu dalam
unsur perencanaan dan keuangan Dinas penentuan prioritas kebutuhan yang lebih tepat
Kesehatan. Koordinasi ini diperlukan agar dengan mempertimbangkan pula informasi
pemanfaatan dana obat dapat lebih optimal terkait dengan kondisi dan pola penggunaan
dengan estimasi yang mendekati kebutuhan riil obat pada masing-masing wilayah.
di Puskesmas.
Adanya koordinasi dalam merencanakan Pengadaan Obat
obat menghindari tumpang tidih antara jumlah Pengadaan obat di Dinas Kesehatan
kebutuhan dan anggaran obat. Pembentukan Kabupaten Pati mengacu pada Perpres Nomor
tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu 54/2010 tentang pengadaan barang/jasa
kebutuhan dalam rangka meningkatkan pemerintah dan aturan turunannya. Frekuensi
efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pengadaan obat dilakukan satu kali setahun.
melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi Pengadaan obat dilaksanaan dengan metode e-
antar instansi yang terkait dengan perencanaan purchasing dengan e-catalogue , e-tendering dan
obat di setiap kabupaten/kota(Direktorat Bina pengadaan langsung.
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Dinas Kesehatan menggunakan metode
Rumbay (2015) menyatakan bahwa pengadaan e-purchasing dengan e-catalogue
perencanaan kebutuhan obat yang baik dan sebagai prioritas utama untuk menyediakan
tepat akan tercapai jika ada koordinasi dan kebutuhan obat, sejak PMK No 63/2014 tentang
monitoring yang baik. Elaborasi dengan pengadaan obat dengan e-catalogue wajib
pengguna obat juga merupakan titik yang sangat diterapkan di fasilitas kesehatan. Hal tersebut
krusial untuk memperoleh data obat yang sesuai kutipan wawancara sebagai berikut:
mendekati ketepatan. Untuk memperoleh data “….Karena e-catalogue wajib
kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, diimplementasikan di fasilitas kesehatan
dalam menghitung kebutuhan obat yang akan pemerintah, Kepala Dinas memberi instruksi,
datang perlu mempertimbangkan faktor antara mengutamakan e-catalogue dalam pembelian
lain pemakaian obat, pola penyakit, lead time, obat. Apabila e-catalogue tidak mampu
buffer stock dan sisa stok (Direktorat Bina Obat memenuhi, kemudian digunakan metode
Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). pengadaan lain seperti lelang dan pengadaan
Dengan koordinasi dan proses perencanaan langsung….” (Informan 3).

MF Vol 16 No 1, 2020 37
Nur Aisah , et al

“…Pengadaan obat dilakukan dengan “….E-catalogue penayangan pada


beberapa cara yaitu e-catalogue, lelang pertengahan tahun, beberapa obat terlambat
elektronik dan pengadaan langsung. Kita akan dikirim sampai akhir tahun, kadang-kadang
lebih dahulu mengadakan lewat e-catalogue obat sudah dipesan tapi penyedia tidak
karena wajib, ketika e-catalogue belum ada atau memenuhi…”(Informan 7).
belum ditayangkan, maka pengadaan dilakukan Penelitian di Jawa Tengah oleh Kusmini et
dengan lelang elektronik dan pengadaan al., (2016) ditemukan adanya hambatan dalam
langsung…” (Informan 4). sistem suplai obat pada Industri Farmasi
Berdasarkan hasil wawancara penyedia e-catalogue obat, dan (Dwiaji et al.,
mendalam, informan juga menyatakan 2016) menyatakan ketidaksiapan pemenang
beberapa alasan lain terkait pemanfaatan e- lelang menyebabkan obat terlambat terkirim
catalogue. Prosedur e-catalogue dinilai lebih atau tidak terkirim sesuai komitmen yang
aman baik dari faktor harga maupun proses disepakati. Ketidaksesuaian pengadaan obat
penentuan pemasok. Harga e-catalogue obat tidak selalu dipengaruhi oleh keterbatasan
dinilai lebih ekonomis dibandingkan dengan dana, tetapi karena pengadaan obat yang
pengadaan yang lain, sehingga menghasilkan dilakukan sekali dalam setahun belum dapat
biaya pengadaan yang lebih efisien. Terkait menghindari kekosongan obat, adanya
penentuan pemasok, proses pemilihan sudah keterlambatan dalam pengiriman dan obat yang
dilakukan oleh LKPP secara nasional. tidak terpenuhi oleh pemenang lelang meskipun
Selanjutnya panitia pengadaan dapat dana yang tersedia mencukupi (Pratiwi et al,
melakukan pembelian secara langsung melalui 2011).
portal pengadaan e-catalogue sehingga Dalam PMK No 63/2014, prosedur e-
membuat proses pemesanan lebih efisien di catalogue diharapkan mampu menjamin
bandingkan dengan metode yang lain. ketersediaan dan pemerataan obat yang aman,
Di lain hal, metode pengadaan dengan e- bermutu, dan berkhasiat di fasilitas kesehatan
tendering harus melewati beberapa tahapan secara transparan, efektif, efisien, dan dapat
yaitu pengumuman, pendaftaran, penjelasan dipertanggungjawabkan (Kemenkes RI, 2014).
Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS), Berbasis teknologi informasi, sistem e-catalogue
pemasukan dan evaluasi penawaran, diharapkan mampu memberikan kenyamanan,
pengumuman pemenang dan penandatanganan efisiensi, harga yang wajar, dan informasi obat
kontrak. Tahapan tersebut dilewati sesuai baru dan menempatkan pembeli pada efisiensi
dengan ketentuan jangka waktu yang di tertinggi (Ketikidis et al., 2010). Diperlukan
tetapkan oleh panitia ULP, sehingga waktu upaya agar kejadian kekosongan obat dapat
pengadaan menjadi kurang efisien. dimimimalisir. Pengadaan obat dengan metode
Pengadaan obat di Dinas Kesehatan lain dapat menjadi solusi agar ketersediaan obat
Kabupaten Pati mengalami beberapa hambatan di fasilitas kesehatan tidak kosong.
yang menyebabkan terganggunya siklus
pengadaan obat, hal tersebut sesuai hasil Manajemen Pendukung (Manajemen
wawancara sebagai berikut: Support) Organisasi
“….e-catalogue tayangnya tidak tepat Pengelolaan obat disetiap organisasi
waktu di awal tahun sehingga pemesanan obat menggunakan bentuk yang berbeda-beda. Ada
terlambat. Ketersediaan obat di penyedia juga 2 bentuk organisasi yang digunakan di tingkat
banyak kosong dan penyedia mengirim pada Dinas Kesehatan, yaitu Instalasi Farmasi sebagai
akhir tahun, sehingga cukup mempengaruhi unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dan
ketersediaan untuk layanan kesehatan…” menjadi bagian dari salah satu seksi di struktur
(Informan 1). Dinas Kesehatan yang mengelola logistik
“….Terdapat limitasi pemesanan pada E- (Sanjaya and Hidayat, 2016).
catalogue, terdapat permasalahan dalam Perencanaan dan pengadaan obat di
pengiriman karena kekosongan obat. Dinas Kesehatan menjadi bagian dari Seksi
…..(Informasi 2). Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam struktur
“…. Distribusi obat dengan e-catalogue organisasi Dinas Kesehatan, dan pembagian
sebagian sampai akhir tahun anggaran dan tugas dan fungsi pokok, wewenang dan
beberapa penyedia tidak mengirim obat sesuai tanggung jawab untuk semua personil memiliki
dengan kontrak…” (Informan 3). standar operasional prosedur. Seksi

38 MF Vol 16 No 1, 2020
Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan Pengadaan

Kefarmasian dan Alkes juga menyelenggarakan Sistem Informasi Obat


koordinasi berjenjang dengan instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Pati sudah
kesehatan propinsi maupun tingkat pusat menggunakan sistem informasi dalam
dalam melakukan perencanaan dan pengadaan pengelolaan data dan pelaporan obat, yaitu
obat. E-logistik. Sistem informasi saat ini belum
Proses pengadaan obat dilaksanakan berjalan optimal. Tidak semua obat terakomodir
oleh Pejabat pembuat komitmen (PPK), pejabat dalam sistem informasi pengelolaan e-logistik.
pengadaan dan panitia penerima pekerjaan. Tim Keterbatasan dalam melakukan pengkodingan
ini ditunjuk langsung dan ditetapkan dengan obat menjadikan kesulitan bagi petugas gudang
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan. obat untuk melakukan pengentrian data obat.
Dalam hal proses e-tendering dilaksanakan oleh Adanya kendala dalam penggunaan e-logistik
panitia pengadaan ULP. Hal ini sesuai dengan menyebabkan Dinas Kesehatan dan
Perpres No. 54/2010 tentang pengadaan barang Instalasi Farmasi masih menggunakan sistem
dan jasa yang yang menyatakan organisasi pelaporan dengan komputerisasi yang
pengadaan barang/jasa terdiri atas PA, PPK, dikerjakan secara manual (non – aplikasi/exel
Pejabat pengadaan, ULP dan panitia penerima sederhana).
pekerjaan. Belum maksimalnya penggunaan sistem
e-logistik, tidak sejalan dengan sistem informasi
Anggaran dalam proses pengadaan. Dalam melakukan
Untuk memenuhi kebutuhan obat di proses pengadaan, Aplikasi sistem LPSE
Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, sumber menjadi sistem informasi yang cukup efektif,
anggaran berasal dari Dana Alokasi Khusus efisien, transparan dan kompatibel untuk
(DAK), APBD I dan Dana Kapitasi. Berdasarkan digunakan.
wawancara, informan menyatakan sebagai Diperlukan evaluasi kembali terkait
berikut : dengan implementasi e-logistik obat yang belum
“…. Sumber anggaran bisa DAK, APBD 2 optimal. Belum optimalnya e-logistik obat,
dan dana kapitasi, tetapi sebagian besar sumber menyebabkan proses perencanaan dan
anggaran Dinas Kesehatan berasal dari dana pengendalian persediaan tidak terfasilitasi
DAK….” (Informan 1). dengan baik (Suryagama, 2019). Penataan
“……Sumber anggaran berasal dari DAK, administrasi informasi obat sangat penting
tetapi apabila di gudang farmasi tidak ada dan terutama dengan menggunakan komputerisasi
pengadaan obat di Dinas Kesehatan belum sehingga data yang diperoleh cepat untuk
terkirim maka kita persilahkan kepada dipergunakan dalam perencanaan tahun
puskesmas untuk melakukan pembelian melalui berikutnya (Nesi and Kristin, 2018). Menurut
dana kapitasi puskesmas. Dana APBD Oetomo (2002) dalam pengembangan sistem
diperuntukkan untuk pembelian reagen dan informasi perlu diperhatikan efisiensi dan
buffer dari propinsi biasanya untuk obat keefektifan, prosedur pemasukan data sesingkat
program dan sebagian obat kecil untuk mungkin dan sistem harus dapat
pelayanan kesehatan dasar ….” (Informan 3). mengoptimalkan sumber daya manusia.
Dinas Kesehatan berupaya untuk
meningkatkan penyediaan anggaran pengadaan Sumber Daya Manusia
obat agar kebutuhan obat dapat terpenuhi. Total Berdasarkan wawancara, Informan
dana yang dialokasikan untuk pengadaan obat menyampaikan informasi terkait jumlah SDM
mengalami kenaikan setiap tahun. Kenaikan sebagai berikut:
anggaran dipengaruhi oleh peningkatan “…Jumlah SDM Apoteker di Dinas
konsumsi kebutuhan karena meningkatnya pola Kesehatan berjumlah 4 orang dan tenaga teknis
kunjungan berobat di puskesmas. Ketersediaan kefarmasian berjumlah 2 orang, namun di
obat dapat dipengaruhi oleh ketersediaan Puskesmas SDM Apoteker berjumlah 1 orang
anggaran (Tumwine et al., 2011). Tercukupinya dan masih terdapat tenaga non farmasi yang
dana pengelolaan obat membuktikan bahwa menangani pengelolaan obat….” (Informan 1).
pemerintah berkomitmen untuk menjamin “…Jumlah SDM Apoteker yang
ketersediaan obat dalam pelayanan kesehatan mempunyai kompetensi pengadaan obat di
(Lubis, 2015). Dinas Kesehatan masih terbatas, 1 orang dan

MF Vol 16 No 1, 2020 39
Nur Aisah , et al

Tabel II. Identifikasi masalah atau hambatan-hambatan dan solusi dalam proses perencanaan
dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati
Tahapan Masalah Solusi
D. Seleksi A.1 Masih terdapat obat yang tidak A.1.1. Diperlukan kebijakan Kepala Dinas
sesuai dengan Fornas untuk menggunakan Fornas sebagai
dasar seleksi obat
A.1.2 Peningkatan fungsi TPOT dalam
pemilihan obat yang memenuhi standar
efficacy dan safety sebagai kriteria dalam
seleksi obat
E. Perencanaan B.1 Prevalensi penyakit selalu B.1.1 Menggunakan 10 penyakit teratas
berubah dalam proses seleksi dan perencanaan
dengan historical data 3 tahun
sebelumnya.
F. Pengadaan C.1. Penayangan e-catalogue obat di C.1.1 Menggunakan metode pengadaan
pertengahan tahun lain sesuai peraturan yang berlaku untuk
obat sangat dibutuhkan pada waktu
tersebut
C.2. Beberapa penyedia e-catalogue C.2.1. Menggunakan metode pengadaan
mengirim obat terlambat lain sesuai peraturan yang berlaku untuk
obat sangat dibutuhkan pada waktu
tersebut C.2.2. Peningkatan fungsi panitia
pengadaan dalam memonitoring pesanan
obat kepada penyedia
C.3.1 Menggunakan metode pengadaan
C.3. Penyedia e-catalogue tidak lain sesuai peraturan yang berlaku
memenuhi obat C.3.2. Melaporkan wanprestasi penyedia
sesuai kepada LKPP
C.3.3. Evaluasi pemilihan pemasok
(LKPP)
C.4.1 Konsilidasi pengadaan dengan
instansi lain.
C.4. Limitasi jumlah pemesanan C.4.2. Menggunakan metode pengadaan
obat e-catalogue. lain sesuai peraturan yang berlaku
G. Manajemen D.1. SDM khususnya Apoteker di D.1.1. Pengadaan tenaga Apoteker oleh
support Puskesmas terbatas pemerintah
D.2. SDM yang bersertifikat D.2.1. Mengikuti pelatihan setifikasi
pengadaan di Dinas Kesehatan dan pengadaan barang dan jasa
Puskesmas terbatas.
D.3. Sistem informasi obat belum D.3.1. Perlu dilakukan pembaharuan
optimal, sebagian perekapan dan sistem informasi e-logistik (Kementerian
pelaporan masih dilakukan secara Kesehatan RI).
manual
D.4. Petugas kesulitan dalam D.4.1. Mengikuti pelatihan penggunaan
mengklasifikasikan pengkodingan sistem informasi e-logistik
item obat pada e-logistik.
Sumber : Dinas Kesehatan, ULP, Gudang Farmasi, 2018.

dalam proses pelelangan dilaksanakan oleh tim organisasi. Menurut penelitian Lubis (2015)
ULP….” (Informan 3). bahwa kurangnya jumlah SDM, dapat
Adanya keterbatasan Sumber daya mengakibatkan beban kerja yang terlalu tinggi
manusia dikhawatirkan akan mempengaruhi sehingga menyebabkan pengelolaan obat tidak
kelancaran suatu kegiatan dalam sebuah efektif.

40 MF Vol 16 No 1, 2020
Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan Pengadaan

Keterbatasan SDM yang sesuai kegagalan suplai obat, keterbatasan apoteker


kompetensi juga menjadi hambatan dalam dan staf yang memiliki serifikat pengadaan,
proses perencanaan dan pengadaan obat. belum optimalnya sistem informasi e-logistik.
Informan menyampaikan informasi sebagai
berikut: UCAPAN TERIMA KASIH
“…Kita membutuhkan SDM sesuai Ucapan terima kasih kepada PPSDM
kompetensi tetapi pada kenyataannya karena penelitian ini sebagian di danai dari
jumlahnya masih terbatas. Bidan, perawat dan alokasi beasiswa PPSDM Kesehatan Tahun 2017
dokter melakukan perencanaan dan pengadaan
obat. Saya yakin perencanaan dan pengadaan DAFTAR PUSTAKA
obat ini akan berjalan dengan baik pula apabila Caulder, C.R., Mehta, B., Bookstaver, P.B., Sims,
SDM ini terpenuhi……” (Informan 1). L.D., Stevenson, B., The South Carolina
“Terdapat juga kendala lain terkait Society Of Health-System Pharmacists,
dengan SDM baik itu apoteker maupun tim 2015. Impact of Drug Shortages on Health
pengadaan yang profesional di bidang System Pharmacies in the Southeastern
pengadaan. Kita idealnya memang masih United States. Hosp. Pharm. 50,
membutuhkan beberapa tenaga yang 279–286.
profesional terkait pengadaan….” (Informan 3). Depkes RI, 2006. Pedoman Supervisi dan
Kompetensi SDM merupakan kunci Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan
keberhasilan dalam organisasi (Satibi, 2015) Kesehatan, 2nd ed. Direktorat yanfar dan
2015). Penelitian Mala (2010) menyebutkan Alkes, Jakarta.
bahwa hasil yang didapat dari pelatihan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
menjadikan kayawan lebih produktif dan Kesehatan, 2010. Materi Pelatihan
pengujian menjadi lebih baik sehingga tercapai Manajemen Kefarmasian di Instalasi
efektivitas dan efisiensi dari pengujian. Farmasi Kabupaten/Kota. Kementrian
Penambahan SDM juga sangat diperlukan agar Kesehatan RI, Jakarta.
organisasi dapat berjalan dengan lancar Dito Suryagama, 2019. Analisis Pengaruh Sistem
(Rahayu S.T, 2017). Informasi Manjemen Logistik Obat dan
Perilaku Kerja Terhadap Kegiatan
Identifikasi Masalah dan Solusi Pengelolaan Obat dan Kinerja Organisasi.
Hasil wawancara mendalam ditemukan Thesis. Universitas Gadjah Mada,
beberapa masalah dalam perencanaan dan Yogyakarta.
pengadaan obat sehingga perlu dilakukan Dwiaji, A., Sarnianto, P., Hasbullah, T., 2016.
perbaikan. Hasil identifikasi masalah atau Evaluasi Pengadaan Obat Publik Pada
hambatan-hambatan dan solusi dalam proses JKN Berdasarkan Data E-Catalogue
perencanaan dan pengadaan obat Di Dinas Tahun 2014-2015. J. Ekon. Kesehat.
Kesehatan Kabupaten Pati pada Tabel II. Indones. Vol 1, No 1 (2016).
Indriawan, I., Wahyudi, W.T., dan
KESIMPULAN Rahayuningsih, A., 2014. Analisis
Perencanaan obat dengan metode Pengelolaan Obat di Puskesmas Gaya
konsumsi dan mordibitas, terdapat TPOT untuk Baru V Kecamatan Bandar Surabaya
mengalisa kebutuhan obat, tetapi proses Kabupaten Lampung Tengah. Journal
perencanaan belum berjalan dengan optimal; 2) kesehatan Holistik, 8: 6.
Pengadaan dilakukan sekali setahun dengan Kanyoma, K.E., Khomba, J.K., 2013. The Impact
metode e-purchasing dengan e-catalogue, e- of Procurement Operations on
tendering dan pengadaan langsung oleh tim Healthcare Delivery: A Case Study of
pengadaan; 3) Manajemen support meliputi Malawi’s Public Healthcare Delivery
struktur organisasi merupakan bagian dari System 11. Glob J Mangement Bus Res.
seksi kefarmasian dan alkes, jumlah SDM 2013;13(January 2013):3.
Apoteker di Puskesmas dan bersertifikat Kemenkes RI, 2014. Peraturan Menteri
pengadaan terbatas, Pendanaan obat meningkat Kesehatan Republik Indonesia Nomor 63
setiap tahun, Sistem informasi belum berjalan Tahun 2014 Tentang Pengadaan Obat
optimal; 4) Faktor-faktor yang menghambat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-
perencanaan dan pengadaan obat adalah Catalogue).

MF Vol 16 No 1, 2020 41
Nur Aisah , et al

Kemenkes RI, 2014.Surat Keputusan Menteri Pratiwi, F., Dwiprahasto, I., Budiarti, E., 2011.
Kesehatan RI No Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan
HK.02.02/Menkes/524/2015 tentang Obat di Instalasi Farmasi Dinas
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Kesehatan Kota Semarang. J. Manaj. Dan
Formularium Nasional. Pelayanan Farm. Vol. 1 No. 4
Ketikidis, P.H., Kontogeorgis, A., Stalidis, G., Quick, J.D., Health (Firm), M.S. for, Drugs, A.P. on
Kaggelides, K., 2010. Applying E- E., Organization), V. (World H., 1997.
Procurement System in The Healthcare: Managing Drug Supply: The Selection,
The EPOS Paradigm. Int. J. Syst. Sci. 41, Procurement, Distribution, and Use of
281–299. Pharmaceuticals, Books on International
Kusmini, K., Satibi, S., Suryawati, S., 2016. Development. Kumarian Press.
Evaluasi Pelaksanaan E-Purchasing Rahayu S.T, 2017. Evaluasi Perencanaan dan
OBAT pada Dinas Kesehatan Ketersediaan Obat di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun Dinas Kesehatan Kabupaten Murung
2015. J. Manaj. Dan Pelayanan Farm.. 6, Raya Provinsi Kalimantan Tengah Tahun
277. 2013-2015. Thesis. Universitas Gadjah
Lubis, D.M., 2015. 'Evaluasi Pengelolaan Obat Mada, Yogyakarta.
Antituberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Rumbay, I.N., Kandou, G.D., dan Soleman, T.,
Surakarta', Tesis, Universitas Gadjah 2015. Analysis of Drugs Planning in
Mada, Yogyakarta. Health Office Southeast Minahasa
Mala, C.D.F.U., 2010. 'Analisis Tingkat Ragency. JIKMU., 5: 10.
Kepentingan dan Kinerja Karyawan Sanjaya, G.Y., Hidayat, A.W., 2016. Pemantauan
Bidang Pengujian Balai Besar Pengawas Obat Dan Perbekalan Kesehatan Di
Obat dan Makanan di Manado', . Indonesia: Tantangan Dan
Univarsitas Gadjah Mada, Tesis, Pengembangannya. Jurnal Manajemen
Yogyakarta. Pelayanan Farmasi 6: 10.
MSH, 2012. MDS-3: Managing Access to Satibi, 2015. Manajemen Obat di Rumah Sakit,
Medicines and Health Technologies. 4th ed. Gadjah Mada University Press,
Kumarian Press. Yogyakarta.
Mumek, V.M., Citraningtyas, G., Yamlean, P.V.Y., Swastha, B. dan Sukotjo, I., 2007. Pengantar
2016. Evaluasi Perencanaan Dan Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi
Pengadaan Obat Di Instalasi Farmasi Perusahaan Modern), ketiga. ed. Liberty
Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Yogyakarta, Yogyakarta
Berdasarkan Analisis ABC-VEN. Silvania A., Hakim L., Satibi. Evaluasi Kesesuaian
Pharmacon Jurnal Farm. 5 (3) Antara Perencanaan dan Realisasi
Nesi, G., Kristin, E., 2018. Evaluasi Perencanaan Penerimaan Obat di Puskesmas Rawat
Dan Pengadaan Obat Di Instalasi Farmasi Inap Se-Kabupaten Sleman Tahun 2008-
Rsud Kefamenanu Kabupaten Timor 2010. J. Manaj. Dan Pelayanan Farm.
Tengah Utara. JKKI. 7(4) 2012;2(2):90-94.
Oetomo, Budi Sutedjo Dharma. 2002. Tumwine, Y., Kutyabami, P., Odoi, R.A., Kalyango,
Perencanaan dan Pengembangan Sistem. J.N., 2011. Availability and Expiry of
Informasi. Edisi I. ANDI Yogyakarta.. Essential Medicines and Supplies During
Presiden RI, 2010. Peraturan Presiden Nomer the ‘Pull’ and ‘Push’ Drug Acquisition
54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Systems in a Rural Ugandan Hospital.
Barang/Jasa Pemerintah. Trop. J. Pharm. Res. 9.
.

42 MF Vol 16 No 1, 2020

Anda mungkin juga menyukai