Anda di halaman 1dari 12

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN BORDA DALAM

PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI UPT PUSKESMAS BALAI MAKAM


TAHUN 2021

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) AND BORDA METHODS IN PLANNING


AND PROCUREMENT OF DRUGS AT BALAI MAKAM CENTER HEALTH.

Lely Ira Pratiwi1, Budi Hartono2, Zainal Abidin3, Jasrida Yunita4, Mishbahuddin5
1
Graduate Program of Magister Kesehatan Masyarakat, STIKes Hangtuah Pekanbaru
2
Dept. Magister Kesehatan Masyarakat, STIKes Hangtuah Pekanbaru
3
Dept. Magister Kesehatan Masyarakat, STIKes Hangtuah Pekanbaru
4
Dept. Magister Kesehatan Masyarakat, STIKes Hangtuah Pekanbaru
5
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan, Provinsi Riau
Korespondensi : tiwi310885@gmail.com

ABSTRAK : Tingkat ketersediaan obat di fasilitas kesehatan yang masih rendah dipengaruhi
oleh perencanaan dan pengadaan yang tidak tepat. Permasalahan dalam perencanaan dan
pengadaan obat di Puskesmas yang kompleks dan multikriteria diperlukan metode pengambilan
keputusan yang tepat, efektif dan efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
prioritas kriteria masalah dan menentukan alternatif penyelesaian masalah menggunakan metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Borda. Penelitian menggunakan jenis rancangan
penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2021. Metode
pengambilan data dengan melakukan wawancara mendalam kepada 8 (delapan) orang informan
terpilih yang dinilai sebagai ahli (expert) serta lebih berpengalaman dalam perencanaan dan
pengadaan obat di lapangan. Analisis data pada penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan, dengan pengolahan data menggunakan metode AHP dan Borda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi dalam keberhasilan
kegiatan perencanaan dan pengadaan di Puskesmas Sumber Daya Manusia (SDM) dan alternatif
penyelesaian masalah adalah evaluasi kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) secara berkala.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dan Borda dapat dijadikan alat bantu pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah
dalam perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas secara riil, efektif dan efisien, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
Kata kunci : Analytical Hierarchy Process (AHP); Borda; Perencanaan dan Pengadaan Obat
ABSTRACT : The level of availability of drugs in health facilities is still low due to improper planning
and procurement. Problems in planning and procuring drugs in health centers that are complex and
multi-criteria require appropriate, effective and efficient decision-making methods. The purpose of this
research is to determine the priority of problem criteria and determine alternatif problem solving using
Analytical Hierarchy Process (AHP) and Borda methods. The research used a descriptive research
design. The research was conducted from August to October 2021. The method of collecting data was by
conducting in-depth interviews with 8 (eight) selected informants who were assessed as expertsandhad
more experience in planning and procurement of drugs in the field. Data analysis in this study includes
data reduction, data presentation and conclusion drawing, with data processing using the AHP and
Borda methods. The results of the study indicate that the main faktor influencing the success of planning
and procurement activities at the Human Resources Health Center (SDM) and alternatif problem solving
is the periodic evaluation of the performance of Human Resources (HR). Based on the results of the
study, it can be concluded that the Analytical Hierarchy Process (AHP) and Borda methods can be used
as decision-making aids for solving problems in planning and procurement of drugs at the Puskesmas in
a real, effective and efficient manner, so that it is expected to improve the quality of pharmaceutical
services.

Keywords: Analytical Hierarchy Process (AHP); Borda; Drug Planning and Procurement

A. PENDAHULUAN
Berdasarkan profil kesehatan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2019, dari 12
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau kabupaten Bengkalis merupakan Kabupaten/Kota yang masih terdapat
puskesmas memiliki obat dan vaksin essensial kurang dari 80 %, hal ini menjelaskan bahwa masih
terdapat kekosongan obat dan vaksin essensial karena ada beberapa item obat yang tidak tersedia di
Puskesmas, hal ini disebabkan pengelolaan obat di tingkat puskesmas belum optimal disebabkan beberapa
faktor input : SDM, SOP, Sarana dan prasarana dalam proses pengelolaan meliputi : perencanaan,
permintaan obat, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan
serta pemantauan dan evaluasi sesuai dengan Permenkes Nomor 74 tahun 2016 yang telah direvisi dengan
Permenkes Nomor 26 tahun 2020 tentang standar pelayanan kefarmasian di puskesmas untuk
menghasilkan output yaitu ketersediaan obat yang efektif dan efisien sehingga outcome berupa
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dapat tercapai. Permasalahan terkait pengelolaan
obat akan terjadi apabila salah satu tahapan tidak berjalan dengan benar. Hal ini bisa diakibatkan baik
karena kesalahan yang dilakukan pada satu atau lebih fungsi pengelolaan, atau karena tidak adanya
koordinasi antara pihak yang terlibat dalam setiap tahapan, mengingat banyaknya stake holder yang
berperan mulai dari seleksi obat sampai obat tersebut digunakan oleh pasien. Masalah yang disebabkan
bisa berdampak terhadap penurunan kualitas obat, kekurangan obat, atau masalah yang berhubungan
dengan inefisiensi berupa meningkatnya biaya, obat rusak, obat kadaluarsa dan overstock obat.
Beberapa penelitian terkait pengelolaan obat pada tahap perencanaan dan pengelolaan obat telah
dilakukan dalam waktu dekade terakhir, hampir seluruhnya menunjukkan bahwa ada permasalahan pada
ketersediaan obat. ketersediaan obat di fasilitas kesehatan masih rendah dipengaruhi oleh faktor
perencanaan dan pengadaan obat yang kurang tepat. Hasil penelitian oleh Digdo Suryatama, dkk yang
berjudul analisis perencanaan dan pengadaan obat di Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur dapat
disimpulkan bahwa ketersediaan obat di provinsi Jawa Timur dipengaruhi oleh sistem perencanaan,
sistem pengadaan, ketersediaan obat ditingkat penyelia (Supplier), ketersediaan sistem informasi dan
kebijakan daerah masing-masing. Berdasarkan hasil penelitian dari Clara Rosalia dkk, 2019 menunjukkan
bahwa Metode untuk perencanaan dan pengadaan obat yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota
Manado dan Puskesmas Sario berbeda, perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas Sario menggunakan
metode Konsumsi, sedangkan metode perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kota Manado
berbeda-beda sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya masing-masing. Demikian halnya hasil
penelitian dari Yusi Anggraini, dkk menunjukkan bahwa rata-rata kesesuaian jenis obat di RKO dengan
pengadaan obat sebesar 85,90%, kesesuaian jumlah obat di RKO dengan pengadaan sebesar 70,55%,
kesesuaian antara pengadaan obat dengan Fornas sebesar 77,01%. Kesesuaian dana obat yang terdapat
dalam RKO dengan pengadaan obat sebesar 95,77%, alokasi dana pengadaan yang terserap sebesar
93,86%, alokasi dana obat sebesar 20,35% dari total dana pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Pengadaan
obat berdasarkan e-catalogue sistem sebesar 32,44%. Berdasarkan penelitian dari Nuraisah, dkk
menunjukkan hasil bahwa proses perencanaan dan pengadaan belum berjalan dengan baik. Pada proses
perencanaan, kepatuhan terhadap formularium nasional masih kurang, perubahan prevalensi penyakit
mempengaruhi ketepatan dalam perencanaan obat. Pada proses pengadaan, terjadi keterlambatan
pengiriman dan kekosongan obat oleh indutri farmasi. Faktor-faktor yang menghambat perencanaan dan
pengadaan: kegagalan suplai obat, kurangnya tenaga apoteker di Puskesmas dan staf yang mempunyai
sertifikat pengadaan, belum optimalnya sistem informasi e-logistik.
Dukungan manajemen dibutuhkan agar pengelolaan obat berjalan optimal, berupa SDM yang
kompeten, organisasi dan sistem informasi yang baik, serta pendanaan/ pembiayaan yang cukup dan
berkelanjutan. Setiap tahapan dalam pengelolaan obat harus dilakukan sesuai dengan hukum, kebijakan
dan peraturan perundangan, sesuai dengan unit kerja yang melakukan pengelolaan obat. 7 Berdasarkan
hasil penelitian Fita Dewi dkk, 2019 tentang evaluasi manajemen support di Instalasi Farmasi RSUD
Ngawi menunjukkan perencanaan dan administrasi pada persentase kesesuaian jumlah permintaan dan
perencanaan 103,18%; persentase stok obat mati 0,4%; persentase obat ED 0,36%. IFRS sudah memiliki
struktur organisasi yang jelas sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi, hanya saja masih perlu penambahan
SDM Apoteker di IFRS RSUD Kabupatem ngawi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengelolaan obat di IFRS RSUD Kabupaten Ngawi belum efisien disebabkan oleh dukungan manajement
support yang belum efisien.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Borda salah satu kombinasi metode pengambilan
keputusan yang efektif dan efisien dibandingkan dengan cara hanlon, Delbeq maupun Pearl dimana
metode Analytical Hierarchy Process (AHP) memecahkan suatu permasalahan kedalam suatu kerangka
hirarki yang sistematis dan terstruktur dan pengambilan keputusan berdasarkan asumsi masing-masing
individu sedangkan metode borda merupakan hasil dari analisa beberapa persepsi menghasilkan agregasi
keputusan kelompok, selain itu metode ini juga memperhitungkan validitas sampai dengan batas
toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif, metode ini juga dapat membantu pengambilan
keputusan menjadi lebih tepat, meningkatkan kontrol manajemen pada proses Perencanaan dan kinerja
serta mampu untuk menerapkan berbagai strategi penyelesaian masalah pada keadaan dan situasi berbeda.
penelitian penggunaan metode sistem pendukung keputusan telah banyak dilakukan, pembuatan
keputusan dan penyelesaian masalah adalah proses yang berkelanjutan dalam hal evaluasi atas kondisi
atau tujuan organisasi dengan masalah yang muncul, memilih alternatif-alternatif penyelesaian masalah.
Analytical Hierarchy Process (AHP) selain dapat memecah permasalahan yang kompleks dan
multikriteria, metode ini juga memiliki kelebihan lain diantaranya menyediakan skala pengukuran dan
metode untuk mendapatkan prioritas, mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang
digunakan untuk menentukan prioritas. Perhitungan dengan metode borda menggunakan bobot pada
setiap perangkingan masing-masing pembuat keputusan, namun permasalahan yang masih banyak
ditemukan di Puskesmas antara lain pengadaan obat yang tidak sesuai dengan perencanaan sehingga tidak
bisa memenuhi ketersediaan obat di puskesmas, belum adanya proses seleksi obat yang terintegrasi antar
program sehingga mempengaruhi proses perencanaan, koordinasi yang kurang baik antara puskesmas
dengan dinas kabupaten/kota sehingga kurang monitoring dan evaluasi terkait perencanaan dan
pengadaan obat ini. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan dalam perencanaan dan pengadaan
obat ini maka perlu adanya suatu alat bantu atau metode yang digunakan untuk menemukan masalah
utama dilapangan dan cara penyelesaian masalah yang efektif dan efisien. Metode AHP dan Borda
merupakan alat bantu pengambilan keputusan bagi para decision maker untuk berbagai program atau
kegiatan yang kompleks dan multikriteria dengan memecah masalah kedalam hirarki yang sistematis dan
teratur sehingga menghasilkan suatu keputusan yang relative, bukan absolut, framework, seadil mungkin
dan obyektif. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk evaluasi perencanaan dan pengadaan obat
di puskesmas menggunakan metode sistem pendukung keputusan sehingga ditemukan faktor
permasalahan yang paling mempengaruhi serta alternatif penyelesaian masalah tersebut berdasarkan
asumsi para expert dilapangan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor utama dalam permasalahan terkait perencanaan
dan pengadaan obat di puskesmas serta alternatif penyelesaian masalah dengan menggunakan suatu
sistem pendukung keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang riil dan aplikatif di puskesmas,
diharapkan juga penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk puskesmas dalam menentukan prioritas
program kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan.

B. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dan Borda, yaitu penelitian dengan data kualitatif yang diangkakan dengan cara memberi
nilai pada setiap kriteria yang telah ditentukan untuk kemudian memilih kriteria terbaik melalui
suatu nilai numerik. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah proses pengambilan
keputusan dengan memecahkan suatu masalah kedalam bagian – bagiannya, menata bagian atau
variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif
tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan
variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi
hasil pada situasi tersebut. Teknik dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif, teknik deskriptif
adalah teknik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskriptifkan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan
yang lebih luas.17 Penelitian ini sudah mendapatkan izin ethical clearance dari komisi etik
penelitian program studi kesehatan masyarakat STIKes hangtuah Pekanbaru dengan nomor :
419/KEPK/STIKes-HTP/VIII/2021.

2. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Agustus – Oktober 2021 di UPT
Puskesmas Balai Makam di wilayah Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.

3. Instrumen penelitian
Instrument pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pedoman wawancara dan
kuesioner. Kuesioner disusun dengan item pertanyaan untuk membandingkan variabel yang telah
ditentukan, dimana variabel adalah faktor yang paling berpengaruh dalam kegiatan perencanaan
dan pengadaan obat yaitu : SDM, SOP, Sarana dan Prasarana, sistem informasi dan pendanaan
yang dinilai sesuai dengan skala penilaian hierarki pada metode AHP untuk menemukan faktor
penyebab masalah dan perangkingan penyelesaian masalah menggunakan metode Borda.
Sebelumnya Instrument penelitian diuji dengan cara validitas internal yaitu dengan content
validity dengan membandingkan isi instrument kuesioner dengan rancangan yang telah
ditetapkan18 dengan prinsip dasar metode Analytical Hierarchy Process ( AHP) dan Borda.

4. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah para pengambil keputusan serta para staf di lapangan
terkait perencanaan dan pengadaan obat di puskesmas yang dinilai telah berpengalaman dalam
pekerjaannya. Kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu decision maker di puskesmas terkait
perencanaan dan pengadaan obat di UPT Puskesmas Balai Makam di Wilayah Kabupaten
Bengkalis Provinsi Riau. pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan tertentu (judgment sampling) Hal ini disebabkan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) dan Borda mensyaratkan ketergantungan kepada sekelompok ahli
sesuai jenis spesifikasi terkait dalam pengambilan keputusan. Selain itu responden yang
dilibatkan harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan berkecimpung
langsung dalam perencanaan dan pengadaan obat di puskesmas. Penilaian responden ditentukan
berdasarkan jabatan yang diharapkan dapat mengambil keputusan berkaitan Pengadaan dan
Perencanaan Obat di Puskesmas , serta yang telah faham sekali mengenai kondisi di lapangan.

5. Pengumpulan data
Data didalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari
hasil kuesioner (perbandingan berpasangan dan perangkingan alternatif penyelesaian masalah),
sedangkan data sekunder berdasarkan telaah dokumen dan laporan puskesmas. Data primer dan
data sekunder dikumpulkan secara bersamaan berupa data kualitatif yang akan diolah menjadi
data kuantitatif berupa angka-angka menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
dan Borda. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskripsi berdasarkan fokus dan rumusan
masalah sehingga hasil penelitian semakin jelas, Validasi data menggunakan cara triangulasi data.
Mathinson (1988) mengemukakan bahwa, nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi
adalah untuk mengetahui data yang diperoleh meluas, tidak konsisten atau kontradiksi. Dengan
triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.
Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan 2 teknik yaitu kuesioner dan wawancara
terstruktur. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka karena kuesioner yang diberikan
adalah kuesioner yang sudah ada pilihan jawabannya, penyebaran kuesioner dilakukan kepada
semua responden yang telah terpilih untuk mengetahui prioritas kriteria dalam perencanaan dan
pengadaan obat di puskesmas. Teknik wawancara terstruktur digunakan dalam wawancara
pendahuluan untuk mengetahui variabel – variabel atau faktor – faktor apa saja yang
mempengaruhi kegiatan perencanaan dan pengadaan obat di puskesmas serta alternatif
penyelesaian masalahnya.

6. Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analytical Hierarchy
Process (AHP) dan teknik Borda. Perhitungan dilakukan secara manual melalui Microsoft excel.
Adapun langkah-langkah dalam metode AHP dan Borda adalah menyusun struktur hirarki
permasalahan, dimana mendefinisikan permasalahan dengan cara memecah persoalan yang utuh
menjadi unsur-unsur dan digambarkan dalam bentuk hirarki.
Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relative
berpengaruh setiap elemen, membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang
diberikan. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk membuat
penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen dan dituliskan dalam bentuk matriks
perbandingan berpasangan. Sebagai dasar dalam penggunaan metode AHP harus mengacu pada
skala fundamental AHP.
Menghitung bobot / prioritas masing-masing variabel (synthesis of priority), dari matriks
perbandingan selanjutnya dibuat eigen vector untuk mendapatkan local priority. Pertimbangan
terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan atau global
priority dengan cara menjumlahkan nilai dari setiap kolom matriks perbandingan, membagi nilai
dari setiap kolom dengan total jumlah kolom yang bersangkutan untuk normalisasi matriks,
kemudian menjumlahkan nilai dari setiap baris dan membagi dengan jumlah elemen untuk
menghasilkan nilai rata-rata.
Dalam pembuatan keputusan, mengetahui seberapa baik konsistensi merupakan hal yang
paling pentingkarena penelitian tidak menginginkan keputusan berdasar konsistensi yang
rendah, dimana menghitung nilai konsistensi (consistency indeks) dengan rumus : CI = (λ maks-
n)/(n-1), Jika nilainya lebih dari 10% maka penilaian judgement harus diperbaiki, namun jika
rasio konsistensi, (CI/RI) kurang atau sama dengan 0,1 maka hasil perhitungan dapat dinyatakan
benar.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Karena AHP mengharuskan penilaian dari ahli (Expert), maka Responden penelitian ini
adalah yang dianggap lebih berpengalaman dalam kegiatan pelayanan di Puskesmas dan yang
terlibat dalam proses perencanaan dan pengadaan obat dan bahan medis habis pakai di
puskesmas. Berikut adalah Responden pada penelitian ini :

Tabel 1. Karakteristik Informan Penelitian


Kode Jenis Umur Pendidikan Status Jabatan Lama
Informan Kelamin Pekerjaan bekerja

IF 1 Perempuan 34 S1 PNS KaSi 5 Tahun


Tahun Apoteker Farmasi
DINKES
Kabupaten
IF 2 Perempuan 38 S1 PNS Kepala 4 Tahun
Tahun Kedokteran Puskesmas
Gigi
IF3 Perempuan 49 S1 PNS Dokter 6 Tahun
Tahun Kedokteran umum
umum
IF4 Perempuan 43 S1 PNS Dokter 10
Tahun Kedokteran umum Tahun
umum
IF5 Perempuan 57 S1 Kesmas PNS KaSubBag 3 Tahun
Tahun TU
IF6 Perempuan 40 S1 PNS Penanggung 4 Tahun
Tahun Apoteker Jawab
Farmasi &
Inventaris
barang
IF7 Perempuan 44 D-3 Honor Tenaga 15
Tahun Farmasi Teknis Tahun
Kefarmasian
IF8 Perempuan 34 D-3 PNS Bendahara 12
Tahun Kebidanan JKN Tahun

2. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam perencanaan dan pengadaan obat
di puskesmas
Penggunaan metode AHP pada penelitian ini dengan memecahkan permasalahan kurangnya
ketersediaan obat di puskesmas terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengadaan obat
kedalam bentuk hirarki yang terstruktur dan sistematis sehingga diperoleh prioritas kriteria yang
merupakan faktor pendukung dalam perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas. Kriteria
yang di gunakan pada metode AHP merupakan faktor support manajemen dalam pengelolaan
obat dipuskesmas dimana untuk menghasilkan tata kelola obat yang efektif dan efisien harus
didukung oleh support manjemen yang baik pula.19
Dalam penelitian ini digunakan kriteria dan alternatif pilihan sesuai dengan yang telah
dirumuskan pada latar belakang masalah di atas. Sementara data yang digunakan adalah data
yang diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada responden. Adapun kriteria dan
alternatif yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2. Nilai geomean derajat kepentingan kriteria


kode SDM SDM vs SDM SDM SOP vs SOP SOP Sarpras Sarpras SI vs
responden vs Sarpras vs SI vs Sarpras vs SI vs vs SI vs Keu Keu
SOP Keu Keu

R1 5 3 5 3 2 1 2 3 2 2
R2 3 3 3 3 2 2 5 3 3 2
R3 5 3 3 3 1 1 2 3 2 2
R4 5 3 3 3 1 2 2 3 3 2
R5 5 3 5 3 2 1 2 3 2 2
R6 7 5 5 3 2 1 2 3 2 2
R7 5 3 5 3 2 2 2 3 2 2
R8 5 3 5 3 1 1 2 3 2 2
Geomean 4.89 3.20 4.13 3.00 1.54 1.30 2.24 3.00 2.21 2.00
Keterangan :
SDM : Sumber Daya Manusia
SOP : Standart Operational Procedure
Sarpras : Sarana dan Prasarana
SI : Sistem Informasi
Keu : Keuangan
VS : Versus

Tabel 3. Hasil Matriks Perbandingan Berpasangan


Kriteria  SDM SOP Sarpras SI Keu
SDM 1.00 4.89 3.20 4.13 3.00
SOP 0.20 1.00 1.54 1.30 2.24
Sarpras 0.31 0.65 1.00 3.00 2.24
SI 0.24 0.77 0.33 1.00 2.00
Keu 0.33 0.45 0.45 0.50 1.00
S.O.C 2.09 7.76 6.52 9.93 10.49

Tabel 4. Nilai eigen vector untuk mendapatkan local priority


Kriteria SDM SOP Sarpras SI Keu JUMLAH Eigen
vector
SDM 0.48 0.63 0.49 0.42 0.29 2.30 0.46
SOP 0.10 0.13 0.24 0.13 0.21 0.81 0.16
Sarpras 0.15 0.08 0.15 0.30 0.21 0.90 0.18
SI 0.12 0.10 0.05 0.10 0.19 0.56 0.11
Keu 0.16 0.06 0.07 0.05 0.10 0.43 0.09
              1.00

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan hasil bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) 46 %,


menjadi prioritas pertama dengan bobot nilai 0,46. Prioritas kedua adalah Sarana dan Prasarana
yaitu 18 % dengan bobot nilai 0,18. Sedangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) menjadi
prioritas ketiga 16 % dengan bobot nilai 0,16. Yang menjadi prioritas keempat adalah Sistem
Informasi (SI) yaitu 11 % dengn bobot nilai 0,11 sedangkan keuangan menjadi urutan prioritas
kelima 9 % dengan bobot nilai 0,09. Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa faktor utama
dalam perencanaan dan pengadaan obat di UPT puskesmas Balai Makam adalah Sumber Daya
Manusia. Berdasarkan Petunjuk Teknis standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas,
perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat untuk menentukan jumlah dan jenis obat
dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Perencanaan kebutuhan Obat di puskesmas
setiap periode, dilaksanakan oleh apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK) pengelola
ruang farmasi. Perencanaan obat yang baik dapat mencegah kekosongan atau kelebihan stok
obat dan menjaga ketersediaan obat di puskesmas. Menurut penelitian dari hadidah IS, 2016
menyatakan bahwa penyebab kejadian obat stagnant dan stockout di Instalasi Farmasi UPT
RSMM Jawa Timur adalah akibat dari perencanaan yang belum tepat dapat mengakibatkan
pengadaan obat yang tidak efektif , pendistribusian obat yang kurang efektif, serta kesalahan
pada kegiatan pencatatan dan pelaporan.
Manajemen tata kelola logistik obat di Puskesmas merupakan faktor utama dalam
pengelolaan obat di puskesmas karena manajemen logistik yang buruk akan berpengaruh negatif
terhadap operasional di Puskesmas, dimana tujuan manajemen puskesmas adalah mendapatkan
kebutuhan obat yang merata dan bermutu. Sementara itu, permasalahan terkait dengan obat
program adalah terjadinya penumpukan obat dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan tidak
adanya kerjasama yang baik terkait perencanaan obat lintas program tidak terintegrasi, maka
dibutuhkan aplikasi integrasi lintas program terkait penyusunan kebutuhan obat di Puskesmas.
Hasil penelitian berimplikasi dalam Permenkes nomor 74 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di puskesmas bahwa penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian
harus didukung ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi pada
keselamatan pasien dan standar prosedur operasional sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sumber daya kefarmasian disini adalah sumber daya manusia dan sarana
prasarana. Dalam Peraturan Presiden nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan adalah upaya untuk
mengarahkan, memberikan dukungan, serta mengawasi pengembangan dan pemberdayaan mutu
SDM Kesehatan yang bertujuan untuk peningkatan kualitas dan kapasitas tenaga kesehatan oleh
semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal
dengan kompetensinya masing-masing. Didukung oleh hasil penelitian Maspekeh H, 2016
menyatakan masih rendahnya kesesuaian perencanaan dengan pengadaan obat di UPT
Puskesmas Balai Makam diperlukan perbaikan sistem dan kinerja pihak yang berkaitan dengan
perencanaan dan pengadaan obat dipuskesmas kota Surabaya.
3. Metode Borda dalam perencanaan dan pengadaan obat
Metode borda digunakan dalam sistem pengambilan kelompok dimana masing-masing
individu memberikan penilaian melalui bobot peringkat dari pilihan keputusan yang akan
diambil. Metode borda sendiri dikenal sejak abad ke 18 yang dipakai pada pengambilan
keputusan kelompok yang merupakan salah satu akomodasi hasil para pengambil keputusan.
Borda sering digunakan dalam based consensus (voting and counting) untuk menentukan
pemenang dari suatu pemilihan dengan memberikan suatu jumlah point tertentu untuk
masing-masing kandidat, kandidat dengan poin terbanyak adalah pemenangnya.
Alternatif pemecahan masalah yang terpilih menggunakan metode Borda adalah monitoring
dan evaluasi kinerja sumber daya manusia secara berkala dengan bobot peringkat tertinggi yaitu
45 %. Berdasarkan hasil penelitian dari Kelatow dkk, 2016 tentang pengaruh evaluasi
pekerjaan, gaji dan fasilitas kerja terhadap kinerja pegawai pada Rumah Sakit Pancaran Manado
menyatakan bahwa evaluasi pekerjaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
pegawai. Dimana evaluasi pekerjaan merupakan alat yang baik untuk menentukan apakah
pegawai telah memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas kinerja
sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi, seperti produktivitas
pekerjaan, pengetahuan pekerjaan, dapat diandalkan, kehadiran dan ketepatan waktu pekerjaan,
serta kemandirian.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan, dimana seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Sasaran yang menjadi objek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan
dalam melkukan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur
tertentu secara objektif dan dilakukan secara berkala. Diperkuat hasil penelitian dari lubis et All,
2019 menyatakan bahwa kinerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas
sumber daya manusia (SDM). Dengan pengaruh yang kearah positif menunjukkan bahwa
peningkatan kualitas SDM dan motivasi akan diikuti peningkatan kinerja karyawan.
Peneliti masih memiliki keterbatasan dalam penelitian yaitu kurang menggali lagi hasil
kembali hasil temuan melalui konfirmasi wawancara mendalam mengingat dalam penelitian ini
peneliti hanya memanfaatkan suatu tools dalam sistem pengambilan keputusan yaitu metode
AHP dan Borda untuk kepentingan penelitian sehingga dapat terurai masalah yang ada dalam
perencanaan dan pengadaan obat di puskesmas dengan tujuan agar perencanaan dan pengadaan
obat di puskesmas dapat berjalan lebih baik kedepannya. Dan juga Penelitian ini hanya meneliti
pada lima kriteria dalam pengambilan keputusan menentukan aspek terpenting dan alternatif
solusi berdasarkan asumsi expert dalam permasalahan yang ada, masih banyak kriteria dan
alternatif solusi lain yang bisa disajikan dalam penelitian ini. Untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dapat meneliti lebih lanjut tentang kriteria-kriteria dan alternatif penyelesaian
masalah lainnya dalam perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas sehingga lebih terperinci
dan terurai faktor penyebab masalah dalam tata kelola obat di Puskesmas, perlu juga
mengeksplorasi penelitian dengan membandingkan efek status Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) terkait tata kelola obat di Puskesmas antara Puskesmas BLUD dengan Puskesmas non
BLUD.
Untuk rekomendasi regulasi dalam penguatan logistik obat di Puskesmas adalah :
peningkatan kapasitas Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan
Obat (RKO) serta diperlukan regulasi untuk membeli atau mengadakan obat diluar e-katalog
dalam keadaan darurat, misal terputusnya jaringan internet, obat tersebut sangat dibutuhkan
dengan alasan klinis dari dokter di Puskesmas. Selain itu penguatan tata kelola sumber daya
manusia juga harus ditingkatkan melalui proses evaluasi kinerja dan tindak lanjut oleh manager
secara berkala dan berkesinambungan.
Pengambilan keputusan (Decision Making) merupakan suatu cara yang digunakan untuk
memilih salah satu alternatif yang dapat menyelesaikan suatu masalah atau bisa dikatakan suatu
pendekatan yang sistematis pada suatu permasalahan, mengumpulkan data dan menentukan
alternatif yang ada sesuai dengan perhitungan yang tepat. Salah satu metode dalam sistem
pengambilan keputusan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) dimana metode ini sangat
cocok dan fleksibel digunakan dalam membantu seseorang untuk mengambil keputusan yang
efektif dan efisien dengan semua aspek yang ada. Proses kegiatan memerlukan suatu metoda
yang dapat memudahkan pengambilan keputusan, karena dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan kriteria-kriteria dan banyaknya alternatif supplier, maka perlu digunakan
suatu teknik penilaian yang efektif dan tidak terlalu kompleks, tetapi memberikan hasil yang
akurat.

D. KESIMPULAN
Dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Borda sebagai
metode pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas X
Kabupaten Bengkalis diperoleh bahwa faktor utama dalam perencanaan dan pengadaan obat di
Puskesmas adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan alternatif penyelesaian masalah dengan
menggunakan metode borda adalah monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja
SDM yang ada, sehingga dapat dinyatakan bahwa metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
dan Borda dapat digunakan untuk membantu dalam menetapkan permasalahan dan alternatif
penyelesaian masalah yang aplikatif, efektif dan efisien dalam perencanaan dan pengadaan obat
di Puskesmas.

E. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kepada STIKes Hangtuah Pekanbaru khususnya prodi S2
Kesehatan Masyarakat, UPT Puskesmas Balai Makam, Dosen Pembimbing dan rekan-
rekan serta staf UPT Puskesmas yang telah menjadi informan sekaligus responden
dalam penelitian ini

F. DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2019.
2. World Health Organization (WHO). MDS-3: Managing Access to Medicines and Health
Technologies. Manag Sci Heal. 2012:Chapter 23.
3. Aisah N, Suryawati S. Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan
Pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Maj Farm. 2020;16(1):34-42.
doi:10.22146/farmaseutik.v16i1.47972
4. Anggriani Y, Rosdiana R, Khairani S. Evaluasi Perencanaan dan Pengadaan Obat di Era
Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) di Puskesmas Kabupaten Cianjur Evaluation of
Medicines Planning and Procurement in the Era of National Health Insurance ( JKN ) In
Health Center Cianjur District. 2020;17(02):425-438.
5. Suryagama D, Satibi S, Sumarni S. Analisis Perencanaan dan Ketersediaan Obat di
Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Timur. J Manajemen dan pelayanan Farm (Journal
Manag Pharm Pract. 2019;9(4):243. doi:10.22146/jmpf.44444
6. Nibong CR, Kolibu FK, Mandagi CKF, Masyarakat FK, Ratulangi us. Analisis
perencanaan dan pengadaan obat di puskesmas sario kota manado. Adm Kesehat.
2019:1-12.
7. Permenkes. Permenkes Nomor 74 Tahun 2016. PERMENKES. 2016;4(4).
8. Hapsari R. Evaluasi Pengelolaan Obat Di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Ngawi. TESIS MAGISTER Farm. 2019.
9. Sugiartawan P, Prakoso PI. Sistem Pendukung Keputusan Kelompok Promosi Jabatan
dengan Metode AHP dan BORDA. J Sist Inf dan Komput Terap Indones. 2019;1(4):185-
194. doi:10.33173/jsikti.40
10. Sugiartawan P, Prakoso PI, Aryawan IMG. Penentuan Desa Wisata Terbaik di Kabupaten
Tabanan dengan Model AHP dan BORDA. J Sist Inf dan Komput Terap Indonesia.
2019;2(1):177-186. doi:10.33173/jsikti.52
11. Aulawi H, Kurniawati R, Pratama VV. Analisa Keputusan Pemilihan Jasa Ekspedisi
dengan Metode AHP dan Borda. J Kalibr. 2020;18(1):23-29. doi:10.33364/kalibrasi/v.18-
1.724
12. Makkasau K. Use of Analytic Hierarchy Process (Ahp) Methods in Determining the
Priority of Health Programs (Case Study of Health Promotion Program). J@TI Undip.
2012;VII(2):105-112. doi:Use Of Analytic Hierarchy Process (Ahp) Methods In
Determining The Priority Of Health Programs (Case Study Of Health Promotion
Program)
13. Supriadi A, Rustandi A, Komarlina DHL, Ardiani GT. Analytical Hierarchy Process
(AHP) Teknik Penentuan Strategi Daya Saing Kerajinan Bordir.; 2018.
14. Muhyadi M. Teknik Pengambilan Keputusan. Vol 3.; 2015.
doi:10.21831/efisiensi.v3i2.3796
15. Apriliani D, Adi K, Gernowo R. Implementasi Metode Promethee Dan Borda Dalam
Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Lokasi Pembukaan Cabang Baru Bank. J Sist Inf
Bisnis. 2015;5(2):145-150. doi:10.21456/vol5iss2pp145-150
16. Wati W, Fudholi A, Pamudji G. Evaluation of Drugs Management and Improvement
Strategies Using Hanlon Method in the Pharmaceutical Installation of Hospital in 2012. J
Manaj dan pelayanan Farm (Journal Manag Pharm Pract. 2013;3(4):283-290.
https://journal.ugm.ac.id/jmpf/article/view/29464.
17. Sugiyono. Metodologi penelitian. 2015.
18. Nurcahyani D, Kartikaningrum V. Analisis Mutu Pelayanan petugas farmasi dan
ketersediaan obat terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RS Santa Clara Madiun 2019.
2020;5(1):56-63.
19. Yuniarti FD. Evaluasi Management Support pada Pengelolaan Obat di RSUD Kabupaten
Ngawi. Maj Farm. 2021;17(1):69. doi:10.22146/farmaseutik.v17i1.52157
20. Pemerintah PN 60. Petunjuk Teknis Pelayanan Kefarmasian. In: Pp. ; 2008:3-38.
21. Widodo MD, Renaldi R, Andaresta OS. Analisis Sistem Perencanaan Logistik Obat di
Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Tahun 2018. J Kebijak Kesehat Indones JKKI.
2019;8(2):59-63.
22. Reski V, sakka A, Ismail C. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan Metode Abc Indeks
Kritis Di Puskesmas Kandai Tahun 2016. J Ilm Mhs Kesehat Masy Unsyiah.
2016;1(4):184477. doi:10.37887/jimkesmas
23. Ali P bahjuri, Siahaan renova glorya montesori, Solikha dewi amila, Wikanestri I.
Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar Di Puskemas.; 2018.
https://www.bappenas.go.id/files/1715/3974/8326/Buku_Penguatan_Pelayanan_Kesehata
n_Dasar_di_Puskesmas-_Direktorat_Kesehatan_dan_Gizi_Masyarakat_Bappenas.pdf.
24. Permenkes. Permenkes 72 tahun 2012. Экономика Региона. 2012:32.
25. Pengembangan B, Pemberdayaan DAN. Rencana Aksi Kegiatan Pusat Peningkatan Mutu
SDM Kesehatan 2015 - 2019 (Revisi Tahun 2017). 2017:1-8.
26. Duha Y, Informatika M, Tri A, Pekanbaru D. Rancang Bangun Sistem Pendukung
Keputusan Kelompok Dalam Seleksi Penerima Program Restrukturisasi Kredit Macet
dengan Metode Weighted Product dan Metode Borda". Riau J Comput Sci. 2016;2(1):23-
38.
27. Kelatow C, - A, Trang I. Pengaruh Evaluasi Pekerjaan, Gaji Dan Fasilitas Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Pada Rs. Pancaran Kasih Manado. J Ris Ekon Manajemen, Bisnis dan
Akunt. 2016;4(3):371-381. doi:10.35794/emba.v4i3.14122
28. Mega Utama Z. Manajemen Sumber Daya Manusia Konsep Dan Teori. Pertama. Jakarta
Timur; 2020.
29. Ananda Lubis FR, Junaidi J, Lubis Y, Lubis S. Pengaruh kualitas sumber daya manusia
(sdm) terhadap efektifitas kerja dan implikasinya terhadap kinerja karyawan pelaksana di
pt. Perkebunan nusantara ii (Persero). J Agrica. 2019;12(2):103.
doi:10.31289/agrica.v12i2.2866
30. Abdul Rauf. Pengaruh kualitas Sumber Daya Manusia, kinerja individu, dan pemanfaatan
teknologi informasi terhadap relevansi laporan keuangan instansi pemerintah.
2018;1(2):35-43.
31. Negeri MD, Indonesia R, Layanan B, Esa YM. Permendagri nomor 79 tahun 2018 tentang
Badan Layanan Umum Daerah. In: Kementrian dalam negeri, ed. Vol 1. Jakarta; 2018.
32. Yuliawati, D sanusi A. Pemodelan Evaluasi Kinerja Supplier Dengan Metode Analytic
Hierarchy Process (Ahp) Pada Layanan Obat Rumah Sakit. J Teknol Inf Magister
Darmajaya. 2015;1(01):49-68.

Anda mungkin juga menyukai