Anda di halaman 1dari 15

EVALUASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

DI PBF PT. INTERMEDIKA RAYA MATARAM PADA TAHUN 2020

EVALUATION OF GOOD DRUG DISTRIBUTION METHODS


AT PBF PT. INTERMEDIKA RAYA MATARAM IN 2020

Ajeng Dian Pertiwi1, Nur Atikah1, Rahmah1


1Program Studi D-III Farmasi, Politeknik Medica Farma Husada Mataram, Jl. Medica Farma No. 1
Ling. Batu Ringgit Selatan, Tanjung Karang, Sekarbela, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Email: rahmah.imr@gmail.com
No. Telepon: 081917487322

Abstrak

Distribusi merupakan kegiatan penting dalam supply-chain management dari produk


farmasetik yang terintegrasi. Hal tersebut merupakan tugas yang wajib dilaksanakan oleh Pedagang
Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan metode Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Tujuan
Penelitian mengetahui evaluasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di PBF PT. Intermedika
Raya. Metode penelitian ini adalah observasional untuk memberikan gambaran mengenai penelitian
yang dilakukan dengan mengamati kondisi-kondisi yang terjadi melalui observasi langsung.
Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan dan mengungkapkan suatu masalah,
keadaan atau kondisi, peristiwa mengenai pelaksanaan
Cara Distribusi Obat yang Baik di PBF PT. Intermedika Raya di Kota Mataram-NTB.Cara
distribusi obat yang baik adalah cara distribusi atau penyaluran obat atau bahan obat yang bertujuan
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Kegiatan yang menyangkut distribusi obat meliputi pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat dari produsen. Sehingga sediaan farmasi dapat diterima sesuai kualitas dan mutunya
ke tangan konsumen tetap aman dan terjamin. Penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik ini
diharapkan dapat mempertahankan dan memastikan mutu obat yang diterima oleh pasien sama dengan
mutu obat yang dikeluarkan oleh industri farmasi.
Kata Kunci: CDOB sesuai dengan BPOM RI, PBF, Mataram

Abstract

Distribution is an important activity in the supply-chain management of integrated


pharmaceutical products. This is a task that must be carried out by Pharmaceutical Wholesalers (PBF)
in accordance with the Good Drug Distribution Method (CDOB). The aim of the study was to find out
the evaluation of the Good Drug Distribution Method (CDOB) at PBF PT. Intermedika Raya. This
research method is observational to provide an overview of research conducted by observing
conditions that occur through direct observation. The design of this research is descriptive in nature,
which describes and reveals a problem, condition or condition, an event regarding the implementation
of a Good Drug Distribution Method at PBF PT. Intermedika Raya in the City of Mataram-NTB.
A good drug distribution method is a method of distribution or distribution of drugs or
medicinal substances aimed at ensuring quality along the distribution channel or distribution according
to the requirements and purposes of use. Activities related to drug distribution include the
procurement, storage and distribution of drugs from manufacturers. So that pharmaceutical
preparations can be accepted according to quality and quality in the hands of consumers, they are safe
and secure. It is hoped that the application of good drug distribution methods is expected to maintain
and ensure that the quality of drugs received by patients is the same as the quality of drugs issued by
the pharmaceutical industry.

Keywords: CDOB according to BPOM RI, Pharmaceuthycal wholesaler, Mataram


PENDAHULUAN dokumentasi.
Aspek CDOB juga belum sepenuhnya
Distribusi merupakan kegiatan penting dilaksanakan oleh salah satu PBF di Kota
dalam supply-chain management dari produk Mataram - NTB yaitu PBF Intermedika Raya.
farmasetik yang terintegrasi. Hal tersebut Pada awal tahun 2016 PBF PT. Intermedika Raya
merupakan tugas yang wajib dilaksanakan oleh melakukan pendaftaran ulang di Kementerian
Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan Kesehatan untuk mendapatkan sertifikat CDOB.
metode Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Pada saat disurvey langsung oleh perwakilan
Cara distribusi obat yang baik adalah cara Kemenkes dan didampingi BPPOM NTB banyak
distribusi atau penyaluran obat atau bahan obat ditemukan ketidak sesuaian dalam cara
yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur pendistibusian sediaan farmasi dengan standart
distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan CDOB yang telah ditetapkan, diantaranya adalah
tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2019). penyimpanan sediaan farmasi yang tidak sesuai
Kegiatan yang menyangkut distribusi dengan syarat suhu sediaan. Terdapat sediaan
obat meliputi pengadaan, penyimpanan, dan farmasi yang dua bulan mendekati kadaluarsa
penyaluran obat dari produsen. Sehingga sediaan masih disimpan dengan sediaan farmasi yang
farmasi dapat diterima sesuai kualitas dan kadaluarsanya masih lama. Adanya temuan
mutunya ke tangan konsumen tetap aman dan kurang memperhatikan kebersihan dan kerapian
terjamin. Penerapan Cara Distribusi Obat yang tempat penyimpanan sediaan farmasi.
Baik ini diharapkan dapat mempertahankan dan Berdasarkan penelitian Wijaya dan Chan
memastikan mutu obat yang diterima oleh pasien (2018), tentang Evaluasi Pelaksanaan Cara
sama dengan mutu obat yang dikeluarkan oleh Distribusi Obat yang Baik. Pada PBF PT.
industri farmasi (Hartini, 2014). Rajawali Nusindo, ditemukan 2 aspek CDOB
Berdasarkan penelitian Yusuf dan yang tidak sesuai berdasarkan Peraturan Kepala
Christina (2019), mengenai Cara Distribusi Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
yang Baik dan implementasinya oleh Pedagang Indonesia Tahun 2012 yaitu, mengenai aspek
Besar Farmasi di Kota Banjarmasin-Banjar baru, bangunan penyimpanan, aspek kesehatan dan
menunjukan hasil 1 dari 30 PBF menerapkan keselamatan kerja, aspek ini berisi kondisi
50% - 64% aspek CDOB. Sedangkan menurut bangunan yaitu kebersihan dan kenyamanan.
penelitian dari Putra dan Hartini (2012), yang Pada aspek ini terdapat temuan diantaranya yaitu
melakukan survey di PBF di Provinsi Daerah luas ruang penyimpanan di PBF PT. Rajawali
Istimewa Jogyakarta, diperoleh hasil hanya Nusindo tidak memadai disebabkan kondisi
(31%), penanggung jawab di PBF adalah gudang yang cukup padat karena PBF PT.
apoteker dari 29 PBF yang bersedia di interview Rajawali Nusindo melayani produk-produk E-
dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan Catalog. Penemuan lainnya PT. Rajawali Nusindo
penelitian menurut Putra dan Hartini (2010), di belum melakukan secara rutin tentang sistem
Yogyakarta tentang implementasi CDOB pada Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada
PBF di Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa setiap karyawannya dalam pemakaian masker,
belum semua aspek CDOB yang dilaksanakan sarung tangan, kaca mata, helm, dan sepatu bots
oleh PBF, dari 29 sampel PBF 52% penanggung agar terhindar dari bahaya-bahaya yang tidak
jawab PBF belum pernah mengikuti pelatihan diinginkan. Berdasarkan latar belakang tersebut,
CDOB, terdapat 3% PBF yang tidak memiliki penting untuk dilakukan penelitian mengenai
Standar Operasional Prosedur (SOP), 59% tidak evaluasi CDOB di PBF PT. Intermedika Raya.
memiliki alat pengontrol suhu, 34% tidak
memiliki alat pengontrol kelembapan, dan 3% BAHAN DAN METODE
tidak melaksanakan dokumentasi. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiasari BAHAN.
(2016), bahwa Cara Distribusi Obat yang Baik Bahan dalam penelitian ini adalah evaluasi Cara
pada PBF di Provinsi Daerah Istimewa Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di PBF PT .
Yogyakarta (DIY) terdapat 13,7% PBF yang Intermedika Raya, menggunakan Check List
tidak memenuhi Standar Opersional Prosedur, dari sumber sertifikasicdob.pom.go.id
33,3% PBF melakukan pelatihan transportasi,
11% PBF tidak memiliki alat pengaturan METODE.
kelembapan dan 15,16% tidak memenuhi
Desain penelitian ini adalah observasional untuk
memberikan gambaran mengenai penelitian pembahasan yang dimana penelitian dilaksanakan
yang dilakukan dengan mengamati kondisi- pada bulan Februari 2021.
kondisi yang terjadi melalui observasi langsung.
Rancangan dalam penelitian ini bersifat Daftar Pustaka
deskriptif yaitu menggambarkan dan
mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau 1. Atmini, K. D., Gandjar, I. G., dan
kondisi, peristiwa mengenai pelaksanaan Cara Purnomo, A., 2011, Analisis Aplikasi
Distribusi Obat yang Baik di PBF PT. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Intermedika Raya di Kota Mataram-NTB. Kota Yogyakarta, Jurnal Manajemen dan
Kriteria Inklusi. Pelayanan Farmasi., Volume 1(1): 49-55.
Evaluasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di
2. BPOM RI. Pedagang Besar Farmasi.
PBF PT. Intermedika Raya di Kota Mataram - NTB.
Jakarta : BPOM. 2011
Kriteria Eksklusi.
3. BPOM RI. 2019. Peraturan Kepala Badan
Evaluasi PBF PT. Intermedika Raya yang tidak Pengawas Obat dan Makanan RI. Nomor 9
sesuai dengan CDOB. tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara
Variabel Penelitian. distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Kepala
Terdiri dari Variabel independen dalam Badan Pengawas Obat dan Makanan
penelitian ini adalah PBF PT. Intermedika Republik Indonesia.
Raya dan Dependent, variabel dalam
penelitian ini adalah kesesuaian Cara 4. BPOM RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan
Cara Distribusi Obat yang Baik, Badan
Distribusi Obat yang Baik di PBF PT.
Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Intermedika Raya dengan standar CDOB
Indonesia. Jakarta: Kepala Badan
KEMENKES tahun 2019.
Pengawas Obat dan Makanan Republik
Prosedur Kerja. Indonesia.
Pada tahap observasi dilakukan pencarian
informasi ke PBF PT. Intermedika Raya Kota 5. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Mataram - NTB untuk melakukan penelitian Surabaya. 2015. Laporan Tahunan Balai
Evaluasi Cara Distributor Obat yang Baik . Besar Pengawas Obat dan Makanan di
sebelumnya meminta surat ijin dari Politeknik Surabaya Tahun 2015. Jakarta: BPOM.
Medica Farma Husada Mataram. Setelah
mendapatkan surat ijin baru dibawa ke PBF PT. 6. BPOM RI. 2012. Pedoman Teknis Cara
Intermedika Raya. Distribusi Obat yang Baik. BPOM
:Jakarta.
Tahap selanjutnya yaitu pengumpulan
data di PBF PT. Intermedika Raya tentang
7. Baharuddin Y., Christina A.,2019. Cara
Evaluasi Cara Distributor Obat yang Baik.
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan
Analisa data sesuai cek list dari sumber
Implementasinya oleh Pedagang Besar
sertifikasicdob.pom.go.id
Farmasi (PBF) di Kota Banjarmasin-
Dilanjutkan dengan hasil dan pembahasan pada Banjarbaru Tahun 2019.
akhir dari penelitian yang diperoleh dan
merangkum kesimpulan dari Evaluasi CDOB. 8. Hartini IS, Marchaban M. 2014. Evaluasi
Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Yang
HASIL DAN PEMBAHASAN Baik (Cdob) Pada Apotek Di Kecamatan
Mlati Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Hasil dan pembahasan belum ada karena Maj Farm.
pelaksanaan dalam melakukan penelitian
Evaluasi Cara Distribusi Obat yang baik 9. Hartini IS, 2016. Evaluasi Pelaksanaan
dilakukan pada bulan Februari 2021. Cara Distribusi Obat Yang Baik Pada
SIMPULAN Apotek Di Kecamatan Mlati Kabupaten
Sleman Yogyakarta. Majalah Farmaseutik
Kesimpulan belum dapat dijabarkan, karena
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
kesimpulan dari rangkuman hasil dan
Vol.12 No.1.
10. Indonesia R. Undang-undang Republik 19. Putra AAP, Hartini YS.,2010.
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Implementasi Cara distribusi obat yang
Kesehatan. Presiden Republik Indonesia, baik pada pedagang besar farmasi di
Jakarta. Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Farmasi
Indonesia.
11. Indonesia Pr. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 20. Seto, Soerjono., Nita, Yunita., dan Triana,
2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Lily., 2014. Managemen Farmasi,
Presiden Republik Indonesia, Jakarta. Airlangga Universitas Press, Surabaya.

12. Kemenkes RI. 2011. Peraturan Menteri 21. Tiasari N. 2016. Evaluasi Pelaksanaan
Kesehatan Republik Indonesia No. Cara Distribusi Obat yang Baik pada
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi di Provinsi
Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Daerah Istimewa Yogyakarta. Univ Sanata
Kementerian Kesehatan Republik Dharma.
Indonesia.Adriani dan Wirjatmadi.
Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. 22. WHO. 2010. Good Distribution Practices
2012. Kencana. Jakarta for Drug Products. Jenewa: Word Health
Organization.
13. Kemenkes RI. 2011. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 23. Wijaya M, Adek Chan, 2018. Evaluasi
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pelaksanaan Cara Distribusi Obat di PBF
Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: PT. Rajawali Nusindo. Fakultas Farmasi
Kementerian Kesehatan Republik dan Kesehatan Umum, Institut Kesehatan
Indonesia. Helvetia.

14. Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 34
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan
No.1148/MENKES/PER/VI/2011
Tentang Pedagang Besar Farmasi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

15. MENKES. 2012. Peraturan Pemerintah


Ri Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Presiden
Republik Indonesia.

16. MENKES. 2011. Pembinaan Pedagang


Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

17. Nursalam., 2008. Peneliti Menciptakan


suatu Gambaran pada Variabel Dependen.

18. Putra A. A. P., dan Hartini Y. S., 2012


Implementasi Cara Distribusi Obat Yang
Baik Pada Pedagang Besar Farmasi Di
Yogyakarta. J Farm Indonesia.
Lampiran 1. Check List CDOB
KESIMPULAN
TINGKAT
XNO ASPEK DETAIL (SESUAI / TIDAK KETERANGAN
KEKRITISAN
SESUAI)
1 MANAJEMEN MUTU      
1.1 Sistem Mutu      
1.1.1. Apakah telah tersedia sistem M  
 
mutu terkait CDOB
1.1.2 Apakah tersedia POB m  
 
membuat protap?
1.1.3 Apakah tersedia POB M  
pengendalian perubahan
yang mencakup kewajiban
investigasi terhadap  
terjadinya ketidaksesuaian
proses dan hasil sesuai
standar CDOB?
1.1.4 Apakah tersedia POB terkait M  
contingency plan seperti
adanya bencana, pencurian  
obat dll?
2 ORGANISASI,    
MANAJEMEN DAN  
PERSONALIA
2.1 Organisasi dan Manajemen      
2.1.1 Apakah tersedia struktur M  
organisasi mencakup
kedudukan penanggung
jawab serta uraian tugasnya  
sesuai kewenangan yang
disyaratkan dalam CDOB?
2.1.2 Apakah semua personel M  
memahami peran dan
tanggungjawab dalam  
organisasi terkait penerapan
CDOB?.
2.1.3 Apakah mempunyai daftar m  
nama, alamat dan wilayah
kerja sales dan jasa
 
pengiriman?

2.2 Personalia      
2.2.1 Apakah penanggung jawab Ca  
PBF sesuai dengan ketentuan
 
perundangan (Memiliki
SIPA/SIKA)?
2.2.2 Apakah penanggung jawab M  
 
bekerja full time di PBF?
2.3 Pelatihan      
2.3.1 Apakah memiliki program M    
pelatihan personel yang
mencakup identifikasi
kebutuhan pelatihan dan
rencana pelaksanaanya?
2.3.2 Apakah personil (PJ, bagian m  
gudang, administrasi
distribusi obat) pernah
 
mengikuti pelatihan yang
sesuai dengan tanggung
jawabnya?
2.3.3 Apakah pelatihan dievaluasi m  
efektifitasnya dan  
didokumentasikan?
2.4 Higiene      
2.4.1 Apakah menerapkan sistem M  
K3 (Kesehatan dan  
Keselamatan Kerja) ?
3 BANGUNAN DAN    
PERALATAN  
3.1 Apakah lokasi sesuai dengan Ca    
Izin PBF (termasuk area PBF
yang disetujui)?
3.2 Apakah denah gudang / M  
perubahan denah gudang
 
sesuai dengan persetujuan
instansi yang berwenang?
3.3 Apakah tersedia papan nama m    
yang mencantumkan nama
PBF di depan lokasi kantor
dan gudang PBF?
3.4 Apakah tersedia area dan M    
akses terpisah untuk
penerimaan dan pengeluaran
barang untuk meminimalisir
risiko campur baur obat dan
diversi obat?
3.5 Apakah tersedia POB yang m    
mengatur akses personil
terhadap area penerimaan,
penyimpanan dan
pengiriman?
3.6 Apakah luas ruang M    
penyimpanan memadai?
3.7 Apakah kebersihan dan m    
kerapian bangunan dijaga
serta dipelihara sesuai POB?
3.8 Apakah gudang M    
penyimpanan obat dapat
menjamin mutu obat (bebas
banjir, penerangan cukup,
suhu yang terkondisikan
sesuai persyaratan lain
penyimpanan obat)?
3.9 Apakah dilakukan pemetaan M    
suhu di gudang
penyimpanan?
3.10 Apakah suhu dan M    
kelembaban udara di ruang
penyimpanan dimonitor
sesuai dengan yang
dipersyaratkan masing-
masing produk menggunakan
alat ukur yang terkalibrasi?
3.11 Apakah mempunyai sistem M    
pengendalian hama (pest
control) dan terdokumentasi?
3.12 Apakah tersedia palet atau M    
peralatan lain yang menjamin
obat dan/atau bahan obat
tidak bersentuhan langsung
dengan lantai?
4. OPERASIONAL      
4.1 Pengadaan      
4.1.1 Apakah ada POB M    
pengadaan?
4.1.2 Apakah dilakukan M    
kualifikasi/rekualifikasi
pemasok (dokumen atau
audit lapangan sesuai dengan
analisis risiko)?
4.1.3 Apakah seluruh pengadaan C    
dari sumber yang sah?
4.1.4 Apakah pengadaan M    
berdasarkan surat pesanan?
(untuk pengadaan dari PBF
cabang ke Pusat, surat
pesanan dapat berupa surat
pesanan elektronik)
4.1.5 Apakah surat pesanan M    
diverifikasi oleh penanggung
jawab, mencantumkan nama
jelas dan nomor SIK dan
distempel perusahaan atau
bagi PBF cabang
penanggung jawab memiliki
otoritas dalam melakukan
pesanan melalui elektronik?
4.1.6 Apakah memiliki sistem M    
dokumentasi pengadaan yang
tervalidasi untuk mencegah
terjadinya pengadaan di luar
sistem yang ditetapkan, serta
mampu telusur ?
4.1.7 Apakah PBF melakukan N/A    
impor obat dan/atau bahan
obat?
Jika ya lanjutkan dengan
4.1.8 s/d 4.1.9
4.1.8 Apakah setiap pemasukan C    
obat dan/atau bahan obat
impor disertai Surat
Keterangan Impor/dokumen
resmi dari instansi yang
berwenang? (hanya untuk
PBF importir)
4.1.9 Apakah penyimpanan obat M    
impor dilakukan sesuai
dengan surat kuasa impor
dari pemegang izin edar?
4.2 Penerimaan      
4.2.1 Apakah ada POB M  
 
penerimaan?
4.2.2 Apakah penanggung jawab M    
atau tenaga kefarmasian yang
diberikan kuasa oleh
penanggung jawab
menandatangani faktur
pengadaan atau SPB pada
saat barang diterima?
4.2.3 Apakah setiap penerimaan M    
obat dan/atau bahan obat
dilakukan pemeriksaan
kesesuaian antara fisik dan
dokumen (meliputi : item,
jumlah, nomor bets, tanggal
kedaluwarsa) serta
pemeriksaan kebenaran
label/kondisi kemasan?
4.2.4 Apakah setiap penerimaan M    
obat dan/atau bahan obat
dicatat pada kartu stok
(secara manual atau
elektronik) yang sesuai
dengan ketentuan CDOB?
4.3 Penyimpanan      
4.3.1 Apakah penyimpanan obat M    
dilengkapi dengan catatan
stok baik manual maupun
elektronik dengan informasi
yang sesuai dan mampu
telusur?
4.3.2 Apakah mempunyai sistem M    
yang menjamin first in first
out / first exp first out ?
4.3.3 Apakah obat dan/atau bahan M    
obat disimpan pada kondisi
sesuai dengan yang
tercantum pada kemasan?
4.3.4 Apakah penyimpanan obat m    
dan/atau bahan obat terpisah
dari komoditi lain selain obat
dan/atau bahan obat?
4.3.5 Apakah sistem penyimpanan M    
obat dan/atau bahan obat
mampu jaga mutu dan
keamanannya (Sesuai bentuk
sediaan, sesuai risiko
kemananan seperti sitostatik,
psikotropik dll)?
4.4 Pemisahan Obat dan/atau      
Bahan Obat

4.4.1 Apakah ada POB M    


penanganan obat dan/atau
bahan obat yang rusak,
kadaluarsa atau mendekati
kadaluarsa?
4.4.2 Apakah obat yang tidak M    
layak jual dipisahkan dan
disimpan di tempat terpisah
dan terkunci dengan label
yang jelas, diinventarisir dan
dibuat rencana tindak
lanjutnya?
4.5 Penyaluran      
4.5.1 Apakah ada POB M    
penyaluran?
4.5.2 Apakah obat-obat yang C    
disalurkan adalah obat-obat
yang terdaftar?
4.5.3 Apakah dilakukan M    
kualifikasi/rekualifikasi
pelanggan secara berkala
sesuai analisis risiko untuk
mencegah terjadinya diversi
dan penyalahgunaan?
4.5.4 Apakah setiap penyaluran C    
obat dan/atau bahan obat
berdasarkan surat pesanan
yang ditandatangani apoteker
pengelola apotek, apoteker
penanggung jawab, atau
tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab dengan
mencantumkan nomor SIPA,
SIKA, atau SIKTTK dan
dibubuhi stempel?
4.5.5 Apakah dilakukan skrining M    
oleh penanggung jawab
terhadap pesanan yang
diterima untuk dapat dilayani
berdasarkan analisis risiko
guna mencegah terjadinya
diversi dan penyalahgunaan?
4.5.6 Apakah dilakukan C    
pemeriksaan kesesuaian obat
dan/atau bahan obat yang
dikirimkan dengan faktur
atau SPB sesuai persyaratan
CDOB (termasuk nomor bets
dan tanggal kedaluwarsa)?
4.5.7 Apakah penangungjawab M    
melakukan kontrol dan
pengesahan terhadap
penyaluran obat?
4.5.8 Apakah semua tanda terima M    
faktur atau surat penyerahan
barang dibubuhi stempel
sarana penerima (sesuai surat
pesanan), diberi tanda
tangan, nama terang dan No.
SIKA/SIPA/SIKTTK
Penanggung Jawab
sarana/petugas teknis
kefarmasian yang diberi
kewenangan?
4.5.9 Apakah pembayaran M    
dilakukan sesuai dengan
nama yang tercantum dalam
faktur penjualan?
4.6 Pemusnahan Obat      
dan/atau Bahan Obat
4.6.1 Apakah mempunyai POB M    
pemusnahan obat dan/atau
bahan obat?
4.6.2 Apakah pernah melakukan M    
pemusnahan obat/bahan obat
dan pelaksanaan yang sesuai
ketentuan termasuk
dilaporkan kepada Balai
Besar/Balai POM setempat?
5. INSPEKSI DIRI      
5.1 Apakah PBF telah m    
melakukan inspeksi diri ?
5.2 Apakah pelaksanaan inspeksi m    
diri didokumentasi berserta
tindakan perbaikan dan atau
rencana perbaikanya?
6. KELUHAN, OBAT      
DAN/ATAU BAHAN
OBAT KEMBALIAN,
DIDUGA PALSU, DAN
PENARIKAN KEMBALI
6.1 Keluhan      
6.1.1 Apakah tersedia POB m    
penanganan keluhan ?
6.1.2 Apakah memiliki sistem m    
penanganan keluhan
pelanggan?
6.1.3 Apakah keluhan dilakukan m    
investigasi penyebab dan
dilakukan trend analysis serta
tindakan perbaikan yang
berkelanjutan?
6.2  Kembalian      
6.2.1 Apakah mempunyai POB M    
penanganan obat dan/atau
bahan obat kembalian
termasuk pengembalian
kepada pemasok?
6.2.2 Apakah memiliki sistem M    
penanganan obat dan/atau
bahan obat kembalian
termasuk persyaratan fisik
dan dokumen obat kembalian
yang dapat diterima untuk
mencegah tersusupinya obat
ilegal?
6.2.3 Apakah jumlah dan identitas M    
obat dan/atau bahan obat
yang dikembalikan sesuai
dengan bukti penyaluran dan
pengembalian?
6.2.4 Apakah obat dan/atau bahan M    
obat kembalian yang
diterima karena tidak
memenuhi syarat mutu dan
yang mengalami kerusakan
penandaan, dikarantina dan
terkunci?
6.2.5 Apakah pengembalian obat M    
dan/atau bahan obat kepada
pemasok menggunakan Surat
Penyerahan Barang dan
didokumentasikan?
6.3  Penarikan Kembali      
6.3.1 Apakah mempunyai POB M    
recall yang mencakup
mandatory recall dan
voluntary recall sesuai
ketentuan?
6.3.2 Apakah sarana penerima M    
produk recall segera
diperintahkan untuk
menghentikan penyaluran
dan mengembalikan produk
tersebut?
6.3.3 Apakah dilakukan pencatatan M    
terhadap produk recall?
6.3.4 Apakah pelaksanaan M    
penarikan atau hasil
penarikan termasuk
permintaan penghentian
penyaluran serta Laporan
Pengembalian Barang yang
Ditarik dari Peredaran
dilaporkan kepada Badan
POM?
6.4 Obat dan/atau Bahan Obat      
Diduga Palsu
6.4.1 Apakah memiliki POB M    
penanganan obat palsu yang
dapat menjamin obat palsu
tidak terdistribusi dan
digunakan oleh masyarakat?
6.4.2 Apakah temuan obat palsu M    
atau obat diduga palsu segera
dilaporkan kepada instansi
berwenang dan dibuat
rencana tindak lanjutnya ?
7 TRANSPORTASI      
7.1 Apakah memiliki mekanisme C  
kontrol terhadap dokumen
pengiriman obat dan/atau  
bahan obat untuk mencegah
terjadinya penyimpangan
dalam transportasi serta
kesesuaian dengan alamat
yang sesuai dengan Surat
Pesanan?
7.2 Apakah ada sistem yang M  
mengatur penanganan
pengiriman obat dan/atau
bahan obat yang tidak sesuai
 
dengan pesanan untuk
mencegah terjadinya diversi
dan penyalahgunaan
dokumen?
7.3 Apakah obat dan/atau bahan C    
obat dikirim ke alamat sesuai
dengan Surat Pesanan?
8 DOKUMENTASI      
8.1 Apakah sistem dokumentasi C    
manual atau elektronik sesuai
dengan ketentuan serta dapat
ditelusuri setiap saat ?
8.2 Apakah arsip surat pesanan, M    
faktur pembelian, faktur
penjualan dan kartu stok
disimpan minimal selama 3
tahun.
8.3 Apakah salinan surat M    
pesanan, faktur atau surat
jalan dari pemasok disatukan
untuk memastikan legalitas
proses pengadaan dan
ketelusuran?
8.4 Apakah arsip surat pesanan M  
dari pelanggan dan faktur
penjualan dan atau Surat
Pengantar Barang disatukan  
untuk memastikan legalitas
proses penyaluran dan
ketelusuran?
8.5 Apakah format faktur atau M    
Surat Penyerahan Barang
sesuai dengan ketentuan pada
pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB)
8.6 Apakah dilakukan pelaporan M    
triwulan pengelolaan obat?

Keterangan :
Tingkat Kekritisan
 C = Kritis
 M = Berdampak Besar

 m = Berdampak Kecil

 N/A =

 Ca = Tindakan Korektif

Anda mungkin juga menyukai