D3 Farmasi
ABSTRAK
ABSTRACT
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non eksperimental
dengan pendekatan kualititatif di Apotek Wilayah Kecamatan Cikupa
Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan formulir kuisoner yang
diisi oleh responden. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Apotek di
Wilayah Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang yang berjumlah 22
Apotek berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang.pengumpulan data dilakukan menggunakan formulir kuisoner
yang terdiri dari aspek profil sarana, bangunan, peralatan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, penyaluran, penanganan produk kembalian
dan kadaluarsa, dan pemusnahan. Data yang di dapat kemudian di analisis
secara kualitatif untuk diterapkan di Apotek Wilayah Kecamatan Cikupa
sesuai dengan kriteria temuan yang di dapat.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat pada aspek profil sarana yang sesuai
dengan Peraturan Kepala BPOM tahun 2012 tentang Cara Distribusi Obat
yang Baik (CDOB) yaitu 77,3% sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM
Tahun 2012 dan 22,7% tidak sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM
Tahun 2012 yaitu ‡Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu
yang baik serta distribusi obat dan atau bahan obat yang benar sangat
bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang
cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi
tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masingmasing personil
harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami
prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan
lanjutan yang sesuai tersebut dalam sebuah Apotek harus mempunyai
manajerial yang bagus, dengan tanggung jawab”. Berdasarkan hal tersebut
dalam sebuah Apotek harus mempunyai manajerial yang bagus, dengan
cara membuat struktur organisasi. Hal ini berfungsi agar tugas-tugas
terorganisir dengan rapih dan personil-personil di Apotek dapat
menjalankan tanggung jawabnya dengan kompeten, serta dapat
menyelesaikan segala permasalahan yang ada di Apotek. Sistem
manajemen yang baik akan membawa Apotek kepada kepuasan pelanggan
dan kenyamanan dalam bekerja.
Aspek Pengadaan
Aspek Pengadaan didapat dari lima belas Apotek di Wilayah
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang, data dapat dilihat pada tabel 3.
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat yang sesuai dengan Peraturan
Kepala BPOM Tahun 2012 pada aspek pengadaan yang sesuai dengan
Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu 72,2%, dan 27,8% tidak sesuai
dengan Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012. Berdasarkan penelitian dari
Isna Sugih Hartini dan Marchaban aspek pengadaan yaitu “Aspek ini berisi
mengenai bagaimana barang atau obat yang disediakan itu dipesan, mulai
dari sumber pengadaan sampai kelengkapan surat-surat saat proses
pemesanan barang yang dalam hal ini berupa obat dan atau bahan obat.
Hal ini sesuai Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 “Untuk menjamin kualitas
Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui
jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. “Apotek di
wajibkan membeli stok obat melalui jalur resmi, hal ini di karenakan agar
keaslian dan mutu obat terjamin, sedangkan jika obat di peroleh dari jalur
yang tidak resmi memungkinkan masuknya obat palsu dan mutu obat tidak
terjamin. Pembelian pun harus disertai faktur agar aman dalam transaksi
dan sah dalam proses pembelian sehingga terhindar dari audit.
Aspek Penerimaan dan Penyimpanan
Aspek penerimaan dan penyimpanan di dapat dari lima belas Apotek di
Wilayah Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang, data dapat dilihat pada
tabel 4.
Tabel 4. Aspek Penerimaan dan Penyimpanan
No Aspek Penerimaan dan Ya Tidak
Berdasarkan tabel 4 terdapat 91,1% Apotek yang sesuai dengan
Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 dan 8,9% tidak sesuai dengan
Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaiyu “Proses penerimaan bertujuan
untuk memastikan bahwa kiriman obat dan atau bahan obat yang diterima
benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak
mengalami perubahan selama transportasi dan Penyimpanan dan
penanganan obat dan atau bahan obat harus mematuhi peraturan
perundang-undangan “Bedasarkan hal tersebut maka penyimpanan harus
sesuai karena untuk menghindari kesalahan, kestabilan obat-obatan dan
kontaminasi atau tercampurnya obat-obat yang bentuk maupun jenis yang
berbeda.
Aspek Penyaluran
Aspek penyaluran didapat dari lima belas Apotek di Wilayah Kecamatan
Cikupa Kabupaten Tangerang, data dapat dilihat pada tabel 5.
Aspek Pemusnahan
Aspek pemusnahan didapat dari lima belas Apotek di Wilayah
Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang, data dapat dilihat pada tabel 7.
Berdasarkan tabel 7 pada aspek pemusnahan yaitu tentang
pemusnahan yang dilakukan oleh Apotek dan siapa saja yang
menyaksikan proses pemusnahan serta kelengkapan surat-surat pada
proses pemusnahan. Pada aspek ini 68,3% sesuai dengan Peraturan
Kepala BPOM Tahun 2012 dan 31,7% belum sesuai. Pada aspek ini
sebagian Apotek tidak melakukan pemusnahan dikarenakan Apotek
membeli dan memesan sesuai dengan kebutuhan atau sedikit, dan
menjual obat-obat fast moving atau yang sering pasien butuhkan
sehingga obat tidak sampai kadaluarsa. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Kepala BPOM Tahun 2012 yaitu “Obat yang kadaluarsa atau
rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
Pemusnahan Obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika
atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika
dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Tenaga
Kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
KESIMPULAN
Pelaksanaan distribusi obat di lima belas Apotek yang berada di
Wilayah Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang yang sesuai dengan
Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012
dalam hal Aspek Profil Sarana sebesar 77,3%, Aspek Bangunan dan
Peralatan sebesar 83,3%, aspek pengadaan sebesar 72.2%, aspek
penerimaan dan penyimpanan sebesar 91,1%, aspek penyaluran
sebesar 44,4%, aspek penanganan produk kembalian dan kadaluarsa
sebesar 73,3%, dan aspek pemusnahan sebesar 68,3%.
DAFTAR PUSTAKA
Agustyani, V., Utami, W., Sumaryono, W dan Rahem, A. 2017. Evaluasi
Penerapan CDOB sebagai Sistem Penjaminan Mutu pada Sejumlah
PBF di Surabaya. Jurnal Universitas Airlangga. Surabaya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012.
Aspek Pengandaan
(0271) 663375
E-mail : antantinuranif@gmail.com
Abstrak
Problem utama di UKM mitra adalah belum adanya sistem yang mampu
memfasilitasi kebutuhan pengembangan pengolahan pasca panen sayur
sehingga ketika panen sayur melimpah, sementara pengepul belum datang
dan/ atau penjualan sayur di pasar Tawangmangu tidak lancar
menyebabkan sayur menjadi busuk dan rusak sehingga nilai jualnya
rendah. Disamping itu juga masih rendahnya pengetahuan masyarakat
dalam melakukan teknis budidaya dan pengolahan hasil pasca panen
komoditas sayur, sehingga memunculkan suatu gagasan yang
dimaksudkan untuk mengangkat pengetahuan masyarakat berbasis
pengembangan herbal berbahan sayur sebagai solusi yang diharapkan
mampu menjawab permasalahan kesehatan, kemiskinan dan kelestarian
alam khususnya di kecamatan Tawangmangu [3]. Kegiatan yang diusulkan
dalam IbM ini merupakan kelanjutan dari kegiatan pengembangan sayur
organik (yang telah diawali dengan kegiatan Hibah Tanoto Education Grant
tahun 2012) yang pada akhir masa panen mengalami over produksi hingga
perlu terobosan lain untuk melakukan diversifikasi usaha untuk
memanfaatkan sayur dalam bentuk kapsul sayur berkhasiat obat. Usaha
tersebut diharapkan mampu menjadi ciri khas UKM 1 Lembah Manah.
Support bahan baku sayuran organik juga dilakukan oleh UKM 2 Kelompok
Tani Pakar Tani yang juga membudidayakan sayur organik.
METODE
Sosialisasi Program
Sosialisasi program dilakukan dengan melibatkan semua kelompok UKM
Mitra. Anggota kelompok yang dilibatkan adalah anggota yang memiliki
minat, berwawasan maju, mau menerima inovasi teknologi, dan mampu
menularkan kepada orang lain sehingga diharapkan dapat menjadi pioner.
UKM mitra 1 Lembah Manah dan UKM mitra 2 Pakar tani, sebagai mitra
berpartisipasi aktif dalam diversifikasi pengolahan hasil panen menjadi
kapsul sayur. Setelah pelatihan dan praktek, secara bertahap dan
sistematis mereka diharapkan akan mengolah produk kapsul sayur dengan
standarisasi mutu mulai dari penyediaan bahan baku, proses produksi
hingga pengemasan dan pelabelan.
Gambar 2. Kegiatan Sosialisasi Pengabdian Masyarakat
(a) (b) ( c)
pelatihan ini, dan U KM mitra sepakat bahwa produk kapsul sayur ini dapat diproduksi
dengan merancang pembentukan Usaha Kecil Obat Tradisional.
ABSTRAK
ABSTRACT
Blood fever and Chikungunya cases in Indonesia are increasing
annually. For preventing the mosquios, people use mosquito coil which is
contain dangerous chemical compound. This research has successly
created a natural mosquito coil with gemor bark and hazelnut fruit shell as
the main material. Gemor bark is positive containing alcaloid,tanin, phenolk,
flvonoid, triterpnoid and glycocydic compounds which are natural
bioinsecticide. As formulation the comparison of gemor bark and hazelnut
shell as follow :100% : 0 % ; 80 % : 20 % ; 65 % : 35 % ; 50 % : 50 % ; 35
% : 65% and 20 % : 80% were used. Base one random variance analysis,
the best formula was the using of gemor bark in 50%, 35% and 20% of
concentration. The mosquitos killing force analysis was using the LT50 for
6 days with 5 diferent concentrations. The result showed that 50 % of gemor
bark was significantly influenced in the killing force. From the economic
view, the producion of this coil was cheaper then the same product in the
maket. Base on all the result, the research product is applicable in mass
producion and safe for human health and the environment.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang
gemor dan kulit cangkang kemiri (Aleurites molucca) yang telah dikeringkan
terlebih dahulu di bawah sinar matahari dan dibersihkan dari kotoran yang
masih menempel. Bahan perekat yang digunakan adalah tepung tapioka
serta madu (Samad 2001). Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian
ini antara lain hidraulik press, ayakan 25 mesh, oven, terpal, neraca,
lumpang besi, mesin crusher, blender, pisau pemotong, kompor, ruang
pengujian ukuran 3 x 3 x 4 m, kandang uji nyamuk ukuran besar 70 x 70 x
70 cm dan ukuran kecil 35 x 35 x 35 cm, alat pencetak partikel bentuk
spiral, gelas piala, baki, pengaduk dan lain-lain.
Sebelum dibentuk untuk menjadi obat nyamuk bakar, kulit batang
gemor dan kulit cangkang kemiri dipotong-potong dan dihaluskan sampai
menjadi partikel kecil dan dijemur sampai kadar air kering udara. Kedua
partikel ini kemudian diayak menggunakan saringan 25 mesh. Kulit gemor
diuji fitokimianya di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Kimia
Bogor.
Sebagai faktor pembanding komposisi obat nyamuk bakar dalam
penelitian ini , digunakan 6 (enam) perbandingan jumlah partikel kulit
batang gemor dan kulit cangkang kemiri sebagai berikut :100% : 0 % ; 80
% : 20 % ; 65 % : 35 % ; 50 % : 50 % ; 35 % : 65% dan 20 % : 80%. Kedua
partikel selanjutnya dibuat adonan dengan mencampur perekat
menggunakan tepung tapioka sebanyak 5 % dari berat total. Berat partikel
yang digunakan untuk 1 (satu) contoh uji obat nyamuk bakar yaitu 52,24
gram dan berat perekat 2,6 gram. Adonan selanjutnya dicetak sesuai
bentuk obat nyamuk bakar dan dikempa dengan tekanan 25 kg. Produk
yang dihasilkan dikeringkan hingga kering udara atau dengan kadar air
sekitar 12 %.
Parameter pengujian untuk produk obat anti nyamuk bakar dilakukan
sesuai Standar Nasional Indonesia obat nyamuk bakar no. SNI 06-3566-
1994 yang meliputi berat per pasang, lama bakar, kadar air dan
mendatangkan pengaruh terhadap mematikan nyamuk. Obat nyamuk
bakar dipasang didekat kandang uji nyamuk dan pengamatan dilakukan
dengan cara menghitung nyamuk yang mati setelah 24 jam.
Hasil uji fitokimia pada kulit kayu gemor kondisi kering udara
menunjukkan bahwa kulit kayu gemor mengandung seperti alkaloid, tanin,
fenolik, flavonoid, triterpenoid dan glikosida sepert terlihat pada Tabel 1.
Senyawa diatas memiliki efek yang berbeda sebagai insektisida alami.
Alkaloid memiliki sifat metabolit terhadap satu atau beberapa asam amino.
Efek toksik lain bisa lebih kompleks dan berbahaya terhadap serangga,
yaitu mengganggu aktifitas tirosin yang merupakan enzim esensial untuk
pengerasan kulit serangga. Tanin dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Bila serangga
memakannya, maka reaksi penyamakan Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia dari
Kulit Kayu Gemor.
Parameter Hasil Metode
No.
Uji Pengujian Pengujian
1. Alkaloid +
2. Saponin -
3. Tanin +
4. Fenolik +++
Kualitatif
5. Flavonoid +++
6. Triterpenoid ++
7. Steroid -
8. Glikosida ++
Keterangan :
- : Negatif
+ : Positif lemah ++ : Positif
+++ : Positif kuat
++++ : Positif kuat sekali
dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh
cairan pencernaan hewan sehingga salah satu fungsi utama tanin dalam
tumbuhan ialah sebagai penolak hewan termasuk serangga. Gejala yang
diperlihatkan dari hewan yang mengkonsumsi tanin yang banyak adalah
dengan menurunnyanya laju pertumbuhan, kehilangan berat badan dan
gejala gangguan nutrisi. Flavonoid termasuk kelas fenol, dan kelompok
flavonoid bersifat insektisida alam yang memiliki reproduksi yaitu
antifertilitas. Dengan banyaknya kandungan senyawa yang berpotensi
sebagai insektisida alami ini maka kayu gemor cukup berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan baku obat nyamuk bakar.
Dari hasil analisa pada (Tabel 2) ternyata bahwa dari 6 (enam) variasi
konsentrasi perlakuan yang dilakukan, hasil terstabil dari daya bakarnya
ada pada kosentrasi kulit gemor 20% dan kulit kemiri 80%. Hal ini
dimungkinkan kandungan minyak yang lebih banyak pada kemiri yang
membangkitkan panas sehingga pembakaran lebih stabil. Secara
morfologi, bentuk permukaannya lebih kasar dan berwarna hitam pada
permukaan obat nyamuk bakar. Salah satu kelebihannya, pada saat
dibakar obat nyamuk bakar kulit batang gemor tidak menimbulkan percikan
dan mengeluarkan kumpulan asap yang membakar partikel secara kontin
Tabel 2. Hasil Analisa Kadar Air, Berat per Pasang, Lama Bakar, Daya
Kurang
1. 100 0 11,21 24,60 11,88
Stabil
Kurang
2. 80 20 10,46 24,49 10,95
Stabill
Kurang
3. 65 35 10,42 24,05 10,18
Stabil
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 19147.2 4 4786.8 36.70859 1.39643E- 3.055568
07
Within Groups 1956 15 130.4
Total 21103.2 19
BNT(5%) 2.131 17.38667 37.05099
BNT(1%) 2.947 51.23851
Dari hasil analisa sidik ragam obat nyamuk bakar pada Tabel 3 dapat
dikemukakan perlakuan komposisi yang dilakukan adalah positif sebagai
obat nyamuk yang memungkinkan untuk dipasarkan adalah dengan
komposisi kulit batang gemor 50 % , 35 % dan 20 %. Pada perlakuan
komposisi tersebut obat nyamuk mempunyai lama bakar dan daya bakar
stabil. Rata-rata mati nyamuk tertinggi dalam kandang pengujian pada
perlakuan komposisi 50 % kulit batang gemor ; kulit cangkang kemiri 50 %
adalah 59 ekor. Kulit batang mengandung flavanoid dan fenolik yang
bersifat tosik berbahaya terhadap insekta yang merupakan insektisida
alami. Dari analisa uji beda nyata jujur obat nyamuk bakar pada Tabel 4
dapat dikemukakan tidak berbeda nyata antara obat nyamuk bakar
dipasaran dengan perlakuan variasi konsentrasi kulit kayu gemor 50 %.
Kulit kayu gemor mengandung daya bunuh nyamuk setara dengan obat
nyamuk dipasaran. Sedang pada perlakuan variasi konsentrasi kulit kayu
gemor 50 % dibandingkan dengan tanpa perlakuan (tanpa obat nyamuk)
berpengaruh sangat nyata terhadap daya bunuh nyamuk. Hal ini kulit kayu
gemor mempunyai daya bunuh nyamuk karena mengandung utama tanin
dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan termasuk serangga.
Jumlah = Rp. 222,5,- Jumlah keping per kotak 10 (sepuluh) keping, dari
1(satu) keping partikel obat nyamuk bakar Rp. 222,5,- x 10 = Rp. 2225,-
KESIMPULAN
1. Perlakuan yang terbaik dengan lama terbakar dan daya bakar pada yaitu
50 % kulit kayu gemor ; 50 % kulit cangkang kemiri, komposisi 35 % kulit
kayu gemor ; 65 % kulit cangkang kemiri dan komposisi 20 % kulit kayu
gemor ; 80 % kulit cangkang kemiri.
2. Kemampuan daya bunuh nyamuk didapat pada konsentrasi perlakuan
50 % kulit kayu gemor : 50 % kulit cangkang kemiri, 35 % kulit kayu
gemor : 65 % kulit cangkang kemiri dan 20 % kulit kayu gemor : 80 %
kulit cangkang kemiri.
3. Dari segi ekonominya obat nyamuk bakar alami ini lebih murah daripada
obat nyamuk komersil.
DAFTAR PUSTAKA
8. Saptowalyono, C. A. http://kompas.com/kompascetak/0602/
10/ekora/2174941.htm 20 Januari 2007.
9. Violet Hatta, 2007. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Perlu
Kearifan. Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.
septiyani.mustika@gmail.com
Abstrak
METODE
Untuk menentukan nilai limit alert dan limit action, metode yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
2. Analisis Data
29.0 Spesifikasi
Maksimum
28.0
Suhu Maksimum
27.0 (per bulan)
26.2 Upper Limit
26.0 Action
25.5
25.0 Upper Limit Alert
Daftar Pustaka
ABSTRAK
Kabupaten Jember merupakan salah satu wilayah komoditi
tumbuhan herbal lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis
tumbuhan lokal yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman
herbal fungsional di Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, dilakukan pada bulan April-Mei 2018. Lokasi pengambilan sampel
yaitu Kabupaten Jember dengan teknik purposive sampling dan snowball
sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
observasi dan studi dokumen. Hasil penelitian identifikasi menunjukkan
jumlah keseluruhan tumbuhan herbal lokal yang dimanfaatkan sebagai
bahan baku minuman herbal fungsional adalah 27 jenis tumbuhan.
Minuman herbal dibuat dengan memanfaatkan salah satu organ tumbuhan
seperti; daun, rimpang, buah, akar dan biji.Organ tumbuhan yang banyak
dimanfaatkan adalah daun.
Key words: Local Plants, Raw Material, and Functional Herbal Drinks
PENDAHULUAN
Kondisi tanah yang subur, iklim yang baik serta didukung oleh
keanekaragaman flora menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil
komoditas herbal yang cukup potensial (Mabel dkk., 2016). Kabupaten
Jember merupakan salah satu wilayah Indonesia yang memiliki komoditi
tumbuhan herbal.Berdasarkan hasil survei, terdapat delapan industri
minuman herbal fungsional yang tersebar di beberapa kecamatan yang
meliputi Kecamatan Sumbersari, Kecamatan Tempurejo, Kecamatan
Kaliwates, Kecamatan Wuluhan, Kecamatan Tanggul dan Kecamatan
Ledokombo. Ketersediaan tumbuhan herbal dari masing-masing wilayah
industri, menjadikan beberapa organ tumbuhan herbal sebagai bahan
utama pembuatan minuman herbal fungsional.
Berdasarkan data dinas tanaman pangan dan hortikultura
Kabupaten Jember (2016), terdapat 15 jenis tumbuhan herbal yang
dibudidayakan oleh masyarakat, diantaranya jahe, laos/lengkuas, kencur,
kunyit, lempuyang, temulawak, temu ireng, temu kunci, dringo, kapulaga,
mengkudu, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya. Beberapa
jenis tumbuhan herbal telah diketahui manfaatnya bagi kesehatan melalui
pengetahuan masyarakat dalam mengolah tumbuhan tersebut menjadi
minuman herbal fungsional yang berkhasiat bagi kesehatan (Rifkowaty
dkk., 2016). Terdapat beberapa industri minuman herbal fungsional di
wilayah Kabupaten Jember, sebagian besar minuman herbal yang
diproduksi memanfaatkan bagian tumbuhan herbal sebagai bahan baku
pembuatan minuman.Tumbuhan herbal digunakan sebagai bahan baku
pembuatan minuman herbal fungsional oleh masyarakat, namun hanya
beberapa jenis saja yang umum dimanfaatkan, hal ini disebabkan
terbatasnya pengetahuan masyarakat akan jenis-jenis tumbuhan herbal
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan minuman herbal
fungsional. Bahan baku merupakan bahan utama dalam proses pembuatan
minuman herbal, bahan baku ini dapat berasal dari organ tumbuhan seperti
buah, bunga, daun dan rimpang (Hakim, 2015).
Minuman herbal dapat dijadikan sebagai suatu produk olahan
industri rumah tangga yang terbuat dari bagian-bagian tumbuhan yang
memiliki khasiat bagi kesehatan dan dikonsumsi dengan cara diseduh
dengan air mendidih (Tasia & Widyaningsih, 2014).Tujuan yang ingin
dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan
lokal Kabupaten Jember yang dapat digunakan sebagai bahan baku
minuman herbal fungsional.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif.Penelitian
dilakukan pada bulan April-Mei 2018.Informan dalam penelitian merupakan
pelaku industri minuman herbal fungsional di Kabupaten
Jember.Penentuan informan dilakukan dengan cara metode purposive
sampling dan metode snowball sampling. Data penelitian berupa data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh
peneliti secara langsung melalui wawancara dan observasi, sedangkan
data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti tidak secara langsung
namun menjadi data penunjang dalam penelitian, semisal melalui orang lain
dan dokumen-dokumen terkait (Sugiyono, 2015).
Data primer dalam penelitian adalah jenis-jenis tumbuhan herbal
yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman herbal
fungsional, meliputi nama lokal dan bagian tumbuhan yang dimanfaatkan.
Data primer dikumpulkan dengan cara observasi jenis-jenis tumbuhan
herbal yang tumbuh dan berkembang pada lahan tanam di wilayah
Kabupaten Jember. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jember terkait industri
minuman herbal dan data tumbuhan herbal lokal dari Dinas Tanaman
Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Jember.Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi
dokumen.Alat dan bahan yang digunakan selama proses pengumpulan
data yakni pedoman wawancara, alat tulis, perekam suara, penggaris,
catatan lapang, kamera, dan google map.
Sampel tumbuhan yang diperoleh didokumentasi dan
diidentifikasi.Identifikasi tumbuhan didasarkan pada ciri morfologi tumbuhan
yang ditemukan meliputi ciri morfologi daun, batang, akar, buah, bunga
dengan mengacu pada beberapa buku-buku taksonomi seperti buku Flora
untuk sekolah di Indonesia (Tjietrosoepomo, G, 2000) dan buku Taksonomi
Umum/ Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan (Tjietrosoepomo, G. 2016).
Data tumbuhan herbal lokal Kabupaten Jember ditabulasi dan disajikan
dalam bentuk tabel dan dianalisis untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan
herbal lokal yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman
herbal fungsional di Kabupaten Jember.
4%
4%
3%
7%
Daun
Rimpang
Buah
18% Akar
Biji
64% Kulit kayu
karotenoid,
hidrokotilin, vellarin,
tanin serta garam
mineral seperti
kalium, natrium,
magnesium, kalsium,
zat pahit vellarine,
triterpenoid saponin,
triterpenoid genin,
minyak esensial,
flavonoid, fitosterol,
dan zat samak
3. Pecut kuda Saponin, tanin dan Infeksi saluran Sutjiatmo
flavonoid kencing, diuretik, dkk, 2015
rheumatik, sakit
tenggorokan
(faringitis), pembersih
darah, keputihan, dan
hepatitis A
4. Kumis kucing Zat samak, minyak Mengobati bengkak Kartika,
atsiri, saponin, dan infeksi saluran 2017
sapofonin kencing, diabetes
mellitus, batu ginjal,
batuk, dan radang
5. Kelor 90 nutrisi, 46 jenis mempercepat proses Rusita, 2017
antioksidan, 36 penyembuhan luka,
senyawa antiinflamasi meningkatkan
yang terbentuk kekebalan tubuh
secara alami, serat, untuk melawan
beta karoten 4 kali kanker dan
lebih besar dari memperlambat
wortel, pertumbuhan tumor,
minyak omega-3 dan berperan dalam
klorofil pembentukan protein
otot, dan metionin
yang berperan
menyerap lemak dan
kolesterol
6. Kemukus Alkaloida piperin, antiseptik, diuretik, Tjietrosoepo
polifenol, kubebin, karminatif, dan mo, 2016
epikubebin dan ekspektoran. Khasiat
dihydrokubebin kemukus terutama
untuk penyakit
kelamin (gonorhea),
bronkhitis, radang
kantung kemih,
disentri dan penyakit
perut lainnya
DAFTAR RUJUKAN
Anwar, T. M., & Soleha, T. U. (2016).Manfaat Daun Binahong (Anredera
cordifolia) sebagai terapi Acne Vulgaris.Majority, (Online), Vol. 5,
No. 5,
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/906
/814, diakses 6 Juni 2018).
Mabel, Y., Herny, S., & Koneri, R. (2016). Identifikasi Dan Pemanfaatan
Tumbuhan
Obat Suku Dani Di Kabupaten Jayawijaya Papua. Jurnal MIPA
UNSRAT, (Online), 5(2),(https://media.neliti.com/.../115408-ID-
identifikasi-danpemanfaatan-tumbuhan-ob.pdf, diakses 23 Januari
2018).